• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Teologis Kitab Wahyu tentang Langit dan Bumi Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Teologis Kitab Wahyu tentang Langit dan Bumi Baru"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 1, No 1, Maret 2020 (15-22)

Available at: https://www.sttia-nisel.ac.id/e-journal/index.php/eresi :

Kajian Teologis Kitab Wahyu tentang Langit dan Bumi Baru

Sanotona Gulo

Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar Nias Selatan

sanotonagulo@gmail.com

Abstract

Understanding the book of Revelation is one struggle for every reader because in it is full of events and events that are prophetic. Even the prophecies in the book of Revelation are often considered with mysteries that go beyond the human mind. The book of Revelation refers to the main composer as God. The book of Revelation, with its various symbols that are complicated to understand and its expansive and amazing revelation of heaven, is truly a well-composed book in which God truly conveyed the deeds of His hands. The book of Revelation is the culmination of the entire canon of scripture that must be seen from the light of the other books in the integrity of the Bible. Prophecy is a way for God to speak to His people, provide guidance in managing their current situation and hope in His control of their lives and world events. Despite the difficulties and ambiguity of interpretation, this book has a message and is an inspiration word from God for His people in every age. The aim is to show God's sovereignty over history and the ultimate promise of all things in Him. That faithfulness is to remain in faith and hope in the midst of persecution and a broken world system. The story of the new heaven and earth refers to a world that has been renewed, sanctified, freed from curses, free from demons, free from sin, free from misery and death, given by God to everyone who has obtained salvation and eternal life.

Keywords: loyalty; new heaven and earth; prophecy; Revelation

Abstrak

Memahami kitab Wahyu merupakan salah satu pergumulan bagi setiap pembaca karena di dalamnya penuh dengan kejadian dan peristiwa yang sifatnya nubuatan. Bahkan nubuatan dalam kitab Wahyu sering dianggap dengan misteri yang melampaui pikiran manusia. Kitab Wahyu mengacu pada komposer utamanya adalah Allah. Kitab Wahyu dengan berbagai macam simbol yang rumit untuk dipahami serta penyingkapannya yang ekspansif dan menakjubkan akan sorga, benar-benar merupakan suatu kitab yang disusun secara baik dimana Allah benar-benar menyampaikan perbuatan tangan-Nya. Kitab Wahyu adalah puncak seluruh kanon kitab suci yang harus dilihat dari terang kitab-kitab lainnya dalam keutuhan Alkitab. Nubuatan adalah suatu cara bagi Allah untuk berbicara kepada umat-Nya, memberikan bimbingan dalam pengaturan keadaan mereka saat ini dan pengharapan dalam pengendalian-Nya akan kehidupan mereka dan peristiwa-peristiwa dunia. Meskipun kesulitan dan ambiguitas penafsiran, kitab ini memiliki pesan dan merupakan kata inspirasi dari Tuhan untuk umat-Nya di setiap zaman. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kedaulatan Allah atas sejarah dan puncak janji dari segala sesuatu di dalam Dia. Kesetiaan itu adalah untuk tetap di dalam iman dan pengharapan di tengah-tengah penganiayaan dan sistem dunia yang telah rusak. Kisah mengenai langit dan bumi baru menunjuk pada dunia yang telah diperbaharui, dikuduskan, dibebaskan dari kutuk, bebas dari iblis, bebas dari dosa, bebas dari sengsara dan maut, diberikan oleh Allah bagi setiap orang yang telah memperoleh keselamatan dan kehidupan yang kekal.

(2)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 16 PENDAHULUAN

Penulis kitab Wahyu menyebut nama Yohanes, sebagai ‘saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus’ (Why. 1:1-4, 22:4), sejumlah pakar menganggap bahwa penulisnya adalah rasul Yohanes salah satu murid Tuhan Yesus,1 juga di dukung oleh pendapat Yustinus Martir yang tertulis dalam dialog dengan Trypho pada tahun 135.2 Berdasarkan informasi yang diperoleh dalam data-data tertulis, pada masa itu umat kristen mengalami penganiayaan yang cukup tragis, mereka disiksa dan dikejar-kejar karena kepercayaannya kepada Yesus Kristus sebagai Anak Allah. Sehingga dengan menulis kitab ini sang penulis berharap dapat memberi semangat kepada para pembaca dan pendengar, dan mendorong mereka supaya tetap percaya kepada Yesus Kristus walaupun dalam situasi yang sangat terdesak.3

Kitab Wahyu adalah kitab terakhir dalam kanon yang menutup sejarah dalam seluruh rangkaian Perjanjian Baru. Kitab ini merupakan sebuah kitab yang berisikan tentang penglihatan, lambang, tanda, bilangan serta hal-hal yang berkaitan dengan pengajaran Tuhan Yesus kepada bangsa Yahudi.4 Kitab Wahyu juga merupakan salah satu kitab yang sulit untuk dipahami sehingga seringkali menimbulkan multitafsir dari setiap pembaca dalam memahaminya, namun harus diperhatikan bahwa sebelumnya orang kristen memiliki pemahaman bahwa kitab Wahyu memiliki kode simbolis akan akhir zaman. Menurut Bambang Subandrijo, untuk memahami kitab Wahyu, terdapat tiga pandangan teologis sebagai bentuk pendekatan penafsirannya: pandangan profetis, pandangan spiritualistis dan pandangan historis kritis.5

Pandangan profetis, menganggap bahwa kitab Wahyu adalah nubuatan tentang akhir zaman apabila dihubungkan dengan bagian-bagian eskatologis sepanjang sejarah Alkitab. Pandangan profetis ini terbagi dalam tiga pandangan lagi: preteris, futuris dan historis. pandangan preteris berusaha untuk memahami kitab Wahyu dalam peristiwa-peristiwa pada abad pertama misalnya: penganiayaan gereja yang dipandang sebagai penghakiman Allah. Pandangan futuris menganggap bahwa sebagian besar nubuatan dalam kitab Wahyu adalah sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang yakni menjelang kedatangan Kristus kali yang kedua. Menganggap bahwa kesengsaraan yang sangat besar akan terjadi dimasa depan terutama dialami oleh orang-orang percaya. Sedangkan menurut pandangan historis menganggap bahwa kitab Wahyu sebagai nubuat untuk rentang waktu dari abad pertama hingga kedatangan Yesus Kristus kali yang kedua sehingga simbol-simbol dalam kitab ini diartikan sebagai nubuat mengenai perpecahan secara bertahap seperti kejatuhan kekaisaran Romawi, munculnya pertentangan dan perpecahan di Eropa Barat, bangkitnya kerajaan Islam dari Timur dan sebagainya. Dipahami pula bahwa gereja akan terus mengalami tantangan dan penganiayaan namun pada akhirnya dapat menaklukan seluruh dunia.

1C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 394-398

2Dave Hagelberg, Tafsiran Kitab Wahyu, (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1997), 1

3 C.Groenen, 394-398

4Peter Wongso, Eksposisi Doktrin Alkitab: Kitab Wahyu, (Malang: SAAT, 1999), 1

5Bambang Subandrijo, Menyingkap Pesan-Pesan Perjanjian Baru 2, (Bandung: Bina Media Informasi,

(3)

Pandangan spiritualistis, menekankan makna spiritual dibalik pewartaan kitab Wahyu. Semua kajadian dan peristiwa yang didapatkan dalam penglihatan dipahami sebagai ungkapan kebenaran rohani yang kekal yang selalu dinyatakan dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia sampai pada akhir zaman.

Pandangan historis kritis, menekankan bahwa untuk memahami kitab Wahyu harus melihat analisis historis dan latar belakang penulisannya, bahasa-bahasa yang digunakan di dalamnya akan bisa diketahui apabila latar belakang konteksnya dipahami dengan baik. Menurut pandangan ini kitab Wahyu dipahami dalam konteks historis abad pertama dalam sastra apokaliptik Yahudi dan Kriten.6

Landasan Teori

Alkitab memberitahukan berbagai peristiwa dan keadaan yang akan menjadi tanda penutup sistem ini atau kesudahan dunia. Alkitab sering menyebutkannya dengan istilah “hari-hari terakhir, zaman akhir atau akhir zaman”. Pasal terakhir Kitab Wahyu membukakan rencana terakhir Allah dengan dunia ini yang sebenarnya tidak dapat dibukakan, membicarakan hal-hal yang sebenarnya tidak mungkin dibicarakan dengan kata-kata manusia dan berusaha memberi pengertian kepada manusia tentang keadaan dunia baru yang sukar dipahami dalam keterbatasan pengertian dan perbendaharaan kata-kata, namun bagaimana Roh Kudus telah memberi Wahyu kepada Yohanes tentang dunia baru yang dituangkan dalam pengertian dan perkataan manusia.

Wahyu 21:1-8 mengungkapkan tentang langit yang baru dan bumi yang baru disusul dengan pengungkapan Yerusalem baru dalam pasal 21:9-21. Langit dalam bahasa Ibrani

syamayim dan bahasa Yunani Ouranos memiliki arti yang sama dengan Sorga.7 Sorga atau langit adalah tempat kediaman Allah. Sedangkan istilah bumi dalam bahasa Ibraninya erets

yang memiliki arti tanah atau negeri.8

Pertanyaan pengarah:

1. Kapan langit dan bumi baru ini direalisasikan?

2. Apakah orang-orang percaya menantikan langit dan bumi baru? 3. Apa yang sebenarnya terjadi apabila langit dan bumi baru tiba?

4. Apakah langit dan bumi yang lama benar-benar dibinasakan dalam perwujudan langit dan bumi baru?

5. Apakah bumi yang baru akan sama sekali berbeda dari bumi yang sekarang ini kita diami, ataukah bumi yang baru merupakan pembaruan dari bumi yang sekarang ini? Untuk menjawab beberapa pertanyaan ini, perlu kita memahami lebih dulu nas-nas Alkitab yang menjelaskan tentang peristiwa ini.

Nas yang merujuk pada langit dan bumi baru adalah Yesaya 65:17-18 “Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit dan bumi yang baru; dan sesungguhnya, Aku menciptakan Yerusalem penuh sorak-sorak dan peduduknya penuh kegirangan…” Ini

6Ibid

7Tim Penyusun, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,

2008), 418

(4)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 18

merupakan gambaran yang agung disajikan mengenai langit dan bumi baru.9 Tetapi, bagian ini selalu dikaitkan dengan Kerajaan Seribu Tahun. Yesaya 66:22 dan Wahyu 21:1, dimana Allah akan menciptakan langit dan bumi yang baru, dan hal-hal lain yang terkait pada masa lalu tidak akan diingat lagi. Yohanes menegaskan bahwa langit dan bumi telah tersingkir dari hadirat Allah dan tidak akan ada lagi ditempatnya.10 Istilah “baru” tidak berarti serba lain, melainkan tetap ada hubungan dengan dunia lama, tetap ada materi. Hanya materi itu diubahkan menjadi materi rohani. Penciptaan dunia baru mempunyai persamaan dengan ciptaan baru seorang manusia yang lahir baru.11 Hal ini memiliki pengertian bahwa, Allah tidak melenyapkan melainkan mengubah (Mzm. 102:26-27). Langit dan bumi tidak dibinasakan-Nya, melainkan diciptakan-Nya ulang dari unsur-unsur yang dileburkan dalam api. Scheunemann, membuat suatu contoh: bilamana batu bara dipanaskan dengan suhu panas yang sangat tinggi akan menjadi cairan atau gas kemudian menciut menjadi Kristal dan batu intan.12 Lalu aku melihat memiliki arti bahwa Yohanes melihat melalui penglihatannya mengenai hari kiamat memuncak pada kedatangan langit dan bumi yang baru. Langit memiliki arti yang sama dengan surga yaitu tempat kediaman Allah. Bumi baru bukan merupakan mahkota atas kemajuan manusia, bukan merupakan puncak evolusi, tetapi pemberian Allah pencipta yang mengerjakannya. Bumi baru tidak dapat direalisasikan tanpa melalui penghukuman terhadap bumi lama. Hukuman itu memungkinkan pembentukan bumi yang baru. Bentuk dan rupa serta hubungan antara surga yang baru dan bumi yang baru memang tidak dijelaskan, tetapi dari gambaran Yerusalem yang baru menjadi nyata bahwa dua-duanya tidak lagi terpisah seperti sekarang.13

Langit dan bumi yang pertama telah berlalu (bdk. Why. 20:11). Materinya tidak ditiadakan, tetapi bentuk dan unsur-unsurnya yang diperbaharui karena pengaruh dosa dan akibat kutuk atas dosa diberi bentuk yang sama sekali baru. Dalam Dogmatik dipersoalkan pertanyaan apakah sesudah pengadilan terakhir bumi diperbaharui, atau bahwa ada ciptaan suatu bola bumi yang sama sekali baru. Dalam Dogmatik pada umumnya diterima, bahwa bumi yang telah ada tetap ada, tetapi diperbaharui. Sebab andaikata diciptakan suatu bola bumi yang sama sekali baru, maka ciptaan pertama Allah haruslah disebutkan gagal untuk selama-lamanya.14 Hoekema dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman, mengutip

pernyataan J. Behm yang menolak konsep penghancuran total dan memegang konsep pembaharuan bumi dengan mengajukan 4 alasan:

Pertama, kata Yunani yang dipakai untuk “yang baru” untuk menggambarkan kosmos

adalah kainos (berarti baru di dalam hal natur atau kualitas) bukan neos (yang artinya baru dalam hal waktu atau baru dari sesuatu yang lama). Kedua, argument Paulus dalam Roma 8, ketika ia berbicara tentang seluruh makhluk yang rindu menantikan penyataan Anak Allah sehingga mereka dapat dibebaskan dari perbudakan yang membawa mereka kepada kehancuran, ia berkata bahwa ciptaan yang sekarang inilah yang akan dibebaskan dari segala penderitaan, bukan ciptaan yang sama sekali baru.

9John F. Walvoord, Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2003), 152

10Simon Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2009), 605

11D. Scheunemann, Berita Kitab Wahyu (Malang: Yayasan Gandum Mas, 1997), 190

12D. Scheunemann, 190

13Jacob Groen, Aku Datang Segera (Surabaya: Momentum, 2002), 298

(5)

Ketiga, analogi antara bumi baru dan kebangkitan tubuh orang-orang percaya. Mereka yang dibangkitkan karena Kristus bukanlah satu sosok manusia yang sama sekali baru, melainkan umat Allah yang sebelumnya pernah hidup di bumi ini. Keempat, jika Allah harus menghapuskan seluruh kosmos yang ada sekarang ini, maka Iblis akan meraih kemenangan yang besar. Sebab hal itu berarti iblis berhasil mencemari kosmos yang sekarang ini, sehingga Allah tidak dapat berbuat apa-apa selain memusnahkannya.15

Pernyataan ini merupakan bentuk penolakan terhadap para teolog Lutheran yang lebih banyak memilih pandangan bahwa bumi dan langit yang sekarang ini akan ditiadakan dan diganti dengan yang baru sehingga tidak ada kesamaan antara bumi yang lama dan yang baru.16 Dalam bagian ini rasul Yohanes menggunakan gambaran yang begitu jelas mengenai

kemuliaan zaman yang akan datang ketika kerajaan Allah yang diwujudkan dalam kekuasaan dan kemenangan. Dalam bagian ini penglihatan yang terakhir terjadi sesudah penghukuman takhta putih dan juga sesudah kerajaan seribu tahun. Peralihan ini, antara kerajaan seribu tahun dan kerajan kekal (langit dan bumi yang baru) juga diceritakan dalam I Korintus 15:24 yang berbunyi: “kemudian tiba kesudahannya yaitu bila mana Ia menyerahkan kerajan kepada Allah Bapa sesudah Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan”.

Kota yang kudus, Yerusalem yang baru: bdk Wahyu 11:2. Penglihatan ini menegaskan janji Allah kepada jemaat di Filadelfia. Dalam PL, Yerusalem yang tidak setia dan yang dirobohkan oleh Nebukadnezar dikemudian hari dibangun kembali. Demikian pula Yerusalem akan dibakar dengan api oleh tentara Roma karena mereka telah menolak Mesias, sehingga disebut Babel (Why. 7-8). Tetapi Yerusalem ini akan dibangun kembali menjadi Yerusalem yang baru, tempat bagi umat Tuhan yang setia. Dave Hagelberg mengutip pernyataan dari Murray : “Bagi Yohanes, ciptaan baru menjadi penting karena disitulah kota Allah. Demikian juga kota itu sangat berarti karena disitulah terjadi persekutuan yang kudus antara Allah dan ciptaan-Nya”.17 Kota ini menyiratkan sifat permanen, aman, indah dan sempurna. Dengan demikian nubuat-nubuat para nabi yang menggambarkan kemuliaan Yerusalem akan digenapi secara sempurna (Yes. 60:2; bdk. Why. 3:12). Dalam penglihatan ini Yerusalem yang baru dinyatakan sebagai pusat ciptaan baru. Matthew Henry juga mengemukakan bahwa Yerusalem baru adalah gereja Allah dalam keadaan baru dan sempurna dan penuh kemenangan serta kehadiran Allah dan persekutuan dengan umatNya.18 Turun dari surga, dari Allah: bentuk kata turun dalam naskah Yunani menunjuk pada suatu perbuatan. Kata turun jangan dianggap seolah-olah Yohanes melihat kota Yerusalem sedang diturunkan dari surga keatas bumi, seperti Petrus yang pernah melihat kain lebar penuh dengan pelbagai jenis binatang diturunkan ke tanah (Kis. 10:11). Peter Davids dalam bukunya “Ucapan yang sulit dalam Perjanjian Baru” memaparkan bahwa langit dan bumi yang lama beserta segala isinya akan dimusnahkan.

15Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman (Surabaya: Momentum, 2009), 379-380

16Anthony A. Hoekema, 379

17Dave Hagelberg, 373

(6)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 20

Langit dan bumi yang baru berserta segala isinya akan diciptakan kembali.19 Disiapkan seperti pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya: untuk melukiskan keintiman antara Allah dengan umat-Nya, Yohanes menggunakan metafora upacara perkawinan dimana mempelai wanita dipersiapkan dan didandani bagi suaminya. Hiasannya berasal dari Allah. Dua gambar ini (kota dan pengantin perempuan) juga dipakai untuk melukiskan Yerusalem yang telah menjadi seperti Babel (kota dan pelacur).

Lihatlah tempat kediaman Tuhan diantara manusia-manusia, dan ia akan berdiam bersama mereka, dan mereka akan menjadi bangsa-bangsanya (umat-umatnya): Perjanjian ini tidak hanya dinikmati oleh sebagian penduduk bumi saja tetapi oleh seluruh umat manusia dibumi, karena manusia dibumi yang baru hanya terdiri dari orang-orang yang telah dikuduskan. Pada saat inilah persekutuan yang tidak bersyarat diantara Allah dan manusia. Mereka dapat melihat wajah-Nya karena dosa tidak ada lagi dan manusia tidak perlu takut lagi dihadapan kemuliaan-Nya sebab Allah sungguh-sungguh menyertai kita “Immanuel” (Mat. 1:25).20 Dengan demikian pergaulan perjanjian diantara Allah dengan umat-Nya akan menjadi sempurna di Yerusalem baru, seperti dalam Yeremia 7:23 “Dengarkanlah suara-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku dan ikutlah seluruh jalan yang keperintahkan kepadamu supaya kamu berbahagia” (bdk. Im. 26:12; Zak 8:8; Yeh. 37:27). Dalam pemerintahan Allah ini, kita hidup dalam era baru dan dalam hubungan baru, baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan juga seluruh ciptaan.21 Maka kesatuan manusia dengan Allah dan seluruh ciptaan-Nya merupakan kesatuan dalam kehidupan kemuliaan. Menurut Robert, pembebasan seluruh ciptaan dari kebinasaan kepada kemerdekaan anak-anak Allah adalah tujuan akhir dari seluruh ciptaan, yaitu dalam langit dan bumi yang baru atau dalam kerajaan Allah yang sempurna (Why. 21-22), dimana tidak akan ada lagi penderitaan akibat kuasa dosa dan berkat Tuhan akan diperoleh dengan cuma-cuma seperti di taman Eden.22

Tujuan

Setelah penulis merumuskan masalah yang diteliti, selanjutnya penulis akan menguraikan tujuan penelitian ini, yakni:

1. Menguraikan penjelasan Alkitab tentang langit dan bumi baru berdasarkan kitab Wahyu

2. Menjelaskan hubungan antara langit/bumi lama dengan langit/bumi baru 3. Menguraikan implikasinya bagi orang percaya

METODOLOGI

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan metode penelitian kepustakaan (library research), serta menganalisis bagian-bagian tertentu yang bisa mendukung pembahasan peneliti. Analisis artinya menguraikan suatu pokok atas berbagai bagian supaya memperoleh pengertian yang tepat dan arti secara

19http://www.sarapan pagi. Org/71-langit yang baru dan bumi yang baru.vti.528.html.

20Jacob Groen, 301

21Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 211 22Robert P. Borrong, 213

(7)

keseluruhan. Sedangkan penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam menulis status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas pada masa sekarang.23

KESIMPULAN

Setelah penghakiman akhir, Yohanes memperlihatkan lukisan kesempurnaan yang sama sekali berbeda dengan dunia yang sekarang. Tatanan lama telah berlalu dan kini semuanya baru. Keterpisahan dari Allah berubah menjadi persekutuan yang intim dengan Dia. Kematian telah berlalu karena orang-orang kudus akan minum dari air kehidupan. Orang-orang yang tidak percaya akan berada dalam lautan api dan orang-orang kudus akan bersama-sama dengan Allah dan menjadi satu keluarga dengan-Nya. Yerusalem baru melukiskan kesempurnaan dalam hal ukuran, keindahan, dan kemuliaan. Disini secara nyata bagi kita kaitan antara ciptaan pertama dalam Kejadian dengan langit dan bumi baru dalam kitab Wahyu. Di taman Eden, sebelum kejatuhan manusia dalam dosa, Allah secara intim bersekutu dengan mereka, memberinya perintah dan menyediakan segala keperluannya (Kej. 2:15-25). Tetapi setelah mereka jatuh dalam dosa, Allah tidak lagi bersekutu bersama dengan mereka dan mereka juga takut berhadapan dengan Dia karena mereka najis. Dilangit dan bumi baru, Allah akan tinggal dengan umat-Nya dalam persekutuan yang intim, dalam pemulihan ini Allah akan tinggal bersama-sama mereka untuk selamanya dalam kemah kediaman-Nya.

Akhirnya Allah sendiri berbicara dari takhta-Nya, dan wahyu mencapai klimaksnya. lihatlah aku akan membuat semua baru: di dunia ini tidak ada sesuatu yang baru dibawah matahari (bdk. Pkh 1:9). Dunia ini makin lama makin tua, tetapi orang-orang percaya mengenal bahwa Tuhan akan membaharui segala sesuatu. Dalam Kristus ciptaan lama berlalu dan datanglah pembaharuan yang mendasar. Apa yang sudah terjadi dalam pribadi setiap orang percaya pada Tuhan Yesus adalah apa yang diuraikannya dalam 1 Korintus 5:17, juga akan terjadi pada seluruh ciptaan Allah, sesuai dengan Roma 8:21 “… makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan akan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah”. Tuliskanlah karena ini adalah perkataan-perkataan yang dapat dipercayai dan yang sejati (benar): Allah sendiri yang menjamin kebenaran dari penglihatan ini. Dengan demikian penglihatan Yohanes mendapat pengesahan yang kuat (kebenarannya tidak perlu diragukan).

Wahyu 21-22 merupakan pewahyuan terakhir yang disampaikan dalam Alkitab, sebuah klimaks penuh kemuliaan dari segala yang telah diilhamkan Allah untuk dituliskan bagi pembinaan umat-Nya sepanjang zaman. Dosa, kematian dan semua kekuatan yang menentang Allah sudah disingkirkan untuk selama-lamanya. Pasal terakhir dari kitab Wahyu merupakan gambaran tentang rumah abadi dari orang-orang yang telah menerima keselamatan dan diselamatkan oleh Yesus Kristus, kota Allah, Yerusalem Baru. Pasal 21-22 menggambarkan keadaan kekekalan. Kisah tentang langit dan bumi baru merupakan pembahasan atas kerajaan yang mencapai kesempurnaan.

(8)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 22 REFERENSI

Borrong, P. Robert. (2009). Etika Bumi Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia Groen, Jacob. (2002). Aku Datang Segera. Surabaya: Momentum

Groenen, C. (1984). Pengantar ke dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius Hagelberg, Dave.(1997). Tafsiran Kitab Wahyu. Yogyakarta: Yayasan ANDI Heer, J.J De. (2008). Tafsiran Kitab Wahyu Yohanes. Jakarta: BPK Gunung Mulia Hoekema, Anthony A. (2009). Alkitab dan Akhir Zaman. Surabaya: Momentum, Kistemarker, Simon. (2009). Tafsiran Kitab Wahyu. Surabaya: Momentum Nazir, M. (1993). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Penyusun Tim. (2000). EnsiklopediAlkitab Masa Kini Jilid I-II, Jakarta: YKBK/OMF Scheunemann, D. (1997). Berita Kitab Wahyu. Malang: Yayasan Gandum Mas

Subandrijo, Bambang. (2010). Menyingkap Pesan-Pesan Perjanjian Baru 2. Bandung: Bina Media Informasi

Walvoord, F. John. (2003). Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab. Bandung: Yayasan Kalam Hidup

Referensi

Dokumen terkait