• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Botani Kelapa Sawit

Elaeis berasal dari Elaion berarti minyak dalam bahasa Yunani. Guineensis

berasal dari Guinea (pantai barat afrika), Jacq berasal dari nama Botanist Amerika Jacquin (Lubis, 2008).

Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah : Devisi : Tracheophyita Subdevisi : Pteropsida Kelas : Angiospermeae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Cocoideae Famili : Palmae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

2.2 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Salah satu faktor yang sangat penting mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit adalah iklim. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah kawasan khatulistiwa di sekitar 12 derajat lintang Utara – Selatan dengan kelas iklim Af dan Am menurut sistem klasifikasi Koppen, maupun kelas iklim A, B dan C menurut sistem klasifikasi Schmidth & Ferguson pada ketinggian (elevasi) 0 – 500 m dari atas permukaan laut (dpl). Persyaratan iklim (Tabel 2.1) yang berhubungan dengan elevasi sebenarnya berhubungan erat dengan suhu udara terutama suhu udara minimum (Tmin). hasil survei dan evaluasi Tim Pusat Penelitian

Kelapa Sawit (PPKS, 2014) sampai dengan elevasi 850 m dpl pada kasus dikebun Bah Butong, Bah Birong, dan Marjandi (PT. Perkebunan Nusantara

(2)

4

IV) kabupaten Simalungun, Sumatera Utara dalam dekade terakhir (periode tahun 1991–2000) menunjukkan peningkatan parameter Tmin menjadi lebih

dari 18˚C dari tahun-tahun sebelumnya, hal ini berkaitan dengan pemanasan global (global warming) maupun perubahan iklim (climate change). Oleh karena itu, sudah disarankan penanaman kelapa sawit sampai elevasi 850 mdpl.

Tabel 2.1. Persyaratan iklim untuk tanaman kelapa sawit (berbagai sumber)

Unsur iklim Optimum Batas atas Sumber Pustaka Lokasi Observasi

Curah hujan (mm/tahun ±2000 1500-1600 1500-2000 2000-2500 1700-3000 ˃3000 Heartly, 1988 Ferwerda, 1977 Abraham, 1991 Lubis, A.U., 1991 Siregar, et al.,1997 Adiwiganda, 1999 Afrika, Malaysia, Indonesia Zaire - Afrika India Indonesia Indonesia

Bulan kering (˂60 ˂ 3 4 Heartly, 1988 Afrika, Malaysia,

mm, bulan/tahun) 0-1 3 Abraham, 1991 Indonesia

0-1 Siregar al., 1997 India

Adiwiganda, 1999 Indonesia Penyinaran Matahari (jam/hari) 5-6 ±5 5-7 ˃ 5 7 Heartly, 1988 Abraham, 1991 Lubis, A.U., 1991 Siregar, et al., 1997 Adiwiganda, 1999 Afrika, Malaysia, Indonesia India Indonesia Indonesia 25-28 28 Heartly, 1988 Afrika,

Suhu udara rata rata 25-27 Ferwerda, 1977 Malaysia,

tahunan (C) 24–28 Lubis, A.U., 1991 Indonesia

Suhu udara 29 - 33 33 Heartly, 1988 India

maksimum (C) 29 – 32 Abraham, 1991

Suhu udara minimum (C) 18 - 24 22 – 24 Abraham, 1991 Heartly, 1988 Lubis, A.U., 1991 India Indonesia

Kelembapan udara ≥ 75 Ferwerda, 1977 Indonesia

(%) 80 Lubis, A.U., 1991

Kecepatan angin ˂ 10 Abraham, 1991 India

(km/jam) 5-6 Lubis, A.U., 1991 Indonesia

(3)

5

Sementara itu keadaan iklim untuk tanaman kelapa sawit berdasarkan masing-masing kelas kesesuaian lahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.2. Kriteria lahan untuk tanaman kelapa sawit (keadaan iklim)

Keadaan Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N Curah hujan 2.000 – 2.500 1.800 – 2.000 1.500 – 1.800 < 1.500 Defisit air (mm/thn) 0 - 150 150 - 200 250 - 400 > 400

Hari terpanjang tidak hujan

< 0 < 10 < 10 < 10

Temperature 22 – 33 22 - 33 33 22 – 23

Penyinaran 6 6 < 6

Kelembaban 80 80 < 80

Sumber data : Lubis, dkk (2008)

Jumlah curah hujan yang baik (optimum) untuk tanaman kelapa sawit adalah 2.000 – 2.500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun. Hal ini bukan berarti kurang dari 2.000 mm/tahun tidak baik, karena kebutuhan efektif hanya 1.300 – 1.500 mm/tahun. Hal yang terpenting adalah tidak terdapat defisit air 250 mm. jumlah curah hujan lebih dari 2.500 mm/tahun juga bukan tidak baik asal saja jumlah hari hujan setahun tidak terlalu banyak misalnya tidak lebih dari 180 hari. Pada umumnya pada daerah dengan jumlah hujan tinggi ini masalah jalan (transportasi), pembukaan lahan, pemeliharaan, pemupukan dan pencegahan erosi menjadi lebih penting. Di Indonesia pada umumnya daerah seperti ini kebanyakan sudah berada lebih dari 500 m dpl kecuali di beberapa lokasi pantai Barat Sumatera dan Kalimantan Barat. Data iklim terutama curah hujan ini sangat perlu diketahui dan dipelajari sebaik-baiknya, karena keberhasilan beberapa jenis pekerjaan tergantung dari iklim. Pekerjaan

(4)

6

tersebut seperti pembukaan hutan, penggunaan herbisida, pemeliharaan parit dan jalan, pemanenan, ramalan produksi dan lain-lain.

Defisit air yang tinggi menyebabkan produksi turun drastis dan baru normal pada tahun ketiga dan keempat karena merusak perkembangan bunga sebelum anthesis dan pada bunga yang telah anthesis kegagalan matang tandan. Hal seperti ini misalnya sering terjadi di daerah Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya dimana hamper setiap 5-6 tahun sekali timbul musim kemarau dan kekeringan yang panjang (Lubis, 2008).

Tabel 2.3. Klasifikasi Defisit Air Tahunan Pada Tanaman Kelapa Sawit Defisit Air per Tahun

(mm) Status Klasifikasi 0-150 Optimal 150-250 Masih sesuai 250-350 Intermedier 350-400 Batas, Limit 400-500 Kritis > 500 Tidak sesuai

Sumber: RHO dalam Lubis 1992

Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Beberapa daerah seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan sering terjadi penyinaran matahari kurang dari 5 jam pada bulan-bulan tertentu, penyinaran yang kurang dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi dan gangguan penyakit. Selain curah hujan dan sinar matahari yang cukup, tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum sekitar 24-28˚C. Untuk tumbuh dengan baik, tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18˚C dan tertinggi 32˚C. Suhu berpengaruh terhadap

(5)

7

masa pembungaan dan kematangan buah. Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari ketinggian 500 m dpl akan terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan (Fauzi, 2008).

2.3 Kelas Kesesuaian Lahan

Kondisi wilayah yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit adalah lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-12˚ atau 21%. Sebenarnya lahan yang kemiringan lerengnya 13-25˚ masih bisa ditanami kelapa sawit, tetapi pertumbuhannya kurang baik. Sementara itu lahan yang kemiringannya lebih dari 25˚ sebaiknya tidak dipilih sebagai lokasi penanaman kelapa sawit karena akan menyulitkan dalam pengangkutan buah panen dan beresiko terjadi erosi (Sunarko, 2007).

Pusat penelitian Kelapa Sawit telah mengembangkan penilaian kelas kesesuaian lahan yang ditetapkan berdasarkan jumlah dan intensitas faktor pembatasnya. Pada lahan mineral dapat dilihat pada tabel 2.4, dan klasifikasi kelas kesesuaian lahan dapat diperoleh dari hasil penelitian dan peninjauan dilapangan yang akan dikaitkan dengan sifat fisik dan kimia tanah atau kesuburan tanah. Dapat dilihat pada tabel 2.5.

(6)

8

Tabel 2.4. Kriteria kesesuaian lahan kelapa sawit pada tanah mineral

No Karakteristik Lahan

Sim- bol

Intensitas Faktor Pembatas

Tanpa (0) Ringan (1) Sedang (2) Berat (3)

1

Curah Hujan (mm)

H 1.750-3.000

1.750-3.000

>3.000 1.500-1.250 < 1.250

2 Bulan Kering (bulan) K < 1 1 - 2 2 - 3 > 3

3 Ketinggian di atas permukaan laut (m) L 0 – 200 200 - 300 300-400 >400 4 Bentuk wilayah/kemiringan lereng (%) W Datar - berombak < 8 Berombak- bergelombang 8-15 Bergelombang - berbukit 15-30 Berbukit - bergunung >30 5 Batuan di permukaan dan di dalam tanah

(%-volume) B < 3 3 – 15 15 - 40 >40 6 Kedalaman Efektif Tanah (cm) S > 100 100 – 75 75 - 50 < 50 7 Tekstur Tanah T Lempung berdebu; lempung liat berpasir; lempung liat berdebu; lempung berliat Liat; liat berpasir; lempung berpasir; lempung Pasir berlempung ; debu Liat berat; pasir

8 Kelas Drainase D Baik; sedang

Agak terhambat, cepat Cepat; terhambat Sangat cepat; sangat terhambat; tergenang 9 Kemasaman Tanah (pH) A 5,0-6,0 4,0 - 5,0 6,0 - 6,5 3,5 - 4,0 6,5 - 7,0 < 3,5 >7,0 Sumber : Lubis, 2008

(7)

9

Sulistyo (2010) juga menyatakan kelas kesesuaian lahan (KKL) ditetapkan berdasarkan jumlah dan intensitas faktor pembatasnya (Tabel 2.5). Kelas lahan menurut FAO (1976) dibagi menjadi 2 yaitu sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Kelas sesuai dibagi menjadi 3 sub kelas yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan agak sesuai (S3). Kelas tidak sesuai dibagi menjadi 2 sub kelas yaitu tidak sesuai bersyarat (N1) dan tidak sesuai permanen (N2). Setiap sub kelas terdiri dari satu atau lebih unit kesesuaian yang lebih menjelaskan tentang jumlah dan intensitas faktor pembatas. Segala tindakan pengolahan tanah dan tanaman harus didasarkan pada sifat atau penyebaran dari unit kesesuaian lahan tersebut.

Tabel 2.5. Klasifikasi kesesuaian lahan

Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria

KELAS S1 (Sangat sesuai)

Unit lahan yang memiliki tidak lebih dari satu pembatas ringan (optimal).

KELAS S2 (Sesuai)

Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas ringan dan/atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas sedang.

KELAS S3 (Agak sesuai)

Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas sedang dan/atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas berat.

KELAS N1

(Tidak sesuai bersyarat)

Unit lahan yang memiliki pembatas berat yang dapat diperbaiki.

KELAS N2

(Tidak sesuai permanen)

Unit lahan yang memiliki pembatas berat yang tidak dapat diperbaiki.

Sumber : Lubis, 2008

Setiap penilaian kelas kesesuaian lahan dapat secara langsung dikaitkan dengan potensi produksi kelapa sawit yang ingin dicapai (Lubis, 2008).

(8)

10 2.4 Potensi Produksi

Produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh karakteristik lahan yang berbeda pada setiap wilayah. Setiap kelas kesesuaian lahan dapat secara langsung dikaitkan dengan produksi kelapa sawit yang ingin dicapai. Berikut potensi produksi tanaman kelapa sawit varietas Socfin, Lonsum, PPKS secara umum pada lahan kelas S1, S2, S3 disajikan pada tabel 2.6, 2.7, 2.8.

Tabel 2.6 Potensi produksi kelapa sawit umur 3-25 tahun

Umur KKL S1 KKL S2 KKL S3 RJT RBT TBS RJT RBT TBS RJT RBT TBS 3 21,6 3,2 9,0 18,1 3,1 7,3 17,9 3,0 6,2 4 19,2 6,0 15,0 17,6 5,9 13,5 17,4 5,3 12,0 5 18,5 7,5 18,0 17,3 7,1 16,0 16,6 6,7 14,4 6 16,2 10,0 21,1 16,1 9,4 18,5 15,4 8,5 17,0 7 16,0 12,5 26,0 15,1 11,8 23,0 15,7 10,0 22,0 8 15,3 15,1 30,0 15,0 13,2 25,5 14,8 12,7 24,5 9 14,0 17,0 31,0 14,9 16,5 28,0 12,9 15,5 26,0 10 12,9 18,5 31,0 13,1 17,5 28,0 12,5 16,0 26,0 11 12,2 19,6 31,0 12,3 18,5 28,0 11,5 17,4 26,0 12 11,6 20,5 31,0 11,6 19,5 28,0 10,8 18,5 26,0 13 11,3 21,1 31,0 10,8 20,5 27,0 9,6 20,0 25,0 14 10,3 22,5 30,0 10,8 20,5 27,0 9,6 20,0 25,0 15 9,3 23,0 27,9 10,1 21,8 26,0 9,1 20,6 24,5 16 8,5 24,5 27,1 9,2 23,1 25,5 8,3 21,8 23,5 17 8,0 25,0 26,0 8,5 24,1 24,5 7,4 23,0 22,0 18 7,4 26,0 24,9 7,8 25,2 23,5 6,7 24,2 21,0 19 6,7 27,5 24,1 7,2 26,2 22,5 6,0 25,5 20,0 20 6,2 28,5 23,1 6,6 27,8 21,5 5,5 26,6 19,0 21 5,8 29,0 21,9 5,9 28,6 21,0 5,1 27,4 18,0 22 5,1 30,0 19,8 5,6 29,4 19,0 4,6 28,4 17,0 23 4,8 30,5 18,9 5,0 30,1 18,0 4,2 29,4 16,0 24 4,1 31,9 18,1 4,6 31,0 17,0 3,8 30,4 15,0 25 3,9 32,4 17,1 4,2 32,0 16,0 3,6 31,2 14,0 Rerata 10,8 20,9 24,0 10,2 20,1 22,0 9,9 19,2 20,0 Sumber : dalam Lubis , 2008

Keterangan :

TBS = Tandan Buah Segar (ton/ha/thn) RBT = Rerata Berat Tandan (kg/tandan)

Gambar

Tabel 2.1. Persyaratan iklim untuk tanaman kelapa sawit (berbagai sumber)
Tabel 2.2. Kriteria lahan untuk tanaman kelapa sawit (keadaan iklim)
Tabel 2.3. Klasifikasi Defisit Air Tahunan Pada Tanaman Kelapa Sawit  Defisit Air per Tahun
Tabel 2.4. Kriteria kesesuaian lahan kelapa sawit pada tanah mineral
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan oleh Pejabat Penilai, sebagaimana Berita Acara terlampir, maka Pejabat Penilai merekomendasikan Penetapan Pelaksana

Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah bagian dari data (bahkan dikatakan, tanpa partisipasi aktif peneliti, data tidak akan ada), desain penelitian berkembang selama

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan tidak

a) Menggunakan sensor getar jenis Piezo electric sehingga setiap adanya perubahan atau perambatan gelombang dari lempeng tektonik baik secara horizontal maupun vertikal akan

akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif, maupun dialog), yang berkaitan dengan tubuh dan penubuhan yang digambarkan

Secara umum, hasil yang ditemukan sejalan dengan beberapa penelitian lainnya yang melaporkan bahwa frekuensi impaksi gigi molar tiga paling sering pada kelas 2 yaitu

“Terbentuknya komite yang sangat vital dalam membangun sekolah atau madrasah ke arah perbaikan yang lebih baik yaitu saluran dalam manampung saran dan kritik serta keluhan dari

Hasil penemuan memerlukan penyelarasan dengan pencapaian objektif kajian yang ditentukan iaitu penilaian pelaksanaan komponen-komponen Program SKF yang boleh