• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA KERJA KARYAWAN DI WARUNG SOTO ABAS SEDATI GEDE NO.25 SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BUDAYA KERJA KARYAWAN DI WARUNG SOTO ABAS SEDATI GEDE NO.25 SIDOARJO."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos), Bagi Prodi Manajemen Dakwah

Oleh:

Moch Salim Rochmad NIM. B04212010

JURUSAN DAKWAH

PRODI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Moch Salim Rochmad, 2016. Budaya Kerja Karyawan Di Warung Soto ABas Jl. Sedati Gede No. 2.

Fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah apa sikap dan perilaku budaya kerja yang ada di warung Soto ABas dalam Tinjauan.

Dalam menjawab pertanyaan tersebut digunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Untuk mendeskripsikan fenomena, yang datanya berupa kata-kata (ucapan), perilaku, atau dokumen, dan tidak pernah dianalisis dengan rumus-rumus statistik, tetapi dalam bentuk narasi. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik validitas data menggunakan teknik triangulasi. Sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif Milles dan Huberman. Teknik analisis ini terdiri dari tiga kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpilan/verifikasi.

(7)

PENGESAHAN TIM PENGUJI……… iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN OTENTISITAS SKRIPSI……… vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konsep ... 7

F. Sistematika Pembahasan ... 9

BAB II. KAJIAN TEORETIK A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 12

B. Kerangka Teori ... 15

(8)

6. Budaya Kerja Menurut Perspektif Islam ... 28

BAB III. METODELOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 34

B. Lokasi Penelitian ... 35

C. Jenis dan Sumber Data ... 35

D. Tahap-tahap Penelitian... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 39

F. Teknik Validitas Data ... 41

G. Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 45

1. Sejarah Berdirinya Soto ABas ... 45

2. Letak Geografis Soto ABas ... 50

3. Visi-Misi Soto ABas ... 51

4. Struktur Organisasi Soto ABas ... 51

B. Penyajian Data ... 54

1. Sikap Karyawan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 54

2. Perilaku Karyawan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 55

(9)

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran dan Rekomendasi ... 82

C. Keterbatasan Penelitian ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN ...

(10)

Gambar 4.2 Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 49

Gambar 4.3 Lokasi Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 50

Gambar 4.4 Tata Tertib dan Peraturan Karyawan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo ... 61

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu jenis usaha yang populer pada saat ini adalah jenis usaha franchise/waralaba. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan franchising yakni hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan.

Menurut pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan atau

menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI), atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut, dalam rangka

penyediaan atau penjualan barang dan jasa.

Menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan

waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada

pelanggan akhir. Dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak

kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan

merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan

sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.1 Jadi dapat

disimpulkan bahwa usaha franchise/waralaba merupakan adanya

kesepakatan antara franchisor (pemberi waralaba) dengan franchise

1

(12)

(penerima waralaba) untuk menjalankan usaha mulai dengan merek, nama, cara-cara sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak.

Salah satu bisnis franchise yang paling layak dan menguntungkan

saat ini adalah bisnis makanan atau kuliner. Adapun bisnis kuliner khas

yang marak di Indonesia seperti bakso, soto, martabak, gado-gado, pecel, nasi goreng dan lain-lain belum begitu banyak menggunakan sistem franchise. Di kota besar seperti kota Surabaya bisnis kuliner dengan sistem franchise juga masih terhitung sedikit. Salah satu makanan kuliner khas Indonesia di Surabaya yang sampai saat ini berkembang adalah soto.

Hampir di setiap daerah makanan soto seakan menjadi menu andalan, dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia mengenal akan khas makanan ini. Dari kalangan anak kecil, muda hingga dewasa makanan soto begitu

tidak asing dilidah masyarakat Indonesia. Demikian pula bisnis franchise

Mochammad Cholis yakni Soto ABas yang bertempat di Jalan Sedati Gede

no.25 Surabaya. Soto ABas berdiri sejak tahun 1997 dan sekarang sudah berkembang dengan pesat, cabang dan franchise nya sudah banyak tersebar di kota Surabaya.

Soto ABas ini merupakan salah satu dari franchise makanan yang

terbilang sukses melakukan usahanya. Hal ini terbukti dari adanya 7 Outlet

cabang dan para mitra yang berdiri dari usaha Mochammad Cholis. Dengan inovasi penyajian masakan asli Indonesia, cita rasa masakan Soto ABas mampu beradaptasi dilidah masyarakat Indonesia. Selain itu alasan

(13)

ini adalah karena Soto ABas memberikan sentuhan baru dalam bisnis makanan asli Indonesia (khususnya soto) dari konsep konvensional

menjadi post modern. Dengan penjaminan kualitas dan kepuasan dalam

hal rasa, pelayanan, dan profit kepada para stake holder ataupun secara

langsung kepada para pelanggan setia Soto ABas.

Sebagian besar bisnis kecil menengah dalam bidang makanan di Indonesia kurang menyadari pentingnya kualitas dalam berbagai hal,

sehingga Soto ABas memiliki cita-cita besar sebagai pendobrak peningkatan kualitas dan variasi penyajian untuk masakan lokal Indonesia.

Apabila seorang pelanggan menikmati satu porsi soto, biasanya yang terjadi adalah dalam satu mangkok sudah tercampur antara komposisi soto dan nasi serta proses menunggu yang cukup memakan waktu. Sedangkan

Soto ABas memberikan gebrakan baru dengan prinsip, “Yang Dipisah

Bisa Dicampur, Tapi Yang Dicampur Tak Bisa Dipisah.” Hal ini

merupakan penerapan dalam penyajian soto, dimana nasi dan komposisi soto dipisahkan sehingga seorang pelanggan dalam cara menikmati soto dapat mempunyai banyak pilihan dan kebebasan. Hal ini ternyata juga

meningkatkan efisiensi waktu dalam pelayanan yang tentu berbeda dengan penyajian soto lainnya, bahkan model seperti ini yang mungkin sudah

banyak ditiru diluar Soto ABas. Disisi lain tentu ada banyak strategi dan analisa yang kuat yang dilakukan oleh pemilik Soto ABas ini.

Melihat lahan yang luas dan kondisi jalanan yang strategis dengan

(14)

antusias dan nyaman makan ditempat itu. Bahkan Soto ABas bisa melayani pengunjungnya hingga 24 jam setiap harinya. Namun tidak

hanya karena faktor-faktor tersebut diatas yang membuat Soto ABas sukses, akan tetapi ada faktor Budaya Kerja yang diterapkan di Soto ABas.

Salah satunya adalah mewajibkan para karyawannya untuk melakukan sholat 5 waktu. Hal ini menurut Mochammad Cholis selaku pemilik Soto ABas adalah cara beliau untuk berdakwah (bi-Al Hal) dan sebagai cara

bermuamalah bagi para karyawannya. Karena menurut beliau, hidup itu harus seimbang antara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan

manusia. Dan hal ini bertujuan agar kita bisa memantaskan diri sebagai hamba Allah. Berawal dari sini perlu adanya penelitihan yang lebih mendalam untuk mendapatkan hasil atau data yang lebih jelas tentang

Budaya Kerja di bisnis kuliner Soto ABas ini.

Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan

atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota

baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan

terkait dengan masalah-masalah tersebut.2

Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat. Budaya menyangkut moral, sosial, norma-norma perilaku yang mendasarkan pada kepercayaan, kemampuan dan prioritas

2

(15)

anggota organisasi. Unsur-unsur yang terdapat dalam budaya terdiri dari: (1) Ilmu pengetahuan, (2) Kepercayaan, (3) Seni, (4) Moral, (5) Hukum,

(6) Adat istiadat, (7) Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, (8) Asumsi-asumsi dasar, (9) Sistem nilai, (10) Pembelajaran/pewarisan, dan (11)

Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal serta cara mengatasinya.3

Budaya merupakan inti filosofi dalam suatu organisasi, bentuk

perilaku dan pola pekerjaan.4 Budaya kerja sudah lama dikenal oleh

manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja itu berakar

pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya.5

Bekerja hakikatnya dipandang dari berbagai perspektif seperti bekerja merupakan bentuk ibadah, cara manusia mengaktualisasikan dirinya,

bentuk nyata dari nilai-nilai, dan sebagai keyakinan yang dianutnya.6

Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktifitas kerja untuk

menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.7 Sama halnya

dengan penelitian yang dilakukan Hartman dan Hayden, yang menjelaskan pentingnya unsur manusia dalam keberhasilan masa depan bisnis yang

berarti bahwa pembentukan budaya kerja positif membantu menarik dan mempertahankan yang terbaik dari yang terbaik adalah keharusan.

3

Moh. Pabundu Tika, 2010, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, PT Bumi Aksara, Jakarta, hal 3.

4

Liosten Riana RUT, 2011, Proses Pengembangan Manajemen Sumber Daya Manusia, Revca Petra Media, Surabaya, hal 102.

5

Gering, Supriyadi dan Triguno, 2006, Budaya Kerja Organisasi Pemerintah: Modul Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, hal. 1.

6

Rina, Puspita D., 2008, Menjaga dan Melindungi Budaya Kerja, Yudhistira, Jakarta, hal.9.

7

(16)

Dengan budaya kerja diharapkan agar sikap dan perilaku yang tumbuh dan ikhlas dilaksanakan secara sadar dalam mengikuti berbagai

ketentuan, peraturan, hukum, norma, etika dan moral yang bersifat mengatur kehidupan antar pribadi dan antar kelompok masyarakat. Karena

bekerja merupakan ibadah, maka bekerja merupakan panggilan untuk melaksanakan tugas mulia, agar menjadi orang pilihan yang unggul, berprestasi dalam mengaktualisasikan jati dirinya.

Dengan melihat latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk

meneliti dengan Judul “Budaya Kerja Karyawan di Warung Soto ABas

Sedati Gede No.25 Sidoarjo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan

diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah apa sikap dan perilaku budaya kerja yang ada di warung Soto ABas?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap dan perilaku budaya kerja yang ada di

warung Soto ABas.

D. Manfaat Penelitian

(17)

1. Secara Teoritik

Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan disiplin ilmu sosial

dan politik dan sebagai tambahan wacana bagi kalangan akademisi mengenai ilmu manajemen. Khususnya bagi kalangan akademisi yang

berkonsentrasi pada manajemen sumber daya manusia.

2. Secara Praktis

Dari segi praktis, diharapkan penelitian ini menjadi tambahan

informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan data mengenai manajemen sumber daya manusia khususnya dalam bidang budaya

kerja. Dan juga sebagai barometer untuk memberi gambaran kepada masyarakat, khususnya para akademisi ilmu manajemen tentang penerapan budaya kerja disebuah perusahaan.

E. Definisi Konsep

Agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam memahami penelitian

tersebut, peneliti akan mendeskripsikan beberapa istilah yang ada dalam judul.

Budaya (cultural) diartikan sebagai : pikiran, adat istiadat, sesuatu

yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar

diubah.8 Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan

pengertian budaya dengan tradisi. Dalam hal ini, tradisi sebagai ide-ide umum, sikap dan kebiasaan dari masyarakat yang nampak dari perilaku

8

(18)

sehari-hari yang menjadi kebiasaan dari kelompok dalam masyarakat tersebut.

Menurut Paramita yang dikutip oleh Supriyadi Budaya kerja dapat

dibagi menjadi:

“Pertama, sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja

dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. Kedua, perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya,

suka membantu sesasama karyawan atau sebaliknya.”9

Adapun pengertian budaya kerja menurut Nawawi adalah

“Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaran terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka

pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan”.10

Sedangkan menurut pohan mendefinisikan budaya kerja itu “serangkaian nilai, asumsi dan norma yang dimiliki orang lain dari suatu

organisasi, sehingga mampu membedakan institusi dengan yang lainnya”.11

Ini menunjukkan bahwa budaya kerja itu dibangun atas nilai,

asumsi, norma dan aturan yang ada di dalam alam pikiran dan hati nurani karyawan yang akan ditampilkan dalam bekerja sebagai seorang pelayan

9

Supriyadi dan Triguno, 2001, Budaya Kerja Organisasi pemerintah – Bahan ajar Diklat Prajabatan Golongan III, LAN, Jakarta, hal.10.

10

Hadari Nawawi, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Cetakan Kelima, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 65.

11

(19)

dan penyaji. Budaya kerja yang ada dalam diri karyawan akan nampak dari sikap dan perilaku karyawan itu ketika melayani pembeli.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa budaya kerja karyawan merupakan suatu kebiasaan, tradisi yang dilakukan oleh

karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Kebiasaan dan tradisi kerja karyawan itu terlihat dari cara pemahaman karyawan tentang

pekerjaannya, sikap dan perilaku dalam bekerja.

Karyawan atau pegawai, mereka juga memiliki budaya kerja, baik dalam proses melayani pembeli atau proses membuat suatu produk. Agar

proses melayani dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka karyawan harus memiliki persiapan berkaitan dengan cara melayani pembeli yang akan dilayani. Karyawan juga harus memberikan pembelinya kenyamanan

sehingga pembeli dapat merasa puas ketika menikmati produknya.

Demikian halnya dengan karyawan di Soto ABas, walaupun

karyawan sebagai seorang individu yang memiliki kebutuhan pribadi, namun karyawan mengemban tugas melayani pembelinya hingga merasa puas menikmati hidangan. Dengan adanya budaya kerja karyawan di Soto

ABas, maka para pembeli akan merasa puas dan mereka akan menceritakan kepada orang sekitarnya dan bukan tidak mungkin mereka

akan kembali lagi ke Soto ABas dengan mengajak orang sekitarnya.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka

(20)

skripsi ini, maka penelitian ini akan dirancang menjadi lima bab, antara lain: bab pertama, pembahasan ditekankan pada fokus penelitian, yaitu

budaya kerja di Soto ABas. Dari fokus ini, terumuskan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua dibahas tentang teori yang menjadi pondasi dari latar belakang di atas yaitu teori budaya kerja. Bab ini berisi tentang

penelitian terdahulu yang relevan dan kerangka teori yang sudah dipadu dengan pendekatan Islam.

Bab ketiga, peneliti membahas metode penelitian, yang menjadi patokan awal dalam menentukan pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian. Kemudian

dilanjutkan dengan teknik pengumpulan data, teknik validitas data dan teknik analisa data yang sudah didapatkan.

Bab keempat, pembahasan tentang budaya keja yang diterapkan di Soto ABas Sedati Gede no.25 Sidoarjo. Bab ini terbagi menjadi tiga, yaitu gambaran umum objek penelitian, penyajian data dan pembahasan hasil

penelitian.

Bab kelima, berisi tentang kesimpulan serta rekomendasi. Terdapat

(21)
(22)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam proses penulusuran karya-karya ilmiah yang sama atau mirip dengan penyusunan karya ilmiah ini, maka penulis menelusuri untuk mencari beberapa kerangka karya ilmiah diantaranya sebagai berikut:

Charry Pujiani, melakukan penelitian dengan judul “Analisis

Budaya Kerja PT Bank Mandiri TBK (PERSERO) KANWIL X Makassar” pada tahun 2014. Dalam skripsi tersebut, membahas tentang

bahwa budaya kerja TIPCE itu sendiri membawa suatu perubahan yang cukup signifikan bagi Bank Mandiri itu sendiri. Perubahan tersebut dapat

dilihat dari penghargaan – penghargaan yang didapat oleh Bank Mandiri

yang tentunya merupakan hasil dari transformasi budaya yang lama ke

budaya yang baru. Dan tentunya dengan adanya budaya TIPCE itu sendiri mampu membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik dari budaya kerja yang lalu.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja. Sedangkan

perbedaannya terletak pada objek penelitiannya dimana Charry Pujiani melakukan riset di PT Bank Mandiri TBK (Persero) KANWIL X Makassar sedangkan penelitian penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis

(23)

Amirul Umaroh, menulis skripsi dengan judul “Budaya Kerja Guru

di MINU Unggulan Waru Sidoarjo” pada tahun 2013. Dalam skripsi

tersebut, membahas tentang Budaya kerja guru di MINU Unggulan Waru

Sidoarjo adalah memiliki komitmen dan konsistensi sehingga

mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat sekolahnya daripada hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, keikhlasan dan kejujuran bekerja sebagai guru dapat dilihat dari memenuhi jam kerja, hadir setiap hari, tepat

waktu hadir maupun pulang.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah

sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja. Sedangkan hal yang membedakan penelitian milik Amiul Umaroh dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian. Amirul Umaroh melakukan riset di

MINU Unggulan Waru Sidoarjo sedangkan penelitian penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis makanan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo.

Hafid Safi’i, melakukan penilitian dengan judul “Budaya

Organisasi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman Yogyakarta” pada tahun 2013. Dalam skripsi tersebut membahas

tentang terbinanya budaya organisasi silaturrahim di KUA di kecamatan Sayegan mampu menciptakan suasana kerja yang nyaman, kondusif dan

(24)

Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja.

Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya dimana Hafid Syafi’I

melakukan riset di Kantor Urusan Agama Kecamatan Seyegan Kabupaten

Sleman Yogyakarta sedangkan penelitian penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis makanan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo.

Dwi Hamidah menulis skripsi tentang “Karakteristik Budaya

Organisasi Unggul sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Perusahaan ”Studi Kasus Pdam Kota Surakarta” pada tahun 2013. Dalam skripsi

tersebut, membahas tentang karakteristik budaya organisasi unggul di Pdam kota Surakarta.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah

sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja. Hal yang membedakan penelitian milik Dwi Hamidah dengan penelitian ini adalah

pada lokasi penelitian. Dwi Hamidah melakukan riset di Pdam Kota Surakarta sedangkan penelitian penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis makanan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo.

Andri Kesuma Negara menulis skripsi tentang “Analisis Budaya

Kerja Suis Butcher Bandung Berdasarkan Teori Cameron & Quinn” pada

tahun 2011. Dalam skripsi tersebut, membahas tentang tipe budaya Suis Butcher saat ini dan mengetahui tipe budaya kerja yang diharapkan Suis Butcher dengan melakukan pemetaan budaya ke dalam empat tipe budaya

(25)

Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama melakukan penelitian yang berfokus pada Budaya Kerja.

Perbedaannya terletak pada objek penelitiannya dimana Andri Kesuma Negara melakukan riset di Suis Butcher Bandung sedangkan penelitian

penulis dilakukan di Perusahaan Bisnis makanan Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo.

B. Kerangka Teori

1. Pengertian Budaya

Secara harfiah, “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta

“budhayah” (bentuk jamak dari budhi yang artinya akal atau segala

sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental). Budi daya berarti memberdayakan budi sebagaimana dalam

bahasa inggris dikenal sebagai culture yang artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu (pertanian) yang kemudian berkembang sebagai

cara manusia mengaktualisasikan rasa, karsa dan karya-karyanya. Koentjaraningrat mengartikan: “budaya adalah keseluruhan sistem

gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan

masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”.12

Dari uraian pengertian budaya tersebut, terkandung makna

sebagai berikut:

a. Adanya pola nilai, sikap tingkah laku (termasuk bahasa), hasil

karsa dan karya.

12

(26)

b. Budaya berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai dan lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup, yang

akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku.

c. Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup,

kebiasaan-kebiasaan serta proses seleksi (menerima atau menolak) norma-norma yang ada dalam cara dirinya berinteraksi sosial atau menempatkan dirinya di tengah-tengah lingkungan tertentu, dan

d. Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling

ketergantungan, baik sosial maupun lingkungan non sosial.

2. Karateristik Budaya

Berbagai fungsi budaya, menunjukkan perbedaan antara budaya dengan perilaku. Budaya setiap orang atau kelompok berbeda dengan

orang atau kelompok lain. Budaya itu tidak dapat disebut buruk atau

baik (beyond moral judgement). Kesan buruk-baik bahkan konflik

timbul tatkala seseorang berinteraksi (berkomunikasi) dengan orang lain yang budayanya berbeda dengan menggunakan budayanya sendiri (encorder) tanpa memperhatikan dan menyesuaikan dirinya dengan

budaya orang lain itu (decorder).

Di dunia kerja, sangat diharapkan dapat diciptakan dan

dikembangkan sistem berupa nilai disiplin agar menjadi kebiasaan hidup di dalam dan di luar pel aksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pegawai/karyawan maupun sebagai anggota

(27)

Dalam kepatuhan dan ketaatan itu secara kongkret berarti adanya kesediaan untuk mematuhi, menghormati, dan adanya

kemampuan melaksanakan suatu sistem nilai yang mengharuskan seseorang untuk tunduk pada putusan, perintah atau peraturan yang

berlaku di masyarakat khususnya di lingkungan kerja masing–

masing.

Dengan kata lain, disiplin pribadi sangat penting pada

lingkungan kerja dan disiplin pribadi itu berupa suatu kebiasaan yang

melekat pada diri seseorang. Disiplin pribadi dalam kehidupan sosial

budaya dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan, dan sehubungan dengan itu masalah keteladanan menjadi sangat penting artinya, karena keteladanan pimpinan itu berkenaan dengan dedikasi, disiplin,

keterbukaan, sikap lugas, dan keberanian bertindak dalam menyelesaikan suatu masalah penyelewengan, penyimpangan, dan

tindak terpuji yang lainnya.

Terdapat beberapa aspek budaya yang berpengaruh terhadap kelancaran tugas bagi aparatur pemerintah (pegawai/karyawan)

sehingga kurang dapat berjalan secara efektif dan efisien yaitu:

a. Budaya paternalisme, yaitu sikap yang terlalu berorientasi ke atas,

akibatnya bawahan bekerja lebih menyenangi menunggu perintah dari atasan, sedangkan kreativitas, inisiatif berkurang bahkan cenderung dimatikan. Budaya ini perlu dikurangi agar tidak

(28)

1) Pemimpin perlu mengembangkan pola proses pengambilan

keputusan bersama (group decision process) tanpa mengurangi

wewenangnya dalam mengambil keputusan.

2) Bila perlu pengarahan dikurangi dan diganti dengan pola

pemecahan masalah (problem solving oriented) sehingga setiap

petugas merasa ikut bertanggung jawab pada setiap masalah organisasi/unit kerjanya.

b. Budaya manajemen tertutup, yang artinya bahwa pemimpin merasa

sebagai penguasa yang tidak perlu mengikutsertakan bawahannya

sehingga timbul sikap saling curiga mencurigai, tidak percaya, dan

prasangka yang kurang menguntungkan dan lain –lain. Yang

berakibat pekerjaan secara efektif dan efisien.

c. Budaya kurang mampu membedakan jam kerja dan jam dinas,

urusan pribadi dan urusan kedinasan, untuk itu disiplin kerja dan

disiplin waktu perlu ditingkatkan, dengan mengurangi kebiasaan yang tidak tepat pada jam kerja.

d. Budaya atau kebiasaan memberikan terlalu banyak pekerjaan dan

tanggung jawab kepada seseorang yang aktif dan berprestasi dan kurang percaya terhadap yang belum memperoleh kesempatan

untuk aktif dan berprestasi.

e. Budaya sistem keluarga dan koneksi yang di lingkungan kerja

mengakibatkan pengangkatan pegawai/karyawan dan pembinaan

(29)

ini ditunjang lagi oleh kebiasaan berupa kecenderungan pilih kasih (like and dislike) dalam pembinaan dan pengemabngan karir dan

penempatan seorang pegawai/karyawan. Kondisi ini harus segera ditiadakan mengingat semakin pesatnya, perkembangan ilmu dan

teknologi yang memerlukan personil yang berkualitas di lingkungan kerja.

f. Budaya asal bapak senang (ABS) yaitu budaya di dalam

memberikan informan dan laporan kepada pimpinan dengan penuh rekayasa hal demikian dilakukan biasanya untuk menutupi

kekurangan, kelemahan dan kegagalan dalam bekerja, tetapi juga karena rasa takut pada pimpinan dan sifat senang dipuji atau rasa kurang senang dikoreksi oleh atasannya. Budaya ini akan berakibat

mempersulit pelaksanaan pengawasan dan pembinaan dan bimbingan dalam upaya meningktakan efisiensi dan efektifitas

kerja.

g. Budaya tidak senang diperiksa karena pengawasan bersifat

mencari–cari kesalahan. Pengawasan hendaknya dikembangkan

sebagai usaha membantu pihak yang diawasi untuk menyadari

kekurangan dan kelemahannya disertai dorongan untuk

memperbaiki melalui usaha sendiri. Kegiatan pengawasan merupakan pekerjaan yang rutin dan wajar yang tidak perlu ditakuti, perasaan takut dan tidak menyukai pengawasan itu hanya

(30)

bekerja sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pengertian Budaya Kerja

Menurut Paramita yang dikutip oleh Supriyadi Budaya kerja

dapat dibagi menjadi:

“Pertama, sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja

dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. Kedua, perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesasama karyawan atau

sebaliknya.”13

Nilai-nilai dasar budaya kerja menurut kementerian PAN terdiri

dari (Keputusan MENPAN Nomor 25 Tahun 2002):14

a. Komitmen dan Konsistensi

b. Wewenang dan Tanggungjawab

c. Keikhlasan dan Kejujuran

d. Integritas dan Profesionalisme

e. Kreatifitas dan Kepekaan

f. Kepimpinan dan Keteladanan

g. Kebersamaan dan Dinamika Kelompok Kerja

h. Ketepatan dan Kecepatan

i. Rasionalitas dan Kecerdasan Emosi

13

Supriyadi dan Triguno, 2001, Budaya Kerja Organisasi pemerintah – Bahan ajar Diklat Prajabatan Golongan III, LAN, Jakarta, hal.10.

14

(31)

j. Keteguhan dan Ketegasan

k. Disiplin dan keterampilan kerja

l. Keberanian dan Kearifan

m. Dedikasi dan Loyalitas

n. Semangat dan Motivasi

o. Ketekunan dan Kesabaran

p. Keadilan dan Keterbukaan

q. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Dalam budaya kerja diperlukan prinsip keseimbangan antara

hak dan kewajiban, dengan menekankan bahwa perolehan hak hanya mungkin apabila kewajiban terhadap aparat dilaksanakan secara baik

dan konsekuen. Mengenai hak pegawai dijelaskan sebagai berikut:15

a. Memberikan imbalan yang adil, wajar dan setara dengan yang

diberikan di perusahaan swasta bukan hanya dalam bentuk upah

dan gaji, akan tetapi juga berupa tunjangan, fasilitas, dan perangsang yang bersifat materi dan non materi,

b. Menempatkan karyawan pada jabatan dan tugas pekerjaan yang

sesuai dengan pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, bakat, minat, dan kemampuan yang bersangkutan,

c. Melakukan penilaian kerja berdasarkan kriteria yang obyektif dan

rasional,

15

(32)

d. Membantu para karyawan mrencanakan dan mengembangkan karirnya dan

e. Memperkaya kekayaan para aparat melalui otonomi, diskresi,

pemberdayaan dan partisipasi dalam proses pengambilan

keputusan yang menyangkut pekerjaannya.

Budaya kerja merupakan instrumen untuk merubah cara kerja lama menjadi cara kerja baru yang akan berorientasi untuk memuaskan

pelanggan atau masyarakat dan kualitas atau mutu suatu produk jasa atau barang. Dengan demikian cara kerja dan SDM harus dapat diukur

dan merupakan kesepakatan bersama. 4. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja

Mengembangkan budaya kerja tentunya akan memberikan

manfaat, baik untuk pegawai itu sendiri maupun untuk lingkungan kerja dimana pegawai tersebut berada. Manfaat budaya kerja bagi

pegawai, antara lain memberi kesempatan untuk berperan, berprestasi, aktualisasi diri, mendapat pengakuan, penghargaan, kebanggaan kerja, rasa ikut memiliki dan bertanggungjawab, memperluas wawasan serta

meningkatkan kemampuan memimpin dan memecahkan masalah. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam

karena akan mengubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Manfaat yang dapat diperoleh, yaitu menjamin

(33)

komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotong-royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki

kesalahan, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar

(faktor eksternal), mengurangi laporan berupa data–data dan informasi

yang salah dan palsu.

Selain itu, terdapat pula beberapa manfaat lain dari budaya kerja, seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab,

disiplin yang meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan yang bekurang, tingkat absensi turun, adanya keinginan

belajar terus, keinginan memberikan yang terbaik bagi organisasi, dan

lain–lain. Dalam Kepmenpan No.39 tahun 2012 tentang Pedoman

Pengembangan Budaya kerja, terdapat manfaat budaya kerja bagi

instansi, yaitu:16

a. Meningkatkan kerja sama antarindividu, antarkelompok, dan

antar unit kerja;

b. Meningkatkan koordinasi sebagai akibat adanya kerjasama yang

baik antarindividu, antarkelompok, dan antarunit kerja;

c. Mengefektifkan integrasi, sinkronisasi, keselarasan, dan dinamika

yang terjadi dalam organisasi;

d. Memperlancar komunikasi dan hubungan kerja;

e. Menumbuhkan kepemimpinan yang partisipatif;

f. Mengeliminasi hambatan–hambatan psikologis dan kultural; dan

16

(34)

g. Menciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga dapat mendorong kreatifitas pegawai.

Selanjutnya oleh Roland E. Wolseley dan Laurance R. Campbell dalam bukunya Ekploring Journalisme (Triguno, 1999)

menyatakan bahwa:17

a. Orang yang terlatih melalui kelompok budaya kerja akan

menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, terbuka bagi gagasan–

gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran, mencocokkan apa yang ada padanya dengan

keinsyafan dan daya imajinasi seteliti mungkin dan seobyektif mungkin.

b. Orang yang terlatih dalam Kelompok Budaya Kerja akan

memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan

oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai

penyimpangan akal bulus dan pertentangan.

c. Orang yang terdidik melalui Kelompok Budaya Kerja berusaha

menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan

sosialnya, baik nilai–nilai spiritual maupun standar–standar etika

yang fundamental untuk menyerasikan kepribadian dan moral karakternya.

(35)

d. Orang yang terdidik dalam Kelompok Budaya Kerja

mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan keahlian–

keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajibannya dalam bidangnya, demikian pula dalam hal berproduksi dan pemenuhan

kebutuhan hidupnya.

e. Orang yang terlatih dalam Kelompok Budaya Kerja akan

memahami dan menghargai lingkungannya seperti alam,

ekonomi, sosial, politik, budaya dan menjaga kelestarian sumber–

sumber alam, memelihara stabilitas dan kontinuitas masyarakat

yang bebas sebagai suatu kondisi yang harus ada.

f. Orang yang terlatih dalam Kelompok Budaya Kerja akan

berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangganya,

sekolah, masyarakat dan bangsanya, penuh tanggungjawab sebagai manusia merdeka dengan mengisi kemerdekaannya, serta

memberi tempat secara berdampingan kepada oposisi yang bereaksi dengan yang memegang kekuasaan sebaik mungkin.

g. Mengubah sikap dan perilaku pegawai untuk meningkatkan

produktivitas kerja.

h. Meningkatkan kepuasan kerja dan pelanggan, pengawasan

fungsional, dan mengurangi pemborosan.

i. Menjamin hasil kerja berkualitas.

j. Memperkuat jaringan kerja (networking).

(36)

l. Membangun kebersamaan.

5. Budaya Kerja Karyawan

Budaya kerja merupakan sekumpulan kebiasaan yang melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi.

membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.

Adapun pengertian budaya kerja menurut Nawawi adalah

“Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaran terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka

pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan”.18

Jadi, budaya kerja karyawan merupakan kebiasaan, tradisi yang

dilakukan oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Kebiasaan dan tradisi kerja karyawan itu trlihat dari cara pemahaman karyawan tentang pekerjaannya, sikap dan perilaku dalam bekerja.

a. Pentingnya Budaya Kerja Karyawan

Karyawan merupakan elemen penting dalam suatu

perusahaan. Untuk itu budaya kerja perlu dimiliki dan sudah tertanam dalam jiwa karyawan sebagai pelayan dan penyaji. Menurut Roland E. Wolseley dan Laurance R. Cambell

menekankan dalam budaya kerja itu sangat penting dalam

18

(37)

organisasi.19 Dalam budaya kerja yang baik dalam satu organisasi akan memperbanyak manfaat bagi organisasi, pimpinan dan

pegawai yang bersangkutan antara lain: menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik, adanya keterbukaan dan

kebersamaan, kesalahan cepat diperbaiki, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan, mengurangi data dan laporan yang salah, kepuasan kerja meningkat, disiplin meningkat, pengawasan

fungsional berkurang, keinginan untuk berkembang maju meningkat, adanya keinginan memberikan yang terbaik bagi

organisasi.

b. Penampilan Budaya Kerja Karyawan

Karyawan sebagai pelayan dan penyaji yang memiliki budaya

kerja bisa dilihat dari pemahaman (pandangan) karyawan tentang pekerjaannya, sikap terhadap pekerjaan, perilaku ketika bekerja

serta dari etos kerjanya.20

Tidak mudah menjadi seorang karyawan yang professional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas

dikemukakan oleh Tjerk Hooghiemstra bahwa seorang yang dikatakan Profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau

19

Menurut Roland E. Wolseley dan Laurance R. Cambell dalam Triguno. Prasetyo, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, hal.9.

20

(38)

memiliki kompetensi-kompetensi tertentu yang mendasari

kinerjanya.21

Apa yang dikemukakan oleh Spencer tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan Hooghiemstra sebelumnya yang

mengatakan:

“Kompetensi adalah karakteristik pokok seorang yang berhubungan dengan atau menghasilkan unjuk kerja yang efektif dan superior pada jabatan tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang ditetapkan. Ada lima karakteristik kompetensi : motif, sikap, konsep diri (attitude, nilai-nilai atau imajinasi diri), pengetahuan dan keterampilan.”22

6. Budaya Kerja Menurut Perspektif Islam

Budaya adalah segala nilai, pemikiran, serta simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, serta kebiasaan seseorang

masyarakat.23

Salah satu contohnya adalah budaya tepat waktu. Rasulullah

SAW. Memberi contoh bagaimana beliau menyikapi ketepatan waktu, kemudian diikuti oleh para sahabat. Akhirnya, sahabat menyadari dan terbiasa untuk menghargai waktu.

Dalam masa globalisasi saat ini, banyak perusahaan yang mengadopsi budaya-budaya asing karena budaya-budaya itu diyakini

begitu maju dan berkembang. Budaya asing tidak selamanya negatif

21

Menurut Tjerk Hooghiemstra dalam Ondi Saondi & Aris Suherman, 2010, Etika profesi Keguruan, PT. Refika Aditama, Bandung, hal.112.

22

Menurut Lyle M. Spencer dalam Ondi Saondi & Aris Suherman, 2010, Etika Profesi Keguruan, PT. Refika Aditama, Bandung, hal.112.

23

(39)

dan tidak selamanya positif. Budaya asing boleh diadopsi dengan catatan memang sesuai dengan Islam. Budaya penghargaan atas waktu

dan ketepatan dalam memenuhi janji, selalu dianggap sebagai budaya barat, padahal itu adalah bagian dari ajaran agama islam.

Sebuah janji harus ditepati. Hal itu dinyatakan dalam surat al-mu’minun ayat 3 dan 8. Ayat-ayat itu menceritakan sifat-sifat seorang

mukmin yang akan mendapatkan kebahagiaan.24













"dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.25

Ayat diatas bermakna bahwa seorang muslim harus produktif

dalam segala hal. Produktif dalam berbicara dan bekerja. Kemudian dalam ayat berikutnya difirmankan,

















“dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.26

24

Didin Hafidhuddin, Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Syariah, Gema Insani, Jakarta, hal.65.

25

Al-Quran, Al Mu’minun, Ayat 3

26

(40)

Ayat ini menegaskan bahwa menjaga amanah dan memenuhi janji adalah bagian dari budaya islam. Jika suatu perusahaan

benar-benar menepati janji atau karyawan yang bekerja di perusahaan itu bekerja sesuai dengan janji mereka, maka hal itu merupakan sesuatu

kekuatan yang luar biasa.

Contoh budaya kerja yang diterapkan di institusi syariah adalah “sifat” yang merupakan singkatan dari Shiddiq, Istiqomah, Fathonah,

Amanah, dan Tablig. Hal inilah yang diterapkan di Bank Syari’ah

Mandiri.27

a. Shiddiq berarti memiliki kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan, serta perbuatan berdasarkan ajaran islam. Tidak ada kontradiksi dan pertentangan yang disengaja antara ucapan dan

perbuatan. Oleh karena itu, Allah memerintahkan orang-orang yang

beriman untuk senantiasa memiliki sifat Shiddiq dan menciptakan

lingkungan yang Shiddiq.28 Perhatikan firman-Nya

               

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.29

Dalam dunia kerja dan usaha, kejujuran ditampilkan dalam bentuk

kesungguhan dan ketepatan waktu, janji, pelayanan, pelaporan,

27

K.H. Didin Hafidhuddin, 2003, Islam Aplikatif, Gema Insan Press, Jakarta, hal.36.

28

(41)

mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi) untuk kemudian diperbaiki secara terus menerus, serta menjauhkan diri

dari berbuat bohong dan menipu.

b. Istiqomah, artinya konsisten dalam iman dan nilai-nilai yang baik

meskipun menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqomah

dalam kebaikan ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran, serta keuletan, sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Sebaliknya,

keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi dan ternafikan secara

nyata. Orang lembaga yang Istiqomah dalam kebaikan akan

mendapatkan ketenangan sekaligusbmendapatkan solusi serta jalan

keluar dari segala persoalan yang ada.30 Perhatikan firman-Nya

                                                              

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu

30

(42)

inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.31

c. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi tugas dan kewajiban. Sifat ini akan menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan untuk melakukan

berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Kreatif dan inovatif hanya mngkin dimiliki ketika seorang selalu berusaha untuk

menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan, dan informasi, baik yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun perusahaan

secara umum. Sifat Fathanah (perpaduan antara alim dan hafidz)

telah mengantarkan nabi Yusuf a.s dan timnya berhasil

membangun kembali Negeri Mesir.32 Perhatikan firman-Nya

               

“berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".33

Sifat Fathanah pulahlah yang mengantarkan Nabi Muhammad

saw.(sebelum menjadi nabi) mendapat keberhasilan dalam kegiatan perdagangan.

d. Amanah, berarti memiliki tanggung jawab dalam melakukan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan,

31

Al-Quran, Fushshilat, Ayat 30-31

32

(43)

kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (berbuat baik) dalam segala hal. Sifat Amanah harus dimiliki oleh setiap mukmin,

apalagi yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan

pelayanan bagi masyarakat.34 Perhatikan firman-Nya

                                            

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.35

e. Tablig,berarti mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran agama islam

dalam kehidupan sehari-hari. Tablig yang disampaikan dengan

hikmah, sabar, argumentatif, dan persuasif akan menumbuhkan

hubungan kemanusiaan yang semakin solid dan kuat.36

Di samping “sifat” yang dibahas diatas, corporate culture dari

institusi syariah juga harus mencerminkan nilai-nilai islam, misalnya

dalam cara melayani nasabah, cara berpakaian, membiasakan shalat

berjamaah, doa di awal dan di akhir bekerja, dan sebagainya.37

34

Didin Hafidhuddin, Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Syariah, Gema Insani, Jakarta.

35

Al-Quran, An nisa’, Ayat 58

36

Didin Hafidhuddin, Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Syariah, Gema Insani, Jakarta.

37

(44)
(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Menurut Bog dan Taylor penelitian kualitatif

sebagai berikut: “metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat

diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Pendekatan ini langsung menunjukkan latar dan individu-individu dalam latar itu secara

keseluruhan; subjek penyelidik baik berupa organisasi ataupun individu, tidak dipersempit menajadi variable yang terpisah atau menjadi hipotesis,

tetapi dipandang sebagai bagian dari keseluruhan”.

Metode ini dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami apa yang terletak dibalik fenomena apa saja yang Sudah disebutkan diatas.

Metode kualitatif dapat memberikan secara detail fenomena yang ruwet yang sulit untuk disampaikan dengan metode kuantitatif.

Dengan kata lain, metode kuantitatif lebih menekankan pada usaha

mengidentifikasi hubungan-hubungan kasual yang biasanya diproses melalui rumus-rumus statistik (angka). Sementara metode kualitatif cocok

(46)

ingin menggambarkan atau menguraikan bagaimana “Budaya Kerja di Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo”.

B. Lokasi Penelitian

Dalam sasaran penelitian ini, ada dua hal yang akan dijelaskan

yaitu mengenai objek penelitian dan wilayah penelitian. Objek yang akan dituju dalam penelitian ini adalah masalah yang berkaitan dengan budaya kerja di Soto ABas Jalan Sedati Gede No.25 Sidoarjo). Sedangkan lokasi

yang dijadikan obyek atau sasaran dalam penelitian ini adalah Soto ABas yang terletak di Jalan Sedati Gede No.25 Sidoarjo.

C. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data dalam penelitian kualitatif adalah:38

a. Kata-kata dan tindakan

Sumber data berupa kata-kata dan tindakan dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara dan observasi.

b. Sumber tertulis

Sumber tertulis berupa buku-buku, majalah ilmiah, arsip-arsip dan lain-lain dikumpulkan dengan melakukan observasi atau

pengamatan serta fotokopi atau disalin ulang.

c. Foto

Sumber data berupa foto dikumpulkan dengan cara melakukan pengamatan dan dokumentasi atau pengambilan gambar.

d. Data statistik.

38

(47)

D. Tahap-tahap Penelitian

a. Tahap Pralapangan

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah:

1) Menyusun rencana penelitian secara fleksibel yaitu, penyusunan

rancangan penelitian adalah berupa usulan penelitian yang diajukan kepada ketua Prodi Manajemen Dakwah, yang berisi tentang latar belakang masalah, fenomena yang terjadi dilapangan, problematika

yang berisi tentang permasalahan yang diangkat dalam penelitian.

2) Memilih lapangan penelitian yaitu, lapangan penelitian yang dipilih

oleh peneliti adalah Soto ABas. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan penggalian data atau informasi tentang objek penelitian yang akan diteliti. Kemudian, ada

ketertarikan yang timbul dalam diri peneliti untuk menjadikan sebagai objek penelitian, karena dirasa sesuai dengan disiplin ilmu

peneliti selama ini.

3) Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian kepada

pihak-pihak yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.

4) Menjajaki dan menilai lapangan yaitu, melakukan studi

pendahuluan.

a) Pemahaman atas petunjuk dan cara hidup peserta penelitian.

b) Memahami pandangan hidup peserta penelitian.

c) Penyesuaian diri dengan keadaan lingkungan tempat atau latar

(48)

5) Memilih dan memanfaatkan peserta penelitian yaitu, usaha untuk memilih dan memanfaatkan informan adalah dengan cara melalui

keterangan orang yang berwenang, yaitu responden 1 selaku pimpinan utama atau pemilik Soto ABas dan responden 2 selaku

HRD Manager Soto ABas Jalan Sedati Gede 25 Sidoarjo.

6) Menyiapkan perlengkapan penelitian seperti alat-alat tulis, kamera,

tape recorder, bahkan jas hujan dan payung jika diperlukan serta

peralatan-peralatan lain yang dapat mendukung kelancaran penelitian di lapangan untuk menentukan dan membuat instrumen

penelitian.

7) Meperhatikan etika penelitian. Peneliti harus dapat menjaga etika

penelitian. Kehadiran peneliti, meskipun sedang melakukan

penelitian secara partisipatif, jangan sampai merusak suasana.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Pada tahap ini yang dilakukan oleh peneliti adalah:

1) Memahami latar penelitian di mana peneliti harus:

a) Membatasi latar penelitiannya.

b) Menjaga penampilan. Peneliti kualitatif selalu tampil

sederhana, paling tidak menyesuaikan diri dengan lapangan

dan informan.

2) Pengenalan hubungan peneliti di lapangan. Meskipun peneliti harus

akrab dengan informan atau anggota penelitian yang lain, peneliti

(49)

informan. Ini penting untuk menghindari subjektivitas data atau hasil penelitiannya.

3) Jangka waktu penelitian. Peneliti harus menjelaskan kepada

informan atau anggota penelitian berapa lama penelitiannya akan

dilakukan.

4) Memasuki lapangan (melakukan penelitian di lapangan dengan

memperhatikan etika penelitian).

5) Keakraban hubungan. Peneliti harus bisa menjalin hubungan secara

akrab dengan informan atau dengan anggota peneliti yang lain.

Apabila kehadiran peneliti masih dianggap tamu atau orang asing ditempat penelitian yang dilakukan, ia akan sulit menemukan data secara holistik (terperinci dan mendalam).

6) Mempelajari bahasa yang digunakan oleh anggota penelitian.

Untuk memudahkan komunikasi di lapangan selama penelitian

berlangsung, peneliti harus mempelajari bahasa yang digunakan oleh informan.

7) Peranan peneliti. Apabila data dikumpulkan dengan cara observasi

secara terlibat atau penelitian secara partisipatif, maka peneliti dituntut untuk berperan sambil mengumpulkan data.

8) Pengarahan batas penelitian. Peneliti harus menjelaskan kepada

anggota penelitian atau informan tentang batas-batas penelitian yang akan dilakukan.

(50)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah medapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standard yang ditetapkan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yakni :

a. Observasi

Yang dimaksud observasi atau pengamatan adalah kegiatan

keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti telinga,

penciuman, mulut dan kulit39. Teknik ini digunakan untuk mengetahui

dan mencatat secara langsung tentang: Budaya kerja di Soto Abas

Surabaya. Sehingga dengan menggunakan metode ini akan diperoleh

data mengenai budaya kerja di Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo mendapatkan data yang akurat.

b. Wawancara

Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan

dengan sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden yaitu pemilik warung Soto ABas dan HRD Manajer warung Soto

39

(51)

ABas Sedati Gede No.25, dengan menggunakan pedoman wawancara. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang:

1) Sikap dan perilaku budaya kerja yang ada di warung Soto ABas.

2) Tujuan budaya kerja di Soto ABas.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen dan cenderung menjadi data

sekunder. Pemakaian dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,

majalah, notulen rapat,agenda dan lain sebagainya.

1) Kegiatan yang berlangsung dalam kegiatan mengamati sikap dan

perilaku budaya kerja di Soto ABas Sedati Gede Sidoarjo

2) Benda mati yang bisa dijadikan bukti atau media penunjang

pengamatan di Soto Abas Sedati Gede Sidoarjo.40

Peneliti menggabungkan semua hasil penelitian, baik dari wawancara, observasi dan dokumentasi.Lalu, peneliti mencocokkan diantara wawancara, observasi dan dokumentasi apakah sudah sesuai

atau masih terdapat keganjalan. Jika masih terdapat keganjalan dalam pencocokan, maka peneliti perlu melakukan penggalian data guna

memperjelas data.

40

(52)

F. Teknik Validitas Data

Pada bagian ini diteaknkan adalah validitas dari interpretasi.

Kemampuan menggambarkan temuan kebenaran. Hal ini bisa tidak tepat jika peneliti menerima pentingnya keadaan dan kebenaran dengan begitu

saja. Validitas akan dinilai dengan keadaan yang terlihat secara baik dan penggambaran secara tepat data yang dikumpulkan. Dalam term validitas dipresentasikan analisis, kemudian cerminan yang diperlukan adalah:

a. Pengaruh yang kuat dari desain penelitian dan pendekatan analisis

pada hasil yang dipresentasikan.

b. Konsistensi temuan, untuk contoh, hasil analisis dapat digunakan oleh

lebih dari satu peneliti.

c. Hasil yang dipresentasikan luasannya mewakili secara keseluruhan

dan berkaitan.

d. Menggunakan data asli yang memadai dan sistematik (contoh

penggunaan kutipan bukan hanya berasal dari orang yang sama) yang dipresentasikan dari analisis, dengan demikian pembaca yakin bahwa intrepretasi data terkait dengan data yang dikumpulkan.

Cara lain menggambarkan reliabilitas dan validitas:

a. Triangulasi data, data yang dikumpulkan melalui sumber majemuk

untuk memasukkan data pengamat, wawancara, dan diskusi kelompok terfokus.

b. Pemeriksaan anggota, informan akan berperan sebagai pemeriksa

(53)

c. Pengamatan jangka panjang dan berulang di lokasi penelitian, pengamatan tetap dan terus berulang.

d. Klarifikasi prasangka peneliti.

e. Mempertimbangkan masalah-masalah dari masukan informan.

f. Menyediakan alas an untuk keputusan mereka untuk menyediakan

masukan atau tidak.

g. Menjelaskan bagaiman mereka mengetahui tentang masukan, jenis

masukan, dan mengapa.

h. Menjelaskan bagaimana masukan dari informan telah digunakan

dalam analisis dan interpretasi data.41

G. Teknik Analisis Data

Dalam pendekatan kualitatif sangat berbeda dengan pendekatan

kuantitatif, terutama dalam penyajian data atau analisis data. Menurut Matthew B. Miles, psikologi dan pengembangan dan Michel Huberman

ahli pendidikan dari University of Geneva, Switzerland, (Miles dan

Huberman, 1992:15-21) analisis kualitatif, data yang berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dalam

aneka macam cara yaitu pengamatan terlibat, wawancara semi terstruktur, dan selanjutnya diproses melalui perekaman, pencatatan, pengetikan,

tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas.

41

(54)

Analisis, menurut Matthew dan Michael dibagi dalam tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan. Ketiga alur yang dimaksud

adalah: 42

1. Reduksi data, alur ini diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik

dan diverefikasi.

2. Penyajian data, penyajian yang dimaksud adalah sekumpulan

informasi tersusun yang member kemungkian adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan

3. Penarikan kesimpulan, dari permulaan pengumpulan data, peneliti

mulai mencari arti benda-benda, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan akhir tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan

catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutan sponsor.

(55)
[image:55.595.137.481.141.556.2]

Gambar 2.1

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

[image:56.595.137.514.215.537.2]

1. Sejarah Berdirinya Soto ABas

Gambar 4.1 Brand Soto ABas

Sumber: Hasil dokumentasi di outlet Soto Abas Sedati Gede No.25 pada 18 Juli 2016 Pukul 19.00 WIB

Soto ABas merupakan salah satu franchise makanan yang

terbilang sukses melakukan usahanya. Hal ini terbukti dari adanya 7 Outlet dan para mitra yang berdiri dari pemilik yang bernama lengkap H. Mochammad Cholis, dengan latar belakang seorang santri. Sejak

kecil tidak pernah terlintas sedikitpun keinginannya untuk menjadi seorang pengusaha. H. Mochammad Cholis hanya berfikir untuk

mengabdi dan berbakti kepada sang guru di pesantren. Pedoman terakhir yang beliau ingat ketika meninggalkan pesantren adalah untuk tetap bisa beribadah dan tidak melupakan anak yatim, buat beliau ini

(57)

Setelah lulus dari sekolah menengah atas, beliau melanjutkan jenjang perkuliahan di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah di Kota Gresik.

Pendidikan beliau pada waktu itu tidak berjalan semestinya, karena faktor ekonomi sehingga membuat beliau harus hijrah ke Kota

Surabaya, dengan harapan pertama adalah mencari kerja dan merubah

nasib. Namun yang ada pada waktu itu ia hanya menjadi ta’mir masjid

Pucang Surabaya yang sekaligus merupakan tempat tinggalnya.

Dalam keseharian beliau merawat masjid dan berdakwah. Disamping fokus pada dakwahnya, keinginan untuk membuka usaha

mulai terlintas. Beliau selalu mengingat pesan dari sang guru “bahwa

dakwah tidak hanya sekedar bil lisan jika kamu ingin berwirausaha maka jadikan bisnismu sebagai media dakwah”.

Orang tua beliau adalah seorang petani, maka jelas H. Mochammad Cholis bukan keturunan seorang pengusaha. Berawal dari

kurangnya perekonomian ini, mampu membuat dirinya agar bisa bangkit dari permasalahan keluarga. Beliau pergi merantau ke Surabaya, disana beliau bertemu dengan pamannya. Melihat pada saat

itu dari sekian banyak saudara dan tetangga di Lamongan sukses dengan usaha soto di Surabaya, termasuk soto milik pamannya yang

saat ini juga berkembang pesat, yakni Soto H. Subakhir. Akhirnya beliau memberanikan diri untuk membuka usaha makanan, yaitu soto. Modal awal yang beliau gunakan pada waktu itu sekitar Rp. 1.000.000

(58)

jadilah gerobak soto milik H. Mochammad Cholis. Untuk pertama kalinya beliau berdagang dengan gerobak keliling daerah sekitar

tempat tinggalnya. Dalam prinsip chas flow untuk pedagang kecil

dianggap memang sangatlah susah. Seorang pedagang mau tidak mau

dagangan hari ini harus habis. Jika dagangan hari ini tidak habis maka ia tidak bisa lagi membeli kebutuhan hari esok.

H. Mochammad Cholis adalah anak yang sangat suka belajar.

Beliau mengamati sekelilingnya dan mendapatkan tempat berdagang menetap yang meski awalnya sebagai PKL yang tiap suatu saat pasti

akan digusur. Tetapi beliau tidak lama menjadi PKL, karena tempat berdagang sudah tidak aman setiap kali Satpol PP harus memindahkannya, hingga akhirnya dipindahkan ketempat binaan

pemerintah. Tempatnya aman dan nyaman, masih di daerah pucang tepat didepan Kantor Pos Pucang Surabaya, dari situlah beliau berfikir

untuk berkembang lagi.

Beliau mulai mengenal brand ketika kembali masuk

perkuliahan pada tahun 1999. Beliau mengganggap pendidikan sangat penting karena mempunyai prinsip “saya harus pintar, apa lagi bagi

seorang mahasiswa tidak peduli apa jurusannya dan dimana ia kuliah.

Karena kepintaran seseorang itu berpengaruh dalam setiap proses untuk berkembang”.43

43

(59)

Pada tahun 2000 nama Soto ABas berdiri, dalam prosesnya

tahap untuk berkembang adalah dengan brand. Beliau mengalami

banyak sekali kegagalan dalam mengembangkan usaha sotonya. Namun beliau tetap berusaha keras dan tidak menyerah, karena beliau percaya bahwa “Adanya kesuksesan itu karena adanya kegagalan”.

Nama Soto ABas resmi legal formal tahun 2008. Lalu apa itu ABas ? diceritakan dulu beliau mempunyai beberapa orang mentor,

dari beberapa mentornya semua sukses dibidang usaha dan kebanyakan dari mereka memberi nama perusahaannya dengan nama

putra mereka. Salah satunya PT. Dimas Jaya yang hingga saat ini memiliki kurang lebih 20.000 karyawan. Baba Rafi yang tidak lain Bos dari temannya, mereka memakai nama putranya. Dari situlah beliau

mengambil inisiatif untuk memberi nama usahanya. Berhubung pada saat itu beliau masih belum berkeluarga maka beliau memberikan

nama singkatan dari ayahnya, yakni Bashori Alwi, dengan huruf A besar didepan singkatan dari “Anak’e” dalam bahasa Indonesia yakni

“putranya Bashori”, Bashori yang disingkat “Bas” yaitu Anak’e

Bashori (Putranya Bashori). Dengan harapan sebagai do’a dari orang

tua.

H. Mochammad Cholis terus menggali ilmu, belajar, mengamati. Saat itu yang di lihat adalah KFC, beliau berfikir bahwa bisnis makanan tersukses didunia adalah KFC. Akhirnya timbul

(60)

dengan cara mendekati KFC tentu dengan proses yang panjang. Dalam tiga bulan terakhir tahun 2

Gambar

Gambar 4.1 Brand Soto ABas  ...........................................................................................
Gambar 2.1 Teknik Analisis Data Menurut Matthew dan Michael
Gambar 4.1
gambar-gambar yang bisa mengelabui mata dan tempat yang bersih
+3

Referensi

Dokumen terkait