• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNJUK KERJA PENDINGIN ABSORBSI DENGAN VARIASI KEDALAMAN PIPA CELUP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UNJUK KERJA PENDINGIN ABSORBSI DENGAN VARIASI KEDALAMAN PIPA CELUP"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN VARIASI KEDALAMAN PIPA CELUP

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Mesin

Diajukan Oleh:

RIO YULIANTO NIM : 085214024

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

WITH DEPTH OF SUBMERIBLE PIPE VARIATION

FINAL PROJECT

Presented as partitial fulfilment of the requirement

as to obtain the Sarjana Teknik degree

in Mechanical Engineering

By:

RIO YULIANTO Student Number : 085214024

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi ABSTRAK

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia kebutuhan akan sistem pendingin semakin meningkat. Sistem pendingin pada umumnya digunakan untuk mengawetkan makanan, hasil pertanian, obat-obatan, vaksin, dan sebagainya. Sistem pendingin yang ada pada saat ini umumnya menggunakan sistem kompresi uap dengan berbagai macam tipe refrijeran sintetik. Kebocoran refrijeran yang digunakan dapat menimbulkan kerusakan lapisan ozon, akibatnya suhu di bumi meningkat sehingga untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan sistem pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa mengakibatkan kerusakan lapisan ozon. Salah satu sistem pendingin tersebut adalah sistem pendingin absorbsi amonia-air. Sistem pendingin absorbsi amonia-air hanya memerlukan energi panas untuk dapat bekerja selain itu amonia dan air bukan merupakan refrijeran sintetik sehingga dampak negatif kerusakan pada lapisan ozon tidak terjadi. Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin absorbsi amonia-air dengan amonia sebagai refrijeran, mengetahui unjuk kerja dan temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan, pengaruh kedalaman pipa celup untuk semua variasi.

Alat penelitian terdiri dari generator, katup fluida satu arah dan evaporator. Tinggi generator 30 cm dengan diameter 10 cm, tinggi katup fluida satu arah 10 cm dengan diameter 10 cm, lebar evaporator 6 cm dengan diameter 10 cm, dan panjang reciver 10 cm. Di dalam generator terdapat 2 (dua) komponen yaitu pipa celup sepanjang 20 cm dan pipa uap setinggi 20 cm. Pipa celup tersebut berada di antara katup fluida satu arah sepanjang 3 cm dan berada di dalam generator sepanjang 17 cm. Pipa celup berfungsi sebagai jalan masuknya uap amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dengan cepat bercampur dan terserap oleh air sedangkan pipa uap berfungsi untuk jalan mengalirnya uap amonia ke evaporator saat proses desorbsi. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur generator bagian bawah (T1), katup fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin (T4), temperatur dinding kotak pendingin (T5), temperatur di dalam kotak pendingin (T6), tekanan evaporator (P) dan waktu pencatatan data (t). Untuk pengukuran temperatur digunakan termokopel dan untuk tekanan digunakan manometer. Variabel yang divariasikan adalah kedalaman pipa celup yang tercelup amonia 1,22 cm, 3,25 cm, 5,28 cm, 7,31 cm, dan 9,34 cm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur terendah yang dapat

dicapai evaporator adalah -5℃ dan dapat bertahan selama 25 menit pada variasi kedalaman pipa tercelup amonia 9,34 cm (volume 1850 ml).

(7)
(8)
(9)
(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... .iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 5

(11)

xi

BAB III. METODE PENELITIAN ... ..10

3.l Deskripsi Alat ... ..10

3.2 Variabel yang Divariasikan ... ..14

3.3 Variabel yang Diukur ... ..17

3.4 Langkah Penelitian ... ..18

3.5 Peralatan Pendukung ... ..21

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ..25

BAB V. PENUTUP ... ..44

5.1Kesimpulan ... ..44

5.2Saran ... ..44

DAFTAR PUSTAKA ... ..45

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Percobaan ke-1 Variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm

(volume 1250 ml)...25

Tabel 4.2. Percobaan ke-2 Variasi kedalaman pipa celup 3,25 cm

(volume 1400 ml)...27

Tabel 4.3. Percobaan ke-3 Variasi kedalaman pipa celup 5,28 cm

(volume 1550 ml)...28

Tabel 4.4. Percobaan ke-4 Variasi kedalaman pipa celup 7,31 cm

(volume 1700 ml)...30

Tabel 4.5. Percobaan ke-5 Variasi kedalaman pipa celup 9,34 cm

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema Alat Pendingin Absorbsi Generator Horizontal... ... ... 6

Gambar 2.2. Siklus Pendingin Absorbsi... ... ... 7

Gambar 3.1. Skema Alat Pendingin Absorbsi dengan Kotak Pendingin ... ... 10

Gambar 3.2. Skema Alat Pendingin Absorbsi ... ... 11

Gambar 3.3. Dimensi Generator ... ... 13

Gambar 3.4. Dimensi Pipa Celup ... ... 13

Gambar 3.5.Variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm (volume 1250 ml)... 15

Gambar 3.6. Variasi kedalaman pipa celup 3,25 cm (volume 1400 ml)... 15

Gambar 3.7. Variasi kedalaman pipa celup 5,28 cm (volume 1550 ml)... 16

Gambar 3.8. Variasi kedalaman pipa celup 7,31 cm (volume 1700 ml)... 16

Gambar 3.9. Variasi kedalaman pipa celup 9,34 cm (volume 1850 ml)... 17

Gambar 3.10. Stopwatch ... ... 21

Gambar 4.1. Grafik Perbandingan Tekanan variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm-9,34cm... 37

Gambar 4.2. Grafik perbandingan temperatur evaporator dari setiap variasi kedalaman pipa celup... 39

Gambar 4.3. Grafik perbandingan temperatur dinding kotak pendingin setiap variasi kedalaman pipa celup... 40

Gambar 4.4. Grafik perbandingan waktu lamanya temperatur evaporator bertahan... 41

Gambar 4.5. Grafik Perbandingan temperatur dinding dalam kotak... 42

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, khususnya di daerah

pedesaan dan di daerah-daerah terpencil, kebutuhan akan sistem pendingin

untuk penggunaan dan penyimpanan bahan makanan, hasil panen, hasil

perikanan, obat-obatan dan sebagainya dirasakan akan selalu meningkat.

Akan tetapi dalam kenyataannya sistem pendingin yang ada saat ini pada

umumnya bekerja dengan sistem kompresi uap menggunakan energi listrik

dan refrijeran sintetik seperti R-11, R-12, R134a, R-502. Hal tersebut bisa

saja menimbulkan masalah, khususnya untuk daerah-daerah yang terpencil

dan belum semua desa memiliki jaringan listrik sehingga sistem pendingin

sederhana yang dapat bekerja tanpa adanya energi listrik merupakan solusi

pemecahan permasalahan masalah pada daerah-daerah tersebut. Selain itu

kerusakan dan kebocoran akan refrijeran sintetik mempunyai dampak

negatif pada lingkungan yaitu rusaknya lapisan ozon yang dapat

memperparah dampak pemanasan global saat ini.

Salah satu sistem pendingin sederhana yang tidak memerlukan energi

listrik, dan membutuhkan refrijeran adalah sistem pendingin absorbsi

amonia-air. Pada sistem pendingin absorbsi amonia-air ini hanya

(15)

Sistem pendingin ini mengunakan pipa celup yang berfungsi untuk

masuknya uap amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dapat terserap

dengan cepat oleh absorber. Energi panas dapat berasal dari pembakaran

kayu, bahan bakar minyak, batubara, gas bumi dan sebagainya. Tetapi energi

panas juga dapat berasal dari buangan proses industri, biomassa, biogas atau

energi dari alam seperti panas bumi dan energi surya, selain itu amonia dan

air bukan merupakan refrijeran sintetik sehingga resiko kerusakan alam

tidak terjadi. Pada sistem pendingin ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus

desorbsi dan siklus absorbsi dengan komponen utama pipa celup dan pipa

uap sebagai jalan keluar masuknya uap ammonia. Konstruksi sistem

pendingin pada negara-negara berkembang seharusnya sederhana agar

dalam perawatannya lebih mudah dan bila terjadi kerusakan dapat diperbaiki

oleh industri lokal.

Penelitian sistem pendingin absorbsi ini menitikberatkan pada

pengaruh tinggi pipa celup yang tercelup oleh amonia-air. Setiap variasi

volume amonia-air ditunjukan dengan perbedaan beda tinggi pipa celup,

untuk volume 1250 ml tinggi pipa celup yang tercelup amonia-air 1,22 cm,

volume 1400 ml tinggi pipa celup yang tercelup amonia-air 3,25 cm, volume

1550 ml tinggi pipa celup yang tercelup amonia-air 5,28 cm, volume 1700

ml tinggi pipa celup yang tercelup amonia-air 7,31 cm, dan volume 1850 ml

(16)

variasi volume amonia-air, pipa celup akan mengalami kenaikan setinggi

2,03 cm.

1.2. Batasan Masalah

Temperatur terendah yang dapat dicapai tergantung tekanan pada

evaporator, temperatur fluida pendingin kondensor, dan volume amonia-air

pada generator. Unjuk kerja alat pendingin tergantung pada unjuk kerja

generator dan evaporator. Unjuk kerja generator selain ditentukan oleh

kemampuan generator dalam menghasilkan uap pada proses pemanasan juga

tergantung pada kemampuan generator menyerap amonia dalam air pada

proses absorbsi. Pada penelitian ini generator juga berfungsi sebagai

absorber dan evaporator juga berfungsi sebagai kondensor serta logger yang

digunakan hanya mampu menampilkan temperatur terendah sebesar -5℃

dan lamanya suhu -5℃ dapat bertahan. Pada penelitian ini volume amonia

dimasukkan pada generator bawah yang akan divariasikan dan diamati

pengaruhnya terhadap temperatur pendinginan dan unjuk kerja yang

dihasilkan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu :

1. Membuat model pendingin absorbsi sederhana dengan bahan yang ada di

(17)

2. Mengetahui koefisien prestasi terbaik yang dapat dihasilkan.

3. Mengetahui temperatur terendah yang dapat dihasilkan oleh sistem

pendingin absorbsi.

1.4. ManfaatPenelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini :

1. Menambah kepustakaan teknologi pendingin sistem absorbsi.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk membuat

prototipe dan produk teknologi pendingin absorbsi yang dapat diterima

masyarakat dan industri sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.

(18)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian yang Pernah Dilakukan

Beberapa penelitian pendingin adsorbsi menggunakan zeolit-air

dengan energi surya yang pernah dilakukan diantaranya oleh Hinotani

(1983), pada penelitian ini Hinotani mendapatkan harga COP sistem

pendingin adsorbsi surya menggunakan zeolit-air akan mendekati konstan

pada temperatur pemanasan 160℃. Grenier (1983) melakukan eksperimen

sistem pendingin adsorbsi surya menggunakan zeolit-air dan mendapatkan

harga COP sebesar 0,12. Pons (1986) juga melakukan penelitian

pendingin adsorbsi surya menggunakan zeolit-air tetapi harga COP nya

hanya 0,1. Selanjutnya Zhu Zepei (1987) melakukan penelitian pada

sistem pendingin adsorbsi surya zeolit-air dengan kolektor plat datar dan

kondensor berpendingin udara mendapatkan COP sebesar 0,054. Pada

Penelitian Zhu Zepei ini menambahan kolektor plat datar dan kondensor

berpendingin udara namun pada nilai COP nya tidak banyak mengalami

kenaikan. Kreussler (1999) melakukan penelitian dan hasilnya adalah

dengan temperatur 150℃ didapatkan energi pendinginan sebesar 250 kJ

per kilogram zeolit. Ramos (2003) mendapatkan COP sebesar 0,25 dengan

pemanasan menggunakan kolektor parabola. Penelitian-penelitian tersebut

menggunakan zeolit yang diproduksi di Jerman, Slovnaft-Czech, dan

(19)

absorbsi amonia air menggunakan generator horizontal dengan variasi

kadar amonia dan tekanan saat proses desorbsi mendapatkan COP sebesar

0,98.

Berikut adalah Skema alat dari Songko Probo P.A

Gambar 2.1. Skema alat pendingin absorbsi generator horizontal (Songko Probo, 2010)

Keterangan Gambar:

1. Torong masuk amonia

2. Saluran masuk amonia

3. Generator yang berfungsi sebagai absorber

4. Manometer

5. Kondensor yang berfungsi sebagai evaporator

Abimael Sony Yudhokusumo (2011) melakukan penelitian sistem

pendingin absorbsi amonia-air menggunakan pipa celup sepanjang 17 cm 1

2

3

4

(20)

dan tinggi generator 20 cm. Dengan pengaruh kedalaman pipa celup

sepanjang 17 cm dan tinggi generator 20 cm didapatkan harga COP

sebesar 0,91. Paul Alexander Budi Gunawan Libak (2011) melakukan

penelitian sistem pendingin absorbsi menggunakan kapasitas amonia-air

1300 cc dengan pipa celup 85 mm dihasilkan COP 0,87.

2.2 Dasar Teori

Pendingin absorbsi umumnya terdiri dari 4 (empat) komponen utama

yaitu : (1) absorber, (2) generator, (3) kondensor, (4) evaporator. Pada

penelitian ini model pendingin absorbsi yang dibuat terdiri dari dua komponen

utama yaitu, absorber dan generator disatukan, dan komponen kondensor dan

evaporator disatukan.

Gambar 2.2. Siklus pendinginan absorbsi

Amonia sebagai cairan utama dalam sistem pendingin absorbsi

merupakan salah satu refrijeran dalam suatu sistem pendingin. Amonia murni

mempunyai titik didih -33℃ pada tekanan 1 atm dan bersifat sangat korosif

terhadap tembaga dan kuningan sehingga dalam pembuatan alat penelitian semua

(21)

bahan menggunakan stainless steel dan dalam pengelasan juga memakai argon

sebab dalam penyatuan bahan yang terbuat dari stainless stell ini pengelasan yang

dianggap paling baik dadlah menggunakan argon. Dalam penelitian ini digunakan

campuran amonia air karena amonia merupakan refrijeran yang dapat melarutkan

air dengan baik sehingga air dapat menyerap uap amonia saat proses absorbsi.

Siklus pendinginan absorbsi terdiri dari proses absorbsi (penyerapan)

refrijeran (amonia) ke dalam absorber (air) dan proses pelepasan refrijeran dari

absorber (proses desorbsi). Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Proses

desorbsi dan absorbsi terjadi pada absorber (pada generator). Pada proses desorbsi

generator memerlukan energi panas untuk dapat menguapkan amonia. Energi

panas dapat berasal dari pembakaran kayu, batubara, minyak bumi, gas alam,

panas bumi, biogas, dan sebagainya. Tetapi pada penelitian ini menggunakan

kompor listrik dikarenakan dalam pengambilan data dibutuhkan sumber panas

yang konstan dan kontinyu agar pada saat pengambilan data didapat data yang

akurat mengenai kemampuan alat pendingin absorbsi saat bekerja.

Energi panas dari kompor listrik menaikkan temperatur campuran

ammonia-air yang ada dalam tabung generator. Karena amonia mempunyai titik

didih lebih rendah dibanding air maka amonia menguap terlebih dahulu. Uap

amonia ini mengalir dari generator menuju ke evaporator melalui kondensor. Di

dalam kondensor uap amonia mengalami pendinginan dan mengembun. Cairan

amonia di dalam kondensor (juga berfungsi sebagai evaporator) mengalami

ekspansi sehingga tekanannya turun. Karena tekanan amonia di dalam evaporator

(22)

diletakkan di kotak pendingin bersama-sama dengan bahan yang akan didinginkan

dikotak pendingin. Karena mendinginkan bahan-bahan tersebut maka cairan

amonia di dalam evaporator akan menguap, kemudian mengalir kembali ke dalam

generator. Di dalam generator uap amonia tersebut diserap oleh air, proses ini

disebut absorbsi. Selama proses desorbsi, pendinginan di dalam evaporator tidak

dapat terjadi karena amonia masih bercampur dengan air di dalam generator.

Unjuk kerja pendingin absorbsi umumnya dinyatakan dengan

koefisien prestasi absorbsi (COPAbsorbsi) dan dapat dihitung dengan persamaan :

COPAbsorbsi =

x

(23)

10

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Deskripsi Alat

Skema alat pendingin absorbsi amonia-air dengan kotak pendingin yang

dirancang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Skema alat pendingin absorbsi dengan kotak pendingin.

Keterangan :

1. Generator

2. Katup fluida satu arah

3. Evaporator

4. Kotak pendingin 1 2

3

(24)

Skema alat pendingin absorbsi amonia-air tanpa kotak pendingin

ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Skema alat pendingin absorbsi

Keterangan :

1. Saluran untuk menampung amonia yang akan dimasukkan ke alat.

Bagian ini bisa diganti dengan pentil saat alat akan divakum.

2. Keran ball valve ¾ inchi

3. Pipa ¾ inchi

4. Penguat katup fluida satu arah

5. Generator

1

2

3

4

5

6

7

8

(25)

6. Penguat generator

7. Manometer

8. Reciver

9. Evaporator

Pada gambar 3.2 terdapat beberapa alat yang mempunyai fungsi

masing-masing. Pipa ¾ inchi berfungsi sebagai tempat masuknya amonia air dan

jalannya uap amonia murni, manometer berfungsi sebagai penggukur tekanan,

reciver berfungsi sebagai tempat untuk menampung uap air yang terbawa oleh

uap amonia murni saat proses desorbsi berlangsung.

Berikut adalah gambar dimensi generator. Pada Gambar 3.3. dapat dilihat

ukuran generator dan ukuran katup fluida satu arah. Generator ini mempunyai

tinggi 30 cm dan berdiameter 10 cm sedangkan katup fluida satu arah

mempunyai tinggi 10 cm dan berdiameter 10 cm. Di dalam generator ini terdapat

pipa celup dan pipa uap. Pipa celup berfungsi sebagai tempat masuknya

campuran amonia-air ke dalam generator sekaligus sebagai jalan masuknya uap

amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dapat bercampur dan terserap

langsung oleh air sedangkan pipa uap berfungsi sebagai jalan masuknya uap

(26)

Gambar 3.3. Dimensi generator

Dimensi pipa celup ditunjukkan pada Gambar 3.4. Pipa celup sepanjang 20

cm terletak di antara generator dan katup fluida satu arah. Pipa celup ini

menggantung sepanjang 17 cm dalam generator dan 3 cm menonjol dalam

katup fluida satu arah.

Gambar 3.4. Dimensi pipa celup

20 cm

1 cm

17 cm 3 cm

(27)

Bagian dalam generator dan katup fluida satu arah pada penelitian ini terdiri dari

3 komponen yaitu:

1. Pipa diameter ½ inci panjang 20 cm sebagai tempat masuknya

campuran amonia-air.

2. Pipa diameter ¼ inci panjang 20 cm untuk jalan uap amonia.

3. Pipa diameter 1 cm panjang 20 cm yang bagian atasnya tertutup untuk

jalan uap amonia.

3.2.Variabel Yang Divariasikan

Variabel yang divariasikan dalam penelitian yaitu:

1. Variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm dengan volume 1250 ml

(Lihat Gambar 3.5)

2. Variasi kedalaman pipa celup 3,25 cm dengan volume 1400 ml

(Lihat Gambar 3.6)

3. Variasi kedalaman pipa celup 5,28 cm dengan volume 1550 ml

(Lihat Gambar 3.7)

4. Variasi kedalaman pipa celup 7,31 cm dengan volume 1700 ml

(Lihat Gambar 3.8)

5. Variasi kedalaman pipa celup 9,34 cm dengan volume 1850 ml

(28)

Variasi kedalaman pipa celup 1,22 cm dan 3,25 cm ditunjukkan pada

Gambar 3.5 dan Gambar 3.6 :

Gambar 3.5. Variasi pipa celup 1.22 cm, volume 1250 ml

Gambar 3.6. Variasi pipa celup 3,25 cm, volume 1400 ml 1,22 cm

(29)

Variasi kedalaman pipa celup 5,28 cm dan 7,31 cm ditunjukkan pada

Gambar 3.7 dan Gambar 3.8 :

Gambar 3.7. Variasi pipa celup 5,28 cm, volume 1550 ml

Gambar 3.8. Variasi pipa celup 7,31 cm, volume 1700 ml 5,28 cm

(30)

Variasi kedalaman pipa celup 9,34 cm ditunjukan pada Gambar 3.9:

Gambar 3.9. Variasi pipa celup 9,34 cm, volume 1850 ml

3.3.Variabel yang Diukur

Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diukur antara lain :

1. Temperatur generator (T1)

2. Temperatur katup fluida satu arah (T2)

3. Temperatur evaporator (T3)

4. Temperatur air pendingin (T4)

5. Temperatur dinding kotak pendingin (T5)

6. Temperatur di dalam kotak pendingin (T6)

7. Tekanan evaporator (P)

8. Waktu pencatatan data (t)

(31)

3.4.Langkah Penelitian

Pengambilan data dalam penelitian Pendingin Absorbsi ini menggunakan

metode langsung yaitu penulis mengumpulkan data dengan menguji langsung

alat yang telah dibuat. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai

berikut :

1. Penelitian diawali dengan penyiapan alat seperti Gambar 3.1.

2. Alat ukur termokopel yang telah disiapkan dipasang pada setiap bagian

yang akan diukur temperaturnya.

3. Alat Pendingin Absorbsi divakumkan selama beberapa menit dengan

menggunakan pompa vakum.

4. Alat diisi dengan campuran amonia-air dengan kadar konsentrasi 30%.

5. Kemudian alat Pendingin Absorbsi dipanasi menggunakan kompor listrik.

Pada kompor listrik, terdapat tingkatan-tingkatan level panas. Jadi jika

panas yang diharapkan sudah konstan atau lampu pada penunjuk kompor

mati, maka level kompor listrik dapat dinaikan. Keadaan tersebut bisa

terus berlanjut hingga level kompor listrik maksimal. Proses pemanasan

terjadi hingga tekanan yang ada di alat ukur manometer menunjukan

tekanan maksimal saat alat bekerja (konstan)/ mangalami penurunan

secara perlahan, proses ini dinamakan proses desorbsi.

6. Setelah tekanan konstan, kompor dimatikan dan di geser. Lalu dilanjutkan

ketahap kesalnjutnya yaitu proses pendinginan.

(32)

8. Setelah itu generator dimasukan kedalam bak/ember hingga temperature

T1 mendekati suhu awal sebelum proses pemanasan. Termokopel pada T4

yang awalnya digunakan untuk mengukur temperature air pendingin

evaporator dipindah untuk mengukur temperature air pendingin di

generator saat proses pendinginan. Jika T1 belum mendekati temperature

awal tetapi pada T4 temperatur sudah menunjukan kenaikan, maka segera

air pendingin diganti dengan yang baru (proses penggantian air pendingin

dilakukan beberapa kali sampai temperature T1 mendekati temperature

awal sebelum pemanasan).

9. Setelah T1 mendekati temperature awal sebelum pemanasan, maka alat

pendingin Absorbsi memasuki proses Absorbsi dengan cara memasukan

evaporator kedalam kotak pendingin, lalu kotak pendingin ditutup.

10.Kemudian keran penghubung evaporator dibuka perlahan- lahan hingga

terbuka penuh. Proses ini dinamakan proses Absorbsi.

11.Pengambilan data variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm - 9,34 cm sama

seperti yang telah dijelaskan diatas.

12.Pengambilan data dilakukan dengan memvariasikan volume campuran

(33)

temperatur evaporator (T3), dan temperatur air pendingin (T4) sedangkan

data yang dicatat saat proses absorbsi adalah waktu (t), tekanan (P),

temperatur generator (T1), temperatur katup fluida satu arah (T2),

temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin (T4), temperatur

dinding kotak pendingin (T5), dan temperatur di dalam kotak pendingin

(T6).

Pengolahan dan analisa data diawali dengan melakukan perhitungan

pada parameter-parameter yang diperlukan dengan menggunakan

persamaan (1). Analisa akan lebih mudah dilakukan dengan membuat

grafik hubungan :

1. Hubungan Perbandingan tekanan dengan waktu pencatatan data untuk

variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm, pipa tercelup 3,25cm, pipa

tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan pipa tercelup 9,34 cm.

2. Hubungan perbandingan temperatur evaporator (T3) dengan waktu

pencatatan data untuk variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm, pipa

tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan pipa

tercelup 9,34 cm.

3. Hubungan perbandingan temperatur dinidng kotak (T5) dengan waktu

pencatatan data untuk variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm, pipa

tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan pipa

tercelup 9,34 cm.

4. Hubungan lamanya temperature evaporator (T3) disaat proses absorbsi

(34)

cm, pipa tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm,

dan pipa tercelup 9,34 cm.

5. Hubungan temberatur dinding (T5) terendah denan waktu untuk variasi

kedalaman pipa tercelup 1,22 cm, pipa tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28

cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan pipa tercelup 9,34 cm.

6. Perbandingan COP pada setiap variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm,

pipa tercelup 3,25cm, pipa tercelup 5,28 cm, pipa tercelup 7,31 cm, dan

pipa tercelup 9,34 cm.

3.5.Peralatan Pendukung

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah :

a. Stopwatch

Alat ini digunakan untuk mengukur waktu pencatatan tekanan dan

temperatur.

(35)

b. Kompor Listrik

Kompor listrik yang dapat diatur dayanya digunakan untuk

memanaskan generator saat proses desorbsi.

Gambar 3.11. Kompor listrik

c. Pencatat (Logger)

Logger digunakan untuk mencatat dan menampilkan temperatur di

setiap titik dari termokopel.

(36)

d. Termokopel

Termokopel digunakan untuk mengukur temperatur yang

dihubungkan ke logger.

Gambar 3.13. Termokopel

e. Ember

Ember digunakan untuk merendam evaporator saat proses desorbsi

dan merendam generator saat proses Pendinginan dan absorbsi.

(37)

f. Manometer

Manometer digunakan untuk mengukur tekanan evaporator.

(38)

25 BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

Pengambilan data penelitian unjuk kerja pendingin absorbsi dengan

variasi kedalaman pipa celup diperoleh data-data seperti berikut ini :

(39)

Tabel 4.1. Variasi kedalaman pipa tercelup 1,22 cm (lanjutan).

dengan pipa celup 17cm, alat pendingin absorbsi ini berjalan dengan baik

tetapi kendala pada sistem yaitu terletak pada volume amonia-air yang

tercelup pada pipa celup setinggi 1,22 cm, maka uap amonia murni yang

tertampung dalam evaporator sedikit sehingga saat proses absobsi belum

(40)
(41)

Tabel 4.2. Variasi kedalaman pipa tercelup 3,25 cm (lanjutan).

No Waktu Tekanan

pendingin absorbsi dapat berjalan lebih bagus dibanding dengan kedalam

pipa tercelup 1,22 cm (volume 1250 ml). Tekanan saat absobsi bisa

langsung menuju vakum sedangkan percobaan sebelumnya masih dengan

tekanan 1,7 bar.

Tabel 4.3.Variasi kedalaman pipa tercelup 5,28 cm.

(42)
(43)

Tabel 4.3. Variasi kedalaman pipa tercelup 5,28 cm (lanjutan).

desorbsi terjadi masalah pada saat menit ke 125 dari T3 dengan suhu 34 °C

menjadi 24 °C, dimungkinkan terjadi masalah dengan alat ukut (logger).

Saat proses absorbsi, tekanan tidak langsung vakum. Hal ini

disebabkan didalam evaporator masih ada uap murni amonia jadi tekanan

tidak langsung vakum. Solusi agar alat pendingin absorbsi dapat bekerja

dengan baik yaitu harus di goyang-goyang agar tekanan langsung turun

(vakum).

Tabel 4.4. Variasi kedalaman pipa tercelup 7,31 cm.

(44)
(45)

Tabel 4.4. Variasi kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (lanjutan).

Pada percobaan dengan kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (volume

1700 ml) ini proses desorbsi berjalan lebih cepat dibanding proses-proses

sebelumnya dan tekanan pada generator juga naik lebih cepat.

Tabel 4.5. Variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm.

(46)
(47)

Tabel 4.5. Variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (lanjutan).

paling baik dibanding dengan percobaan-percobaan sebelumnya. Lebih

banyak volume amonia, lebih banyak uap amonia murni yang tertampung

didalam evaporator.

4.2. Grafik dan Pembahasan

Berdasarkan data penelitian diatas, proses pendingin absorbsi ini

meliputi beberapa proses, yaitu :

4.2.1 Proses desorbsi : Proses pelepasan uap amonia murni dari absorber

melalui proses pemanasan dengan kompor listrik saat generator

dipanaskan.

4.2.2 Proses Pendinginan/ kondensasi : proses pendinginan dan

pengembunan uap amonia dengan cara mencelupkan tabung

generator kedalam bak atau ember.

4.2.3 Proses absobsi : Proses penyerapan amonia murni oleh absorber.

(48)

antara ruang didalam evaporator dan ruang didalam generator,

amonia murni ini terhisap dan menguap menjadi uap amonia. Proses

penguapan amonia ini menyerap kalor yang ada disekitar evaporator

sehingga temperature evaporator akan turun.

Penelitian yang dilakukan memvariasikan volume amonia-air pada

tabung generator. Variasinya meluputi: kedalaman pipa tercelup 1,22 cm

(volume 1250 ml), kedalaman pipa tercelup 3,25 cm (volume 1400 ml),

kedalaman pipa tercelup 5,28 cm (volume 1550 ml), kedalaman pipa

tercelup 7,31 cm (volume 1700 ml), kedalaman pipa tercelup 9,34 cm

(volume 1850 ml). Diharapkan dengan 5 variasi tersebut, proses pendingin

dapat berjalan dengan baik dengan perbedaan variasi kedalaman pipa

celup.

Pencatatan data saat proses desorbsi dilakukan setiap 5 menit.

Variabel-variabel yang dicatat saat proses desorbsi adalah waktu (t),

tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup fluida satu arah

(T2), temperatur evaporator (T3), dan temperatur air pendingin (T4).

Pecatatan data saat proses pendinginan generator dilakukan setiap 10

menit. Variabel-variabel yang dicatat saat proses pendinginan generator

adalah waktu (t), tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup

fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), dan temperatur air

(49)

Pencatatan data saat proses absorbsi dilakukan setiap 5 menit karena

terjadi penurunan suhu yang sangat cepat. Variabel-variabel yang dicatat

adalah waktu (t), tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup

fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin

(T4), temperatur dinding kotak pendingin (T5) dan temperatur di dalam

kotak pendingin (T6).

Keterangan :

t : Waktu (menit)

P : Tekanan (bar)

T1 : Temperatur generator (°C)

T2 : Temperatur katup fluida satu arah (°C)

T3 : Temperatur evaporator (°C)

T4 : Temperatur air pendingin (°C)

T5 : Temperatur dinding kotak pendingin (°C)

(50)

Gambar 4.1. Perbandingan tekanan setiap variasi kedalaman pipa celup.

Pada Gambar 4.1. dapat dilihat bahwa perbedaan tekanan tidak

terlalu berbeda dikarenakan pada pengambilan data telah diatur tekanan

maksimal mencapai 12,5 bar. Namun yang terlihat pada grafik diatas

perbedaan waktu pemanasan. Pada variasi kedalaman pipa tercelup 1,22

cm (volume 1250 ml) dan kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (volume 1700

ml) terlihat bahwa tekanannya sama tetapi perbedaannya pada waktu

pemanasan (desobsi) dan saat proses absobsi. Pada kedalaman pipa

tercelup 1,22 cm (volume 1250 ml), proses absobsi berjalan sebentar dan

pada variasi kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (volume 1700 ml) proses

absobsi berjalan lebih lama, hal ini bisa terjadi karena semakin banyak

volume amonia maka uap amonia murni yang tertampung di evaporator

akan semakin banyak juga.

(51)

Variasi kedalaman pipa tercelup 5,28 cm (volume 1550 ml)

merupakan hasil paling buruk karena tidak mencapai tekanan 12,5 bar dan

saat proses absobsi diharapkan tekanan langsung mencapai vakum tetapi

dalam variasi ini malah tekanan dari 0,8 bar menjadi 2,2 bar, penyebabnya

ada pada saat pertama kali akan mengambil data, alat tidak terlebih dahulu

dibolak balik dengan waktu yang lama, tujuan agar amonia yang masih

terjebak didalam evaporator dan di dalam reciver dapat kembali kedalam

tabung generator. Solusi agar tekanan pada alat pendingin turun adalah

dengan menggoyang- goyangkan alat tersebut.

Pada variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml)

tidak mencapai tekanan 12,5 bar dikarenakan dengan volume sebanyak itu

proses desorbsi berjalan lama dan berat. Tetapi uap amonia murni yang

didapat dengan variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml)

ini paling banyak, dibuktikan saat proses absobsi paling lama dan

temperatur dinding dalam kotak mencapai 1 °C. Sebagai catatan : volume

amonia banyak akan menghasilkan uap amonia murni banyak, sehingga

(52)

Gambar 4.2.Perbandingan temperatur evaporator setiap variasi kedalaman

pipa celup.

Berdasarkan Gambar 4.2. dapat diketahui bahwa pada variasi

kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml) pada proses absobsi

menghasilkan temperatur -5°C dan dapat bertahan paling lama. Hal ini

terjadi karena pada variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850

ml) proses pemanasan dilakukan lebih lama dibanding dengan

variasi-variasi lainnya dan ini merupakan volume terbanyak, sehingga dengan

proses pemanasan yang lama, uap amonia murni yang dihasilkan juga akan

semakin banyak sehingga proses absorbsinya juga akan berjalan lebih

lama dibanding dengan variasi-variasi volume lainnya.

(53)

Gambar 4.3. Perbandingan temperatur dinding kotak pendingin setiap variasi

kedalaman pipa celup.

Pada gambar 4.3, dapat dilihat bahwa saat proses absobsi temperatur pada

dinding kotak mengalami penurunan yang signifikan. Pada saat proses absobsi,

kalor yang ada pada kotak pendingin diserap oleh evaporator sehingga temperatur

dalam dinding kotak pendingin akan terus menurun. Temperatur dinding terendah

dicapai pada variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml) dengan

temperatur 1 °C selama 5 menit setalah itu temperatur pada dinding kotak akan

mengalami kenaikan. Pada saat peristiwa ini, dinding pada kotak pendingin

(54)

Gambar 4.4. Perbandingan waktu lamanya temperatur evaporator bertahan.

Pada grafik 4.4 diatas dapat dilihat bahwa termperatur evaporator terbaik

dihasilkan oleh variasi kedalaman pipa tercelup 7,31 cm (volume 1700 ml) dan

kedalaman pipa tercelup 9,34 cm (volume 1850 ml) dengan waktu 25 menit. Hal

ini terjadi karena pada kedua variasi tersebut cairan amonia murni yang

tertampung didalam evaporator banyak. Semakin banyak cairan amonia murni,

akan semakin turun pula suhu yang dihasilkan.

(55)

Gambar 4.5. Perbandingan temperatur dinding dalam kotak.

Pada Gambar 4.5. dapat dilihat bahwa temperatur dinding dalam

kotak yang terbaik adalah pada variasi kedalaman pipa tercelup 9,34 cm

(volume 1850 ml). Hal ini dikarenakan pada variasi tersebut, volume

amonia yang paling besar dan cairan amonia murni yang dihasilkan semakin

banyak dibanding dengan yang lain, akibatnya suhu evaporator dapat turun

lama dan dengan turun lamanya itu maka temperatur dinding dalam kotak

dapat lebih turun dibanding dengan yang lain yaitu 1 °C.

(56)

Gambar 4.6. Perbandingan COP untuk semua variasi setiap variasi

kedalaman pipa celup.

Unjuk kerja pada penelitian pendingin absobsi ini dihitung

menggunakan persamaan (1). Dari kelima variasi kedalaman pipa celup

yang dilakukan, COP tertinggi adalah 0,91 lebih rendah dari penelitian yang

pernah dilakukan oleh Prastowo Antiochus Songko Prabowo pada tahun

2010 yang mampu mencapai 0.97. kuat dugaan perbedaan ini dipengaruhi

oleh beda refrijeran serta besarnya kerja pemanasan pada sistem ini.

(57)

44 BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa

hal :

1. Telah berhasil dibuat alat pendingin absorbsi amonia-air yang mudah

dibuat dan bahan-bahan tersedia dipasar lokal yang didukung kemampuan

industri lokal.

2. COP yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 0,91 pada variasi

kedalaman pipa tercelup amonia-air 3,25 cm (volume 1400 ml) lebih

rendah jika dibandingkan dengan COP peneliti yang lain. (Songko Probo :

COP 0,98 dan Budi Harianto: COP 0,92).

3. Temperatur evaporator terendah yang dihasilkan adalah -5℃ dan

temperatur dinding dalam kotak sebesar 1 ℃ yang dapat bertahan selama

25 menit pada variasi kedalaman pipa celup yang tercelup amonia-air 9.34

cm (volume 1850 ml).

5.2 Saran

1. Proses pendinginan sistem absorbsi membutuhkan tekanan yang tinggi

(20 bar). Untuk itu dapat dibuat alat pendingin absorbsi yang tahan

(58)

2. Perancangan pipa celup dan pipa uap yang tepat untuk volume campuran

amonia-air yang lebih banyak sehingga dapat menyerap kalor lebih

banyak.

3. Bagi peneliti lain yang akan meneliti siklus pendingin absorbsi. Penelitian

pendingin absorbsi bisa juga diteliti dengan memvariasikan laju

pemanasan pada generator.

4. Sebaiknya digunakan keran needle valve karena keran jenis ini mempunyai

seal valve yang tahan panas dan mampu menahan tekanan tinggi.

5. Bagi peneliti lainnya, sebaiknya mendesain alat pendingin absorbsi yang

bisa digunakan terus menerus dan pendinginan dalam kotak dapat bertahan

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Grenier, Ph. (1983), Experimental Result on a 12 m3 Solar Powered Cold Store

Using the Intermittent Zeolite 13x-Water Cycle. Solar World Congress,

Pergamon Press, pp. 353-358, 1984.

Harianto, Budi. (2010). Pengaruh Kadar Amonia Pada Unjuk Kerja Alat

Pendingin Absorbsi Amonia-Air, Teknik Mesin, Yogyakarta.

Hinotani, K, (1983), Development of Solar Actuated Zeolite Refrigeration

System. Solar World Congress, Vol.1, Pergamon Press, pp. 527-531.

Kreussler, S (1999), Experiments on Solar adsorption refrigeration Using Zeolite

and Water. Laboratory for Solar Energy, University of Applied Sciences

Germany.

Libak, P. A. B., (2011). Pendingin Absorbsi Amonia-air Kapasitas 1300 cc

dengan Menggunakan Pipa Celup 88 mm, Teknik Mesin 2008, Yogyakarta.

Pons, M. (1986), Design of solar powered solid adsorption ice-maker. ASME J.

of Solar Engineering, 108, 327-337, 1986.

Ramos, Miguel (2003), Evaluation Of A Zeolite-Water Solar Adsorption

Refrigerator. ISES Solar World Congress (june, 14-19, 2003), Goteborg,

Sweden.

Songko Probo, P. A. (2010). Pendingin Absorbsi Amonia-Air Generator

(60)

Yudhokusumo, A. S., (2011). Pendingin Absorbsi Amonia-air Kapasitas 900 cc

dengan Menggunakan Pipa Celup 17 cm, Teknik Mesin 2008, Yogyakarta.

Zhu, Z. (1987), Testing of a Solar Powered Zeolite-Water Refrigeration. M. Eng.

(61)

48 LAMPIRAN

DOKUMENTASI PENGAMBILAN DATA

Proses Desorbsi

(62)

Proses Pendinginan Generator

(63)

Bunga es pada Evaporator Selama Proses Absorbsi

Gambar

Tabel 4.1.
Gambar 2.1. Skema alat pendingin absorbsi generator horizontal
Gambar 2.2. Siklus pendinginan absorbsi
Gambar 3.1. Skema alat pendingin absorbsi dengan kotak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komponen tersebut adalah: pertama, Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui yang merupakan kajian mengenai teori yang ada (reality) aspek kognitif dari bahasa yang

Berdasarkan data koordinat garis lintang dan bujur posisi pengguna hotspot di Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang diolah dengan menerapkan algoritma K-Means,

Hasil dari penelitian ini adalah: (i) tipe-tipe pertanyaan yang digunakan oleh guru-guru bahasa inggris di SMA Negeri 1 Kayen Pati tahun pelajaran 2014/2015

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana profesionalisme auditor BUMN, bagaimana kualitas laporan hasil pemeriksaan BUMN dan sejauh mana pengaruh dari

Menurut Tan dan Alison (1999, dalam Mardisar dan Sari, 2007), seseorang dengan akuntabilitas tinggi memiliki keyakinan yang lebih tinggi bahwa pekerjaan mereka akan

Berdasarkan uraian dan hasil analisa yang telah dilakukan, diketahui bahwa perangkat pencacah RIA IP.8 dengan Teknik Radioimmunoassay kit RIA dapat digunakan

Pada jarak perumahan jauh terdapat 4 responden dengan tingkat kepadatan lalat yang tinggi.Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sarana sanitasi perumahan pada

promotion dan product. Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa variabel reliability merupakan variabel yang berpengaruh paling signifikan terhadap loyalitas