• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaksi Obat - Reseptor (Kelompok Ix)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Interaksi Obat - Reseptor (Kelompok Ix)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH FARMAKOKIMIA

MAKALAH FARMAKOKIMIA

INTERAKSI OBAT RESEPTOR 

INTERAKSI OBAT RESEPTOR 

Disusun Oleh: Disusun Oleh: W

Waaggiiyyaannttii FFAA//0088339955 A

Annnniisshhffiia a LL..RR.. FFAA//0088339999 M

Maayya a IInnddrra a RR.. FAFA//0088440000 N

Nuurruul l RRaahhmma a FF.. FFAA//0088440055 P

Prriihhaattiiwwi i AA.. FFAA//0088440066

K Keelloommppookk : : IIXX K Keellaass : : FFSSI I 22000099 FAKULTAS FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA YOGYAKARTA

2011 2011

(2)

INTERAKSI OBAT RESEPTOR  INTERAKSI OBAT RESEPTOR 

A

A.. PEPENNDDAAHUHULLUAUANN

Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat

Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat berinteraksi secara selektif dengan sistemberinteraksi secara selektif dengan sistem  biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek, dapat menekan suatu  biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek, dapat menekan suatu sistem, atau tidak berinteraksi secara langsung dengan suatu sistem tetapi dapat sistem, atau tidak berinteraksi secara langsung dengan suatu sistem tetapi dapat memodulasi efek dari obat lain. Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul memodulasi efek dari obat lain. Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan ligan (obat, hormon, seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan ligan (obat, hormon, neurotransmiter) untuk memicu proses biokimiawi antara dan di dalam sel yang akhirnya neurotransmiter) untuk memicu proses biokimiawi antara dan di dalam sel yang akhirnya menimbulkan efek. (Ikawati, 2006). Reseptor merupakan senyawa biopolimer dalam menimbulkan efek. (Ikawati, 2006). Reseptor merupakan senyawa biopolimer dalam tubuh orgnisme yang dapat berinteraksi dengan senyawa kimia tertentu sehingga tubuh orgnisme yang dapat berinteraksi dengan senyawa kimia tertentu sehingga menghasilkan tanggapan biologis. Secara umum, reseptor adalah suatu protein integral menghasilkan tanggapan biologis. Secara umum, reseptor adalah suatu protein integral misalnya makromolekul polipeptida yang tertanam pada lapisan fosfolipida pada misalnya makromolekul polipeptida yang tertanam pada lapisan fosfolipida pada membran sel. Reseptor bekerja dalam lingkungan membran sel, sehingga sifat dan membran sel. Reseptor bekerja dalam lingkungan membran sel, sehingga sifat dan mekanisme aksi dari reseptor akan tergantung pada lingkungan kimia dari membran mekanisme aksi dari reseptor akan tergantung pada lingkungan kimia dari membran fosfolipid. Selain di membran sel, beberapa reseptor juga terdapat di dalam sitoplasma fosfolipid. Selain di membran sel, beberapa reseptor juga terdapat di dalam sitoplasma dan membran inti sel.

dan membran inti sel.

Reseptor berfungsi untuk mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifitas Reseptor berfungsi untuk mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifitas yang tinggi dan meneruskan signal tersebut ke dalam

yang tinggi dan meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara yaitu:sel melalui beberapa cara yaitu: 1.

1. PerubPerubahan ahan permepermeabilitabilitas memas membranbran 2.

2. PePembmbenentutukakann second messenger  second messenger 

3.

3. MempeMempengarngaruhi uhi transtranskripskripsi gei genn

Gambar 1. Pengikatan ligan oleh reseptor dan penerusan sinyal. Gambar 1. Pengikatan ligan oleh reseptor dan penerusan sinyal.

(3)

INTERAKSI OBAT RESEPTOR  INTERAKSI OBAT RESEPTOR 

A

A.. PEPENNDDAAHUHULLUAUANN

Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat

Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat berinteraksi secara selektif dengan sistemberinteraksi secara selektif dengan sistem  biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek, dapat menekan suatu  biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek, dapat menekan suatu sistem, atau tidak berinteraksi secara langsung dengan suatu sistem tetapi dapat sistem, atau tidak berinteraksi secara langsung dengan suatu sistem tetapi dapat memodulasi efek dari obat lain. Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul memodulasi efek dari obat lain. Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan ligan (obat, hormon, seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan ligan (obat, hormon, neurotransmiter) untuk memicu proses biokimiawi antara dan di dalam sel yang akhirnya neurotransmiter) untuk memicu proses biokimiawi antara dan di dalam sel yang akhirnya menimbulkan efek. (Ikawati, 2006). Reseptor merupakan senyawa biopolimer dalam menimbulkan efek. (Ikawati, 2006). Reseptor merupakan senyawa biopolimer dalam tubuh orgnisme yang dapat berinteraksi dengan senyawa kimia tertentu sehingga tubuh orgnisme yang dapat berinteraksi dengan senyawa kimia tertentu sehingga menghasilkan tanggapan biologis. Secara umum, reseptor adalah suatu protein integral menghasilkan tanggapan biologis. Secara umum, reseptor adalah suatu protein integral misalnya makromolekul polipeptida yang tertanam pada lapisan fosfolipida pada misalnya makromolekul polipeptida yang tertanam pada lapisan fosfolipida pada membran sel. Reseptor bekerja dalam lingkungan membran sel, sehingga sifat dan membran sel. Reseptor bekerja dalam lingkungan membran sel, sehingga sifat dan mekanisme aksi dari reseptor akan tergantung pada lingkungan kimia dari membran mekanisme aksi dari reseptor akan tergantung pada lingkungan kimia dari membran fosfolipid. Selain di membran sel, beberapa reseptor juga terdapat di dalam sitoplasma fosfolipid. Selain di membran sel, beberapa reseptor juga terdapat di dalam sitoplasma dan membran inti sel.

dan membran inti sel.

Reseptor berfungsi untuk mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifitas Reseptor berfungsi untuk mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifitas yang tinggi dan meneruskan signal tersebut ke dalam

yang tinggi dan meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara yaitu:sel melalui beberapa cara yaitu: 1.

1. PerubPerubahan ahan permepermeabilitabilitas memas membranbran 2.

2. PePembmbenentutukakann second messenger  second messenger 

3.

3. MempeMempengarngaruhi uhi transtranskripskripsi gei genn

Gambar 1. Pengikatan ligan oleh reseptor dan penerusan sinyal. Gambar 1. Pengikatan ligan oleh reseptor dan penerusan sinyal.

(4)

Berdasarkan tranduksi sinyalnya, maka reseptor dapat diklasifikasikan menjadi 4 Berdasarkan tranduksi sinyalnya, maka reseptor dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu:

kelompok, yaitu: a.

a. ResResepteptor kanor kanal ional ion (re(resepseptor iontor ionotrotropiopik)k)

Reseptor kanal ion merupakan reseptor membran yang langsung terhubung oleh Reseptor kanal ion merupakan reseptor membran yang langsung terhubung oleh suatu kana

suatu kanal ion dan memperl ion dan memperantaraantarai aksi simpatii aksi simpatik yang cepatk yang cepat.. ContoContoh : reseptor h : reseptor  asetilkolin nikotonik, GABA, dan glutamat.

asetilkolin nikotonik, GABA, dan glutamat.  b.

 b. ReseptReseptor terhor terhubung ubung dengadengan protn protein Gein G

Reseptor terhubung protein-G merupakan reseptor membran yang tergandeng Reseptor terhubung protein-G merupakan reseptor membran yang tergandeng dengan sistem efektor yang disebut protein G. Selain disebut reseptor metabotropik, dengan sistem efektor yang disebut protein G. Selain disebut reseptor metabotropik, reseptor ini juga sering disebut reseptor 7 trans membran karena rangkaian peptide ini reseptor ini juga sering disebut reseptor 7 trans membran karena rangkaian peptide ini melintasi membrane sebanyak 7 kali. Reseptor ini memperantarai aksi yang lambat melintasi membrane sebanyak 7 kali. Reseptor ini memperantarai aksi yang lambat  beberapa neurotransmitter dan hormon. Contoh : reseptor adrenergik, serotonin, dan  beberapa neurotransmitter dan hormon. Contoh : reseptor adrenergik, serotonin, dan

asetilkolin muskarinik. asetilkolin muskarinik. c.

c. ReseptReseptor yanor yang terkg terkait deait dengan angan aktifitktifitas kinasas kinasee (tiros(tirosin kinin kinase)ase)

Reseptor tirosin kinase merupakan reseptor single transmembran yang memiliki Reseptor tirosin kinase merupakan reseptor single transmembran yang memiliki aktivitas kinase dalam sinyal transduksinya. Contoh : reseptor sitokin,

aktivitas kinase dalam sinyal transduksinya. Contoh : reseptor sitokin, growth factor  growth factor ,,

dan insulin. dan insulin. d.

d. ResResepteptor or intintrasraselel

Reseptor intraseluler merupakan jenis reseptor yang berada pada membran sel Reseptor intraseluler merupakan jenis reseptor yang berada pada membran sel khususnya pada sitoplasma dan nukleus. Artinya langsung mengatur transkripsi gen khususnya pada sitoplasma dan nukleus. Artinya langsung mengatur transkripsi gen yang menentukan sintesis protein tertentu.Contoh : reseptor PPAR 

yang menentukan sintesis protein tertentu.Contoh : reseptor PPAR γ.γ.

Gambar 2. Macam reseptor berdasar transduksi sinyal. Gambar 2. Macam reseptor berdasar transduksi sinyal.

(5)

Gambar 3. Macam reseptor berdasar transduksi sinyal.

Untuk dapat berinteraksi dengan reseptor spesifik molekul obat harus mempunyai faktor sterik dan distribusi muatan yang spesifik pula. Interaksi obat-reseptor terjadi melalui dua tahapan yaitu :

1. Interaksi molekul obat dengan reseptor spesifik dan memerlukan energi

2. Interaksi yang dapat menyebabkan perubahan konformasi makromolekul protein sehingga timbul respon biologis dan memerlukan efikasi atau aktivitas intrinsik.

B. TEORI OBAT RESEPTOR 

Mekanisme timbulnya respon biologis dapat dijelaskan dengan teori interaksi obat-reseptor. Ada beberapa teori interaksi obat-reseptor, antara lain:

1. Teori Klasik 

Ehrlich (1907) memperkenalkan istilah reseptor dan membuat konsep sederhana tentang interaksi antara obat-reseptor, dimana obat tidak akan dapat menimbulkan efek  tanpa mengikat reseptor. Interaksi yang terjadi antara struktur dalam tubuh (sisi reseptor) dengan molekul asing yang sesuai (obat) yang saling mengisi akan menimbulkan suatu respon biologis.

2. Teori Pendudukan

Dikemukakan oleh Clark pada tahun 1926. Teori ini memperkirakan satu molekul obat akan menempati satu sisi reseptor. Obat harus diberikan dalam jumlah

(6)

 berlebih agar tetap efektif selama proses pembentukan kompleks. Besar efek biologis yang terjadi sesuai dengan jumlah reseptor spesifik yang diduduki molekul obat yang  juga sebanding dengan banyak kompleks obat-reseptor yang terbentuk.

Setiap struktur molekul obat harus mengandung bagian yang secara bebas dapat menunjang afinitas interaksi obat dengan reseptor dan mempunyai efisiensi untuk  menimbulkan respon biologis akibat kompleks obat – resptor. Jadi respon biologis merupakan fungsi dari jumlah kompleks obat-reseptor. Respon biologis yang terjadi dapat merupakan rangsangan aktivitas (efek agonis) dan pengurangan aktivitas (efek  antagonis).

3. Teori Kecepatan

Croxattodan Huidobro (1956), memberikan postulat bahwa obat hanya efisien   pada saat berinteraksi dengan reseptor. Kemudian teori ini dijelaskan oleh Paton

(1961) yang mengemukakan bahwa efek biologis setara dengan kecepatan ikatan obat-reseptor dan bukan dari jumlah obat-reseptor yang diduduki oleh obat. Pada teori ini, tipe kerja obat ditentukan oleh kecepatan penggabungan (asosisasi) dan peruraian (disosiasi) komplek obat-reseptor dan bukan dari pembentukan komplek obat-reseptor  yang stabil. Senyawa dikatakan agonis jika kecepatan asosiasi (sifat mengikat reseptor) dan disosiasi besar. Senyawa dikatakan antagonis jika kecepatan asosiasi sangat besar sedangkan disosiasinya kecil. Dan senyawa agonis parsial adalah jika kecepatan asosiasi dan disosiasinya tidak maksimal.

4. Teori Kesesuaian Terimbas (Fit-induced Theory)

Koshland (1958) mengemukakan bahwa ikatan enzim dan substrat dapat menginduksi terjadinya perubahan konformasi struktur enzim sehingga menyebabkan orientasi gugus-gugus enzim. Diduga bahwa enzim atau protein membran memegang  peranan penting dalam pengangkutan ion. Bila perubahan struktur protein mengarah  pada konfigurasi sehingga obat tidak terikat kuat dan mudah terdisosiasi maka terjadi efek agonis. Sedangkan bila obat menjadi terikat cukup kuat, maka terjadi efek  antagonis.

Contohnya pada pengikatan substrat pada enzim fosfoglukomutase dapat menginduksi perubahan konformasi enzim. Perubahan konformasi ini menyebabkan asam amino lisin dan metionin menjadi “tertutup” dan gugus SH menjadi terbuka. Hal

(7)

reseptor. Diduga bahwa enzim atau protein membrane memegang peranan penting dalam mengatur pengangkutan ion. Substrat, seperti asetilkolin, akan mengikat reseptor atau protein membran dan mengubah kekuatan normal yang menstabilkan struktur protein, terjadi penataulangan struktur membran sehingga sifat pengaturan ion   berubah. Bila perubahan struktur protein mengarah pada konfigurasi sehingga obat terikat kurang kuat dan mudah terdisosiasi, terjadi efek agonis. Bila interaksi obat-  protein mengakibatkan perubahan struktur protein sehingga obat terikat cukup kuat, terjadi efek antagonis. Proses interaksi enzim-substrat dijelaskan dengan mekanisme model tempat aktif elastis. Pada teori ini intinya adalah bahwa reseptor bisa menyesuaikan bentuk obatnya jika sudah berdekatan dengan obat (Siswandono dkk, 2000).

5. Teori Gangguan Makromolekul (Teori Usikan Makromolekul)

Menurut Belleau (1964), interaksi mikromolekul obat dengan makromolekul   protein dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk konformasi reseptor. Obat

agonis mempunyai aktivitas intrinsik dan dapat mengubah struktur reseptor menjadi  bentuk SCP sehingga menimbulkan respon biologis (Gangguan konformasi spesifik). Sedangkan obat antagonis tidak mempunyai aktivitas intrinsik dan dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk NSCP sehingga menimbulkan efek pemblokan (Gangguan konformasi tidak spesifik). Contohnya: Garam akriltrimetilamonium pada reseptor muskarinik atau asetilkolinesterase, antihistamin pada reseptor histamin A (Siswandono dkk, 2000).

6. Teori Pendudukan-Aktivasi

Ariens dan Rodrigues de Miranda (1979) mengemukakan bahwa sebelum   berinteraksi dengan obat, reseptor berada dalam kesetimbangan dinamik antara dua keadaan yang berbeda fungsinya, yaitu bentuk teraktifkan yang dapat menunjang efek    biologi dan bentuk istirahat yang tidak dapat menunjang efek biologis. Senyawa dikatakan agonis bila keseimbangan menuju ke bentuk teraktifkan. Senyawa dikatakan antagonis bila keseimbangan menuju ke bentuk istirahat. Dan senyawa dikatakan agonis parsial bila terjadi bentuk dari keduanya.

Reseptor dari banyak senyawa bioaktif endogen, seperti asetilkolin, histamin, norepinefrin, hormon peptida, dan serotonin, terikat pada protein membran yang   bersifat amfifil. Senyawa agonis biasanya bersifat sangat polar, distabilkan oleh

(8)

  bentuk konformasi reseptor yang relatif polar dan akan menggeser kesetimbangan menuju ke bentuk teraktifkan yang bersifat lebih hidrofil. Senyawa antagonis mempunyai gugus-gugus yang bersifat hidrofob, distabilkan oleh reseptor yang  bersifat hidrofob dan dalam keadaan istirahat sehingga akan menggeser keseimbangan

menuju ke bentuk istirahat. Tempat pengikatan senyawa agonis dan antagonis tidak    perlu ditunjang oleh hubungan struktur dari masing-masing obat (Siswandono dkk,

2000).

7. Konsep Kurir Kedua ( Second Messenger )

Reseptor dari banyak hormon berhubungan erat dengan sistem adenil siklase. Sebagai contoh katekolamin, glucagon, hormon paratiroid, serotonin, dan histamine telah menunjukkan pengaruhnya terhadap kadar siklik-AMP. Interaksi hormon-reseptor dapat mempengaruhi kadar siklik-AMP dalam intrasel, tergantung dari rangsangan dari adenilsiklase. Bila rangsangan tersebut meningkatkan kadar siklik-AMP, hormon dianggap sebagai   first messenger , sedangkan siklik-AMP sebagai  second messenger .

8. Teori Mekanisme dan Farmakofor sebagai dasar Rancangan Obat

Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut: Obat hipertensi penghambat kompetitif enzim pengubah angiotensin (ACE) seperti kaptopril dapat mencegah   perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga menimbulkan efek   peningkatan tekanan darah. Interaksi kaptopril dengan ACE dapat berlangsung karena

adanya gugus-gugus farmakofor spesifik dan hal ini dapat digunakan untuk merancang turunan kaptopril lain seperti enalapril dan lisinopril. Enalapril mempunyai masa kerja lebih panjang karena mengandung gugus-gugus yang bersifat lebih lipofil.

C. TOPOGRAFI DAN PERTIMBANGAN STEREOKIMIA

Dalam bagian ini, akan dipelajari aspek molekuler dan topografi serta stereokimia kompleks obat-reseptor.

1. Susunan spasial atom

(9)

Gambar 4. Struktur antihistamin.

dimana Ar 1 adalah aril, misalnya fenil, fenil tersubstitusi, atau heteroaril. Sedangkan Ar 2  berupa aril atau metal aril. X berupa CH-O- , N-, atau CH-; C-C adalah sebuah rantai karbon pendek yang mungkin jenuh, bercabang, mengandung ikatan ganda, atau menjadi bagian dari sistem cincin. senyawa ini disebut antihistamin karena mereka merupakan antagonis dari reseptor histamin yang dikenal sebagai reseptor H1. Jika

orang yang peka terkena alergen, maka antibody akan diproduksi,sehingga reaksi antigen-antibodi terjadi. Ikatan histamine dengan reseptor H1 dapat menstimulasi otot

  polos dan menyebabkan reaksi hipersensitiv atau alergi seperti demam, gatal, dermatitis kontak dan atopik, ruam obat, urtikaria, dan syok anafilaktik. Antihistamin dipakai secara luas untuk mengobati gejala tersebut. Tidak seperti histamine, kebanyakan H1 bloker mengandung golongan amino tersier, biasanya dimetiamin atau

 pirolidin. Pada pH fisiologi, golongan ini akan terprotonasi.

Kesamaan struktur antihistamin menunjukkan bahwa ada situs pengikatan spesifik pada reseptor histamin H1 yang memiliki topoghrapy sesuai yang dapat ber  interaksi dengan kelompok tertentu pada antihistamin yang diatur dalam konfigurasi yang sama. Bagian-bagian dari molekul obat yang berinteraksi dengan reseptor  dikenal sebagai pharmacopore senyawa, yang bertanggung jawab dalam respon   biologis. Meskipun antihistamin merupakan antagonis kompetitif histamin untuk 

reseptor H1, set yang sama dari atom-atom pada reseptor tidak perlu berinteraksi

dengan agonis dan antagonis histamin. Akibatnya, sulit untuk membuat kesimpulan mengenai struktur reseptor berdasarkan hubungan struktur-aktivitas antihistamin. Karena esensialitas dari berbagai bagian dari molekul antihistamin, ada kemungkinan  bahwa persyaratan minimum yang mengikat, termasuk muatan negatif pada reseptor 

untuk berinteraksi dengan kation amonium dan hidrofobik (van der Waals) dalam interaksi dengan kelompok aril. Interaksi tersebut melibatkan banyak interaksi lain.

Dari tampilan yang sangat sederhana interaksi obat-reseptor , tidak mungkin untuk merasionalisasi fakta bahwa enantiomer, yaitu senyawa gambar cermin yang identik di semua sifat fisik dan kimia, kecuali untuk efek mereka pada arah rotasi

(10)

  bidang cahaya terpolarisasi , dapat memiliki sifat mengikat agak berbeda dengan reseptor.

2. Kiralitas obat dan reseptor

Dua kompleks yang terbentuk antara reseptor dan dua enantiomer merupakan diastereomer, sehingga memiliki energi dan sifat kimia yang berbeda. Menurut nomenklatur Ariens, ketika ada stereoselektivitas isomer, isomer lebih aktif disebut eutomer, sedangkan isomer yang kurang aktif disebut distomer. Rasio potensi enansiomer disebut rasio eudismic. Distomer sebenarnya dianggap sebagai pengotor  dalam campuran atau, dalam terminologi Ariens, disebut ballast isomerik. Hal tersebut dapat menyebabkan efek samping dan toksisitas yang tidak diinginkan. Dalam kasus tersebut, distomer untuk aktivitas biologis merupakan eutomer untuk efek samping.

Enantiomer juga mungkin memiliki efek yang berlawanan. Senyawa kiral dapat memiliki stereoselektivitas dengan aksi reseptor, dan stereoselektivitas dari satu senyawa dapat bervariasi untuk reseptor yang berbeda. Harus diingat bahwa (+) dan (-) nomenklatur mengacu pada efek senyawa pada arah rotasi bidang cahaya terpolarisasi, dan tidak ada hubungannya dengan konfigurasi stereokimia molekul. Stereokimia tentang atom karbon kiral dicatat oleh konvensi (R, S) Cahn et al. Karena konvensi (R, S) ditentukan oleh nomor atom dari substituen sekitar pusat kiral, dua senyawa yang memiliki stereokimia yang sama, tetapi dengan substituen yang  berbeda dapat memiliki nomenklatur kiral berlawanan.

Reseptor mampu mengenali dan selektif mengikat isomer optik. Dua enantiomer, seperti (R )-(-)- dan (S )-(+)- epinefrin, berinteraksi dengan reseptor yang hanya memiliki dua binding site. Hal ini dapat menjelaskan bahwa reseptor tidak dapat membedakan kedua enantiomer tersebut. Namun, jika setidaknya ada tiga situs mengikat, reseptor dengan mudah dapat membedakan keduanya. (R )-(-)- isomer  hanya dapat memiliki dua situs interaksi, akibatnya ia memiliki energi ikatan yang lebih rendah. Easson dan Stedman merupakan yang pertama mengenalkan konsep “three-point attachment” ini: reseptor dapat membedakan enantiomer jika ada sedikitnya tiga binding site. Seperti pada reseptor β-adrenergik, struktur reseptor α -adrenergik yang berikatan dengan epinefrin tidak diketahui. reseptor α-adrenergik  memediasi efek vasokonstriksi dari katekolamin pada otot polos bronkus, usus, dan rahim. Rasio eudismic (R / S) untuk aktivitas vasokonstriktor dari epinefrin hanya

(11)

12-20, yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang relatif kecil dalam energi ikatan untuk dua isomer dengan reseptor α-adrenergik.

3. Isomer geometris

Isomer geometrik merupakan diastereomer, stereoisomer yang memiliki atom yang berbeda penataan ruang. Sehingga merupakan senyawa yang berbeda. Karena memiliki konfigurasi yang berbeda, interaksi reseptor juga akan berbeda. Misalnya, aktivitas antipsikotik dari serangkaian Z-2-tersubstitusi analog doksepin ditemukan secara signifikan lebih besar daripada dalam E-isomer. Selain itu, potensi neuroleptik  dari Z-isomer obat antipsikotik chlorprotixene lebih dari 12 kali lebih besar daripada dalam bentuk E-isomer. Sebaliknya, E-isomer dari obat antikanker dietilstilbestrol memiliki aktivitas estrogenik 14 kali lebih besar dari Z-isomer, yang mungkin disebabkan oleh struktur keseluruhan dan jarak interatomik antara dua hidroksil dalam isomer E-mirip dengan estradiol.

Meskipun dalam beberapa kasus cis dan trans nomenklatur tidak sesuai dengan Z dan E, harus diingat bahwa istilah ini didasarkan pada konvensi yang berbeda, jadi menimbulkan banyak kebingungan. Z, E nomenklatur adalah tatanama yang lebih  jelas bila digunakan.

4. Konformasi Isomer

Sebagai akibat dari rotasi bebas dari ikatan dalam molekul asiklik dan fleksibilitas konformasi dalam beberapa senyawa siklik, sebuah obat dapat mengalami  banyak konformasi dalam stukturnya. Sebuah pharmacopore tidak hanya didefinisikan sebagai serangkaian konfigurasi dari sebuah atom melainkan juga konformasi mereka  pada hubungannya dengan reseptor.

Reseptor dapat mengikat satu conformer. Komformer yang berikatan tidak  membutuhkan energi rendah yang diamati di bagian kristalnya, sebagaimana ditentukan secara teoritis dengan kristalografi sinar-X, atau ditentukan oleh spektrofotometri magnet resonance nuclear (NMR), atau teori perhitungan mekanik molekular. Ikatan energi antara ikatan reseptor mampu mengatasi formasi yang tidak stabil akibat konformasi.

Asumsi bahwa interaksi obat-reseptor energi conformer terendah merupakan masalah terpenting dalam banyak desain grafis molekul obat. Dalam rangka untuk 

(12)

desain obat yang lebih efisien sangat penting untuk mengetahui konformasi aktif  dalam komplek obat reseptor.

Melalui pendekatan yang unik, dapat digunakan untuk mengetahui kepastian konformasi aktif dari kompleks antara obat dengan reseptor. Pendekatan ini dapat digunakan untuk meningkatkan sintesis molekul obat yang lebih rigid melalui analog rigid konformasi. Analog konformasi rigid merupakan pilihan yang tepat karena lebih menguntungkan karena hanya memiliki sedikit efek anti emetik/mencegah muntah.

Sebagai contoh yakni senyawa piperidin. Cincin piperidin bisa berada dalam   berbagai konformasi bebas R=F-C6H4CO(CH2)3 memiliki dua bentuk konformasi

kursi dan dua bentuk konformasi kapal. Perbedaannya berada dalam bentuk energi  bebas diantara bentuk gugus hidroksi dibagian aksial dan equatorial yang terhubung dengan senyawa N-metil-4-piperidinol yakni sebesar 0,94±0,05 kkal/mol pada suhu 40ºC. Energi konformasi kapal lebih tinggi 6kkal dibandingkan dengan konformasi kursi, hal ini disebabkan pada konformasi kapal terdapat ikatan hidrogen sehingga senyawa cenderung lebih stabil.(3.37b lebih stabil dari 3.37c).

Sedangkan pada konformasi kursi, terdapat 3 bentuk konformasi yang berbeda. Tiga konformasi kursi yang rigid disintesis untuk menentukan efek pada ikatan dengan reseptor,konformasi dengan gugus hidroksi pada bagian ekuatorial,aksial maupun gabungan keduanya. Hal ini n yang akan mengakibatkan tidak adanya ikatan hidrogen yang terjadi. Pada uji relaksasi otot terhadap beberapa subyek,diperoleh hasil   bahwa konformasi 3.39>3.40>3.38 hal itu menunjukkan bahwa konformasi aksial

lebih stabil dibanding dengan yang lain.

5. Topologi cincin

(13)

  penenang klorpromazin(3.41), antidepresan amitriptilin (3.42) yang memiliki efek  samping penenang, dan obat antidepresan murni seperti imipramin(3.43). Efek  steroelektronik merupakan faktor kunci yang menyebabkan adanya perbedaan jalur  mekanisme timbulnya efek penenang dan antidepresan. Sudut α di bentuk dengan cara menekuk bidang cincin(3.44). Sudut β dibentuk dari perpanjangan melalui karbon no 1 dan karbon no 4 yang dipotongkan. Sedang sudut γ adalah sudut torsi cincin aromatik dilihat dari sisi molekul(3.46).Efek penenang disebabkan penghambatan dari suatu molekul obat pada sudut alpha dan gamma tidak beta, sedangkan campuran antidepresan-  penenang akan menghambat sudut α, dan β tidak γ. Sedangkan untuk  antidepresan murni akan menghambat ketiga cincin, baik α,β dan γ.

6. Kanal Ion Bloker

Kanal ion adalah sebuah politransmebran yang terbentuk dari 3 elemen. Sebuah pori yang bertanggung jawab terhadap perpindahan ion dan satu atau lebih gates yang membuka dan menutup karena respon spesifik yang diterima. Pergerakan konformasi adalah komponen integral yang berfungsi pada kanal ion, 3 bagian dari kanal membuka, menutup dan teraktivasi semua diyakini diatur oleh

perubahan konformasi. Ligan dapat memperoleh akses ke saluran baik  dengan permeasi membran atau melalui bentuk saluran terbuka.

Pergerakan ion-ion kalsium ke dalam sel sangat penting untuk eksitasi dan kontraksi dari otot jantung. Ketika potensial sel jantung mencapai ambang batas, kanal ion natrium akan membuka kemudian ion natrium akan masuk dan akan terjadi kelebihan potensial di dalam sel, keadaan ini menyebabkan jumlah ion kalsium

(14)

rendah. Kanal ion berfungsi dalam kontraksi otot. Sehingga adanya ion-ion calcium channel blocker seperti verapamil nifedipin dan diltiazem dapat digunakan sebagai obat antiangina (mengurangi produksi oksigen), aritmia jantung, dan hipertensi.

Mekanismenya adalah sebagai berikut: obat-obat golongan Ca-bloker akan   bekerja dengan cara menyekat kanal ion Ca tipe L. Adanya blokade ini akan

menyebabkan berkurangnya kadar Ca di dalam sel sehingga akan menurunkan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga kekuatan jantung untuk memompa oksigen akan berkurang.

D. IKATAN YANG TERLIBAT DALAM INTERAKSI OBAT-RESEPTOR 

Respons biologis terjadi akibat adanya interaksi molekul obat dengan gugus fungsional molekul reseptor. Interaksi ini dapat berlangsung karena adanya kekuatan ikatan kimia tertentu. Pada umumnya ikatan obat-reseptor bersifat reversible sehingga

obat segera meninggalkan reseptor bila kadar obat dalam cairan ekstrasel menurun. Untuk ini ikatan yang terlibat pada interaksi obat-reseptor relatif lemah tapi masih cukup kuat untuk berkompetisi dengan ikatan lain. Pada interaksi obat dengan reseptor, senyawa dapat menggabungkan beberapa ikatan yang lemah sehingga secara total menghasilkan ikatan yang cukup kuat dan stabil (Siswandono, 2000).

(15)

1. Ikatan kovalen

Ikatan kovalen terbentuk bila ada dua atom saling menggunakan sepasang elektron secara bersama-sama. Ikatan kovalen merupakan ikatan kimia yang paling kuat dengan rata-rata kekuatan ikatan 100 kkal/mol. Dengan kekuatan ikatan yang tinggi ini, pada suhu normal ikatan bersifat reversible dan hanya dapat pecah bila ada   pengaruh katalisator enzim tertentu. Interaksi obat-reseptor melalui ikatan kovalen

menghasilkan ikatan yang cukup stabil, dan sifat ini dapat digunakan untuk tujuan   pengobatan tertentu (Siswandono dkk, 2000). Ikatan kovalen merupakan interaksi

obat-reseptor yang jarang terjadi selain pada enzim dan DNA (Istyastono, 2006). Contoh obat yang mekanisme kerjanya melibatkan ikatan kovalen :

a. Turunan nitrogen mustar

Turunan nitrogen mustard adalah senyawa pengalkilasi yang pada umumnya digunakan sebagai obat antikanker. Contoh : mekloretamin, siklofosfamid, klorambusil, dan tiotepa. Mekanisme kerjanya dengan cara senyawa dapat melepas Cl- dan membentuk kation antara yang tidak stabil yaitu ion etilen imonium, kemudian diikuti pemecahan cincin membentuk ion karbonium yang bersifat reaktif. Ion ini dapat bereaksi via reaksi alkilasi, dengan gugus elektron donor, seperti gugus karboksilat, fosfat dan sulfhidril pada rantai asam amino, asam nukleat dan protein yg sangat dibutuhkan untuk proses biosintesis sel. Akibatnya  proses pembentuan sel menjadi terganggu dan pertumbuhan sel kanker dihambat.

(16)

Gambar 7. Reaksi alkil

b . Turunan antibioti Turunan penisi senyawa pengasila amino serin dari en sintesis dinding sel   bakteri menjadi l

kematian.

Gambar 8. R 

c. Senyawa organof  Suatu insektisi dari sisi aktif enz gugus serin melalu enzim menjadi ter  katalitik asam amin terhadap serangga. 1) Diisopropilflu

enzim asetilk    jarang digunak  sebagai miotik 

asi mekloretamin dengan gugus fosfat dan aden

a β-laktam

lin dan sefalosporin mengandung cincin β –la i yang kuat dan mempunyai kekhasan tinggi zim transpeptidase, suatu enzim yang mengkat

  bakteri. Reaksi asilasi ini menyebabkan kek  mah dan mudah terjadi lisis sehingga ba

eaksi asilasi gugus amino serin dari enzim trans turunan antibiotika β -laktam

sfat

a dapat berinteraksi dengan gugus serin, suatu m asetikolinesterase. Atom P akan berikatan i reaksi fosforilasi membentuk ikatan kovalen anggu. Hambatan yang terjadi tersebut mem o, sehingga terjadi penumpukan asetilkolin ya

eberapa contoh senyawa organofosfat :

rofosfat (DFP) bersifat toksik dan dapat ber  olinesterase, baik pada manusia maupun ser  an sebagai insektisida. Namun DFP masih b dengan masa kerja yang panjang untuk pengob

il asam nukleat.

tam, merupakan terhadap gugus lisis tahap akhir  atan dinding sel

teri mengalami  peptidase oleh ugus fungsional dengan atom O sehingga fungsi engaruhi proses g bersifat toksik  interaksi dengan angga, sehingga nyak digunakan tan glaucoma.

(17)

2) Malation bers sehingga bany Gambar 9. d. Senyawa As-orga Contoh senyaw sebagai antibakteri. klormerodrin yang gugus sulfhidril d menghasilkan ham  bekerja secara norm

Gambar 10. Reaksi

e. Asam etakrinat Merupakan sua   jenuh. Senyawa ini yang bertanggung   penyerapan kembal

kemudian dikeluar 

ifat sangat khas terhadap enzim asetilkolines k digunakan dalam bidang pertanian sebagai in

Reaksi fosforilasi gugus serin enzim asetilkolin senyawa organofosfat

ik dan Hg-organik 

a asam organik adalah salvarsan dan karbarson Sedangkan senyawa Hg-organik misalnya me empunyai efek diuretik. Senyawa-senyawa in ri enzim atau sisi reseptor membentuk ikat   batan yang bersifat irreversible sehingga en

al.

antara As-organik & Hg-organik dengan gugus

tu diuretik yang strukturnya mengandung gugu dapat membentuk ikatan ovalen dengan gugu   jawab terhadap produksi energi yang di i ion Na+ di tubulus renalis. Na+ yang tidak  an dengan diikuti sejumlah air sehingga terjadi

terase serangga, ektisida. esterase oleh yang digunakan rkaptomerin dan i dapat mengikat an kovalen dan im tidak dapat sulfhidril enzim. s α, β-keto tidak  s SH dari enzim   perlukan untuk  diserap kembali efek diuresis.

(18)

Gambar 11. Mekanisme reaksi asam etakrinat dengan gugus SH enzim.

2. Ikatan ion

Ikatan ionik adalah ikatan yang dihasilkan oleh daya tarik menarik  elektrostatik antara ion-ion yang muatannya berlawanan dimana kekuatan tarik  menarik akan semakin berkurang bila jarak antar ion makin jauh dan pengurangan tersebut berbanding terbalik dengan jaraknya. Energi (E) dari ikatan ion dapat dihitung melalui persamaan Coulomb sebagai berikut:

= 1 . 2 .

Keterangan

a1 dan a2 : muatan ion 1 dan 2

D : tetapan dielektrik medium r : jarak antar ion

Gambar 12. Perbandingan jarak antarion berbagai macam ikatan.

(19)

kefektifan pada jarak yang relatif lebih jauh daripada interaksi obat-reseptor lainnya dan juga dapat berlangsung lebih lama. Interaksi ini dapat diperkuat oleh interaksi simultan yang lain sehingga ikatan ionik menjadi lebih kuat dan bertahan lama (Istyastono, 2006). Contohnya yaitu pada reseptor asetilkolin muskarinik, terdapat

anionic binding site yang dapat mengikat bagian kationik dari asetilkolin dan juga

obat-obat seperti lachesine dan atropin.

Gambar 13. Model ikatan antagonis muskarinik dengan reseptor muskarinik.

3. Interaksi ion-dipol dan dipol-dipol

Disebabkan karena adanya perbedaan keelektronegatifan atom C dengan atom lain seperti O, S, dan N akan menyebabkan distribusi elektron yang tidak simetrik dan menimbulkan adanya dipol elektronik. Dipol pada molekul obat mampu membentuk  ikatan dengan ion atau dipol lain, baik yang mempunyai daerah kerapatan elektron tinggi maupun yang rendah. Gugus-gugus yang mempunyai fungsi dipolar antara lain gugus karbonil, ester, amida, eter dan nitril.

Gambar 14. Gugus-gugus karbonil, ester, eter, amida, nitril.

Dipol-dipol tersebut yang kemudian tertarik oleh ion (interaksi ion-dipol) atau oleh dipol lain (interaksi dipol-dipol) dengan muatan yang berlawanan pada reseptor.

(20)

Karena muatan yang dimiliki dipol kurang kuat dibanding dengan muatan yang dimiliki oleh ion, interaksi dipol-dipol juga lebih lemah dibanding interaksi ion dipol. Contoh Obat yang mekanisme kerjanya melibatkan interaksi ion dipol dan dipol-dipol adalah turunan metadon. Metadon merupakan narkotik analgesik dimana struktrnya mengandung gugus N-basa dankarbonil yang dalam larutan membentuk siklik akibat adanya daya tarik menarik dipol-dipol. Dalam bentuk siklik inilah obat-obat tersebut  berinteraksi dengan reseptor analgesik.

Gambar 15. Bentuk siklik metadon yang diakibatkan oleh adanya interaksi dipol-dipol. Bila gugus C=O dihilangkan atau diganti dengan gugus lain, misal CH2, maka

aktivitas analgesiknya akan hilang. Hal ini disebabkan oleh hilangnya daya tarik  menarik dipol-dipol dan kemampuan membentuk siklik, ssehingga senyawa tidak  dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor analgesik.

4. Ikatan hidrogen

Ikatan hidrogen merupakan salah satu tipe interaksi dipol-dipol yang dibentuk  oleh proton dari gugus X-H (X merupakan suatu atom elektronegatif) dengan atom elektronegatif lainnya (Y) yang memiliki pasangan elektron bebas. Ikatan hidrogen hanya dapat terjadi jika X dan Y adalah atom N, O, atau F. X memindahkan kerapatan elektron pada hidrogen sehingga hidrogen yang terikat pada X memiliki muatan  parsial positif (+) yang tertarik sangat kuat pada pasangan elektron bebas Y.

Ikatan hidrogen merupakan ikatan unik yang terjadi hanya pada hidrogen. Hal ini disebabkan karena hidrogen merupakan satu-satunya atom yang memiliki muatan   positif pada pH fisiologik sambil tetap terikat secara kovalen pada molekul. Ukuran

(21)

Ikatan Hidrogen ada dua macam, yaitu:

a. Ikatan hidrogen intramolekul yaitu ikatan hidrogen yang terjadi dalam satu molekul.

 b. Ikatan hidrogen intermolekul : ikatan hidrogen yang terjadi antar molekul-molekul. Kekuatan ikatan hidrogen intermolekul lebih lemah dibanding ikatan0 hidrogen intramolekul. Ikatan hidrogen dapat mempengaruhi sifat-sifat kimia fisika senyawa, seperti titik didih, titil lebur, kelarutan dalam air, kemampuan pembtkn kelat dan keasaman. Perubahan sifat-sifat tersebut dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis senyawa.

Gambar 16. Asam orto hidroksi benzoat dan asam para hidroksi benzoat

Asam orto hidroksi benzoat mempunyai ikatan hidrogen intramolekul dan secara efektif mengurangi aktivitas gugus -OH dan -COOH terhadap mol air sehingga kelarutan dalam air berkurang. Bentuk orto mempunyai keasaman yang lebih tinggi dan mempunyai kemampuan membentuk khelat yang lebih tinggi dibanding bentuk  meta dan para. Bentuk meta dan para hidroksibenzoat dapat membentuk ikatan hidrogen intermolekul sehingga mempunyai kelarutan dalam air lebih besar  dibandingkan bentuk orto. Perubahan sifat fisika kimia tersebut berpengaruh terhadap aktivitas analgesik dan antibakteri turunan hidroksi benzoat. Ikatan hidrogen juga membantu terhadap kestabilan konformasi α-heliks peptida-peptida dan interaksi  pasangan basa khas, seperti purin dan pirimidin pada DNA. Obat antikanker tertentu, seperti golongan senyawa pengalkilasi, dapat mengalkilasi pasangan basa DNA dan mencegah pembentukan ikatan hidrogen sehingga replikasi normal dari DNA tidak  terjadi.

(22)

Gambar 17. Struktur α-heliks protein

Ikatan hidrogen juga bertanggung jawab terhadap berkurangnya aktivitas obat yang mengandung atom oksigen ketika atom oksigen pada obat tersebut disubstitusi oleh atom sulfur. Sulfur dengan kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen jauh lebih lemah dibanding dengan oksigen tidak dapat berinteraksi secara ikatan hidrogen dengan reseptor, sehingga stabilitas kompleks obat-reseptor berkurang (Istyastono, 2006). Contohnya atom H dari gugus –OH epinefrin dapat berikatan dengan atom O dari gugus –OH serin yang terdapat pada β-adrenergik reseptor.

Gambar 18. Epinephrine dan reseptor β-adrenergik.

5. Kompleks transfer muatan

Molekul (atau gugus) yang merupakan donor elektron yang baik berinteraksi molekul (atau gugus yang merupakan akseptor elektron yang baik, maka donor  elektron dapat memindahkan sebagian muatan pada akseptor alektron. Hal ini dapat membentuk kompleks transfer muatan (charge-transfer complex), yang pada dasarnya merupakan interaksi dipol-dipol molekuler. Interaksi transfer muatan dipercaya menyediakan energi untuk interkalasi obat-obat antimalaria tertentu dengan DNA   parasit, contoh lain adalah interaksi antara tirosin pada reseptor dengan fungisida

(23)

Gambar 19. Interaksi Transfer muatan.

6. Gaya London dan Van Der Waals

Atom-atom pada molekul nonpolar dapat memiliki distribusi rapatan elektron nonsimetrik yang bersifat temporer yang menghasilkan dipol temporer. Ketika atom-atom pada molekul yang berbeda (misal obat dan reseptor) saling mendekat, dipol temporer pada salah satu molekul akan menginduksi dipol temporer molekul yang lain. Hal ini menimbulkan daya tarik intermolekuler yang disebut gaya Van Der  Waals. Gaya universal yang lemah ini hanya signifikan jika atom-atom yang saling   berinteraksi berada pada jarak yang sangat dekat. Meski demikian, pada

molekul-molekul komplementer masih banyak interaksi yang mungkin terjadi dan masing-masing berkontribusi sekitar 0,5 kkal/mol dalam penurunan energi bebas. Hal ini mampu berkontribusi secara signifikan pada keseluruhan komponen ikatan obat reseptor (Istyastono, 2006).

Gambar 20. Distribusi rapatan elektron nonsimetrik temporer.

Ikatan Van Der Waals adalah kekuatan tarik menarik antar molekul atau atom yang tidak bermuatan, dan letaknya berdekatan atau jaraknya ± 4-6 Å. Ikatan ini terjadi karena sifat kepolarisasian molekul atau atom. Intensitas ikatan Van Der  Waals (V) dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:

(24)

A dan B: tetapan khas struktur elektronik atom r : jarak yang memisahkan dua pusat atom

Meskipun secara individu lemah, tetapi hasil penjumlahan ikatan Van Der  Waals merupakan faktor pengikat yang cukup bermakna, terutama untuk senyawa yang mempunyai BM tinggi. Ikatan Van Der waals terlibat pada interaksi cincin   benzen dengan daerah bidang datar reseptor dan pada interaksi rantai hidrokarbon

dengan makromolekul protein atau reseptor. Contoh ikatan:

a) Cincin benzen mengandung 6 atom C mempunyai kekuatan ikatan yang hampir  sama dengan kekuatan ikatan hidrogen.

  b) Turunan isatin-β-tiosemikarbazon, suatu obat antivirus, aktivitasnya ternyata  berhubungan dengan radius Van Der Waals dari substituen pada posisi 5 dan 6.

Gambar 21. Hubungan struktur dan aktivitas antivirus turunan isatin-β -tiosemikarbazon dengan radius van der Waals.

Pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa radius senyawa berdanding terbalik dengan aktivitas isatin-β-tiosemikarbazon sebagai antivirus.

7. Interaksi hidrofobik 

Ikatan hidrofobik merupakan salah satu kekuatan penting pada proses   penggabungan daerah nonpolar molekul obat dengan daerah nonpolar reseptor    biologis. Daerah nonpolar molekul obat yang tidak larut dalam air dan

(25)

Bila dua daerah non polar, seperti gugus hidrokarbon molekul obat dan daerah non polar reseptor, bersama-sama berada dalam lingkungan air, maka akan mengalami suatu penekanan sehingga jumlah molekul air yang kontak dengan daerah-daerah non polar tersebut menjadi berkurang. Akibatnya, struktur quasi-crystalline akan pecah menghasilkan peningkatan entropi yang digunakan untuk isolasi struktur  non polar. Peningkatan energi bebas ini dapat menstabilkan molekul air sehingga tidak  kontak dengan daerah non polar. (Siswandono, 2000)

Gambar 22. Pembentukan ikatan hidrofob akibat penggabungan rantai-rantai non polar molekul obat dan reseptor.

Keberadaan molekul atau bagian molekul yang nonpolar menyebabkan molekul air di sekitarnya akan menyesuaikan diri sehingga pada keadaan relatif tidak  stabil (higher energy state) daripada jika hanya molekul air saja yang ada dalam sistem tersebut. Ketika dua gugus nonpolar, seperti gugus lipofilik pada obat dan gugus reseptor nonpolar, yang masing-masing dikelilingi oleh molekul air, mendekat satu sama lain, molekul air tersebut akan berusaha untuk berkumpul. Hal ini meningkatkan entropi (derajat ketidakteraturan) yang berakibat pada penurunan energi   bebas, sehingga menstabilkan kompleks obat reseptor. Stabilisasi ini yang dikenal

sebagai interaksi hidrofobik (hydrofobic interaction). Hal ini sebenarnya bukan

merupakan gaya tarik-menarik antara dua gugus nonpolar untuk “saling melarutkan”, namun cenderung merupakan penurunan energi bebas akibat dari peningkatan entropi

(26)

 pada molekul air yang fenil pada obat yang d fenil pada atropin den

Gambar 23. Konform

Contoh lainn merupakan salah satu

Gambar 24. Intera  NSAID (n

8. Interaksi Kombinasi Ketika intera “kerjasama” oleh beb adalah beberapa intera Keterlibatan beberapa reseptor (Istyastono, 2   berbagai ikatan-ikatan

waals pada interaksiny interaksi hidrofobik 

melingkupinya (Istyastono, 2006). Contohnya  pat berinteraksi dengan bagian nonpolar resept

an reseptor asetilkolin muskarinik.

asi dan interaksi atropin dengan reseptor asetil

a adalah interaksi hidrofobik pada ibupr   bat golongan NSAID (non-steroid anti imflam

si hidrofobik pada ibuprofen, obat golongan

n-steroid anti inflammatory drugs).

si nonkovalen pada umumnya bersifat rapa tipe interaksi sangatlah penting. Efek dari ksi lemah dapat bersatu guna menimbulkan int

interaksi tersebut menghasilkan pula selektivit 006). Senyawa dengan derajad kekhasan tinggi

lemah, ikatan hidrogen, ion, ion-dipol dipol-di dengan reseptor sehingga secara total akan me

ialah pada gugus or, seperti gugus

olin muskarinik.

ofen. Ibuprofen atory drugs).

sangat lemah, “kerjasama” ini raksi yang kuat. s interaksi obat-apat memadukan   pol dan van der 

(27)

yang cukup kuat dan stabil. Contohnya adalah ikatan asetilkolin dengan enzim asetilkolinesterase dan ikatan prokain dengan reseptor.

Gambar 25. Ikatan asetilkolin dengan enzim asetilkolinesterase.

Gambar 26. Ikatan prokain dengan reseptor.

Sebagian besar obat berinteraksi terhadap reseptor dengan membentuk ikatan kombinasi (lebih dari satu macam ikatan). Salah satu obat yang dikaji dalam makalah ini mengenai interaksinya terhadap reseptor dengan membentuk ikatan kombinasi adalah Zanamivir, suatu   guanido-neuraminic acid . Zanamivir

((2R,3R,4S)-4- guanidino-3-(prop-1-en-2-ylamino)-2-((1R,2R)-1,2,3-trihydroxypropyl)-3,4-dihydro-2H-pyran-6-carboxylic acid) adalah obat anti-influenza khususnya yang disebabkan oleh virus influenza A dan B. Target aksi dari Zanamivir adalah enzim neuraminidase (NA), yaitu analog asam N-asetilneuraminat (reseptor permukaan sel virus influenza).. Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke

(28)

 permukaan sel adalah aktivitas enzim neuraminidase. Neurominidase berperan penting dalam replikasi virus dan memecah ikatan antara virus dengan inang. Neuraminidase   juga untuk penglepasan virus yang optimal dari sel yang terinfeksi, yang

meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi. Zanamivir bekerja dengan  berikatan pada sisi aktif dari neurominidase sehingga virus influenza tidak dapat lepas dari inangnya dan menginfeksi sel lain. Zanamivir juga menghambat replikasi virus secara invitro dan invivo. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang (Tapar, et al, 2011).

Interaksi antara Zanamivir dengan enzim neurominidase dapat menyebabkan   perubahan konformasi enzim sehingga afinitas sisi aktif untuk berikatan dengan

substrat berkurang. Interaksi yang terbentuk antara Zanamivir dengan neurominidase   berupa interaksi ionik, hidrofobik, ikatan hidrogen, ikatan polar (dipol-dipol), dan

ikatan van der Waal’s.

Gambar 27. Struktur Zanamivir.

a. Interaksi Ionik 

Pada pH fisiologis rantai samping arginin terprotonasi dan membentuk  lingkungan kationik dan asam amino asam glutamat yang terdeprotonasi memberikan muatan negatif. Oleh karena itu, obat dan reseptor dapat saling tertarik oleh muatan yang berlawanan pada permukaan mereka. Dalam hal ini, gugus –NH yang bermuatan positif dapat berinteraksi dengan glutamat dan atom  –O yang bermuatan negatif dapat berinteraksi dengan arginin.

(29)

Gambar 2 b. Ikatan Hidrogen Ikatan hidr  Ikatan hidrogen hidrogen maka d Zanamivir memili donor hidrogen. I yaitu pada residu hidrogen yang ter  amino dengan ato

Asam amin interaksi antara hipotesis dari kete Hasil dari analisis air secara langs Kekuatan interaks Asam amino Ar  menguatkan fakt melalui ikatan hid

Gambar 29.

(a) (b)

8. Struktur umum asam glutamat (a) dan argini

gen juga diperlukan dalam banyak interak  tunggal bersifat lemah tetapi bila terdapat apat mendukung interaksi obat-reseptor (Tap

ki empat atom nitrogen, dimana semua atom atan hidrogen terjadi antara Zanamivir denga asam amino aspartat, arginin, glutamat, dan   jadi adalah antara atom O pada gugus –OH f 

 N sebagai donor hidrogen.

seperti Asp, Glu(a)277, Arg(a) 292, Glu(a)2 anamivir dan neuraminidase melalui air y rlibatan air dan peran pentingnya dalam intera

docking (Trapan, et al, 2011) menunjukkan ba ung mempengaruhi interaksi obat dengan i obat reseptor bergantung kepada persentase (a) 371(55-57%), Arg (a) 118 (52%) and di atas dan berinteraksi kuat dengan huma ogen (Tapar, et al, 2011).

a) (b)

Struktur umum asam aspartat (a) dan triptopan (b) si obat-reseptor.   beberapa ikatan ar, et al, 2011). dapat menjadi n neuraminidase riptopan. Ikatan nolik dari asam

7 terlibat dalam ang mendukung si obat reseptor. wa tiga molekul neuraminidase. ikatan hidrogen. Arg (a) (66%) neuraminidase (b)

(30)

Gambar 30. (a) Persentase interaksi ikatan hidrogen antara Zanamivir and human H1N1 receptor. (b) Berbagai macam asam amino berikatan dengan human H1N1

receptor melalui ikatan hidrogen

c. Ikatan polar (dipol-dipol)

Gugus karbonil asam-asam amino dari dapat membentuk interaksi polar  dengan bagian polar dari zanamivir. Kepolaran dari sisi aktif neuraminidase ini diakibatkan oleh gugus karbonil yang distribusi elektronnya bersifat asimetrik  dimana elektron lebih tertarik ke atom O daripada ke atom C. Dengan begitu, atom O cenderung bermuatan negatif dan bersifat sebagai nukleofilik sedangkan atom C cenderung bermuatan positif dan bersifat sebagai elektrofilik. Muatan ini mendorong terjadinya reaksi karena bagian nukleofil akan menyerang bagian elektrofil dari zanamivir dan sebaliknya bagian nukleofil dapat diserang oleh  bagian elektrofil zanamivir. Kelompok acetamido pada posisi C-3 dari inti piran dan carboxylic group pada posisi C-6 menunjukkan daerah elektrofil kuat sebagai akseptor elektron dan dapat berinteraksi polar dengan atom O karbonil gugus –  CONH- dari asam amino. 1, 2, 3- trihydroxypropyl group pada posisi C-2 dari inti   piran dan gugus fungsional guanidine pada posisi C-4 menunjukkan daerah

elektropositif kuat sebagai donor elektron dan dapat berinteraksi polar dengan atom C karbonil dari gugus –CONH- asam amino untuk aktivitas anti-influenza.

(31)

Gambar 31. Ak 

d. Interaksi hidrofo Dalam inte memerankan pera ikatan zanamivir  dengan asam ami mengadakan inter 

Gambar 31.

septor (biru) dan donor (merah) elektron pada Z

bik 

raksi obat-reseptor, umumnya interaksi hid an penting (Ajay dan Murcko, 1995). Begitu p dengan neuraminidase. Zanamivir membentuk  no yang bersifat hidrofob seperti glisin dan t

ksi hidrofobik dengan gugus –CH3 pada zanam

Gambar 32. Struktur umum glisin

onformasi 3D Zanamivir (putih = daerah hidr 

anamivir. ofobiklah yang la dengan kasus ikatan hidrobik  riptopan dengan ivir. fobik)

(32)

e. Ikatan van der Waals

Zanamivir juga berinteraksi dengan neuraminidase melalui ikatan van der  Waal’s. Berdasar hasil docking (Tapar, et al, 2011) terlihat bahwa atom-atom pada

molekul nonpolar dapat memiliki distribusi rapatan elektron nonsimetrik yang   bersifat temporer yang menghasilkan dipol temporer. Ketika atom-atom pada

molekul yang berbeda (misal obat dan reseptor) saling mendekat, dipol temporer   pada salah satu molekul akan menginduksi dipol temporer molekul yang lain. Hal

ini menimbulkan daya tarik intermolekuler yang disebut gaya van der Waals.

Gambar 32. Important field points with respective charges in Zanamivir. (Blue: Negatif field points, Red: Positif field points, Yellow: van der Waals surface

Gambar

Gambar 1. Pengikatan ligan oleh reseptor dan penerusan sinyal.
Gambar 1. Pengikatan ligan oleh reseptor dan penerusan sinyal.
Gambar 2. Macam reseptor berdasar transduksi sinyal.
Gambar 3. Macam reseptor berdasar transduksi sinyal.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Bruink menunjukkan bahwa, anak tunagrahita yang memperoleh pendidikan yang tepat dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat

Hasil penelitian menunjukan bahwa frekuensi pemberian nutrisi dengan parameter suhu air dan pH air yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah

PrestaShop adalah salah satu CMS e-commerce yang bisa digunakan untuk membuat.. website toko online, PrestaShop memili fitur-fitur yang cukup lengkap, mudah

Kronologis KB : Air meluap kerumah warga dan merendam beberapa rumah warga setinggi ±30cm serta perkarangan dan akses jalan ketinggian air mencapai ±50-60cm. Upaya yang dilakukan

Selanjutnya untuk melihat interprestasi terhadap angka indeks korelasi product moment secara sederhada dapat dilihat pada tabel 4.7 yang berada pada koefisien korelasi

[r]

Penggunaan bahan vasokonstriktor sebagai tambahan dalam anestesi lokal pada pasien hipertensi masih merupakan perdebatan, meskipun sudah ada bukti- bukti penelitian bahwa

Artinya, keempat jenis bahan organik yang digunakan sebagai media ta- nam, yaitu sabut kelapa, sekam padi, serbuk gergaji, dan gambut memberikan dampak yang sama