• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2015 Vol. 20 (1): 9 17 ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2015 Vol. 20 (1): 9 17 ISSN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM)

dalam Membantu Masyarakat Mendapatkan Izin Hutan Kemasyarakatan

(HKm) di Kecamatan Sendang Agung

Kabupaten Lampung Tengah

(Role of Nongovermental Forestry Extension Workers for Assisting

People to Obtain Community Forest License in Sendang Agung

Subdistrict Central Lampung Regency)

Fadila Ayu Larasati*, Rommy Qurniati, Susni Herwanti

ABSTRAK

Salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan menjaga kelestarian hutan adalah dengan memberikan izin Hutan Kemasyarakatan (HKm). Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari. Pengajuan izin HKm dilakukan oleh kelompok tani HKm kepada Bupati/Walikota yang difasilitasi oleh Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat peran PKSM dalam membantu masyarakat mendapatkan izin HKm dan menganalisis hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan peran PKSM. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sendang Agung yang merupakan daerah binaan PKSM dalam proses pengajuan izin HKm. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji Chi Square, sedangkan untuk mengetahui tingkat hubungan faktor-faktor responden dengan peran pendamping menggunakan analisis korelasi koefisien

kontingensi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh tingkat peran PKSM dalam klasifikasi tinggi dengan peran

pendamping sebagai dinamisator, mediator, fasilitator, motivator, serta edukator. Faktor internal pendamping yang memiliki tingkat hubungan cukup kuat dengan peran PKSM adalah jumlah tanggungan keluarga, lama bertugas, dan kekosmopolitanan, sedangkan umur, pendapatan, serta keterdedahan informasi memiliki hubungan yang sangat lemah. Faktor eksternal pendamping yang memiliki tingkat hubungan cukup kuat dengan peran pendamping adalah pengakuan keberhasilan dan intensitas supervisi, sarana prasarana memiliki tingkat hubungan sangat lemah dengan peran pendamping.

Kata kunci: HKm, koefisien kontingensi, peran PKSM

ABSTRACT

One of the solutions to increase the community welfare and manage the forest is by giving the Social Forestry license. The implementation of community forest intend to give space for the local community for sustainable forest management. The submission of HKm license was done by farmers of HKm group who already received facilitaties from forestry partner that is Non-govermental Forestry Extension Worker (PKSM) to regent. The objectives of this research were to analyze the role of PKSM level for assisting farmer to obtain HKm license and analyze the correlation between external and internal factors of partner with their role. This research was done in Subdistrict Sendang Agung as an area under the jurisdiction of PKSM to assist submission of HKm license. The data was analized by Chi Square test, meanwhile to detect the correlation level of respondent factors with partner role is using coefficient contingency correlation analize. Based on analize result partner role level is obtained in high classification, partner role is as dynamist, mediator, facilitator, motivator, and educators. Internal factors companion that has a strong enough relationship with the role of companion is the number of dependents, long-serving, and cosmopilitaness, where as age, income, as well as information disclosure had uneasy relations. External factors companion that has a strong relationship with the companion role is recognition of the success and intensity of supervision, facilities have less close relationship level with the role of companion.

Keywords: coefficient contingency, HKm, role of PKSM

PENDAHULUAN

Kecamatan Sendang Agung termasuk dalam kawasan hutan lindung Register 22 Way Waya. Pada era Reformasi tahun 1998 kawasan hutan Register 22

Way Waya mengalami kerusakan hutan yang sangat parah ditandai dengan adanya perambahan hutan. Perambahan hutan yang dilakukan seperti illegal

loging dan pembakaran hutan dilakukan secara

sengaja sehingga sumber-sumber mata air tertutup dengan sendirinya (Darmawan 2009). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat bergantung pada sumber daya hutan yang ada namun tidak mengutamakan fungsi penting hutan lindung. Pem-berian izin HKm merupakan salah satu cara

Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145.

* Penulis Korespondensi:

(2)

pemerintah agar masyarakat dapat memanfaatkan kawasan hutan dengan tetap memerhatikan aspek kelestarian ekologi dan sosial. Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setem-pat. Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan di-maksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat untuk mengelola kawasan hutan secara lestari guna penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan serta untuk menyelesaikan persoalan sosial (Kementerian Kehutanan 2014).

Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan diberi-kan kepada kelompok tani dengan mengajudiberi-kan permohonan izin Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang memuat sketsa areal kerja HKm dan akan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui surat keputusannya. Penetapan areal kerja ini akan menjadi dasar untuk memeroleh Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm).

Daerah ini telah mendapat SK penetapan areal kerja HKm yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2013. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha pendamping untuk mendampingi masyarakat guna melakukan pengajuan izin HKm. Pendampingan masyarakat di Kecamatan Sendang Agung dilakukan oleh Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) yang berkoordinasi dengan Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (BP4K). Pada dasarnya pendampingan ini dilakukan agar masyarakat mau, mampu, dan mandiri serta berperan dalam pengelolaan dan pelestarian hutan secara sistematis dan berkelanjutan untuk meningkat-kan kesejahteraannya serta mempunyai kepedulian dan partisipasi dalam pelestarian sumber daya alam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat peran PKSM dalam membantu masyarakat men-dapatkan izin HKm di Kecamatan Sendang Agung serta untuk menganalisis faktor-faktor pendamping yang berhubungan dengan peran PKSM dalam membantu masyarakat mendapatkan izin HKm di Kecamatan Sendang Agung.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Sendang Agung Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Oktober 2014. Lokasi tersebut merupakan salah satu daerah binaan PKSM dalam proses mendapat-kan izin HKm di Kecamatan Sendang Agung Kabupaten Lampung Tengah.

Objek dan Alat Penelitian

Objek penelitian ini adalah pendamping kehutanan di Kecamatan Sendang Agung. Pendamping yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) yang bertugas di wilayah administrasi Kecamatan Sendang

Agung. Alat yang digunakan antara lain: alat tulis, kalkulator, perekam suara, komputer, panduan wawancara/kuisioner, dan kamera digital.

Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapat dari wawancara langsung dengan responden, meliputi faktor internal dan eksternal individu PKSM yang berhubungan dengan peran PKSM. Data sekunder meliputi: keadaan umum lokasi penelitian baik lingkungan fisik, sosial, ekonomi masyarakat, dan literatur yang memuat masalah berkaitan dengan penelitian.

Penentuan Responden

Pengambilan sampel dilakukan dengan meng-gunakan metode sensus, karena jumlah populasi kurang dari 100 (Arikunto 2006). Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah petugas pendamping, yaitu PKSM yang ada di Kecamatan Sendang Agung sebanyak 5 orang.

Analisis Data

Analisis tingkat peran dilakukan secara kuantitatif melalui proses analisis data: 1) Memberikan skor pada setiap data menggunakan skala Likert, dengan nilai 1 4; 2) Tabulasi data menggunakan distribusi frekuensi; 3) Analisis data dengan cara menggolong-kan, menghitung jawaban, dan memprosentasekan berdasarkan kategori jawaban. Analisis data yang digunakan adalah uji Chi Square ( ), kemudian digunakan uji korelasi koefisien kontingensi untuk mengetahui tingkat hubungan antar variabel.

Koefisien kotingensi digunakan untuk mengukur kadar

asosiasi atau relasi antara dua himpunan atribut (Siegel 1997). Variabel yang diukur dalam penelitian ini, yaitu variabel X (faktor internal dan eksternal pendamping) yang akan diuji keeratan hubungannya dengan variabel Y (peran PKSM). Variabel internal pendamping yang disesuaikan dengan penelitian Azhari (2013) meliputi umur, pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, lama bertugas, kekos-mopolitanan, serta keterdedahan terhadap informasi dan faktor eksternal yang disesuaikan dengan penelitian Hadiyanti (2002) meliputi, tingkat pengakuan keberhasilan, intensitas supervisi, serta sarana prasarana pendampingan. Nilai dihitung, kemudian dibandingkan dengan tabel (db; = 0,90) dengan kaidah keputusan: jika nilai Xo

2

< X 2, maka Ho diterima, artinya faktor-faktor individu

responden tidak ada perbedaan yang nyata dalam hubungannya dengan peran PKSM; jika nilai Xo

2

> X

2

, maka Ho ditolak atau H1 diterima, artinya

faktor-faktor responden ada perbedaan yang nyata dalam hubungannya dengan peran PKSM. Penafsiran terhadap koefisien kontingensi tersebut kuat dan lemahnya menurut Sugiyono (2007) (Tabel 1).

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran PKSM Dalam Membantu Masyarakat untuk Mendapatkan Izin HKm

Pendampingan merupakan suatu upaya untuk membantu masyarakat dalam menumbuhkan kemam-puan dan kreativitas masyarakat melalui belajar bersama. Menurut Purwatiningsih et al. (2004) dalam pembangunan masyarakat pedesaan, peran pendam-pingan menjadi faktor penentu karena masyarakat memerlukan dorongan psikologis dalam kegiatan pembangunan. Melalui pendampingan inilah masya-rakat mampu merefleksikan kemampuannya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Peran PKSM dalam penelitian ini meliputi peran sebagai dinamisator, mediator, fasilitator, motivator, dan edukator. Penilaian peran pendamping diketahui dari frekuensi pendamping dalam melaksanakan kegiatan pendampingan.

Hasil penelitian mengenai tingkat peran PKSM dalam membantu masyarakat untuk mendapatkan izin HKm, yaitu sebanyak 3 responden (60 ) mempunyai tingkat peran yang tinggi, responden yang mempunyai tingkat peran rendah sebanyak 2 orang (40 ). Tingginya peran PKSM ini disebabkan dari intensitas atau seringnya PKSM melakukan pendampingan bagi masyarakat untuk mengajukan izin HKm. Rata-rata frekuensi PKSM melakukan pendampingan bagi petani hutan, yaitu sebanyak >8 kali dalam satu tahun. Pendampingan bagi petani hutan oleh petugas pendamping sering dilakukan melalui temu lapang dan temu karya untuk membuat permohonan pengajuan izin HKm.

Peran PKSM dalam membantu kelompok tani hutan untuk mendapatkan izin HKm memiliki peran yang tinggi dengan berperan sebagai dinamisator, mediator, fasilitator, motivator, dan edukator. PKSM dalam membantu masyarakat untuk mendapatkan izin HKm sering melibatkan diri bersama-sama masya-rakat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat. Misalnya seperti, membantu masyarakat dalam memahami tata cara pengajuan izin HKm serta membantu dalam melakukan pengukuran untuk peta batas areal kerja HKm. Hal tersebut dilakukan karena sebagian masyarakat kurang mengetahui syarat-syarat apa saja yang harus diajukan dalam buatan proposal izin HKm, selain itu dalam pem-buatan peta batas areal masyarakat tidak memahami bagaimana teknik dalam pengukuran areal kerja dan pembuatan peta.

Tahapan awal dalam pengajuan izin HKm adalah dengan membentuk kelompok tani HKm, karena hanya kelompok tani saja yang dapat mengajukan izin

tersebut. Pembentukan kelompok tani HKm tidak terlepas dari peran pendamping kehutanan, yaitu PKSM dalam melakukan proses pendampingan pemberdayaan masyarakat. PKSM dalam hal ini membantu masyarakat untuk dapat melakukan pengajuan izin HKm dengan ketentuan yang telah diberlakukan. Salah satu syarat pengajuan izin HKm adalah dengan mengajukan proposal pengajuan izin HKm yang memuat adanya peta batas areal kerja.

Sebelum membuat proposal pengajuan izin HKm, kelompok tani HKm diberi pendampingan untuk dapat memahami tata cara pengajuan izin HKm, dapat menyusun proposal izin HKm, serta dapat membuat peta batas areal kerja HKm yang dimohon. PKSM berperan sebagai dinamisator, dimana PKSM selalu berusaha untuk menggerakkan kelompok tani HKm untuk terus belajar memahami tata cara pengajuan izin Hkm dan mau menyusun serta membuat proposal pengajuan izin HKm. Tata cara dalam pengajuan izin HKm, hal pertama yang harus dilakukan kelompok tani adalah dengan membuat proposal pengajuan izin HKm. Proposal tersebut memuat surat keterangan kelompok dan sketsa areal kerja yang dimohon. Surat keterangan kelompok memuat nama kelompok, daftar nama anggota kelompok, mata pencaharian, struktur organisasi, dan surat keterangan domisili kelompok. Sketsa areal kerja yang dimohon memuat letak areal dalam wilayah administrasi pemerintahan dan mencantumkan titik koordinat yang menjadi indikasi letak areal, batas-batas dan perkiraan luas areal yang dimohon, dan potensi kawasan hutan berupa gambaran umum tentang kondisi hutan.

Setelah hal tersebut dilakukan, proposal diajukan oleh kelompok tani kepada Bupati/Walikota, selanjut-nya Bupati/Walikota mengajukan usulan penetapan areal kerja HKm kepada Menteri Kehutanan. Menteri Kehutanan akan melakukan verifikasi terhadap usulan penetapan areal kerja HKm oleh Bupati/Walikota, apakah usulan tersebut akan diterima atau ditolak. Atas usulan yang diterima Menteri Kehutanan menetapkan areal kerja HKm melalui surat keputusan Menteri Kehutanan. Kecamatan Sendang Agung telah mendapatkan SK penetapan areal kerja HKm pada tahun 2013.

Selain itu, PKSM memainkan perannya sebagai mediator, yaitu berperan sebagai penghubung kelompok tani HKm dengan pihak lain (pemerintah, LSM, dan swasta). Pihak lain yang dilibatkan dalam kegiatan ini seperti lembaga pemerintahan, yaitu Dishutbun Lampung Tengah dan pihak LSM, yaitu Watala dalam memberikan pelatihan pembuatan peta batas areal kerja HKm dan membimbing masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya saat mengalami kesulitan dalam memahami tata cara permohonan izin HKm. Seperti dalam penyusunan proposal pengajuan izin, sebagian besar masyarakat tidak dapat menyusun proposal pengajuan izin sendiri sehingga perlu bantuan dari pihak lain, contohnya PKSM.

Pendampingan oleh PKSM juga berperan sebagai fasilitator, yaitu PKSM memfasilitasi kebutuhan yang diperlukan oleh kelompok tani dalam mengajukan izin

Tabel 1 Kategori koefisien kontingensi

Interval koefisien Tingkat hubungan 0,00 0,19 Sangat lemah

0,20 0,39 Lemah

0,40 0,59 Cukup kuat

0,60 0,79 Kuat

(4)

HKm. Menurut Mardikanto (2009), fasilitasi lebih bersifat melayani kebutuhan-kebutuhan yang dirasa-kan oleh masyarakat. Fasilitas yang diberidirasa-kan PKSM adalah dengan memberikan modul tentang tata cara membuat proposal pengajuan izin HKm serta memfasilitasi kelompok tani HKm dalam pengukuran batas areal kerja di lapangan. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur luasan batas areal kerja masing-masing kelompok menggunakan alat GPS dan akan dibuat dalam bentuk sketsa areal kerja serta melampirkan deskripsi areal kerja HKm tentang kondisi hutan seperti kondisi topografi, tutupan lahan, dan potensi SDH.

Selain sebagai fasilitator, PKSM juga berperan sebagai motivator bagi kelompok tani HKm. Motivasi adalah proses penumbuhan motif atau dorongan, sehingga seseorang mau untuk secara sadar belajar atau berubah perilakunya (Yunasaf & Tasripin 2011). PKSM dalam hal ini memberikan dorongan dan semangat bagi kelompok tani untuk ikut dalam pertemuan sehingga dapat membuat pikirannya terbuka untuk memahami tata cara pembuatan proposal pengajuaan izin HKm. PKSM mendorong kelompok tani untuk ikut serta dalam pengukuran peta batas areal kerja sehingga kebutuhan untuk membuat proposal izin HKm dapat terpenuhi. Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), salah satu tugas utama penyuluh adalah mendorong agar petani memiliki motivasi untuk mau belajar.

Peran PKSM sebagai edukator adalah peran untuk memberikan edukasi atau bimbingan dalam proses belajar bagi penerima manfaat dalam hal ini adalah masyarakat sekitar hutan. PKSM dalam mengedukasi masyarakat, yaitu dengan memberi pengarahan, penjelasan, dan penjabaran tentang tata cara penata-an batas areal kerja HKm serta tata cara pembuatpenata-an proposal izin HKm.

Pendamping PKSM tidak hanya berperan dalam kegiatan pengajuan izin HKm saja, tetapi juga dalam kegiatan lainnya, seperti dalam kegiatan perlindungan hutan, rehabilitasi hutan serta lahan, dan lain sebagainya. Tujuan HKm menurut Kementerian Kehutanan (2014) adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfa-atan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Atas dasar tersebut PKSM selalu berupaya mendampingi masya-rakat sekitar hutan untuk melakukan pengajuan izin HKm, karena HKm sangat memberikan manfaat yang banyak baik dari segi ekonomi, sosial, maupun ekologi. Adanya izin HKm membuat masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya alam hutan apa saja yang telah ditentukan dalam penyelenggaran HKm sehingga masyarakat akan tetap menjaga kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat meningkat.

Selain kegiatan di atas, pendampingan yang pernah dilakukan oleh PKSM dalam memberdayakan masyarakat sekitar hutan antara lain seperti pendampingan dalam pengkayaan tanaman pada areal kerja HKm, pendampingan dalam pentingnya

kelestarian sempadan sungai dengan melakukan penghijauan kanan kiri sungai serta memberikan pengetahuan mengenai teknik penanggulangan kebakaran hutan. Kegiatan tersebut dilakukan untuk menambah wawasan masyarakat sekitar hutan dalam menjaga kelestarian hutan yang juga dapat memberikan manfaat sosial ekonomi. Contohnya seperti pendampingan dalam pengkayaan tanaman pada areal kerja HKm yang dilakukan melalui pola agroforestri. Pengkayaan tanaman ini pernah dilakukan dengan menanam tanaman gaharu namun tanaman tersebut tidak tumbuh dengan baik karena tidak cocok dengan kondisi lahan yang ada. PKSM membantu petani hutan dalam memfasilitasi bibit tanaman yang akan dijadikan media dalam pengkaya-an tpengkaya-anampengkaya-an. Pendampingpengkaya-an oleh PKSM lebih bpengkaya-anyak dilakukan dengan kegiatan langsung di lapangan, yaitu dengan menjelaskan atau memaparkan informasi diikuti praktek secara langsung di lapangan.

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Peran PKSM

Hubungan faktor-faktor pendamping dengan peran PKSM dianalisis menggunakan uji Chi Square dan uji korelasi koefisien kontingensi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan peran PKSM terdiri dari faktor internal dan eksternal individu. Hasil perhitungan faktor-faktor pendamping PKSM akan dijelaskan dalam tabulasi silang.

Faktor-Faktor Internal Individu yang Berhubungan dengan Peran PKSM

Umur

Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung > X

2

tabel sebesar 0,138, artinya setiap golongan

umur berbeda dalam hubungannya terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara umur dengan tingkat peran PKSM memiliki tingkat hubungan yang sangat lemah karena terletak antara 0,000 0,190 dengan nilai C sebesar 0,164.

Menurut Sariyem et al. (2015), umur merupakan salah satu faktor sosial yang berkaitan dengan cara berfikir dan pandangan dalam melaksanakan tugas pokok penyuluh pertanian (kehutanan). Hal ini dimungkinkan karena umur sangat menentukan kemampuan fisik dari seseorang dalam menjalankan aktivitasnya. Hal ini terbukti bahwa umur 41 45 tahun memiliki peran yang lebih tinggi dibandingkan dengan umur 46 51 tahun. Umur yang lebih tua mengindikasi-kan kondisi fisik yang menurun sehingga kemam-puannya dalam menjalankan tugas sebagai pendam-ping pun kurang optimal. Data di lapangan responden pendamping tegolong dalam usia produktif. Menurut Yulida et al. (2012), usia yang produktif merupakan sumber daya manusia yang potensial. Usia yang produktif berkisar antara 15 64 tahun, kurang produktif >64 tahun, dan tidak produktif <15 tahun (Ramadoan et al. 2013).

(5)

Pendidikan Non-Formal

Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel pendidikan non-formal dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung > X

2

tabel sebesar

2,325, artinya setiap tingkat pendidikan non-formal yang diikuti pendamping berbeda dalam hubungannya terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara pendidikan non-formal dengan tingkat peran PKSM memiliki hubungan yang cukup kuat karena terletak antara 0,200 0,390 dengan nilai C sebesar 0,563.

Pendidikan non-formal yang dimaksud adalah kegiatan pelatihan untuk menambah wawa-san/pengetahuan baru untuk meningkatkan peran pendamping. Berdasarkan hasil wawancara, keikut-sertaan pendamping dalam pendidikan non-formal, yaitu hanya 3 kali dalam setahun. Tabel 2 menjelaskan bahwa tingkat pendidikan non-formal rendah (1 kali/tahun) memiliki tingkat peran yang rendah pula dibandingkan dengan tingkat pendidikan non-formal tinggi (>1 kali/tahun). Hal ini berarti keikutsertaan pendamping dalam pendidikan non-formal akan menambah dan memperbaharui ide-ide baru yang akan diberikan kepada petani hutan dalam kegiatan pendampingan khususnya di bidang kehutanan. Menurut Anwas (2013), jika frekuensi pelatihan sering dilakukan, maka penyuluh mendapat-kan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kegiatan penyuluhan. Di sisi lain, mengikuti kegiatan pelatihan tidak hanya

mendapat-kan ilmu pengetahuan saja, amendapat-kan tetapi pendamping sangat dimungkinkan untuk mendapatkan aspek lain yang berguna untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam berinovasi. Dibuktikan dengan hasil penelitian Sitorus (2009), pendidikan non-formal yang diikuti penyuluh cukup membantu penyuluh untuk mengembangkan dan mengaplikasikan kemam-puannya dalam kegiatan penyuluhan di lapangan.

Pendapatan

Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel tingkat pendapatan dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung > X

2

tabel sebesar

0,138, artinya setiap tingkat pendapatan ada perbedaan dalam hubungannya terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat peran PKSM memiliki tingkat hubungan yang sangat lemah karena terletak antara 0,000 0,190 dengan nilai C sebesar 0,164. Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan yang rendah memiliki tingkat peran yang tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi.

Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pendamping mengatakan bahwa besar kecil jumlah pendapatan yang pendamping miliki tidak membuat pendamping untuk tidak melakukan pendampingan bagi petani hutan. Pendamping dengan pendapatan yang rendah sering melakukan pendampingan bagi kelompok tani hutan dibanding

Tabel 2 Distribusi hubungan faktor internal individu dengan peran PKSM

Faktor internal pendamping

Tingkat peran

pendamping Jumlah (%) X2hitung

X2tabel (0,90) C Tinggi Rendah Usia 41 45 tahun 46 51 tahun 2 1 1 1 3 2 60 40 0,138 0,016 0,164 Jumlah 3 2 5 Pendidikan non-formal 1 kali/tahun >1 kali/tahun 0 3 1 1 1 4 20 80 2,325 0,016 0,563 Jumlah 3 2 5 Pendapatan < Rp1.000.000 1.500.000 > Rp1.500.000 2.000.000 2 1 1 1 3 2 60 40 0,138 0,016 0,164 Jumlah 3 2 5

Jumlah tanggungan keluarga Sedikit ≤3 Banyak 4 5 0 3 1 1 1 4 20 80 1,065 0,016 0,419 Jumlah 3 2 5 Lama bertugas Baru 5 6 Lama >6 0 3 1 1 1 4 20 80 1,065 0,016 0,419 Jumlah 3 2 5 Kekosmopolitanan Rendah (1 3) Tinggi (>3) 1 2 2 0 3 2 60 40 2,222 0,016 0,555 Jumlah 3 2 5 Keterdedahan informasi Rendah (1 2) Tinggi (>2) 2 1 1 1 3 2 60 40 0,138 0,016 0,164 Jumlah 3 2 5

(6)

dengan pendamping yang berpendapatan tinggi. Intensitas pendampingan yang sering dilakukan maka akan membuat masyarakat pendampingan untuk terus mendapat pengetahuan baru yang diberikan oleh PKSM.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung > X

2

tabel sebesar

1,065, artinya setiap jumlah tanggungan keluarga PKSM ada perbedaan dalam hubungannya terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat peran PKSM memiliki tingkat hubungan yang cukup kuat karena terletak antara 0,400 0,590 dengan nilai C sebesar 0,419.

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan yang besar (4 5) memiliki peran yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah tanggungan keluarga kecil (≤3). Sebagai pendamping, jumlah tersebut termasuk cukup besar sehingga pendamping perlu berusaha lebih keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Seorang pendamping yang memiliki jumlah tanggungan keluarga cukup banyak akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan hidup dan pendapatannya, maka seorang pendamping perlu berusaha keras dan lebih baik untuk memenuhi hal tersebut. Kaitannya dengan pendamping adalah seorang pendamping akan bekerja lebih baik agar karirnya menjadi yang utama, dengan demikian pendapatannya juga akan meningkat. Menurut Sitorus (2009), untuk bekerja dengan lebih baik, seorang penyuluh membutuhkan kompetensi yang memadai. Ivan et al. (2014), mengemukakan banyaknya jumlah tanggungan keluarga, akan mendorong penyuluh pertanian (kehutanan) untuk melakukan banyak kegiatan/aktivitas terutama dalam mencari dan menambah pendapatan keluarga.

Lama Bertugas

Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel lama bertugas PKSM dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung > X

2

tabel sebesar

1,065, artinya ada perbedaan dalam hubungannya lama bertugas PKSM terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara lama bertugas dengan tingkat peran PKSM memiliki tingkat hubungan yang cukup cukup kuat karena terletak antara 0,400 0,590 dengan nilai C sebesar 0,491.

Uraian di atas diperkuat dengan data dari Tabel 2 yang menjelaskan bahwa lama bertugas (5 6 tahun) memiliki tingkat peran yang lebih rendah dibanding-kan dengan lama bertugas pendamping yang tergolong lama (>6 tahun). Hal ini berarti lama bertugas yang pernah dikerjakan pendamping berhubungan cukup erat dengan peran pendamping yang tinggi. Pengalaman seseorang berkaitan dengan masa kerja atau lama bertugas, semakin lama

seseorang bertugas dalam pekerjaanya berarti semakin baik keterampilan dan keahlian seseorang untuk melakukan inovasi. Diperkuat dengan penelitian Sari(2013), menyatakan bahwa masa kerja penyuluh menunjukkan lama penyuluh menduduki jabatan fungsional sebagai penyuluh pertanian. Masa kerja sebagai salah satu faktor penting karena semakin lama masa kerja, penyuluh pertanian akan semakin menguasai bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga akan semakin matang dan berpengalaman dalam melaksanakan fungsi tugas-nya. Selain itu, menurut Saydan dalam Ivan et al. (2014), yang menyatakan bahwa penyuluh yang sudah lama bertugas akan lebih mudah untuk mengetahui karakter petani yang dihadapinya di lapangan sehingga lebih mudah menggunakan metode penyuluhan yang akan dilakukan di lapangan.

Kekosmopolitanan

Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel kekosmopolitanan dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung > X2tabel sebesar

2,222, artinya ada perbedaan dalam hubungan setiap tingkat kekosmopolitanan terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara kekosmopolitanan dengan tingkat peran PKSM memiliki tingkat hubungan yang cukup kuat karena terletak antara 0,400 0,590 dengan nilai C sebesar 0,555.

Kekosmopolitan merupakan sifat keterbukaan pendamping pada informasi dari berbagai sumber. Penelitian ini tingkat kekosmopolitanan diukur dari frekuensi pendamping melakukan kontak dengan pihak-pihak di luar kecamatan untuk mencari informasi berkaitan dengan kegiatan pendampingan dan kemauan pendamping menerima ide-ide baru yang diperoleh. Berdasarkan uraian di atas, kekosmopolitanan berhubungan dengan peran pen-damping dengan tingkat hubungan yang cukup erat. Artinya, semakin terbuka pendamping terhadap informasi dari berbagai sumber dapat meningkatkan perannya sebagai pendamping bagi masyarakat.

Hal tersebut terbukti dari Tabel 2 yang men-jelaskan bahwa tingkat kekosmopolitanan yang rendah (1 3) memiliki tingkat peran yang rendah pula dibandingkan dengan tingkat kekosmopolitanan yang tinggi (>3). Tingkat kekosmopolitanan seorang pendamping ditunjukkan dengan jumlah kunjungan pendamping di luar wilayah binaanya (di luar kecama-tan) dalam satu bulan dengan melakukan kontak sosial terhadap petugas pendamping lainnya. Kunjungan tersebut dilakukan untuk mencari informasi serta inovasi baru khususnya dibidang kehutanan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pendamping untuk disalurkan bagi kelompok tani hutan.

Menurut Marius et al. (2007), sikap-sikap kekosmopolitanan adalah sumber belajar yang dapat mempertajam kualitas dan kemampuan nalar, kecerdasan, kompetensi, dan kecakapan seseorang yang pada akhirnya akan juga memengaruhi kinerja seseorang. Kinerja seseorang yang baik maka orang

(7)

tersebut telah menjalankan perannya dengan baik. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa kekosmopolita-nan berhubungan dengan peran pendamping, karena berkaitan dengan banyaknya informasi yang diperoleh pendamping untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendamping.

Keterdedahan Informasi

Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel keter-dedahan informasi dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung > X

2

tabel sebesar

0,138, artinya setiap tingkat keterdedahan informasi ada perbedaan dalam hubungannya terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara keterdedahan informasi dengan tingkat peran PKSM memiliki tingkat hubungan yang sangat lemah karena terletak antara 0,000 0,190 dengan nilai C sebesar 0,164.

Tingkat hubungan keterdedahan informasi pen-damping dengan peran penpen-damping memiliki tingkat hubungan yang kurang erat. Hal tersebut berarti banyaknya jumlah sumber informasi yang dicari pendamping tidak membuat tingkat peran pen-damping tersebut tinggi pula. Terbukti dari Tabel 2 menjelaskan tingkat keterdedahan informasi yang rendah (1 2) memiliki tingkat peran yang tinggi dibandingkan dengan tingkat keterdedahan yang tinggi (>2).

Keterdedahan informasi yang dimaksud dapat melalui media massa (media cetak maupun elek-tronik) ataupun melakukan kontak sosial dengan sumber informasi lainnya. Sumber informasi yang dicari oleh pendamping secara kesuluruhan ber-sumber dari buku, televisi, dan bertemu dengan penyuluh yang lebih berpengalaman dalam bidang kehutanan. Umumnya pendamping memperoleh informasi dari berbagai sumber baik dari teman, sesama penyuluh lainnya, dan media massa. Sumber informasi yang sering dicari oleh pendamping adalah dengan melakukan kontak sosial dengan penyuluh pegawai negeri sipil (PNS) dan penyuluh swadaya lainnya. Kontak sosial ini dilakukan untuk mencari informasi baru mengenai bidang kehutanan dan mempelajari masalah yang sama dengan pendamping

lainnya sehingga dapat bertukar pikiran dalam memecahkan bersama permasalahan yang dihadapi. Menurut Tondok et al. (2013), individu atau kelompok yang memiliki jaringan informasi lebih luas akan lebih mudah memperoleh informasi sehingga mempunyai modal sosial yang tinggi dan mempunyai peluang untuk melakukan adopsi teknologi.

Faktor-Faktor Eksternal yang Berhubungan Dengan Peran PKSM

Pengakuan Keberhasilan

Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel pengakuan keberhasilan dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung > X

2

tabel sebesar

2,224, artinya setiap pengakuan keberhasilan yang diperoleh PKSM ada perbedaan dalam hubungannya terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara pengakuan keberhasilan dengan tingkat peran PKSM memiliki tingkat hubungan yang cukup kuat karena terletak antara 0,400 0,590 dengan nilai C sebesar 0,555.

Hubungan yang cukup erat antara pengakuan keberhasilan dengan peran pendamping, menunjuk-kan bahwa dengan adanya pengakuan keberhasilan yang diberikan oleh lembaga penyuluhan akan meningkatkan peran pendamping dalam menjalankan tugasnya. Tabel 3 menjelaskan bahwa pengakuan keberhasilan yang rendah (tidak ada) memiliki tingkat peran yang rendah pula, tingkat pengakuan yang tinggi (1 3) memiliki tingkat peran yang tinggi pula.

Pengakuan keberhasilan ditunjukkan dengan adanya pemberian penghargaan atau piagam atas prestasi keberhasilan yang pernah diraih. Menurut Mariuset al. (2007), adanya penghargaan yang tinggi

dari pemerintah dan masyarakat terhadap penyuluh menempatkan seseorang sebagai figur yang populer, yang terbuka terhadap berbagai ide dan gagasan, yang hidup dan selalu berinteraksi dengan petani dan lembaga atau orang lain yang terkait demi kemajuan pertanian (kehutanan). Adanya pengakuan akan keberhasilan yang pernah dicapai akan memotivasi pendamping untuk lebih meningkatkan kualitas kerjanya, sehingga peran yang dimainkan

pendam-Tabel 3 Distribusi hubungan faktor eksternal individu dengan peran PKSM

Faktor external pendamping

Tingkat peran

pendamping Jumlah (%) X2hitung

X2tabel

(0,90) C Tinggi Rendah

Tingkat pengakuan keberhasilan Rendah (tidak ada)

Tinggi (1 3) 1 2 2 0 3 2 60 40 2,222 0,016 0,555 Jumlah 3 2 5 Intensitas supervisi Rendah (1 2 kali) Tinggi (>2 kali) 1 2 2 0 4 1 80 20 2,222 0,016 0,555 Jumlah 3 2 5 Sarana prasarana Rendah (1 3) Tinggi (>3) 1 2 1 1 3 2 60 40 0,138 0,016 0,164 Jumlah 3 2 5

(8)

ping akan tinggi pula. Selama menjadi pendamping, PKSM hanya mendapatkan piagam penghargaan sebagai PKSM berprestasi dari BP4K Lampung Tengah dan hal ini dapat memacu PKSM untuk lebih baik lagi dalam menjalankan tugasnya. Hasil penelitian, pendamping mengharapkan penghargaan yang lebih bermanfaat dari lembaga penyuluh, seperti adanya pemberian honor dari tugas yang pernah dilakukan sehingga dapat memacu semangat pendamping untuk lebih berprestasi lagi.

Intensitas Supervisi

Intensitas supervisi diukur dari frekuensi kegiatan pembinaan lembaga penyuluhan kepada pendamping penyuluhan kehutanan. Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel intensitas supervisi dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung >

X2tabel sebesar 2,222, artinya setiap intensitas

supervisi yang diberikan lembaga penyuluh ada perbedaan dalam hubungannya terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara intensitas supervisi dengan tingkat peran PKSM memiliki tingkat hubungan yang cukup kuat karena terletak antara 0,400 0,590 dengan nilai C sebesar 0,555.

Intensitas supervisi ini diberikan melalui pembina-an ypembina-ang diberikpembina-an lembaga penyuluh kepada PKSM, pembinaan ini dimaksudkan untuk menambah pengembangan keterampilan dan kemampuan pendamping dalam memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Tabel 3 menunjukkan bahwa intensitas supervisi yang tinggi (>2 kali/tahun) memiliki tingkat peran yang tinggi dibandingkan dengan intensitas yang supervisi rendah (1 2 kali/tahun). Berdasarkan hasil wawancara di lokasi penelitian diperoleh keterangan bahwa supervisi yang dilakukan bersifat koordinasi antara PKSM dengan lembaga penyuluh, yaitu BP3K di tingkat kabupaten. Koordinasi ini dilakukan agar terjadi kesesuaian antara program penyuluh kehutanan Kabupaten dengan kegiatan yang dilakukan oleh PKSM. Semakin sering pembinaan yang diberikan oleh lembaga penyuluhan bagi petugas pendamping maka akan semakin banyak tambahan pengetahuan serta keterampilan pendamping dalam kegiatan pendampingan bagi petani hutan. Menurut Hadiyanti (2002), pembinaan merupakan sarana pengembangan penyuluh, karena dari hasil pembinaan tersebut akan mendorong peningkatan kerja. Peningkatan kerja mengindikasi-kan adanya peran yang baik oleh seorang pen-damping.

Sarana Prasarana Pendampingan

Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel sarana prasarana pendampingan dengan tingkat peran PKSM yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung > X

2 tabel

sebesar 0,138, artinya setiap ketersediaan sarana prasarana pendampingan ada perbedaan dalam hubungannya terhadap tingkat peran PKSM. Hubungan antara sarana prasarana pendampingan

dengan tingkat peran PKSM memiliki tingkat hubungan yang sangat lemah karena terletak antara 0,000 0,190 dengan nilai C sebesar 0,164.

Tabel 3 menunjukkan ketersediaan sarana prasarana yang tinggi (>3) memiliki tingkat peran pendamping yang tinggi dibanding dengan tingkat ketersediaan sarana prasarana yang rendah (1 3). Diperkuat dengan hasil penelitian Sahera et al. (2014), menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan penyuluhan dan kinerja penyuluh, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar penyuluhan dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien. Ketersediaan sarana prasarana yang ada dapat memberikan kelancaran dalam proses pendampingan bagi kelompok tani hutan.

Sarana prasarana yang ada di Kecamatan Sendang Agung, yaitu seperti balai pertemuan penyuluhan, papan tulis, lahan unit percontohan, dan bibit/benih tanaman, namun balai penyuluhan perlu perbaikan karena kondisinya yang sudah rusak dan tidak adanya saluran listrik. Selain itu, sarana komunikasi, seperti poster, leaflet, dan lainnya belum secara maksimal digunakan oleh pendamping karena pendamping berkomunikasi secara langsung dengan petani hutan.

KESIMPULAN

Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) sebagai pendamping memiliki peran yang tinggi dalam membantu masyarakat untuk men-dapatkan izin HKm di Kecamatan Sendang Agung dengan berperan sebagai dinamisator, mediator, fasilitator, motivator, dan edukator.

Faktor internal dan eksternal pendamping berhubungan nyata dengan tingkat peran pendam-ping. Faktor internal yang menunjukkan hubungan kuat dengan peran pendamping adalah pendidikan non-formal, jumlah tanggungan keluarga, lama bertugas, dan kekosmopolitanan. Faktor eksternal yang berhubungan kuat dengan peran pendamping adalah pengakuan keberhasilan pendamping, dan intensitas supervisi.

DAFTAR PUSTAKA

Anwas OM. 2013. Pengaruh Pendidikan Formal, Pelatihan, dan Intensitas Pertemuan Terhadap Kempetensi Penyuluh Pertanian. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaaan. 19(1): 50 61.

Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. PT Rineka Cipta, Jakarta

(ID).

Azhari R. 2013. Pengaruh Karakteristik Individu dan

Peran Penyuluh dalam Peningkatan Diversifikasi Pangan Rumah Tangga. [Tesis]. Bogor (ID):

(9)

Darmawan I. 2009. Profil PKSM Lampung Tengah. Penyuluh Swadaya. Sendang Asih.

Hadiyanti P. 2002. Kinerja Penyuluh Kehutanan

dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya (Kasus di

Kabupaten Cianjur). [Tesis] Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Ivan M, Sihombing, Jufri LM. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Motivasi Petugas Penyuluh Lapangan Pertanian (Kasus: Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang). Jurnal on Social Economic of Agriculture

and Agribusiness. 3(1): 85 97.

Kementerian Kehutanan. 2014. Permenhut No.

88/Menhut-II/2014 tentang Hutan

Kemasya-rakatan. Departemen Kehutanan, Jakarta (ID).

Mardikanto T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. UNS Press Sebelas Maret, Surakarta (ID).

Marius AJ, Sumardjo, Slamet M, Asngari PS. 2007. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Penyuluh Terhadap Kompetensi Penyuluh di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penyuluhan. 3(2): 8 19.

Purwatiningsih A, Ismani, Noor I. 2004. Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa. Jurnal Ilmiah Administrasi

Publik. 4(2): 75 83.

Ramadoan S, Muljono P, Pulungan I. 2013. Peran PKSM dalam Meningkatkan Fungsi Kelompok Tani dan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Bima, NTB. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi

Kehutanan. 3(3): 199 120.

Sahera SL, Rosnita, Sayamar E. 2014. Persepsi Penyuluh Terhadap Pentingnya Peran Penyuluhan Perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar. Jurnal Online Mahasiswa. 1(1): 900 910.

Sari MA. 2013. Kinerja Penyuluh Pertanian dalam

Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.

[Tesis]. Denpasar (ID): Universitas Udayana. Sariyem, Yulida R, Kausar. 2015. Persepsi Petani

Terhadap Pentingnya Peran Penyuluhan Perkebunan Karet (Hevea brasiliensi Muell arg) di Kecamatan Gunung Toar Kabupaten Kuantan Singingi. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas

Pertanian. 2(1): 164 172.

Siegel S. 1997. Statistik Non Parametrik Untuk

Ilmu-ilmu Sosial. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

(ID).

Sitorus L. 2009. Hubugan Karakteristik Dengan

Kopetensi Penyuluh Pertanian di Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. [Tesis]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan dan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Alfabeta, Bandung (ID).

Tondok RA, Mappigau P, Kaimuddin. 2013. Pengaruh

Motivasi, Modal Sosial dan Peran Model Terhadap Adopsi Teknologi PTT di Kabupaten Maros. pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/4c0f0984ba54a9035 c432da38a75aaa6.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2015.

Van den Ban AW, Hawkins HS. 1999. Penyuluhan

Pertanian. Penerbit Kanisius, Yogyakarta (ID).

Yulida R, Kausar, Marjelita L. 2012. Dampak Kegiatan Penyuluhan Terhadap Perubahan Perilaku Petani Sayuran di Kota Pekanbaru. Indonesian Jurnal of

Agricultural Economics (IJAE). 3(1): 37 58.

Yunasaf U, Tasripin SD. 2011. Peran Penyuluh dalam Proses Pembelajaran Peternak Perah di KSU Tandangsari Sumedang. Jurnal Ilmu Ternak. 11(2): 98 103.

Referensi

Dokumen terkait

Dari perumusan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis, dapat dikemukakan bahwa maksud dan tujuan penelitian ini adalah mengetahui Hubungan Persepsi Atas Bagi

This study aimed to determine whether the core quality, relational quality, perceived value, customer satisfaction service, switching and voice significant effect

bahwa penetapan batas wilayah Kelurahan Jatimakmur Kecamatan Pondokgede Kota Bekasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, telah disepakati oleh masing-masing pihak yang

Jawatankuasa Pembangunan Profesionalisme Berterusan (CPD) Jawatankuasa Pelaksanaan Program Transformasi Minda (PTM) Jawatankuasa Penyelaras JITU8. Jawatankuasa Penyelidikan (JIP)

Dari hasil analisis pada kasus Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008, maka dapat disimpulkan bahwa metode sampling stratified random sampling adalah metode sampling

Dari pengujian statistik deskripsi nilai minimum variabel kompetensi berada pada 3.00 dan nilai maximal 5.00 dengan rata-rata nilai mean 4.42 hasil ini menunjukan bahwa

The significant accounting policies in Note 2h describe how the categories of the financial assets and financial liabilities are measured and how income and expenses, including

: Oke, kalau di PKBI itu nanti yang turun ke lapangan dihendel sama relawan-relawan, Cuma masalahnya adalah ketika mereka turun lapangan ada 4 tugas, yang pertama itu cuma sekedar