• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA RETORIKA DA’I PADA CERAMAH BA’DA DHUHUR DI MASJID RAYA ULUL ALBAB UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAYA RETORIKA DA’I PADA CERAMAH BA’DA DHUHUR DI MASJID RAYA ULUL ALBAB UIN SUNAN AMPEL SURABAYA."

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA RETORIKA DA’I PADA CERAMAH BA’DA DHUHUR

DI MASJID RAYA ULUL ALBAB UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)

Oleh:

NITRA GALIH IMANSARI NIM. B31212054

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nitra Galih Imansari, NIM B31212054, 2016. Gaya Retorika Da’i Pada Ceramah Ba’da Dhuhur Di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya. Kata Kunci: Gaya Retorika, Da’i, Ceramah.

Gaya retorika seseorang dalam menyampaikan dakwah tentunya berbeda-beda. Baik dalam gaya bahasa, gaya gerak tubuh, maupun gaya suara. Gaya retorika da’i tentunya sangat berpengaruh sebagai penunjang kesuksesan dakwah. Maka akan sangat menarik jika peneliti menganalisis gaya retorika da’i pada ceramah ba’da Dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya yang mengadakan rutinitas ceramah ba’da Dhuhur dengan da’i yang berbeda disetiap harinya. Maka penelitian ini ingin menjawab bagaimana gaya retorika da’i pada ceramah ba’da dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya. Gaya retorika yang dimaksud meliputi gaya bahasa, gaya suara, dan gaya gerak tubuh. Adapun subjek penelitian ini dipilih dua da’i yaitu Ustadz Drs. H. M. Munir mansyur, M.Ag dan Ustadz Dr. H. Achmad Zuhdi Dh, M. Fil. I.

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitan deskriptif kualitatif dengan fokus pada gaya retorika yang meliputi gaya bahasa, gaya suara, dan gaya gerak tubuh. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi yang dilakukan oleh peneliti secara langsung, wawancara, dan dokumentasi berupa rekaman video da’i saat berceramah. Sedangkan penelitian ini menggunakan teknik analisa model Miles dan Huberman. Setelah data dikumpulkan lalu direduksi, kemudian disajikan dan disimpulkan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa gaya retorika yang digunakan kedua tersebut memiliki kesamaan. Gaya bahasa yang digunakan da’i tersebut memuat unsur kejujuran, sopan santun dan menarik. Kedua da’i terebut menggunakan gaya bahasa percakapan dalam pemilihan bahasa berdasarkan pilihan kata sedangkan berdasarkan nada kedua da’i tersebut menggunakan gaya bahasa sederhana dan berdasarkan struktur kalimat yang digunakan beliau menggunakan bahasa klimaks, paralelisme, antitesis dan repetisi yang meliputi anafora dan epistrofora. Begitu juga dengan gaya suara, Beliau sangat memperhatikan intonasi suaranya, pitch, kerasnya suara, kecepatan, irama, penekanan, dan peletakan jeda, kemudian diperkuat dengan gerak tubuh dengan menggunakan kontak mata, gerakan tangan, menjaga penampilan dan pakaian, serta sikap badan saat berceramah.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Konseptualisasi ... 9

F. Sistematika Pembahasan ... 12

BAB II : KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kajian Pustaka ... 14

1. Da’i ... 14

2. Metode Ceramah... 19

a. Kelebihan Meode Ceramah ... 20

b. Kekurangan Metode Ceramah ... 21

c. Teknik Persiapan Ceramah ... 22

d. Teknik Pernyampaian Ceramah... 23

(8)

3. Retorika ... 26

a. Retorika Dalam Dakwah ... 27

b. Gaya Retorika ... 27

1) Pengertian Gaya Retorika ... 27

2) Macam-macam Gaya Retorika ... 28

a) Gaya Bahasa ... 28

b) Gaya Suara ... 35

c) Gaya Gerak Tubuh ... 39

B. Kajian Teori ... 37

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 40

BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 46

B. Subyek Penelitian ... 48

C. Sumber Data ... 48

D. Teknik Pengumpulan Data ... 50

E. Teknik Analisis Data ... 53

F. Teknik Keabsahan Data ... 54

G. Tahap Penelitian ... 57

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Penyajian Data ... 63

B. Analisis Data ... 78

C. Relevansi Temuan Penelitian Dengan Teori ... 109

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 117

B. Saran ... 118

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori SOR………..42

Gambar 4.1 Struktur Pengurus Ma’had Al-Jami’ah ………..…...63

Gambar 4.2 Analisis Suara Ustadz Munir Mansyur………...…85

Gambar 4.3 Dokumentasi Ceramah Ustadz Munir Mansyur………...….92

Gambar 4.4 Analisis Suara Ustadz Achmad Zuhdi……….…..99

Gambar 4.5 Dokumentasi Ceramah Ustadz Achmad Zuhdi………...….104

Gambar 4.6 Dokumentasi Ceramah Ustadz Achmad Zuhdi………...…….105

Gambar 4.7 Dokumentasi Ceramah Ustadz Achmad Zuhdi………...…….107

Gambar 4.8 Dokumentasi Ceramah Ustadz Achmad Zuhdi…………...……….107

Gambar 4.9 Dokumentasi Ceramah Ustadz Achmad Zuhdi………...….108

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah Agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini melalui utusan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW. Dalam Islam, tindakan menyebarkan dan mengomunikasikan pesan-pesan Islam merupakan esensi dakwah. Dakwah adalah istilah teknis yang pada dasarnya dipahami sebagai upaya untuk menghimbau orang lain ke arah Islam.1 Sebagaimana yang tertera dalam QS Ali-Imran ayat 104:

ِﻦَﻋ َن ْﻮَﮭْﻨَﯾ َو ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ َنوُﺮُﻣْﺄَﯾ َو ِﺮْﯿَﺨْﻟا ﻰَﻟِإ َنﻮُﻋْﺪَﯾ ٌﺔﱠﻣُأ ْﻢُﻜﻨِّﻣ ﻦُﻜَﺘْﻟ َو

َنﻮُﺤِﻠْﻔُﻤْﻟا ُﻢُھ َﻚِﺌـَﻟ ْوُأ َو ِﺮَﻜﻨُﻤْﻟا

-١٠٤

Artinya: Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung.2

Secara bahasa dakwah berasal dari bahasa Arab yakni da’a, yad'u, da’watan. Kata dakwah, walaupun dilihat dari segi kosakatanya berbentuk kata benda (ism), karena termasuk diambil (musytaq) dari fi’il muta’adi, yang

1 Alwi, Shihab, Islam Inklusif, (bandung: Penerbit Mizan, 1998) h. 252

2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: PT Karya Toha Putra

(12)

2

mengandung nilai dinamika, yakni ajakan, seruan, panggilan, dan permohonan.3

Kegiatan dakwah identik dengan kegiatan komunikasi. Dilihat dari kata dakwah yang berarti ajakan, seruan, panggilan dan permohonan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi yang terjalin antara dua orang atau lebih untuk menyampaikan atau memberitahukan tentang isi dan maksud tertentu. Kegiatan dakwah sehingga dapat dikatakan sebagai kegiatan komunikasi karena dakwah merupakan kegiatan yang mengajak, menyampaikan, menyeru pesan-pesan agama kepada perorangan atau sekelompok orang dengan tujuan menyiarkan ajaran Islam atau berdakwah.

Dakwah merupakan suatu upaya menyeru manusia untuk berbuat kebaikan dan mencegah berbuat kemungkaran untuk mencapai kebahagiaan didunia maupun diakhirat. Dakwah Islam berupaya agar umat manusia selalu berubah, dalam makna selalu meningkatkan situasi dan kondisi baik lahir maupun batin, berupaya agar semua kegiatannya masuk ke dalam kerangka ibadah dan diharapkan agar mencapai kesejahteraan, kebahagiaan lahir dan batin yang memperoleh ridha Allah SWT.4

Pesan-pesan dakwah yang diampaikan tidak hanya sekedar agar pesan tersebut dapat disampaikan dan diterima oleh khalayak, tetapi hendaknya juga pesan tersebut mampu dimengerti dan dihayati. Upaya dalam menyeru agar

3 Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Penerbit

Pustaka Setia, 2002) h. 27.

(13)

3

timbul kesadaran, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama secara baik dan benar memerlukan cara atau jalan. Cara atau jalan inilah yang disebut juga dengan metode. Metode dakwah terdapat beberapa metode seperti metode ceramah yang telah dipakai oleh semua Rasul Allah dalam menyampaikan ajaran Allah.5 Salah satu dari ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan masalah dakwah yang dapat dijadikan acuan utama dalam prinsip dakwah merujuk pada QS. An-Nahl ayat 125:

ﱠنِإ ُۚﻦَﺴ ۡﺣَأ َﻲِھ ﻲِﺘﱠﻟﭑِﺑ ﻢُﮭۡﻟِﺪ َٰﺟ َو ِۖﺔَﻨَﺴَﺤۡﻟٱ ِﺔَﻈِﻋ ۡﻮَﻤۡﻟٱ َو ِﺔَﻤۡﻜ ِﺤۡﻟﭑِﺑ َﻚِّﺑَر ِﻞﯿِﺒَﺳ ٰﻰَﻟِإ ُعۡدٱ

َﻦﯾِﺪَﺘ ۡﮭُﻤۡﻟﭑِﺑ ُﻢَﻠۡﻋَأ َﻮُھ َو ۦِﮫِﻠﯿِﺒَﺳ ﻦَﻋ ﱠﻞَﺿ ﻦَﻤِﺑ ُﻢَﻠۡﻋَأ َﻮُھ َﻚﱠﺑَر

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengerti orang-orang yang diberi petunjuk. 6

Menurut Ibn Rusyd, dakwah dengan hikmah artinya dakwah dengan pendekatan substansi yang mengarah pada falsafah dengan nasihat yang baik, retorika yang efektif dan populer, serta dengan mujaddalah yang baik.7 Salah satu ciri dakwah yang efektif adalah apabila adanya hubungan baik antara da’i dan mad’u (hubungan intrapersonal dan hubungan batin) semakin meningkat. Kedekatan hubungan antara kedua belah pihak itu boleh jadi terjadi secara alamiah karena bertemunya dua unsur yang saling

5 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Surabaya: Prenada Media Group, 2009) h. 359

6 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: PT Karya

Toha Putra Semarang, 1995)h. 421

(14)

4

membutuhkan dan saling mendukung.8 Setiap pribadi muslim pada dasarnya berperan secara otomatis sebagai da’i atau komunikator, artinya orang yang harus menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u atau komunikan sesuai dengan perintah “Sampaikanlah walau satu ayat”.9

Kebanyakan yang dilakukan da’i atau komunikator dalam berdakwah saat ini adalah penyampaian dakwah menggunakan metode ceramah atau yang disampaikan secara lisan. Kenyataan ini dapat dilihat, baik di desa maupun kota.

Dakwah menggunakan metode ceramah, haruslah disampaikan dengan cara-cara yang efektif agar mudah diterima oleh sasaran dakwah dan tidak terjadi kesalahfahaman maksud dan tujuan pesan dakwah yang disampaikan. Sehingga seorang pendakwah perlu menguasai ilmu retorika.

Retorika merupakan ilmu yang membicarakan tentang cara-cara berbicara di depan massa (orang banyak), dengan tutur wicara yang baik agar mampu mempengaruhi para pendengar (audience) untuk mengikuti faham atau ajaran yang dipeluknya.10

Faktor penting dalam menyampaikan materi bagi seorang komunikator adalah ilmu retorika. Para komunikator biasanya dalam menyampaikan materinya, mempunyai gaya atau ciri khas tertentu yang menjadi karakteristik komunikator tersebut. Apabila di dalam penyampaian materi, seorang

8 Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 141

9 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1986), h. 41

(15)

5

komunikator tidak menyertai dengan gaya yang sesuai, maka materi yang disampaikan menjadi kurang menarik bahkan komunikan tidak bisa memahami sama sekali.

Ketika berdakwah, seorang pendakwah memiliki ciri khas masing-masing yang sangat berpengaruh besar dalam kesuksesan dakwah terutama penyampaian pesan dakwah kepada mad’u atau pendengar. Mulai dari cara berpakaian, pemilihan bahasa yang digunakan, penggunaan gerak tubuh, serta gaya retorika yang berbeda setiap pendakwah.

Gaya bahasa dalam retorika biasanya dikenal dengan istilah style. Kata style yang diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Sedangkan dalam bukunya Asmuni Syukir “Dasar-Dasar Srategi Dakwah Islam”, dijelaskan: Gaya (style) adalah ciri khas penceramah ketika menyampaikan suatu pesan kepada para pendengar (audience), biasanya gaya atau style ini meliputi gerak tangan, gerak anggota tubuh, mengerutkan kening, arah pandang, melihat persiapan, membuka lembaran buku persiapan dan sebagainya.11

Dakwah merupakan kegiatan komunikasi, setiap bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Oleh karena itu, seorang pembicara hendaknya mampu mendramatisasi (membuat jama’ah merasa tertarik) terhadap pembicara.12 Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan tujuan retorika yang berkaitan dengan

11 Ibid, h. 118

(16)

6

dakwah yakni “mempengaruhi audience” karena dalam berdakwah membutuhkan teknik-teknik yang mampu memberikan pengaruh efektif kepada khalayak masyarakat sebagai objek dakwah. Sebagaimana dakwah adalah sarana komunikasi yang menghubungkan, memberikan, dan menyerahkan segala gagasan, cita-cita dan rencana kepada orang lain dengan motif menyebarkan kebenaran sejati.13

Banyak da’i atau pendakwah yang tidak sampai pesannya kepada khalayak karena da’i tersebut tidak mampu menuangkan kedalam bahasa yang baik, sehingga dakwah yang disajikan monoton dan tidak menarik. Dalam hal ini maka aktifitas da’i dalam praktek dakwah menarik untuk dikaji dan diidentifikasi apa yang mereka tampilkan dalam berdakwah, baik dalam penggunaan gaya bahasa, gerak tubuh, penampilan, dan pendekatan humanis lainnya.

Gaya retorika da’i dalam menyampaikan pesan dakwah pasti berbeda antara masing-masing da’i. Perbedaan gaya retorika tersebut baik dalam gaya bahasa, gaya suara, dan gaya gerak tubuh merupakan segi yang menarik untuk diteliti. Atas dasar alasan tersebut sehingga peneliti tertarik ingin meneliti bagaimana gaya retorika da’i pada ceramah ba’da dhuhur di lingkungan akademisi Islam, yaitu di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya yang menyelenggarakan rutinitas ceramah setiap hari dengan da’i yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini peneliti meneliti gaya

(17)

7

retorika ceramah Ustadz Drs. H. M. Munir Mansyur, M.Ag dan Ustadz Dr. H. Achmad Zuhdi Dh, M. Fil. I yang meliputi gaya bahasa, gaya suara, dan gerak tubuh da’i tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berhubungan dengan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana gaya retorika da’i pada ceramah ba’da dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya?

Gaya retorika yang dibatasi pada:

1. Bagaimana gaya bahasa da’i pada ceramah ba’da dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya?

2. Bagaimana gaya suara da’i pada ceramah ba’da dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya?

3. Bagaimana gaya gerak tubuh da’i pada ceramah ba’da dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

(18)

8

1. Untuk mengetahui gaya bahasa da’i pada ceramah ba’da dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Untuk mengetahui gaya suara da’i pada ceramah ba’da dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya.

3. Untuk mengetahui gaya gerak tubuh da’i pada ceramah ba’da dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Aspek Teori

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian kader dakwah, khususnya tentang gaya retorika yang meliputi gaya bahasa, gaya suara dan gayagerak tubuh.

2. Aspek Praktis

(19)

9

E. Konseptualisasi

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengertian terhadap penulisan skripsi, penting adanya penegasan istilah yang berkaitan dengan judul skripsi tersebut. Adapun istilah-istilah yang penulis tegaskan pengertiannya adalah sebagai berikut:

1. Gaya Retorika

Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style yang diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-Dasar Srategi Dakwah Islam , dijelaskan bahwa “Gaya (style) adalah ciri khas penceramah ketika menyampaikan sesuatu pesan kepada para pendengar (audience), biasanya gaya atau style ini meliputi gerak tangan, gerak anggota tubuh, mengerutkan kening, arah pandang, melihat persiapan, membuka lembaran buku persiapan dan sebagainya”.14 Sedangkan menurut

Gorys Keraf, gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya.15

Sedangkan dalam penelitian ini, gaya retorika meliputi: a. Gaya Bahasa

Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa yang baik, mengandung tiga unsur yaitu:

14 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Srategi Dakwah Islam, h.119

(20)

10

kejujuran, sopan santun dan menarik. Dalam penelitian ini menggunakan 3 kategori jenis gaya bahasa yaitu: gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan nada, dan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat.

b. Gaya Suara

T.A Lathief Rousydy mengatakan audiens umumnya tertarik kepada pidato seseorang, karena pembicara mempunyai suara yang empuk yang enak didengar, sesuai dan serasi dengan keinginan jiwa pendengar.16

Undersch & Staats dalam bukunya: “Speech for Everyday Use, Rinehart and Company, New York 1951” menyebutkan ada 4 variabel yang perlu diperhatikan mengenai suara yaitu: Pitch, Qualty, Loudness, Rate and Rhythm.17

c. Gaya Gerak Tubuh

Gerak tubuh juga membantu menguatkan gaya pidato. Dalam komunikasi tulisan, kita mengenal penggunaan tanda baca, seperti titik, koma, tanda kutip dan yang lain sebagainya yang menandakan jeda paragraf baru. Saat kita berbicara menggunakan jeda, variasi vokal dan gerak tubuh kita harus mampu menyelaraskan suara dan

16 Moh. Ali Aziz, Ilmu Pidato, ( Surabaya: t.t. , 2015), h. 119

17 Ghestari Anwar, Retorika Prakris Tehnik dan Seni Berpidato,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995),

(21)

11

gerak tubuh agar bekerja sebagai suatu kesatuan.18 Dalam penelitian ini ada 4 unsur yang menjadi perhatian peneliti, yaitu: sikap badan, penampilan dan pakaian, air muka dan gerkan tangan, dan pandangan mata.

2. Da’i

Da’i secara etimologis berasal dari bahasa Arab, bentuk isim fa’il (kata menunjukkan pelaku) dari asal kata dakwah artinya orang yang melakukan dakwah kepada orang lain (mad’u)19 . Dalam

kegiatan dakwah, da’i merupakan unsur yang penting dalam sukses atau tidaknya suatau kegiatan berdakwah. Dalam hal ini meneliti dua da’i yang ceramah pada bulan. April minggu kedua di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya. Sedangkan yang diteliti pada dua da’i tersebut adalah gaya reorikanya.

3. Ceramah

Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara oleh seorang da’i atau mubaligh pada suatu aktivitas dakwah, ceramah dapat pula bersifat propaganda, kampanye, berpidato, khutbah, sambutan, mengajar, dan sebagainya.20Pada penelitian ini ceramah yang dimaksud adalah

ceramah ba’da dhuhur yang merupakan bagian rutinitas Masjid Raya

18 Fitriana Utami Dewi, Public Speaking, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 83

19 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h. 261

(22)

12

Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya. Setiap harinya pada hari Senin, Selasa, dan Rabu ceramah ba’da dhuhur di Masjid Raya Ulul Albab disampaikan oleh da’i dan topik pembahasan berbeda dengan durasi kurang lebih 10 menit.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka berpikir dalam penulisan skripsi, untuk lebih mudah memahami penulisan skripsi ini, maka disusunlah sistematika pembahasan, antara lain:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang maslah, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, definisi konseptual yang merupakan penegasan dari judul, dan sistematika pembahasan agar penelitian lebih sistematis.

BAB II : KAJIAN KEPUSTAKAAN

(23)

13

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab metode penelitian, memuat uraian secara rinci tentang metode dan langkah-langkah penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, jenis dan sumber data, unit analisis, tahapan penelitian, teknik pengumpulan, teknik analisis data, beberapa informan penelitian serta tehnik keabsahan data.

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini memamparkan tentang hasil yang didapat selama penelitian. Penyajian data dari gaya retorika da’i dari gaya bahasa, gaya suara, dan gaya gerak tubuh serta respon mad’u terhadap gaya retorika kedua da’i tersebut.

BAB V : PENUTUP

(24)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka 1. Da’i

Untuk membuat suatu proses dakwah sesuai dengan yang diharapkan, seorang da’i harus memiliki kriteria-kriteria kepribadian yang positif diantaranya:1

a. Kepribadian yang bersifat Rohaniah

Kriteria kepribadian yang baik, sangat menentukan keberhasilan dakwah. Kepribadian da’i yang bersifat rohaniah mencakup sifat, sikap, dan kemampuan diri pribadi da’i, dari ketiga masalah tersebut mencakup keseluruhan kepribadian yang harus dimiliki.

1) Beriman dan Bertaqwa Kepada Allah

Kepribadian da’i yang terpenting adalah iman dan taqwa kepada Allah SWT. Sifat ini merupakan dasar utama akhlaq da’i. Sifat dasar da’i dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 44:

َنﻮُﻠِﻘْﻌَﺗ َﻼَﻓَأ ۚ َبﺎَﺘِﻜْﻟا َنﻮُﻠْﺘَﺗ ْﻢُﺘْﻧَأ َو ْﻢُﻜَﺴُﻔْﻧَأ َن ْﻮَﺴْﻨَﺗ َو ِّﺮِﺒْﻟﺎِﺑ َسﺎﱠﻨﻟا َنوُﺮُﻣْﺄَﺗَأ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”2

1 Effendi Muchsin, Faizah, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2012) hh. 90-100

(25)

15

2) Ahli Tobat

Sifat tobat dalam diri da’i yakni da’i harus mampu untuk lebih menjaga atau takut berbuat maksiat atau dosa dibanding dengan orang-orang yang menjadi mad’unya. Jika dia merasa melakukan dosa hendaklah ia bergegas memohon ampun dan bertobat kepada Allah untuk menyesali atas perbuatannya.

3) Ahli Ibadah

Seorang da’i adalah mereka yang selalu beribadah kepada Allah dalam setiap gerakan, perbuatan atau perkataan dimanapun dan kapanpun. Serta segala ibadahnya ditujukan dan diperuntukan hanya kepada Allah, dan bukan karena manusia. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat al-An’am ayat 162:

َﻦﯿِﻤَﻟﺎَﻌْﻟا ِّب َر ِ ﱠ ِ ﻲِﺗﺎَﻤَﻣ َو َيﺎَﯿْﺤَﻣ َو ﻲِﻜُﺴُﻧ َو ﻲِﺗ َﻼَﺻ ﱠنِإ ْﻞُﻗ

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”3

4) Amanah dan Shidiq

Amanah dan shidiq adalah sifat utama yang harus dimiliki seorang da’i

sebelum sifat-sifat yang lain, karena ini merupakan sifat yang dimiliki oleh nabi dan rasul. Apabila da’i memiliki sifat amanah dan shidiq maka mad’u

akan cepat percaya dan menerima ajakan dakwahnya.

5) Pandai Bersyukur

Orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang merasakan karunia Allah dalam dirinya, sehingga perbuatan dan ungkapannya merupakan realisasi

(26)

16

dari rasa kesyukuran tersebut. Syukur mempunyai dua dimensi, syukur kepada Allah dan syukur kepada manusia. Seorang da’i yang baik adalah da’i yang mampu menghargai nikmat-nikmat Allah dan menghargai kebaikan orang lain.

6) Tulus Ikhlas dan Tidak Mementingkan Pribadi

Niat yang tulus tanpa pamrih duniawi, salah satu syarat yang muthlak harus dimiliki seorang da’i, sebab dakwah adalah suatu pekerjaan yang bersifat ubudiyah, yakni amal perbuatan yang berhubungan dengan Allah SWT yang memerlukan keikhlasan lahir dan bathin. Dalam al-Quran Surat al- Bayyinah ayat 5 Allah menjelaskan:

۟اوُﺪُﺒْﻌَﯿِﻟ ﱠﻻِإ ۟ا ٓوُﺮِﻣُأ ٓﺎَﻣ َو

ۚ َة ٰﻮَﻛ ﱠﺰﻟٱ ۟اﻮُﺗْﺆُﯾ َو َة ٰﻮَﻠﱠﺼﻟٱ ۟اﻮُﻤﯿِﻘُﯾ َو َءٓﺎَﻔَﻨُﺣ َﻦﯾِّﺪﻟٱ ُﮫَﻟ َﻦﯿ ِﺼِﻠْﺨُﻣ َ ﱠ ٱ

ِﺔَﻤِّﯿَﻘْﻟٱ ُﻦﯾِد َﻚِﻟَٰذ َو

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”4

7) Ramah dan Penuh Pengertian

Dakwah adalah pekerjaan yang bersifat propaganda kepada orang lain. Sehingga seorang da’i dituntut untuk memiliki kepribadian yang menarik seperti ramah, sopan, ringan tangan, dan lain-lain untuk menunjang keberhasilan dakwah. Seperti tertera dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 159:

(27)

17

ْﻟا َﻆْﯿِﻠَﻏ ﺎﻈَﻓ َﺖْﻨُﻛ ْﻮَﻟ َو ْﻢُﮭَﻟ َﺖْﻨِﻟ ِﷲ َﻦِﻣ ٍﺔَﻤْﺣ َر ﺎَﻤِﺒَﻓ

ُﻒْﻋﺎَﻓ َﻚِﻟ ْﻮَﺣ ْﻦِﻣ ا ْﻮُﻀَﻔْﻧ َﻻ ِﺐْﻠَﻘ

ِﷲ ﻰَﻠَﻋ ْﻞﱠﻛ َﻮَﺘَﻓ َﺖْﻣ َﺰَﻋ اَذِﺈَﻓ ِﺮْﻣَ ْﻷا ﻲِﻓ ْﻢُھ ْرِو ﺎَﺷ َو ْﻢُﮭَﻟ ْﺮِﻔْﻐَﺘْﺳا َو ْﻢُﮭْﻨَﻋ

َﷲ ﱠنِإ

َﻦْﯿِﻠِّﻛ َﻮَﺘُﻤﻟا ﱡﺐ ِﺤُﯾ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”5

8) Tawadhu’ (Rendah Hati)

Tawadhu dalam hal ni adalah sopan dalam pergaulan, tidak sombong, tidak

suka menghina, dan mencela orang lain. Da’i yang mempunyai sifat tawadhu

akan selalu disenangi dan dihormati karena tidak sombong dan berbangga diri yang dapat menyakiti perasaan orang lain.

9) Sederhana dan jujur

Kesederhanaan merupakan keberhasilan dakwah. Maksud dari sederhana adalah tidak bermegah-megahan, angkuh dan sebagainya, sehingga dengan sifat sederhana ini orang tidak merasa segan dan takut kepadanya. Sedangkan kejujuran adalah penguat dari sifat sederhana.

10)Tidak memiliki sifat egois

Ego adalah suatu watak yang menonjolkan keakuan, angkuh dalam pergaulan, merasa diri paling hebat. Sehingga sifat ini harus benar-benar dijauhi oleh para da’i.

(28)

18

11)Sabar dan Tawakkal

Setiap da’i merupakan pewaris nabi yang sangat besar kemungkinan untuk berhadapan dengan resiko dilawan, dihina, dilecehkan bahkan dibunuh. Oleh karena itu bila dalam menunaikan tugas dakwah, da’i mengalami hambatan dan cobaan dan hendaklah dilalui dengan sabar dan tawakkal kepada Allah SWT.

12)Memiliki Jiwa Toleran

Toleransi dapat difahami sebagai suatu sikap pengertian dan dapat mengadaptasikan diri dengan positif. Salah satu contoh ayat yang menunjukkan sifat toleransi dalam Al-Qur’an Surat al- Kafirun ayat 6:

ْﻢُﻜَﻟ

ِﻦﯾِد َﻰِﻟ َو ْﻢُﻜُﻨﯾِد

“Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.”6

13)Sifat Terbuka

Da’i diharuskan memiliki sifat terbuka yakni bila mendapat kritikan dan saran hendaklah diterima dengan gembira, bila dia mendapat kesulitan sanggup bermusyawarah dan tidak berpegang teguh pada pendapat (ide) nya yang kurang baik.

14)Tidak memiliki penyakit hati

Sombong, dengki, ujub, dan iri harus disingkirkan dari sanubari seorang

da’i.

(29)

19

b. Kepribadian yang Bersifat Jasmani 1) Sehat Jasmani

Dakwah memerlukan akal yang sehat sedang akal yang sehat terdapat pada badan yang sehat. Dengan kesehatan jasmani seorang da’i mampu memikul beban dan tugas dakwah.

2) Berpakaian sopan dan rapi

Pakaian yang sopan, praktis dan pantas mendorong rasa simpati seseorang pada orang lain bahkan pakaian berdampak pada kewibawaan seseorang. Adapun dengan pakaian yang pantas adalah pakaian yang sesuai dengan tempat, suasana, dan keadaan tubuh bukan berarti pakaian yang serba baik, baru, dan mahal.

2. Metode Ceramah

Metode caramah sebagai salah satu metode atau teknik dakwah tidak jarang digunakan oleh para da’i atau mubaligh juga utusan Allah dalam usaha menyampaikan risalah-Nya. Hal ini terbukti dalam ayat al-Qur’an, bahwa Nabi Musa saat hendak menyampaikan misi dakwahnya beliau berdo’a yang tertera dalam Qur’an Surat al-Thaha ayat 40:

ﺎَﮭُﻨْﯿَﻋ ﱠﺮَﻘَﺗ ْﻲَﻛ َﻚِّﻣُأ ﻰَﻟِإ َكﺎَﻨْﻌَﺟ َﺮَﻓ ُﮫُﻠُﻔْﻜَﯾ ْﻦَﻣ ﻰَﻠَﻋ ْﻢُﻜﱡﻟُدَأ ْﻞَھ ُلﻮُﻘَﺘَﻓ َﻚُﺘْﺧُأ ﻲِﺸْﻤَﺗ ْذِإ

َﻠَﻓ ﺎًﻧﻮُﺘُﻓ َكﺎﱠﻨَﺘَﻓ َو ِّﻢَﻐْﻟا َﻦِﻣ َكﺎَﻨْﯿﱠﺠَﻨَﻓ ﺎًﺴْﻔَﻧ َﺖْﻠَﺘَﻗ َو َنَﺰْﺤَﺗ ﻻ َو

َﻦَﯾْﺪَﻣ ِﻞْھَأ ﻲِﻓ َﻦﯿِﻨِﺳ َﺖْﺜِﺒ

ﻰَﺳﻮُﻣ ﺎَﯾ ٍرَﺪَﻗ ﻰَﻠَﻋ َﺖْﺌ ِﺟ ﱠﻢُﺛ

(30)

20

“(yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan, lalu dia berkata (kepada keluarga Fir'aun), "Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati. Dan engkau pernah membunuh seseorang, lalu Kami selamatkan engkau dari kesulitan yang besar dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan (yang berat); lalu engkau tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian engkau, wahai Musa, datang menurut waktu yang ditetapkan.”7

Metode ceramah adalah metode yang paling sering digunakan dalam aktifitas dakwah, namun bagaimanapun juga itu hanya merupakan suatu cara atau bentuk penyampaian pesan kepada pendengar. Tentang apa pesan itu dapat diterima atau tidak itu tergantung dari pendengar, dan bukan berarti metode caramah tersebut adalah metode yang terbaik. Dalam metode ceramah terdapat kelebihan dan kelemahannya. Berikut kelebihan dan kelemahan dalam metode ceramah:

a. Kelebihan Metode Ceramah

1) Dalam waktu relatife singkat dapat disampaikan bahan (materi dakwah) sebanyak-banyaknya.

2) Memungkinkan mubaligh/da’i menggunakan pengalamannya,

keistimewaannya dan kebijaksanaannya sehingga audience (objek dakwah) mudah tettarik dan menerima ajarannya.

3) Mubaligh/ da’i lebih mudah menguasai seluruh audience (pendengar) 4) Bila diberikan dengan baik, dapat menstimulir audience untuk mempelajari materi/isi kandungan yang telah diceramahkan.

5) Biasanya dapat meningkatkan derajat atau status dan popularitas

mubaligh/da’i.

(31)

21

6) Metode ceramah ini lebih fleksibel. Artinya mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta waktu yang tersedia, jika waktu terbatas (sedikit) bahan dapat dipersingkat (diambil yang pokok-pokok saja). Dan sebaliknya jika waktunya memungkinkan (banyak) dapat disampaikan bahan yang

sebanyak-banyaknya dan lebih mendalam)8

b. Kekurangan Metode Ceramah

1) Da’i atau mubaligh sukar untuk mengetahui pemahaman audience terhadap bahan-bahan yang disampaikan.

2) Metode ceramah hanyalah bersifat komunikasi satu arah saja (one-way communication channel). Maksudnya yang aktif hanyalah sang

mubaligh/da’inya saja, sedangkan para audience pasif belaka (tidak faham, tidak setuju tidak ada waktu untuk bertanya atau menggugatnya).

3) Sukar menjajaki pola berpikir pendengar (audience) dan pusat

perhatiannya.

4) Penceramah (mubaligh/da’i) cenderung bersifat otoriter.

5) Apabila penceramah tidak memperhatikan psychologis (audience) dan tehnik edukatif maupun teknis dakwah, ceramah dapat berlantur-lantur dan membosankan. Sebaliknya muballigh atau penceramah dapat terlalu berlebih-lebihan berusaha menarik perhatian pendengar (audience) dengan jalan memberikan humor sebanyak-banyaknya, sehingga inti dan isi ceramah menjadi kabur dan dangkal.9

8 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, h. 106

(32)

22

c. Teknik persiapan ceramah

Suatu ceramah haruslah didahului dengan persiapan-persiapan yang baik. Hanya orang yang tidak bijaksana yang akan berceramah tanpa mengadakan persiapan. Semakin pandai mereka berceramah, semakin segan ia berceramah tanpa melakukan persiapan terlebih dahulu.10

Terdapat dua teknik utama dalam persiapan ceramah bagi da’i sebelum ceramah. Pertama, persiapan mental sebelum berdiri atau tampil untuk ceramah, kedua, persiapan yang menyangkut isi ceramah. Jika persiapan terasa kurang atau belum mantap sehingga muncul rasa cemas dan kurang percaya diri dapat menimbulkan kacaunya sikap dan mengganggu kelancaran penyampaian isi ceramah, sekalipun isi ceramah sudah disiapkan dengan baik. Begitu juga sebaliknya, biarpun mental telah dipersiapkan dengan matang,

namun bila isi ceramah tidak dipersiapkan dengan baik, dakwah akan terlihat berantakan.

Ali Aziz dalam bukunya “Ilmu Dakwah” mengutip pemikiran Jalaludin Rakhmat, bahwa terdapat persiapan yang menyangkut isi ceramah dibagi menjadi tiga bagian. Jika ceramah menggunakan teks (manuskrip), maka tehnik penyusunan naskah ceramah adalah sebagai berikut:

1) Susunlah lebih dulu garis-garis besarnya dan siapkan bahan-bahannya. 2) Tulislah manuskrip dengan bahasa seakan-akan anda berbicara.

3) Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung.

4) Bacalah naskah itu berkali-kali sambil membayangkan pendengarnya.

(33)

23

5) Hafalkan sekedarnya sehingga anda lebih sering melihat pendengar.

6) Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang luas.11

Selanjutnya adalah ceramah bersifat menghafal (memoriter), persiapan yang harus dilakukan selain menyiapkan isi ceramah dengan sebaik-baiknya adalah da’i harus menghafalkan kata demi kata. Jenis ini akan sangat menguntungkan bila da’i memiliki daya ingat yang sangat kuat, mental yang bagus dan cara penyampaian yang baik. Namun bila kemampuan menghafal dan mengingat kurang baik atau kurang persiapan mental, maka bisa berakibat buruk ada da’i.

Tahap terakhir dan cara yang dianggap lebih baik dari sebelumnya yakni menggunakan catatan garis besar (ekstempore). Ini adalah cara yang paling popular dan sering digunakan oleh para ahli ceramah. Tidak perlu menyiapkan kata demi kata apalagi menghafalkannya, yang perlu dilakukan hanyalah menyiapkan garis besar atau inti dari apa yang akan disampaikan yang dianggap dapat mensistematiskan keseluruhan isi ceramah. Catatan garis besar (outline) tetap diperlukan agar saat menyampaikan ceramah da’i bisa fokus pada apa yang akan disampakan.

d. Teknik Penyampaian Ceramah

Dalam menyampaikan ceramah, diperlukan alat-alat bantu, seperti audio visual, dapat pula dikembangkan cara penyajian dengan induktif dan deduktif.

(34)

24

Cara induktif maksudnya cara menjelaskan suatu pesan dakwah melalui berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus kearah hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan cara penyajian deduktif maksudnya cara menjelaskan materi

dakwah yang dimulai dengan tentang hal-hal yang bersifat umum.

Penyampaian ini tentu harus didasarkan pada alasan-alasan yang logis berdasarkan logika sebab akibat, kronologis ataupun topikal, dan seterusnya. Abdul Khadir Musyi dalam “Ilmu Dakwah” karya Ali Aziz mengemukakan bahwa metode ceramah akan berhasil dengan baik jika memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1) Menguasai bahasa yang akan disampaikan sebaik-baiknya dengan

menghubungkan situasi kehidupan sekitar.

2) Menyesuaikan dengan kejiwaan, lingkungan sosial dan budaya mad’u.

3) Suara dan bahasa diatur sebaik-baiknya, meliputi ucapan, tempo, melodi, ritme, dan dinamika.

4) Sikap dan cara berdiri, duduk dan bicara simpatik.

5) Mengadakan variasi dengan dialog dan tanya jawab serta sedikit

humor12

Hal lainnya yang harus diperhatikan dan tak kalah penting adalah da’i

harus mampu menguraikan pesan dakwah dengan bahasa yang mudah dimengerti dan menggugah mad’u untuk bertindak.

(35)

25

e. Teknik Pembukaan dan Penutupan Ceramah

Pembukaan dan penutupan ceramah adalah bagian yang sangat menentukan. Apabila pembukaan ceramah harus dapat mengantarkan pikiran dan menambahkan perhatian kepada pokok pembicaraan, maka penutupan harus memfokuskan pikiran kepada gagasan utama.

Menurut Jalaluddin rakhmad, teknik pembukaan dan penutupan ceramah adalah:13

1) Langsung menyebutkan topik ceramah.

2) Melukiskan latar belakang masalah.

3) Menghubungkan peristiwa yang sedang hangat.

4) Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati.

5) Menghubungkan dengan tempat atau lokasi ceramah.

6) Menghubungkan dengan suasana emosi yan menguasai khalayak.

7) Menghubungkan dengan sejarah masa lalu.

8) Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar dan memberikan

pujian pada pendengar.

9) Pernyataan yang mengejutkan.

10)Mengajukan pertanyaan-pertanyaan provokativ.

11)Menyatakan kutipan, baik dari kitab suci atau yang lainnya. 12)Menceritakan pengalaman pribadi.

13)Mengisahkan cerita faktual ataupun fiktif. 14)Menyatakan teori.

(36)

26

15)Memberikan humor.

Disamping ceramah yang bersifat umum, terdapat juga ceramah yang bersifat baku atau khusus, seperti khutbah jum’at atau khutbah hari raya. Bersifat baku artinya sudah ada ketentuan khusus dari agama Islam yang mengatur ketentuan tersebut, mulai dari pembukaan hingga penutupan.

3. Retorika

a. Retorika dalam Dakwah

1) Pengertian dan Manfaat Retorika

Menurut Jalaluddin Rakhmad (2006) dalam buku Retorika Modern, Pendekatan Praktis, retorika berasal dari bahasa Yunani, rhetor, orator,

teacher. Secara umum retorika ialah seni atau teknik persuasi menggunakan media oral atau tertulis.14

Retorika sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Mayoritas orang berinteraksi setiap hari tidak seharusnya berperilaku buruk dalam interaksi tersebut agar kehidupannya tidak sulit, sehingga memerlukan berbicara dan bertindak dengan baik.

Kesadaran tentang pentingnya retorika sudah marak di dunia, sebagaimana dicatat oleh Herrick:

“Retorika menjadi topik pembelajaran yang penting di tahun-tahun belakangan ini. Perannya bagi diskusi publik tentang isu politik, sosial dan ilmiah telah diakui secara luas. Para ilmuan dan guru mengekspresikan ketertarikan yang besar terhadap topik ini. Banyak imstitut dan universitas

(37)

27

yang memberikan kursus retorika setelah beberapa tahun ia disingkirkan dari kurikulum. Berlusin-lusin buku diterbitkan setiap hari dengan judul retorika.”15

2) Retorika Dalam Dakwah

Dakwah bil lisan (ceramah) merupakan dakwah yang menggunakan

kemampuan mengolah dan memilih kata yang tepat untuk mempersuasi mad’u agar dakwah yang dilakukan mencapai target keberhasilan. Kemampuan memilih dan mengolah kata serta mampu mengungkapkan dengan gaya yang tepat dan mengesankan inilah yang disebut dengan retorika.

Singkatnya retorika merupakan seni berbicara di depan publik. Sehingga dalam proses dakwah memerlukan sebuah retorika yang baik dalam

menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u.

Dalam penyampaian pesan dibutuhkan kemampuan yang mengesankan

mad’u dalam mengungkapkan isi pesan dakwah. Maka dibutuhkan gaya retorika yang baik bagi da’i untuk memperbesar keberhasilan dakwah.

Kemampuan retorika yang dimiliki da’i dapat dipelajari, bukan semata bakat yang dimiliki sebagian orang saja. Begitu pula dengan da’i yang ingin mempelajari retorika sebagai kemampuan dalam menunjang keberhasilan dakwahnya.

b. Gaya Retorika

1) Pengertian Gaya Retorika

Gaya dalam retorika dikenal dengan istilah style. Kata style yang diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada

(38)

28

lempengan lilin. Sedangkan dalam bukunya Asmuni Syukir, dijelaskan: Gaya (style) adalah ciri khas penceramah ketika menyapaikan sesuatu pesan kepada para pendengar (audience), biasanya gaya atau style ini meliputi gerak tangan, gerak anggota tubuh, mengerutkan kening, arah pandang, melihat persiapan,

membuka lembaran buku persiapan dan sebagainya.16

2) Macam-macam Gaya Retorika a) Gaya Bahasa

Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Sebab itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat bahkan mencakup pula sebuah wacana keseluruhan.17

Gaya adalah ciri khas penceramah ketika menyampaikan sesuatu pesan kepada para pendengar (audience), biasanya gaya (style) penceramah relatif tetap. Oleh karena itu agar menghasilkan ceramah yang baik gaya perlu mendapatkan perhatian yang serius. Jadi gaya yang sudah menjadikan ciri khas itu dapat diperbaiki dan diperbanyak agar dapat bervariasi. Ini dimaksud untuk menjauhkan kebosanan dan dugaan yang kurang baik dari para audien.18

Syarat-syarat gaya bahasa yang baik, mengandung tiga unsur yaitu:

16 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, h.119

17 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 112

(39)

29

1. Kejujuran

Kejujuran adalah suatu pengorbanan. Bila orang hanya mencari kesenangan dengan mengabaikan segi kejujuran, maka akan timbul hal-hal yang menjijikkan. Hidup seseorang (manusia) hanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi sesamanya, kalau hidup itu dilandaskan pada sendi-sendi kejujuran.19

2. Sopan santun

Yang dimaksud sopan santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan.20

Kejelasan dalam hal ini diukur dari beberapa butir kaidah diantaranya: a) Kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat.

b) Kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata-kata atau kalimat.

c) Kejelasan dalam pengurutan ide secara logis.

d) Kejelasan dalam pengunaan kiasan dan perbandingan.

Sedangkan kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang bersinonim secara longgar, menghindari tautologi atau mengadakan repetisi yang tidak perlu.

19 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 113

(40)

30

3. Menarik

Gaya bahasa yang digunakan oleh da’i harus menarik. Sebuah gaya yang

menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut. Variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh gaya hayal (Imajinasi)21

(1) Jenis-jenis Gaya Bahasa

1. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Dalam bahasa standar (bahasa baku) dibedakan: gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa dalam tingkatan bahasa non standar tidak akan dibicarakan di sini, karena tidak akan berguna dalam tulisan-tulisan ilmiah atau ilmiah populer.22

a. Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Amanat kepresidenan, berita negara, khutbah-khutbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, artikel-artikel yang serius atau essai yang memuat subyek-subyek yang penting, semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.

b. Gaya Bahasa Tak Resmi

Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Bentuknya tidak terlalu konservatif. Gaya ini

21 Ibid, h. 115

(41)

31

biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, editorial, kolumnis, dan sebagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum terpelajar.

c. Gaya Bahasa Percakapan

Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Namun di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis, yang secara bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Biasanya segi-segi sintaksis tidak terlalu diperhatikan, demikian pula segi-segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan. Jika dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tidak resmi,

maka dalam gaya bahasa percakapan bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tidak resmi.

2. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dan rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Seringkali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dan pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan.23

(42)

32

a. Gaya Sederhana

Gaya ini biasanya cocok digunakan untuk memberikan instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya.

b. Gaya Mulia dan Bertenaga

Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas yang biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. Tampaknya hal ini mengandung kontradiksi, tetapi kenyataannya memang demikian.

Nada yang agung dan mulia akan sanggup pula menggerakkan emosi setiap pendengar. Dalam keagungan, terselubung sebuah tenaga yang halus tetapi secara aktif ia meyakinkan bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Khotbah tentang kemanusiaan dan keagamaan, kesusilaan dan ketuhanan biasanya disampaikan dengan nada yang agung dan mulia.

. Tetapi di balik keagungan dan kemuliaan itu terdapat tenaga penggerak yang luar biasa, tenaga yang benar-benar mampu menggetarkan emosi para pendengar atau pembaca.

c. Gaya Menengah

(43)

33

. Pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, dan rekreasi, orang lebih menginginkan ketenangan dan kedamaian. Akan ganjillah rasanya, atau akan timbul disharmoni, kalau dalam suatu pesta pernikahan ada orang yang memberi sambutan berapi-api, mengerahkan segala emosi dan tenaga untuk menyampaikan sepatah kata. Para hadirin yang kurang waspada akan turut terombang-ambing dalam permainan emosi semacam itu.

3. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat

Berdasarkan struktur kalimat sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka dapat diperoleh gaya-gaya bahasa sebagai berikut:

a. Klimaks

Gaya bahasa klimaks diturunkan dan kalimat yang bersifat periodik. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dan gagasan-gagasan sebelumnya.

Klimaks disebut juga gradasi. Istilah ini dipakai sebagai istilah umum yang sebenamya merujuk kepada tingkat atau gagasan tertinggi. Bila klimaks itu terbentuk dan beberapa gagasan yang berturut-turut semakin tinggi kepentingannya, maka ia disebut anabasis.

b. Antiklimaks

(44)

34

ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu.

c. Paralelisme

Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran tersebut dapat pula berbentuk anak kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama. Gaya ini lahir dan struktur kalimat yang berimbang.

d. Antitesis

Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Gaya ini timbul dan kalimat berimbang.

e. Repetisi

Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Dalam bagian ini hanya akan dibicarakan repetisi yang berbentuk kata atau frasa atau klausa. Karena nilainya dianggap tinggi, maka dalam oratori timbullah bermacam-macam variasi repetisi.

1. Epizeuksis:

Kata penting yang diulang-ulang dalam satu kalimat. 2. Tautotes:

(45)

35

Pengulangan kata pertama diawal baris/kalimat berikutnya. 4. Epistrofa:

Pengulangan kata akhir di akhir baris/kalimat berikutnya. 5. Simploke:

Pengulangan awal dan akhir kata di beberapa kalimat beruntut. 6. Mesodiplosis:

Pengulangan kata ditengah beberapa kalimat beruntut. 7. Epanalepsis:

Kata diawal kalimat diulang diakhir kalimat. 8. Anadiplosis:

Kata diakhir kalimat diulang diawal kalimat berikutnya.24

b) Gaya Suara

T.A Lathief Rousydy mengatakan audiens umumnya tertarik kepada pidato seseorang, karena pembicara mempunyai suara yang empuk yang enak didengar, sesuai dan serasi dengan keinginan jiwa pendengar.25

Dalam menciptakan komunikasi yang efektif, seseorang juga harus mengartikulasikan kata-kata dengan jelas. Sehingga komunikan dapat menerima kata-kata yang disampaikan. Akan tetapi, jika komunikator tidak mengartikulasikannya dengan baik, maka komunikan tidak dapat menangkap apa saja isi dari pesan yang disampaikan.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi gaya suara diantaranya:

24 Ibid, hh. 124-129

(46)

36

1. Pitch

Dalam pengertian musik, pitch disebut dengan tangga nada. Biasanya ada suara pembicara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Seharusnya suara yang dikeluarkan bervariasi (rendah, sedang dan tinggi), sesuai dengan penghayatan terhadap materi pembicaraan.

Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan disertai dengan nada yang tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran yang rendah, tentu akan disertai juga dengan nada rendah. Nada ini dalam bahasa-bahasa tertentu bisa bersifat fonemis maupun morfemis, tetapi dalam bahasa-bahasa lain, mungkin tidak.

Dalam bahasa tonal, pitch biasanya dikenal adanya lima macam nada, yaitu:

a) Nada naik atau tinggi yang biasanya diberi tanda garis ke atas /

.∕

/

b) Nada datar, biasanya diberi tanda garis lurus mendatar / /

c) Nada turun atau merendah, biasanya diberi tanda garis menurun /

\

/

d) Nada turun naik, yakni nada yang merendah lalu meninggi, biasanya

diberi tanda sebagai / /

e) Nada naik turun, yaitu nada yang meninggi lalu merendah, biasanya

(47)

37

Nada yang menyertai bunyi segmental didalam kalimat disebut intonasi. Dalam hal ini biasanya dibedakan adanya empat macam nada, yaitu:

1) Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4. 2) Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3.

3) Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2. 4) Nada rendah, diberi tanda dengan angka 1.26

2. Loudness

Loudness menyangkut keras atau tidaknya suara. Dalam berceramah, ini perlu menjadi perhatian. Kita harus mampu mengatur atau lunaknya suara yang kita keluarkan, dan ini tergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Tingkat kerasnya suara memiliki satu fungsi mendasar dan vital dalam komunikasi. Pesan harus mengandung kekuatan suara yang cukup agar dapat sampai pada saluran menuju komunikan yang dimaksud, sehingga pesan dapat diterima dan dimengerti.

Variasi keras lembutnya ucapan menambah tekanan dengan menonjolkan ide tertentu dalam pesan yang disampaikan. Seorang komunikator dapat menekankan sesuatu yang penting dalam pesannya dengan lebih memperkeras atau memperlembut ucapannya dari pada tingkat suara yang wajar.

3. Rate dan Rhythm

Yaitu cepat, lambat dan irama suara. Biasanya cepat atau lambatnya suara

berhubungan erat dengan rhythm dan irama. Para pembicara mesti

26 Prof. Dr. Ahmad HP. Dr. Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta: PT. Gelora Aksara

(48)

38

memperhatikan masalah ini dengan serius. Kita harus mengatur kecepatan suara dan serasikan suara dengan irama. Suara yang disampaikan terlalu cepat atau terlalu lambat, akan menyulitkan pendengar dalam menangkap maksud pembicaraan bahkan pendengar menjadi dingin dan lesu.27

Dalam banyak hal, variasi kecepatan, seperti juga variasi picth dan kerasnya pengucapan, berfungsi sebagai penekan dalam komunikasi.

4. Pause

Jeda (pause) dapat dianggap sebagai bagian dari kecepatan (rate), tetapi perhentian ini memainkan peranan penting dalam komunikasi non verbal.

Jeda berkenaan dengan hentian bunyi. Disebut jeda karena adanya hentian, dan disebut persendian karena di tempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen lain. Jeda ini dapat bersifat penuh dan dapat juga bersifat sementara. Biasanya dibedakan antara

sendi dalam atau internal juncture dan sendi luar atau open juncture. Sendi dalam menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang

lain. Sendi dalam ini, yang menjadi batas silabel, biasanya diberi tanda tambah (+), misalnya:

/am+bil/

/lam+pu/

/pe+lak+sa+na/

(49)

39

Sendi luar menunjukkan batas yang lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal ini, biasanya dibedakan:

a. Jeda antar kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal (/).

b. Jeda antar frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda (//)

c. Jeda antar kalimat daalm wacana diberi tanda berupa garis silang ganda (#)28

c) Gaya Gerak Tubuh

Apabila melihat gaya secara umum, gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian dan sebagainya.29 Gerak tubuh juga membantu menguatkan gaya pidato. Dalam komunikasi tulisan, kita mengenal penggunaan tanda baca, seperti titik, koma, tanda kutip dan yang lain sebagainya yang menandakan jeda paragraf baru. Saat kita berbicara menggunakan jeda, variasi vokal dan gerak tubuh kita harus mampu menyelaraskan suara dan gerak tubuh agar bekerja sebagai suatu kesatuan.30 Diantara gerak tubuh seseorang didalam berkomunikasi adalah:

1. Sikap Badan (cara berdiri)

Sikap badan selama berbicara (terutama pada awal pembicaraan) baik duduk atau berdiri menentukan berhasil atau tidaknya penampilan kita sebagai

28 Achmad HP, Alek Abdullah, Linguistik Umum, h. 34

29 Ibid, h. 113

(50)

40

pembicara. Sikap badan (cara berdiri) dapat menimbulkan berbagai penafsiran dari pendengar yang menggambarkan gejala-gejala penampilan kita.31

2. Penampilan dan Pakaian

Pentingnya beberapa gerak penyerta (body action). Gerak penyerta ialah sesuatu keadaan yang mengikuti atau terjadi pada waktu kita mengumpulkan sesuatu. Biasanya gerak penyerta ini bukan sesuatu yang di buat-buat, tetapi timbul secara spontan dan wajar sesuai dengan keadaan hati dan emosi.32

Disamping penampilan, masalah pakaian juga menjadi perhatian. Kata orang pakaian yang pantas, pasti akan menambah kewibawaan. Didalam praktek, cukup banyak pembicara yang mengabaikan pakaian.33

3. Air Muka (Ekspresi) dan gerakan tangan

Penyajian materi mesti didukung dengan air muka (ekspresi wajah) yang wajar dan tepat. Dengan kata lain, materi yang dihayati harus tampak melalui air muka. Perlu diketahui, air muka (ekspresi) bukan sekedar seni untuk mengikat perhatian. Lebih jauh dari itu, warna air muka yang tepat akan menyentuh langsung jiwa dan pikiran pendengar.34

Ekspresi wajah merupakan salah satu alat terpenting yang digunakan pembicara dalam berkomunikasi non verbal yang meliputi senyuman, tertawa, kerutan dahi, mimik yang lucu, gerakan alis yang menunjukkan keraguan, rasa kaget dan sebagainya.35

31 Gentasari Anwar, Retorika Prakris Tehnik dan Seni Berpidato, h. 62

32 A. W. Widjaja, Komunikasi-Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1993), h. 49

33 Gentasari Anwar, Retorika Prakris Tehnik dan Seni Berpidato, h. 59

34 Ibid, hh. 73-74

(51)

41

Demikian pula pada gerakan tangan, dalam berceramah atau pidato menggunakan gerakan tangan dalam menyajikan materi pasti menarik perhatian pendengar. Gerakan tangan yang sempurna mampu membuat gambar abstrak dari materi yang disampaikan, sehingga tertangkap dengan jelas oleh jiwa atau pikiran pendengar melalui mata36 Walaupun demikian, perlu diingat,

jangan salah melakukan gerakan tangan sebab bila salah justru yang terjadi adalah sebaliknya. Bahkan bisa menjadi bahan tertawa bagi peserta atau mad’u.

4. Pandangan Mata

Menggunakan pandangan mata, juga merupakan gaya untuk memikat perhatian peserta (komunikan). Kata orang, mata adalah matahari pada diri manusia. Mata tidak saja digunakan untuk melihat, untuk kontak dengan orang lain bahkan juga dapat digunakan sebagai alat atau cermin dari kepribadian orang. Artinya, diri kita bisa dinilai orang lain melaui sorotan mata yang kita pancarkan. Selama berbicara didepan umum, pandangan mata sangatlah menentukan.

Mata dapat mengeluarkan kekuatan yang cukup kuat untuk mengarahkan dan mengendalikan perhatian peserta. Akhirnya matalah yang menentukan terjadi atau tidaknya kontak antara pembicara dengan audience.37

B. Kajian Teori

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori S-O-R, efek yang ditimbulkan dari respons tersebut adalah reaksi khusus terdapat stimulus yang melakukan aksi yang diharapkan maupun diperkirakan sebagai akibat dari aksi

36 Gentasari Anwar, Retorika Prakris Tehnik dan Seni Berpidato, h. 74

(52)

42

termaksud. Respon dalam bentuk sikap, tekanannya bukan pada “apa” atau “kenapa” tetapi pada “bagaimana”. Dalam proses perubahan sikap makna tampak bahwa sikap, baik dalam bentuk perhatian, pengertian, penerimaan maupun penolakan, dapat berubah hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula.38 Dalam proses perubahan sikap, tampak bahwa sikap dapat berubah,

hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula.

Rof. Dr. Mar’at dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukuranya”, mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu:

[image:52.595.104.512.238.639.2]

a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan

Gambar 1. Teori SOR

Gambar diatas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu.

38 Acep Aripudin, PengembanganMetode Dakwah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2011), h. 25

Stimulus

Organisme: a. Perhatian b. Pengertian

c. Penerimaan

Response

(53)

43

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan.

Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.

Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.39

C. Penelitian Terdahulu

1. Gaya Retorika Dakwah Nyai Hj. Ainur Rohmah (Wonocolo Surabaya) Skripsi Jurusan Komunikasi Progam Studi Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya oleh Tutik Wasi’atul Mamlu’ah, 2014 Penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana gaya bahasa, irama suara,

gerak-gerik tubuh Nyai Hj. Ainur Rohmah dan bagaimana respon mad’u

terhadap gaya retorika dakwah Nyai Hj. Ainur Rohmah (Wonocolo Surabaya). Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan analisis induktif yang bersifat deskriptif kualitatif dalam menganalisis gaya retorika dakwah Nyai Hj. Ainur Rohmah (Wonocolo Surabaya). Sesuai dengan masalah tersebut, data yang digunakan berupa pengamatan dan wawancara yang telah direkam selanjutnya ditranskip dari informan yang telah ditentukan.

Perbedaan antara penelitian terdahulu dan penilitian yang ditulis oleh peneliti kini terletak pada subjek penelitian yang mana peneliti dahulu meneliti

39 Onong Uchijana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditya

(54)

44

satu subjek. Sedangkan penelitian ini menggunakan dua subyek penceramah dan menggunakan jenis penelitian deskriptif dalam metode penilitian.

2. Gaya Retorika Dakwah Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M. Ag

Skripsi Jurusan Komunikasi Progam Studi Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya oleh Aniqotus Sa’adah , 2008.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif komparatif yang bersifat kualitatif yang membahas tentang bagaimana gaya retorika dakwah Prof.Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag dan bagaimana respon mad’u terhadap gaya retorika Prof.

Perbedaan antara penelitian terdahulu dan penilitian yang ditulis oleh peneliti kini terletak pada subjek dan jenis penelitian yang mana peneliti dahulu meneliti satu subjek penceramah dan menggunakan jenis penelitian deskriptif komparatif. Sedangkan penelitian ini menggunakan dua subyek penceramah dan menggunakan jenis penelitian deskriptif dalam metode penilitian.

3. Retorika Dakwah dalam Tayangan Stand Up Comedy Show Metro TV Edisi Maulid Nabi 23 Januari 2013. Skripsi Jurusan Komunikais Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Oleh Fitrotul Muzayyanah, 2014.

(55)

45

Penelitian Fitrotul Muzayyanah ini menggunakan pengumpulan data berupa

dokumentasi yang berupa rekaman video tayangan stand up comedy show yang

edisi maulid Nabi 2013.

(56)

46

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah suatu acara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau

memperoleh data yang diperlukan, sedangkan penelitian pada hakekatnya adalah

suatu proses atau wahana untuk menemukan kebenaran dan melalui proses yang

panjang menggunakan metode atau langkah-langkah dan prinsip yang terencana dan

sistematis untuk mendapatkan pemecahan masalah atau mendapat jawaban terhadap

fenomena-fenomena yang terjadi. Titik tolak penelitian bertumpu pada minat untuk

mengetahui masalah sosial yang timbul karena berbagai rangsangan.1

Pada dasarnya metode penelitian merupakan cara ilmiah dalam mendapatkan

data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti penelitian harus

didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis.2

A. Pendekan dan Jenis Penelitian

Guna mengungkap realita sosial yang ada dalam usaha untuk menganalisis gaya

retorika da’i dalam ceramah ba’da dhuhur di masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan

Ampel Surabaya, perlu kiranya menggunakan metodologi yang tepat. Metodologi

penelitian merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-lahkah sistematis dan

1 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam

Varian Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Perada, 2001), h. 42

2 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D Cet 20 (Bandung: Alfabeta,

(57)

47

logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah,

Gambar

Tabel 4.5 Gaya Suara Ustadz Achmad Zuhdi  …………………………………100
Gambar 1. Teori SOR
Gambar 4.1 Struktur Ma’had Jami’ah UIN Sunan Ampel Surabaya3
Tabel 4.1 (Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat Ustadz Munir Mansyur)
+7

Referensi

Dokumen terkait