• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Sejarah Pendidikan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Sejarah Pendidikan di Indonesia"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Makalah

PENGANTAR PENDIDIKAN

SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

Nama : Carolus Noprianto Stambuk : A 221 14 030

Kelas : C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Secara formal pendidikan di Indonesia diawali sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, namun keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan cita-cita dan praktek pendidikan masa sebelumnya. Kebudayaan Indonesia sudah ada sejak zaman para sejarah. Isi kebudayaan disampaikan oleh orang tua secara langsung kepada anak-anak. Anak-anak banyak meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya baik dalam kepercayaan, agama, pewarisan hidup ekonomi, maupun keterampilan-keterempilan yang lain. Budaya tulis pertama kali dibawa oleh orang Hindu yang disebut huruf Pallawa. Bersamaan dengan perkembangan peradaban Hindu di Jawa, Berkembang pula peradaban Budha di Sumatra. Pendidikan zaman Hindu dikenal dengan periode klasik.

B. Rumusan Masalah

1. Pendidikan Nasional Zaman Kolonial, Pergerakan Kemerdekaan dan Penjajahan Jepang

2. Kondisi Pendidikan Nasional Zaman Kemerdekaan, Orde Baru sampai Reformasi

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita lebih mengetahui tentang sejarah pendidikan di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

(3)

BAB II PEMBAHASAN

1. Kondisi Pendidikan Nasional Zaman Kolonial, Pergerakan Kemerdekaan dan Penjajahan Jepang

A. Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Portugis

Karena berkembangnya perdagangan, pada awal abad ke-16 datanglah Portugis ke Indonesia yang kemudian disusul bangsa Spanyol. Waktu orang-orang Portugis datang ke Indonesia, mereka dibarengi oleh missionaris, yang diberi tugas untuk menyebarkan agama Khatolik di kalangan penduduk Indonesia. Seorang di antaranya adalah Franciscus Xaverius, berpendapat bahwa untuk memperluas penyebaran agama Khatolik itu perlu sekali didirikan sekolah-sekolah.

Pada tahun 1536 didirikan sebuah seminarie di Ternate, yang merupakan sekolah agama bagi anak-anak orang terkemuka. Selain pelajaran agama diberikan juga pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Di Solor juga didirikan semacam seminarie dan mempunyai ±50 orang murid, di sekolah ini juga diajarkan bahasa Latin. Pada tahun 1546 di Ambon sudah ada tujuh kampung yang penduduknya beragama Khatolik, ternyata di sana juga diselenggarakan pengajaran untuk rakyat umum.

Karena sering timbul pemberontakan, maka pada akhir abad-16 habislah kekuasaan Portugis di Indonesia. Ini berarti habis pula riwayat missi Khatolik di Maluku.

B. Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Belanda

(4)

agama Khatolik yang telah disebarkan oleh orang Portugis dengan agamanya, yaitu agama Protestan. Untuk keperluan inilah, maka didirikan sekolah-sekolah, terutama di daerah yang dahulu telah dinasranikan oleh Portugis dan Spanyol.

1) Ambon

Sekolah pertama didirikan VOC di Ambon pada tahun 1607. Pelajaran yang diberikan berupa membaca, menulis dan sembahyang. Kemudian dikirimkan beberapa orang anak kepala-kepala di Ambon ke negeri Belanda, untuk mendapat pendidikan guru. Sekembalinya ke tanah air, mereka diangkat sebagai guru.

Pada tahun 1627 di Ambon sudah ada 16 sekolah dan di pulau-pulau sekitarnya ada 18 buah. Jumlah murid seluruhnya 1300 orang. Pengajaran sekolah di luar Ambon dan Maluku juga hanya terbatas di daerah-daerah yang telah terkena pengaruh Khatolik. Daerah-daerah yang tidak “di Nasranikan” oleh Portugis dibiarkannya saja.

2) Jawa

Hubungan antara Kompeni dengan rakyat di Pulau Jawa tidak serapat di Maluku. Sekolah pertama di Jakarta didirikan pada tahun 1617. Tujuan dari sekolah ini adalah menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap, yang kelak dapat dipekerjakan pada pemerintahan, administrasi dan gereja.

C. Tanam Paksa dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia

Dengan diangkatnya Van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal kita memasuki masa baru pendidikan di Indonesia. Ia mendapat tugas, agar daerah jajahan disulap menjadi daerah yang memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya bagi Belanda. Alat untuk mencapai tujuan itu adalah Cultuurstelsel atau tanam paksa.

(5)

Belanda. Dan yang memasuki sekolah itu masih terbatas pada anak-anak bangsawan saja, anak rakyat jelata tidak diperkenankan.

Pada tahun 1892 ada dua macam sekolah rendah, yaitu:

1) Sekolah Kelas Dua untuk anak rakyat biasa. Lama pendidikan 3 tahun, pelajaran yang diberikan ialah berhitung, menulis dan membaca.

2) Sekolah Kelas Satu untuk anak pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Lama pendidikan pada mulanya 4 tahun, kemudian dijadikan 5 tahun dan akhirnya 7 tahun. Pelajaran yang diberikan ialah ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar dan ilmu mengukur tanah. Pelajaran diberikan dalam bahasa Melayu dan Belanda. Sekolah inil kemudian menjadi HIS (Hollands Inlandse School) yang menghasilkan pegawai-pegawai untuk pemerintahan kolonial.

Perubahan besar terjadi di bidang pendidikan ini menyebabkan antara lain sekolah “menak” dirasa tidak perlu lagi. Tahun 1895, Sekolah Kelas Dua dijadikan sekolah 4 tahun dan tahun 1905 dijadikan 5 tahun. Selain itu di Jawa ada sekolah yang didirikan masyarakat sendiri yang memberikan pelajaran dasar seperti: membaca, meulis dan berhitung. Van Heutz (1904) memperbaiki sekolah itu dan menjadikannya 3 tahun dengan nama Sekolah Desa. Tahun 1938, jumlah Sekolah Desa itu ada 1700 buah, tersebar di seluruh Indonesia, dengan jumlah guru 32.000 orang dan murid 1.750.000 orang.

D. Penyelenggaraan Sekolah-Sekolah Bumiputera Sesudah 1850

Di Jawa bangunan-bangunan sekolah Bumiputera didirikan oleh pemerintah. Biasanya mengambil tempat di halaman kabupaten. Karena tujuan sekolah ini adalah mendidik calon-calon pegawai murahan, maka murid-murid tidak diambil dari rakyat petani biasa, melainkan dari golongan priyayi, anak pegawai, seperti anak bupati, wedana, juru tulis, mantri atau kepala desa. Lama belajar di sekolah ini tidak ditentukan, biasanya 2-6 tahun.

(6)

beberapa buah MULO (sekarang SMP), lama pelajaran pada teorinya adalah 3 tahun, tapi pada prakteknya 4 tahun. Lulusan MULO dapat menyambung pelajarannya ke AMS (sekarang SMA). Dari AMS yang mampu dapat melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Tinggi di Jawa atau Universitas di Belanda.

Selama PD I (1914-1918) di Indonesia terasa sekali kekurangan tenaga insinyur. Karena itu atas usaha direksi perkebunan dan perusahaan Belanda, pada tahun 1918 di Bandung didirikan Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlandsch Indie (Lembaga Kerajaan untuk Pengajaran Tinggi Teknik di Hindia Belanda) yang membuka Technische Hooge School (Sekolah Tinggi Teknik).

E. Pergerakkan Kemerdekaan

Dengan bertambah meluasnya pendidikan di Indonesia pada abad ke-20, timbullah golongan baru dalam masyarakat di Indonesia, yaitu golongan cerdik pandai yang mendapat pendidikan Barat, tapi tidak mendapat tempat maupun perlakuan yang sewajarnya dalam masyarakat kolonial. Pendidikan menimbulkan keinsyafan nasional dan keinsyafan bernegara. Dengan alat dan senjata yang dipelajarinya dari Barat sendiri, yaitu organisasi rakyat cara modern, lengkap dengan susunan pengurus pusat dan cabang di daerah-daerah. Pergerakan ini dicetuskan kaum cerdik pandai, sebagian besar keturunan kaum bangsawan.

Partai maupun pergerakan-pergerakan yang timbul sesudah tahun 1908 ada yang berdasarkan agama seperti Sarekat Islam, ada yang berdasarkan sosial seperti Muhammadiyah, ada pula yang berazaskan kebangsaan, seperti Indische Partij, yang pertama sekali merumuskan semboyan Indie los van Nederland yang diambil alih PNI dan diterjemahkan menjadi “Indonesia Merdeka” (1928).

F. Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Jepang

(7)

ditujukan untuk perang. Murid-murid disuruh bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil dan pasir untuk pertahanan. Pekarangan sekolah ditanami dengan ubi dan sayur-mayur untuk bahan makanan. Murid disuruh menanam pohon jarak untuk menambah minyak untuk kepentingan perang.

Yang terpenting bagi kita di zaman Jepang ialah dengan kerobohan kekuasaan Belanda diikuti pula tumbangnya sistem pendidikan kolonial yang pincang. Karena pemerintahan militer Jepang menginternir banyak orang Belanda, maka sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan atas ikut lenyap. Tinggal susunan sekolah yang semata-mata untuk anak-anak Indonesia saja. Sekolah rendah seperti Sekolah Desa 3 tahun, Sekolah Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS yang masing-masing 7 tahun, Schakel School 5 tahun, dan MULO dihapus semua. Yang ada hanya Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko) yang memberikan pendidikan selama 6 tahun, sekolah menengah yang dibuka ialah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) yang lama pendidikannya selama 3 tahun. Selain sekolah menengah, banyak pula didirikan sekolah kejuruan, yang terbanyak ialah sekolah guru. Jepang menganggap sekolah guru penting sekali, karena sekolah itu yang akan menyiapkan tenaga dalam jumlah yang besar untuk memompakan dan mempropagandakan semangat Jepang kepada anak didik.

2. Kondisi Pendidikan Nasional Zaman Kemerdekaan, Orde Baru sampai Reformasi

A. Zaman Kemerdekaan

(8)

dan sifat pedagogis, nasional, politis, keagamaan, atau kombinasi nasional-pedagogis, nasional-religius, atau nasional-politis. Dari keempat perguruan tersebut, yang masih giat menyelenggarakan pendidikan dengan jangkauan yang luas di Tanah Air adalah Muhammadiyah, Taman Siswa, dan Ma’arif. Sedangkan INS Kayurtanam telah hancur secara fisik pada tahun 1949.

a) Muhammadiyah

Muhammadiyah lahir dibawah pengaruh kebangkitan nasionalisme bangsa Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda yang dimulai dengaan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908. Muhammadiyah didirikan di kampung Kauman, Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Sekolah Muhammadiyah pertama didirikan tahun 1911, satu tahun sebelum Muhammadiyah berdiri. Dalam perkembangan kemudian, sekolah ini menjadi Volksschool (Sekolah Rakyat) tiga tahun. Sebagai pendiri, K.H. Achmad Dahlan telah aktif memberikan pendidikan tentang agama dan pengetahuan lainnya kepada penduduk di sekitar kampungnya.

Dasar dari Muhammadiyah adalah pembaharuan di bidang agama yang pada hakikatnya mengikuti gerak hidup zaman dan mengeluarkan golongan Islam dari isolasi sekaligus secara positif bergerak di bidang sosial dan pendidikan.

b) Taman Siswa

Taman Siswa sejak pendiriannya mempunyai tujuan politik, yaitu kemerdekaan Indonesia. Menurut Ki Hajar Dewantara, rakyat Indonesia harus benar-benar menyadari arti kehidupan berbangsa dan bertanah air melalui pendidikan. Pendidikan Taman Siswa selanjutnya mengakui hak-hak anak untuk bebas yang dinyatakan tidak tanpa batas. Batas itu antara lain adalah lingkungan dan kebudayaan. Pengakuan atas kebebasan anak adalah suatu prinsip pendidikan yang sangat pokok pada Taman Siswa. Prinsip demokrasi dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan penegrtian sebgaia berikut.

(9)

Dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terus berjalan, lingkungan anak makin luas dan segala sesuatu yang dijumpainya akan dijadikan miliknya. Hal ini kemudian melahirkan prinsip konsentris, kontinue, dan konvergen yang terkenal dengan istilah “tri-kon”

2. Musyawarah sebagai prinsip demokrasi tetapi menghargai pimpinan.

Ki Hajar Dewantara menganggap perlu ada suatu kewibawaan yang pada suatu ketika mengarah pada musyawarah dan mufakat.

3. Dasar demokrasi membawa kewajiban untuk memikul tanggung jawab.

Dasar demokrasi yang mengakui hak anak untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya telah melahirkan metode “among” dengan semboyan “tut wuri handayani” yang kemudian diadopsi menjadi semboyan pendidikan nasional. dasar demokrasi telah membawa Taman Siswa menjadi tidak kaku dan melahirkan prinsip hidup kekeluargaan yang dikalangan Taman Siswa dipraktekan dengan sungguh-sungguh.

Dengan gambaran di atas, maka Taman Siswa, terutama dibidang pendidikan dan kebudayaan, telah memberikan andil sangat besar terhadap pendidikan nasional. Bahkan Undang-Undang Pendidikan No. 4 tahun 1950 praktis telah mencakup semua prinsip Taman Siswa.

c) Pendidian Ma’arif

(10)

Meskipun perkembangan lembaga pendidikan Ma’arif tidak secepat dan seluas Muhammadiyah, pendidikan ini ikut memberikan andil dalam pendidikan nasional, baik melalui pemikiran-pemikiran para tokohnya maupun melalui lembaga-lembaga pendidikan yang dimilikinya.

d) INS Kayutanam

Kayutanam adalah suatu kota kecil dekat Padang Panjang. Di sanalah pada tahun 1926 didirikan Indonesische Nederlandche School (INS), yang kemudian dikenal dengan INS Kayutanam. Pendirinya adalah Muhammad Syafei (1896-1966) bersama Marah Soetan. Sekolah tersebut semula dibawah pembinaan Organisasi Pegawai Kereta Api dan Tambang Ombilin.

INS memupuk semangat nasionalisme di kalangan para siswanya. Hal ini tampak dari tujuan pendidikannya yaitu agar siswa dapat berdiri sendiri dan tidak perlu mencari jabatan di kantor pemerintahan yang saat itu dikuasai oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Muhammad Syafe’i menunjukkan sifat sebagai pendidik yang pimpinan pemerintahan melancarkan usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya.

(11)

kelas I, telah dibangun 6000 buah gedung SD, telah diangkat 57.740 orang guru terutama guru SD, serta dibangun 5 Proyek Pusat Latihan Teknik yaitu di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang.

C. Zaman Reformasi

Pada era pemerintahan Habibie yang masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan pendidikan, antara lain:

1. Diubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang merupakan kurikulum yang berorientasi pada pengembangan 3 aspek utama, antara lain aspek afektif, kognitif dan psikomotorik.

2. Pada 8 Juli 2003 disahkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung HAM.

Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY juga ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan UU tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan dilaksanakan masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus (BSNP, 2006: 2). Tujuan pendidikan KTSP:

(12)

2. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

3. Untuk pendidikan menengah kejuruan, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya

(13)

PENUTUP A. KESIMPULAN

Dengan mengetahui sistem-sistem pendidikan pada era sebelum dan sesudah kemerdekaan kita dapat membedakan sistem pendidikan pada era klasik, kolonial dan era sesudah kemerdekaan. Kita dapat menjadikan sejarah pendidikan di Indonesia sebagai suatu pembelajaran ke masa depan untuk tentunya menjadi lebih baik dari sebelumnya juga sebagai pengalaman yang paling berbekas untuk membentuk kepribadian setiap individu penuntut ilmu untuk lebih giat belajar mengenai kesalahan-kesalahan bangsa terdahulu sehingga bangsa kita dapat sejajar bahkan melampaui bangsa-bangsa lainnya melalui pendidikan yang tentunya merupakan salah satu tolak ukur kemajuan satu bangsa.

(14)

Anonim. 2014. Sejarah Pendidikan Nasinal di Indonesia. (online)

http://pengertianpendidikan-sekolah.blogspot.com/2014/02/sejarah-pendidikan-nasinal-di-indonesia.html. Diakses : 1 Desember 2014

Ardiham. 2013. MAKALAH SEJARAH RINGKAS PENDIDIKAN DI INDONESIA. (online)

Referensi

Dokumen terkait