• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN MODEL GEOPOTENSIAL GLOBAL YANG OPTIMAL UNTUK PERHITUNGAN GEOID SUMATERA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN MODEL GEOPOTENSIAL GLOBAL YANG OPTIMAL UNTUK PERHITUNGAN GEOID SUMATERA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN MODEL GEOPOTENSIAL GLOBAL YANG OPTIMAL UNTUK

PERHITUNGAN GEOID SUMATERA

Enos1, Rochman Djaja2 , Dadan Ramdani3

ABSTRAK

Perkembangan teknologi penentuan posisi dengan satelit sampai saat ini, seperti penentuan posisi dengan menggunakan teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS) merupakan pengukuran praktis, yang dapat menentukan koordinat kearah horizontal maupun vertikal (tinggi) dengan mudah, cepat, dan dengan biaya yang relatif murah. Koordinat yang diperoleh adalah koordinat dalam sistem kartesian 3 dimensi dengan nilai tinggi mengacu terhadap ellipsoid (tinggi geometrik). Sementara ketinggian yang umum digunakan sehari-hari adalah ketinggian yang mengacu terhadap geoid (tinggi orthometrik). Untuk mendapatkan tinggi orthometrik dari tinggi ellipsoid diperlukan data undulasi geoid (N). Ada 2 metoda untuk mendapatkan nilai N, yaitu: metoda geometrik dan gravimetrik. Dalam metode gravimetrik diperlukan model geopotensial global. Sampai dengan saat ini model-model geopotensial global telah banyak yang dipublikasikan oleh beberapa institusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji model geopotensial global yang paling optimal untuk menghitung N di Sumatera. Metode yang digunakan didasarkan pada nilai standar deviasi yang terkecil dari perbandingan hasil geoid dari data pengamatan GNSS dan sipat datar (Leveling), dengan geoid hasil perhitungan 11 Model Geopotensial Global. Dari hasil pengkajian didapatkan model geopotensial EIGEN-6C4 dengan standar deviasi 0.223 meter, merupakan model geopotesial yang optimal untuk perhitungan geoid di Sumatera.

Kata kunci: geoid, model geopotensial global tinggi

1. PENDAHULUAN

Sesuai dengan undang-undang no 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Undang-Undang Republik Indonesia No 4, 2011) JKVN merupakan kerangka referensi vertikal sebagai realisasi dari sistem referensi tinggi. Selain fungsi untuk menjaga konsistensi tinggi, JKVN berfungsi juga sebagai akses bagi pengguna terhadap sistem referensi tinggi. Informasi tinggi ini akan dijaga konsistensi tingginya oleh JKVN yang berupa pilar-pilar di lapangan dengan sebaran tertentu yang mempunyai nilai tinggi yang teliti dan konsisten terhadap bidang referensi tinggi.

JKVN di Indonesia sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam PERKA BIG nomor 15 tahun 2013 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI, 2013), menganut sistem tinggi orthometrik yang mengacu ke geoid kecuali jika belum ada geoid yang memadai maka referensi yang dipakai adalah Permukan laut rata-rata dengan data pasang surut selama 18,6 tahun atau bila belum mencukupi maka referensi yang dipakai adalah Permukan laut rata-rata dengan data pasang surut selama 1 tahun atau lebih (Gambar 1).

Koordinat yang diperoleh dengan metode GNSS adalah koordinat dalam sistem kartesian 3 dimensi dengan nilai tinggi mengacu terhadap ellipsoid (tinggi geometrik). Sementara ketinggian

yang umum digunakan sehari-hari adalah ketinggian yang mengacu terhadap geoid (tinggi orthometrik) (Abidin, 2000).

Untuk mendapatkan tinggi orthometrik dari tinggi ellipsoid diperlukan data tambahan lain yaitu undulasi geoid (N), dengan adaya undulasi maka tinggi orthometrik dapat dihitung dari tinggi ellipsoid dengan persamaan H = h – N (ketinggian orthometrik adalah selisih antara ketinggian ellipsoid dan N)

Ada beberapa metoda untuk mendapatkan harga N diantaranya adalah metoda geometrik dan metoda gravimetrik. Pada metoda geometrik N dihitung dari kombinasi data ketinggian posisi satelit (GNSS) dengan pengukuran sipat datar (levelling), sedangkan pada metoda gravimetrik, N dihitung dari data gayaberat terestris dan model geopotensial global (koefisien potensial gaya berat). Sampai saat ini telah banyak dipublikasikan Model Geopotensial Global (MPG) yang dikeluarkan oleh beberapa istitusi seperti ITU_GRACE16, ITU_GGC16, EIGEN-6 S4, GOCO05c, GGM05C, GECO, GGM05G, GOCO05s, GO_CONS_GCF_2_SPW_R4, EIGEN-6C4, EGM2008 dan lain-lain.

Geoid dapat didefinisikan sebagai salah satu bidang ekipotensial gaya berat yang berimpit dengan muka air laut rata-rata dalam kondisi tak terganggu (ideal) dan kekontinyuannya pada (dibawah) daratan.

(2)

Tinggi geoid dapat didefinisikan sebagai jarak vertikal dari ellipsoid referensi dengan permukaan geoid yang diukur sepanjang normal ellipsoid (Prijatna, 2010). Geoid menurut Gauss-Listing adalah suatu permukaan equipotensial dari bidang gravitasi bumi yang menyatu dengan rata-rata permukaan laut.

Gambar 1. Geoid.

Ketinggian titik yang diberikan oleh metoda GNSS adalah ketinggian titik di atas permukaan ellipsoid, yaitu ellipsoid WGS (World Geodetic

System) 1984 (Abidin, 2001). Tinggi ellipsoid (h)

tersebut tidak sama dengan tinggi orthometrik (H) yang umum digunakan untuk keperluan praktis sehari-hari yang biasanya diperoleh dari pengukuran sipat datar (levelling). Tinggi orthometrik suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas geoid diukur sepanjang garis gaya berat yang melalui titik tersebut, sedangkan tinggi ellipsoid suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas ellipsoid dihitung sepanjang garis normal ellipsoid yang melalui titik tersebut.

Sumber: (Abidin, 2000)

Gambar 2. Tinggi Ellipsoid dan Tinggi Orthometrik.

Pada praktisnya, nilai koefisien-koefisien geopotensial dapat diturunkan dari kombinasi berbagai jenis data seperti data penjejakan satelit (satellite tracking), pengukuran dari satelit gayaberat, data satelit altimetri dan data gayaberat terestris (Prijatna, 2010). Dalam hal ini, diperlukan data dengan cakupan seluruh permukaan bumi atau global. Oleh karena

(kerapatan data yang relatif rendah), maka dihasilkan nilai koefisien-koefisien dengan nilai 𝑛𝑚𝑎𝑥 yang terbatas pula. Dengan perkataan lain,

geoid yang dihasilkan dari pendekatan demikian adalah geoid dengan resolusi yang relatif rendah. Sekumpulan koefisien-koefisien geopotensial hasil estimasi tersebut dikenal dengan istilah model geopotensial global. Adapun kualitas dari suatu model geopotensial tersebut sangat ditentukan oleh jenis data, kualitas data, algoritma hitungan, dan kerapatan data yang digunakan.

Permasalahan yang muncul pada Penelitian ini adalah bagaimana menentukan model geopotensial yang paling optimal untuk menghitung N di Sumatera. Sehubungan dengan hal tersebut di penelitian ini akan dilakukan perhitungan dan perbandingan N geometrik dan N global dari beberapa model geopotensial global (MPG) di wilayah Sumatera, untuk menentukan model geopotensial global yang paling optimal untuk menghitung N di Sumatera. Dengan menghitung undulasi dengan metoda geometrik dan global dari beberapa MPG yang kemudian dibandingan.

2. METODE

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: data koordinat geodetik dan tinggi orthometrik 49 TTG di wilayah Sumatera yang data didapatkan dari bidang Geodesi dan Geodinamika Badan Informasi Geospasial disajikan pada Gambar 3 dan data 11 Model Geopotensial Global disajikan pada Data tinggi Ellipsoid yang digunakan adalah tinggi Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN) yang didapat dari hasil penentuan posisi dengan metoda GNSS dengan ketelitian sekitar ± 4 cm kearah vertikal. Data tinggi ellipsoid merupakan bagian dari koordinat Geodetik (lintang, Bujur dan tinggi).

Data tinggi orthometrik yang digunakan adalah tinggi Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN) yang didapatkan dari hasil pengukuran sipat datar teliti dan dihitung dalam sistem tinggi orthometrik, dengan ketelitian tinggi sekitar ± 3 mm. Datum tinggi yang digunakan adalah Rata-rata dari muka air laut Rata-rata-Rata-rata di stasiun pasut pelabuhan Malahayati, Sibolga, Telukbayur - Padang, Bengkulu, Panjang – Lampung

Pada umumnya referensi titik pada pilar titik kontrol dilapangan tidak sama, hal ini di akibatkan perbedaan desain antara titik yang diukur leveling (otrhometrik) dan yang di ukur menggunakan metode GNSS, perbedaan referensi tinggi pada pilar titik kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.

(3)

Gambar 3. Sebaran Tanda Tinggi Geodesi (TTG) yang digunakan.

Hitungan N dengan metoda geometrik setiap titik memiliki hubungan matematik seperti yang terlihat di persamaan (1).

N=h-(H+Off) ... (1) Perhitungan di lakukan dengan mengurangkan tinggi geometrik dengan tinggi orthometrik yang sebelumnya dijumlahkan dengan beda tinggi dari brastablet ke tanda tinggi

untuk dapat melihat simpangan dari N geometrik dihitung standar deviasi sesuai persamaan (2). σN=√σh2+σH2n ... (2) Data koordinat geodetik yang digunakan adalah data koordinat Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN) yang didapat dari hasil penentuan posisi dengan metoda GNSS dengan ketelitian sekitar ±1 cm kearah horizontal. Data koordinat geodetik dihitung dalam datum Sistem Referensi Geospasial.

Data tinggi Ellipsoid yang digunakan adalah tinggi Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN) yang didapat dari hasil penentuan posisi dengan metoda GNSS dengan ketelitian sekitar ± 4 cm kearah vertikal. Data tinggi ellipsoid merupakan bagian dari koordinat Geodetik (lintang, Bujur dan tinggi).

Data tinggi orthometrik yang digunakan adalah tinggi Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN) yang didapatkan dari hasil pengukuran sipat datar teliti dan dihitung dalam sistem tinggi orthometrik, dengan ketelitian tinggi sekitar ± 3 mm. Datum tinggi yang digunakan adalah Rata-rata dari muka air laut Rata-rata-Rata-rata di stasiun pasut pelabuhan Malahayati, Sibolga, Telukbayur - Padang, Bengkulu, Panjang – Lampung

Pada umumnya referensi titik pada pilar titik kontrol dilapangan tidak sama, hal ini di akibatkan perbedaan desain antara titik yang diukur leveling (otrhometrik) dan yang di ukur menggunakan metode GNSS, perbedaan referensi tinggi pada pilar titik kontrol dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 1. Daftar 11 Model Geopotensial yang digunakan

No Nama Model Tahun Derajat Data Referensi

1 ITU_GRACE16 2016 180 S(Grace) (Akyilmaz, et al., 2016)

2 ITU_GGC16 2016 280 S(Grace,Goce) (Akyilmaz, et al., 2016)

3 GOCO05c 2016 720 S,G,A (see model) (Pail, Gruber, Fecher, &

Project Team, 2016)

4 GGM05C 2016 360 S(Grace,Goce),G,A (Ries, et al., 2010)

5 GECO 2015 2190 S(Goce),EGM2008 (Gilardoni, Reguzzoni,

& Sampietro, 2016)

6 GGM05G 2015 240 S(Grace,Goce) (Bettadpur, et al., 2015)

7 EIGEN-6C4 2014 2190 S(Goce,Grace,Lageos),G,A (Förste C. , et al., 2014) 8 EIGEN-6c3stat 2014 1949 S(Goce,Grace,Lageos),G,A (Förste, et al., 2012)

9 ITG-goce02 2013 240 S(Goce) (Schall, Eicker, &

Kusche, 2014)

10 EGM2008 2008 2190 S(Grace), G, A (Pavlis, Holmes,

Kenyon, & Factor, 2008)

11 EGM96 1996 360 S(Grace), G, A (Lemoine, et al., 1998)

(4)

Gambar 4. Perbedaan Referensi Tinggi Pada Pilar Titik Kontrol.

Data Model Geopotensial Global yang telah dikumpulkan berjumlah 11 model. Data tersebut dibuat berdasarkan bermacam-macam data. Ada yang murni dari data satelit seperti ITU_GRACE16, ITU_GGC16, GECO, GGM05G, ITG-goce02, dan yang lain merupakan kombinasi dari data satelit, data altimetry, data gaya berat seperti GGM05C, GOCO05c, EIGEN-6C4, EIGEN-6c3stat, EGM2008 dan EGM1996. Data Model Geopotensial yang digunakan juga

memiliki derajat mulai dari derajat 180 hingga derajat 2190 seperti yang disajikan pada Data tinggi Ellipsoid yang digunakan adalah tinggi Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN) yang didapat dari hasil penentuan posisi dengan metoda GNSS dengan ketelitian sekitar ± 4 cm kearah vertikal. Data tinggi ellipsoid merupakan bagian dari koordinat Geodetik (lintang, Bujur dan tinggi).

Data tinggi orthometrik yang digunakan adalah tinggi Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN) yang didapatkan dari hasil pengukuran sipat datar teliti dan dihitung dalam sistem tinggi orthometrik, dengan ketelitian tinggi sekitar ± 3 mm. Datum tinggi yang digunakan adalah Rata-rata dari muka air laut Rata-rata-Rata-rata di stasiun pasut pelabuhan Malahayati, Sibolga, Telukbayur - Padang, Bengkulu, Panjang – Lampung

Pada umumnya referensi titik pada pilar titik kontrol dilapangan tidak sama, hal ini di akibatkan perbedaan desain antara titik yang diukur leveling (otrhometrik) dan yang di ukur menggunakan metode GNSS, perbedaan referensi tinggi pada pilar titik kontrol dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 1. Perhitungan geoid dilakukan dengan

menggunakan persamman (3) yang ada pada perangkat lunak GM81 dari Erik de Min.

 

             2 0 ) (sin sin cos n n m nm nm nm n P P o P C m S m P r a r GM N N     ... (3) Dimana: 𝑟(𝜑) = 𝑎(1 − 𝑓 sin2𝜑) ... (4) 𝛾0(𝜑) = 𝛾0 1+𝜅 𝑠𝑖𝑛 2𝜑 √1+𝑒2𝑠𝑖𝑛2𝜑 ... (5) 𝑃𝑛,𝑚(𝑡) = √𝑘(2𝑛 + 1)(𝑛−𝑚)!(𝑛+𝑚)!𝑃𝑛,𝑚(𝑡) ... (6) 𝑃𝑛+1,0(𝑡) = (2𝑛 + 1)𝑡𝑃𝑛,0(𝑡) − 𝑛𝑃𝑛−1,0(𝑡) 𝑃𝑛,𝑛(𝑡) = (2𝑛 − 1)𝑢𝑃𝑛−1,𝑛−1(𝑡) 𝑃𝑛,𝑚(𝑡) = 𝑃𝑛−2,𝑚(𝑡) + (2𝑛 − 1)𝑢𝑃𝑛−1,𝑚−1(𝑡) ... (7) Dimana: 𝑁𝑝: N di Titik P (m), n,m: Derajat dan Orde dari Model Geopotensial, 𝑟𝑝: Jarak Titik

Pengamatan ke Pusat Bumi (m), γ: Gayaberat Normal Pada Ellipsoid (m/𝑠2), φ, λ: Koordinat

Lintang dan Bujur (radian), GM: Konstanta Gravitasi Geosentris (𝑚3𝑠2), a: Setengah Sumbu

Panjang Ellipsoid (m), b: Setengah Sumbu Pendek Ellipsoid (m), f: penggepengan Ellipsoid, 𝑒2: Eksentrisitas Pertama, r: Jarak ke Pusat Bumi (m), ϒ0: Gravitasi normal lokal (m), ∆𝐶𝑛𝑚, ∆𝑆𝑛𝑚:

dan Orde n, 𝑃𝑛𝑚: Fungsi Legendre, 𝛾𝑎, 𝛾𝑏:

Gayaberat normal di ekuator, dan di kutub (m/𝑠2) No (term order nol) biasanya diabaikan.

Pengabaian ini berdasarkan assumsi bahwa GM =

GMo dan Wo = Uo, atau kalaupun No ≠ 0 kesalahan

yang ditimbulkan hanyalah merupakan kesalahan bias yang dapat dieliminasi dengan merelatifkan hasil perhitungan N ke sebuah titik referensi di daerah perhitungan. Ellipsoid referensi yang digunakan dalam perhitungan adalah ellipsoid

World Geodetic System 1984 (WGS84), beberapa

parameter utama dan turunannya bias dilihat di Tabel 2.

Tabel 2. Parameter dasar dan parameter turunan WGS84 ( (Prijatna, 2010)) Parameter WGS84 A 6378137 1/f 298.257223563 B 6356752.3142 m 𝑒2 6.69437999014 ×10−3 𝛾𝑎 9.7803253359 𝑚 𝑠2 𝛾𝑏 9.8321849378 𝑚 𝑠2

N Gravimetrik dihitung dari data tinggi ellipsoid dan orthometrik, sedangkan geoid global dihitung dari MPG. Perhitungan N global menggunakan perangkat lunak GM81 dari (de Min, 2003). Dalam program ini diperlukan data koordinat geodetik, tinggi orthometrik dan data

(5)

menghitung N pada suatu titik. Hitungan N pada masing-masing titik menggunakan 11 MPG Kedua geoid tersebut kemudian dibandingkan sehingga menghasilkan data perbandingan, skematik diagram alir dapat dilihat pada Gambar 5.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil N geometrik dari pengurangan antara data tinggi ellipsoid dengan tinggi orthometrik yang digunakan sebagai data pembanding untuk N global dapat di lihat pada Gambar 6, dan simpangan bakunya bisa dilihat dari standar deviasi pada Gambar 7. Sedangkan hasil perhitungan N global dengan menggunakan perangkat lunak dari (de Min, 2003) dapat dilihat pada Gambar 8.

Dari Hasil perhitungan N geometrik terlihat N geometrik di titik no 2 sampai di titik no 25 yang terletak di Provinsi Aceh sampai dengan Provinsi Riau bernilai negatif, berkisar -0,5 sampai dengan -30 m, sedang undulasi di titik 37 sampai dengan titik no 49 yang terletak di Provinsi Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan benilai positif, mulai dari 3 sampai dengan 12 meter. Undulasi di titik no 26 sampai dengan titik no 36 memiliki nilai yang bervariasi , sedangkan titik no 1, yaitu TTG 0137 yang terletak di Provinsi Aceh memiliki penyimpangan yang sangat besar terhadap undulasi geometrik hingga mencapai 20.321 meter sehingga tidak disertakan dalam perhitungan selanjutnya, karena data dianggap memiliki nilai kesalahan yang sangat besar.

Tinggi Ellipsoid Tinggi Orthometrik Koordinat Geodetik Model Geopotensial Global (MPG)

Perhitungan Geoid

Geometrik Perhitungan Geoid dengan MPG

Undulasi Geoid

Geometri Undulasi Geoid Global

Perbandingan Undulasi Geoid

Hasil

(6)

Gambar 6. Undulasi Geometrik.

Gambar 7. Standar Deviasi Undulasi Geometrik.

(7)

N Geometrik yang dijadikan data pembanding dalam penelitian ini cukup baik dan dapat dijadikan referensi dalam perhitungan karena memiliki rata-rata simpang baku sebesar 0.040 m nilai tersebut lebih baik di banding dengan N global yang memiliki rata-rata simpang baku mencapai 0.392 m. Perbedaan antara N gepmetrik dengan global terbesar terjadi pada TTG.0560 yang terletak di Kabupaten Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara, sebesar 0.090 m, dan Perbedaan terkecil ada di titik TTG.0191 yang

terletak di Kabupaten Aceh Tengah, Privinsi Nangroe Aceh Darusalam, sebesar 0.031 m

N global dari hitungan 11 MPG dievaluasi dengan menggunakan N geometrik yang didapatkan dari data GNSS-Levelling. Ke 11 MPG tersebut dihitung di titik-titik yang ada N geometrinya yang kemudian dikurangkan. Data perbandingan tersebut kemudian dihitung simpang bakunya, nilai maksimum, minimum dan nilai rata-rata. Harga-harga tersebut dapat dilihat pada

Tabel 3 dan Gambar 9.

Dari hasil perhitungan tersebut perbedaan yang terbesar ada di MPG ITU_GRACE16 sebesar 4.606 m, harga terkecil sebesar -3.565 m juga terjadi di ITU_GRACE16. Sedangkan harga rata-rata terkecil sebesar 0.760 m ada di titik ITU_GRACE16 dan harga rata-rata yang terkecil sebesar 0.305 m ada di MPG GGM05G. Simpangan baku yang dihitung dengan EIGEN-6C4 paling mendekati harga N geometrik

(GNSS-Levelling), yaitu 0.223 m. Sedangkan ITU_GRACE16 memiliki simpangan baku yang paling besar mencapai 2.183 meter. Dari hasil ini bisa dilihat bahwa N global yang dihasilkan oleh EIGEN-6C4 paling mendekati N geometric, sedangkan ITU_GRACE16 menghasilkan N global paling jauh.

(8)

Tabel 3. Standar Deviasi, Minimum, Maksimum dan Rata-rata dari 11 MPG. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 StD 2.183 0.361 0.330 0.330 0.230 0.381 0.438 0.223 0.227 0.859 0.268 Min -3.565 -0.632 -0.397 -0.397 -0.169 -0.795 -0.981 -0.217 -0.300 -1.809 -0.470 Maks 4.606 1.234 0.946 0.946 1.079 1.066 1.228 1.019 0.958 2.265 0.905 Rerata 0.760 0.412 0.369 0.369 0.397 0.305 0.331 0.402 0.392 0.469 0.387

Gambar 9. Standar Deviasi, Minimum, Maximum dan Rata-rata Penyimpangan Undulasi Global terhadap Undulasi Geometrik.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Model geopotensial EIGEN-6C4 yang terdiri dari kombinasi data satelit (Goce, Grace, dan Lageos), data gayaberat serta data satelit altimetri, dengan derajat 2190 dengan simpangan baku perbedaan dengan N geometrik sebesar 0.223 m merupakan model geopotesial yang optimal untuk perhitungan Geoid di Sumatera.

Diperlukan pembaharuan data serta sebaran data yang merata dari data tanda tinggi geodesi yang memiliki koordinat geodetik dan tinggi orthometrik, untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat.

Diperlukan data offset pada setiap tanda tinggi geodesi yang digunakan, sehingga dapat mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H. Z. (2000). Penentuan Posisi Dengan

GPS dan Aplikasinya (3 ed.). Jakarta: P.T.

Pradnya Paramita,.

Abidin, H. Z. (2001). Geodesi Satelit. Jakarta: P.T. Pradnya Paramita.

Akyilmaz, O., Ustun, A., Aydin, C., Arslan, N.,

(2016). ITU_GGC16 The combined global gravity field model including GRACE & GOCE data up to degree and order 280.

GFZ Data Services. Diambil kembali dari

http://doi.org/10.5880/icgem.2016.005, diunduh pada tanggal 1 september 2016. Akyilmaz, O., Ustun, A., Aydin, C., Arslan, N.,

Doganalp, S., Guney, C., . . . Yagci, O. (2016). ITU_GRACE16 The global gravity field model including GRACE data up to degree and order 180 of ITU and other collaborating institutions. GFZ Data

Services. Diambil kembali dari

http://doi.org/10.5880/icgem.2016.006, diunduh pada tanggal 1 september 2016. Bettadpur, S., Ries, J., Eanes, R., Nagel, P., Pie, N.,

Poole, S., . . . Save, H. (2015). Evaluation of the GGM05 Mean Earth Gravity Model.

EGU General Assembly Conference Abstracts, 17, hal. 4153, diunduh pada

tanggal 1 september 2016.

de Min, E. (2003). GM81 a fortran program for calculating geoid from global model. Tidak diterbitkan, diunduh pada tanggal 1

-4,0000 -3,0000 -2,0000 -1,0000 0,0000 1,0000 2,0000 3,0000 4,0000 5,0000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 (Me ter )

(9)

Fecher, T., Pail, R., Gruber, T., & others. (2016). The combined gravity field model GOCO05c. EGU General Assembly

Conference Abstracts, 18, hal. 7696,

diunduh pada tanggal 1 september 2016. Förste, C., Bruinsma, S., Abrikosov, O., Flechtner,

F., Marty, J.-C., Lemoine, J.-M., . . . Biancale, R. (2014). EIGEN-6C4-The latest combined global gravity field model including GOCE data up to degree and order 1949 of GFZ Potsdam and GRGS Toulouse. EGU General Assembly

Conference Abstracts, 16, hal. 3707,

diunduh pada tanggal 1 september 2016. Förste, C., Bruinsma, S., Flechtner, F., Marty, J., Lemoine, J., Dahle, C., . . . others. (2012). A preliminary update of the Direct approach GOCE Processing and a new release of EIGEN-6C. AGU Fall Meeting

Abstracts, 1, hal. 923, diunduh pada

tanggal 1 september 2016.

Gilardoni, M., Reguzzoni, M., & Sampietro, D. (2016). GECO: a global gravity model by locally combining GOCE data and EGM2008. Studia Geophysica et

Geodaetica, 60, 228-247.

doi:10.1029/2003GL018025, diunduh pada tanggal 1 september 2016.

Lemoine, F. G., Kenyon, S. C., Factor, J. K., Trimmer, R. G., Pavlis, N. K., Chinn, D. S., . . . others. (1998). The development of the joint NASA GSFC and the National Imagery and Mapping Agency (NIMA) geopotential model EGM96

Pail, R., Gruber, T., Fecher, T., & Project Team, t. G. (2016). The Combined Gravity Model GOCO05c.

http://doi.org/10.5880/icgem.2016.003,

diunduh pada tanggal 1 september 2016. Pavlis, N. K., Holmes, S. A., Kenyon, S. C., &

Factor, J. K. (2008). An earth gravitational model to degree 2160: Egm2008.

presentation given at the 2008 european geosciences union general assembly held in vienna, austria, 13--18 apr 2008. diunduh pada tanggal 1 september 2016.

Prijatna, K. (2010). Pengembangan Model Pengkombinasian Data Gayaberat dengan Model Geopotensial Global untuk

Penentuan Geoid RegionalWilayah Indonesia. Desertasi Program Doktor.

Institut Teknologi Bandung.

Ries, J., Bettadpur, S., Eanes, R., Kang, Z., Ko, U., McCullough, C., . . . Tapley, B. (2010). The Combined Gravity Model GGM05C.

http://dx.doi.org/10.5880/icgem.2016.002,

diunduh pada tanggal 1 september 2016. Schall, J., Eicker, A., & Kusche, J. (2014). The

ITG-Goce02 gravity field model from GOCE orbit and gradiometer data based on the short arc approach. Journal of Geodesy,

88, 403-409, diunduh pada tanggal 1

september 2016.

Sistem Referensi Geospasial Indonesia. (2013). Perka BIG No 15 Tahun 2013 Tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia.

Badan Informasi Geospasial.

Undang-Undang Republik Indonesia No 4. (2011). Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial. Sekretariat Negara Republik

Indonesia.

RIWAYAT PENULIS

1. Enos, ST., Alumni (2016) Program Studi Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor.

2. Dr. Ir. Rochman Djaja, A H, M.Surv.Sc, Staf Dosen Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik-Universitas Pakuan.

3. Dadan Ramdani. MT, Staf Dosen Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik-Universitas Pakuan.

Gambar

Gambar 3.  Sebaran  Tanda  Tinggi  Geodesi  (TTG) yang digunakan.
Tabel 1. Perhitungan geoid dilakukan dengan  menggunakan  persamman  (3)  yang  ada  pada  perangkat lunak GM81 dari Erik de  Min
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian.
Gambar 6. Undulasi Geometrik.
+2

Referensi

Dokumen terkait