• Tidak ada hasil yang ditemukan

NIDA’ TERHADAP PARA NABI DALAM AL QUR’AN : STUDI KOMPARATIF DALAM KITAB AL ITQAN FI ULUM AL QUR'AN KARYA JALALUDDIN AL SUYUTI DAN AL BURHAN FI ULUM AL QUR'AN KARYA BADRUDDIN AL ZARKASHI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NIDA’ TERHADAP PARA NABI DALAM AL QUR’AN : STUDI KOMPARATIF DALAM KITAB AL ITQAN FI ULUM AL QUR'AN KARYA JALALUDDIN AL SUYUTI DAN AL BURHAN FI ULUM AL QUR'AN KARYA BADRUDDIN AL ZARKASHI."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

NIDA>’ TERHADAP PARA NABI DALAM AL-

QUR’AN

(Studi Komparatif dalam Kitab al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an karya Jalaluddin al-Suyut}i> dan al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an karya Badruddin al-Zarkashi>)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh

H. Taufiqurrohman Fauzi NIM. F15214180

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

H. Taufiqurrohman Fauzi

Bentuk khit}ab al-Qar’an sangat berfariasi, antara lain adalah nida>’ (redaksi al-Qur’an

yang menggunakan susunan huruf nida>’ dan muna>da>) yang keberadaannnya banyak dijumpai di tiap surat. Namun penelitian ini lebih menekankan kepada nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw dan Nabi-nabi lainnya. Pasalnya, nida>’

kepada mereka memiliki karakter dan gaya bahasa yang berbeda.

Ayat nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw berjumlah 21 ayat,

semunya menggunakan muna>da> sifat (ل سرلا atau يبنلا ). Antara huruf nida>’ dan muna>da> dipisah dengan lafaz} (ا يأ). Sedangkan ayat nida>’ yang ditujukan kepada nabi-nabi lainnya, berjumalah 58 ayat, muna>da>-nya menggunakan nama pribadi/asli.

Antara huruf nida>’ dan muna>da> bertemu langsung, tidak ada kata pemisah. Dalam mengkaji permasalahan ini, sebelum masuk pada penafsiran ayat, terlebih awal penulis memperkenalkan apa itu nida>’, pengertian nida>’, huruf nida>’, macam-macam nida dan muna>da>. Kemudian masuk pada konsep nida>’ dengan lebih menekankan

kepada klasifikasi ayat-ayat al-Qur’an yang ditujukan kepada tiap-tiap nabi. Walaupun tidak semua nabi mendapatkan panggilan nida>’.

Berikutnya, dengan panjang lebar memaparkan ayat-ayat nida>’ menggunakan

pendekatan Ilmu Balaghah, karena struktur bahasa al-Qur’an tidak akan terlepas dari

redaksi kalam khabar dan kalam insha>’. Kemudian mengkaji penggunaan muna>da>

(7)
(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul...i

Pernyataan Keaslian...iii

Persetujuan Pembimbing...iv

Pengesahan Tim Penguji...v

Pedoman translitrasi...vi

Motto...vii

Abstrak...viii

Pengantar Penulis...x

Daftar Isi...xiii

BAB I : PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah...10

C. Rumusan Masalah...11

D. Tujuan Penelitian...11

E. Kegunaan Penelitian...12

F. Kerangka Teoritik...12

G. Penelitian Terdahulu...13

H. Metode Penelitian...15

(9)

BAB II : NIDA>’...20

A. Pengertian Nida’...20

1. Nida’ Menurut Bahasa...20

2. Nida’ Menurut Istilah...23

B. Huruf Nida’ ...25

C. Macam-macam nida>’...28

BAB III: BIOGRAFI AL-SUYUTI, AL-ZARKASHI DAN KITABNYA….…....…51

A. Jalaludiin al-Suyuti dan kitabnya al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Quran..…...…51

1. Biografi Jalaluddin al-Suyuti.…………...………...51

2. Karya tulis Jalaluddin al-Suyuti…...………...54

a. Ilmu al-Qur’an dan Tafsir………….………..54

b. Hadis dan Ilmu hadis………...55

3. Kitab al-Itqa>n fi ’Ulu>m al-Qur’an...57

B. Badruddin al-Zarkashi dan kitab al-Burha>n fi ’Ulu>m al-Qur’an...60

1. Biografi Badruddi al-Zarkashi...60

2. Karya Ilmiah Badruddin al-Zarkashi...61

3. Kitab al-Burha>n fi ’Ulu>m al-Qur’an...62

BAB IV: KONSEP NIDA>’ KEPADA NABI MUHAMMAD SAW. DAN NABI LAINNYA...65

A. Klasifikasi ayat nida>’ kepada Nabi Muhammad Saw. dan Nabi lai...65

B. Uslu>b (redaksi) nida>’ kalam khabar dan uslu>b nida>’ kalam insha’...72

1. kalam khabar...72

2. kalam insha>’...80

(10)

A. Penafsiran al-Suyut}i>> terhadap ayat nida>’...113

B. Penafsiran al-Zarkashi terhadap ayat nida>’...120

C. Persamaan dan perbedaan penafsiran al-Suyuti dan al-Zarkashi...127

BAB VI: PENUTUP...140

A. Kesimpulan...133

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kitab samawi yang telah diwahyukan kepada Nabi

Muhammad Saw. sebagai pedoman hidup. Di dalamnya tersimpan banyak ilmu yang

tidak akan pernah habis walaupun dikaji dan dipelajari sepanjang sejarah.

Keindahan bahasa al-Qur’an melebihi hasil karya-karya para sastrawan.

Tidak pernah ditemukan hasil karya dan tulisan se hebat al-Qur’an. Oleh karenanya,

tidak berlebihan jika al-Qur’an disebutkan sebagai wahyu terakhir yang telah

merekam kehidupan dunia dan akhirat.

Firman Allah yang sakral itu, memiliki keistimewaan dan keunggulan

dibandingkan buku-buku lain. Setiap bahasanya memiliki arti dan kandungan makna

yang mendalam. Struktur katanya bisa dikaji orang banyak dengan latar belakang

keilmuan yang berbeda-beda, dengan menghasilkan makna yang beraneka ragam.

Seperti yang disampaikan Jalaluddin al-Suyuti: al-Qur’an adalah sebagai

kitab yang memancarkan segala macam ilmu dan al-Qur’an sebagai sumber ilmu

pengtahuan. Al-Qur’an sebagai area dan lingkaran terbitnya ilmu. Di dalam

Qur’an Allah telah menitipkan dan memasukkan segala macam ilmu. Di dalam

al-Qur’an Allah menjelaskan jalannya hidayah. Oleh karenanya, segala macam ilmu

mengambil dan berpedoman kepada al-Qur’an.1 Allah menjadikan al-Qur’an sebagai

1 Jalaluddin Abd al-Rahman al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an (Kairo: Matabah

(12)

2

kitab teragung, termulia keilmuannya, terindah struktur bahasanya (naz}man) dan

terakurat pesannya. Allah berfirman :2



dalamnya) supaya mereka bertakwa.4

Pesan al-Qur’an tidak hanya ditujukan kepada satu bangsa, generasi dan

waktu tertentu. Akan tetapi pesan al-Qur’an bersifat universal, mutlak untuk semua

umat manusia di muka bumi tanpa kenal batas. Banyak teks mutawatir dalam

al-Qur’an atau Hadith yang mengarah kepada hal tersebut,5 diantaranya:

Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, ".7

Hadith Nabi yang membicarakan keumuman risalah Rasulullah Saw. Di riwayatkan dalam kitab S{ahi>h al-Bukha>ri, melalui sanad Jabir bin Abd Allah, No:

Seperti yang disampaikan Rasulullah dalam Hadith bahwa, aku diberikan lima hal yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun sebelum aku.

2 Ibid, 16.

3 QS. Al-Zumar: 28.

4 Depag RI, al-Qur’an dan terjamahnya (Bandung: Al-Juma>natul ‘Ali>, 2005)

5Manna>‘ Khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’an (Jiddah: Dar al-Saudiah,t,th), 14-15. 6 QS. Al-A‘ra>f: 158.

7 Depag RI, al-Qur’an dan terjamahnya (Bandung: Al-Juma>natul ‘Ali>, 2005)

8Abu Abd Allah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ju’fi> al-Bukha>ri (194-256

(13)

3

Pertama, Nus}irtu bi al-Ru‘bi Masi>rata Shahr (aku dibantu Allah dengan membuat rasa takut para musuh walaupun jaraknya perjalanan satu bulan). Kedua, tanah sebagai masjid (tempat sujud) dan suci, dimana saja seorang dari umatku tiba waktu salatnya, maka salatlah. Ketiga, dihalalkan untukku harta ghanimah (harta hasil rampasan perang), harta yang tidak pernah dihalalkan kepada seorangpun sebelum aku. Keempat, aku diberikan Shafa‘at. Kelima, seorang Nabi diutus kepada kaumnya saja, dan aku diutus kepada manusia seluruhnya.

Diutusnya Nabi Muhammad Saw. kepada seluruh umat manusia dibekali

dengan wahyu (al-Qur’an), sebuah kitab yang pada dasarnya adalah kitab hidayah

rabbaniyah yang mengarahkan umat manusia menuju jalan yang benar. Di dalamnya

tersimpan aneka ragam pesan yang berbeda-beda. Seperti yang disampaikan

Badruddin al-Zarkashi dalam kitabnya al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an, bentuk khit}ab

(pesan) Allah dalam al-Qur’an ada 40 macam.9 Sedangkan Ibn al-Jawzi> yang dikutip Jalaluddin al-Suyuti di dalam kitab al-Nafi>s menyebutkan sebanyak 15 macam

khit}a>b. Hanya saja Jalaluddin al-Suyuti di dalam al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an

menyebutkan, bentuk khit}a>b Allah dalam al-Qur’an sebanyak 34 macam.10

Dari sekian banyak macam khit}a>b yang ada, salah satu bentuknya adalah

khit}a>b yang menggunakan rangkaian bahasa nida>’ (seruan atau panggilan). Dengan

kata lain, konsep nida>’ yang sering kali dijumpai dalam al-Qur’an adalah bagian dari

cara Allah untuk menyampaikan risalahnya kepada para Nabi dan ummatnya.

Pertama kali implementasi konsep nida>’ yang dipakai Allah, yaitu terdapat

dalam surat al-Baqarah ayat 21 yang isinya adalah berkaitan dengan tawhid, agar

manusia menyembah Rab yang telah menciptakannya.11 Allah berfirman:

9 Badruddin Muhammad bin Abd Allah al-Zarkashi (Wafat: 794 H.), al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an

(Bairut : Dar al-Fikr, 2009), Juz II, 237.

10 Jalaluddin Abd al-Rahman al-Suyut}i> (Lahir: 849 H. 1445 M.), al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an (Kairo:

Maktabah al-Waqfiyah,t,th), Mujallad 2, Juz III, 63.

11 Saleh bin Fauzan bin Abd Allah al-Fauzan, I‘a>nah al-Mustafi>d bi Sharh kita>b al-Tawhid (Jiddah:

(14)

Hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan

orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.13

Nida>’ al-Qur’an yang disampaikan Ma‘in Tawfiq dalam kitabnya, al-Nida>’ fi

al-Qur’an al-Kari>m ada 4 macam:

1. Nida>’ umum, ada 5 macam (Nida>’ al-Na>s, Nida>’ al-Insa>n, Nida>’ al-‘Iba>d,

Nida>’ Bani Adam dan Nida>’ Ma‘shar al-Jin wa al-Ins).

2. Nida>’ khus}us}, ada 6 macam (Nida>’ Mu’mini>n, Nida>’ Uli> Alba>b wa

al-Abs}a>r, Nida>’ al-Nafs al-Mut}mainnah, Nida>’ Bani> Isra>’il, Nida>’ Ahli al-Kita>b,

Nida>’ al-Kuffa>r)

3. Nida>’ al-a‘la>m (nama), ada 3 macam ( Nida>’ al-Anbiya>’ wa al-Mursali>n

dengan sifat dan namanya, Nida>’ al-Shakhs}iyah, Nida>’ al-Mulawwan)

4. Nida>’ majaz, ada 3 macam ( al-T{abi’ah bi al-Nida>’, al-Tamanni> bi al-Nida>’,

al-Ta‘ajjub bi al- Nida>’)14

Dalam tulisan ini penulis lebih memfokuskan kepada nida>’ al-a‘la>m, yaitu

nida>’ yang menggunakan panggilan nama dan panggilan sifat yang ditujukan kepada

para Nabi. Mulai dari Nabi pertama (Adam), sampai Nabi terakhir (Nabi

Muhammad).

Nida>’ (panggilan) yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw memiliki

bentuk dan ciri khas} berbeda dengan nida>’ yang ditujukan kepada para Nabi lainnya.

Secara garis besar, nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw, selalu

12 QS. Al-Baqarah/2: 21.

13 Depag RI, al-Qur’an dan terjamahnya (Bandung: Al-Juma>natul ‘Ali>, 2005)

(15)

5

menggunakan kata sifat (al-Rasu>l atau al-Nabi> ).15 Sedangkan nida>’ yang ditujukan kepada Nabi atau Rasul selain Nabi Muhammad, selalu menggunakan nama asli dari

yang dipanggil.16 Begitulah kebiasaan Allah ketika memanggil para Nabi-Nya. Panggilan itu ditegaskan dalam surat al-Nu>r ayat 63 yang berbunyi:

janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi

perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.18

Diriwayatkan oleh Duh}h}a>k melalui Ibnu ‘Abba>s r.a.: mereka (orang Arab)

memanggil Nabi Muhammad dengan sebutan دمحم اي, مسا لا ابا اي. Panggilan itu

kemudian dilarang oleh Allah dengan diturunkan ayat 63 surat al-Nu>r. Tujuannya

adalah demi mengagungkan Rasulullah Saw. Ibnu ‘Abba>s melanjutkan: setelah itu

Mereka memanggil beliau dengan sebutan ه ل سر اي ,ه يبن اي19

Imam Malik mengatakan dengan mengutip pendapat Zaid bin Aslam, tentang

makna ayat 63 surat al-Nu>r, bahwa ayat tersebut sebagai perintah Allah agar

mengagungkan Rasulullah Saw. Ayat 63 al-Nu>r merupakan satu pengertian dangan

ayat 2-5 surat al-Hujura>t20:

15 Muhammad bin Yusuf Abu H{ayya>n al-Andalusi>, al-Bahr al-Muh}i>t} fi> al-Tafsi>r (Bairut: Dar al-Fikr,

1992), Juz I, 239.

16Ma‘in Taufiq Dah}h}a>m al-Haya>li>, Nida>’ fi> al-Qur’an al-Kari>m (Bairut: Dar al-Kutub, 2008),154-155. 17 QS. Al-Nu>r/24: 63.

18 Depag RI, al-Qur’an dan terjamahnya (Bandung: Al-Juma>natul ‘Ali>, 2005)

19‘Ima>duddin Abu al-Fida>’ Isma‘il bin Kathi>r, Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>m (Jiddah: Kandah,t,th), Juz

IV, 158.

(16)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. Kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka Sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.22

Tidak pernah ada dalam al-Qur’an Allah memanggil Nabi Muhammd Saw

dengan panggilan langsung. Akan tetapi panggilan yang ditujukan kepada beliau

antara munada> (sifat yang dijadikan sebagai nama panggilan yang terletak setelah

Ya>) selalu dipisah dengan lafaz} lain, misalnya ‚ا يا‛. Dari pemisahan ini ternyata

banyak hikmah yang tersirat di dalamnya. Ayat-ayat yang di jadikan sebagai

panggilan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan menggunakan rangkaian bahasa

huruf nida>’ dan muna>da>, setelah ditelusuri ternyata ada 21 ayat. Tersebar dalam 11

surat.23 Sebagai gambaran penulis memberikan contoh surat al-Anfa>l ayat 64 dan 65. Struktur bahasa dua ayat ini menggunakan khit}a>b nida>’ kepada Nabi Muhammad:

21 QS. Al-Hujura>t: 2-5

22 Depag RI, al-Qur’an dan terjamahnya (Bandung: Al-Juma>natul ‘Ali>, 2005)

(17)

Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu. Hai Nabi, kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.25

Jika al-Qur’an menyebutkan nama Muhammad, sebutan nama tersebut

sifatnya sebagai penegasan bahwa beliau adalah seorang Rasul. Struktur bahasanya

bukan sebagai nida>’ (seruan panggilan). Hal ini seperti ayat yang diturunkan setelah

perang Uhud, menceritakan kekalahan umat Islam, hingga Abd Allah bin Qumai‘ah

melempari Rasulullah dengan batu, membuat wajah Rasulullah terluka dan giginya

pecah. Akhirnya Rasulullah oleh setan diteriakan meninggal dan kabar meninggalnya

Rasulullah mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud minta

perlindungan kepada Abu Sufyan (pemimpin kaum Quris). Sementara orang-orang

munafiq mengatakan: seandainya Nabi Muhammad seorang Rasul, tentu Dia tidak

akan mati terbunuh, maka turunlah ayat yang menyebutkan nama Nabi Muhammad26

 sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang,

24 QS. Al-Anfa>l: 64-65.

25 Depag RI, al-Qur’an dan terjamahnya (Bandung: Al-Juma>natul ‘Ali, 2005)

26Fakhruddin Muhammad bin ‘Umar bin al-Husain bin al-Hasan bin ‘Ali> al-Tamimi> al-Bakri> al-Razi>,

al-Tafsi>r al-Kabi>r aw Mafa>ti>h al-Ghaib (Kairo: al-Tawfiqiyah, 2003), Mujallad V, 18.

(18)

8

maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan

Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.28

Panggilan tidak langsung dan menggunakan kata sifat merupakan panggilan

keistimewaan yang di khus}us}kan kepada Nabi Muhammad Saw. dari pada Nabi

lainnya.29 Sedangkan nida>’ yang ditujukan kepada para Nabi selain Nabi Muhammad yaitu menggunakan nama asli dan langsung, antara huruf nida>’ dan muna>da> (nama

yang di panggil yang terletak setelah huruf nida>’) tidak dipisah dengan lafaz} lain.

Nida>’ yang ditujukan kepada para Nabi selain Nabi Muhammad berjumlah 58

ayat dan tersebar dalam 17 surat.30 Sebagai gambaran, disini penulis memberikan contoh nida>’ kepada Nabi Adam, dalam surat al-A‘ra>f ayat 19:

(dan Allah berfirman): "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua Termasuk orang-orang yang zalim."32

Rangkaian nida>’ yang terdapat dalam ayat 19 surat al-A‘ra>f menggunakan

nama asli ‚Adam‛. Antara huruf nida>’ yaitu ‚Ya>‛ dan muna>da> (nama yang dipanggil

yang terletak setelah huruf Ya>) bertemu langsung tanpa ada lafaz} pemisah. Begitulah

kebiasaan Allah ketika memanggil para Nabi-Nya. Akan tetapi dalam keterangan

ayat ini, para ulama’ berbeda pendapat tentang penentuan bentuk nida>’-nya. Bahkan

dalam menentukan jenis nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dan

Nabi-Nabi lainnya banyak perbedaan yang sulit untuk disatukan. Untuk mengetahui

28 Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Juma>natul ‘Ali, 2005)

29 Ahmad bin H{usain al-Baihaqi>, Dala>’il al-Nubuwah (Bairut: Dar al-Diya>r li al-Turath, 1988), juz VI,

131.

30Ma‘in Taufiq Dah}h}a>m, al-Nida>’ fi> al-Qur’an al-Kari>m (Bairut: Dar al-Kutub, 2008), 155.

31

QS. Al-A‘ra>f/7: 19.

(19)

9

perbedaan itu, dalam pembahasan ini penulis melakukan kajian komperatif, yaitu

membandingkan antara kitab al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’an, karya Jalaluddin al-Suyuti

dan al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur’an, karya Badruddin al-Zarkashi, agar kerancuan yang

ada bisa terbuka dan terselesaikan dengan baik.

Dari pandangan dua tokoh ini (Jalaluddin Suyuti dan Badruddin

al-Zarkashi) penulis akan memberikan data pendukung dari pendapat ulama’, bertujuan

agar diskusi tulisan lebih hidup dan lebih bermakna. Al-Suyuti dan al-Zarkashi

adalah dua tokoh yang layak dan imbang dalam keilmuannya, keduanya hidup pada

masa yang berdekatan.

Lafaz} يبنلا ا يأاي, adalah bentuk nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad.

Oleh al-Suyuti dikatakan sebagai khita>b al-jins (nama jenis).33 Sedangkan pendapat al-Zakashi yang dinamakan khitab al-jins adalah ayat yang memiliki rangkaian

bahasa سانلا ا يأاي.34 Semua bentuk nida>’ yang ditujukan kepada para Nabi selain Nabi Muhammad Saw, al-Suyuti mengatakan nida>’ al-‘ain (panggilan inti). Berbeda

dengan al-Zarkashi, tidak semua nida>’ yang ditujukan kepada para Nabi dikatakan

sebagai nida>’ al-‘ain. Disini al-Zarkashi membrikan contoh surat al-‘Ara>f ayat 19 :

Bentuk nida>’ ayat ini menurut al-Zarkashi> adalah al-kara>mah (kemuliaan atau

kehormatan kepada Nabi Adam).35 Selain itu perbedaan pandangan mereka berdua terjadi pada surat al-T{ala>q ayat 1:

33 Jalaluddin Abd al-Rahman al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an (Kairo: Maktabah

al-Waqfiyah,t,th), Juz III, 63.

34 Badruddin Muhammad bin Abd Allah al-Zarkashi>, al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur’an (Bairut: Dar

al-Fikr, 2009), Juz II, 245.

(20)

Dalam surat al-Talaq ayat 1 al-Suyu>ti> mengatakan sebagai khit}a>b al-kara>mah

(kehormatan atau kemuliaan).36 Sedangkan al-Zarkashi> mengatakan khita>b al-talwi>n

(pesan ayat yang ditujukan kepada Rasulullah berpaling kepada umatnya).37

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Terdapat perbedaan antara nida>’ untuk Nabi Muhammad dan Nabi

lainnya dalam al-Qur’an

b. Terdapat macam-macam nida>’ dalam al-Qur’an

c. Belum jelas perbedaan nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dan

para Nabi lainnya

d. Masih terdapat perbedaan pandangan Imam Suyuti dan Imam

al-Zarkashi dalam menyikapi ayat-ayat nida>’ yang ditujukan kepada Nabi

Muhammad dan Nabi lainnya.

e. Terdapat persamaan antara al-Suyuti dan al-Zarkashi tentang konsep

nida>’ terhadap Nabi Muhammad Saw. dan Nabi lainnya.

f. Jumlah ayat nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw 21 ayat.

Jumlah ayat nida’ yang ditujukan kepada Nabi lainnya sebanyak 58 ayat.

g. Terdapat hikmah di balik perbedaan dan persamaan nida>’ yang ditujukan

kepada para Nabi

h. Nida’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad ditandai oleh sifat.

Sedangkan nida>’ lainnya ditentukan oleh nama asli.

2. Batasan Masalah

(21)

11

Mengingat luasnya ruang lingkup objek telaah sangat luas, maka akan dibatasi pada tiga masalah saja, yaitu

a. Bentuk nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. dan Nabi

lainnya

b. Pandangan Imam al-Suyuti dan al-Zarkashi dalam menyikapi ayat-ayat

nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dan Nabi lainnya

c. Persamaan dan perbedaan antara al-Suyuti dan al-Zarkashi tentang

konsep nida>’ terhadap Nabi Muhammad Saw. dan Nabi lainnya

C. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari pembahasan identifikasi dan batasan masalah, maka muncullah pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab, yaitu:

1. Dalam bentuk apa saja nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad

Saw. dan Nabi lainnya?

2. Bagaimana penafsiran al-Suyuti dan al-Zarkashi terhadap ayat-ayat nida>’

yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dan Nabi lainnya?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara al-Suyuti dan al-Zarkashi

tentang konsep nida>’ terhadap Nabi Muhammad dan Nabi lainnya?

D. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini

meliputi 3 (tiga) hal, yaitu:

1. Meneliti ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki bentuk nida>’ kepada para Nabi

2. Untuk mengetahui pandangan al-Suyuti dan al-Zarkashi dalam memahami

ayat-ayat nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dan Nabi lainnya

3. Menganalisa perbedaan dan persamaan konsep nida>’ yang ditujukan kepada

(22)

12

E. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam khazanah keilmuan serta memberikan kontribusi bagi pengembangan dalam memahami al-Qur’an khususnya dalam bidang Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. 2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap

pengembangan keilmuan sekaligus memberikan wawasan pengetahuan

terhadap masyarakat Islam, bagaimana cara memahami ayat-ayat nida>’ yang

ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. dan Nabi lainnya, sekaligus

pandangan ulama’ terhada konsep nida>’.

F. Kerangka Teoritik

Dalam penelitian ini, sebagai pisau analiis, penulis menggunakan 2 (dua)

disilpin keilmuan sebagai landasan teoritik.

Pertama, yaitu menggunakan pendekatan Ilmu Nahwu sebagai landasan

teoristik, karena Ilmu Nahwu adalah satu-satunya disiplin keilmuan yang membahas

konsep nida>’ dan paling tepat untuk dijadikan landasan teori. Kriteria konsep nida>’

itu sendiri adalah lafaz{ atau ayat yang menggunakan susunan huruf nida>’ dan

muna>da>. Jadi sebelum masuk pada penafsiran konsep nida>’, dalam penelitian ini

terlebih dahulu penulis akan membahas pengertian nida>’, huruf-huruf nida>’ beserta

macamnya nida>’.

Langkah berikutnya adalah mengkaji dan mengklasifikasi ayat-ayat nida>’

yang tersebar dalam banyak surat yang ditujukan kepada para Nabi. Dari ayat-ayat

tersebut penulis dapat membedakan nida>’ yang menggunakan kata sifat serta nida>’

(23)

13

beserta Nabi lainnya. Caranya adalah dengan mengklasifikasi munada (lafaz{ yang

dipanggil yang terletak setelah huruf nida>’). Semua ini tidak akan bisa terpecahkan

dan teridentifikasikan, jika tidak menggunakan teori Ilmu Nahwu.

Kedua, yaitu menggunakan pendekatan Ilmu Balaghah sebagai landasan

teoritik, karena setiap bahasa al-Qura’n tidak akan terlepas dari uslu>b (redaksi)

kalam insha’ dan kalam khabar. Satu satunya disiplin keilmua yang membahas dan

mengkaji kalam insha’ dan kalam khabar adalah Ilmu Balaghah. Oleh karena itu,

untuk mengklasifikasi dan memastikan struktur bahasa al-Qur’an, sangat penting

menggunakan barometer yang tepat, yaitu Ilmu Balaghah. Langkah terakhir dalam

kerangka teoritik ini adalah masuk pada penafsiran ayat nida>’ dengan mengambil

pendapat al-Suyuti dalam al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an dan al-Zarkashi dalam

al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an.

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pengamatan penulis terhadap beberapa literatur, baik berupa

buku maupun karya ilmiah, ternyata belum ada penelitian ilmiah yang secara khusus

mengkaji konsep nida>’ antara Nabi Muhammad dan Nabi lainnya. Hanya saja penulis

mengumpulkan beberapa buku tafsir dan Ilmu al-Qur’an yang sekilas membahas

konsep nida>’ antar Nabi Muhammad dan Nabi lainnya, antara lain:

1. Al-Tahri>r wa al-Tanwi>r, karya Muhammad al-T{ahir bin ’A>shu>r. Kitab besar

berjumlah 30 juz ini adalah kitab tafsir al-Qur’an dari al-Fa>tihah sampai al-Na>s.

Walaupun ia tercatat sebagai tafsir yang mengkaji semua ayat, hanya saja di

(24)

14

pada ayat nida>’, Ibnu Ashur hanya memberi tahu bahwa ayat tersebut adalah

ayat nida>’. Beliau tidak mendetail masuk pada pembahasan konsep nida>’.38 2. Al-Nida>’ fi> al-Qur’an al-Kari>m, karya Ma‘in Taufiq Dah}h}a>m al-Haya>li>. Buku ini

secara keseluruhan, dari awal hingga selesai membahas ayat-ayat nida>’. Hanya

saja pembahasannya terlalu umum. Walaupun judul kitab ini tentang nida>’ , akan

tetapi pendekatan yang beliau gunakan adalah Ilmu Balaghah. Setiap selesai

mengutip ayat nida>’, langkah berikutnya menjelaskan kalam insha’ dan kalam

khabar. Padahal pembahasan nida>’ bagian dari ilmu Nahwu.39

3. Sharah Ibnu ’Aqil. Kitab ini lebih dikenal dengan Sharah Alfiyah Ibnu Malik,

karya Bahauddin Abd Allah bin ’Aqi>l. Kitab ini fokus pembahasannya adalah

kerangka bahasa, ia adalah kitab Nahwu. Walaupun di dalamnya ada bab khusus

tentang nida>’, yaitu pada jilid 2 juz 3, akan tetapi kitab ini tidak menentukan

nama-nama muna>da> seperti yang dimaksud dalam penelitian ini.40

4. Al-Kashsha>f ’An H{aqa>’iq al-Tanzi>l wa ’Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wuju>h al-Ta’wi>l,

karya Abu al-Qa>sim Ja>r Allah Mahmu>d bin ’Umar al-Zamakhshari>, lebih dikenal

dengan panggilan Imam Zamakhshari>. Kitab ini sarat akan ilmu bahasa dan

sastra. Akan tetapi pembahasan nida>’ di dalamnya tidak mendetail. Oleh

karenanya penulis disini mengkaji konsep nida>’ dengan mengkerucut pada

macam-mcam huruf nida>’ dan muna>da> sebagai struktur asli dari konsep nida>’ }41 5. Tafsir Qur’an ’Az}i>m, karya Ima>d Di>n Abi> Fida>’ Isma’il bin Kathi>r

al-Damshiqi, di kenal dengan panggilan Ibnu Kathi>r. Kitab yang berjumlah 5 jilid

ini jika dilihat dari sumber penafsirannya adalah golongan tafsir bil ma’thur,

38Muhammad bin ‘A>shu>r, al-Tahri>r wa al-Tanwi>r (Tunis: Dar Suhnu>n, t,th), mujallad VII, juz XXI,

249.

39Ma‘in Taufiq Dah}h}a>m, al-Nida>’ fi> al-Qur’an al-Kari>m (Bairut: Dar al-Kutub, 2008), 154. 40Bahauddin Abd Allah bin ‘Aqi>l , Sharah Ibnu ‘Aqi>l (Surabaya: al-Hidayah, t,th.), juz III, 255. 41 Abu al-Qa>sim Ja>r Allah Mahmu>d bin ’Umar al-Zamakhshari, Al-Kashsha>f ’An H{aqa>’iq al-Tanzi>l wa

(25)

15

karena penafsirannya menggunakan periwayatna dari generasi sebelumnya. Jika

bertemu ayat nida>’ Ibnu Kathir tidak terlalu luas masuk pada pemaknaan dan

penafsiran ayat tersebut.42

H. Metode Penelitian

Untuk menafsirkan al-Qur’an diperluakan suatu metode, yaitu suatu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan hal-hal lain yang ada sangkut pautnya dengan masalah penafsiran tersebut. Metode yang merupakan gabungan alat perangkat sistem (strategi, pendekatan, teknik dan cara pengembangan) di dalam fungsinya mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam upaya mencapai maksud dan tujuan dari penafsir itu sendiri.43 Sedangkan metode yang penulis pakai sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah library research (penelitian kepustakaan), yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya, dengan cara meneliti ayat-ayat yang dimaksud. Kemudian mengelolanya menggunakan keilmuan tafsir dengan menekankan pada metode komparatif. 2. Metode Penelitian

Karena obyek penelitian ini adalah ayat-ayat nida>’ (panggilan) kepada

Nabi Muhammad Saw. dan Nabi linnya, maka pendekatan yang dipilih di

dalam proses penelitian ini adalah metode komparatif, karena menurut hemat

penulis, metode inilah yang paling tepat sebagai landasan teori.

Secara umum metode konparatif adalah membandingkan ayat-ayat

al-Qur’an yang memiliki persamaan dan kemiripan redaksi.44 Kemudian

dipadukan dengan hadith dan pendapat ahli tafsir dalam memahami dan

42 Ima>d al-Di>n Abi> al-Fida>’ Isma’il bin Kathi>r al-Damshiqi,Tafsir al-Qur’an al-’Az}i>m (Jiddah: Kandah

li al-I’la>m wa al-Nashr, t, th), juz 2, 259.

43 M. Ridlwan Nasir, Persepektif Baru Metode Tafsir Muqarin dalam Memahami al-Qur’an

(Wonocolo, Surabaya: 2011), 1.

(26)

16

menafsirkan ayat tersebut.45 Oleh karenanya, metode ini digunakan penulis dalam mengkaji konsep nida>’ antara Nabi Muhammad Saw. dan Nabi lainnya.

3. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Data primer yang berkaitan langsung dengan judul tesis adalah

ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki konsep nida>’ (panggilan) kepada Nabi

Muhammad Saw. dan Nabi lainnya. Jumlah ayat nida>’ yang ditujukan

kepada Nabi Muhammad sebanyak 21 ayat. Sedangkan kepada Nabi lainnya

sebanyak 58 ayat.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder sebagai rujukan dan data pelengkap terdiri, antara lain:

Bahr Muh}it} fi> Tafsi>r karya Muhammad bin Yusuf Abu H{ayya>n,

Tasi>r Kabi>r aw Mafa>ti>h} Ghaib karya Fakh}ruddin Muhammad ’Umar

al-Ra>zi>, al-Ja>mi’ liah}ka>m al-Qur’an Tafsi>r al-Qurt}ubi> karya Abi> Abd Allah

Muhammad bin Ahmad al-Ans}a>ri> dan sumber-sumber lain yang penulis

telah jadikan refrensi dari awal.

Untuk membandingkan pendapat al-Suyut}i> dan al-Zarkashi> dalam

pandangannya pada ayat nida>’, penulis merujuk langsung kepada al-Itqa>n fi>

’Ulu>m al-Qur’ar karya Jalaluddin al-Suyuti dan Burha>n fi> ’Ulu>m

al-Qur’an karya Badruddin al-Zarkashi>.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik atau cara yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu ada 2 (dua)

macam. Langkah awal adalah menghimpun ayat-ayat nida>’. Langkah kedua

mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian konsep nida>’.

(27)

17

Disamping itu mengklarifikasi data sesuai dengan sistematika pembahasan yang ada. Penyusunan data berdasarkan konsesp-konsep kerangka penulisan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

5. Pengelolahan Data

Dalam pengelolahan data yang telah terkumpulkan, penulisan ini menggunakan 2 (dua) langkah, yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data yang diperoleh dari segi kelengkapan, kejelasan, kesesuaian, relevansi, dan keragamannya.

b. Pengorganisasian data, yaitu menyusun dan mensistematikakan data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya.

6. Teknik Analisis Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul, baik dari sumber primer

maupun sekunder, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data dengan

menggunakan metode konten-analitis. Konten analitis adalah suatu teknik

untuk menganalisis isi pesan dan mengelolahnya dengan tujuan menangkap

pesan yang tersirat dari satu atau beberapa pernyataan. Metode ini digunakan

untuk memaparkan data-data yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada

korelasinya dengan masalah yang diteliti, kemudian diadakan analisis dan

menafsirkan data tersebut dengan objektif.

I. Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah penulisan, maka dalam sistematika pembahasan tesis

ini dibentuk menjadi 5 (lima) bab. Masing-masing bab memiliki kaitan erat dengan

(28)

18

Bab I adalah pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang permasalahan yang

menjadi pandangan dasar mengapa penulis mengangkat judul ini. Setelah latar

belakang diuraikan dengan panjang lebar, maka masuk pada langkah berikutnya,

yaitu pembahasan identifikasi dan batasan masalah, yaitu membahas dan

mempersempit pembahasan latar belakang masalah sebelumnya. Kemudian

dipersempit lagi dengan rumusan masalah, dengan bentuk pertanyaan. Kenapa judul

ini diangkat. Langkah selanjutnya adalah, tujuan dan kegunaan penelitian. Ada

banyak poin yang menjadi pembahasan di dalamnya. Kemudian masuk pada metode

penelitian. Dalam poin ini dibahas panjang lebar mengenai metode yang dipakai

dalam melakukan penelitian, bahwa penelitian ini menggunakan kajian pustaka.

Bab II berisikan penjelasan nida>’. Ada 3 (tiga) poin yang dibahas dalam bab

ini, yaitu huruf nida>’, pengertian nida>’ dan macam-macam nida>’

Bab III membahas konsep nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dan

Nabi lainnya. Dalam bab ini ada 3 (tiga) poin, yaitu klasifikasi ayat-ayat nida>’

kepada Nabi Muhammad Saw. dan Nabi lainya, bentuk nida>’ kalam khabar dan

bentuk nida>’ kalam insha’. Berikutnya, nida>’ sifat dan nida>’ bukan sifat (nama asli) .

Bab VI penekanannya kepada pendapat tokoh. Di dalam bab ini penulis

mengambil karya al-Suyuti dan al-Zarkashi sebagai studi komparatif,

membandingkan pandangan mereka tentang nida>’. Oleh sebab itu ada (3) tiga poin

yang menjadi pembahasan di dalam bab ini, yaitu penafsiran al-Suyuti tentang

konsep nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dan Nabi lainnya, penafsirsn

al-Zarkashi terhadap konsep nida>’ yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dan Nabi

lainnya dan ketiga persamaan dan perbedaan al-Suyuti dan al-Zarkashi dalam

(29)

19

Bab V membahas kesimpulan akhir dari hasil penelitian, yaitu merekam dan

mengkongklusikan uraian sejak awal hingga selesai. Poin berikutnya adalah berisikan

(30)

20

BAB II

NIDA>’

A. Pengertian Nida>’

Konsep nida>’ adalah salah satu bagian dari khit}ab Allah yang ditujukan

kepada umat manusia dan disampaikan melalui para utusan-Nya. Oleh karennya

sangat penting mengkaji konsep nida>’ yang tersebar di dalam al-Qur’an dan

al-Hadith, karena dua kitab ini sebagai dasar dan sember dalam hukum Islam.1 Dalam

penelitian ini penulis megkaji nida>’ ke dalam dua definisi. Pertama pengertian nida>’

menurut bahasa. Kedua, pengertian nida>’ menurut istilah.

1. Nida>’ Menurut Bahasa

Secara etimologi, nida>’ adalah kata yang berasal dari bahasa Arab‛na>da>

yuna>di> nida>’an‛, yang artinya adalah panggilan, undangan, pengumuman dan

seruan. Selain itu, lafaz{ nida>’ juga dapat diartikan sebagai do’a.2 Pengertian semacam ini sering kali dijumpai dalam ayat-ayat al-Qur’an. Seperti makna

nida>’ yang terdapat dalam surat Maryam ayat 3, Allah berfirman:

Yaitu tatkala ia berdoa kepada tuhannya dengan suara yang lembut.4

Muhammad Amin bin Mukhtar menjelaskan pengertian surat Maryam

ayat 3 ini, bahwa ayat tersebut mengisahkan Nabi Zakariya ketika ia berdoa

kepada Allah. Beliau melakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi, karena

1 Saleh bin Fauzan bin Abd Allah al-Fauzan, I‘a>nah al-Mustafi>d bi Sharh al-Tawhi>d (Jiddah: Muassas

al-Risalah, t. th), 212.

2 Taha Abd al-Ra’uf Sa’ad, Ha>shiyah al-S{iba>n ‘Ala> Shrah al-Ashmu>ni> ‘Ala> alfiyah bin Ma>lik (Kairo:

Maktabah al-Tawfiqiyah,t, th), juz III, 197.

3 QS. Maryam: 3.

(31)

21

menyembunyikan dan merahasiakan do’a lebih utama dari pada menampakkan

kepada orang lain. Pengertian semacam ini sama dengan pemaknaan surat

al-An‘a>m ayat 63 dan surat al-A’ra>f ayat 55 yang berbunyi:5

Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri

dengan suara yang lembut7

 lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

melampaui batas.9

Faktor utama Nabi Zakariya merahasiakan doanya, karena beliau

khawatir terhadap omelan-omelan kaumnya dengan do’a yang isinya meminta

anak kepada Allah disaat beliau tidak mungkin bisa memiliki keturunan, karena

beliau dan isterinya sudah lanjut usia. Bahkan istrinya dikenal sebagai wanita

mandul.10

Selain makna do’a, nida>’ juga bisa diartikan azda>n dan iqa>mah.

Pemaknaan seperti ini bisa dilihat pada ayat 58 surat al-Ma’idah. Pendapat ini

dikatakan dalam al-Tahri>r wa al-Tanwi>r karya Ibnu ‘Ashu>r dan dikatakan pula

oleh Abi> al-Qa>sim dalam kitab al-Tashi>l li ‘Ulu>m al-Tanzi>l.11

5 Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-Jukni> al-Shankiti,> ad{wa>’ Baya>n fi> id{a> h

al-Qur’an bi al-al-Qur’an (Jiddih: Dar al-‘Ilm al-Fawa>id, t,th)Vol-IV, 258.

6

QS. Al-An‘a>m: 63. 7

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005)

8 QS. Al-A‘ra>f/7: 55.

9

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005)

10 Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-Jukni> al-Shankiti>, ad{wa>’ al-Baya>n, 258. 11 Abi> Al-Qa>sim Muhammad bin Ahmad bin Juzi> al-Kalbi>, al-Tashi>l li al-Tanzi>l (Bairut: Dar al-Kutub

(32)

Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau

mempergunakan akal.13

Selain makna do’a dan azdan, nida>’ juga bisa diartikan sebagai

‚seruan dan ajakan beriman‛ kepada Allah Swt. Makna ini terdapat dalam surat

A>li ‘Imra>n ayat 193,14 Allah berfirman:

Ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan

wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.16

Oleh karena itu, pengertian nida>’ menurut bahasa dapat diartikan

sesuai dengan petunjuk lafaz} dan petunjuk makna yang ada dalam ayat. Oleh

karena itu tidak bisa dikatakan sebagai

nida>’,

apabila tidak memiliki

struktur bahasa huruf

nida>

dan

muna>da>,

karena, yang dinamakan

nida>’

adalah lafaz atau ayat yang redaksi bahasanya terdiri dari huruf

nida>’

dan

muna>da>.

Untuk lebih jelasnya, langkah berikutnya, penulis masuk pada

pengertian

nida>’

menurut istilah.

12 QS. Al-Ma>idah/5: 58.

13

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005)

14 Abi> al-Qa>sim al-Hu}sain bin Muhammad al-Ra>ghib al-Asfaha>ni>, al-Mufrada>t fi> Ghari>b al-Qur’an (t.t:

t.p, t.th),487.

15QS. A>li ‘Imra>/3: 193.

16

(33)

23

2. Nida>’ Menurut Istilah

Para ulama’ berbeda-beda dalam mendefinisikan konsep nida>’

menurut istilah. Pengertian nida>’ menurut istilah adalah setiap lafaz{ atau ayat

yang struktur bahasanya tersusun dari huruf nida>’ dan muna>da> (nama yang

dipanggil atau lawan bicara). Oleh karenanya, tidak semua lafaz{ atau ayat

al-Qur’an masuk pada katagori konsep nida>’, walaupun lafaz{ atau ayat tersebut

berasal dari akar kata (ىداني ىدن), seperti yang dijelaskan dalam pengertian nida>’

menurut bahasa. Untuk lebih jelasnya, dalam pembahasan pengertian nida>’

menurut istilah, penulis mengambil pendapat para ulama’ sebagai pijakan

penelitian.

1. Muhammad al-T{a>hir bin ‘Ashu>r memberikan pengertian tentang

konsep nida>’, yaitu: mengeraskan panggilan dengan sekeras-kerasnya

bertujuan agar didengarkan lawan bicara. Panggilan tersebut diawali

dengan huruf-huruf nida>’ yang harus dibaca panjang.Pengertian kedua

menurut Muhammad al-T{a>hir bin ‘Ashur adalah, tuntutan menerima

atau menghadap dengan fisiknya atau kecerdasannya, dengan

menggunakan huruf-huruf nida>’ yang sudah ditentukan.17

2. ‘Abba>s H{asan mengertikan nida>’ sebagai instruksi dakwah terhadap

lawan bicara, sekaligus memberikan peringatan agar mendengarkan

maksud dari pembicara, dengan menggunakan salah satu huruf nida>’

yang 8 (delapan) sebagai alat pemanggil. Pengertian kedua menurut

(34)

24

‘Abba>s H{asan adalah, permintaan mengabulkan sesuatu yang

diucapkan dengan huruf nida>’ ‚ya‛ atau yang lainnya.18

3. Tuntutan menerima sesuatu dengan menggunakan huruf nida>’ ‚ya‛

atau huruf nida>’ yang lainnya.19

4. Susunan lafaz{ yang digunakan semata-mata demi memberikan

peringatan.20

5. Memperingatkan orang yang dipanggil (lawan bicara) untuk menerima

sesuatu yang dikehendaki mutakallim (pembicara), baik berupa

pertolongan, takjub, pujian dan ratapan kesedihan.21

6. Permintaan memenuhi panggilan dengan menggunakan huruf nida>’

sebagai ganti dari lafaz{ عدأ22

Dengan pengertian yang berbeda-beda di atas, di dalam

penelitian ini yang dimaksud dengan nida>’ adalah ayat atau lafaz{ yang

memiliki struktur konsep nida>’. Bukan ayat atau lafaz{ yang hanya

menggunakan istilah nida>’ yang diambil dari bahasa Arab ‚ىداني ىدان‛,

karena di dalam al-Qur’an banyak ayat yang menggunakan bahasan

nida>’, tetapi maksudnya bukan sebagai seruan panggilan

Oleh karenanya, dapat penulis simpulkan bahwa yang

dimaksudkan konsep nida>’ bukan sebuah kutipan atau potongan lafaz

yang hanya diambil dari akar kata داني ىدان, yang artinya memanggil,

18‘Abba>s H{asan, al-Nahwu al-Wa>fi> ma‘a Ribt{ihi bi al-Asa>li>b al-Ra>fi‘ah wa al-H{aya>t al-Lughawiyah

al-Mutajaddidah (Kairo: Dar al-Ma‘a>rif, t,th), juz-VI, 1.

19 Yusuf al-Shi>kh Muhammad al-Biqa> ‘i>, Ha>shiyah al-Khad{ri> ‘Ala> Sharh Ibn ‘Aq>il ‘Ala> Alfiyah Ibn

Ma>lik (Bairut: Dar al-Fikr, 2003) juz II, 642.

20Fakhruddin Muhammad bin ‘Umar al-H}usai bin al-H}asan bin ‘Ali> al-Tami>mi> al-Ra>zi>, Tafsi>r

al-Kabi>r aw mafa>ti>h al-Ghaib (Kairo: Maktabah al-Tawfiqiyah, 2003), juz II, 85.

21 Abi> Bakar Muhammad bin Sahl bin al-Sira>j al-Nahwi> al-Baghdadi>, al-Us{u>l fi al-Nahwi (Bairut:

Muassasah al-Risa>lah, 1996), juz I, 329.

22 Taha Abd al-Ra’uf Sa’ad, Ha>shiyah al-S{iba>n ‘Ala> Shrah al-Ashmu>ni> ‘Ala> alfiyah bin Ma>lik (Kairo:

(35)

25

berdoa, adzan dan sebagainya. Akan tetapi yang dimaksudkan nida>’

adalah sebuah redaksi ayat atau hadis yang memiliki struktur bahasa

yang tersusun dari huruf nida>’ dan muna>da>, yang kandungan

maknanya adalah tuntutan menerima dan melakukan pesan yang

terdapat dalam bahasa tersebut. Oleh sebab itu, di dalam konsep nida>’

tersebut banyak macamnya.

B. Huruf Nida>’

Ada>t al-nida>’, yaitu alat yang dijadikan sebagai pemanggil, dikenal di

kalangan ulama’ Nahwu dengan istilah huruf nida>’, berjumlah delapan huruf, yaitu 1)

اي (ya>), 2) ايا (aya>). 3) ايه (haya>). 4) أ (ay-hamzah maqs}u>rah bersama dengan ya’

sukun). 5) آ (a>y-hamzah mamdu>dah bersama ya’ sukun). 6) ا (wa>). 7) آ(a>-hamzah

mamdu>dah). 8) أ (a-hamzah maqs}u>rah).23 Dari 8 (delapan) huruf ini, dalam penggunaan dan fungsinya, ulama’ Nahwu membagikan ke dalam 4 (empat)

kelompok.

1. Jauh atau mirip dengan jauh, yaitu huruf nida>’ أ, آ, ايه, ايأ, اي dan آ dipakai

untuk memanggil muna>da> (lawan bicara) yang jauh, atau mirip dengan

muna>da> yang jauh, seperti orang yang sedang tidur atau lupa. Batasan jauh

dan dekat disusuaikan dengan ‘uruf (kebiasaan yang sudah berlaku). Jika

konsep nida>’ menggunakan salah satu huruf yang 6 ini, maka nida>’ tersebut

dinamakan sebagai nida>’ ghair mandu>b.

2. Dekat, yaitu أ (hamzah maqs}u>rah/hamzah yang dibaca pendek) digunakan

untuk memanggil muna>da> yang dekat.

23‘Abba>s H{asan, al-Nahwu al-Wa>fi> ma‘a Ribt{ihi bi al-Asa>li>b al-Ra>fi‘ah wa al-H{aya>t al-Lughawiyah

(36)

26

3. Sedih, yaitu ا (wa>), dipakai ketika dalam keadaan bersedih hati karena

meratapi kematian keluarganya. Atau merasa sakit karena tertimpa

bencana.24 Ulama’ Nahwu menamakan nida>’ seperti ini sebagai nida>’ mandu>b (nida>’ yang dipakai ketika dalam keadaan sedih atau karena sakit), seperti: ا

هار ظ, هاديز ا . Lafaz} ini memiliki arti, kasihan Zaid, alangkah sakit

punggungnya.

4. Dekat dan jauh, اي yaitu memanggil lawan bicara yang dekat dan yang jauh.

Penggunaan ‘ya>’ untuk panggilan dekat disebabkan banyak ulama’

bertanya-tanya, kenapa ‚ya‛ dipakai untuk memanggil lawan bicara yang jauh saja,

padahal faktanya ‚ya‛ selalu dipakai untuk nida>’ kepada Allah, dan Allah

adalah paling dekatnya sesuatu dibandingkan dengan yang lainnya?

Pertanyaan ini dijawab oleh ulama’ Nahwu: sebenarnya ‚ya‛ dipakai itu

dipakai untuk memanggil lawan bicara yang dekat dan yang jauh.25

Pada dasarnya, huruf nida>’ ‚ya>‛ berfungsi untuk memanggil muna>da>

(lawan bicara) yang jauh. Apabila اي digunakan untuk memanggil muna>da>

yang dekat, itu menandakan dalam panggilan tersebut ada sesuatu yang

sangat penting. Permasalahan semacam ini biasa terjadi ketika berdo’a

kepada Allah, dengan mengataka ه اي atau ر اي. Fakhruddin al-Zarkashi

mengatakan, pengertian doa ini adalah menjauhkan diri bahwa yang berdo’a

merasakan jauh dari perbuatan dan tempat-tempat positif, karena merasa

dirinya lemah dan hina di hadapan Allah, sehingga dengan pengakuan dan

kerendahan hati seperti itu, do’anya dapat terkabulkan. Selain itu, huruf nida>’

‚ya‛ adalah satu-satunya huruf yang sering dipakai dalam al-Qur’an.

(37)

27

Penggunaan tersebut membuktikan pentingnya pesan yang disampaikan Allah

di dalam al-Qur’an.26

Sebagian ulama’ mengatakan, kelebihan huruf nida>’ ‘ya’ dari pada huruf nida>’

lainnya adalah: 1. Paling banyak digunakan dalam tulisan dan ucapan.

2.Paling umum dibandingkan dengan huruf nida>’ lainnya. 3. Bisa masuk dan

digunakan pada macam-macam muna>da> yang lima, yaitu mufrad ‘alam,

nakirah maqs}udah (lafaz yang hilang kekeumumannya karena sudah

ditentukan kepada satu orang saja), nakirah ghair maqs}udah (lafaz yang masih

menunjukana kepada umu tidak ditentukan pada oaring-orang tertentu),

al-mud}a>f dan shabi>h bi al-al-mud}a>f 27

Terkadang huruf اي (ya>) digunakan untuk nida>’ nudbah, yaitu seruan

dalam keadaan bersedih atau karena sakit. Akan tetapi penggunaan ‚ya‛

dalam nida>’ nudbah harus diketahui dengan jelas maknanya dan tidak terjadi

kerancuan di dalamnya, seperti:

 penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang

yang memperolok-olokkan (agama Allah )29

Apabila terjadi kesamaran dan kerancuan dalam penggunaannya, maka wajib

meninggalkan huruf اي sebagai alat pemanggil dan beralih menggunakan ا

sebagai satu-satunya alat yang pas untuk dijadikan seruan nida>’ nudbah.30

26Fakhruddin Muhammad bin ‘Umar al-H{usain bin al-H{asan bin ‘Ali> al-Tamimi> al-Ra>zi>, Tafsi>r

al-Kabi>r aw Mafa>ti>h{ al-Ghaib (Kairo: Maktabah al-Tawfiqiyah, 2003), Juz 2, 85.

27‘Abba>s H{asan, al-Nahwu al-Wa>fi>, 5. 28 QS. Al-Zumar/39: 56.

29

Depag RI, al-Qur’an dan terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005)

(38)

28

C. Macam-Macam Nida>’

Sebelum masuk lebih jauh pada pemetaan dan pembagian nida>’, tentu saja

para ulama terlebih dahulu memperhatikan redaksi bahasa yang memiliki konsep

nida>’, seperti Abbas Hasan dalam karyanya al-Nahwu al-Wa>fi> dan Yusuf Muhammad

dalam kitab Ha>shiyah al-Had}ari>. Mereka berdua terlebih dahulu memperhatikan lafaz

yang ada setelah huruf nida>’, karena menurut mereka lafaz tersebut tidak akan lepas

dari dua sifat, yaitu berakal dan tidak berakal. Oleh karena itu jika konsep nida>’

dilihat dari sifat ini maka nida>’ dibagi menjadi dua macam.31

1. Nida>’ h}aqiqi, yaitu seruan yang ditujukan kepada orang yang memiliki akal,

pintar dan tamyiz, karena pada dasarnya pesan nida>’ hanya diperuntukkan

kepada orang yang mempunyai akal. Hanya orang yang berakal yang dapat

menerima dan menangkap pesan yang ada dalam nida>’ tersebut.32 Banyak sekali contoh nida>’ h}aqi>qi di dalam al-Qur’an. Penulis contohkan pada ayat 55

surat A>li ‘Imra>n yang khitab-nya ditujukan kepada Nabi ‘Isa, dan Isa sebagai

manusia yang memiliki akal yang sempurna, Allah berfirman:

(ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, Sesungguhnya aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu

kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir.34

2. Nida>’ isti‘a>rah aw maja>zi>, yaitu seruan atau panggilan yang ditujukan kepada

lawan bicara yang tidak punya akal, karena ia tidak akan dapat menerima dan

31 Yusuf al-Shi>kh Muhammad al-Biqa>‘i>, H{a>shiyah al-Kgud}ari> ‘Ala> Sharh} Ibn ‘Aqi>l ‘Ala> Alfiyah Ibn

Ma>lik (Bairut: Dar al-Fikr, 2003), juz II, 642.

32‘Abba>s H{asan, al-Nahwu al-Wa>fi> ma‘a Ribt{ihi bi al-Asa>li>b al-Ra>fi‘ah wa al-H{aya>t al-Lughawiyah

al-Mutajaddidah (Kairo: Dar al-Ma‘a>rif, t,th), juz-VI, 1.

33QS. A>li ‘Imra>n/3: 55.

34

(39)

29

melaksanakan pesan tersebut. Pada dasarnya ia tidak pantas sebagai peneriman

pesan atau panggilan, kecuali bisa terjadi dengan kehendak Allah.35

"Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya.37

 berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim ."39

Lafaz لابج di dalam ayat 10 surat Saba>’, ضرأ dan ءامس di dalam ayat 44

surat Hud tidak berakal dan tidak dapat menerima pesan yang

disampaikan, kecuali dengan kehendak Allah, maka semuanya dapat

terjadi.40

Jika konsep nida>’ dinilai dari segi jauh dan dekatnya, maka konsep nida>’

dibagi menjadi 2 (dua) macam bagian.

1. Nida>’ mandu>b aw nudbah, yaitu seruan yang terjadi karena sakit atau sedih.

Dalam nida>’ ini, alat pemanggilnya menggunakan ا َ sebagai alat pemanggil: ا

هار ظ.. Untuk menjadi nida>’ mandu>b saratnya adalah:

a. Harus terdiri dari isim ma‘rifat. Oleh sebab itu, tidak boleh mengatakan ا

هاجر, dikarenakan kalimat ini adalah nakirah (umum).

35 Yusuf al-Shi>kh Muhammad al-Biqa>‘i>, H{a>shiyah al-Khud}ari> ‘Ala> Sharh} Ibn ‘Aqi>l ‘Ala> Alfiyah Ibn

Ma>lik (Bairut: Dar al-Fikr, 2003), juz II, 642.

36QS. Saba>’/34: 10.

37

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005)

38 QS. Hu>d/11: 44.

39

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005) 40

(40)

30

b. Harus terdiri dari isim d}a>hir. Tidak dibenarkan menggunakan lafaz} yang

mubham (samar) seperti isim isharah. Oleh sebab itu, tidak boleh

mengatakan: هاذه ا

c. Tidak boleh menggunakan isim maws{u<l, kecuali isim maws}ul tersebut

tidak bersama dengan (لا), dan harus mempunya s}ilah (lafaz} penghubung

dengan isim maws}u>l). Apa bila bersama dengan s}ilah maka dapat

diperbolehkan. هامزمز رئب رفح نم ا .41

d. Di dalam nida>’ mandu>b boleh digunakan اي sebagai alat pemanggil, tetapi

dengan sarat tidak terjadi kerancuan dengan ghair mandu>b. Apabila terjadi

kerancuan maka tidak diperbolehkan menggunakan اي sebagai alat

pemanggil. 42 Contoh:

Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk

orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah)44

2. Nida>’ ghair mandu>b, yaitu seruan atau panggilan yang ditujukan kepada lawan

bicara yang jauh dan lawan bicara yang serupa dengan yang jauh. Atau

ditujukan kepada lawan bicara yang dekat. Jika lawan bicara terdiri dari orang

yang jauh atau serupa dengan yang jauh, seperti orang yang lagi tidur atau lagi

lupa, maka dalam memanggilnya harus menggunakan huruf nida>’ ايه , آ, أ, اي.

Jika nida>’ ghair mandu>b terdiri dari lawan bicara yang dekat, maka cara

41Baha’ al-Di>n Abd Allah bin ‘Aqi>l, Sharah Ibnu ‘Aqi>l (Surabaya: al-Hidayah, t, th), Juz III, 282. 42 Ibid, 256.

43

QS. Al-Zumar/39: 56.

44

(41)

31

memanggilnya harus menggunakan َأ (alif maqs}u>rah) sebagai alat pemanggil.

Contoh: لبقأ ديزأ45

Jika nida>’ dinilai dari segi umum dan tidaknya, maka nida>’ dibagi menjadi 4

(empat) kelompok. Ma‘in Taufiq menyebutkan dalam kitabnya al-Nida>’ fi al-Qur’an

al-Kari>m, bahwa macam nida>’ di dalam al-Qur’an ada empat kelompok:46

1. Nida>’ umum, ada 5 macam (Nida>’ al-Na>s, Nida>’ al-‘Iba>d, Nida>’ Bani Adam,

Nida>’ al-Insa>n dan Nida>’ Ma‘shar al-Jin wa al-Ins). Penulis menjelaskan satu

persatu dengan disertakan contoh ayat al-Qur’an, sebagai berikut:

a. Nida>’ al-Na>s, seruan atau panggilan ditujukan kepada seluruh umat manusia

yang berakal, seperti firman Allah dalam surat al-Baqarah:



Hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan

orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.48

Ibnu >Abba>s, Mujahid dan >Alqamah mengatakan setiap ayat yang

memiliki redaksi bahasa ‚سانلا ا يأاي‛ maka ayat tersebut tergolong pada ayat

Makkiyah, yaitu ayat yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad hijrah ke

Madinah.49 Ayat 21 surat al-Baqarah adalah pertama kali implementasi konsep nida>’ yang ada dalam al-Qur’an. Walaupun surat al-Baqarah tercatat

sebagai surat Madaniyah, ayat ini menunjukkan keumuman risalah dan

45Baha’uddin Abd Allah bin ‘Aqi>l, sharah} ibn ‘Aqi>l (Surabaya: al-Hida>yah, t. th), juz III, 255. 46Ma‘in Taufiq Dah}h}a>m al-Haya>li>, Nida>’ fi> al-Qur’an al-Kari>m (Bairut: Dar al-Kutub, 2008), 4. 47 QS. Al-Baqarah/2: 21.

48 Depertemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Juma>natul ‘Ali>, 2005)

49 Muhammad bin Yusuf Abu> H}ayya>n al-Andalusi>, al-Bahr al-Muh{i>t{ fi> al-Tafsi>r (Bairut: Dar al-Fikr,

(42)

32

pesan yang dibawa oleh ayat. Oleh sebab itu al-Wahidi mengatakan, bahwa

ayai ini adalah ayat Makkiyah, walaupun terdapat dalam surat al-Baqarah.50

b. Nida>’ al-Iba>d, seruan kepada hamba Allah, seperti dicontohkan dalam surat

al-Zumar ayat 10, Allah berfirman.

Katakanlah: "hai hamba-hamba-ku yang beriman. bertakwalah kepada tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang

yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.52

c. Nida>’ bani> adam, panggilan ditujukan kepada anak cucu Adam.

 mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.54

d. Nida>’ al-Insa>n, panggilan kepada manusia seperti yang dicontohkan dalam

surat al-Inshiqa>q ayat 6, Allah berfirman.



Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh

menuju tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.56

Maksudnya, manusia di dunia ini baik disadarinya atau tidak adalah dalam

perjalanan kepada Tuhannya. dan pasti dia akan menemui Tuhannya untuk

50 Abi> al-H{asan ‘Ali> Ahmad al-Wah}idi>, Kita>b Asba>b al-Nuzu>l (Kairo: Dar Ibn al-H{aitha>m,2005), 12. 51 QS. Al-Zumar/39: 10.

52 Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Juma>natul ‘Ali>, 2005)

53

QS. Al-A‘ra>f/7: 31.

54

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Juma>natul ‘Ali>, 2005)

55 QS. Al-Inshiqa>q/84: 6.

(43)

33

menerima pembalasan-Nya dari perbuatannya yang buruk maupun yang

baik.

e. Nida>’ Ma‘shar al-Jins wa al-Ins, panggilan ditujukan kepada kelompok jin

dan manusia. Panggilan ini penulis contohkan dalam surat al-Rahman ayat

33, Allah berfirman.

Abs}a>r, Nida>’ al-Nafs al-Mut}mainnah, Nida>’ Bani> Isra>’il, Nida>’ Ahli al-Kita>b,

Nida>’ al-Kuffa>r)59

a. Nida>’ al-Mu’mini>n, panggilan ditujukan kepada orang-orang mu’min.

seperti firman Allah dalam surat al-Nisa>’ ayat 29.



Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang

kepadamu.61

Setiap ayat yang redaksinya diawali dengan ا نمآ نيذلا ا يأاي, maka ayat

tersebut tergolong pada ayat madaniyah, yaitu diturunkan setelah

Rasulullah hijrah ke Madinah, karena kebanyakan orang yang beriman

57 QS. Al-Rahman/55: 33.

58

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005)

59Ma‘in Taufiq Dah}h}a>m al-Haya>li>, Nida>’ fi> al-Qur’an al-Kari>m (Bairut: Dar al-Kutub, 2008), 4. 60 QS. Al-Nisa>’/4: 29.

(44)

34

berkumpul di kota Madinah. Sedangkan ayat yang susunan bahasanya

menggunakan lafaz{ سانلا ا يأاي, maka pesan ayat tersebut tandanya sebagai

ayat Makkiyah, karena kekafiran biasanya tersebar dan banyak di kota

Makkah. Abu> Ubaidah meriwayatkan dari Maimunah bin Mahra>n, bahwa:

‚setiap ayat yang redaksinya menggunakan سانلا ا يأاي atau مدآ ينب اي, maka

ayat tersebut adalah Makkiyah. Setiap ayat yang redaksi bahasanya نيذلا ا يأاي

نمآ

ا , maka ayat tersebut adalah Madaniyah.62

b. Nida>’ Uli> al-Alba>b dan al-Abs}a>r.

orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.64

 kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk

menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.66

62 Muhammad Abd al-‘Az{i>m al-Zurqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> Ulu>m al-Qur’an (Kairo: Dar al-Sala>m,

2006), juz I, 158.

63 QS. Al-Baqarah/2: 179.

64

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005)

65 QS. Al-H{ashar/59: 2.

66

(45)

35

c. Nida>’ al-nafs al-mut}mainnah, panggilan ditujukan kepada jiwa yang damai.

Nida>’ ini di terdapat dalam surah al-Fajr ayat 27, Allah berfirman

 Hai jiwa yang tenang.68

d. Nida>’ Bani> Isra>’i>l, panggilan khusus Bani Israil. Dalam nida>’ ini penulis

memberikan contoh ayat 6 surat al-S{a>f, Allah berfirman.

 Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata."70

e. Nida>’ Ahli al-Kita>b, seruan khusus kepada ahli kitab.

Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".72

67 QS. Al-Fajr: 27.

68

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005)

69 QS. Al-S{a>f/61: 6.

70

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Al-Jumana>tul ‘Ali>, 2005)

71QS. A>li ‘Imra>n/3: 64.

72

Referensi

Dokumen terkait