• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN ICT. Oleh Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN ICT. Oleh Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI

PEMBELAJARAN ICT Oleh

Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Abstrak

Tugas utama pemerintah dalam dunia pendidikan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak/karakter bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa Dewasa ini pengemban pendidikan terus berupaya mengembangkan pendidikan nasional guna menjawab berbagai tantangan dan perubahan yang terus berlangsung pada semua aspek kehidupan di negara Indonesia. Oleh karena itu, dikembangkan strategi baru pendidikan yang diimplementasikan untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan penerapan teknologi informasi dalam pendidikan seperti Pembelajaran melalui Informasi Communikasi dan Teknologi. Di era global informasi tidak lain adalah bentuk aplikasi jenis-jenis teknologi informasi mutakhir sekaligus usaha memenuhi kebutuhan masyarakat dalam pendidikan. Proses belajar mengajar yang menerapkan teknologi dalam pendidikan dapat berupa penggunaan modul, media belajar cetak, dan media elektronik seperti radio, TV, internet dan sistim jaringan komputer, serta bentuk-bentuk teledukasi lainnya. Penggunaan teknologi dalam dunia pembelajaran memiliki manfaat yang sangat baik, karena dapat menambah wawasan berpikir dan mengurangi kebosanan.

Kata Kunci: Mutu pendidikan, Teknologi Pembelajaran ICT I. Pendahuluan

Sejalan dengan derap Pembangunan Nasional Dewasa ini Pemerintah sedang melaksanakan semangat pendidikan nasional yang tertuang dalam Pancasila dan Undang-UndangDasar Tahun 1945 yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak/karakter bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Eksistensinya untuk mendorong peningkatan mutu pendidikan, sehingga mampu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa atau Sradhabhaktikepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak

mulia, sehat,cerdas, terampil, menguasai ilmu pengetahuan, dan teknologi (IPTEK), cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Depdiknas 2003). Selanjutnya dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya secara maksimal untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta trampil yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

(2)

jenjang dan satuan pendidikan. jalur formal, nonformal, dan informal. Pada setiap jenjang pendidikan (Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003). Untuk menghasilkan output yang berkualitas perlu juga diterapkan prinsip pendidikan berbasis luas yang tidak hanya berorientasi pada bidang

akademik semata, tetapi juga memberikan bekal learning how to learn

sekaligus learning how to unlearning, tidak hanya belajar teori tetapi juga

mempraktekkan untuk memecahkan masalah atau problema kehidupan sehari-hari (Benthiy, 2000).

Selain itu, pembangunan pendidikan nasional juga diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan bagi peserta didik, yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam hal ini, pemerintah mempunyai kewajiban konstitusional untuk memberi pelayanan pendidikan yang dapat dijangkau oleh seluruh warga negara. Oleh karena itu, upaya peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas merupakan mandat yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengantujuannegara Indonesia didirikan.

Selanjutnya, untuk mewujudkan cita-cita pendidikan tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) sebagai lembaga yang bertanggungjawab secara nasional tentang penyelenggaraan pendidikan di tanah air, telah melakukan berbagai upaya konkrit dengan telah merumuskan visi pendidikan nasional sebagai berikut.

―Visi Kemdiknas2010 – 2014 adalah terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional untuk membentuk insan Indonesia cerdas kompetitif‖. Untuk mewujudkan visi tersebut, Kemdiknasmerumuskan misinya yang

dikenal dengan 5K, yakni: (1) meningkatkan ketersediaan layanan

pendidikan; (2) memperluas keterjangkauan layanan pendidikan; (3)

meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; (4)

mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan; dan (5)

menjamin kepastian memperoleh layanan pendidikan (Kemdiknas, 2010:9). Melalui proses pembangunan pendidikan kita hendak membangun manusia Indonesia seutuhnya sebagai subyek yang bermutu. Membangun manusia seutuhnya pada hakekatnya adalah mengembangkan seluruh potensi manusia melalui keseimbangan olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga yang dilakukan seiring dengan pembangunan peradaban bangsa. Tuntutan akan lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang membuka peluang lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi asing) membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat.

Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan.

(3)

II. Pembahasan

Dalam tulisan ini dibahas tentang paradigma baru dalam pendidikan, bagaimana menghasilkan mutu bisa berlangsung dalam pendidikan, dan bagaimana peran teknologi serta sistem manajemen untuk mendukung berlangsungnya pencapaian mutu pendidikan tersebut.

2.1 Fenomena dunia pendidikan kita saat ini

Setidak tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan kondisi dunia pendidikan kita saat ini, yaitu: issu seputar masalah guru, kebijakan pemerintah sebagai penyelenggara Negara, manajemen internal sekolah dan issu sarana dan prasarana belajar mengajar.

1. Issu seputar masalah guru

Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global. Dalam konteks sosial budaya Bali misalnya, kata guru sering dikonotasikan

sebagai kepanjangan dari kata ―digugu dan ditiru‖ (menjadi panutan utama).

Begitu pula dalam khasanah bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah

peribahasa yang berunyi ―Guru kencing berdiri, murid kencing berlari‖.

Semua perilaku guru akan menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan sekaligus memberi beban psykologis tersendiri bagi para guru kita. Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu: pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru.

(1) Masalah kualitas guru

Kualitas guru kita, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2011/2012, dari 1,2 juta guru SD kita saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang, bukan

merupakan corn/inti dari pengetahuan yang dimilikinya, telah

menyebabkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal. (2) Jumlah guru yang masih kurang

(4)

Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30 sampai 40 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.

(3) Masalah distribusi guru

Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.

2. Kebijakan pemerintah

Tidak dapat disangkal lagi bahwa pemerintah sebagai institusi penyelenggara Negara mempunyai peranan tersendiri dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kebijakan pemerintah, pada dasarnya dapat dikatagorikan dalam dua bentuk, yaitu kebijakan yang bersifat konstitusional dan kebijakan yang bersifat operasional. Kebijakan konstitusional lebih mengarah pada bagaimana pemerintah menetapkan perundang-undangan maupun peraturan-peraturan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional kita. Dalam Konteks ini, beberapa langkah maju telah dicapai oleh pemerintah saat ini. Lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan strategi jangka panjang dalam membenahi carut marut dunia pendidikan kita. Sudah barang tentu, Undang-undang tersebut masih diperlukan penjabaran lebih lanjut dalam berbagai bentuk peratutan-peraturan yang berada dibawahnya, termasuk issu Badan Hukum Pendidikan (BHP), peraturan perbukuan maupun sertifikasi bagi para pengajar untuk meningkatkan standar kualitas mereka.

Kebijakan operasioanal pemerintah, lebih mengarah pada kebijakan alokasi anggaran yang ditujukan bagi sektor pendidikan nasional. UU No. 20 Tahun 2003, memang telah mengamanatkan menglaokasikan 20% dari APBN/APBD untuk sektor pendidikan. Namun mengingat kemampuan keuangan Negara yang masih terbatas, maka alokasi 20% ini rencananya akan dicapai dalam beberapa tahap sesuai dengan kemampuan keuangan Negara. Dalam tahun anggaran 2007 dan berturut-turut sampai tahun 2009 ini, diharapkan anggaran untuk sektor pendidikan akan menjadi 17,40% dan 20,10%.

3. Manajemen sekolah

Manajemen pendidikan di Indonesia, secara umum dikatagorikan dalam dua kelompok yaitu yang diatur dan dibawah kendali langsung

(5)

swasta (sekolah swasta). Perbedaan manajemen ini pada akhirnya, sedikiit banyak akan mempengaruhi mutu dan kualitas anak didik di masing-masih sekolah serta secara tidak langsung telah ikut menciptakan ―ketimpangan‖ dalam pengelolaan sekolah. Bagi para keluarga yang secara ekonomi mapan, maka mereka cenderung akan mampu memasukkan anak-anaknya pada sekolah-sekolah favorit yang biasanya memerlukan alokasi dana yang tidak sedikit. Begitu pula sebaliknya, bagi yang keluarga yang kurang mampu, biaya sekolah dirasakan mahal dan menjadi beban tersendiri bagi ekonomi keluarga. Belum lagi kebijakan pemerintah dimasa lampau yang cenderung membedakan berbabagai bentuk bantuan untuk sekolah negeri dan swasta, secara langsung maupun tidak telah ikut memperparah ketimpangan dunia pendidikan. Dalam konteks ini, pemerintah telah mengambil kebijakan untuk tidak membedakan antara sekolah yang di kelola oleh Negara maupun sekolah yang di kelola oleh pihak swasta.

4. Saran dan prasarana sekolah

Sarana dan prasarana sekolah, merupakan salah satu kendala yang masih dihadapi oleh dunia pendidikan kita. Kemampuan keuangan yang masih terbatas, salah kelola maupun tingkat KKN dan Korupsi yang masih tinggi serta faktor-faktor lain, telah menyebabkan kondisi sekolah masih jauh dari memadai. Mulai dari jumlah gedung yang rusak, ruang kelas yang terbatas maupun kelengkapan alat-alat laboratorium yang sangat dibutuhkan dalam pencapaian proses belajar mengajar yang belum maksimal, merupakan beberapa kendala nyata yang masih kita hadapi. 2.2 Paradigma Baru Dunia Pendidikan

Untuk mencapai terselenggaranya pendidikan bermutu, perlunya paradigma baru pendidikan yang difokuskan pada : (1) otonomi, (2) akuntabilitas, (3) akreditasi, dan (4) evaluasi. Keempat pilar manajemen ini diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan pendidikan bermutu (Wirakartakusumah, 1998). Mutu adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai gregat karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan.Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung menjadi penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan manfaat produk dan jasa tersebut.

1) Otonomi . Pengertian otonomi dalam pendidikan belum sepenuhnya

mendapatkan kesepakatan pengertian dan implementasinya. Tetapi paling tidak, dapat dimengerti sebagai bentuk pendelegasian kewenangan seperti dalam penerimaan dan pengelolaan peserta didik dan staf pengajar/staf non akademik, pengembangan kurikulum dan materi ajar, serta penentuan standar akademik. Dalam penerapannya di sekolah, misalnya, paling tidak bahwa guru/pengajar semestinya

(6)

diberikan hak-hak profesi yang mempunyai otoritas di kelas, dan tak sekedar sebagai bagian kepanjangan tangan birokrasi di atasnya.

2) Akuntabilitas. Akuntabilitas diartikan sebagai kemampuan untuk

menghasilkan output dan outcome yang memuaskan pelanggan. Akuntabilitas menuntut kesepadanan antara tujuanlembaga pendidikan tersebut dengan kenyataan dalam hal norma, etika dan nilai (values) termasuk semua program dan kegiatan yang dilaksanakannya. Hal ini memerlukan transparansi (keterbukaan) dari semua pihak yang terlibat dan akuntabilitas untuk penggunaan semua sumberdayanya.

3) Akreditasi. Suatu pengendalian dari luar melalui proses evaluasi tentang pengembangan mutu lembaga pendidikan tersebut. Hasil akreditasi tersebut perlu diketahui oleh masyarakat yang menunjukkan posisi lembaga pendidikan yang bersangkutan dalam menghasilkan produk atau jasa yang bermutu. Pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh suatu badan yang berwenang.

4) Evaluasi. Evaluasi adalah suatu upaya sistematis untuk mengumpulkan

dan memproses informasi yang menghasilkan kesimpulan tentang nilai, manfaat, serta kinerja dari lembaga pendidikan atau unit kerja yang dievaluasi, kemudian menggunakan hasil evaluasi tersebut dalam proses engambilan keputusan dan perencanaan. Evaluasi bisa dilakukan secara internal atau eksternal.

2.3 Bagaimana Menghasilkan Mutu Pendidikan

Untuk bisa menghasilkan mutu, menurut Slamet (1999) terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga

pendidikan, yaitu: (1) Menciptakan situasi ―menang-menang‖ (win-win

solution) dan bukan situasi ―kalah-menang‖ diantara fihak yang

berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini

terutama antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut. (2) Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan, (3) Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus. (4) Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu. Janganlah diantara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan mutu sesuai yang diharapkan.

Faktor lain yang harus dilakukan dalam mencapai peningkatan kutu pendidikan adalah, perlunya perubahan paradigma dalam proses belajar

(7)

pembelajaran tetapi harus berperan dan diperankan sebagai obyek. Sang guru tidak lagi sebagai instruktur yang harus memposisikan dirinya lebih

tingi dari anak didik, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator atau

konsultator yang bersifat saling melengkapi. Dalam konteks ini, guru di

tuntut untuk mampu melaksanakan proses pembelajaran yang efektif,

kreatif dan inovatif secara dinamis dalam suasana yang demokratis. Dengan

demikian proses belajar mengajar akan dilihat sebagai proses

pembebasandan pemberdayaan, sehingga tidak terpaku pada aspek-aspek yang bersifat formal, ideal maupun verbal. Penyelesaian masalah yang aktual berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah harus menjadi orientasi dalam

proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, out put dari pendidikan tidak hanya

sekedar mencapai IQ (intelegensia Quotes), tetapi mencakup pula EQ

(Emotional Quotes) dan SQ (Spiritual Quotes).

Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha pendidikan tidak lain adalah merupakan usaha ―jasa‖ yang memberikan pelayanan kepada pelangggannya, yaitu mereka yang belajar dalam lembaga pendidikan tersebut (Karsidi, 2000). Para pelanggan layanan pendidikan terdiri dari berbagai unsur paling tidak empat kelompok (Sallis,1993).

Mereka itu adalah pertama yang belajar, bisa merupakan

mahasiswa/pelajar/murid/peserta belajar yang biasa disebut

klien/pelanggan primer(primary external customers). Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga tersebut. Kedua, para klien terkait dengan orang yangmengirimnya ke lembaga pendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan mereka ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external customers). Pelanggan lainnya yang ketiga bersifat tersier adalah Lapangan kerja bisa pemerintah maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers).Selain itu, yang keempat, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya yaitu yang berasal dari intern lembaga; mereka itu adalah para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan (internal customers).Walaupun para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen. Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin maju dan berkualitas dari suatu lembaga pendidikan mereka akan diuntungkan, baik kebanggaan maupun finansial.

Seperti disebut diatas bahwa program peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan suatu lembaga haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan diatas. Kepuasan dan kebanggaan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan pendidikan. Potensi perkembangan, dan keaktifan murid tentu saja merupakan yang paling utama dalam peningkatan mutu pendidikan. Perkembangan fisik yang baik, baik jasmani maupun otak, menentukan kemajuannya. Demikian pula dengan lainnya, misalnya bakat, perkembangan mental, emosional, pibadi, sosial, sikap

(8)

akan mempengaruhi hasil belajar dan mutu seseorang. Untuk itu, maka perhatian terhadap paserta didik menjadi sangat penting.

2.4 Penerapan Teknologi Dalam Pendidikan

Aplikasi teknologi pada pendidikan secara langsung akan mempengaruhi keputusan-keputusan tentang proses pendidikan yang spesifik. Umpama: aplikasi itu mempunyai dampak penting terhadap isi (content) yang akan diajarkan, tingkat standarisasi dan pemilihan isi, jumlah dan kualitas sumber-sumber yang tersedia. Masalah-masalah pokok yang dihadapi pendidikan di Indonesia yang terpenting adalah mengenai: peningkatan mutu, pemerataan kesempatan pendidikan, dan relevansi pendidikan dengan pembangunan nasional. Demikian luas dan jauhnya jangkauan yang hendak dicapai oleh program pembangunan pendidikan kita, padahal di lain pihak sumber-sumber yang tersedia bertambah terbatas dan langka. Kenyataan-kenyataan yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pemecahan masalah-masalah pendidikan kita membutuhkan alternatif-alternatif lain disamping cara-cara penyelesaian yang konvensional yang dikenal selama ini. Berbagai potensi yang dimiliki oleh teknologi dalam pendidikan lantas memungkinkannya diajukan sebagai suatu alternatif untuk memecahkan masalah-masalah tadi. Secara umum aplikasi teknologi dalam pendidikan akan mampu :

1. Menyebarkan informasi secara meluas, seragam dan cepat.

2. Membantu, melengkapi dan (dalam hal tertentu) menggantikan

tugas guru.

3. Dipakai untuk melakukan kegiatan instruksional baik secara

langsung maupun sebagai produk sampingan.

4. Menunjang kegiatan belajar masyarakat serta mengundang

partisipasi masyarakat.

5. Menambah keanekaragaman sumber maupun kesempatan

belajar.

6. Menambah daya tarik untuk belajar.

7. Membantu mengubah sikap pemakai.

8. Mempengaruhi pandangan pemakai terhadap bahan dan

proses.

9. Mempunyai keuntungan rasio efektivitas biaya, bila

dibandingkan dengan sistem tradisional. (Miarso, 1981)

Pemilihan teknologi dalam pendidikan akan membuka kemungkinan untuk lahirnya berbagai alternatif bentuk kelembagaan baru yang menyediakan fasilitas belajar, disamping dapat melayani segala bentuk lembaga pendidikan yang telah ada Misalnya kemungkinan bagi suatu bentuk sekolah terbuka yang fasilitas dan tata belajarnya berbeda sekali dengan sekolah konvensional, tetapi dengan hasil (output) yang sama. Serangkaian kriteria pemanfaatan teknologi dalam pendidikan, antara lain:

harus dijaga kesesuaiannya (kompatibilitas) dengan sarana dan teknologi

yang sudah ada, dapat menstimulasikan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, serta mampu memacu usaha peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. Dengan adanya penerapan suatu teknologi dalam pendidikan

(9)

belajar mengajar antara sumber-sumber belajar dengan pelaku belajar. Salah satu kemungkinan perubahan tersebut adalah penerapan dan perubahan teknologi informasi dalam pendidikan melalui penyelenggaraan belajar jarak jauh.

2.5 Peranan Informasi dan Revolusi Teknologi Informasi

Salah satu esensi dari proses pendidikan tidak lain adalah penyajian informasi. Dalam menyajikan informasi, haruslah komunikatif. Dalam komunikasi pada umumnya, demikian pula dalam pendidikan, informasi yang tepat disajikan adalah informasi yang dibutuhkan , yakni yang bermakna, dalam arti: (1) secara ekonomis menguntungkan. (2) secara teknis memungkinkan dapat dilaksanakan, (3) secara sosial-psikologis dapat diterima sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada, dan (4) sesuai atau sejalan dengan kebijaksanaan/ tuntutan perkembangan yang ada. Konsep ―bermakna‖ ini penting bagi keberhasilan penyebarluasan informasi yang dapat diserap dan dilaksanakan sasaran/peserta didik. Karena itu, Williams (1984) menyebutkan bahwa komunikasi adalah saling pertukaran simbol-simbol yang bermakna.

Williams menekankan bahwa : (1) kita tidak dapat saling bertukar makna, (2) kita hanya secara fisik bertukar simbol, dan (3) komunikasi tidak akan terjadi, kecuali kita berbagi makna untuk simbol-simbol tertentu. Dalam memberikan/menyampaikan informasi kepada orang lain (misalnya kepada peserta didik), maka informasi tersebut haruslah informasi yang bermakna bagi orang yang bersangkutan. Untuk dapat mengetahui dan memahami informasi yang benar-benar dibutuhkan, bahkan prioritas informasi yang dibutuhkan perlu kita pahami, komunikator perlu bertindak sebagai pengamat dan pendengar yang baik. Jadi bukan informasi yang kita ketahui yang disampaikan, tetapi yang kita sampaikan adalah informasi yang benar-benar bermakna dan dibutuhkan sasaran. Informasi yang

dibutuhkan dan bermakna adalah informasi yang mampu

membantu/mempercepat pengambilan keputusan untuk terjadinya perubahan, dan yang bermanfaat untuk mendorong terjadinya perubahan tersebut. Untuk itulah maka, pemilihan informasi harus benar-benar selektif dengan mempertimbangkan jenis teknologi mana yang tepat dipilih sebagai medianya. Dengan berkembangnya komputer dan sistim informasi modern, kembali menawarkan pencerahan baru. Revolusi teknologi informasi menjanjikan struktur interaksi kemanusiaan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih efisien.

Revolusi informasi global adalah keberhasilannya menyatukan kemampuan komputasi, televisi, radio dan telefoni menjadi terintegrasi. Hal ini merupakan hasil dari suatu kombinasi revolusi di bidang komputer

personal, transmisi data, lebar pita (bandwitdh), teknologi penyimpanan

data (data storage) dan penyampaian data (data access), integrasi

multimedia dan jaringan komputer. Konvergensi dari revolusi teknologi

tersebut telah menyatukan berbagai media, yaitu suara (voice, audio), video,

(10)

Akibat adanya revolusi teknologi informasi telah, sedang dan akan merubah kehidupan umat manusia dengan menjanjikan cara kerja dan cara hidup yang lebih efektif, lebih bermanfaat, dan lebih kreatif. Sebagaimana dua sisi, baik dan buruk, dari suatu teknologi, teknologi informasi juga memiliki hal yang demikian. Kemana seharusnya teknologi ini diarahkan dan ditempatkan dan dimanfaatkan dengan sebenar-benarnya haruslah diperhitungkan, karena apabila keliru, suatu bangsa akan mengalami akibatnya secara fatal.

Terkait dengan dunia pendidikan, revolusi informasi akan mempengaruhi jenis pilihan teknologi dalam pendidikan, bahkan, revolusi ini secara pasti akan merasuki semua aspek kehidupan, (termasuk pendidikan), segala sudut usaha, kesehatan, entertainment, pemerintahan, pola kerja, perdagangan, pola produksi, bahkan pola relasi antar masyarakat dan antar individu. Inilah yang merupakan tantangan bagi semua bangsa, masyarakat dan individu. Siapkah lembaga pendidikan kita menyambutnya? Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar. Wen (2003) seorang usahawan teknologi mempunyai gagasan mereformasi sistem pendidikan masa depan. Menurutnya, apabila anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan berani dan percaya diri atas fasilitasi lingkungannya (keluarga dan masyarakat) serta peran sekolah tidak hanya menekankan untuk mendapatkan nilai-nilai ujian yang baik saja, maka akan jauh lebih baik dapat menghasilkan generasi masa depan. Orientasi pendidikan yang terlupakan adalah bagaimana agar lulusan suatu sekolah dapat cukup pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya, tapi juga matang dan sehat kepribadiannya. Bahkan konsep tentang sekolah di masa yang akan datang, menurutnya akan berubah secara drastis. Secara fisik, sekolah tidak perlu lagi menyediakan sumber-sumber daya yang secara tradisional berisi bangunan-bangunan besar, tenaga yang banyak dan perangkat lainnya. Sekolah harus bekerja sama secara komplementer dengan sumber belajar lain terutama fasilitas internet yang telah menjadi ―sekolah maya‖. Bagaimanapun kemajuan teknologi informasi di masa yang akan datang, keberadaan sekolah tetap akan diperlukan oleh masyarakat. Kita tidak dapat menghapus sekolah, karena dengan alasan telah ada teknologi informasi yang maju. Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat tergantikan, misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan kepribadian atau membina hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan lain-lain.

Teknologi informasi hanya mungkin menjadi pengganti fungsi penyebaran informasi dan sumber belajar atau sumber bahan ajar. Bahan ajar yang semula disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu dapat diubah menjadi pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan internet

(11)

pendidikan harus menyiapkan seluruh unsur dalam sistim pendidikan agar tidak tertinggal atau ditinggalkan oleh perkembangan tersebut. Melalui penerapan dan pemilihan yang tepat teknologi informasi (sebagai bagian dari teknologi pendidikan), maka perbaikan mutu yang berkelanjutan dapat diharapkan termasuk belajar jarak jauh seperti Universitas Terbuka (UT). Perbaikan yang berlangsung terus menerus secarakonsisten/konstan akan mendorong untuk berorientasi pada perubahan untuk memperbaiki secara terus menerus dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan seperti UT karena mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya, juga akan menjadi peluang yang baik bila lembaga pendidikan seperti UT mampu menyikapi dengan penuh keterbukaan dan berusaha memilih jenis teknologi informasi yang tepat, sebagai penunjang pencapaian mutu pendidikan.

III. Penutup

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mempunyai peran yang sangat strategis bagi terwujudnya masyarakat, bangsa, dan Negara yang berjiwa nasional. Dengan demikian, tugas utama pengemban pendidikan adalah terus berupaya mengembangkan pendidikan nasional guna menjawab berbagai tantangan dan perubahan yang terus berlangsung pada semua aspek kehidupan di negara Indonesia. Oleh karena itu, implementasi (penerapan) teknologi dalam pendidikan seperti belajar jarak jauh di era global informasi tidak lain adalah bentuk aplikasi jenis-jenis teknologi informasi mutakhir sekaligus usaha memenuhi kebutuhan masyarakat dalam pendidikan. Proses belajar mengajar yang menerapkan teknologi dalam pendidikan dapat berupa penggunaan modul, media belajar cetak, dan media elektronik seperti radio, TV, internet dan sistim jaringan komputer, serta bentuk-bentuk teledukasi lainnya. Pemilihan jenis media sebagai bentuk-bentuk aplikasi teknologi dalam pendidikan harus dipilih secara tepat, cermat dan sesuai kebutuhan, serta bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan bangsa Indonesia.

IV. Daftar Pustaka

Agustian, Ary Ginanjar. 2001. ESQ. Emotional Spiritual Quotient. Jakarta:

Arga. Daerah. Yogyakarta: Adicipta.

Depdiknas, 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas

... 2006. RencanastrategisDepdiknas 2005-2025, Jakarta :

Balitbang

Gilley, Jerry W. dan Steven A. Eggland. 1989. Principles of Human

ResourchesDevelopment. New York: Addison Wesley Pub. Company. Inc.

Jalal, Fasli dan Dedi Supriyadi (ed). 2001. Reformasi Pendidikan dalam

Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicipta.

(12)

Sallis, Edward. 1993. Total Quality Management in Education. London: Kogam Page

Slamet, Margono, 1999. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-Prinsip

Manajemen Mutu Pendidikan. Bogor: IPB

Surya, Muhammad. 2003. Percikan Perjuangan Guru. Semarang: Aneka

Ilmu.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Bandung : Fokusmedia

Referensi

Dokumen terkait

Satu kesimpulan yang dapat ditarik ialah bahwa situasi-kondisi pertanian Indonesia pada skala nasional tidak memungkinkan bagi diberlakukannya gagasan kedaulatan

simpan tra&k audio ke dalam $ormat $ile yang sesuai Menesp"orasi*  7ksperimen tentang audio digital O!ser,asi* Mengamati kegiatan/aktiitas sisa se&ara

Gejala-gejala ini timbul dalam *3 jam pertama sesudah bayi lahir dengan gradasi yang berbeda-beda. !amun yang selalu ada ialah dispnea, sehingga dapat kita katakan baha kita

Nama Dosen : P. Wisnu Anggoro, ST., MT. Tonny Yuniarto, ST., MEng. Deskripsi Mata Kuliah : Cakupan materi dalam mata kuliah ini adalah konsep pengukuran dan alat bantu

Seraya menantikan penelitian lebih lanjut, para penulis memberi kesan bahwa limfosit total dapat berguna dalam tempat terbatas sumber daya sebagai alat pemantauan non-spesifik

Fungsi adalah peran sebuah unsur dalam satuan sintaksis yang lebih luas (Kridalaksana, 20011: 67). Dalam sebuah kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaktis itu

Melihat buaya yang kesakitan sebab pohon yang menindih badannya, kerbau merasa iba.. Kerbau pun hendak menolong sang

Setelah data aplikasi adobe flash player di klik maka akan muncul kotak instalasi, pada kotak tersebut terdapat pilihan apakah Anda akan mengaktifkan fitur untuk