• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL BERKAS SINAR X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL BERKAS SINAR X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL BERKAS SINAR – X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS

PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS

Kri Yudi Pati Sandy

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN

ABSTRAK

PROFIL BERKAS SINAR-X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS. Telah dilakukan pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ) dan profil berkas sinar-X 6 MV pada pesawat linear accelerator Siemens Primus 2D Plus untuk lapangan simetris dan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sistem dosimetri RFA 300 Wellhofer yang dilengkapi dengan unit kontrol utama ( MCU ), Fantom air 3-D servo dan program komputer OmniPro Accept System. Pengukuran profil dilakukan untuk arah crossplane dan arah inplane pada kedalaman dosis maksimum (dmax ), 5 cm, 10 cm, dan 20 cm. Hasil pengukuran menunjukkan terjadi perubahan nilai PDD sampai sekitar 5 % akibat pembentukan lapangan asimetris. Profil berkas sinar-X juga mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya degradasi nilai flatness, symmetry, dan penumbra. Karakteristik distribusi dosis akibat pembentukan lapangan asimetris ini harus diperhatikan dalam aplikasi klinis penggunaan lapangan asimetris.

Kata kunci : Lapangan asimetris, profil sinar-X, flatness, symmetry. ABSTRACT

SYMMETRIC AND ASYMMETRC FIELDS X-RAY BEAM PROFILES AT SIEMENS PRIMUS 2D PLUS LINAC. Measurement of percentage depth dose ( PDD ) and x-ray beam profiles were done for 6

MV of Siemens Primus 2D Plus Linear accelerator for 10x10 cm2 symmetric and asymmetric fields at SSD 100 cm. Measurements carried out using Wellhofer RFA 300 dosimetry system with a main control unit ( MCU ), 3D servo water phantom and OmniPro Accept System program. Profile measurements carried out for the crossplane and inplane direction at a depth of maximum dose ( dmax ), 5 cm, 10 cm, and 20 cm. The result showed changes of PDD value reaching about 5 %. X-ray beam profiles have also undergone changes that caused the degradation of flatness, symmetry, and penumbra values. The characteristics of the dose distribution due to asymmetric fields must be considered in clinical applications.

Keywords : Asymmetric field, X-ray beam profile, flatness, symmetry

I. PENDAHULUAN

Penemuan radiasi pengion

merupakan awal dari perkembangan radioterapi. Radiasi pengion yang diketahui dapat merusak bahkan mematikan jaringan ini dimanfaatkan untuk pengobatan penyakit kanker. Permasalahannya jaringan kanker tidak diterapi dalam keadaan terisolasi. Jaringan kanker dikelilingi jaringan sehat

yang fungsinya harus dipertahankan. Maka sudah pasti jaringan sehat tersebut tidak dapat terhindar sepenuhnya dari radiasi. Tujuan yang harus dicapai dalam radioterapi adalah memberikan dosis radiasi seoptimal mungkin pada jaringan kanker dan memberikan efek atau kerusakan yang tidak berarti pada jaringan sehat di sekitarnya. Keakuratan dalam pemberian berkas kanker

(2)

tergantung pada beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah bentuk dan lokasi kanker. Dengan kemajuan teknologi fisika radioterapi pada saat ini, tujuan tersebut dapat dicapai dengan beberapa cara disesuaikan dengan aplikasi klinisnya.

Pada terapi foton umumnya digunakan lapangan simetris, baik itu lapangan persegi ataupun persegi panjang. Pada beberapa kasus, letak jaringan kanker yang harus menerima dosis tinggi sangatlah dekat dengan organ penting dalam tubuh. Oleh karenanya, organ penting tersebut haruslah terlindungi. Untuk tujuan tersebut diperlukan perencanaan radioterapi dengan lapangan asimetris. Lapangan asimetris dibentuk dengan cara membuka kolimator X1

dan X2 ataupun Y1 dan Y2 dengan nilai yang

berbeda.

Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain melakukan pengukuran profil berkas sinar-X pada lapangan simetris dan asimetris dengan variasi kedalaman untuk kemudian membandingkan profil berkas sinar-X lapangan simetris dengan profil berkas sinar-X lapangan asimetris tersebut.

II. TEORI

Pofil berkas sinar-X

Profil berkas radiasi merupakan intensitas relatif pada bidang tegak lurus sumbu berkas. Profil berkas radiasi yang menggambarkan pengukuran relatif akan sangat bervariasi sesuai dengan kedalaman 1.

Profil berkas sinar-X megavolt ( MV ) terdiri dari tiga daerah, yaitu daerah pusat ( central

region ), penumbra dan umbra. Profil berkas radiasi biasanya diukur dengan melakukan scanning sepanjang sumbu inplane dan crossplane untuk berbagai variasi kedalaman di fantom air. Salah satu parameter yang menggambarkan keseragaman berkas pada profil berkas radiasi adalah flatness dan symmetry . Flatness dan symmetry profil berkas radiasi ditentukan pada daerah 80 % dari FWHM (Full Width half Maximum). FWHM merupakan lebar profil pada 50 % dosis 2.

Prosentasi dosis kedalamam (PDD)

Distribusi dosis pada titik di sumbu utama berkas di dalam fantom biasanya dinormalisasi ke Dmax = 100 % pada

kedalaman dosis maksimum dmax dan kemudian dikenal sebagai persentase dosis kedalaman ( PDD ). Geometri untuk pendefinisian persentase dosis kedalaman ditunjukkan dalam Gambar 1. Titik Q merupakan titik sembarang pada kedalaman d di sumbu utama, titik P merepresentasikan titik dosis referensi di d = dmax pada sumbu utama. PDD bergantung pada 4 parameter, yaitu kedalaman di dalam fantom d, luas lapangan A, jarak antara sumber dan permukaan f dan kualitas berkas sinar-X 3.

(3)

Gambar 1. Geometri untuk pengukuran dan pendefinisian PDD

Lapangan asimetris

Kolimator sekunder digunakan untuk membentuk lapangan penyinaran. Kolimator ini terbuat dari blok timbal ( Pb ) yang digunakan untuk mengatenuasi radiasi diluar lapangan penyinaran yang diinginkan. Kolimator sekunder terdiri dari dua pasang daun kolimator dimana salah satu pasangan daun kolimator ini berada di bawah pasangan yang lain. yang Pasangan daun kolimator lebih dekat dengan target disebut kolimator atas ( upper collimators ) dan sebagai pengatur lapangan arah Y, sedangkan pasangan daun kolimator yang lain ( lebih dekat ke permukaan pasien ) disebut dengan kolimator bawah ( lower collimators ) dan digunakan untuk mengatur lapangan arah X. 4

Biasanya lapangan simetris dinyatakan sebagai ( X x Y ) cm2, yang menunjukkan

setiap daun kolimator X diatur membuka dengan jarak X/2 dari sumbu utama berkas, demikian pula bukaan yang sama untuk kolimator Y. Pembentukan lapangan asimetris menggunakan empat pergerakan dari masing-masing daun kolimator.

Lapangan asimetris setengah tertutup ( half blocked ) dibentuk ketika salah satu

daun kolimator tidak dibuka. Lapangan asimetris setengah tertutup digunakan antara lain untuk membentuk sambungan yang seragam ( uniform junction ) antara dua lapangan 5,6,7. Gambar 2. menunjukkan

bukaan kolimator untuk lapangan simetris dan lapangan asimetris setengah tertutup.

Gambar 2. Diagram yang menunjukkan

berkas simetris dan asimetris

III. TATA KERJA

Dalam penelitian ini digunakan pesawat Linear Accelerator ( linac ) Siemens PRIMUS 2D Plus milik Rumah Sakit Pusat Pertamina ( RSPP ). Untuk pengukuran profil berkas sinar-X digunakan sistem dosimetri RFA 300 Wellhofer yang dilengkapi dengan unit kontrol utama (MCU), Fantom air 3-D servo dan program komputer OmniPro Accept System. Detektor yang digunakan adalah dua buah detektor dioda. Satu detektor dipakai sebagai referensi, sedangkan detektor lain digunakan untuk pengukuran.

Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan setting sistem dosimetri RFA 300 yang skemanya dapat dilihat dalam Gambar 3. Fantom air

(4)

diletakkan di dalam berkas radiasi. Kontrol unit ( MCU ) diletakkan pada ruang penyinaran namun berada sejauh mungkin dari sinar utama ( primary beam ). Detektor referensi diletakkan pada berkas radiasi di atas fantom air, sedangkan detektor lapangan berada dalam fantom air dan diprogram bergerak sesuai dengan kontrol komputer. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran dua parameter berkas radiasi, yaitu persentase dosis kedalaman ( PDD ) dan profil berkas sinar-X dengan lapangan 10 x 10 cm2 dengan konfigurasi SSD 100 cm.

Pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD )

Pengukuran PDD dilakukan untuk mengetahui kedalaman maksimum (dmax)

lapangan simetris berkas sinar-X 6 MV. Selanjutnya nilai kedalaman dosis maksimum digunakan dalam salah satu pengukuran profil berkas sinar-X tersebut.

Pengukuran PDD dilakukan dengan

luas lapangan 10 x 10 cm2 jarak

SSD 100 cm. Dari lapangan tersebut dibentuk lapangan asimetris dengan mengubah kolimator X1 dan X2. Untuk lapangan 10 x 10 cm2 bentuk simetris, bukaan kolimator X1

adalah sebesar 5 cm dan X2 juga sebesar 5 cm. Lapangan asimetris dibuat bervariasi dengan bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, 2,5 cm, dan 7,5 cm yang dengan sendirinya bukaan kolimator X2 menjadi 10 cm, 7,5 cm, dan 2,5 cm.

Pengukuran profil berkas sinar-X

Pengukuran profil dilakukan sepanjang sumbu X dan Y yang selanjutnya

disebut sebagai sumbu crossplane dan inplane. Seperti halnya pada pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ), lapangan dasar yang dipilih adalah 10x10 cm2 dengan variasi lapangan asimetris yang

sama pula. Pengukuran dilakukan dengan SSD 100 cm pada kedalaman dosis maksimum ( dmax ), 5 cm, 10 cm, dan 20 cm

untuk berkas sinar-X 6 MV.

Gambar 3. Setting sistem dosimetri

RFA-300

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase dosis kedalaman ( PDD )

Hasil pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ) untuk lapangan simetris dan lapangan asimetris 10 x 10 cm2 dapat

dilihat dalam Gambar 4. Tampak

pembentukkan lapangan asimetris

mangakibatkan terjadinya perubahan nilai persentase dosis kedalaman sampai sekitar 5 %. Hasil ini mendukung laporan Khan et al.6

yang menyebutkan pembentukan lapangan asimetris, bagaimanapun juga menghasilkan

(5)

perubahan dosis kedalaman yang tidak mudah diprediksi. PDD lapangan asimetris pada umumnya menurun dengan penutupan salah satu daun kolimator X. Tampak pada bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, nilai PDD relatif lebih rendah dibandingkan dengan bukaan kolimator X1 yang lain. Perbedaan tampak jelas pada kedalaman tinggi. Perbedaan tersebut dapat dimengerti karena berkas asimetris dengan lapangan besar berisi sebagian besar sinar-X dengan kualitas yang rendah. Perlu diperhatikan bahwa pada pusat berkas simetris kualitas sinar-X tertinggi, dan akan menurun pada bagian pinggir lapangan sebagai akibat bentuk flattening filter. Tampak pula PDD saat bukaan kolimator X1 sebesar 2,5 cm maupun 7,5 cm relatif tidak berbeda. Dari data hasil pengukuran PDD didapatkan dmax

untuk berkas sinar-X 6 MV dengan lapangan simetris 10 x 10 cm2 adalah sebesar 1,48 cm.

Profil berkas sinar-X

Hasil pengukuran profil berkas sinar-X 6 MV pada sumbu crossplane untuk lapangan simetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm

dengan variasi kedalaman dapat dilihat dalam Gambar 5, sedangkan untuk lapangan

asimetris dapat dilihat dalam Gambar 6, 7, dan 8 berturut - turut dengan bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, 2,5 cm, dan 7,5 cm. Untuk profil inplane, hasil pengukuran profil lapangan simetris dapat dilihat dalam Gambar 9, sedangkan untuk lapangan asimetris dapat dilihat dalam Gambar 10, 11, dan 12.

Gambar 4. Grafik PDD sinar-X 6 MV dengan lapangan simetris dan

(6)

Dari gambar profil berkas sinar-X tersebut dapat dilihat bahwa dosis akan menurun dengan meningkatnya kedalaman. Bentuk profil dipengaruhi oleh perjalanan sinar-X sebelum sampai di titik pengukuran. Sinar-X dilewatkan pada sebuah flattening filter yang terletak antara fokus dan kolimator pesawat linac. Adanya flattening filter yang mempunyai ketebalan lebih tinggi di daerah pusat menyebabkan dosis relatif

pada daerah pusat lapangan menjadi relatif lebih rendah dibanding dengan daerah pinggir lapangan. Namun kualitas berkas sinar-X di daerah pusat ini relatif lebih tinggi. Dengan meningkatnya kedalaman, maka kontribusi hamburan fantom semakin besar terutama pada daerah pusat lapangan. Oleh karena itu bentuk profil akan tampak semakin merata dengan meningkatnya kedalaman 8.

Gambar 5. Profil crossplane berkas sinar-X 6 MVlapangan simetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm di

(7)

Gambar 6. Profil crossplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100

cm dengan kolimator X1= 0 cm dan X2 = 10 cm

Gambar 7. Profil crossplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm

(8)

Gambar 8. Profil crossplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm

dengan kolimator X1 = 7,5 cm dan X2 = 2,5 cm di berbagai kedalaman

Gambar 9. Profil inplane berkas sinar-X 6 MV lapangan simetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm di

(9)

Gambar 10. Profil inplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm

dengan kolimator X1= 0 cm dan X2 = 10 cm di berbagai kedalaman

Gambar 11. Profil inplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm

(10)

Gambar 12. Profil inplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm

dengan kolimator X1 = 7,5 cm dan X2 = 2,5 cm di berbagai kedalaman

Dari data hasil pengukuran profil berkas sinar-X juga akan dievaluasi beberapa parameter keseragaman berkas pada profil berkas sinar-X yaitu flatness, symmetry, dan penumbra. Untuk menjelaskan parameter – parameter tersebut, dengan mengambil data dari profil berkas sinar-X dibuat tabel parameter keseragaman berkas pada profil di berbagai kedalaman yang dapat dilihat dalam Tabel 1 dan 2 berturut – turut untuk profil crossplane dan inplane.

Bentuk profil lapangan asimetris akan berbeda dengan bentuk profil lapangan simetris. Profil lapangan asimetris arah inplane ( Y ) tetap memiliki bentuk yang menyerupai profil lapangan simetris. Tampak symmetry profil inplane lapangan asimetris tidak jauh berbeda dengan symmetry profil

lapangan simetris dan masih dibawah 1 %. Nilai symmetry yang demikian dapat dijelaskan karena pada penelitian ini pembentukkan lapangan asimetris dilakukan dengan variasi bukaan kolimator X ( lower collimators ) sehingga bentuk profil arah sumbu Y tetap simetris. Untuk profil lapangan asimetris pada arah crossplane, bentuk profil berbeda dengan profil lapangan simetris sesuai dengan bukaan kolimatornya. Di daerah dekat dengan sumbu utama berkas cenderung menurun. Berkas sinar-X yang dekat dengan sumbu utama ini mempunyai kualitas relatif lebih tinggi dan intensitas lebih rendah yang pada lapangan asimetris berada pada pinggir lapangan. Profil lapangan asimetris arah crossplane yang agak miring ini menyerupai profil akibat efek filter

(11)

wedge dengan sudut kecil terutama pada kedalaman dekat permukaan. 7

Flatness, symmetry, dan penumbra merupakan parameter yang menentukan kualitas berkas profil sinar-X. Nilai Flatness ditentukan oleh dosis relatif tertinggi dan terendah pada profil berkas sinar-X. Pada profil crossplane, yang terlihat pada Gambar 13, nilai flatness profil berkas sinar-X

lapangan asimetris relatif lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh pada lapangan simetris. Tidak demikian yang terjadi dengan flatness profil inplane yang mempunyai kecenderungan yang sama antara lapangan asimetris dan simetris. Flatness terbesar terjadi pada profil crossplane di kedalaman 20 cm khususnya untuk bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm.

Tabel 1. Parameter keseragaman berkas pada profil sinar-X 6 MV

arah crossplane lapangan 10 x 10 cm2 SSD 100 cm

kedalaman Kolimator

Symmetry Flatness Penumbra FW

( % ) ( % ) kiri kanan ( mm ) dmax X1=X/2 0,2 1,7 3,6 3,1 100,0 X1=0 49,5 4,6 3,5 3,2 102,8 X1=X/4 26,0 3,9 3,6 3,2 99,9 X1=3X/4 27,2 3,9 3,7 3,4 100,2 5 cm X1=X/2 0,3 1,1 4,3 3,8 103,4 X1=0 49,5 4,9 4,8 5,4 106,7 X1=X/4 26,1 4,3 4,2 3,8 103,3 X1=3X/4 27,2 4,5 4,2 3,9 103,7 10 cm X1=X/2 0,4 1,3 5,0 4,4 108,5 X1=0 49,3 5,5 9,5 11,7 112,4 X1=X/4 26,1 4,7 5,0 4,4 108,3 X1=3X/4 27,3 4,7 5,2 4,9 108,7 20 cm X1=X/2 0,5 2,5 6,5 6,0 118,5 X1=0 49,2 5,6 21,7 24,0 123,7 X1=X/4 25,9 4,9 6,4 6,3 118,0 X1=3X/4 27,1 5,1 6,4 6,0 118,8

(12)

Penumbra merupakan parameter keseragaman profil berkas radiasi yang didefinisikan sebagai daerah pada profil yang menerima dosis antara 80 % dan 20 % dari sumbu utama 2. Pada umumnya penumbra

semakin lebar dengan peningkatan kedalaman dan luas lapangan. Kondisi demikian dapat dimengerti karena dengan peningkatan kedalaman, maka kontribusi hamburan fantom semakin besar. Terlihat pula pembentukkan lapangan asimetris menyebabkan perubahan yang signifikan dari penumbra profil crossplane. Pada umumnya

penumbra meningkat dengan penutupan salah satu daun kolimator. Tampak pada bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, penumbra relatif lebih besar dibandingkan dengan bukaan kolimator X1 yang lain. Penumbra yang relatif lebih besar ini disebabkan karena pada saat bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, seolah – olah lapangan yang terbentuk adalah dua kali lipat. Jadi lapangan 10 x 10 cm2 merupakan

hasil dari lapangan 20 x 10 cm2 setengah

tertutup.

Tabel 2. Parameter keseragaman berkas pada profil sinar-X 6 MV

arah inplane lapangan 10 x 10 cm2 SSD 100 cm

kedalaman Kolimator

Symmetry Flatness Penumbra FW

( % ) ( % ) kiri kanan ( mm ) dmax X1=X/2 0,1 1,6 5,4 5,1 101,0 X1=0 0,9 1,8 5,9 5,3 100,6 X1=X/4 0,8 1,5 5,6 5,1 100,6 X1=3X/4 0,4 1,5 5,6 5,1 100,7 5 cm X1=X/2 0,0 1,6 6,2 6,7 104,6 X1=0 1,0 2,5 6,5 5,9 104,1 X1=X/4 0,8 1,9 6,3 5,8 104,2 X1=3X/4 0,4 1,9 6,4 5,8 104,3 10 cm X1=X/2 0,1 2,1 7,3 6,8 109,8 X1=0 0,9 3,3 7,9 7,2 109,3 X1=X/4 0,8 2,4 7,8 6,9 109,4 X1=3X/4 0,4 2,8 7,6 6,9 109,5 20 cm X1=X/2 0,1 3,0 9,1 8,6 109,9 X1=0 0,9 4,2 9,7 8,7 119,5 X1=X/4 0,7 3,5 9,5 8,5 119,7 X1=3X/4 0,3 3,2 9,4 8,5 119,7

(13)

IV. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembentukan lapangan asimetris mengakibatkan terjadinya perubahan nilai persentase dosis kedalaman ( PDD ) sampai sekitar 5 %.

2. Profil crossplane lapangan asimetris pada kedalaman rendah mempunyai bentuk kemiringan yang dipengaruhi oleh bukaan kolimator dan bentuk flattening filter. Kemiringan profil akan menurun dengan meningkatnya kedalaman.

3. Nilai flatness, symmetry dan penumbra profil lapangan asimetris arah crossplane lebih besar dibandingkan dengan nilai yang diperoleh pada lapangan simetris. Kecenderungan yang tidak sama ditemui untuk profil lapangan asimetris arah inplane.

DAFTAR PUSTAKA

1. PHILIP M. K. LEUNG, The Physical Basic of Radiotherapy, The Ontario Cancer Institute and The Princess Margaret Hospital, 1978.

2. RAVINDER NATH et al, AAPM Code of Practice for Radiotherapy Accelerators Report No.47. American Institute of Physics, New York, America, 1994. 3. ERVIN B. PODGORSAK, Review of

Radiation Oncology Physics: A Handbook for Teachers and Students, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria, 2003.

4. CLAIRE TURNER, Medical Linear Accelerator Dynamic Wedge Factors For Asymmetric Radiotion Fields, Project

Report Bachelor of Science in Medical Physics, University of NSW, 1998. 5. FAIZ M. KHAN, BRUCE J. GERBI, and

FIRMIN C. DEIBEL, Dosimetry of Asymmetric Collimators, Medical Physics

13 ( 6 ) 936 – 941, 1986.

6. CHEN-SHOU CHUI, RADHE MOHAN, and DORACY FONTENLA, Dose Computations For Asymmetric Fields Defined By Independent Jaws, Medical Physics 15 ( 1 ) 92 – 95, 1988.

7. DAVID D. LOSHEK and KRISTI A. KELLER, Beam Profile Generator For Asymmetric Fields, Medical Physics 15 (4) 604 – 610, 1988.

8. C. J. KARZMARK, Advances in Linear Accelerator Design for Radiotherapy. Medical Physics 11 (2) 105 – 128, 1984.

Gambar

Gambar 1.   Geometri untuk pengukuran dan  pendefinisian PDD
Gambar 3.  Setting sistem dosimetri   RFA-300
Gambar 4. Grafik PDD sinar-X 6 MV dengan lapangan simetris dan      asimetris    10 x 10 cm 2  SSD 100 cm
Gambar 5.    Profil crossplane berkas sinar-X 6 MVlapangan simetris 10 x 10 cm 2  SSD 100 cm di  berbagai kedalaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akhirnya, bagi persoalan kajian 4, skor paling tinggi dicatatkan oleh responden yang setuju dalam melaksanakan Akta Keselamatan dan Kesihatan Pekerjaan 1994; Bahagian VIII

Prevalens infeksi Entamoeba histolytica yang tinggi di kalangan kanak-kanak Orang Asli di Pos Lenjang, Pahang adalah berhubung kait dengan pelbagai faktor termasuk status

Dilihat dari data pengkajian Ny “L” terdapat keluhan seperti nyeri pinggang sering BAK Untuk mengurangi rasa nyeri pinggang yang dialami yaitu dengan mempertahankan postur,

Untuk membentuk citra positif perusahaan yang berusaha dibangun Puri Indah Mall dimata publiknya, dilakukan dengan menstimulus fungsi indra penglihatan,

Karbohidrat merupakan bahan yang banyak terdapat dalam makanan, dan didalam tubuh mengalami perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang

Terwujudnya Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura yang kredibel dan handal Persentase ketersediaan kinerja dan pelayanan kelembagaan Dinas Tanaman Pangan dan

Laporan Keuangan Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari Tahun 2015 ini telah disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

teoritis yang tidak tercapai secara aktual, sehingga keadaan alat secara keseluruhan perlu penambahan material dengan volume yang mampu memenuhi kapasitas alat