Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos), Bagi Prodi Manajemen Dakwah
Oleh:
Moch Salim Rochmad NIM. B04212010
JURUSAN DAKWAH
PRODI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
Moch Salim Rochmad, 2016. Budaya Kerja Karyawan Di Warung Soto ABas Jl. Sedati Gede No. 2.
Fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah apa sikap dan perilaku budaya kerja yang ada di warung Soto ABas dalam Tinjauan.
Dalam menjawab pertanyaan tersebut digunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Untuk mendeskripsikan fenomena, yang datanya berupa kata-kata (ucapan), perilaku, atau dokumen, dan tidak pernah dianalisis dengan rumus-rumus statistik, tetapi dalam bentuk narasi. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik validitas data menggunakan teknik triangulasi. Sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif Milles dan Huberman. Teknik analisis ini terdiri dari tiga kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpilan/verifikasi.
PENGESAHAN TIM PENGUJI……… iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN OTENTISITAS SKRIPSI……… vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Definisi Konsep ... 7
F. Sistematika Pembahasan ... 9
BAB II. KAJIAN TEORETIK A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 12
B. Kerangka Teori ... 15
6. Budaya Kerja Menurut Perspektif Islam ... 28
BAB III. METODELOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 34
B. Lokasi Penelitian ... 35
C. Jenis dan Sumber Data ... 35
D. Tahap-tahap Penelitian... 36
E. Teknik Pengumpulan Data ... 39
F. Teknik Validitas Data ... 41
G. Teknik Analisis Data ... 42
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 45
1. Sejarah Berdirinya Soto ABas ... 45
2. Letak Geografis Soto ABas ... 50
3. Visi-Misi Soto ABas ... 51
4. Struktur Organisasi Soto ABas ... 51
B. Penyajian Data ... 54
1. Sikap Karyawan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 54
2. Perilaku Karyawan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 55
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran dan Rekomendasi ... 82
C. Keterbatasan Penelitian ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN ...
Gambar 4.2 Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 49
Gambar 4.3 Lokasi Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 50
Gambar 4.4 Tata Tertib dan Peraturan Karyawan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 61
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu jenis usaha yang populer pada saat ini adalah jenis usaha franchise/waralaba. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan franchising yakni hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan.
Menurut pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan atau
menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI), atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut, dalam rangka
penyediaan atau penjualan barang dan jasa.
Menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan
waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada
pelanggan akhir. Dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak
kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan
merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.1 Jadi dapat
disimpulkan bahwa usaha franchise/waralaba merupakan adanya
kesepakatan antara franchisor (pemberi waralaba) dengan franchise
1
(penerima waralaba) untuk menjalankan usaha mulai dengan merek, nama, cara-cara sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak.
Salah satu bisnis franchise yang paling layak dan menguntungkan
saat ini adalah bisnis makanan atau kuliner. Adapun bisnis kuliner khas
yang marak di Indonesia seperti bakso, soto, martabak, gado-gado, pecel, nasi goreng dan lain-lain belum begitu banyak menggunakan sistem franchise. Di kota besar seperti kota Surabaya bisnis kuliner dengan sistem franchise juga masih terhitung sedikit. Salah satu makanan kuliner khas Indonesia di Surabaya yang sampai saat ini berkembang adalah soto.
Hampir di setiap daerah makanan soto seakan menjadi menu andalan, dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia mengenal akan khas makanan ini. Dari kalangan anak kecil, muda hingga dewasa makanan soto begitu
tidak asing dilidah masyarakat Indonesia. Demikian pula bisnis franchise
Mochammad Cholis yakni Soto ABas yang bertempat di Jalan Sedati Gede
no.25 Surabaya. Soto ABas berdiri sejak tahun 1997 dan sekarang sudah berkembang dengan pesat, cabang dan franchise nya sudah banyak tersebar di kota Surabaya.
Soto ABas ini merupakan salah satu dari franchise makanan yang
terbilang sukses melakukan usahanya. Hal ini terbukti dari adanya 7 Outlet
cabang dan para mitra yang berdiri dari usaha Mochammad Cholis. Dengan inovasi penyajian masakan asli Indonesia, cita rasa masakan Soto ABas mampu beradaptasi dilidah masyarakat Indonesia. Selain itu alasan
ini adalah karena Soto ABas memberikan sentuhan baru dalam bisnis makanan asli Indonesia (khususnya soto) dari konsep konvensional
menjadi post modern. Dengan penjaminan kualitas dan kepuasan dalam
hal rasa, pelayanan, dan profit kepada para stake holder ataupun secara
langsung kepada para pelanggan setia Soto ABas.
Sebagian besar bisnis kecil menengah dalam bidang makanan di Indonesia kurang menyadari pentingnya kualitas dalam berbagai hal,
sehingga Soto ABas memiliki cita-cita besar sebagai pendobrak peningkatan kualitas dan variasi penyajian untuk masakan lokal Indonesia.
Apabila seorang pelanggan menikmati satu porsi soto, biasanya yang terjadi adalah dalam satu mangkok sudah tercampur antara komposisi soto dan nasi serta proses menunggu yang cukup memakan waktu. Sedangkan
Soto ABas memberikan gebrakan baru dengan prinsip, “Yang Dipisah
Bisa Dicampur, Tapi Yang Dicampur Tak Bisa Dipisah.” Hal ini
merupakan penerapan dalam penyajian soto, dimana nasi dan komposisi soto dipisahkan sehingga seorang pelanggan dalam cara menikmati soto dapat mempunyai banyak pilihan dan kebebasan. Hal ini ternyata juga
meningkatkan efisiensi waktu dalam pelayanan yang tentu berbeda dengan penyajian soto lainnya, bahkan model seperti ini yang mungkin sudah
banyak ditiru diluar Soto ABas. Disisi lain tentu ada banyak strategi dan analisa yang kuat yang dilakukan oleh pemilik Soto ABas ini.
Melihat lahan yang luas dan kondisi jalanan yang strategis dengan
antusias dan nyaman makan ditempat itu. Bahkan Soto ABas bisa melayani pengunjungnya hingga 24 jam setiap harinya. Namun tidak
hanya karena faktor-faktor tersebut diatas yang membuat Soto ABas sukses, akan tetapi ada faktor Budaya Kerja yang diterapkan di Soto ABas.
Salah satunya adalah mewajibkan para karyawannya untuk melakukan sholat 5 waktu. Hal ini menurut Mochammad Cholis selaku pemilik Soto ABas adalah cara beliau untuk berdakwah (bi-Al Hal) dan sebagai cara
bermuamalah bagi para karyawannya. Karena menurut beliau, hidup itu harus seimbang antara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan
manusia. Dan hal ini bertujuan agar kita bisa memantaskan diri sebagai hamba Allah. Berawal dari sini perlu adanya penelitihan yang lebih mendalam untuk mendapatkan hasil atau data yang lebih jelas tentang
Budaya Kerja di bisnis kuliner Soto ABas ini.
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan
atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota
baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan
terkait dengan masalah-masalah tersebut.2
Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat. Budaya menyangkut moral, sosial, norma-norma perilaku yang mendasarkan pada kepercayaan, kemampuan dan prioritas
2
anggota organisasi. Unsur-unsur yang terdapat dalam budaya terdiri dari: (1) Ilmu pengetahuan, (2) Kepercayaan, (3) Seni, (4) Moral, (5) Hukum,
(6) Adat istiadat, (7) Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, (8) Asumsi-asumsi dasar, (9) Sistem nilai, (10) Pembelajaran/pewarisan, dan (11)
Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal serta cara mengatasinya.3
Budaya merupakan inti filosofi dalam suatu organisasi, bentuk
perilaku dan pola pekerjaan.4 Budaya kerja sudah lama dikenal oleh
manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja itu berakar
pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya.5
Bekerja hakikatnya dipandang dari berbagai perspektif seperti bekerja merupakan bentuk ibadah, cara manusia mengaktualisasikan dirinya,
bentuk nyata dari nilai-nilai, dan sebagai keyakinan yang dianutnya.6
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktifitas kerja untuk
menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.7 Sama halnya
dengan penelitian yang dilakukan Hartman dan Hayden, yang menjelaskan pentingnya unsur manusia dalam keberhasilan masa depan bisnis yang
berarti bahwa pembentukan budaya kerja positif membantu menarik dan mempertahankan yang terbaik dari yang terbaik adalah keharusan.
3
Moh. Pabundu Tika, 2010, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, PT Bumi Aksara, Jakarta, hal 3.
4
Liosten Riana RUT, 2011, Proses Pengembangan Manajemen Sumber Daya Manusia, Revca Petra Media, Surabaya, hal 102.
5
Gering, Supriyadi dan Triguno, 2006, Budaya Kerja Organisasi Pemerintah: Modul Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, hal. 1.
6
Rina, Puspita D., 2008, Menjaga dan Melindungi Budaya Kerja, Yudhistira, Jakarta, hal.9.
7
Dengan budaya kerja diharapkan agar sikap dan perilaku yang tumbuh dan ikhlas dilaksanakan secara sadar dalam mengikuti berbagai
ketentuan, peraturan, hukum, norma, etika dan moral yang bersifat mengatur kehidupan antar pribadi dan antar kelompok masyarakat. Karena
bekerja merupakan ibadah, maka bekerja merupakan panggilan untuk melaksanakan tugas mulia, agar menjadi orang pilihan yang unggul, berprestasi dalam mengaktualisasikan jati dirinya.
Dengan melihat latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk
meneliti dengan Judul “Budaya Kerja Karyawan di Warung Soto ABas
Sedati Gede No.25 Sidoarjo”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan
diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah apa sikap dan perilaku budaya kerja yang ada di warung Soto ABas?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap dan perilaku budaya kerja yang ada di
warung Soto ABas.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritik
Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan disiplin ilmu sosial
dan politik dan sebagai tambahan wacana bagi kalangan akademisi mengenai ilmu manajemen. Khususnya bagi kalangan akademisi yang
berkonsentrasi pada manajemen sumber daya manusia.
2. Secara Praktis
Dari segi praktis, diharapkan penelitian ini menjadi tambahan
informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan data mengenai manajemen sumber daya manusia khususnya dalam bidang budaya
kerja. Dan juga sebagai barometer untuk memberi gambaran kepada masyarakat, khususnya para akademisi ilmu manajemen tentang penerapan budaya kerja disebuah perusahaan.
E. Definisi Konsep
Agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam memahami penelitian
tersebut, peneliti akan mendeskripsikan beberapa istilah yang ada dalam judul.
Budaya (cultural) diartikan sebagai : pikiran, adat istiadat, sesuatu
yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar
diubah.8 Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan
pengertian budaya dengan tradisi. Dalam hal ini, tradisi sebagai ide-ide umum, sikap dan kebiasaan dari masyarakat yang nampak dari perilaku
8
sehari-hari yang menjadi kebiasaan dari kelompok dalam masyarakat tersebut.
Menurut Paramita yang dikutip oleh Supriyadi Budaya kerja dapat
dibagi menjadi:
“Pertama, sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja
dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. Kedua, perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya,
suka membantu sesasama karyawan atau sebaliknya.”9
Adapun pengertian budaya kerja menurut Nawawi adalah
“Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaran terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan”.10
Sedangkan menurut pohan mendefinisikan budaya kerja itu “serangkaian nilai, asumsi dan norma yang dimiliki orang lain dari suatu
organisasi, sehingga mampu membedakan institusi dengan yang lainnya”.11
Ini menunjukkan bahwa budaya kerja itu dibangun atas nilai,
asumsi, norma dan aturan yang ada di dalam alam pikiran dan hati nurani karyawan yang akan ditampilkan dalam bekerja sebagai seorang pelayan
9
Supriyadi dan Triguno, 2001, Budaya Kerja Organisasi pemerintah – Bahan ajar Diklat Prajabatan Golongan III, LAN, Jakarta, hal.10.
10
Hadari Nawawi, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Cetakan Kelima, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 65.
11
dan penyaji. Budaya kerja yang ada dalam diri karyawan akan nampak dari sikap dan perilaku karyawan itu ketika melayani pembeli.
Berdasarkan pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa budaya kerja karyawan merupakan suatu kebiasaan, tradisi yang dilakukan oleh
karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Kebiasaan dan tradisi kerja karyawan itu terlihat dari cara pemahaman karyawan tentang
pekerjaannya, sikap dan perilaku dalam bekerja.
Karyawan atau pegawai, mereka juga memiliki budaya kerja, baik dalam proses melayani pembeli atau proses membuat suatu produk. Agar
proses melayani dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka karyawan harus memiliki persiapan berkaitan dengan cara melayani pembeli yang akan dilayani. Karyawan juga harus memberikan pembelinya kenyamanan
sehingga pembeli dapat merasa puas ketika menikmati produknya.
Demikian halnya dengan karyawan di Soto ABas, walaupun
karyawan sebagai seorang individu yang memiliki kebutuhan pribadi, namun karyawan mengemban tugas melayani pembelinya hingga merasa puas menikmati hidangan. Dengan adanya budaya kerja karyawan di Soto
ABas, maka para pembeli akan merasa puas dan mereka akan menceritakan kepada orang sekitarnya dan bukan tidak mungkin mereka
akan kembali lagi ke Soto ABas dengan mengajak orang sekitarnya.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka
skripsi ini, maka penelitian ini akan dirancang menjadi lima bab, antara lain: bab pertama, pembahasan ditekankan pada fokus penelitian, yaitu
budaya kerja di Soto ABas. Dari fokus ini, terumuskan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua dibahas tentang teori yang menjadi pondasi dari latar belakang di atas yaitu teori budaya kerja. Bab ini berisi tentang
penelitian terdahulu yang relevan dan kerangka teori yang sudah dipadu dengan pendekatan Islam.
Bab ketiga, peneliti membahas metode penelitian, yang menjadi patokan awal dalam menentukan pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian. Kemudian
dilanjutkan dengan teknik pengumpulan data, teknik validitas data dan teknik analisa data yang sudah didapatkan.
Bab keempat, pembahasan tentang budaya keja yang diterapkan di Soto ABas Sedati Gede no.25 Sidoarjo. Bab ini terbagi menjadi tiga, yaitu gambaran umum objek penelitian, penyajian data dan pembahasan hasil
penelitian.
Bab kelima, berisi tentang kesimpulan serta rekomendasi. Terdapat
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam proses penulusuran karya-karya ilmiah yang sama atau mirip dengan penyusunan karya ilmiah ini, maka penulis menelusuri untuk mencari beberapa kerangka karya ilmiah diantaranya sebagai berikut:
Charry Pujiani, melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Budaya Kerja PT Bank Mandiri TBK (PERSERO) KANWIL X Makassar” pada tahun 2014. Dalam skripsi tersebut, membahas tentang
bahwa budaya kerja TIPCE itu sendiri membawa suatu perubahan yang cukup signifikan bagi Bank Mandiri itu sendiri. Perubahan tersebut dapat
dilihat dari penghargaan – penghargaan yang didapat oleh Bank Mandiri
yang tentunya merupakan hasil dari transformasi budaya yang lama ke
budaya yang baru. Dan tentunya dengan adanya budaya TIPCE itu sendiri mampu membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik dari budaya kerja yang lalu.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja. Sedangkan
perbedaannya terletak pada objek penelitiannya dimana Charry Pujiani melakukan riset di PT Bank Mandiri TBK (Persero) KANWIL X Makassar sedangkan penelitian penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis
Amirul Umaroh, menulis skripsi dengan judul “Budaya Kerja Guru
di MINU Unggulan Waru Sidoarjo” pada tahun 2013. Dalam skripsi
tersebut, membahas tentang Budaya kerja guru di MINU Unggulan Waru
Sidoarjo adalah memiliki komitmen dan konsistensi sehingga
mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat sekolahnya daripada hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, keikhlasan dan kejujuran bekerja sebagai guru dapat dilihat dari memenuhi jam kerja, hadir setiap hari, tepat
waktu hadir maupun pulang.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah
sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja. Sedangkan hal yang membedakan penelitian milik Amiul Umaroh dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian. Amirul Umaroh melakukan riset di
MINU Unggulan Waru Sidoarjo sedangkan penelitian penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis makanan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo.
Hafid Safi’i, melakukan penilitian dengan judul “Budaya
Organisasi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman Yogyakarta” pada tahun 2013. Dalam skripsi tersebut membahas
tentang terbinanya budaya organisasi silaturrahim di KUA di kecamatan Sayegan mampu menciptakan suasana kerja yang nyaman, kondusif dan
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja.
Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya dimana Hafid Syafi’I
melakukan riset di Kantor Urusan Agama Kecamatan Seyegan Kabupaten
Sleman Yogyakarta sedangkan penelitian penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis makanan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo.
Dwi Hamidah menulis skripsi tentang “Karakteristik Budaya
Organisasi Unggul sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Perusahaan ”Studi Kasus Pdam Kota Surakarta” pada tahun 2013. Dalam skripsi
tersebut, membahas tentang karakteristik budaya organisasi unggul di Pdam kota Surakarta.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah
sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja. Hal yang membedakan penelitian milik Dwi Hamidah dengan penelitian ini adalah
pada lokasi penelitian. Dwi Hamidah melakukan riset di Pdam Kota Surakarta sedangkan penelitian penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis makanan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo.
Andri Kesuma Negara menulis skripsi tentang “Analisis Budaya
Kerja Suis Butcher Bandung Berdasarkan Teori Cameron & Quinn” pada
tahun 2011. Dalam skripsi tersebut, membahas tentang tipe budaya Suis Butcher saat ini dan mengetahui tipe budaya kerja yang diharapkan Suis Butcher dengan melakukan pemetaan budaya ke dalam empat tipe budaya
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja.
Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya dimana Andri Kesuma Negara melakukan riset di Suis Butcher Bandung sedangkan penelitian
penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis makanan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo.
B. Kerangka Teori
1. Pengertian Budaya
Secara harfiah, “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta
“budhayah” (bentuk jamak dari budhi yang artinya akal atau segala
sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental). Budi daya berarti memberdayakan budi sebagaimana dalam
bahasa inggris dikenal sebagai culture yang artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu (pertanian) yang kemudian berkembang sebagai
cara manusia mengaktualisasikan rasa, karsa dan karya-karyanya. Koentjaraningrat mengartikan: “budaya adalah keseluruhan sistem
gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”.12
Dari uraian pengertian budaya tersebut, terkandung makna
sebagai berikut:
a. Adanya pola nilai, sikap tingkah laku (termasuk bahasa), hasil
karsa dan karya.
12
b. Budaya berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai dan lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup, yang
akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku.
c. Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup,
kebiasaan-kebiasaan serta proses seleksi (menerima atau menolak) norma-norma yang ada dalam cara dirinya berinteraksi sosial atau menempatkan dirinya di tengah-tengah lingkungan tertentu, dan
d. Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling
ketergantungan, baik sosial maupun lingkungan non sosial.
2. Karateristik Budaya
Berbagai fungsi budaya, menunjukkan perbedaan antara budaya dengan perilaku. Budaya setiap orang atau kelompok berbeda dengan
orang atau kelompok lain. Budaya itu tidak dapat disebut buruk atau
baik (beyond moral judgement). Kesan buruk-baik bahkan konflik
timbul tatkala seseorang berinteraksi (berkomunikasi) dengan orang lain yang budayanya berbeda dengan menggunakan budayanya sendiri (encorder) tanpa memperhatikan dan menyesuaikan dirinya dengan
budaya orang lain itu (decorder).
Di dunia kerja, sangat diharapkan dapat diciptakan dan
dikembangkan sistem berupa nilai disiplin agar menjadi kebiasaan hidup di dalam dan di luar pel aksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pegawai/karyawan maupun sebagai anggota
Dalam kepatuhan dan ketaatan itu secara kongkret berarti adanya kesediaan untuk mematuhi, menghormati, dan adanya
kemampuan melaksanakan suatu sistem nilai yang mengharuskan seseorang untuk tunduk pada putusan, perintah atau peraturan yang
berlaku di masyarakat khususnya di lingkungan kerja masing–
masing.
Dengan kata lain, disiplin pribadi sangat penting pada
lingkungan kerja dan disiplin pribadi itu berupa suatu kebiasaan yang
melekat pada diri seseorang. Disiplin pribadi dalam kehidupan sosial
budaya dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan, dan sehubungan dengan itu masalah keteladanan menjadi sangat penting artinya, karena keteladanan pimpinan itu berkenaan dengan dedikasi, disiplin,
keterbukaan, sikap lugas, dan keberanian bertindak dalam menyelesaikan suatu masalah penyelewengan, penyimpangan, dan
tindak terpuji yang lainnya.
Terdapat beberapa aspek budaya yang berpengaruh terhadap kelancaran tugas bagi aparatur pemerintah (pegawai/karyawan)
sehingga kurang dapat berjalan secara efektif dan efisien yaitu:
a. Budaya paternalisme, yaitu sikap yang terlalu berorientasi ke atas,
akibatnya bawahan bekerja lebih menyenangi menunggu perintah dari atasan, sedangkan kreativitas, inisiatif berkurang bahkan cenderung dimatikan. Budaya ini perlu dikurangi agar tidak
1) Pemimpin perlu mengembangkan pola proses pengambilan
keputusan bersama (group decision process) tanpa mengurangi
wewenangnya dalam mengambil keputusan.
2) Bila perlu pengarahan dikurangi dan diganti dengan pola
pemecahan masalah (problem solving oriented) sehingga setiap
petugas merasa ikut bertanggung jawab pada setiap masalah organisasi/unit kerjanya.
b. Budaya manajemen tertutup, yang artinya bahwa pemimpin merasa
sebagai penguasa yang tidak perlu mengikutsertakan bawahannya
sehingga timbul sikap saling curiga mencurigai, tidak percaya, dan
prasangka yang kurang menguntungkan dan lain –lain. Yang
berakibat pekerjaan secara efektif dan efisien.
c. Budaya kurang mampu membedakan jam kerja dan jam dinas,
urusan pribadi dan urusan kedinasan, untuk itu disiplin kerja dan
disiplin waktu perlu ditingkatkan, dengan mengurangi kebiasaan yang tidak tepat pada jam kerja.
d. Budaya atau kebiasaan memberikan terlalu banyak pekerjaan dan
tanggung jawab kepada seseorang yang aktif dan berprestasi dan kurang percaya terhadap yang belum memperoleh kesempatan
untuk aktif dan berprestasi.
e. Budaya sistem keluarga dan koneksi yang di lingkungan kerja
mengakibatkan pengangkatan pegawai/karyawan dan pembinaan
ini ditunjang lagi oleh kebiasaan berupa kecenderungan pilih kasih (like and dislike) dalam pembinaan dan pengemabngan karir dan
penempatan seorang pegawai/karyawan. Kondisi ini harus segera ditiadakan mengingat semakin pesatnya, perkembangan ilmu dan
teknologi yang memerlukan personil yang berkualitas di lingkungan kerja.
f. Budaya asal bapak senang (ABS) yaitu budaya di dalam
memberikan informan dan laporan kepada pimpinan dengan penuh rekayasa hal demikian dilakukan biasanya untuk menutupi
kekurangan, kelemahan dan kegagalan dalam bekerja, tetapi juga karena rasa takut pada pimpinan dan sifat senang dipuji atau rasa kurang senang dikoreksi oleh atasannya. Budaya ini akan berakibat
mempersulit pelaksanaan pengawasan dan pembinaan dan bimbingan dalam upaya meningktakan efisiensi dan efektifitas
kerja.
g. Budaya tidak senang diperiksa karena pengawasan bersifat
mencari–cari kesalahan. Pengawasan hendaknya dikembangkan
sebagai usaha membantu pihak yang diawasi untuk menyadari
kekurangan dan kelemahannya disertai dorongan untuk
memperbaiki melalui usaha sendiri. Kegiatan pengawasan merupakan pekerjaan yang rutin dan wajar yang tidak perlu ditakuti, perasaan takut dan tidak menyukai pengawasan itu hanya
bekerja sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengertian Budaya Kerja
Menurut Paramita yang dikutip oleh Supriyadi Budaya kerja
dapat dibagi menjadi:
“Pertama, sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja
dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. Kedua, perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesasama karyawan atau
sebaliknya.”13
Nilai-nilai dasar budaya kerja menurut kementerian PAN terdiri
dari (Keputusan MENPAN Nomor 25 Tahun 2002):14
a. Komitmen dan Konsistensi
b. Wewenang dan Tanggungjawab
c. Keikhlasan dan Kejujuran
d. Integritas dan Profesionalisme
e. Kreatifitas dan Kepekaan
f. Kepimpinan dan Keteladanan
g. Kebersamaan dan Dinamika Kelompok Kerja
h. Ketepatan dan Kecepatan
i. Rasionalitas dan Kecerdasan Emosi
13
Supriyadi dan Triguno, 2001, Budaya Kerja Organisasi pemerintah – Bahan ajar Diklat Prajabatan Golongan III, LAN, Jakarta, hal.10.
14
j. Keteguhan dan Ketegasan
k. Disiplin dan keterampilan kerja
l. Keberanian dan Kearifan
m. Dedikasi dan Loyalitas
n. Semangat dan Motivasi
o. Ketekunan dan Kesabaran
p. Keadilan dan Keterbukaan
q. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Dalam budaya kerja diperlukan prinsip keseimbangan antara
hak dan kewajiban, dengan menekankan bahwa perolehan hak hanya mungkin apabila kewajiban terhadap aparat dilaksanakan secara baik
dan konsekuen. Mengenai hak pegawai dijelaskan sebagai berikut:15
a. Memberikan imbalan yang adil, wajar dan setara dengan yang
diberikan di perusahaan swasta bukan hanya dalam bentuk upah
dan gaji, akan tetapi juga berupa tunjangan, fasilitas, dan perangsang yang bersifat materi dan non materi,
b. Menempatkan karyawan pada jabatan dan tugas pekerjaan yang
sesuai dengan pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, bakat, minat, dan kemampuan yang bersangkutan,
c. Melakukan penilaian kerja berdasarkan kriteria yang obyektif dan
rasional,
15
d. Membantu para karyawan mrencanakan dan mengembangkan karirnya dan
e. Memperkaya kekayaan para aparat melalui otonomi, diskresi,
pemberdayaan dan partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan yang menyangkut pekerjaannya.
Budaya kerja merupakan instrumen untuk merubah cara kerja lama menjadi cara kerja baru yang akan berorientasi untuk memuaskan
pelanggan atau masyarakat dan kualitas atau mutu suatu produk jasa atau barang. Dengan demikian cara kerja dan SDM harus dapat diukur
dan merupakan kesepakatan bersama. 4. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja
Mengembangkan budaya kerja tentunya akan memberikan
manfaat, baik untuk pegawai itu sendiri maupun untuk lingkungan kerja dimana pegawai tersebut berada. Manfaat budaya kerja bagi
pegawai, antara lain memberi kesempatan untuk berperan, berprestasi, aktualisasi diri, mendapat pengakuan, penghargaan, kebanggaan kerja, rasa ikut memiliki dan bertanggungjawab, memperluas wawasan serta
meningkatkan kemampuan memimpin dan memecahkan masalah. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam
karena akan mengubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Manfaat yang dapat diperoleh, yaitu menjamin
komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotong-royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki
kesalahan, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar
(faktor eksternal), mengurangi laporan berupa data–data dan informasi
yang salah dan palsu.
Selain itu, terdapat pula beberapa manfaat lain dari budaya kerja, seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab,
disiplin yang meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan yang bekurang, tingkat absensi turun, adanya keinginan
belajar terus, keinginan memberikan yang terbaik bagi organisasi, dan
lain–lain. Dalam Kepmenpan No.39 tahun 2012 tentang Pedoman
Pengembangan Budaya kerja, terdapat manfaat budaya kerja bagi
instansi, yaitu:16
a. Meningkatkan kerja sama antarindividu, antarkelompok, dan
antar unit kerja;
b. Meningkatkan koordinasi sebagai akibat adanya kerjasama yang
baik antarindividu, antarkelompok, dan antarunit kerja;
c. Mengefektifkan integrasi, sinkronisasi, keselarasan, dan dinamika
yang terjadi dalam organisasi;
d. Memperlancar komunikasi dan hubungan kerja;
e. Menumbuhkan kepemimpinan yang partisipatif;
f. Mengeliminasi hambatan–hambatan psikologis dan kultural; dan
16
g. Menciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga dapat mendorong kreatifitas pegawai.
Selanjutnya oleh Roland E. Wolseley dan Laurance R. Campbell dalam bukunya Ekploring Journalisme (Triguno, 1999)
menyatakan bahwa:17
a. Orang yang terlatih melalui kelompok budaya kerja akan
menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, terbuka bagi gagasan–
gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran, mencocokkan apa yang ada padanya dengan
keinsyafan dan daya imajinasi seteliti mungkin dan seobyektif mungkin.
b. Orang yang terlatih dalam Kelompok Budaya Kerja akan
memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan
oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai
penyimpangan akal bulus dan pertentangan.
c. Orang yang terdidik melalui Kelompok Budaya Kerja berusaha
menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan
sosialnya, baik nilai–nilai spiritual maupun standar–standar etika
yang fundamental untuk menyerasikan kepribadian dan moral karakternya.
d. Orang yang terdidik dalam Kelompok Budaya Kerja
mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan keahlian–
keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajibannya dalam bidangnya, demikian pula dalam hal berproduksi dan pemenuhan
kebutuhan hidupnya.
e. Orang yang terlatih dalam Kelompok Budaya Kerja akan
memahami dan menghargai lingkungannya seperti alam,
ekonomi, sosial, politik, budaya dan menjaga kelestarian sumber–
sumber alam, memelihara stabilitas dan kontinuitas masyarakat
yang bebas sebagai suatu kondisi yang harus ada.
f. Orang yang terlatih dalam Kelompok Budaya Kerja akan
berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangganya,
sekolah, masyarakat dan bangsanya, penuh tanggungjawab sebagai manusia merdeka dengan mengisi kemerdekaannya, serta
memberi tempat secara berdampingan kepada oposisi yang bereaksi dengan yang memegang kekuasaan sebaik mungkin.
g. Mengubah sikap dan perilaku pegawai untuk meningkatkan
produktivitas kerja.
h. Meningkatkan kepuasan kerja dan pelanggan, pengawasan
fungsional, dan mengurangi pemborosan.
i. Menjamin hasil kerja berkualitas.
j. Memperkuat jaringan kerja (networking).
l. Membangun kebersamaan.
5. Budaya Kerja Karyawan
Budaya kerja merupakan sekumpulan kebiasaan yang melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi.
membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.
Adapun pengertian budaya kerja menurut Nawawi adalah
“Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaran terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan”.18
Jadi, budaya kerja karyawan merupakan kebiasaan, tradisi yang
dilakukan oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Kebiasaan dan tradisi kerja karyawan itu trlihat dari cara pemahaman karyawan tentang pekerjaannya, sikap dan perilaku dalam bekerja.
a. Pentingnya Budaya Kerja Karyawan
Karyawan merupakan elemen penting dalam suatu
perusahaan. Untuk itu budaya kerja perlu dimiliki dan sudah tertanam dalam jiwa karyawan sebagai pelayan dan penyaji. Menurut Roland E. Wolseley dan Laurance R. Cambell
menekankan dalam budaya kerja itu sangat penting dalam
18
organisasi.19 Dalam budaya kerja yang baik dalam satu organisasi akan memperbanyak manfaat bagi organisasi, pimpinan dan
pegawai yang bersangkutan antara lain: menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik, adanya keterbukaan dan
kebersamaan, kesalahan cepat diperbaiki, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan, mengurangi data dan laporan yang salah, kepuasan kerja meningkat, disiplin meningkat, pengawasan
fungsional berkurang, keinginan untuk berkembang maju meningkat, adanya keinginan memberikan yang terbaik bagi
organisasi.
b. Penampilan Budaya Kerja Karyawan
Karyawan sebagai pelayan dan penyaji yang memiliki budaya
kerja bisa dilihat dari pemahaman (pandangan) karyawan tentang pekerjaannya, sikap terhadap pekerjaan, perilaku ketika bekerja
serta dari etos kerjanya.20
Tidak mudah menjadi seorang karyawan yang professional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas
dikemukakan oleh Tjerk Hooghiemstra bahwa seorang yang dikatakan Profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau
19
Menurut Roland E. Wolseley dan Laurance R. Cambell dalam Triguno. Prasetyo, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, hal.9.
20
memiliki kompetensi-kompetensi tertentu yang mendasari
kinerjanya.21
Apa yang dikemukakan oleh Spencer tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan Hooghiemstra sebelumnya yang
mengatakan:
“Kompetensi adalah karakteristik pokok seorang yang berhubungan dengan atau menghasilkan unjuk kerja yang efektif dan superior pada jabatan tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang ditetapkan. Ada lima karakteristik kompetensi : motif, sikap, konsep diri (attitude, nilai-nilai atau imajinasi diri), pengetahuan dan keterampilan.”22
6. Budaya Kerja Menurut Perspektif Islam
Budaya adalah segala nilai, pemikiran, serta simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, serta kebiasaan seseorang
masyarakat.23
Salah satu contohnya adalah budaya tepat waktu. Rasulullah
SAW. Memberi contoh bagaimana beliau menyikapi ketepatan waktu, kemudian diikuti oleh para sahabat. Akhirnya, sahabat menyadari dan terbiasa untuk menghargai waktu.
Dalam masa globalisasi saat ini, banyak perusahaan yang mengadopsi budaya-budaya asing karena budaya-budaya itu diyakini
begitu maju dan berkembang. Budaya asing tidak selamanya negatif
21
Menurut Tjerk Hooghiemstra dalam Ondi Saondi & Aris Suherman, 2010, Etika profesi Keguruan, PT. Refika Aditama, Bandung, hal.112.
22
Menurut Lyle M. Spencer dalam Ondi Saondi & Aris Suherman, 2010, Etika Profesi Keguruan, PT. Refika Aditama, Bandung, hal.112.
23
dan tidak selamanya positif. Budaya asing boleh diadopsi dengan catatan memang sesuai dengan Islam. Budaya penghargaan atas waktu
dan ketepatan dalam memenuhi janji, selalu dianggap sebagai budaya barat, padahal itu adalah bagian dari ajaran agama islam.
Sebuah janji harus ditepati. Hal itu dinyatakan dalam surat al-mu’minun ayat 3 dan 8. Ayat-ayat itu menceritakan sifat-sifat seorang
mukmin yang akan mendapatkan kebahagiaan.24
"dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.25
Ayat diatas bermakna bahwa seorang muslim harus produktif
dalam segala hal. Produktif dalam berbicara dan bekerja. Kemudian dalam ayat berikutnya difirmankan,
“dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.26
24
Didin Hafidhuddin, Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Syariah, Gema Insani, Jakarta, hal.65.
25
Al-Quran, Al Mu’minun, Ayat 3
26
Ayat ini menegaskan bahwa menjaga amanah dan memenuhi janji adalah bagian dari budaya islam. Jika suatu perusahaan
benar-benar menepati janji atau karyawan yang bekerja di perusahaan itu bekerja sesuai dengan janji mereka, maka hal itu merupakan sesuatu
kekuatan yang luar biasa.
Contoh budaya kerja yang diterapkan di institusi syariah adalah “sifat” yang merupakan singkatan dari Shiddiq, Istiqomah, Fathonah,
Amanah, dan Tablig. Hal inilah yang diterapkan di Bank Syari’ah
Mandiri.27
a. Shiddiq berarti memiliki kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan, serta perbuatan berdasarkan ajaran islam. Tidak ada kontradiksi dan pertentangan yang disengaja antara ucapan dan
perbuatan. Oleh karena itu, Allah memerintahkan orang-orang yang
beriman untuk senantiasa memiliki sifat Shiddiq dan menciptakan
lingkungan yang Shiddiq.28 Perhatikan firman-Nya
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.29
Dalam dunia kerja dan usaha, kejujuran ditampilkan dalam bentuk
kesungguhan dan ketepatan waktu, janji, pelayanan, pelaporan,
27
K.H. Didin Hafidhuddin, 2003, Islam Aplikatif, Gema Insan Press, Jakarta, hal.36.
28
mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi) untuk kemudian diperbaiki secara terus menerus, serta menjauhkan diri
dari berbuat bohong dan menipu.
b. Istiqomah, artinya konsisten dalam iman dan nilai-nilai yang baik
meskipun menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqomah
dalam kebaikan ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran, serta keuletan, sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Sebaliknya,
keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi dan ternafikan secara
nyata. Orang lembaga yang Istiqomah dalam kebaikan akan
mendapatkan ketenangan sekaligusbmendapatkan solusi serta jalan
keluar dari segala persoalan yang ada.30 Perhatikan firman-Nya
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu
30
inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.31
c. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi tugas dan kewajiban. Sifat ini akan menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan untuk melakukan
berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Kreatif dan inovatif hanya mngkin dimiliki ketika seorang selalu berusaha untuk
menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan, dan informasi, baik yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun perusahaan
secara umum. Sifat Fathanah (perpaduan antara alim dan hafidz)
telah mengantarkan nabi Yusuf a.s dan timnya berhasil
membangun kembali Negeri Mesir.32 Perhatikan firman-Nya
“berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".33
Sifat Fathanah pulahlah yang mengantarkan Nabi Muhammad
saw.(sebelum menjadi nabi) mendapat keberhasilan dalam kegiatan perdagangan.
d. Amanah, berarti memiliki tanggung jawab dalam melakukan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan,
31
Al-Quran, Fushshilat, Ayat 30-31
32
kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (berbuat baik) dalam segala hal. Sifat Amanah harus dimiliki oleh setiap mukmin,
apalagi yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan
pelayanan bagi masyarakat.34 Perhatikan firman-Nya
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.35
e. Tablig,berarti mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran agama islam
dalam kehidupan sehari-hari. Tablig yang disampaikan dengan
hikmah, sabar, argumentatif, dan persuasif akan menumbuhkan
hubungan kemanusiaan yang semakin solid dan kuat.36
Di samping “sifat” yang dibahas diatas, corporate culture dari
institusi syariah juga harus mencerminkan nilai-nilai islam, misalnya
dalam cara melayani nasabah, cara berpakaian, membiasakan shalat
berjamaah, doa di awal dan di akhir bekerja, dan sebagainya.37
34
Didin Hafidhuddin, Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Syariah, Gema Insani, Jakarta.
35
Al-Quran, An nisa’, Ayat 58
36
Didin Hafidhuddin, Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Syariah, Gema Insani, Jakarta.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Menurut Bog dan Taylor penelitian kualitatif
sebagai berikut: “metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat
diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Pendekatan ini langsung menunjukkan latar dan individu-individu dalam latar itu secara
keseluruhan; subjek penyelidik baik berupa organisasi ataupun individu, tidak dipersempit menajadi variable yang terpisah atau menjadi hipotesis,
tetapi dipandang sebagai bagian dari keseluruhan”.
Metode ini dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami apa yang terletak dibalik fenomena apa saja yang Sudah disebutkan diatas.
Metode kualitatif dapat memberikan secara detail fenomena yang ruwet yang sulit untuk disampaikan dengan metode kuantitatif.
Dengan kata lain, metode kuantitatif lebih menekankan pada usaha
mengidentifikasi hubungan-hubungan kasual yang biasanya diproses melalui rumus-rumus statistik (angka). Sementara metode kualitatif cocok
ingin menggambarkan atau menguraikan bagaimana “Budaya Kerja di Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo”.
B. Lokasi Penelitian
Dalam sasaran penelitian ini, ada dua hal yang akan dijelaskan
yaitu mengenai objek penelitian dan wilayah penelitian. Objek yang akan dituju dalam penelitian ini adalah masalah yang berkaitan dengan budaya kerja di Soto ABas Jalan Sedati Gede No.25 Sidoarjo). Sedangkan lokasi
yang dijadikan obyek atau sasaran dalam penelitian ini adalah Soto ABas yang terletak di Jalan Sedati Gede No.25 Sidoarjo.
C. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data dalam penelitian kualitatif adalah:38
a. Kata-kata dan tindakan
Sumber data berupa kata-kata dan tindakan dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara dan observasi.
b. Sumber tertulis
Sumber tertulis berupa buku-buku, majalah ilmiah, arsip-arsip dan lain-lain dikumpulkan dengan melakukan observasi atau
pengamatan serta fotokopi atau disalin ulang.
c. Foto
Sumber data berupa foto dikumpulkan dengan cara melakukan pengamatan dan dokumentasi atau pengambilan gambar.
d. Data statistik.
38
D. Tahap-tahap Penelitian
a. Tahap Pralapangan
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah:
1) Menyusun rencana penelitian secara fleksibel yaitu, penyusunan
rancangan penelitian adalah berupa usulan penelitian yang diajukan kepada ketua Prodi Manajemen Dakwah, yang berisi tentang latar belakang masalah, fenomena yang terjadi dilapangan, problematika
yang berisi tentang permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
2) Memilih lapangan penelitian yaitu, lapangan penelitian yang dipilih
oleh peneliti adalah Soto ABas. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan penggalian data atau informasi tentang objek penelitian yang akan diteliti. Kemudian, ada
ketertarikan yang timbul dalam diri peneliti untuk menjadikan sebagai objek penelitian, karena dirasa sesuai dengan disiplin ilmu
peneliti selama ini.
3) Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian kepada
pihak-pihak yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
4) Menjajaki dan menilai lapangan yaitu, melakukan studi
pendahuluan.
a) Pemahaman atas petunjuk dan cara hidup peserta penelitian.
b) Memahami pandangan hidup peserta penelitian.
c) Penyesuaian diri dengan keadaan lingkungan tempat atau latar
5) Memilih dan memanfaatkan peserta penelitian yaitu, usaha untuk memilih dan memanfaatkan informan adalah dengan cara melalui
keterangan orang yang berwenang, yaitu responden 1 selaku pimpinan utama atau pemilik Soto ABas dan responden 2 selaku
HRD Manager Soto ABas Jalan Sedati Gede 25 Sidoarjo.
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian seperti alat-alat tulis, kamera,
tape recorder, bahkan jas hujan dan payung jika diperlukan serta
peralatan-peralatan lain yang dapat mendukung kelancaran penelitian di lapangan untuk menentukan dan membuat instrumen
penelitian.
7) Meperhatikan etika penelitian. Peneliti harus dapat menjaga etika
penelitian. Kehadiran peneliti, meskipun sedang melakukan
penelitian secara partisipatif, jangan sampai merusak suasana.
b. Tahap pekerjaan lapangan
Pada tahap ini yang dilakukan oleh peneliti adalah:
1) Memahami latar penelitian di mana peneliti harus:
a) Membatasi latar penelitiannya.
b) Menjaga penampilan. Peneliti kualitatif selalu tampil
sederhana, paling tidak menyesuaikan diri dengan lapangan
dan informan.
2) Pengenalan hubungan peneliti di lapangan. Meskipun peneliti harus
akrab dengan informan atau anggota penelitian yang lain, peneliti
informan. Ini penting untuk menghindari subjektivitas data atau hasil penelitiannya.
3) Jangka waktu penelitian. Peneliti harus menjelaskan kepada
informan atau anggota penelitian berapa lama penelitiannya akan
dilakukan.
4) Memasuki lapangan (melakukan penelitian di lapangan dengan
memperhatikan etika penelitian).
5) Keakraban hubungan. Peneliti harus bisa menjalin hubungan secara
akrab dengan informan atau dengan anggota peneliti yang lain.
Apabila kehadiran peneliti masih dianggap tamu atau orang asing ditempat penelitian yang dilakukan, ia akan sulit menemukan data secara holistik (terperinci dan mendalam).
6) Mempelajari bahasa yang digunakan oleh anggota penelitian.
Untuk memudahkan komunikasi di lapangan selama penelitian
berlangsung, peneliti harus mempelajari bahasa yang digunakan oleh informan.
7) Peranan peneliti. Apabila data dikumpulkan dengan cara observasi
secara terlibat atau penelitian secara partisipatif, maka peneliti dituntut untuk berperan sambil mengumpulkan data.
8) Pengarahan batas penelitian. Peneliti harus menjelaskan kepada
anggota penelitian atau informan tentang batas-batas penelitian yang akan dilakukan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah medapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standard yang ditetapkan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yakni :
a. Observasi
Yang dimaksud observasi atau pengamatan adalah kegiatan
keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti telinga,
penciuman, mulut dan kulit39. Teknik ini digunakan untuk mengetahui
dan mencatat secara langsung tentang: Budaya kerja di Soto Abas
Surabaya. Sehingga dengan menggunakan metode ini akan diperoleh
data mengenai budaya kerja di Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo mendapatkan data yang akurat.
b. Wawancara
Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan
dengan sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden yaitu pemilik warung Soto ABas dan HRD Manajer warung Soto
39
ABas Sedati Gede No.25, dengan menggunakan pedoman wawancara. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang:
1) Sikap dan perilaku budaya kerja yang ada di warung Soto ABas.
2) Tujuan budaya kerja di Soto ABas.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen dan cenderung menjadi data
sekunder. Pemakaian dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,
majalah, notulen rapat,agenda dan lain sebagainya.
1) Kegiatan yang berlangsung dalam kegiatan mengamati sikap dan
perilaku budaya kerja di Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo
2) Benda mati yang bisa dijadikan bukti atau media penunjang
pengamatan di Soto Abas Sedati Gede Sidoarjo.40
Peneliti menggabungkan semua hasil penelitian, baik dari wawancara, observasi dan dokumentasi.Lalu, peneliti mencocokkan diantara wawancara, observasi dan dokumentasi apakah sudah sesuai
atau masih terdapat keganjalan. Jika masih terdapat keganjalan dalam pencocokan, maka peneliti perlu melakukan penggalian data guna
memperjelas data.
40
F. Teknik Validitas Data
Pada bagian ini diteaknkan adalah validitas dari interpretasi.
Kemampuan menggambarkan temuan kebenaran. Hal ini bisa tidak tepat jika peneliti menerima pentingnya keadaan dan kebenaran dengan begitu
saja. Validitas akan dinilai dengan keadaan yang terlihat secara baik dan penggambaran secara tepat data yang dikumpulkan. Dalam term validitas dipresentasikan analisis, kemudian cerminan yang diperlukan adalah:
a. Pengaruh yang kuat dari desain penelitian dan pendekatan analisis
pada hasil yang dipresentasikan.
b. Konsistensi temuan, untuk contoh, hasil analisis dapat digunakan oleh
lebih dari satu peneliti.
c. Hasil yang dipresentasikan luasannya mewakili secara keseluruhan
dan berkaitan.
d. Menggunakan data asli yang memadai dan sistematik (contoh
penggunaan kutipan bukan hanya berasal dari orang yang sama) yang dipresentasikan dari analisis, dengan demikian pembaca yakin bahwa intrepretasi data terkait dengan data yang dikumpulkan.
Cara lain menggambarkan reliabilitas dan validitas:
a. Triangulasi data, data yang dikumpulkan melalui sumber majemuk
untuk memasukkan data pengamat, wawancara, dan diskusi kelompok terfokus.
b. Pemeriksaan anggota, informan akan berperan sebagai pemeriksa
c. Pengamatan jangka panjang dan berulang di lokasi penelitian, pengamatan tetap dan terus berulang.
d. Klarifikasi prasangka peneliti.
e. Mempertimbangkan masalah-masalah dari masukan informan.
f. Menyediakan alas an untuk keputusan mereka untuk menyediakan
masukan atau tidak.
g. Menjelaskan bagaiman mereka mengetahui tentang masukan, jenis
masukan, dan mengapa.
h. Menjelaskan bagaimana masukan dari informan telah digunakan
dalam analisis dan interpretasi data.41
G. Teknik Analisis Data
Dalam pendekatan kualitatif sangat berbeda dengan pendekatan
kuantitatif, terutama dalam penyajian data atau analisis data. Menurut Matthew B. Miles, psikologi dan pengembangan dan Michel Huberman
ahli pendidikan dari University of Geneva, Switzerland, (Miles dan
Huberman, 1992:15-21) analisis kualitatif, data yang berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dalam
aneka macam cara yaitu pengamatan terlibat, wawancara semi terstruktur, dan selanjutnya diproses melalui perekaman, pencatatan, pengetikan,
tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas.
41
Analisis, menurut Matthew dan Michael dibagi dalam tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan. Ketiga alur yang dimaksud
adalah: 42
1. Reduksi data, alur ini diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik
dan diverefikasi.
2. Penyajian data, penyajian yang dimaksud adalah sekumpulan
informasi tersusun yang member kemungkian adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan
3. Penarikan kesimpulan, dari permulaan pengumpulan data, peneliti
mulai mencari arti benda-benda, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan akhir tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan
catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutan sponsor.
Gambar 2.1
BAB IV
HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
[image:56.595.137.514.215.537.2]1. Sejarah Berdirinya Soto ABas
Gambar 4.1 Brand Soto ABas
Sumber: Hasil dokumentasi di outlet Soto Abas Sedati Gede No.25 pada 18 Juli 2016 Pukul 19.00 WIB
Soto ABas merupakan salah satu franchise makanan yang
terbilang sukses melakukan usahanya. Hal ini terbukti dari adanya 7 Outlet dan para mitra yang berdiri dari pemilik yang bernama lengkap H. Mochammad Cholis, dengan latar belakang seorang santri. Sejak
kecil tidak pernah terlintas sedikitpun keinginannya untuk menjadi seorang pengusaha. H. Mochammad Cholis hanya berfikir untuk
mengabdi dan berbakti kepada sang guru di pesantren. Pedoman terakhir yang beliau ingat ketika meninggalkan pesantren adalah untuk tetap bisa beribadah dan tidak melupakan anak yatim, buat beliau ini
Setelah lulus dari sekolah menengah atas, beliau melanjutkan jenjang perkuliahan di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah di Kota Gresik.
Pendidikan beliau pada waktu itu tidak berjalan semestinya, karena faktor ekonomi sehingga membuat beliau harus hijrah ke Kota
Surabaya, dengan harapan pertama adalah mencari kerja dan merubah
nasib. Namun yang ada pada waktu itu ia hanya menjadi ta’mir masjid
Pucang Surabaya yang sekaligus merupakan tempat tinggalnya.
Dalam keseharian beliau merawat masjid dan berdakwah. Disamping fokus pada dakwahnya, keinginan untuk membuka usaha
mulai terlintas. Beliau selalu mengingat pesan dari sang guru “bahwa
dakwah tidak hanya sekedar bil lisan jika kamu ingin berwirausaha maka jadikan bisnismu sebagai media dakwah”.
Orang tua beliau adalah seorang petani, maka jelas H. Mochammad Cholis bukan keturunan seorang pengusaha. Berawal dari
kurangnya perekonomian ini, mampu membuat dirinya agar bisa bangkit dari permasalahan keluarga. Beliau pergi merantau ke Surabaya, disana beliau bertemu dengan pamannya. Melihat pada saat
itu dari sekian banyak saudara dan tetangga di Lamongan sukses dengan usaha soto di Surabaya, termasuk soto milik pamannya yang
saat ini juga berkembang pesat, yakni Soto H. Subakhir. Akhirnya beliau memberanikan diri untuk membuka usaha makanan, yaitu soto. Modal awal yang beliau gunakan pada waktu itu sekitar Rp. 1.000.000
jadilah gerobak soto milik H. Mochammad Cholis. Untuk pertama kalinya beliau berdagang dengan gerobak keliling daerah sekitar
tempat tinggalnya. Dalam prinsip chas flow untuk pedagang kecil
dianggap memang sangatlah susah. Seorang pedagang mau tidak mau
dagangan hari ini harus habis. Jika dagangan hari ini tidak habis maka ia tidak bisa lagi membeli kebutuhan hari esok.
H. Mochammad Cholis adalah anak yang sangat suka belajar.
Beliau mengamati sekelilingnya dan mendapatkan tempat berdagang menetap yang meski awalnya sebagai PKL yang tiap suatu saat pasti
akan digusur. Tetapi beliau tidak lama menjadi PKL, karena tempat berdagang sudah tidak aman setiap kali Satpol PP harus memindahkannya, hingga akhirnya dipindahkan ketempat binaan
pemerintah. Tempatnya aman dan nyaman, masih di daerah pucang tepat didepan Kantor Pos Pucang Surabaya, dari situlah beliau berfikir
untuk berkembang lagi.
Beliau mulai mengenal brand ketika kembali masuk
perkuliahan pada tahun 1999. Beliau mengganggap pendidikan sangat penting karena mempunyai prinsip “saya harus pintar, apa lagi bagi
seorang mahasiswa tidak peduli apa jurusannya dan dimana ia kuliah.
Karena kepintaran seseorang itu berpengaruh dalam setiap proses untuk berkembang”.43
43
Pada tahun 2000 nama Soto ABas berdiri, dalam prosesnya
tahap untuk berkembang adalah dengan brand. Beliau mengalami
banyak sekali kegagalan dalam mengembangkan usaha sotonya. Namun beliau tetap berusaha keras dan tidak menyerah, karena beliau percaya bahwa “Adanya kesuksesan itu karena adanya kegagalan”.
Nama Soto ABas resmi legal formal tahun 2008. Lalu apa itu ABas ? diceritakan dulu beliau mempunyai beberapa orang mentor,
dari beberapa mentornya semua sukses dibidang usaha dan kebanyakan dari mereka memberi nama perusahaannya dengan nama
putra mereka. Salah satunya PT. Dimas Jaya yang hingga saat ini memiliki kurang lebih 20.000 karyawan. Baba Rafi yang tidak lain Bos dari temannya, mereka memakai nama putranya. Dari situlah beliau
mengambil inisiatif untuk memberi nama usahanya. Berhubung pada saat itu beliau masih belum berkeluarga maka beliau memberikan
nama singkatan dari ayahnya, yakni Bashori Alwi, dengan huruf A besar didepan singkatan dari “Anak’e” dalam bahasa Indonesia yakni
“putranya Bashori”, Bashori yang disingkat “Bas” yaitu Anak’e
Bashori (Putranya Bashori). Dengan harapan sebagai do’a dari orang
tua.
H. Mochammad Cholis terus menggali ilmu, belajar, mengamati. Saat itu yang di lihat adalah KFC, beliau berfikir bahwa bisnis makanan tersukses didunia adalah KFC. Akhirnya timbul
dengan cara mendekati KFC tentu dengan proses yang panjang. Dalam tiga bulan terakhir tahun 2