• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyelenggaraan Pemerintah Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah di

Kabupaten Tapanuli Tengah

NOVAN ANDREAS L. TOBING

Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760, Email: novanpol08@yahoo.co.id

Diterima tanggal 12 November 2012/Disetujui tanggal 12 Januari 2013

This study is the study of the organization of Local Government in Central Tapanuli

Regency Focus discusses the implementation of Local Government whether conditions in

Central Tapanuli goes well with the Law No. 32 of 2004. Findings of this study include

local governance conditions in Central Tapanuli Regency is not working well, seen from

the following indicators: first, local governments do not get and run the rights and

obligations under the Law No. 32 of 2004; Second, in terms of guidance or personnel

management, has not run well because personnel guidance, nationally regulated and not

give the functions of guidance to the Local Government; Third, in terms of the functions of

supervision and guidance, the Local Parliament is no longer functioning because the

monitoring function has been taken over by the Central Government. This authority should

be held by the Local Parliament as a representation in the local community. The method

used is descriptive-qualitative method that is intended to describe an event in more detail

.

Key Words:

Local Government, Local Autonomy, Local Authority

Pendahuluan

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Pemerintahan yang menerapkan otonomi daerah cenderung menciptakan efek penguatan dalam proses demokratisasi karena aspek edukatif otonomi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang kalangan masyarakat dalam debat politik dan dalam pemilihan para wakilnya. Didalam Undang – Undang otonomi daerah sendiri juga diakui bahwa demokratisasi merupakan tujuan eksplisit yang hendak dicapai.Otonomi daerah merupakan sebuah terobosan dalam sistem pemerintahan dimana pemerintah

(2)

2

daerah diberikan kewenangan oleh pemerintahan pusat dalam mengelola daerahnya sesuai dengan potensi daerah masing – masing. Artinya adalah bahwa disini pemerintah pusat memberikan kepada daerah sebuah kewenangan strategis dalam mengelola dan memutuskan strategi kebijakan di daerah.

Adapun Undang – Undang yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah antara lain: Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Pada masa orde baru telah dikonsep sebuah Undang – Undang terkait dengan otonomi daerah yakni UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok – pokok pemerintahan daerah. Namun meski dikatakan UU mengenai pembagian kewajiban dan hak daerah, namun pada kenyataannya UU ini hanya menunjukkan betapa kontrol pusat terhadap daerah begitu kuat (sentralisasi). Kenyataan ini akhirnya menimbulkan ketergantungan daerah begitu kuat terhadap pusat.

UU otonomi daerah sendiri secara benar mulai dikonsep dan disahkan pada masa kepemimpinan presiden B.J Habibie dengan keluarnya UU No. 22 tahun 1999 tentang landasan hukum pemerintahan daerah. Dengan terciptanya UU No. 22 tahun 1999 ini maka diharapkan dapat mengakomodasi perubahan paradigma pemerintahan dan dapat mengedepankan prinsip – prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, memperhatikan perbedaan potensi

dan keanekaragaman, serta dapat mencegah disintegrasi bangsa. 1

Pada tahap berikutnya dibawah kepemimpinan Presiden Megawati dilakukanlah evaluasi yang mendasar terhadap UU otonomi daerah yang lama, maka lahirlah UU No. 32 tahun 2004 sebagai landasan hukum pemerintahan daerah yang baru menggantikan UU No. 22 tahun 1999 yang dianggap tidak lagi sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen.

Dalam proses pembuatan konsepnya, otonomi daerah memiliki tujuan – tujuan yang diharapkan dapat dicapai nantinya ketika otonomi daerah ini dijalankan di lingkungan pemerintahan daerah dan perangkat – perangkatnya. Dalam UU No 22. Tahun 1999 yang lama dijelaskan bahwa tujuan dari lahirnya Undang – Undang pemerintahan daerah adalah sebagai antisipasi pembaharuan dan sebagai penyempurnaan dari beberapa aturan yang melandasi pelaksanaan pemerintahan daerah yang sudah tidak efektif dalam perkembangan yang ada saat ini. Di satu sisi, Undang – Undang ini juga sebagai implementasi dari beberapa aturan mendasar, dengan tegas dan jelas memberikan batasan – batasan, beberapa pengertian sebagai acuan atau dasar dari pelaksanaan pemerintahan daerah dan DPRD, yang disatu sisi menempatkan kepala daerah beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif dan DPRD sebagai badan legislatif daerah.

Ketika membicarakan mengenai otonomi daerah maka tidak terlepas dari adanya penyerahan wewenang yang lebih luas kepada daerah dalam hal penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal ini merupakan perwujudan dari semangat desentralisasi yang dibawa oleh konsep otonomi daerah ini. UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan

1

Agussalim Andi Gadjong, SH, Pemerintahan

Daerah Kajian Politik dan Hukum. (Bogor :

(3)

3

daerah dinilai tidak layak lagi sebab jiwa UU ini kurang begitu mendukung terciptanya demokrasi yang menjunjung tinggi nilai – nilai demokrasi itu sendiri. UU ini cenderung menghasilkan demokrasi yang „kebablasan‟, dan memunculkan „raja – raja‟ kecil di daerah.2

Dengan latar belakang seperti itu akhirnya dibuatlah revisi UU yang lama yaitu UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Selain alasan diatas, perubahan ini juga didasarkan oleh amanat UUD 1945 hasil amandemen bahwa pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari sini dapat diartikan bahwa otonomi daerah saat ini merupakan sebuah pembagian kewenangan yang lebih luas kepada daerah oleh pusat untuk menjalankan pemerintahan di daerah dengan tanpa melepas wewenang pusat atas daerah. Berbeda dengan federasi, sistem federasi merupakan sebuah sistem dimana pemerintah pusat memberikan kewenangan sepenuhnya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya tanpa ada intervensi dari pemerintah pusat.

Desentralisasi pada hakikatnya memiliki arti yang baik, karena pembagian antara kewenangan pusat dan daerah dapat dibagi tanpa merusak kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Disamping itu, tujuan dari penerapan azas desentralisasi juga

2

J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah:

Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, ( Jakarta: Rineka Cipta,

2007), Hal. 69.

untuk menghindari timbulnya raja – raja kecil di daerah karena dengan masih adanya wewenang pusat atas daerah, maka masalah raja – raja kecil dapat diatasi.

Namun, meskipun ada dalam UU otonomi daerah yang baru telah dijelaskan bahwa daerah diberikan otonomi yang seluas – luasnya dan bertanggung jawab berdasarkan hak dan kewajibannya, kenyataannya tidak demikian begitu banyak keterikatan antara daerah kepada pemerintah pusat serta kewenangan pusat terhadap daerah melalui asas pembinaan dan pengawasannya. Poin yang paling ditekankan adalah soal hubungan antara susunan pemerintahan bahwa antara pemerintah pusat, provinsi, daerah kabupaten/kota hingga desa/kelurahan memiliki sebuah garis yang tidak mungkin terputus. Suatu pemerintahan di level manapun akan bertanggung jawab kepada pemerintah diatasnya, sementara pemerintah diatasnya wajib melakukan pengawasan dan pembinaan bahkan berhak memberikan sanksi kepada pemerintah dibawahnya. Permasalahan yang dialami oleh pemerintahan daerah ini dapat berdampak tidak berjalannya fungsi perangkat penyelenggara pemerintahan di daerah. DPRD yang seharusnya mempunyai fungsi sebagai pengawas pemerintahan daerah akhirnya tidak lebih dari lembaga yang hanya sebagai simbol demokrasi. Kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat akhirnya menjadi lebih mementingkan apa keinginan pemerintah pusat dan mengabaikan aspirasi rakyatnya. Hal ini semua dikarenakan kerancuan yang terjadi dalam UU Otonomi daerah No. 32 tahun 2004.

Studi ini membahas apakah kondisi

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah berjalan dengan baik dengan adanya UU No. 32 tahun 2004 ?

(4)

4

Metode

Penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif. Pengumpulan data dengan teknik penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.

Kondisi Penyelenggaraan Pemerintah

Daerah

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mengkedepankan prinsip pelayanan kepada masyarakat, transparansi dan akuntabilitas. Disamping itu penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah apabila peraturan yang membawahinya tidak tumpang tindih atau menyimpang dari yang seharusnya. Kondisi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Kabupaten Tapanuli dengan adanya Penerapan UU No. 32 Tahun 2004 belum berjalan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, Hak dan kewajiban daerah. Hak dan Kewajiban Daerah yang ditetapkan dalam UU otonomi daerah selalu menjadi hal yang menjadi polemik dalam fenomena pemerintahan lokal di daerah. Tidak jarang banyak daerah yang mengeluh bahwa hak mereka tidak sebanding dengan kewajiban yang diberikan oleh pusat kepada daerah. Seperti misalnya dalam hal pemanfaatan potensi sumber daya alam. Dalam Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, Hak dan Kewajiban yang didapatkan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 belum dilaksanakan dengan baik. Beberapa hal terutama mengenai hak belum sepenuhnya didapatkan oleh Pemerintah Daerah seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah Tapanuli Tengah berikut:

…“hak daerah yang berkaitan dengan pemerataan pembangunan belum mencerminkan semangat otonomi daerah, contoh yang paling baru adalah masalah perbaikan jalan Negara maupun provinsi yang rusak di kabupaten Tapteng yang direspon lama oleh pemerintah pusat dalam hal ini gubernur, padahal pihak pemerintah kabupaten sudah memberikan laporannya sejak lama, akibatnya aktifitas dan

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi lambat. Memang benar laporannya sudah direspon namun kondisi jalan yang sudah sangat parah saya pesimis dengan ketahanan jalan nantinya apabila sudah siap”.3

Dari sini dapat saya ambil kesimpulan bahwa hak – hak daerah dalam hal pemerataan pembangunan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Masih terjadi perlakuan “anak tiri” terhadap daerah – daerah yang dinilai tidak penting oleh pemerintah pusat. Dengan kata lain terjadi ketimpangan antara hak dan kewajiban yang diperoleh Daerah.

Kedua, Manajemen Kepegawaian Daerah. Masalah kepegawaian di daerah dalam penyelenggaran pemerintahan daerah merupakan masalah yang sangat penting dan strategis dalam pemerintahan daerah. Hal ini menyangkut dengan bagaimana pengelolaan kepegawaian setiap daerah karena Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan tulang punggung dalam pembangunan daerah terutama dalam hal birokrasi daerah.

Masalah dalam kepegawaian daerah saat ini adalah menyangkut dengan manajemen kepegawaian daerah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa manajemen kepegawaian pemerintah khususnya yang berada di daerah, jauh dari kata memuaskan. Banyak masalah yang menyebabkan hal ini bisa terjadi, diantaranya adalah disebabkan oleh tidak profesionalnya kepala daerah dalam hal manajemen kepegawaian daerah maupun dikarenakan peraturan perundang – undangan yang menyebabkan kacaunya manajemen kepegawaian daerah.

Terkait dengan manajemen kepegawaian daerah , memang sudah diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 bahwa pemerintah menyatukan secara nasional tentang manajemen pegawai negeri sipil, namun ada

3

Wawancara dengan Bapak Baharuddin Manik, S.E (Sekretaris Daerah kabupaten Tapanuli Tengah), tanggal 15 Oktober 2012, Pukul 10.00-11.00, di Kantor Bupati Tapanuli Tengah.

(5)

5

beberapa hal yang cukup sulit nantinya apabila penyelenggaraan manajemen pegawai dilakukan secara nasional yaitu bahwa kenyataan dilapangan masalah manajemen pegawai berbeda – beda di setiap daerah. Namum Yang Terjadi di Tapanuli Tengah adalah manajemen kepegawaian tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karakteristik, permasalahan dan kebutuhan setiap daerah berbeda – beda sehingga dalam mengatasinya pun berbeda – beda caranya. Dengan menggabungkannya secara nasional, hal itu justru mengakibatkan masalah yang dihadapi selesai. Hal ini pun diamini oleh Kepala BKD Tapanuli Tengah:

…”pemberian kewenangan penyelenggaran manajemen kepegawaian daerah kepada pusat tidak akan menyelesaikan problem kepegawaian daerah karena problem yang dialami oleh daerah itu berbeda - beda, manajamen kepegawaian daerah seharusnya diberikan kepada daerah itu sendiri, disamping karena daerah lebih mengetahui permasalahan terkait manajemen kepegawaian daerah, hal ini lebih efektif karena masalah dapat dengan cepat teratasi”.4

Memang jika dilihat dari segi negatif, penyelenggaraan manajemen kepegawaian daerah jika diberikan kepada masing – masing daerah belum tentu mengatasi masalah manajemen kepegawaian daerah bahkan bisa jadi menambah persoalan semakin rumit. Namun disinilah pemerintahan daerah dituntut bekerja secara profesional dan bertanggung jawab dalam mengelola manajemen kepegawaiannya dengan baik, dengan demikian maka akan tercipta sebuah birokrasi yang baik sesuai dengan ciri khas masing – masing daerah. Ketiga, Pembinaan dan Pengawasan. Terkait dengan pembinaan dan pengawasan saya memfokuskan kepada siapakah yang seharusnya memegang kedua peran ini.

4

Wawancara dengan Drs. Rahman Situmeang (Kepala BKD Kabupaten Tapanuli Tengah), pada tanggal 17 Oktober 2012, pukul 10.00-11.00, di Kantor Kantor Bupati Tapanuli Tengah.

Berdasarkan pada UU No. 32 tahun 2004 pemerintah pusat memegang kedua peran ini sekaligus. Hal ini sebenarnya menjukkan bahwa kontrol pusat kepada daerah yang masih kental terasa. Terkait dengan fungsi tersebut, pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana dengan fungsi DPRD setempat? Dengan pemerintah pusat memegang dua fungsi ini sekaligus maka DPRD justru ditempatkan sebagai Mitra pemerintah daerah dalam hal menyusun anggaran dan peraturan daerah.

Hal ini jelas menyimpang dari tujuan otonomi daerah seperti yang dikatakan oleh Ryass Rasyid yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga legislatif dalam pemerintahan daerah dan memberdayakan mereka sebagai lembaga pengawas demi terciptanya pengelolaan pemerintahan daerah yang lebih demokratis. Jadi posisi DPRD di daerah seharusnya bukan hanya sebagai mitra dalam hal menyusun anggaran dan Perda tetapi sebagai juga lembaga pengawasan bagi pemerintahan daerah. Disamping tidak memiliki wewenang lagi dalam mengawasi kinerja pemerintahan daerah, lembaga DPRD saat ini cenderung hanya sebagai lembaga seremonial saja. Hal ini diamini oleh Ketua Komisi B DPRD Tapanuli Tengah beliau mengatakan.

…“dengan adanya ketentuan seperti ini maka kami sebagai representasi masyarakat kabupaten Tapanuli Tengah di lembaga DPRD tidak mampu berbuat banyak ketika ada kebijakan – kebijakan yang merugikan masyarakat, kami hanya sebatas memberikan saran dan pendapat kepada pemerintahan daerah untuk tindak lanjut lainnya pemerintah pusatlah yang memiliki kewenangan”.5

Dari sini dapat dikatakan bahwa seharusnya aturan mengenai fungsi dan kedudukan DPRD harus di tinjau ulang kembali terkait dengan fungsi pengawasannya yang diambil

5

Wawancara dengan Jhonny Lumbantobing SE (Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah), tanggal 17 Oktober 2012, Pukul 14.00 – 15.00, di Kantor DPRD Tapanuli Tengah.

(6)

6

alih oleh pemerintah pusat. Memang benar dengan kembalinya fungsi pengawasan kepada DPRD belum tentu kinerja DPRD menjadi lebih baik bahkan bisa saja terjadi penyimpangan wewenang. Namun disini paling tidak yang dilihat bahwa DPRD harus memiliki fungsi dan kinerja yang nampak, dan tidak hanya duduk manis di kursi empuk tanpa berperan aktif dalam mengawasi pemerintahan. Dengan kembalinya fungsi pengawasan mereka, paling tidak mereka dapat bekerja dan tidak memiliki alasan untuk bermalas – malasan.

Bagaimana dengan kewenangan dalam melakukan pembinaan? Seperti yang dijelaskan diatas, fungsi pembinaan juga dipegang oleh pemerintah pusat. hal ini dilatarbelakangi bahwa pemerintah daerah tidak terlepas dari pemerintah pusat secara struktural karena dibawahi langsung dalam hal ini kementerian dalam negeri. Mengenai pembinaan, memang seharusnya yang memiliki kewenangan dalam melakukannya adalah pemerintah pusat, dikarenakan pemerintah pusat merupakan lembaga yang kompeten untuk melakukan hal tersebut sepanjang memang pemerintah pusat menjalankan fungsinya untuk membina dan bukan mengintervensi.

Berbeda dengan fungsi pengawasan, fungsi pembinaan dapat dikatakan cocok bila kewenangannya diambil alih oleh pemerintah pusat. Dikarenakan seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintah pusat merupakan pihak yang berkompeten dalam melakukan pembinaan terhadap pemerintahan daerah. Dengan adanya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap daerah, maka kinerja pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik. Tentu saja pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada daerah tidak serta merta menyimpang dari semangat otonomi daerah. Pemerintah pusat harus menempatkan dirinya sebagai Pembina yang baik bagi daerah dan bukannya memaksa daerah dengan mengintervensi mereka untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemerintah pusat.

Penutup

Otonomi daerah merupakan sebuah konsep, dimana pemerintah pusat telah memindahkan sebagian besar wewenangnya kepada daerah,sehingga pemerintah daerah dapat lebih cepat merespon tuntutan masyarakat. Kondisi penyelenggaraan pemerintah daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah belum berjalan baik dilihat dari indikator berikut yakni: pertama, pemerintah daerah belum mendapatkan dan menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan Undang – Undang No.32 Tahun 2004; kedua, dalam hal pembinaan atau manajemen kepegawaian daerah belum dijalankan dengan baik dikarenakan pembinaannya yang diatur secara nasional dan bukan diserahkan fungsi pembinaannya kepada daerah karena setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda – beda; ketiga, dalam hal fungsi pengawasan dan pembinaan, fungsi DPRD tidak ada lagi sebab fungsi pengawasan sudah diambil alih oleh Pemerintah Pusat. Wewenang ini seharusnya dipegang oleh DPRD sebagai badan representasi masyarakat di daerah. Daftar Pustaka

Gadjong, AgussalimAndi.. Pemerintahan Daerah

Kajian Politik dan Hukum. Bogor :

Ghalia Indonesia, 2007.

Kaloh, DR. J.. Mencari Bentuk Otonomi Daerah:

Suatu Solusi Dalam

MenjawabKebutuhan Lokal dan

Tantangan Global, Jakarta: Rineka

Cipta, 2007.

Wawancara dengan Bapak Baharuddin Manik,

S.E (Sekretaris Daerah kabupaten

Tapanuli Tengah), tanggal 15 Oktober 2012, Pukul 10.00-11.00, di Kantor Bupati Tapanuli Tengah.

Wawancara dengan Drs. Rahman Situmeang

(Kepala BKD Kabupaten Tapanuli

Tengah), pada tanggal 17 Oktober 2012, pukul 10.00-11.00, di Kantor Kantor Bupati Tapanuli Tengah.

Wawancara dengan Jhonny Lumbantobing SE (Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah), tanggal 17 Oktober 2012, Pukul 14.00 – 15.00, di Kantor DPRD Tapanuli Tengah.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi pada LPSE Kabupaten Deli Serdang untuk Paket Pekerjaan Pembangunan Drainase Desa Lau Dendang Kecamatan Percut Sei Tuan kode

The US Consumer Product Safety Commission (CPSC) states that 95,000 hospital emergency room-treated injuries in 1998 were associated with trampolines.. Then in 2002, the CPSC

Pembuktian kualifikasi dilakukan dengan cara MELIHAT keaslian seluruh dokumen peserta yang tergabung dalam kerja sama operasi (KSO) atau salinan

Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, teknis, evaluasi harga serta evaluasi penilaian kualifikasi penawaran oleh Pokja ULP Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pengairan,

Dalam acara dimaksud harus membawa dokumen asli yang saudara upload pada Aplikasi LPSE Kabupaten Deli Serdang dan membawa Surat Keterangan Domisili Perusahaan dari

d) organisasi pelaksanaan; e) program alih pengetahuan; f) jadwal pelaksanaan pekerjaan; g) jadwal penugasan personil; dan h) fasilitas penunjang. Aspek-aspek

Sehubungan dengan Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi pada LPSE Kabupaten Deli Serdang untuk Paket Pekerjaan Pembangunan Ruang Lab.Dan Praktikum ( Lab.Bahasa) SMP dhi.SMPN 2

Pembuktian Kualifikasi terhadap peserta yang masuk dalam Calon Daftar Pendek.. Pembuktian kualifikasi dilakukan dengan cara MELIHAT keaslian