• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STATUS STRES PSIKOSOSIAL DENGAN KONSUMSI MAKANAN DAN STATUS GIZI SISWA SMU METHODIST-8 MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN STATUS STRES PSIKOSOSIAL DENGAN KONSUMSI MAKANAN DAN STATUS GIZI SISWA SMU METHODIST-8 MEDAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 HUBUNGAN STATUS STRES PSIKOSOSIAL DENGAN KONSUMSI

MAKANAN DAN STATUS GIZI SISWA SMU METHODIST-8 MEDAN

(The Relationship between the status of psychosocial stress with food consumption and nutritional status of the students of SMU Methodist-8 Medan)

Tienne A. U Nadeak1, Albiner Siagian2, Etti Sudaryati3

1

Program Sarjana FKM USU Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat

2,3

Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU, Medan, 20155, Indonesia email: tienne.nadeak@yahoo.com

Abstract

Being a teenager is the period development transition between childhood and adulthood involving biological, cognitive and psychosocial changes. Stress causes eating disorder in the forms of less or increasing appetite and nutritional absorption disorder. The purpose of this quantitative analytical survey study with cross-sectional design was to the relationship between the status of psychosocial stress with food consumption and nutritional status. The samples for this study were 77 students of SMU Methodist 8 Medan. The data about the status of psychosocial stress were obtained through distributing ALCES questionnaire. The data about food consumption were obtained through 2 x 24 hour food recall forms. The data about anthropometry collected were body height and body weight. The data obtained were analyzed through Chi-square test. The result of this study showed that 30 respondents (39%) were with normal nutritional status, 27 respondents (35%) were fat, 11 respondents (14.3%) were thin. It was also found out that 47 respondents (61.0%) were with the status of severe psychosocial stress, 18 respondents (23.4%) with the status of medium psychosocial stress. The result of Chi-square test showed that there was a significant relationship between the status of psychosocial stress and food consumption, between the status of psychosocial stress and nutritional status, and between energy consumption and the students’ nutritional status. It is suggested to reduce the stress status of the students, need to facilitate the development of the talent of the students through sport, art or any other activity.

Keywords: Psychosocial Stress, Teenager, Food Consumption, Nutritional Status

PENDAHULUAN

Remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan- perubahan biologis, kognitif, dan Psikososial (Sarwono, 2010). Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi

yang lebih besar dari pada masa anak-anak. Perubahan psikis menyebabkan remaja sangat mudah terpengaruh oleh teman sebaya.

Masalah gizi yang sering timbul pada masa remaja sekarang ini adalah pola makan yang tidak teratur, kehamilan pada remaja, gangguan makan , obesitas dan

(2)

2 anemia. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu kebiasaan makan yang buruk, pemahaman gizi yang keliru, kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu, promosi yang berlebihan melalui media massa dan masuknya produk- produk makanan baru (Adriani dkk, 2012).

Dari data Riskesdas tahun 2010 Prevalensi Status Gizi Remaja di Indonesia diperoleh hasil sebagai berikut; Remaja umur 13-15 tahun (IMT/U) status gizi yang sangat kurus 2,7%, kurus 7,4%, normal 87,4%, dan yang gemuk 2,5%. Remaja umur 16-18 tahun (IMT/U) status gizi yang sangat kurus 1,8%, kurus 7,1%, normal 89,7% dan gemuk 1,4%. Sedangkan di Sumatera Utara berdasarkan data Riskesdas 2010 Remaja umur 13-15 tahun (IMT/U) status gizi yang sangat kurus 2,6 %, kurus 5,3%, normal 89,2%, dan yang gemuk 3%. Remaja umur 16-18 tahun (IMT/U) status gizi yang sangat kurus 1,4%, kurus 4,6%, normal 93,1% dan gemuk 1%.

Masa remaja merupakan masa yang rentan dengan permasalahan, mengingat emosi mereka yang belum stabil. Masalah yang banyak dialami remaja pada saat ini merupakan manifestasi dari stres diantaranya depresi, kecemasan, pola makan tidak teratur, penyalahgunaan obat sampai penyakit yang berhubungan dengan fisik.

Stres berhubungan dengan peningkatan berat badan dan penurunan berat badan. Beberapa orang memilih untuk mengkonsumsi garam, lemak dan gula. Untuk menghadapi ketegangan dan kemudian mengalami penambahan berat badan. Turunnya berat badan merupakan salah satu akibat yang

paling non spesifik dari keadaan stres kronis. Sistem pencernaan penderita stres kemungkinan terganggu sehingga penderita tidak berselera makan karena merasa mual dan muntah- muntah (Tirta, 2006).

Siswa SMU Methodist-8 Medan mempunyai latar belakang yang beraneka ragam. Berbagai masalah muncul dan dialami oleh setiap siswa. Permasalahan yang dialami siswa-siswi sangatlah komplek. SMU Methodist 8 Medan memiliki tiga kelas unggulan dari sembilan kelas yang ada, dimana untuk masuk ke dalam kelas unggulan siswa harus mengikuti test kemampuan sesuai dengan standart sekolah. Dimana fasilitas di kelas ini juga berbeda dibandingkan dengan kelas yang lain. Jam pelajaran juga lebih tinggi pada kelas ini yaitu sampai dengan pukul 16.00 WIB, hal ini dianggap sebagai faktor pemicu terjadinya stres pada siswa SMU Methodist 8 Medan.

Dari hasil wawancara dan observasi (Mei 2013) yang telah dilakukan sebelumnya pada 15 siswa, 10 orang siswa mengalami masalah seputar pendidikan, pertemanan, orangtua dan keuangan. Selain itu masalah berkenaan dengan teman lawan jenis juga dialami siswa-siswi, dimana masalah-masalah yang dihadapi terkadang mengakibatkan gangguan makan mereka.

Stres dapat berupa perubahan peristiwa kehidupan yang terjadi, baik di lingkungan sekolah, tempat tinggal maupun masyarakat. Stres psikososial yang terjadi pada remaja menuntut penyesuaian tersendiri. Bila penyesuaian tersebut gagal, individu dapat mengalami beberapa gangguan, salah satunya adalah gangguan makan.

(3)

3 Berdasarkan latar belakang

tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan status stres psikososial dengan konsumsi makanan dan status gizi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan desain cross sectional yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan status stres psikososial dengan konsumsi makanan dan status gizi siswa SMU Methodist -8 Medan.

Sebagai lokasi dalam penelitian ini dilakukan di SMU Methodist -8 Medan, pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SMU Methodist-8 Medan yang berusia 15-1Methodist-8 tahun yaitu berjumlah 332 orang dan sampel yang diambil berjumlah 77 orang yang ditentukan secara Proporsionate Stratified Random Sampling.

Data primer mencakup gambaran umum responden yaitu nama, umur, jenis kelamin, kelas; data status gizi siswa diperoleh melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Hasilnya dinilai dengan acuan IMT/U berdasarkan standar WHO 2005; data konsumsi makanan diketahui dengan menggunakan formulir food recall 2x24 jam, data skor stres psikososial diperoleh dari pengisian kuesioner Adolescent Life Change Event Scale (ALCES). Data sekunder meliputi profil sekolah, daftar absensi siswa, jadwal pelajaran harian, jadwal pelajaran tambahan, kegiatan siswa yang dilakukan di sekolah data ini diperoleh dari pihak SMU Methodist -8 Medan.

Status stres psikososial adalah keadaan stres seseorang yang dialami akibat dari peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan adaptasi lingkungan dan hubungan sosial. Status stres psikososial dinyatakan dengan penilaian kuesioner ALCES (Dacey, J. 1997), yang dikategorikan dalam 3 kriteria yaitu: tidak stres ( < 150), stres sedang (150-299), stres berat (>300).

Konsumsi makanan adalah konsumsi energi dan protein yang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG), yang dikategorikan menjadi 4 kriteria yaitu : Baik ( 100% AKG), Sedang (80-99%), Kurang (70-80% AKG), Defisit (< 70%) (Supariasa, 2002).

Status gizi : keadaan gizi sebagai akibat dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk kedalam dalam tubuh yang diukur dengan membandingkan IMT terhadap Umur (IMT/U), yang dikategorikan dalam 5 kriteria yaitu :

Kategori : < 14,7 : Sangat Kurus 14,7 – 15,8 : Kurus

15,7 – 25,4 : Normal 25,5 – 29,7 : Gemuk 29,8- 36,2 : Obesitas (Kemenkes RI, 2010).

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan editing, coding, tabulating dan entry data dengan menggunakan program computer SPSS 17.0. Data Status stres diperoleh melalui wawancara 31 pertanyaan dalam kuesioner ALCES. Data konsumsi makanan diperoleh melalui wawancara langsung kemudian di olah ke dalam Nutrisurvey Versi Indonesia yang di rata-rata untuk 2x recall. Data status Gizi diperoleh melalui pengukuran antropometri berupa penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi

(4)

4 badan yang hasilnya kemudian

dinilai dengan acuan IMT/U menggunakan standar WHO 2005.

Hasil akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Berdasarkan Karakteristik responden di SMU Methodist-8 Medan No Karakteristik Responden n % 1. Umur Responden − 15-16 − 16-17 − 17-18 27 35 15 35,1 45,4 19,5 Jumlah 77 100,0 2. Jenis Kelamin − Laki-laki − Perempuan 41 36 53,2 46,8 Jumlah 77 100,0

Dari tabel 1. diatas menunjukkan siswa umur 16-17 tahun yang paling banyak yaitu 35 orang dan jenis kelamin laki-laki yang paling banyak yaitu 41 orang.

Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran langsung terhadap kondisi antropometri responden yang hasilnya menunjukkan bahwa berat badan rata-rata responden sebesar 63,16 kg ± 11,69 (minimal = 39,8 kg; maksimal = 98,0 kg), sedangkan rata-rata tinggi badan responden dalam penelitian ini adalah 1,656 m ± 0,065 m (minimal= 151,5 cm ; maksimal = 180,0 cm ). Angka rata-rata ini menggambarkan kondisi status gizi siswa normal dan gemuk. Berikut distribusi frekuensi status gizi siswa.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Status Gizi

Responden di SMU Methodist-8 Medan Status Gizi Jumlah

n % Kurus 11 14,3 Normal 30 39,0 Gemuk 27 35,1 Obesitas 9 11,7 Total 77 100,0

Tabel 2. di atas menunjukkan bahwa dari 77 siswa dengan status gizi normal yaitu 30 orang (39,0%) sementara status gizi obesitas 9 orang (11,7%).

Pengukuran terhadap konsumsi makanan yaitu konsumsi energi dan protein responden tujuan nya adalah untuk menggambarkan suatu alur yang lebih jelas yang dapat menghubungkan antara kedua variabel penelitian. Konsumsi makanan diukur menggunakan formulir food recall 24 jam. Data yang diperoleh dari dua kali perhitungan kemudian diolah dengan menggunakan Nutrisurvey versi Indonesia dan dinyatakan dalam persentase kecukupan konsumsi makanan responden.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Energi Responden Siswa SMU Methodist-8 Medan Konsumsi Energi Jumlah n % Baik 28 36,4 Sedang 40 51,9 Kurang 7 9,1 Defisit 2 2,6 Total 77 100,0

Konsumsi energi responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilki konsumsi energi

(5)

5 yang dikategorikan sedang, yaitu 40

orang (51,9%), kategori defisit, yaitu 2 orang (2,6%) dengan rata-rata konsumsi energi yaitu 96,87%. Sedangkan konsumsi protein diketahui bahwa sebagian besar responden memilki konsumsi protein yang dikategorikan baik, yaitu 73 orang (94,8%), kategori sedang, yaitu 4 orang (5,2%) dengan rata-rata konsumsi protein yaitu 146,9 %. Tabel 4. Distribusi Frekuensi

Konsumsi Protein Responden di SMU Methodist-8 Medan Konsumsi Protein Jumlah

n %

Baik 73 94,8

Sedang 4 5,2

Total 77 100,0

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Status Stres Psikososial Responden di SMU Methodist-8 Medan Status Stres Psikososial Jumlah n % Tidak Stres (< 150) 16 20,7 Stres Sedang (150-299) 25 32,5 Stres Berat ( > 300) 36 46,8 Jumlah 77 100

Dari hasil pengukuran terhadap kondisi stres psikososial didapat bahwa sebagian besar responden dapat digolongkan dalam kondisi stress berat, yaitu 36 orang (46,8%), kondisi stress sedang, yaitu 25 orang (22,5%), sedangkan yang tidak stress, yaitu 16 orang (20,7%). Dengan rata-rata skor jawaban yaitu 309.

Hubungan Status Stres Psikososial dengan Konsumsi Energi dan Protein.

Untuk hubungan Status Stres Psikososial dengan konsumsi energi dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,0448, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan. Semakin tinggi status stres seseorang maka konsumsi energi semakin tinggi. Hubungan stres dengan konsumsi energi dapat dilihat pada tabel 6.

Hasil penelitian Subiyati (2009) dalam Hendrik (2011), didapat bahwa terdapat hubungan asupan energi dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu (p = 0,000) pada pasien Skizofrenia di RSUD Amino Gonouhutomo Semarang dan tidak terdapat hubungan asupan protein dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu (p = 0,123).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nishitani dan Sakakibara (2006) yang menyatakan bahwa kondisi kehidupan penuh stres akan mempengaruhi perilaku makan, yaitu lebih pada konsumsi berlebih dan berkontribusi terhadap kejadian obesitas. Begitu juga dengan penelitian O’connor (2004) yang menyatakan bahwa orang-orang karakteristik tertentu pada saat berada dalam kondisi stres mengkonsumsi kudapan lebih banyak dan mengalami peningkatan total konsumsi makan.

Dariyo (2004), menyatakan bahwa pada remaja, gambaran kondisi emosional yang tidak stabil menyebabkan individu cenderung melakukan pelarian diri dengan cara banyak makan makanan yang mengandung kalori atau kolesterol tinggi, energi dan protein, sehingga berakibat pada kegemukan. Hal ini terutama ditemukan pada kondisi kehidupan yang penuh stres. Makan

(6)

6 berlebih cenderung ditemukan pada

penderita stres. Karena makanan terbukti dapat menimbulkan rasa nyaman (Tirta, 2006).

Untuk hubungan Status Stres Psikososial dengan konsumsi protein dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,317, artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hubungan stres dengan konsumsi protein dapat dilihat pada tabel 7. Hubungan Konsumsi Energi dan Protein dengan Status Gizi

Untuk hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi dapat dilihat pada tabel 8. Dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,000, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan. Dari tabel di atas menunjukkan tingginya konsumsi energi seseorang dapat mempengaruhi tingkat status gizi nya yang ditandai dengan peningkatan IMT/U.

Untuk hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi dapat dilihat pada tabel 9. Dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,306, artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan.

Menurut WHO (dalam Rumida, 2009), ketidakseimbangan asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan dioksidasi, sedangkan karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Bila konsumsi energi berlebihan, maka sekitar 60-80 %

disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Kebiasaan makan remaja sekarang ini kurang baik seperti makan apapun asal kenyang, ataupun makan sekedar untuk bersosialisasi, demi kesenangan dan supaya tidak kehilangan status. Unsur-unsur gizi pada makanan yang dikonsumsi kurang diperhatikan, sebab saat memilih makanan remaja lebih mementingkan nilai kesenangan.

Adapun kebiasaan makan remaja tersebut ditunjukkan dengan mengkonsumsi makanan fast food dan Junk food. Kini makanan fast food dan junk food telah menjadi bagian dari prilaku sebagian anak sekolah dan remaja. Anak yang memperoleh intake energi dari fast food dan junk food sebanyak 75% lebih berpengaruh untuk menjadi gemuk bahkan obesitas dari pada anak yang tidak memperoleh intake energi yang dikonsumsi dari fast food dan junk food.

Penjelasan lain yang dapat diberikan adalah adanya kemungkinan riwayat penyakit yang dialami oleh responden dalam rentang waktu yang berdekatan dengan waktu penelitian yang diadakan, yang pada saat penelitian berlangsung dinyatakan sudah sembuh. Hal ini sesuai dengan penelitian Permaisih (2003) yang menyatakan bahwa status gizi remaja dipengaruhi secara signifikan oleh riwayat sakit dan keluhan sakit satu bulan yang lalu.

Hubungan Status Stres Psikososial dengan Status Gizi

Dari tabel 10. menunjukkan semakin tinggi skor stres seseorang, semakin tinggi tingkatan indikator status gizinya. Dapat dilihat bahwa individu yang status gizinya gemuk,

(7)

7 dan obesitas mengalami stres berat

dan stres sedang.

Dari 31 pertanyaan dalam kuesioner ALCES, yang menjadi masalah pemicu stres pada siswa adalah ketika mereka gagal 1 atau lebih mata pelajaran di sekolah, tuntutan orang tua dan guru yang menginginkan nilai yang baik menjadikan mereka berada pada tekanan dan stres, pada siswa dari kelas unggulan dan IPA mata pelajaran yang sering gagal adalah Fisika dan Kimia, sedangkan pada siswa dari kelas IPS yaitu mata pelajaran Akuntansi dan Sejarah. Begitu juga dengan putus dengan pacar, hubungan sosial dengan teman lawan jenis membuat banyak siswa berada pada tekanan emosi, masalah dengan orangtua, masalah dengan guru, masalah dengan saudara, masalah jerawat dan berada dalam keadaan sakit.

Saat dalam keadaan stres siswa mengalami perubahan nafsu makan, siswa dengan status gizi gemuk dan obesitas lebih banyak melakukan pelarian pada makanan, konsumsi energi lebih banyak yaitu makan makanan tinggi kalori dan lemak. Sedangkan pada siswa dengan status gizi kurus mereka lebih banyak mengurangi konsumsi energi.

Saat mengalami stres, otak akan merangsang sekresi adrenalin. Bahan kimia ini akan menuju ginjal dan mamicu proses perubahan glikogen menjadi glukosa sehingga mempercepat peredaran darah. Tekanan darah akan meningkat, pernafasan semakin cepat (untuk meningkatkan asupan oksigen) dan pencernaan terkena dampaknya. Stres bukan lah suatu penyakit, melainkan mekanisme pertahanan tubuh. Namun jika mekanisme

pertahanan ini menjadi kronis maka akan lebih rentan terhadap penyakit.

Tingginya status stres psikososial pada responden sangat mempengaruhi status gizi pada responden karena yang mengalami penurunan IMT/U dan peningkatan IMT/U sehingga status gizi responden banyak yang kurus, gemuk, dan obesitas. Menurut Prawirohusodo (1988), timbulnya efek negatif dari stres tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan, status kesehatan, falsafah hidup, kekuatan keyakinan akan agama dan kepercayaan yang dianut,, persepsi terhadap stres dan stres-prone (kecendrungan mengalami stres).

Untuk itu perlu dilakukan pendekatan dan komunikasi khusus yang oleh pihak sekolah untuk mencari solusi dari tingginya status stres psikososial pada siswa dan juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga konsumsi makanan dan hidup sehat melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), penggalakan gizi seimbang dan meningkatkan kegiatan penyaluran bakat siswa melalui olahraga, seni ataupun bidang lainnya.

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), adalah ujung tombak dalam pemberdayaan masyarakat/ siswa dalam melakukan promosi kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan advokasi dan bina suasana terhadap pihak sekolah, agra sekolah mendukung penuh kegiatan UKS terutama dalam mengatasi status stres siswa dan status gizi siswa. Begitu juga dengan pihak kantin sekolah dimana perlu pemberian informasi seputar jajanan sehat buat siswa.

(8)

8 KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, umumnya responden memiliki status gizi normal dan gemuk dan digolongkan stres berat. Dari hasil pengumpulan data skor status stres dapat disimpulkan bahwa yang menjadi masalah pemicu terjadi nya stres yaitu gagal 1 atau lebih mata pelajaran di sekolah, putus dengan pacar, sakit, masalah dengan orangtua, masalah dengan guru, jerawat dan masalah dengan saudara. Bagi institusi pendidikan dan orangtua lebih memperhatikan perkembangan psikologi siswa, memperhatikan jam belajar dan memberikan fasilitas dalam pengembangan bakat siswa baik dalam bidang olahraga, seni dan bidang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani , M, dkk. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Prenada Media, Jakarta

Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Ghalia Indonesia. Bogor Dacey, J. et al 1997. Adolescent

Development. Times mirror HE Group.

Depkes RI. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan.

Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Hendrik, T. 2011. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Serta Status Gizi pasien Skizofrenia Paranoid Rawat Inap RSJD Prov. SU. Medan. Tesis. FKM. Universitas Sumatera Utara.

Rumida, 2009. Pengaruh Prilaku Makan Dan Aktivitas

Fisik Terhadap

Terjadinya Obesitas Pada Pelajar SMU Methodist Medan. Tesis . Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Sarwono. 2010. Psikologi Remaja.

Edisi Revisi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Supariasa, dkk. 2002. Penilaian

Status Gizi. EGC. Jakarta Tirta, M.P.L.K, dkk 2006. Status

Stres Psikososial Dan Hubungannya Dengan Status Gizi Siswa SMP Stella Duce 1 Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Volume 6, No 3. Maret 2010

Gambar

Tabel  1.  Distribusi  Berdasarkan  Karakteristik  responden  di  SMU  Methodist-8 Medan  No  Karakteristik  Responden  n  %  1
Tabel 4.  Distribusi  Frekuensi  Konsumsi  Protein  Responden  di  SMU  Methodist-8 Medan  Konsumsi Protein  Jumlah

Referensi

Dokumen terkait

Peserta Bimtek mampu mengidentifikasi komponen dalam RPP tematik. sesuai dengan

[r]

We enhance a map of a junction with information about pedes- trian behaviour, for which we use the nodes of a walking path graph as starting points to determine the frequency

[r]

This is a random, stochastic simulation (Monte-Carlo method) on a study area such that at each time period (t) the land cover values of a visited cell are recorded and being

Surat tugas satu (1) orang guru untuk mendampingi siswa pada kegiatan pelatihan intensif sesuai tanggal yang telah ditentukan.

In this specific case, possible solutions could be (I) the structuring of a multiscale model that uses objects with different LoDs according to different scales of

For my best friend campus : Suryadi Wibowo (a.k.a didit), I Putu Hendra Wijaya (a.k.a puhe), Muhammad Rifa’i (a.k.a ijang) dan teman-teman yang lain yang tidak bisa saya