• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Poligami Dalam Islam Tafsir Ayat (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum Poligami Dalam Islam Tafsir Ayat (1)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Poligami Dalam Islam: Tafsir Ayat

May. 01 Fiqh Islam no comments

Contoh Orang Yg Berpoligami

Diawali dengan kisah perseteruan Eyang Subur dan Adi Bing Slamet dalam persoalan kasus santet. Kemudian berkembang menjadi isu aliran sesat, kasus HAM, hingga mengangkat kasus anak perempuan dan persoalan gender (Komnas Perempuan) yang menyenggol persoalan praktik poligami Eyang Subur beristri lebih dari satu.

Praktek poligami Eyang Subur, hanyalah satu contoh dari ratusan orang di Indonesia termasuk di dunia yang pernah menjalankan praktek ini.

Sehubungan dengan judul artikel ini, maka pembahasan dibatasi pada persoalan praktek poligami, bagaimana hukum POLIGAMI menurut Islam? Atau bagaiamana cara praktek poligami yang benar menurut Islam?

Fiqh Islam: Poligami Menurut Islam

Sebelum membahas tentang apa hukum poligami, silahkan perdalam lebih dahulu di halaman kamus spiritual tentang Pengertian Poligami dan macam-macam bentuk poligami.

Dari 3 macam bentuk praktek poligami, 2 di antaranya, Poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus) dan Group Marriage, dipastikan ditolak atau hukumnya haram dilakukan dalam Islam. Sementara yang satunya lagi, Poligini (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus) terdapat perdebatan di kalangan Ulama dan ditolak oleh mayoritas kaum

feminis (wanita) dengan berbagai alasan di antaranya, menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.

Dalil Kebolehan Poligami-Poligini

Di antara ayat yang membolehkan Poligini adalah Al-Qur’an surat An-Nisâ´ ayat 3

امم ووأم ةةدمححاومفم اوللدحعوتم اللمأم موتلفوخح نوإحفم عمابمرلوم ثمالمثلوم ىىنمثومم ءحاسمنلحلا نممح موكللم بماطم امم اوحلكحنوافم ىىمماتميملوا يفح اوطلسحقوتل اللمأم موتلفوخح نوإحوم

اوللوعلتم اللمأم ىىنمدوأم كملحذمى موكلنلامميوأم توكملممم

(2)

tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Tidak ada keraguan di dalam ayat ini. Sangat jelas jika Allah Subhanahu Wata’a mengizinkan atau membolehkan seorang laki-laki menikahi wanita lebih dari satu, dan juga memerintahkan untuk menikahi satu isteri saja bila ia khawatir tak mampu berbuat adil.

Ayat ini tidak boleh dinafikan atau dianggap tidak ada atau menganggap ayat ini hanya sekedar kalimat penghias dalam al-Qur`an saja. Bahkan jika merujuk kepada kalimat (Maka nikahilah:

اوحلكحنوافم) menggunakan kata kerja perintah atau fi`il amar yang dapat mengandung kewajiban ketika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.

Menurut Ulama tafsir, jumlah 4 dalam ayat tersebut adalah jumlah maksimal istri dalam waktu bersamaan. Selain itu, tidak begitu saja anda dibolehkan menikahi 4 wanita sekaligus menjadi 4 istri tanpa persyaratan. Pria yang dibolehkan untuk melakukan poligami atau diperintahkan adalah mereka yang menyanggupi untuk berlaku adil kepada semua istrinya. Selain itu, para wanita yang dianjurkan untuk dinikahi secara poligami adalah perempuan yang berstatus yatim (pada masa itu mereka dikenal hidup miskin, hidupnya susah) dan para budak (masa itu selain dikenal miskin juga dikenal sebagai masyarakat kelas rendah bahkan tidak dianggap sebagai manusia perempuan).

Selain dalil dari al-Quran, dalil lain yaitu tindakan Nabi Muhammad sendiri yang menjadi panutan para pengikutnya dengan melakukan poligami dengan 9 istri beliau. Namun beberapa Ulama menafsirkan, jika tindakan poligami Nabi Muhammad adalah kasus hukum yang hanya berlaku khusus untuk diri Nabi dan bukan menjadi dasar hukum yang boleh diikuti oleh pengikutnya.

Apa Hikmah Kebolehan Poligami

Yang tahu pasti tentu saja Allah. Sebab Allah yang menciptakan dan membuat undang-undang. Namun secara sosial ada beberapa hikmah positive di antaranya, yaitu:

 Mengangkat derajat dan taraf hidup kaum wanita yatim dan wanita miskin secara sosial.

Secara otomatis ayat di atas bertentangan dengan pendapat mereka yang menolak ayat ini dengan alasan sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.

 Melatih kaum pria untuk menjadi pemimpin dan berbuat adil dan melatih perempuan

untuk patuh terhadap suami untuk sama-sama beribadah dan berjuang di jalan Allah.

 Mendapatkan keturunan atau memperbanyak keturunan yg sholeh dan sholehan, otomatis

memperbanyak kaum muslimin dan muslimat.

(3)

Dalil Larangan Poligami

Ada juga dalil al-Qur`an yang dianggap sebagai dasar hukum menjadi larangan praktek poligami, di antaranya dalam surah An-Nisâ´ ayat 129

نماكم هملللا نلمإحفم اووقلتلمتموم اووحللحصوتل نإحوم ةحقمللمعممللواكم اهمورلذمتمفم لحيومملوا للمكل اوولليمحتم لمفم موتلصورمحم وولموم ءاسمنلحلا نميوبم اووللدحعوتم نأم اووعليطحتمسوتم نلموم اةميححرلم اةروفلغم

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan

perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini sama sekali tidak mengindakasikan sebagai bentuk larangan untuk melakukan praktek poligami. Larangan yang ditegaskan dalam ayat di atas adalahhanya cinta pada satu istri dan membiarkan istri lainnya terkatung-katung (atau tidak memberikan hak nafkah zahir dan batin). Ayat ini hanyalah peringatan bagi mereka yang sedang menjalani praktek poligami agar

memperhatikan semua istrinya.

Allah maha tahu kodrat kita sebagai manusia yang penuh hasrat, dosa, syahwat, dll sehingga secara sempurna untuk berbuat adil di dunia itu tidak akan mungkin kecuali hanya Allah yang maha Adil. Namun Allah memerintahkan kita untuk dapat berbuat seadil-adilnya, menurut panduan al-Qur`an.

Ayat ini juga melarang suami untuk sombong bahwa ia telah adil terhadap semua istrinya, karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan olehnya, karena itu, ia wajib melaksanakan kewajibannya sebagai suami terhadap para istrinya. Intinya, ayat ini tidak kontradiktif dengan ayat sebelumnya.

Dalil Larangan Hadits Poligami

Selain menggunakan dalil ayat di atas, ada juga mengambil dalil dari hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang diriwayatkan oleh [HR. Bukhari dan Muslim].

Rasulullah bersabda di atas mimbar: “Keluarga Bani Hasyim bin Mughirah meminta izin untuk menikahkan anak perempuan mereka dengan Ali bin Abi Thalib, maka aku tidak

mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, kecuali bila Ali menceraikan putriku dan menikahi anak perempaun mereka. Sungguh Fathimah adalah bagian dari diriku, meragukanku apa yang meragukannya, menyakitiku apa yang menyakitinya.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Membaca hadits ini, harus memahami asbabul wurud hadits. Di antaranya, wanita yang dimaksudkan adalah putri dari Abu Jahal yang memusuhi Nabi dan Islam.

Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam menjelaskan hal ini dengan sabda beliau:

(4)

“Sungguh aku tidak mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang halal, akan tetapi demi Allah, tidak akan berkumpul putri Rasul Allah dan anak perempuan musuh Allah pada seorang laki-laki selamanya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Mengomentari hadits di atas Ibnu At-Tîn berkata: “Pendapat paling tepat dalam menafsirkan kisah ini adalah, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam mengharamkan Ali

mengumpulkan putri beliau dengan anak perempuan Abu Jahal karena akan menyakiti beliau, dan menyakiti Nabi hukumnya haram, berdasarkan ijma’.

Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam: “Aku tidak mengharamkan perkara yang halal’, maksudnya, dia (anak perempuan Abu Jahal) itu halal dinikahi oleh Ali jika saja Fatimah bukan istrinya. Adapun mengumpulkan keduanya akan menyakiti Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam karena merasa tersakitinya Fathimah, maka hal itu tidak dibolehkan.

”Pelarangan bukan karena “tersakitinya” Fathimah ra, melainkan tersakitinya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam lantaran tersakitinya Fatimah, dan umat sepakat tentang keharaman menyakiti Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam.

Tentang hal ini Imam Ibnul Qayyim berkata: “Dalam hadits ini terdapat keterangan tentang keharaman menyakiti Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam dengan cara apapun, meskipun dengan melakukan perbuatan yang mubah. Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam merasa tersakiti dengan hal itu maka tidak boleh dilakukan berdasarkan firman Allah Subhanahu Wata’ala: “Tidak pantas bagi kalian menyakiti Rasulullah [QS. Al-Ahzab: 53].”

Umumnya, mereka yang menolak poligigami menjadikan dasar hadits ini guna mendukung sikap anti poligami nya.

Wallahu A`lam bittafsir

Sumber: http://www.artikel.majlisasmanabawi.net/hukum-poligami-dalam-islam-tafsir-ayat/#ixzz3HJpMP19O

WARNING: DO NOT COPY The Content of Our Clien`s www.artikel.majlisasmanabawi.net site without placing this article link back! All its contents are licensed

Referensi

Dokumen terkait

Dan apabila kamu takut tidak bisa berbuat adil (antara anak-anak kamu dan anak-anak yatim dari janda yang kamu nikahi), maka nikahilah satu (dari janda-janda yang

maksud ayat tersebut dikaitkan ke dalam qirâ`ât, maka pada qirâ`ât pertama dapat diterjemahkan ―apabila kamu takut tidak bisa berbuat adil terhadap perempuan

Pertama, dari segi historis, ayat tersebut sebenarnya berkaitan dengan pelarangan para wali bersikap semena-mena (tidak memberi mahar dan tidak berbuat adil) pada wanita

Para ahli tafsir berkomentar tentang ayat ini, “Sesungguhnya artinya adalah jika kalian merasa takut tidak dapat menunaikan hak-hak anak yatim sehingga dengan demikian mereka

Landasan hukum yang digunakan Ibnu Hazm didalam pendapatnya tentang keadilan dalam poligami adalah Q.S. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,

Jika wali anak wanita yatim tersebut khawatir atau takut tidak bisa berbuat adil terhadap anak yatim, maka ia (wali) tidak boleh mengawini anak wanita yatim yang berada

adanya poligami yang dilakukan sang suami kebahagiaan dalam keluarga dapat saja menjadi hilang jika sang suami tidak dapat berlaku adil. Hal ini merugikan kaum isteri

Dan dalam ayat tersebut kebolehan berpoligami dikaitkan dengan persoalan anak yatim, kemudian dilanjutkan dengan nash yang mengandung syarat: “Kalau kamu khawatir tidak akan