BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Walaupun Indonesia sudah merdeka, Jepang
belum mengakui kemerdekaan Indonesia. Jepang sebagai pihak yang kalah
perang dalam Perang Dunia ke II (PD II) diwajibkan oleh Sekutu untuk
mempertahankan keadaan wilayah yang berhasil dikuasainya sampai saat
penyerahan tentara Jepang kepada Sekutu.
Peristiwa pertempuran di beberapa daerah di Indonesia terjadi
setelah Jepang membubarkan dan melucuti senjata Pasukan Heiho
(Prajurit Pembantu Tentara Jepang) dan Pasukan Pembela Tanah Air
(PETA) pada tanggal 18 Agustus 1945. Setelah pasukan tersebut
dibubarkan, barulah terjadi pertempuran perebutan senjata dari tentara
Jepang. Dengan banyaknya tenaga pejuangan, untuk mewadahinya
pemerintah Republik Indonesia (RI) mula-mula membentuk Badan
Keamanan Rakyat (BKR) pada tanggal 22 Agustus 1945. Kemudian
ditingkatkan menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober
1945. TKR inilah yang di kemudian hari tumbuh menjadi Tentara
Nasional Indonesia (TNI) (Theo D.I. Rumopa, 2011: 2).
menguasai kembali wilayah RI. Cara yang dipakai oleh Belanda antara
lain dengan membentuk negara-negara kecil wilayah RI yang biasa disebut
negara Bijeenkomst voor Federale Overlag (BFO). Negara-negara kecil itu
mempunyai pemerintahan sendiri (Theo D.I. Rumopa, 2011: 3).
Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel mendarat di
Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Kedatangan mereka semula
disambut baik oleh rakyat Semarang karena tujuannya adalah mengurus
tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Insiden
bersenjata mulai timbul di Magelang dan meluas menjadi pertempuran
ketika tentara Sekutu serta Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA)
yang membonceng, membebaskan secara sepihak para interniran Belanda
di Magelang dan Ambarawa. Sekutu mundur dari Magelang pada tanggal
21 November dan akhirnya bertahan di Ambarawa. Pada tanggal 12
Desember 1945 pejuang Indonesia melancarkan serangan serentak. Setelah
bertempur empat hari pejuang Indonesia dapat memukul mundur Sekutu
dari Ambarawa ke Semarang (Sudiyoto Adipranoto, 1984: 79-80). Pada 30
Desember 1945, Pasukan Marinir Belanda mendarat di Tanjung Priok,
Jakarta. Di sana mereka menebar teror kepada para Pejabat Republik
Indonesia. Karena tekanan dari Belanda, akhirnya Pemerintahan Republik
Indonesia terpaksa harus mengungsi ke Yogyakarta. Semenjak tanggal 4
Januari 1946, Ibukota Republik dan pemerintahan resmi Republik
Jalannya Revolusi Fisik di Kecamatan Tengaran tahun 1947-1949,
dimulai dari penyimpangan terhadap persetujuan Linggarjati oleh Belanda.
Belanda berusaha menduduki kota-kota penting di Indonesia, salah
satunya adalah Kota Salatiga. Belanda bergerak dari Semarang pada
tanggal 21 Juli 1947. Mereka berusaha menduduki Kaliwungu, Weleri,
Srondol dan Ambarawa. Belanda juga menduduki Bringin, Salatiga dan
Tengaran (Ani Olivia, 2005: 58). Pada 23 Juli 1947, tentara Belanda
menyerang Salatiga. Soemitro sebagai walikota Salatiga beserta stafnya
mengungsi ke Sulursari Kabupaten Grobogan. Setelah Tentara Belanda
dapat menduduki Kota Salatiga, mereka berusaha memperluas daerah
pendudukannya hingga daerah Klero. Dengan demikian, maka seluruh
Kabupaten Semarang hanya tersisa empat desa dari Kecamatan Tengaran
dan 13 desa dari Kecamatan Susukan yang belum berhasil diduduki NICA
(Dian Lukitaningtyas, 2012: 23).
Di daerah Tengaran, Belanda pertama kali berhasil menduduki
Desa Tegalwaton kemudian Desa Karangduren, dan Desa Klero. Dengan
didukinya wilayah tersebut, wilayah Republik Indonesia yang masuk
kedalam wilayah administrasi Kecamatan Tengaran hanya tersisa empat
desa di selatan Kalitanggi, yakni: Desa Tengaran, Desa Tegalrejo, Desa
Sruwen dan Desa Sugihan (Kusdi, wawancara 29 September 2013).
Dalam usaha mempertahankan wilayah Republik Indonesia,
Pertahanan RI di Kecamatan Tengaran dibagi menjadi dua sektor. Sektor
II dipimpin oleh Lettu Soemitro dengan basis pertahanannya di Dusun
Ngaglik, Jlarem (sekarang masuk wilayah Kecamatan Ampel) dan Sektor I
dipimpin oleh Kapten Sarsono dengan basis petahanannya terletak di
dukuh Gumuk, Klero (Kusdi, wawancara 29 September 2013).
Pada tanggal 19 Desember 1948, Desa Tengaran dihujani
tembakan meriam oleh Belanda dari Kebonjeruk (Kembangsari). Dalam
serangan itu, banyak warga sipil yang tewas. Pada tanggal itu juga,
Belanda berhasil masuk garis belakang pertahanan RI di Dusun Kebon
Batur Sruwen. Setelah berhasil menguasai Kebon Batur, mereka
menyerang dusun Kaliwaru, Tengaran. Dalam peristiwa itu, banyak
anggota TNI maupun warga sipil yang ditangkap oleh Belanda (Jarkoni,
wawancara 28 September 2013).
Selama Pasukan TNI bergerilya di Kecamatan Tengaran,
masyarakat tidak hanya diam. Mereka secara aktif memberi sumbangan
tenaga maupun materi kepada TNI. Masyarakat sebagai bantuan tempur,
bersama TNI ikut melawan Belanda untuk mempertahankan wilayah
Republik Indonesia (Jarkoni, wawancara 28 September 2013). Lepas dari
urusan pertempuran, masyarakat dengan sukarela membantu TNI
menyediakan dapur umum dan tempat menginap, sehingga TNI dapat
berjuang dalam jangka waktu yang panjang tanpa merisaukan keterbatasan
anggaran logistik (Suratman Murbowijoyo, wawancara 22 September
Usaha mempertahankan kemerdekaan RI di Kecamatan Tengaran
tidaklah mudah. Dukungan moril dan materi dari masyarakat menjadi
kunci kemenangan TNI selama di Kecamatan Tengaran. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka penulis ingin meneliti “Peran Masyarakat
Tengaran dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik
Indonesia di Kecamatan Tengaran 1947-1949”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana jalannya revolusi fisik di Kecamatan Tengaran pada
1947-1949.
2. Bagaimana peran masyarakat Tengaran dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan RI di Kecamatan Tengaran tahun
1947-1949?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan penelitian
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan jalannya revolusi fisik di Kecamatan Tengaran
1947-1949.
2. Mendeskripsikan peran masyarakat Tengaran selama perjuangan
mempertahankan kemerdekaan RI di Kecamatan Tengaran tahun
logistik, dan sabotase obyek vital yang dapat digunakan oleh Belanda
untuk menjalankan politiknya di Kecamatan Tengaran.
D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini dapat dipertimbangkan sebagai masukan untuk:
1. Memperkaya pengetahuan tentang bagaimana peran masyarakat
Tengaran dalam perjuangan mempertahankan RI di Kecamatan
Tengaran tahun 1947-1949.
2. Memberikan sumbangan materi bagi dunia Pendidikan Sejarah
pada khususnya materi Sejarah Lokal
b. Manfaat Praktis
1. Memberi informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan peran
masyarakat Tengaran dalam perjuangan mempertahankan RI di
Kecamatan Tengaran tahun 1947-1949.
2. Sebagai sarana menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan
patriotisme masyarakat Tengaran pada umumnya dan generasi