DENGAN VARIASI KEDALAMAN PIPA CELUP
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Mesin
Diajukan Oleh:
RIO YULIANTO NIM : 085214024
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
WITH DEPTH OF SUBMERIBLE PIPE VARIATION
FINAL PROJECT
Presented as partitial fulfilment of the requirement
as to obtain the Sarjana Teknik degree
in Mechanical Engineering
By:
RIO YULIANTO Student Number : 085214024
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
vi ABSTRAK
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia kebutuhan akan sistem pendingin semakin meningkat. Sistem pendingin pada umumnya digunakan untuk mengawetkan makanan, hasil pertanian, obat-obatan, vaksin, dan sebagainya. Sistem pendingin yang ada pada saat ini umumnya menggunakan sistem kompresi uap dengan berbagai macam tipe refrijeran sintetik. Kebocoran refrijeran yang digunakan dapat menimbulkan kerusakan lapisan ozon, akibatnya suhu di bumi meningkat sehingga untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan sistem pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa mengakibatkan kerusakan lapisan ozon. Salah satu sistem pendingin tersebut adalah sistem pendingin absorbsi amonia-air. Sistem pendingin absorbsi amonia-air hanya memerlukan energi panas untuk dapat bekerja selain itu amonia dan air bukan merupakan refrijeran sintetik sehingga dampak negatif kerusakan pada lapisan ozon tidak terjadi. Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin absorbsi amonia-air dengan amonia sebagai refrijeran, mengetahui unjuk kerja dan temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan, pengaruh kedalaman pipa celup untuk semua variasi.
Alat penelitian terdiri dari generator, katup fluida satu arah dan evaporator. Tinggi generator 30 cm dengan diameter 10 cm, tinggi katup fluida satu arah 10 cm dengan diameter 10 cm, lebar evaporator 6 cm dengan diameter 10 cm, dan panjang reciver 10 cm. Di dalam generator terdapat 2 (dua) komponen yaitu pipa celup sepanjang 20 cm dan pipa uap setinggi 20 cm. Pipa celup tersebut berada di antara katup fluida satu arah sepanjang 3 cm dan berada di dalam generator sepanjang 17 cm. Pipa celup berfungsi sebagai jalan masuknya uap amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dengan cepat bercampur dan terserap oleh air sedangkan pipa uap berfungsi untuk jalan mengalirnya uap amonia ke evaporator saat proses desorbsi. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur generator bagian bawah (T1), katup fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin (T4), temperatur dinding kotak pendingin (T5), temperatur di dalam kotak pendingin (T6), tekanan evaporator (P) dan waktu pencatatan data (t). Untuk pengukuran temperatur digunakan termokopel dan untuk tekanan digunakan manometer. Variabel yang divariasikan adalah kedalaman pipa celup yang tercelup amonia 1,22 cm, 3,25 cm, 5,28 cm, 7,31 cm, dan 9,34 cm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur terendah yang dapat
dicapai evaporator adalah -5℃ dan dapat bertahan selama 25 menit pada variasi kedalaman pipa tercelup amonia 9,34 cm (volume 1850 ml).
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
TITLE PAGE ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... .iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 5
xi
BAB III. METODE PENELITIAN ... ..10
3.l Deskripsi Alat ... ..10
3.2 Variabel yang Divariasikan ... ..14
3.3 Variabel yang Diukur ... ..17
3.4 Langkah Penelitian ... ..18
3.5 Peralatan Pendukung ... ..21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ..25
BAB V. PENUTUP ... ..44
5.1Kesimpulan ... ..44
5.2Saran ... ..44
DAFTAR PUSTAKA ... ..45
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Percobaan ke-1 Variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm
(volume 1250 ml)...25
Tabel 4.2. Percobaan ke-2 Variasi kedalaman pipa celup 3,25 cm
(volume 1400 ml)...27
Tabel 4.3. Percobaan ke-3 Variasi kedalaman pipa celup 5,28 cm
(volume 1550 ml)...28
Tabel 4.4. Percobaan ke-4 Variasi kedalaman pipa celup 7,31 cm
(volume 1700 ml)...30
Tabel 4.5. Percobaan ke-5 Variasi kedalaman pipa celup 9,34 cm
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Alat Pendingin Absorbsi Generator Horizontal... ... ... 6
Gambar 2.2. Siklus Pendingin Absorbsi... ... ... 7
Gambar 3.1. Skema Alat Pendingin Absorbsi dengan Kotak Pendingin ... ... 10
Gambar 3.2. Skema Alat Pendingin Absorbsi ... ... 11
Gambar 3.3. Dimensi Generator ... ... 13
Gambar 3.4. Dimensi Pipa Celup ... ... 13
Gambar 3.5.Variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm (volume 1250 ml)... 15
Gambar 3.6. Variasi kedalaman pipa celup 3,25 cm (volume 1400 ml)... 15
Gambar 3.7. Variasi kedalaman pipa celup 5,28 cm (volume 1550 ml)... 16
Gambar 3.8. Variasi kedalaman pipa celup 7,31 cm (volume 1700 ml)... 16
Gambar 3.9. Variasi kedalaman pipa celup 9,34 cm (volume 1850 ml)... 17
Gambar 3.10. Stopwatch ... ... 21
Gambar 4.1. Grafik Perbandingan Tekanan variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm-9,34cm... 37
Gambar 4.2. Grafik perbandingan temperatur evaporator dari setiap variasi kedalaman pipa celup... 39
Gambar 4.3. Grafik perbandingan temperatur dinding kotak pendingin setiap variasi kedalaman pipa celup... 40
Gambar 4.4. Grafik perbandingan waktu lamanya temperatur evaporator bertahan... 41
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan temperatur dinding dalam kotak... 42
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, khususnya di daerah
pedesaan dan di daerah-daerah terpencil, kebutuhan akan sistem pendingin
untuk penggunaan dan penyimpanan bahan makanan, hasil panen, hasil
perikanan, obat-obatan dan sebagainya dirasakan akan selalu meningkat.
Akan tetapi dalam kenyataannya sistem pendingin yang ada saat ini pada
umumnya bekerja dengan sistem kompresi uap menggunakan energi listrik
dan refrijeran sintetik seperti R-11, R-12, R134a, R-502. Hal tersebut bisa
saja menimbulkan masalah, khususnya untuk daerah-daerah yang terpencil
dan belum semua desa memiliki jaringan listrik sehingga sistem pendingin
sederhana yang dapat bekerja tanpa adanya energi listrik merupakan solusi
pemecahan permasalahan masalah pada daerah-daerah tersebut. Selain itu
kerusakan dan kebocoran akan refrijeran sintetik mempunyai dampak
negatif pada lingkungan yaitu rusaknya lapisan ozon yang dapat
memperparah dampak pemanasan global saat ini.
Salah satu sistem pendingin sederhana yang tidak memerlukan energi
listrik, dan membutuhkan refrijeran adalah sistem pendingin absorbsi
amonia-air. Pada sistem pendingin absorbsi amonia-air ini hanya
Sistem pendingin ini mengunakan pipa celup yang berfungsi untuk
masuknya uap amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dapat terserap
dengan cepat oleh absorber. Energi panas dapat berasal dari pembakaran
kayu, bahan bakar minyak, batubara, gas bumi dan sebagainya. Tetapi energi
panas juga dapat berasal dari buangan proses industri, biomassa, biogas atau
energi dari alam seperti panas bumi dan energi surya, selain itu amonia dan
air bukan merupakan refrijeran sintetik sehingga resiko kerusakan alam
tidak terjadi. Pada sistem pendingin ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus
desorbsi dan siklus absorbsi dengan komponen utama pipa celup dan pipa
uap sebagai jalan keluar masuknya uap ammonia. Konstruksi sistem
pendingin pada negara-negara berkembang seharusnya sederhana agar
dalam perawatannya lebih mudah dan bila terjadi kerusakan dapat diperbaiki
oleh industri lokal.
Penelitian sistem pendingin absorbsi ini menitikberatkan pada
pengaruh tinggi pipa celup yang tercelup oleh amonia-air. Setiap variasi
volume amonia-air ditunjukan dengan perbedaan beda tinggi pipa celup,
untuk volume 1250 ml tinggi pipa celup yang tercelup amonia-air 1,22 cm,
volume 1400 ml tinggi pipa celup yang tercelup amonia-air 3,25 cm, volume
1550 ml tinggi pipa celup yang tercelup amonia-air 5,28 cm, volume 1700
ml tinggi pipa celup yang tercelup amonia-air 7,31 cm, dan volume 1850 ml
variasi volume amonia-air, pipa celup akan mengalami kenaikan setinggi
2,03 cm.
1.2. Batasan Masalah
Temperatur terendah yang dapat dicapai tergantung tekanan pada
evaporator, temperatur fluida pendingin kondensor, dan volume amonia-air
pada generator. Unjuk kerja alat pendingin tergantung pada unjuk kerja
generator dan evaporator. Unjuk kerja generator selain ditentukan oleh
kemampuan generator dalam menghasilkan uap pada proses pemanasan juga
tergantung pada kemampuan generator menyerap amonia dalam air pada
proses absorbsi. Pada penelitian ini generator juga berfungsi sebagai
absorber dan evaporator juga berfungsi sebagai kondensor serta logger yang
digunakan hanya mampu menampilkan temperatur terendah sebesar -5℃
dan lamanya suhu -5℃ dapat bertahan. Pada penelitian ini volume amonia
dimasukkan pada generator bawah yang akan divariasikan dan diamati
pengaruhnya terhadap temperatur pendinginan dan unjuk kerja yang
dihasilkan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu :
1. Membuat model pendingin absorbsi sederhana dengan bahan yang ada di
2. Mengetahui koefisien prestasi terbaik yang dapat dihasilkan.
3. Mengetahui temperatur terendah yang dapat dihasilkan oleh sistem
pendingin absorbsi.
1.4. ManfaatPenelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini :
1. Menambah kepustakaan teknologi pendingin sistem absorbsi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk membuat
prototipe dan produk teknologi pendingin absorbsi yang dapat diterima
masyarakat dan industri sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian yang Pernah Dilakukan
Beberapa penelitian pendingin adsorbsi menggunakan zeolit-air
dengan energi surya yang pernah dilakukan diantaranya oleh Hinotani
(1983), pada penelitian ini Hinotani mendapatkan harga COP sistem
pendingin adsorbsi surya menggunakan zeolit-air akan mendekati konstan
pada temperatur pemanasan 160℃. Grenier (1983) melakukan eksperimen
sistem pendingin adsorbsi surya menggunakan zeolit-air dan mendapatkan
harga COP sebesar 0,12. Pons (1986) juga melakukan penelitian
pendingin adsorbsi surya menggunakan zeolit-air tetapi harga COP nya
hanya 0,1. Selanjutnya Zhu Zepei (1987) melakukan penelitian pada
sistem pendingin adsorbsi surya zeolit-air dengan kolektor plat datar dan
kondensor berpendingin udara mendapatkan COP sebesar 0,054. Pada
Penelitian Zhu Zepei ini menambahan kolektor plat datar dan kondensor
berpendingin udara namun pada nilai COP nya tidak banyak mengalami
kenaikan. Kreussler (1999) melakukan penelitian dan hasilnya adalah
dengan temperatur 150℃ didapatkan energi pendinginan sebesar 250 kJ
per kilogram zeolit. Ramos (2003) mendapatkan COP sebesar 0,25 dengan
pemanasan menggunakan kolektor parabola. Penelitian-penelitian tersebut
menggunakan zeolit yang diproduksi di Jerman, Slovnaft-Czech, dan
absorbsi amonia air menggunakan generator horizontal dengan variasi
kadar amonia dan tekanan saat proses desorbsi mendapatkan COP sebesar
0,98.
Berikut adalah Skema alat dari Songko Probo P.A
Gambar 2.1. Skema alat pendingin absorbsi generator horizontal (Songko Probo, 2010)
Keterangan Gambar:
1. Torong masuk amonia
2. Saluran masuk amonia
3. Generator yang berfungsi sebagai absorber
4. Manometer
5. Kondensor yang berfungsi sebagai evaporator
Abimael Sony Yudhokusumo (2011) melakukan penelitian sistem
pendingin absorbsi amonia-air menggunakan pipa celup sepanjang 17 cm 1
2
3
4
dan tinggi generator 20 cm. Dengan pengaruh kedalaman pipa celup
sepanjang 17 cm dan tinggi generator 20 cm didapatkan harga COP
sebesar 0,91. Paul Alexander Budi Gunawan Libak (2011) melakukan
penelitian sistem pendingin absorbsi menggunakan kapasitas amonia-air
1300 cc dengan pipa celup 85 mm dihasilkan COP 0,87.
2.2 Dasar Teori
Pendingin absorbsi umumnya terdiri dari 4 (empat) komponen utama
yaitu : (1) absorber, (2) generator, (3) kondensor, (4) evaporator. Pada
penelitian ini model pendingin absorbsi yang dibuat terdiri dari dua komponen
utama yaitu, absorber dan generator disatukan, dan komponen kondensor dan
evaporator disatukan.
Gambar 2.2. Siklus pendinginan absorbsi
Amonia sebagai cairan utama dalam sistem pendingin absorbsi
merupakan salah satu refrijeran dalam suatu sistem pendingin. Amonia murni
mempunyai titik didih -33℃ pada tekanan 1 atm dan bersifat sangat korosif
terhadap tembaga dan kuningan sehingga dalam pembuatan alat penelitian semua
bahan menggunakan stainless steel dan dalam pengelasan juga memakai argon
sebab dalam penyatuan bahan yang terbuat dari stainless stell ini pengelasan yang
dianggap paling baik dadlah menggunakan argon. Dalam penelitian ini digunakan
campuran amonia air karena amonia merupakan refrijeran yang dapat melarutkan
air dengan baik sehingga air dapat menyerap uap amonia saat proses absorbsi.
Siklus pendinginan absorbsi terdiri dari proses absorbsi (penyerapan)
refrijeran (amonia) ke dalam absorber (air) dan proses pelepasan refrijeran dari
absorber (proses desorbsi). Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Proses
desorbsi dan absorbsi terjadi pada absorber (pada generator). Pada proses desorbsi
generator memerlukan energi panas untuk dapat menguapkan amonia. Energi
panas dapat berasal dari pembakaran kayu, batubara, minyak bumi, gas alam,
panas bumi, biogas, dan sebagainya. Tetapi pada penelitian ini menggunakan
kompor listrik dikarenakan dalam pengambilan data dibutuhkan sumber panas
yang konstan dan kontinyu agar pada saat pengambilan data didapat data yang
akurat mengenai kemampuan alat pendingin absorbsi saat bekerja.
Energi panas dari kompor listrik menaikkan temperatur campuran
ammonia-air yang ada dalam tabung generator. Karena amonia mempunyai titik
didih lebih rendah dibanding air maka amonia menguap terlebih dahulu. Uap
amonia ini mengalir dari generator menuju ke evaporator melalui kondensor. Di
dalam kondensor uap amonia mengalami pendinginan dan mengembun. Cairan
amonia di dalam kondensor (juga berfungsi sebagai evaporator) mengalami
ekspansi sehingga tekanannya turun. Karena tekanan amonia di dalam evaporator
diletakkan di kotak pendingin bersama-sama dengan bahan yang akan didinginkan
dikotak pendingin. Karena mendinginkan bahan-bahan tersebut maka cairan
amonia di dalam evaporator akan menguap, kemudian mengalir kembali ke dalam
generator. Di dalam generator uap amonia tersebut diserap oleh air, proses ini
disebut absorbsi. Selama proses desorbsi, pendinginan di dalam evaporator tidak
dapat terjadi karena amonia masih bercampur dengan air di dalam generator.
Unjuk kerja pendingin absorbsi umumnya dinyatakan dengan
koefisien prestasi absorbsi (COPAbsorbsi) dan dapat dihitung dengan persamaan :
COPAbsorbsi =
x
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Deskripsi Alat
Skema alat pendingin absorbsi amonia-air dengan kotak pendingin yang
dirancang ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Skema alat pendingin absorbsi dengan kotak pendingin.
Keterangan :
1. Generator
2. Katup fluida satu arah
3. Evaporator
4. Kotak pendingin 1 2
3
Skema alat pendingin absorbsi amonia-air tanpa kotak pendingin
ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Skema alat pendingin absorbsi
Keterangan :
1. Saluran untuk menampung amonia yang akan dimasukkan ke alat.
Bagian ini bisa diganti dengan pentil saat alat akan divakum.
2. Keran ball valve ¾ inchi
3. Pipa ¾ inchi
4. Penguat katup fluida satu arah
5. Generator
1
2
3
4
5
6
7
8
6. Penguat generator
7. Manometer
8. Reciver
9. Evaporator
Pada gambar 3.2 terdapat beberapa alat yang mempunyai fungsi
masing-masing. Pipa ¾ inchi berfungsi sebagai tempat masuknya amonia air dan
jalannya uap amonia murni, manometer berfungsi sebagai penggukur tekanan,
reciver berfungsi sebagai tempat untuk menampung uap air yang terbawa oleh
uap amonia murni saat proses desorbsi berlangsung.
Berikut adalah gambar dimensi generator. Pada Gambar 3.3. dapat dilihat
ukuran generator dan ukuran katup fluida satu arah. Generator ini mempunyai
tinggi 30 cm dan berdiameter 10 cm sedangkan katup fluida satu arah
mempunyai tinggi 10 cm dan berdiameter 10 cm. Di dalam generator ini terdapat
pipa celup dan pipa uap. Pipa celup berfungsi sebagai tempat masuknya
campuran amonia-air ke dalam generator sekaligus sebagai jalan masuknya uap
amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dapat bercampur dan terserap
langsung oleh air sedangkan pipa uap berfungsi sebagai jalan masuknya uap
Gambar 3.3. Dimensi generator
Dimensi pipa celup ditunjukkan pada Gambar 3.4. Pipa celup sepanjang 20
cm terletak di antara generator dan katup fluida satu arah. Pipa celup ini
menggantung sepanjang 17 cm dalam generator dan 3 cm menonjol dalam
katup fluida satu arah.
Gambar 3.4. Dimensi pipa celup
20 cm
1 cm
17 cm 3 cm
Bagian dalam generator dan katup fluida satu arah pada penelitian ini terdiri dari
3 komponen yaitu:
1. Pipa diameter ½ inci panjang 20 cm sebagai tempat masuknya
campuran amonia-air.
2. Pipa diameter ¼ inci panjang 20 cm untuk jalan uap amonia.
3. Pipa diameter 1 cm panjang 20 cm yang bagian atasnya tertutup untuk
jalan uap amonia.
3.2.Variabel Yang Divariasikan
Variabel yang divariasikan dalam penelitian yaitu:
1. Variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm dengan volume 1250 ml
(Lihat Gambar 3.5)
2. Variasi kedalaman pipa celup 3,25 cm dengan volume 1400 ml
(Lihat Gambar 3.6)
3. Variasi kedalaman pipa celup 5,28 cm dengan volume 1550 ml
(Lihat Gambar 3.7)
4. Variasi kedalaman pipa celup 7,31 cm dengan volume 1700 ml
(Lihat Gambar 3.8)
5. Variasi kedalaman pipa celup 9,34 cm dengan volume 1850 ml
Variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm dan 3,25 cm ditunjukkan pada
Gambar 3.5 dan Gambar 3.6 :
Gambar 3.5. Variasi pipa celup 1.22 cm, volume 1250 ml
Gambar 3.6. Variasi pipa celup 3,25 cm, volume 1400 ml 1,22 cm
Variasi kedalaman pipa celup 5,28 cm dan 7,31 cm ditunjukkan pada
Gambar 3.7 dan Gambar 3.8 :
Gambar 3.7. Variasi pipa celup 5,28 cm, volume 1550 ml
Gambar 3.8. Variasi pipa celup 7,31 cm, volume 1700 ml 5,28 cm
Variasi kedalaman pipa celup 9,34 cm ditunjukan pada Gambar 3.9:
Gambar 3.9. Variasi pipa celup 9,34 cm, volume 1850 ml
3.3.Variabel yang Diukur
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diukur antara lain :
1. Temperatur generator (T1)
2. Temperatur katup fluida satu arah (T2)
3. Temperatur evaporator (T3)
4. Temperatur air pendingin (T4)
5. Temperatur dinding kotak pendingin (T5)
6. Temperatur di dalam kotak pendingin (T6)
7. Tekanan evaporator (P)
8. Waktu pencatatan data (t)
3.4.Langkah Penelitian
Pengambilan data dalam penelitian Pendingin Absorbsi ini menggunakan
metode langsung yaitu penulis mengumpulkan data dengan menguji langsung
alat yang telah dibuat. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Penelitian diawali dengan penyiapan alat seperti Gambar 3.1.
2. Alat ukur termokopel yang telah disiapkan dipasang pada setiap bagian
yang akan diukur temperaturnya.
3. Alat Pendingin Absorbsi divakumkan selama beberapa menit dengan
menggunakan pompa vakum.
4. Alat diisi dengan campuran amonia-air dengan kadar konsentrasi 30%.
5. Kemudian alat Pendingin Absorbsi dipanasi menggunakan kompor listrik.
Pada kompor listrik, terdapat tingkatan-tingkatan level panas. Jadi jika
panas yang diharapkan sudah konstan atau lampu pada penunjuk kompor
mati, maka level kompor listrik dapat dinaikan. Keadaan tersebut bisa
terus berlanjut hingga level kompor listrik maksimal. Proses pemanasan
terjadi hingga tekanan yang ada di alat ukur manometer menunjukan
tekanan maksimal saat alat bekerja (konstan)/ mangalami penurunan
secara perlahan, proses ini dinamakan proses desorbsi.
6. Setelah tekanan konstan, kompor dimatikan dan di geser. Lalu dilanjutkan
ketahap kesalnjutnya yaitu proses pendinginan.
8. Setelah itu generator dimasukan kedalam bak/ember hingga temperature
T1 mendekati suhu awal sebelum proses pemanasan. Termokopel pada T4
yang awalnya digunakan untuk mengukur temperature air pendingin
evaporator dipindah untuk mengukur temperature air pendingin di
generator saat proses pendinginan. Jika T1 belum mendekati temperature
awal tetapi pada T4 temperatur sudah menunjukan kenaikan, maka segera
air pendingin diganti dengan yang baru (proses penggantian air pendingin
dilakukan beberapa kali sampai temperature T1 mendekati temperature
awal sebelum pemanasan).
9. Setelah T1 mendekati temperature awal sebelum pemanasan, maka alat
pendingin Absorbsi memasuki proses Absorbsi dengan cara memasukan
evaporator kedalam kotak pendingin, lalu kotak pendingin ditutup.
10.Kemudian keran penghubung evaporator dibuka perlahan- lahan hingga
terbuka penuh. Proses ini dinamakan proses Absorbsi.
11.Pengambilan data variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm - 9,34 cm sama
seperti yang telah dijelaskan diatas.
12.Pengambilan data dilakukan dengan memvariasikan volume campuran
temperatur evaporator (T3), dan temperatur air pendingin (T4) sedangkan
data yang dicatat saat proses absorbsi adalah waktu (t), tekanan (P),
temperatur generator (T1), temperatur katup fluida satu arah (T2),
temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin (T4), temperatur
dinding kotak pendingin (T5), dan temperatur di dalam kotak pendingin
(T6).
Pengolahan dan analisa data diawali dengan melakukan perhitungan
pada parameter-parameter yang diperlukan dengan menggunakan
persamaan (1). Analisa akan lebih mudah dilakukan dengan membuat
grafik hubungan :
1. Hubungan Perbandingan tekanan dengan waktu pencatatan data untuk
variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm, pipa tercelup 3,25cm, pipa
tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan pipa tercelup 9,34 cm.
2. Hubungan perbandingan temperatur evaporator (T3) dengan waktu
pencatatan data untuk variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm, pipa
tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan pipa
tercelup 9,34 cm.
3. Hubungan perbandingan temperatur dinidng kotak (T5) dengan waktu
pencatatan data untuk variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm, pipa
tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan pipa
tercelup 9,34 cm.
4. Hubungan lamanya temperature evaporator (T3) disaat proses absorbsi
cm, pipa tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm,
dan pipa tercelup 9,34 cm.
5. Hubungan temberatur dinding (T5) terendah denan waktu untuk variasi
kedalaman pipa tercelup 1,22 cm, pipa tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28
cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan pipa tercelup 9,34 cm.
6. Perbandingan COP pada setiap variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm,
pipa tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan
pipa tercelup 9,34 cm.
3.5.Peralatan Pendukung
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah :
a. Stopwatch
Alat ini digunakan untuk mengukur waktu pencatatan tekanan dan
temperatur.
b. Kompor Listrik
Kompor listrik yang dapat diatur dayanya digunakan untuk
memanaskan generator saat proses desorbsi.
Gambar 3.11. Kompor listrik
c. Pencatat (Logger)
Logger digunakan untuk mencatat dan menampilkan temperatur di
setiap titik dari termokopel.
d. Termokopel
Termokopel digunakan untuk mengukur temperatur yang
dihubungkan ke logger.
Gambar 3.13. Termokopel
e. Ember
Ember digunakan untuk merendam evaporator saat proses desorbsi
dan merendam generator saat proses Pendinginan dan absorbsi.
f. Manometer
Manometer digunakan untuk mengukur tekanan evaporator.
25 BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
Pengambilan data penelitian unjuk kerja pendingin absorbsi dengan
variasi kedalaman pipa celup diperoleh data-data seperti berikut ini :
Tabel 4.1. Variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm (lanjutan).
dengan pipa celup 17cm, alat pendingin absorbsi ini berjalan dengan baik
tetapi kendala pada sistem yaitu terletak pada volume amonia-air yang
tercelup pada pipa celup setinggi 1,22 cm, maka uap amonia murni yang
tertampung dalam evaporator sedikit sehingga saat proses absobsi belum
Tabel 4.2. Variasi kedalaman pipa tercelup 3,25 cm (lanjutan).
No Waktu Tekanan
pendingin absorbsi dapat berjalan lebih bagus dibanding dengan kedalam
pipa tercelup 1,22 cm (volume 1250 ml). Tekanan saat absobsi bisa
langsung menuju vakum sedangkan percobaan sebelumnya masih dengan
tekanan 1,7 bar.
Tabel 4.3.Variasi kedalaman pipa tercelup 5,28 cm.
Tabel 4.3. Variasi kedalaman pipa tercelup 5,28 cm (lanjutan).
desorbsi terjadi masalah pada saat menit ke 125 dari T3 dengan suhu 34 °C
menjadi 24 °C, dimungkinkan terjadi masalah dengan alat ukut (logger).
Saat proses absorbsi, tekanan tidak langsung vakum. Hal ini
disebabkan didalam evaporator masih ada uap murni amonia jadi tekanan
tidak langsung vakum. Solusi agar alat pendingin absorbsi dapat bekerja
dengan baik yaitu harus di goyang-goyang agar tekanan langsung turun
(vakum).
Tabel 4.4. Variasi kedalaman pipa tercelup 7,31 cm.
Tabel 4.4. Variasi kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (lanjutan).
Pada percobaan dengan kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (volume
1700 ml) ini proses desorbsi berjalan lebih cepat dibanding proses-proses
sebelumnya dan tekanan pada generator juga naik lebih cepat.
Tabel 4.5. Variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm.
Tabel 4.5. Variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (lanjutan).
paling baik dibanding dengan percobaan-percobaan sebelumnya. Lebih
banyak volume amonia, lebih banyak uap amonia murni yang tertampung
didalam evaporator.
4.2. Grafik dan Pembahasan
Berdasarkan data penelitian diatas, proses pendingin absorbsi ini
meliputi beberapa proses, yaitu :
4.2.1 Proses desorbsi : Proses pelepasan uap amonia murni dari absorber
melalui proses pemanasan dengan kompor listrik saat generator
dipanaskan.
4.2.2 Proses Pendinginan/ kondensasi : proses pendinginan dan
pengembunan uap amonia dengan cara mencelupkan tabung
generator kedalam bak atau ember.
4.2.3 Proses absobsi : Proses penyerapan amonia murni oleh absorber.
antara ruang didalam evaporator dan ruang didalam generator,
amonia murni ini terhisap dan menguap menjadi uap amonia. Proses
penguapan amonia ini menyerap kalor yang ada disekitar evaporator
sehingga temperature evaporator akan turun.
Penelitian yang dilakukan memvariasikan volume amonia-air pada
tabung generator. Variasinya meluputi: kedalaman pipa tercelup 1,22 cm
(volume 1250 ml), kedalaman pipa tercelup 3,25 cm (volume 1400 ml),
kedalaman pipa tercelup 5,28 cm (volume 1550 ml), kedalaman pipa
tercelup 7,31 cm (volume 1700 ml), kedalaman pipa tercelup 9,34 cm
(volume 1850 ml). Diharapkan dengan 5 variasi tersebut, proses pendingin
dapat berjalan dengan baik dengan perbedaan variasi kedalaman pipa
celup.
Pencatatan data saat proses desorbsi dilakukan setiap 5 menit.
Variabel-variabel yang dicatat saat proses desorbsi adalah waktu (t),
tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup fluida satu arah
(T2), temperatur evaporator (T3), dan temperatur air pendingin (T4).
Pecatatan data saat proses pendinginan generator dilakukan setiap 10
menit. Variabel-variabel yang dicatat saat proses pendinginan generator
adalah waktu (t), tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup
fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), dan temperatur air
Pencatatan data saat proses absorbsi dilakukan setiap 5 menit karena
terjadi penurunan suhu yang sangat cepat. Variabel-variabel yang dicatat
adalah waktu (t), tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup
fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin
(T4), temperatur dinding kotak pendingin (T5) dan temperatur di dalam
kotak pendingin (T6).
Keterangan :
t : Waktu (menit)
P : Tekanan (bar)
T1 : Temperatur generator (°C)
T2 : Temperatur katup fluida satu arah (°C)
T3 : Temperatur evaporator (°C)
T4 : Temperatur air pendingin (°C)
T5 : Temperatur dinding kotak pendingin (°C)
Gambar 4.1. Perbandingan tekanan setiap variasi kedalaman pipa celup.
Pada Gambar 4.1. dapat dilihat bahwa perbedaan tekanan tidak
terlalu berbeda dikarenakan pada pengambilan data telah diatur tekanan
maksimal mencapai 12,5 bar. Namun yang terlihat pada grafik diatas
perbedaan waktu pemanasan. Pada variasi kedalaman pipa tercelup 1,22
cm (volume 1250 ml) dan kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (volume 1700
ml) terlihat bahwa tekanannya sama tetapi perbedaannya pada waktu
pemanasan (desobsi) dan saat proses absobsi. Pada kedalaman pipa
tercelup 1,22 cm (volume 1250 ml), proses absobsi berjalan sebentar dan
pada variasi kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (volume 1700 ml) proses
absobsi berjalan lebih lama, hal ini bisa terjadi karena semakin banyak
volume amonia maka uap amonia murni yang tertampung di evaporator
akan semakin banyak juga.
Variasi kedalaman pipa tercelup 5,28 cm (volume 1550 ml)
merupakan hasil paling buruk karena tidak mencapai tekanan 12,5 bar dan
saat proses absobsi diharapkan tekanan langsung mencapai vakum tetapi
dalam variasi ini malah tekanan dari 0,8 bar menjadi 2,2 bar, penyebabnya
ada pada saat pertama kali akan mengambil data, alat tidak terlebih dahulu
dibolak balik dengan waktu yang lama, tujuan agar amonia yang masih
terjebak didalam evaporator dan di dalam reciver dapat kembali kedalam
tabung generator. Solusi agar tekanan pada alat pendingin turun adalah
dengan menggoyang- goyangkan alat tersebut.
Pada variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml)
tidak mencapai tekanan 12,5 bar dikarenakan dengan volume sebanyak itu
proses desorbsi berjalan lama dan berat. Tetapi uap amonia murni yang
didapat dengan variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml)
ini paling banyak, dibuktikan saat proses absobsi paling lama dan
temperatur dinding dalam kotak mencapai 1 °C. Sebagai catatan : volume
amonia banyak akan menghasilkan uap amonia murni banyak, sehingga
Gambar 4.2.Perbandingan temperatur evaporator setiap variasi kedalaman
pipa celup.
Berdasarkan Gambar 4.2. dapat diketahui bahwa pada variasi
kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml) pada proses absobsi
menghasilkan temperatur -5°C dan dapat bertahan paling lama. Hal ini
terjadi karena pada variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850
ml) proses pemanasan dilakukan lebih lama dibanding dengan
variasi-variasi lainnya dan ini merupakan volume terbanyak, sehingga dengan
proses pemanasan yang lama, uap amonia murni yang dihasilkan juga akan
semakin banyak sehingga proses absorbsinya juga akan berjalan lebih
lama dibanding dengan variasi-variasi volume lainnya.
Gambar 4.3. Perbandingan temperatur dinding kotak pendingin setiap variasi
kedalaman pipa celup.
Pada gambar 4.3, dapat dilihat bahwa saat proses absobsi temperatur pada
dinding kotak mengalami penurunan yang signifikan. Pada saat proses absobsi,
kalor yang ada pada kotak pendingin diserap oleh evaporator sehingga temperatur
dalam dinding kotak pendingin akan terus menurun. Temperatur dinding terendah
dicapai pada variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml) dengan
temperatur 1 °C selama 5 menit setalah itu temperatur pada dinding kotak akan
mengalami kenaikan. Pada saat peristiwa ini, dinding pada kotak pendingin
Gambar 4.4. Perbandingan waktu lamanya temperatur evaporator bertahan.
Pada grafik 4.4 diatas dapat dilihat bahwa termperatur evaporator terbaik
dihasilkan oleh variasi kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (volume 1700 ml) dan
kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml) dengan waktu 25 menit. Hal
ini terjadi karena pada kedua variasi tersebut cairan amonia murni yang
tertampung didalam evaporator banyak. Semakin banyak cairan amonia murni,
akan semakin turun pula suhu yang dihasilkan.
Gambar 4.5. Perbandingan temperatur dinding dalam kotak.
Pada Gambar 4.5. dapat dilihat bahwa temperatur dinding dalam
kotak yang terbaik adalah pada variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm
(volume 1850 ml). Hal ini dikarenakan pada variasi tersebut, volume
amonia yang paling besar dan cairan amonia murni yang dihasilkan semakin
banyak dibanding dengan yang lain, akibatnya suhu evaporator dapat turun
lama dan dengan turun lamanya itu maka temperatur dinding dalam kotak
dapat lebih turun dibanding dengan yang lain yaitu 1 °C.
Gambar 4.6. Perbandingan COP untuk semua variasi setiap variasi
kedalaman pipa celup.
Unjuk kerja pada penelitian pendingin absobsi ini dihitung
menggunakan persamaan (1). Dari kelima variasi kedalaman pipa celup
yang dilakukan, COP tertinggi adalah 0,91 lebih rendah dari penelitian yang
pernah dilakukan oleh Prastowo Antiochus Songko Prabowo pada tahun
2010 yang mampu mencapai 0.97. kuat dugaan perbedaan ini dipengaruhi
oleh beda refrijeran serta besarnya kerja pemanasan pada sistem ini.
44 BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa
hal :
1. Telah berhasil dibuat alat pendingin absorbsi amonia-air yang mudah
dibuat dan bahan-bahan tersedia dipasar lokal yang didukung kemampuan
industri lokal.
2. COP yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 0,91 pada variasi
kedalaman pipa tercelup amonia-air 3,25 cm (volume 1400 ml) lebih
rendah jika dibandingkan dengan COP peneliti yang lain. (Songko Probo :
COP 0,98 dan Budi Harianto: COP 0,92).
3. Temperatur evaporator terendah yang dihasilkan adalah -5℃ dan
temperatur dinding dalam kotak sebesar 1 ℃ yang dapat bertahan selama
25 menit pada variasi kedalaman pipa celup yang tercelup amonia-air 9.34
cm (volume 1850 ml).
5.2 Saran
1. Proses pendinginan sistem absorbsi membutuhkan tekanan yang tinggi
(20 bar). Untuk itu dapat dibuat alat pendingin absorbsi yang tahan
2. Perancangan pipa celup dan pipa uap yang tepat untuk volume campuran
amonia-air yang lebih banyak sehingga dapat menyerap kalor lebih
banyak.
3. Bagi peneliti lain yang akan meneliti siklus pendingin absorbsi. Penelitian
pendingin absorbsi bisa juga diteliti dengan memvariasikan laju
pemanasan pada generator.
4. Sebaiknya digunakan keran needle valve karena keran jenis ini mempunyai
seal valve yang tahan panas dan mampu menahan tekanan tinggi.
5. Bagi peneliti lainnya, sebaiknya mendesain alat pendingin absorbsi yang
bisa digunakan terus menerus dan pendinginan dalam kotak dapat bertahan
DAFTAR PUSTAKA
Grenier, Ph. (1983), Experimental Result on a 12 m3 Solar Powered Cold Store
Using the Intermittent Zeolite 13x-Water Cycle. Solar World Congress,
Pergamon Press, pp. 353-358, 1984.
Harianto, Budi. (2010). Pengaruh Kadar Amonia Pada Unjuk Kerja Alat
Pendingin Absorbsi Amonia-Air, Teknik Mesin, Yogyakarta.
Hinotani, K, (1983), Development of Solar Actuated Zeolite Refrigeration
System. Solar World Congress, Vol.1, Pergamon Press, pp. 527-531.
Kreussler, S (1999), Experiments on Solar adsorption refrigeration Using Zeolite
and Water. Laboratory for Solar Energy, University of Applied Sciences
Germany.
Libak, P. A. B., (2011). Pendingin Absorbsi Amonia-air Kapasitas 1300 cc
dengan Menggunakan Pipa Celup 88 mm, Teknik Mesin 2008, Yogyakarta.
Pons, M. (1986), Design of solar powered solid adsorption ice-maker. ASME J.
of Solar Engineering, 108, 327-337, 1986.
Ramos, Miguel (2003), Evaluation Of A Zeolite-Water Solar Adsorption
Refrigerator. ISES Solar World Congress (june, 14-19, 2003), Goteborg,
Sweden.
Songko Probo, P. A. (2010). Pendingin Absorbsi Amonia-Air Generator
Yudhokusumo, A. S., (2011). Pendingin Absorbsi Amonia-air Kapasitas 900 cc
dengan Menggunakan Pipa Celup 17 cm, Teknik Mesin 2008, Yogyakarta.
Zhu, Z. (1987), Testing of a Solar Powered Zeolite-Water Refrigeration. M. Eng.
48 LAMPIRAN
DOKUMENTASI PENGAMBILAN DATA
Proses Desorbsi
Proses Pendinginan Generator
Bunga es pada Evaporator Selama Proses Absorbsi