B. PENGARUH PENYEBARAN ISLAM DENGAN PERTUMBUHAN KOTA DAN TERBENTUKNYA JARINGAN EKONOMI SERTA INTELEKTUAL DI KEPULAUAN INDONESIA
Pada abad ke-16 telah terdapat banyak kota pelabuhan di Sumatra, Jawa, Maluku yang berfungsi sebagai pusat perdagangan. Hubungan dagang antar daerah dilakukan dengan perahu kecil. Pusat-pusat perdagangan pada abad ke-16 terdapat daerah sepanjang pantai timur Sumatra dan di seberang Salat Malaka di antaranya Kerajaan Aceh, Lamuri, Arkat, Rupat, Siak. Di pantai barat Sumatra telah muncul beberapa pelabuhan kecil, di antaranya Baros, Tiku, Meulaboh dan Andalas. Adapun pelabuhan Pasai, Pidie, Palembang, dan Pariaman termasuk pusat pelabuhan perdagangan tingkat kedua dibawah malaka. Maluku
merupakan pelabuhan terakhir pelayaran internasional. Ternate , Tidore, Makian, Bacan, Motir, dan Jailolo merupakan pusat penghasil rempah-rempah, seperti pala, cengkih, dan lada.
Organisasi pelabuhan pada saat itu rata-rata sudah berjalan dengan baik walaupun bentuknya masih sederhana. Setiap pelabuhan dipimpin oleh syahbandar yang biasanya dijabat lebih dari satu orang dalam satu pelabuhan. Tugas syahbandar adalah memberikan nasehat kepada awak kapal yang datang tentang cara-cara berdagang di wilayah itu. Syahbandar juga bertugas menaksir barang dagangan yang dibawak menarik pajak, serta menentukan bentuk dan jumlah persembahan yang harus diserahkan kepada pejabat kerajaan dengan munculnya kota-kota di pelabuhan membawa dampak bahwa adanya hubungan langsung antara pedagang asing dan pedagang pribumi ataupun antardagang sendiri.
Sebagai pusat perdagangan dengan demikian pesisir dan muara sungai tersebut akhirnya menjadi tempat bertemunya para pedagang dari berbagai pulau di indonesia dan dari itulah yang menjadi proses integrasi antarmasyarakat indonesia.
Untuk melayani keperluan penduduk sehari-hari dan melayani arus barang kota memerlukan masuk dan keluar.