• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK LINGKUNGAN PANTAI DENGAN JARAK 1 KM DALAM WAKTU 2, 4 DAN 6 BULAN TERHADAP LAJU KOROSI, KEKUATAN TARIK, DAN KEKERASAN BAJA PROFIL ∟

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEK LINGKUNGAN PANTAI DENGAN JARAK 1 KM DALAM WAKTU 2, 4 DAN 6 BULAN TERHADAP LAJU KOROSI, KEKUATAN TARIK, DAN KEKERASAN BAJA PROFIL ∟"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh:

Hendrikus Andi Rahmawanto

NIM : 025214067

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

(2)

Final Project

Pressented as Partial Fulfillment of The Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

By :

HENDRIKUS ANDI RAHMAWANTO Student Number : 025214067

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)
(6)

Penelitian dan penyusunan tugas akhir dengan judul “Efek Lingkungan

Pantai Dengan Jarak 1 km dalam waktu 2, 4 Dan 6 Bulan Terhadap Laju Korosi,

Kekuatan Tarik Dan Kekerasan Baja Siku” ini adalah sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma.

Saya mengucapakan terima kasih atas segala bantuan sehingga tugas akhir

ini dapat terselesaikan dengan baik, kepada :

1. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

2. Budi Sugiharto, S.T., M.T. Ketua Program Studi Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma.

3. Budi Setyahandana, S.T., M.T. Dosen pembimbing Tugas Akhir.

4. Ir. Petrus Kanisius Purwadi M.T., Dosen Pembimbing Akademi

5. Ir. FX Agus Unggul Santosa, Kepala Laboratorium Bahan dan

Manufaktur Universitas Sanata Dharma.

6. Seluruh dosen, laboran, dan karyawan Fakultas Teknik Universitas

Sanata Dharma.

7. Orang tuaku Bapak Yustinus Rachmali, Ibu Theresia Suratiyah dan

semua keluarga besar.

(7)

Yuris, kirun, adi, kabul, albet, anak-anak angkatan 2002, anak-anak

kost, Pak Madi di samas

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna

sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna

penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Yogyakarta, 31 Oktober 2007

Penulis

Hendrikus Andi R

(8)

dan 6 bulan dengan jarak 1 km dari pantai terhadap laju korosi, kekuatan tarik dan

kekerasan baja siku. Bahan yang dipakai adalah baja karbon rendah profil siku

dengan tebal 2,8 mm.

Dalam pembuatan spesimen ada 20 spesimen dan dalam waktu 2, 4, dan 6

bulan. Dari 20 spesimen tersebut, dilakukan uji tarik, uji kekerasan, perubahan

struktur mikro, pengamatan bentuk patahan, dan laju korosi yang perbedaannya

adalah waktu pengujian benda yaitu awal, 2 bulan , 4 bulan dan 6 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi, kekuatan tarik, kekerasan

bahan yang tertinggi adalah benda uji awal atau sebelum terkorosi. Dan semakin

lama peletakan benda uji di pantai maka hasil pengujian yang diperoleh terus

menurun.

(9)

HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS...ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN...iv

HALAMAN PERNYATAAN...v

KATA PENGANTAR...vi

INTISARI...viii

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Tujuan Penelitian...1

1.3 Manfaat Penelitian...2

1.4 Batasan Masalah...2

1.5 Metode Pengumpulan Data...3

BAB II DASAR TEORI...4

2.1 Pengetahuan Tentang Baja...4

2.1.1 Pembuatan Baja Dan Jenisnya...4

2.1.2 Sifat-sifat Baja Karbon Rendah...6

(10)

2.2.2 Laju korosi...13

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi baja karbon di air laut...14

2.2.4 Lelah korosi (corrosion fatigue)...15

2.2.5 Faktor intensitas tegangan, K1....16

2.2.6 Karakteristik umum kurva lelah korosi...17

2.2.7 Diagram Fasa (Phase Diagram)...19

2.3 Pengujian Bahan…………...………..20

2.3.1 Uji Tarik………..21

2.3.2 Uji Kekerasan Brinell...24

2.3.3 Pengamatan struktur mikro...26

2.3.4 Pengamatan Bentuk Patahan……….………..27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...28

3.1. Skema Penelitian...28

3.2. Persiapan Bahan...29

3.3. pembuatan Benda Uji...29

3.4. Peralatan Yang Digunakan...30

3.5. Pengujian Benda Uji...31

3.5.1 Uji Tarik...31

3.5.2 Uji Kekerasan...33

3.5.3 Pengamatan Struktur Mikro...35

(11)

4.3 Pengamatan Struktur Mikro...40

4.4 Pengamatan Bentuk Patahan...42

4.5 Pengujian Laju Korosi...43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...45

5.1 Kesimpulan...45

5.2 Saran...46

DAFTAR PUSTAKA...47

LAMPIRAN...48

(12)

Tabel 4.1 Nilai rata-rata kekuatan tarik maksimal dari benda uji...38

Tabel 4.2 Nilai rata-rata regangan total dari benda uji...38

Tabel 4.3 Nilai rata-rata kekerasan Brinell dari benda uji...39

Tabel 4.4 Nilai laju korosi rata-rata dari benda uji...44

(13)

Gambar 2.2 Faktor Intensitas Tegangan, K1...16

Gambar 2.3 Karakteristik Umum Kurva Lelah Korosi...17

Gambar 2.4 Diagram Fasa Fe-Fe3C...19

Gambar 2.5 Diagram Tegangan-Regangan...22

Gambar 2.6 Pemantulan Cahaya Pada Benda...26

Gambar 2.7 Jenis-Jenis Perpatahan Pada Logam Akibat Beban Tarik sesumbu..27

Gambar 3.1 Skema Penelitian...28

Gambar 3.2 Mesin Sekrap...29

Gambar 3.3 spesimen...30

Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik...33

Gambar 3.5 Mesin Uji Kekerasan...35

Gambar 3.6 Mikroskop Dan Kamera...36

Gambar 4.1 Grafik hasil rata-rata kekuatan tarik maksimal...37

Gambar 4.2 Grafik hasil rata-rata regangan total...38

Gambar 4.3 Grafik hasil rata-rata kekerasan Brinell...39

Gambar 4.4 Struktur mikro Baja siku awal...40

Gambar 4.5 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 2 bulan...40

Gambar 4.6 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 4 bulan...41

Gambar 4.7 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 6 bulan...41

Gambar 4.8 Bentuk patahan benda uji tarik awal...42

(14)

Gambar 4.12 Grafik hasil rata-rata laju korosi baja siku...43

(15)

Tabel L.2 Hasil pengujian tarik baja siku yamg terkorosi 2 bulan...50

Tabel L.3 Hasil pengujian tarik baja siku yamg terkorosi 4 bulan...50

Tabel L.4 Hasil pengujian tarik baja siku yamg terkorosi 6 bulan...50

Gambar L.1 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku awal benda 1...51

Gambar L.2 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku awal benda 2...51

Gambar L.3 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku awal benda 3...51

Gambar L.4 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku awal benda 4...52

Gambar L.5 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku awal benda 5...52

Gambar L.6 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 2 bulan benda 1....53

Gambar L.7 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 2 bulan benda 2....53

Gambar L.8 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 2 bulan benda 3....53

Gambar L.9 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 2 bulan benda 4....54

Gambar L.10 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 2 bulan benda 5..54

Gambar L.11 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 4 bulan benda 1..55

Gambar L.12 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 4 bulan benda 2..55

Gambar L.13 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 4 bulan benda 3..55

Gambar L.14 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 4 bulan benda 4..56

Gambar L.15 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 4 bulan benda 5..56

Gambar L.16 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 6 bulan benda 1..57

Gambar L.17 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 6 bulan benda 2..57

Gambar L.18 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 6 bulan benda 3..57

(16)

Tabel L.6 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 2 bulan...59

Tabel L.7 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 4 bulan...60

Tabel L.8 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 6 bulan...60

Gambar L.21 Foto Perbesaran Kawat...61

Lampiran Pengujian Komposisi...68

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangan dunia yang semakin pesat dan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, maka perancangan dan pemilihan bahan kontruksi

ataupun komponen mesin sangatlah sulit dan rumit serta membutuhkan ketelitian.

Hampir sebagian besar kontruksi mesin dalam aplikasinya selalu menerima beban

yang bervariasi, sehingga diperlukan suatu bahan yang baik dan kuat, untuk

mendapatkan bahan tersebut diperlukan pengujian sifat-sifat fisis mekanis yang

meliputi kekuatan, kekerasan, dan kelelahan. Dalam pengujian ini dibutuhkan

pengetahuan tentang teknik manufaktur untuk mengetahui kemampuan bahan

dalam menerima pembebanan, baik dinamis maupun statis.

Dengan alasan diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui seberapa

kuat baja siku terhadap lingkungan pantai dengan jarak 1 km terhadap laju korosi,

kekuatan tarik dan kekerasan.

1.2 Tujuan Penelitan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

lingkungan pantai dengan jarak 1 Km terhadap :

a. Kekuatan tarik pada baja siku.

b. Tingkat kekerasan pada baja siku.

c. Perubahan struktur mikro pada baja siku.

(18)

d. Pengamatan bentuk patahan.

e. Laju Korosi pada baja siku.

1.3 Manfaat Penelitan

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat

antara lain :

1. Dapat dipergunakan sebagai referensi pada penelitian berikutnya.

2. Dapat menentukan hasil dari uji tarik, uji kekerasan, laju korosi, dan

pengamatan struktur mikro untuk bahan plat baja karbon rendah dengan

profil siku dari waktu ke waktu.

3. Memberi input atau data untuk pengembangan energi angin (kincir) di

daerah pantai.

1.4 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada lingkup :

¾ Bahan yang digunakan adalah baja karbon rendah dengan profil siku.

¾ Lokasi penelitian dipantai Samas, Bantul, Yogyakarta.

¾ Waktu penelitian 2, 4, dan 6 bulan.

¾ Pengujian yang dilakukan : Uji tarik, Uji kekerasan, Pengamatan struktur

(19)

1.5 Metode Pengumpulan Data

Penyusunan hasil penelitian dan analisa yang dilakukan diharapkan bisa

mendapatkan hasil yang akurat dan sistematis serta tidak melenceng jauh dari

landasan teori yang ada, maka penulis melakukan beberapa metode pengumpulan

data, antara lain :

a. Literatur

Studi literatur digunakan sebagai dasar acuan dan referensi yang

diantaranya mencakup : Landasan teori, gambar, tabel, grafik, dan segala

sesuatu yang berkaitan dengan penelitian. Persamaan untuk perhitungan yang

berkaitan dengan analisa data diambil sebagai bahan perbandingan antara hasil

dari penelitian dan pembahasan.

b. Konsultasi dan Diskusi

Konsultasi dan diskusi dilakukan dengan dosen pembimbing, laboran

yang membantu proses penelitian dan rekan-rekan mahasiswa lain yang

bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian, analisa dan pembahasan yang

baik, juga berguna untuk bertukar informasi, masukan antar mahasiswa yang

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

c. Pengujian Benda Uji

Data diperoleh berdasarkan proses korosi dipantai Samas, dengan cara

spesimen digantung selama 2, 4 dan 6 bulan. Kemudian spesimen diambil dan

diuji dilaboratorium Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Untuk uji komposisinya dilakukan di Politeknik Manufaktur

(20)

BAB II DASAR TEORI

Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan baja karbon rendah

profil siku. Untuk mendalami tentang teori baja, penulis menjelaskan dasar-dasar

teori serta seluk beluk tentang baja dan pengaruh lingkungan pantai terhadap baja.

2.1 Pengetahuan Tentang Baja

Baja mempunyai kandungan besi (Fe) dan Karbon (C) dengan kadar

karbon 0,05% – 1,7%. Selain karbon pada baja terkandung kurang lebih 0,25% –

0.3% Silikon (Si), Mangan (Mn) 0,15% dan unsur pengotor lain seperti : Phosfor

(P) dan Belerang (S). Karena unsur-unsur tidak memberikan pengaruh utama

maka unsur tersebut diabaikan.

Biji besi yang diperoleh dari pertambangan kemudian di lebur dalam dapur

tinggi. Hasil dari dapur tinggi berupa besi kasar cair, di tuang dan di proses

kembali dengan pemanasan lanjutan untuk mengurangi atau menambah unsur lain

pada besi cair, hasil leburan tersebut di sebut baja.

2.1.1 Pembuatan Baja Dan Jenisnya

Proses oksidasi peleburan baja dilakukan pada converter, dapur listrik dan

dapur pintu terbuka, selanjutnya dilakukan pembersihan unsur lain melalui proses

asam dan proses basa. Melalui proses tersebut diatas, baja yang dihasilkan antara

lain :

(21)

a. Baja paduan ( alloy steel )

Baja paduan diperoleh melalui penambahan unsur khromium (Cr),

nikel ( Ni ), mangan ( Mn ), tungsten ( W ), silikon ( Si ) pada baja karbon.

Kelebihan dari baja paduan antara lain :

¾ keuletan yang tinggi tanpa mengurangi kekuatan tarik.

¾ kemampuan kekerasan yang baik mengurangi kemungkinan retak dan

korosi.

¾ Tahan terhadap perubahan suhu.

b. Baja karbon ( carbon steel )

Unsur pada baja cor dan baja tempa hampir sama, kecuali unsur Si dan

Mn yang berfungsai mengikat O . Baja cor dihasilkan dari penambahan

karbon sekitar 0,05% sampai 1,7% pada besi murni ( ferrit ). Baja ini dibeda

menjadi :

2

¾ Baja karbon rendah (unsur C < 0,3 %)

Semakin sedikit unsur karbon yang ada maka semakin mendekati sifat besi

murni. Baja karbon rendah ditinjau dari kekuatannya memiliki sifat

sedang, liat, serta tangguh. Baja ini mudah di mesin dan mampu las.

¾ Baja karbon sedang (unsur C 0,3 % - 0,5 %)

Baja ini lebih keras dari baja karbon rendah, dan sifatnya juga lebih kuat

dan tangguh tetapi kurang liat. Sifat baja karbon sedang dapat diubah

(22)

¾ Baja karbon tinggi (unsur C > 0,5 %)

Memiliki sifat lebih keras tapi kurang liat dan tangguh. Maka, untuk

mempertinggi ketahanan terhadap aus dengan cara heat treatment dan

untuk mengurangi sifat getasnya di temper. Baja jenis ini dipergunakan

untuk pembuatan pegas, alat-alat pertanian dan lain-lain.

AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Societi of

Automotive Engineers) memberi kode untuk baja karbon biasa dengan seri

10xx. Dua angka terakhir menunjukan kandungan karbon (C) dalam baja

tersebut. Sebagai contoh : seri 1050 berarti baja karbon dengan kandungan C

sebesar 0,50 % berat. Seri 1080 berarti baja karbon dengan kandungan karbon

sebesar 0,80 % berat.

c. Baja tahan karat ( stainless steel )

Sifat baja yang tahan terhadap hampir semua kondisi karat ( korosi ),

disebabkan karena baja ini mengandung paling sedikit 12% khromium sebagai

unsur paduannya. Baja tahan karat dibedakan atas :

¾ Baja tahan karat austenitik.

¾ Baja tahan karat ferritik.

¾ Baja tahan karat martensitik atau Perlit.

d. Baja perkakas ( Tool Steel )

Baja ini mengandung unsur khromium ( Cr ), tungsten ( W ),

Vanadium dan molibden( Mo ), sehingga membuat baja lebih tahan aus, tahan

(23)

Penambahan sejumlah elemen paduan pada baja ini akan memperbaiki

serta melapisinya. Sehingga dapat di gunakan sebagai konstruksi bangunan,

kerangka tower dan kincir angin, mesin dan lainnya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan jenis baja karbon

rendah, dikarenakan baja karbon rendah lebih mudah terkorosi.

2.1.2 Sifat-sifat Baja Karbon Rendah Sifat-sifat Baja Karbon Rendah :

1. Liat atau ulet (memiliki kekuatan tarik tinggi).

2. Tangguh.

3. Mudah dimesin (diolah). Contohnya dirol (rol dingin atau rol panas).

4. Mudah dilas.

5. Kekuatan sedang dengan kandungan karbon maksimum 0,3 %.

Kadar karbon adalah unsur yang paling utama untuk menguatkan baja,

sehingga baja harus mengandung kadar karbon sampai kandungan tertentu dan

yang diinginkan kandungan karbonnya adalah selalu lebih rendah. Hal ini

untuk mempertahankan sifat-sifat mekanis dari baja tersebut. Tetapi apabila

ditinjau dari mampu las, kadar karbon harus sampai batas tertentu. Semakin

sedikit kandungan karbon dalam baja, maka baja akan semakin mendekati

(24)

2.1.3 Stuktur Mikro pada Baja dan Besi.

(25)

Keterangan Gambar 2.1 :

a. Menunjukkan stuktur mikro baja yang mempunyai kandungan karbon

sebesar 0,06% C.

b. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon sebesar

0,25%. Baja ini dinormalkan pada suhu 930ºC.

c. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon sebesar

0,30%. Baja ini diaustenitkan pada suhu 930ºC dan ditransformasikan

isothermal pada suhu 700ºC.

d. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon sebesar

0,45 %. Baja ini dinormalkan pada suhu 840ºC.

e. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon 0,80%.

Baja ini diaustenitkan pada suhu 1150ºC dan didinginkan pada tungku.

f. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon sebesar

1%. Baja ini dirol pada suhu 1050ºC dan pendinginannya dilakukan

dengan udara.

Sumber : Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik

2.2 Korosi

Korosi (karat) gejala destruktif yang mempengaruhi semua logam.

Walaupun besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan, tetapi besi paling

banyak digunakan dan paling awal menimbulkan korosi.

Pencegahan korosi atau karat sejak awal sampai sekarang, banyak

(26)

a. Biaya korosi sangat mahal, baik akibat korosi maupun pencegahannya.

b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.

c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut.

Definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas

bahan karena terjadi reaksi dengan lingkungan.

Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia beberapa

secara kimiawi. Korosi terjadi pada logam, karena kebanyakan logam ditemukan

dialam dalam bentuk oksida atau logam cenderung kembali ke keadaan pada saat

ditemukan. Logam adalah konduktor listrik, sehingga memungkinkan terjadi

proses elektrokimia.

Plastik tidak ada kecenderungan kembali ke kondisi alam. Korosi pada

plastik terjadi karena reaksi dengan lingkungannya. Reaksi elektrokimia pada

korosi logam biasanya secara elektrokimia yaitu dari Anoda menuju Katoda.

Oksidasi adalah kehilangan elektron (terjadi di Anoda), sedangkan reduksi adalah

mengembalikan ion menjadi atom (terjadi di Katoda).

Korosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Korosi Logam Sejenis.

b. Korosi Logam Tak Sejenis.

Korosi karena tergantung dari logam yang berlainan, disebut juga korosi

dwilogam atau korosi galvanis. Terjadinya korosi galvanis tergantung pada posisi

relatif logam-logam tersebut pada deret galvanik. Deret galvanik menyatakan

(27)

Perbedaan deret galvanik (DG) dengan deret elektrokimia (DEK) :

Deret elektrokimia (DEK) :

1. Data elektrokimia yang mutlak, untuk perhitungan yang teliti.

2. Memuat data dari unsur-unsur logam.

3. Diukur pada kondisi standar.

Deret galvanik (DG) :

1. Data hubungan antara logam yang satu dengan lainnya dari hasil

kualitatif.

2. Logam-logam murni dan campuran lebih bersifat praktis.

3. Diukur pada kondisi sembarang yang tertentu.

2.2.1 Macam-macam Korosi

Korosi dibedakan atau diklasifikasikan menurut penampakan logam

yang terkorosi, adapun macam-macam korosi adalah sebagai berikut :

a. Korosi Merata

Adalah proses kimiawi atom elektrokimia berlangsung diseluruh

permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan pengkorosi.

Korosi ini mudah dikontrol dengan cara coating inkibitor (memakai bahan

kimia), proteksi katodik.

b. Korosi Dwi Logam

(28)

c. Korosi Pitting (kondisi pada air laut)

Adalah korosi dipermukaan benda kerja yang berbentuk lubang-lubang

karena sangat distruktif (bahaya), sulit dicek, dapat menyebabkan

runtuhnya konstruksi dengan tak terduga. Dan untuk menghindari dipakai

bahan-bahan yang tidak mempunyai korosi pitting antara lain : baja tahan

karat 304, baja tahan karat 316, tembaga, incoloy, besi tuang, kuningan,

perunggu, titanium dan masih banyak bahan yang tahan tehadap korosi

pitting.

d. Korosi Crevice (Korosi Celah)

Adalah korosi yang terjadi secara lokal didalam sela-sela antara logam dan

permukaan logam yang terlindungi, dimana larutan didalamnya tidak bisa

keluar dan banyak terjadi dibawah gasket, keling, baut, katub dan

sebagainya.

Untuk menghindari korosi celah adalah menggunakan sambungan las,

bahan keling atau baut serta menggunakan gasket yang tidak menyerap

cairan (memakai teflon).

e. Korosi Intergranuler (antar butir atau batas butir)

Terjadi karena pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau

mengandung senyawa lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini

adalah menggunakan perlakuan panas dengan cairan yang bertemperatur

tinggi sesudah pengelasan dan menurunkan kadar karbon, misalnya sampai

0,03% sehingga tidak terbentuk Cr C seperti pada stainless steel 304

(Fe, 18Cr, 8Ni).

(29)

2.2.2 Laju korosi

Laju korosi untuk baja yang terendam dalam air maupun yang terletak di

pantai dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor antara lain :

a. Karbon dioksida

Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air dingin, dan membentuk

asam karbonat dengan pH 5,5 sampai 6.

b. Oksigen

Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katoda dalam kondisi-kondisi

basa yang selalu dijumpai pada ketel-ketel baja. Oksigen juga dapat

menimbulkan sumuran atau peronggaan ketika terlempar keluar dari air

saat temperatur naik dan masuk kedalam sistem.

c. Garam-garam magnesium dan kalsium

Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dari air ketika

menguap, membentuk selapis kerak pada permukaan logam. Ketika kerak

menebal, laju perpindahan panas menurun sehingga efisiensi hilang dan

mendatangkan resiko terjadinya pelekukan atau distorsi serta terbentuknya

endapan kerak kosong. Mutu air juga merupakan peranan yang besar.

Meningkatnya laju aliran, khususnya ditempat terjadi olakan, juga

meningkatkan laju korosi. Dalam air tawar, laju korosi sebesar 0,05 mm

per tahun sudah biasa, walaupun mungkin laju itu turun hingga 0,01 mm

per tahun bila endapan mengandung kapur sudah terbentuk. Dalam air laut

laju korosi rata-rata kira-kira berada didaerah antara 0,1 – 0,15 mm per

(30)

menggunakan rumus sebagai berikut

t y korosi

Laju = Δ didapat dari

rumus kelajuan benda sehingga rumus tersebut kita mampu menganalisa

berapa laju korosi tiap tahunnya. Apabila disitu terdapat kerak, atau bila

lokasinya berada didaerah pasang surut hingga selalu mengalami keadaan

basah atau kering yang berulang, angka diatas akan menjadi lebih besar.

Laju korosi paling cepat untuk baja lunak dalam lingkungan laut karena

terjadi hempasan gelombang dan karena disini terdapat banyak oksigen.

Disini laju hilangnya logam mungkin empat atau lima kali lebih cepat di

banding bila logam itu terendam seluruhnya ditempat yang sama.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi baja karbon di air laut a. Ion klorida

Sangat korosif terhadap logam yang mengandung besi. Baja karbon dan

logam-logam besi biasa tidak dapat dipasifkan. Karena garam laut

mengandung klorida lebih dari 55 %. b. Hantaran listrik

Hantaran yang tinggi memungkinkan anoda dan listrik katoda tetap

bekerja kendati terpisah jauh, jadi peluang terkena korosi meningkat dan

serangan total mungkin jauh lebih parah dibandingkan struktur yang sama

pada air tawar.

c. Oksigen

Korosi pada baja semakin besar dikendalikan secara katudik., jadi

(31)

d. Kecepatan

Laju korosi meningkat, khususnya bila ada aliran olakan. Air laut yang

bergerak mungkin :

¾ Menghancurkan lapisan penghalang karat.

¾ Mengandung lebih banyak oksigen.

Selain itu benturan-benturan mempercepat penetrasi, sedangkan peronggan

memperbanyak permukaan baja yang tersingkap sehingga korosi berlanjut.

e. Temperatur

Peningkatan temperatur sekitar cenderung mempercepat serangan korosi.

Air laut yang menjadi panas mungkin mengendapkan lapisan kerak yang

protektif atau kehilangan sebagian oksigennya.

2.2.4 Lelah korosi (corrosion fatigue)

Antara lelah korosi (corrosion fatigue) dan retak korosi tegangan ( SCC )

memang banyak miripnya, tetapi antara keduanya juga terdapat perbedaan sangat

nyata, yakni bahwa lelah korosi sangat tidak spesifik.

Lelah mekanik dapat dialami semua logam, yaitu menyebabkan logam

gagal pada tingkat tegangan jauh dibawah tingkat tegangan statik yang dapat

membuatnya gagal.

Di lingkungan basah kita sering menjumpai bahwa ketahanan logam

terhadap lelah menurun. Sehingga membuat lelah korosi menjadi bentuk korosi

(32)

Tahapan-tahapan perkembangan retak lelah kurang lebih sebagai berikut :

a. Pembentukan pita-pita sesar yang menimbulkan intrusi atau ekstrusi pada

bahan.

b. Nukleasi bakal retakan kurang lebih sepanjang 10 µm.

c. Pemanjangan bakal retakan ke arah paling disuka.

d. Perambatan retak makroskopik ( 0,1 sehingga 1 mm ) dalam arah tegak

lurus terhadap tegangan utama maksimum dan sehingga menyebabkan

kegagalan.

Contoh- contoh lelah korosi ada tiga kategori, antara lain :

1. Aktif :Terkorosi dengan bebas, baja karbon dalam air laut.

2. Imun :Logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun dengan

pengecatan.

3. Pasif :Logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang

dibangkitkan oleh korosi sendiri yaitu selaput oksida.

2.2.5 Faktor intensitas tegangan, K1

Gambar 2.2 Faktor intensitas tegangan, K1

(33)

Gambar 2.2 memperlihatkan bahwa dalam kondisi retak korosi tegangan

(SCC), laju pertumbuhan retak pada tingkat tegangan rendah meningkat dibanding

ketika harga Kic. Dalam kondisi lelah korosi tingkat-tingkat tegangan yang

memungkinkan diperolehnya laju pertumbuhan retak yang sama bahkan lebih

rendah.

2.2.6 Karakteristik umum kurva lelah korosi

Gambar 2.3 Karakteristik umum kurva lelah korosi Sumber : Dari buku “ KOROSI “ KR. Tretheway, J. Chamberlain hal 191

Gambar 2.3 memperlihatkan karakteristik lelah dan lelah korosi pada baja

paduan rendah baik dalam kondisi lembam maupun di lingkungan natrium klorida

berair. Di lingkungan basah, tampaknya efek yang timbul lebih besar pada tingkat

tegangan rendah, pada tingkat tegangan tinggi perilaku retak lebih menyerupai

mekanisme pertumbuhan retak oleh faktor mekanik semata.

Kurva lelah korosi untuk mudahnya dapat dibagi menjadi tiga daerah,

(34)

ditunjukkan pada Gambar 2.3 yaitu : Pemicuan, Penjalaran dan Kegagalan. Pada

Gambar 2.3 dapat disimpulkan bahwa lelah korosi dapat terjadi pada

tingkat-tingkat tegangan jauh lebih rendah dari tingkat-tingkat-tingkat-tingkat untuk SCC. Mengingat laju

pertumbuhan retak SCC didaerah B biasanya tergantung pada faktor intenitas

tegangan (sejajar dengan sumbu –x), tidak demikian halnya untuk lelah korosi

yang sejati, perilaku retak biasanya sesuai dengan Hukum Paris, yaitu da/dN =

C Δ K m

. Sumber rumus Hukum Paris tersebut diambil dari buku “ KOROSI “ KR.

Tretheway, J. Chamberlain hal.195. Kecuali bila perilaku SCC tumpang tindih dengan

perilaku retak korosi.

Tegangan purata (Mean Stress) merupakan variabel paling penting karena

untuk tetapan K kita dapat menggunakan harga-harga yang berbeda. Tegangan

tarik purata merusak ketahan terhadap lelah korosi jika frekuensi berada dalam

rentang efek yang maksimum. Apabila tegangan purata dinaikkan, untuk Δ

ΔK

yang sama (yaitu, R naik keharga lebih positif), laju pertumbuhan retak jadi

meningkat. Ketahanan terhadap lelah korosi meningkat banyak sekali baik di

udara maupun dalam hidroklorat melalui pemberian tegangan purata pada

frekuensi rendah.

Uji ketahanan terhadap lelah korosi terus memainkan peranan penting

dalam penentuan umur pakai. Ini karena masih banyaknya situasi yang membuat

metode-metode mekanika perpatahan kurang teliti.

Dalam penjelasan detinitif tentang teori lelah korosi terbaru, Scott telah

(35)

ketahanan dalam analisis. Melalui pengandaian bahwa laju pertumbuhan retak

mengikuti Hukum Paris, da/dN = C Δ K m

Keterangan : da/dN = Laju pertumbuhan retak

C= Batas ketahanan terhadap lelah Δ K = Tegangan purata

Sumber “ KOROSI “ KR. Tretheway, J. Chamberlain hal.195.

2.2.7 Diagram Fasa ( Phase Diagram )

Gambar 2.4 Diagram Fasa Fe – Fe3C Sumber :Van Vlack ,1991, hal 377

Diagram fasa seperti pada Gambar 2.4 digunakan untuk menunjukkan fasa

yang ada pada suhu tertentu atau komposisi paduan pada keadaan setimbang yaitu

(36)

1. Ferrit – Besi α

Besi murni ( ferrit ) berubah strukturnya dua kali lipat sebelum mencair

yaitu pada suhu 912° C. Ferrit lunak dan ulet, bersifat ferromagnetik dan

mempunyai struktur kubik pemusatan ruang ( kpr ).

2. Austenit – Besi γ

Bentuk besi murni ini stabil pada suhu antara 912° C - 1394° C, dengan

struktur kubik pemusatan sisi ( kps ), lunak dan ulet bersifat paramagnetik.

3. Besi – δ

Diatas suhu 1394° C, austenit bukan bentuk besi yang stabil karena

struktur kristal kembali ke bentuk kpr, biasa disebut ferrit – δ.

4. karbida Besi ( sementit )

Terbentuk karena paduan besi – karbon, dimana karbon dikondisikan

melebihi batas daya larut membentuk fase kedua, bersifat sangat keras,

kurang kesat dan tidak ulet.

2.3 Pengujian Bahan

Pengujian bahan ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan sifat fisis dan

mekanis dari benda uji yang diteliti.

2.3.1 Uji Tarik

Uji tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan

perubahannya dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Beban tarik tersebut

(37)

yang bersangkutan. Benda uji yang telah dinormalisasikan ukurannya dipasang

pada mesin tarik, kemudian diberi beban atau gaya tarik secara perlahan-lahan

dari nol sampai maksimum.

Setiap pengujian dibuat catatan mengenai perubahan atau pertambahan

panjang dan gaya yang diberikan. Hasil catatan tersebut digambarkan dalam

bentuk diagram tegangan-regangan. Rumus yang digunakan untuk perhitungan

adalah sebagai berikut :

A Pmaks T = σ % 100 0 0

1 − ×

= L L L ε dengan :

σT = Tegangan tarik (kg/mm2)

ε = Regangan total (%)

maks

P = Tegangan / beban maksimum yang diberikan (kg)

A0 = Luas penampang benda uji (mm2)

L0 = Panjang ukur mula-mula (mm)

L1 = Panjang ukur ketika patah (mm)

Perbandingan antara perubahan penampang setelah patah (setelah

pengujian) dan penampang awal (sebelum pengujian) disebut kontraksi (ψ).

Rumus yang digunakan untuk menghitung kontraksi adalah :

(38)

dengan :

A0 = luas penampang mula-mula benda uji.

A1 = luas penampang ketika patah benda uji.

Gambar 2.5 Diagram Tegangan-Regangan Sumber : Suroto, A, Sudibyo, B : Ilmu Logam/Metalugi, hal 3

Gambar 2.5 menunjukkan pada pembebanan dari 0 sampai mencapai E/P

grafik masih merupakan garis lurus. Titik E/P dinamakan BATAS ELASTIS atau

batas keseimbangan (Proporsional). Sebenarnya titik P berada sedikit diatas titik

E, tetapi biasanya kedua titik tersebut dianggap berhimpitan Apabila besarnya

pembebanan didalam daerah atau rentangan 0-E, maka benda uji hanya

mengalami deformasi elastik. Jadi, bila gaya yang diberikan itu ditiadakan, benda

uji masih akan kembali pada panjang mula-mula. Titik E merupakan batas antara

(39)

Bila besarnya pembebanan melampaui titik E, maka grafik yang terbentuk

merupakan garis lengkung. Karena 0-E merupakan garis lurus, maka berlaku

suatu hubungan :

ε σ

= E

dengan :

E = modulus elastisitas.

Apabila tegangan sudah mencapai titik S, pada benda uji sudah mulai

terlihat adanya pengecilan penampang. Pada titik S ini pula benda uji mengalami

pertambahan panjang deengan sendirinya walaupun besarnya beban tidak

ditambah. Titik S ini dinamakan BATAS LUMER (Yield Point). Pada umumnya

banyak logam tidak memiliki titik atau batas lumer yang jelas, terutama

logam-logam rapuh. Pada diagram tegangan regangan dari jenis logam-logam tersebut, titik

lumer ditentukan dari harga tegangan dimana benda uji dari logam tersebut

memperoleh perpanjangan (pertambahan panjang) permanen sebesar 0,2 % dari

panjang mula-mula. Tegangan ini biasanya dinamakan dengan

σ

0,2 dan

merupakan dasar untuk menentukan Yield Stress.

Apabila pembebanan atau tegangan sudah mencapai titik U, maka

tegangan ini merupakan tegangan tarik maksimum yang mampu ditahan oleh

benda uji tersebut. Tegangan dititik U dinamakan TEGANGAN atau BATAS

(40)

retakan-retakan. Retakan-retakan yang mulai timbul pada titik U semakin

bertambah besar dan akhirnya benda uji akan patah pada titik B.

(

σ

u= Ultimate Strength).

2.3.2 Uji Kekerasan Brinell

Pengujian kekerasan menurut Brinell bertujuan untuk menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

yang ditekankan pada permukaan material tersebut. Disarankan agar pengujian

Brinell ini hanya diperuntukkan material yang memiliki kekerasan Brinell sampai

dengan 400 (ditulis 400 HB). Bila kekerasan lebih dari itu, disarankan memakai

pengujian Rockwell atau Vickers. Cara pengujian Brinell adalah dengan

menekankan bola baja yang dikeraskan dengan diameter D (mm) ke permukaan

bagian material yang diuji dengan beban P (kg) tegak lurus terhadap permukaan

tersebut, bebas hentakan (beban kejut) dan secara demikian berangsur-angsur

sehingga beban uji tercapai dalam waktu 15 detik.

Lama pengujian (pembebanan uji) untuk :

1. Semua jenis baja : 15 detik.

2. Metal bukan besi : 30 detik.

Pada umumnya pusat tempat pengujian berjarak sekurang-kurangnya 2 x d

dari tepi material uji dan jarak tempat pengujian yang satu terhadap yang lain

(41)

Garis tengah bekas indentor d harus diukur dengan ketelitian 0,01 mm.

Untuk menghindari terjadinya deformasi pada material uji bagian bawah, maka

ditentukan tebal minimal material uji adalah 17 x dalamnya bekas indentor.

Rumus angka kekerasan Brinell (BHN) :

(

2 2

)

2D D D d P BHN

− −

= π

Catatan : d min = 0,25 x D

d maks = 0,5 x D

dengan :

P = Gaya yang bekerja pada penetrator (kg).

D = Diameter indentor (mm)

d = Diameter bekas injakan (mm)

Dalam pengujian ini perlu diperhatikan jenis logam benda uji, ketebalan

benda uji untuk menentukan besarnya beban dan diameter bola baja yang akan

digunakan untuk melakukan penekanan seperti terlihat pada tabel 2.1

Diameter bola baja yang sering digunakan untuk penekanan adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.1 Diameter penetrator dan beban yang digunakan pada Brinell

Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator 1 -3

3 – 6 >6

D = 2,5 D = 5 D = 10

HB rata-rata 2 D

P

Bahan

160 160 – 80

80 – 20

30 10 5

Baja, besi cor

(42)

5 2 = D P 10 2 = D P 30 2 = D P Diameter penetrator D(mm) Gaya (kg)

2,5 31,25 62,5 187,5

5 125 250 750

10 500 1000 3000

Sumber : Setyahandana B : Materi Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, hal 54.

2.3.3 Pengamatan struktur mikro

Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari

sifat-sifat logam dan perlakuan panas dengan mikroskop, serta memeriksa struktur

logam. Bila cahaya yang dipantulkan masuk ke dalam lensa mikroskop metal,

permukaan akan tampak terlihat dengan jelas. Bila berkas dipantulkan dan tidak

mengenai lensa, daerah itu akan tampak hitam.

Batas butir akan tampak seperti mengelilingi setiap butir dan cahaya tidak

dipantulkan ke dalam lensa. Jadi batas butir tampak seperti garis-garis hitam Pada

gambar berikut akan tampak arah pemantulan cahaya.

Gambar A contoh sedang diamati Gambar B contoh di okuler

Gambar 2.6 Pemantulan cahaya pada benda

(43)

2.3.4 Pengamatan Bentuk Patahan

Pengamatan ini mengamati bentuk patahan dari benda uji akibat pengujian

tarik. Benda uji memperlihatkan beberapa jenis patahan yang berbeda-beda. Jenis

perpatahan yang umum adalah patah getas dan patah ulet (liat). Pada gambar 2.7

memperlihatkan beberapa jenis patahan akibat tegangan tarik yang terjadi pada

logam. Patah getas (Gambar 2.7 a) ditandai oleh adanya pemisahan berarah tegak

lurus tehadap tegangan tariknya. Patah liat akibat kristal-kristal tunggal logam

yang mengalami slip pada bidang dasar yang berurutan sampai akhirnya

terpisahkan akibat tegangan geser ditunjukkan gambar 2.7 b. Gambar 2.7 c

menunjukkan benda uji polikristal dari logam yang sangat liat sedangkan pada

gambar 2.7 d menunjukkan perpatahan dari benda uji yang cukup liat.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Skema Penelitian

Gambar 3.1 Skema Penelitian Pengujian bahan : 1. Uji tarik

2. Uji kekerasan 3. Struktur mikro

4. Pengamatan bentuk patahan

Proses korosi selama 6 bulan, jarak 1 Km dari

pantai Proses korosi

selama 4 bulan, jarak 1 Km dari

pantai Proses korosi

selama 2 bulan, jarak 1 Km dari

pantai Pengujian awal

sebelum korosi

Pembuatan benda uji

28 Persiapan Bahan

P (kg)

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

(45)

3.2 Persiapan Bahan

Penelitian ini menggunakan plat baja siku yang banyak dijumpai

dipasaran. Komposisi utama dari baja siku ini adalah karbon rendah sebesar

0,145%, dan sisanya adalah unsur logam paduan lain. Untuk lebih jelasnya dari

data komposisi kimia yang terkandung dari bahan dalam penelitian ini terdapat

dalam lampiran.

3.3 Pembuatan Benda Uji

Sebelum penelitian dimulai, plat baja siku tersebut dibuat benda uji sesuai

dengan ukuran-ukuran standart seperti pada Gambar 3.3 dan pembuatan spesimen

menggunakan mesin skrap, terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Mesin Skrap

Ukuran dari benda uji yang digunakan tidak mengacu pada ukuran

standard ASTM (American Society for Testing of Materials) karena disesuaikan

dengan kemampuan mesin uji tarik di laboratorium logam Fakultas Sains dan

(46)

spesimen adalah 6 x panjang keliling atau dilakukan perbesaran ukuran, sehingga

menjadi :

Gambar 3.3 spesimen

Setelah pembuatan benda uji selesai, maka langkah berikutnya adalah

peletakan benda uji ke pantai dengan kurun waktu 2, 4 dan 6 bulan. Kemudian

diambil dan diteliti dalam waktu yang telah ditentukan.

3.4 Peralatan Yang Digunakan

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan benda uji :

1. Mesin Skrap

2. Kikir

3. Jangka sorong

4. Gergaji

b. Alat-alat yang digunakan dalam pengujian benda uji :

1. Mesin uji tarik

2. Mesin uji kekerasan Brinell

(47)

4. Timbangan Elektrik Digital

5. Amplas

6. Autosol

7. Kain

8. Lampu baca

3.5 Pengujian Benda Uji

Pengujian benda uji ini dilakukan untuk mendapatkan data dari benda uji

yang mengalami maupun yang tidak terkorosi, dimana data-data yang dihasilkan

tersebut selanjutnya akan dibandingkan untuk melihat hasil yang terbaik dari

benda uji tersebut.

3.5.1 Uji Tarik

Uji tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan

perubahannya dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Beban tarik tersebut

dimulai dari nol dan berhenti pada beban atau tegangan patah tarik dari logam

yang bersangkutan. Benda uji yang telah dinormalisasikan ukurannya dipasang

pada mesin tarik, kemudian diberi beban atau gaya tarik secara berlahan-lahan

dari nol sampai maksimum. Setiap kali dibuat catatan mengenai perubahan atau

pertambahan panjang dan gaya yang diberikan. Hasil catatan tersebut

digambarkan dalam bentuk diagram tegangan-regangan dan gambar mesin uji

(48)

Adapun benda uji yang diujikan dalam penelitian ini memiliki berbagai

macam keadaan, antara lain :

a. Benda uji sebelum atau awal diletakkan dipantai.

b. Benda uji sesudah diletakkan dipantai selama 2 bulan.

c. Benda uji sesudah diletakkan dipantai selama 4 bulan.

d. Benda uji sesudah diletakkan dipantai selama 6 bulan.

Adapun urutan proses pengujian tarik adalah sebagai berikut :

a. Power mesin dihidupkan dan benda uji dipasangkan pada penjepit mesin

uji tarik, dengan posisi vertikal dan diatur agar sumbu benda uji segaris

vertikal dengan sumbu penjepit mesin.

b. Memasang kertas milimeter blok pada printer untuk mencetak grafik yang

dihasilkan dari pengujian yang akan dilaksanakan dan hidupkan power

pada printer.

c. Benda uji diberikan beban tarik yang meningkat secara bertahap sampai

benda uji tersebut putus.

d. Mencatat data-data yang ditunjukkan dari mesin tentang pengujian yang

telah dilakukan, seperti pertambahan panjang, beban maksimum, dan

beban patah.

e. Pengujian tersebut dilakukan berulang sampai benda uji habis.

(49)

Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik

3.5.2 Uji Kekerasan

Pengujian kekerasan dalam penelitian ini memakai pengujian kekerasan

Brinell dengan diameter bola indentor 2,5 mm dan batasan diameter bekas injakan

bola indentor adalah sebagai berikut :

diameter minimal (dmin) = 0.25 × D = 0,625 mm

diameter maksimal (dmaks ) = 0.5 × D = 1,25 mm

beban yang digunakan ( P ) = 187,5 kg

Pada umumnya pengujian kekerasan ini mempunyai tujuan untuk

menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap

bola baja yang ditekankan pada permukaan material tersebut

Urutan pengujian kekerasan ini sebagai berikut :

a. Permukaan benda uji dihaluskan dengan amplas, dimulai dengan

menggunakan amplas kasar dan selanjutnya memakai amplas yang halus

(50)

b. Setelah proses pengamplasan selesai, benda uji dibersihkan dengan

digosok memakai autosol hingga benar-benar bersih.

c. Tentukan dahulu beban penekanan sesuai dengan tabel konversi yang ada

(dalam penelitian ini memakai beban 187,5 kg) dan syarat batas bekas

injakan bola indentor.

d. Melakukan penekanan indentor ke permukaan bagian material yang diuji

dengan beban P (kg) tegak lurus terhadap permukaan tersebut, bebas

hentakan (beban kejut) dan secara demikian berangsur-angsur sehingga

beban uji tercapai dalam waktu 30 detik, dengan cara memutar handel

penekan.

e. Mengamati dan mencatat data besarnya gaya penekan.

f. Memutar balik handel penekan untuk melepaskan atau menggeser benda

uji.

g. Pengujian kekerasan dan pengukuran dilakukan beberapa kali untuk tiap

benda uji di tempat yang berbeda.

h. Memindahkan benda uji dari alat uji dan amati besarnya lubang bekas

injakan indentor dengan mikroskop.

i. Mencatat data yang ada dan hitunglah beberapa harga kekerasan untuk

benda uji tersebut.

Hasil pengujian kekerasan berupa data dan hitungan selama pengujian

(51)

Gambar 3.5 Mesin Uji Kekerasan

3.5.3 Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk membandingkan struktur

mikro dari benda uji yang diteliti dengan kondisi yang berbeda-beda, namun

dalam hal ini yang digunakan yaitu benda uji awal sebelum diletakkan dipantai

dan pada wariasi waktu 2, 4, dan 6 bulan. Hasil pengujian berupa struktur mikro

foto dan analisa selama pengujian berlangsung. Mikroskop dan Kamera

diperlihatkan pada Gambar 3.6.

Prosedur pengamatan struktur mikro adalah sebagai berikut :

a. Permukaan benda uji dihaluskan dan dibersihkan sehingga permukaan

tersebut rata dan sejajar, gunakan amplas mulai dari yang kasar sampai

amplas yang halus.

b. Mengosok benda uji tersebut dengan autosol sehingga permukaannya

mengkilap.

c. Mencuci benda uji dengan aquades kemudian keringkan (dilap dengan

(52)

d. mengetsa permukaan benda uji dengan menggunakan larutan NaOH,

kemudian diamkan selama 60 detik sambil digoyang-goyangkan.

e. Masukkan benda uji ke dalam alkohol untuk menetralkan bahan etsa

kemudian cuci dengan aquades dan keringkan.

f. Mengamati permukaan benda uji yang telah dietsa dengan menggunakan

mikroskop, lakukan pemotretan dan analisa.

g. Melakukan langkah seperti diatas untuk benda uji yang lain yang memiliki

kondisi yang berbeda-beda.

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Tarik

Hasil pengujian tarik pada benda uji baja siku baik yang mengalami

perlakuan dipantai dalam waktu 2, 4, 6 bulan dengan jarak 1 Km maupun tanpa

perlakuan dipantai menunjukkan pengaruh terhadap kekuatan tarik dari benda uji

tersebut. 47.85 51.43 51.89 53.02 0 10 20 30 40 50 60 Tanpa perlakuan Terkorosi 2 bulan Terkorosi 4 bulan Terkorosi 6 bulan Baja Siku K e ku a tan T a ri k ( k g /m m ²)

Gambar 4.1Grafik hasil rata-rata kekuatan tarik maksimal.

Gambar 4.1. memperlihatkan grafik hasil rata-rata kekuatan tarik dari

Baja siku yang belum terkorosi memiliki kekuatan tarik tertinggi yaitu sebesar

53,02 kg/mm2. Pada baja siku yang telah terkorosi dalam waktu 2 bulan kekuatan

tariknya menurun menjadi 51,89 kg/mm2 baja siku yang terkorosi dalam waktu 4

bulan sebesar 51,43 kg/mm2 dan pada baja siku yang terkorosi dalam waktu 6

bulan sebesar 47,85 kg/mm2 .Tabel 4.1 Nilai rata-rata kekuatan tarik maksimal

dari benda uji.

(54)

Tabel 4.1 Nilai rata-rata kekuatan tarik maksimal dari benda uji

No Bahan Kekuatan Tarik (kg/mm²)

1 Baja Siku tanpa perlakuan 53,02

2 Baja Siku terkorosi 2 bulan 51,89

3 Baja Siku terkorosi 4 bulan 51,43

4 Baja Siku terkorosi 6 bulan 47,85

11.6 12.47 16.4 17.89 0 5 10 15 20

Tanpa perlakuan Terkorosi 2 bulan Terkorosi 4 bulan Terkorosi 6 bulan Baja Siku R e g a nga n ( % )

Gambar 4.2 Grafik hasil rata-rata regangan total.

Gambar 4.2. memperlihatkan grafik hasil rata-rata regangan total dari baja

siku yang belum terkorosi memiliki rata-rata regangan total yang tertinggi yaitu

sebesar 17,89 %. Pada baja siku terkorosi waktu 2 bulan regangan totalnya

menurun menjadi 16,4 % baja siku terkorosi dalam waktu 4 bulan sebesar 12,47%

dan baja siku terkorosi dalam waktu 6 bulan sebesar 11,6 %. Tabel 4.2 Nilai

rata-rata regangan total dari benda uji.

Tabel 4.2 Nilai rata-rata regangan total dari benda uji

No Bahan Regangan (%)

1 Baja Siku tanpa perlakuan 17,89

2 Baja Siku terkorosi 2 bulan 16,4

3 Baja Siku terkorosi 4 bulan 12,47

(55)

4.2 Pengujian Kekerasan Brinell 153.94 156.19 161.91 182.6 0 40 80 120 160 200

Tanpa perlakuan Terkorosi 2 bulan Terkorosi 4 bulan Terkorosi 6 bulan Baja Siku K e k e ra s a n B rin e ll ( B H N )

Gambar 4.3Grafik hasil rata-rata kekerasan Brinell

Grafik hasil rata-rata kekerasan pada gambar 4.3 menunjukkan angka

kekerasan Brinell baja siku tanpa perlakuan mempunyai nilai kekerasan Brinell

paling tinggi, yaitu sebesar 182,6 kg/mm2. Kekerasan baja siku yang mengalami

perlakuan dipantai 2 bulan mengalami penurunan yaitu sebesar 161,9 kg/mm2 baja

siku yang diletakkan dipantai dalam waktu 4 bulan yaitu sebesar 156,2 kg/mm2

dan dalam waktu 6 bulan yaitu sebesar 153,94 kg/mm2. Tabel 4.3 menunjukkan

nilai rata-rata kekerasan Brinell dari benda uji.

Tabel 4.3 Nilai rata-rata kekerasan Brinell dari benda uji

No Bahan BHN (kg/mm2)

1 Baja Siku tanpa perlakuan 182,6

(56)

4.3 Pengamatan Struktur Mikro

Hasil pengamatan struktur mikro pada benda uji baja siku.

100 µm

Gambar 4.4 Struktur mikro Baja siku awal

100 µm

(57)

100 µm

Gambar 4.6 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 4 bulan

100 µm

Gambar 4.7 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 6 bulan

Gambar struktur mikro dari baja siku yang diperlihatkan pada gambar 4.4

(58)

4.4 Pengamatan Bentuk Patahan

Hasil pengamatan bentuk patahan menunjukkan jenis dari benda uji dari

baja siku :

1) Benda sebelum terkorosi

Gambar 4.8 Bentuk patahan benda uji tarik awal

2) Benda terkorosi 2 bulan

Gambar 4.9 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 2 bulan

3) Benda terkorosi 4 bulan

(59)

4) Benda terkorosi 6 bulan

Gambar 4.11 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 6 bulan

Gambar 4.8 – 4.11 memperlihatkan bentuk patahan dari benda uji. Bentuk

patahan dari keseluruhan benda uji tersebut menunjukkan bahwa benda-benda uji

tersebut liat.

4.5 Pengujian Laju Korosi

51.29

9.03

4.9 0

10 20 30 40 50 60

terkorosi 2 bulan terkorosi 4 bulan terkorosi 6 bulan

Baja Siku

La

ju K

or

o

s

i (

m

dd)

Gambar 4.12 Grafik hasil rata-rata laju korosi baja siku

Pada Gambar 4.12. menunjukkan hasil laju korosi baja siku terkorsi 2, 4

dan 6 bulan. Nilai laju korosi rata-rata paling tinggi adalah benda uji yang

(60)

yaitu diletakkan dipantai 4 bulan mengalami penurunan menjadi 9,03 mdd dan

pada waktu 6 bulan yaitu sebesar 4,9 mdd. Tabel 4.4 menunjukkan nilai rata-rata

laju korosi dari benda uji.

Tabel 4.4 Nilai rata-rata laju korosi dari benda uji

No Bahan Laju Korosi (mdd)

(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Penelitian, pengujian, dan pengamatan yang telah dilakukan menghasilkan

data pengamatan dan dapat diambil kesimpulan dari data tersebut sebagai berikut

1. Hasil penelitian menunjukkan benda uji awal atau yang belum terkorosi

memiliki kekuatan tarik maksimal tertinggi yaitu sebesar 48,5 kg/mm2 dan

nilai regangan tertinggi terdapat pada benda uji awal sebesar 17,9 %.

2. Perlakuan benda uji yang diletakkan di daerah pantai sebelum dan sesudah

terkorosi berpengaruh terhadap peningkatan nilai kekerasan Brinell. Dari

penelitian, nilai rata-rata uji kekerasan Brinell tertinggi yaitu 182,6 kg/mm2

terdapat pada benda uji awal.

3. Tidak terlihat perubahan pada struktur mikro, baik pada spesimen awal

maupun setelah terkorosi

4. Pengamatan bentuk patahan menunjukkan bahwa benda uji awal maupun

terkorosi termasuk benda yang cukup liat.

5. Penelitian selama 2, 4, dan 6 bulan memperlihatkan perbedaan yang besar

pada laju korosinya yaitu pada 2 bulan diperoleh 51,29 mdd, 4 bulan

sebesar 9,03 mdd dan 6 bulan sebesar 4,9 mdd.

(62)

5.2 SARAN

1. Dalam proses pengujian tarik maupun kekerasan perlu diperhatikan hal-hal

yang dapat menghambat pada penelitian seperti :

a) Keterbatasan dalam hal waktu.

b) Sering muncul kondisi dimana kesentrisan dan kekasaran

permukaan spesimen, sehingga mempengaruhi hasil jumlah siklus

yang diinginkan.

2. Perawatan dan perbaikan alat uji yang ada di setiap laboratorium

sebaiknya dilakukan secara baik dan teratur dan bila perlu ditambah

dengan alat uji yang lebih bagus dan teliti.

3. Buku-buku referensi tentang bahan yang ada di perpustakaan sebaiknya

diperbanyak.

4. Alat-alat pendukung tugas akhir, khususnya alat-alat uji komposisi

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Amstead. B.H, Philip.F.O, Myron.L.B,1993, Teknologi Mekanik, edisi ke 7, Erlangga, Jakarta.

Anonim, 1987, Annual Book of ASTM Standart, American Society For Testing Material, Philadelpia.PA.

Dieter, G.E., 1992, Metalurgi Mekanik, Jilid 2, edisi ketiga, alih bahasa oleh Sriati Djaprie, Erlangga, Jakarta

Setyahandana, B., Materi Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Surdia, T., Saito, S., 1999, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan ke-4, Pradnya Paramita, Jakarta

Suroto, A. Sudibyo, B., Ilmu logam/ Metalurgi, ATMI, Surakarta

Trethewey, KR., Chamberlain, J., 1991, Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan, edisi pertama, PT Gramedia utama, Jakarta.

Van Vlack, L.H., 1983, Ilmu dan Teknologi Bahan, alih bahasa oleh Sriati Djaprie, Edisi keempat, Erlangga, Jakarta

(64)

LAMPIRAN

(65)

DATA-DATA HASIL PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN

1. UJI TARIK

Rumus yang digunakan untuk perhitungan :

σT =

o A Pmax % 100 0 0

1 − ×

= L L L ε dengan :

σ T = Tegangan tarik ( kg/mm2 )

Pmax = Tegangan / beban maksimum yang diberikan ( kg )

A0 = Luas penampang benda uji ( mm2 )

ε = Regangan Total (%)

L0 = Panjang mula-mula ( mm )

L1 = Panjang ketika patah ( mm )

¾ Data-data hasil pengujian tarik

Tabel L.1 Hasil pengujian tarik baja siku awal

No.

Pmax

(kg)

Ao (mm2)

Lo (mm) ∆L (mm) Kekuatan Tarik (kg/mm2)

(66)

Tabel L.2 Hasil pengujian tarik baja siku yang terkorosi 2 bulan

No.

Pmax

(kg)

Ao (mm2)

Lo (mm) ∆L (mm) Kekuatan Tarik (kg/mm2)

Regangan (%) Benda 1 805,8 15,93 88 16,2 50,58 18,4 Benda 2 833,3 16,24 88 13,35 51,31 15,17 Benda 3 820,7 15,93 88 9,65 51,51 10,96 Benda 4 849,7 15,93 88 15,95 53,33 18,12 Benda 5 855,1 16,24 88 17,05 52,65 19,37 Rata-rata 832,92 16,05 88 14,44 51,89 16,4

Tabel L.3 Hasil pengujian tarik baja siku yang terkorosi 4 bulan

No.

Pmax

(kg)

Ao (mm2)

Lo (mm) ∆L (mm) Kekuatan Tarik (kg/mm2)

Regangan (%) Benda 1 800,1 15,93 88 12,8 50,22 14,54 Benda 2 891,9 15,39 88 9,75 57,95 11,07 Benda 3 773 16,52 88 11,10 46,79 12,61 Benda 4 809,1 15,08 88 10,75 53,65 12,21 Benda 5 766,2 15,66 88 10,50 48,92 11,93 Rata-rata 808,06 15,71 88 10,98 51,43 12,47

Tabel L.4 Hasil pengujian tarik baja siku yang terkorosi 6 bulan

No.

Pmax

(kg)

Ao (mm2)

Lo (mm) ∆L (mm) Kekuatan Tarik (kg/mm2)

(67)

Gambar L.1 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku awal benda 1 ε(%) 881,3

19,03 639,5 647,3

P (kg)

σ

( kg/mm ) 52,45

Gambar L.2 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku awal benda 2

55

σ

( kg/mm2)

19,14 54,1

681,3 942

759,6

17,21

737,4 909,4

704,6

σ

( kg/mm2) P (kg)

ε(%) P (kg)

ε(%)

(68)

Gambar L.4 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku awal benda 4

53,05

ε(%) 15,73

50,51 664,6

891,3

742,7

P (kg)

646,2 615,1

848,6

σ

( kg/mm2) P (kg)

P (kg)

σ

( kg/mm2)

ε(%)

(69)

Gambar L.6 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 2 bulan benda 1

Gambar L.7 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 2 bulan benda 2

ε(%)

ε(%) 50,58

51,31

51,51 624,1

833,3 608,3

805,8

18,4

741

15,17 616,3

624,1 663,6

820,7

10,96

σ

( kg/mm2)

σ

( kg/mm2)

P (kg) P (kg)

σ

( kg/mm2) P (kg)

ε(%)

(70)

Gambar L.9 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 2 bulan benda 4

Gambar L.10 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 2 bulan benda 5

ε(%) 53,33

ε(%) 19,37 624,1

849,7

18,12 718,9

52,65

6 655,7

24,1

855,1

σ

( kg/mm2) P (kg)

(71)

Gambar L.11 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 4 bulan benda 1

Gambar L.12 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 4 bulan benda 2

50,22

57,95

46,79 595,2

14,54 684,4

800,1

669,3 891,9

11,07 765,9

588 773

12,61 645,8

σ

( kg/mm2) P (kg)

σ

( kg/mm2) P (kg)

P (kg)

σ

( kg/mm2)

ε(%)

ε(%)

(72)

Gambar L.14 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 4 bulan benda 4

Gambar L.15 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 4 bulan benda 5 53,65

ε(%) 48,92

620,8

12,21 672,6

809,1

591,7

11,93 766,2

678,91

σ

( kg/mm2) P (kg)

P (kg)

σ

( kg/mm2)
(73)

Gambar L.16 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 6 bulan benda 1

Gambar L.17 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 6 bulan benda 2

Gambar L.18 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 6 bulan benda 3

ε(%)

ε(%) 10,56

546

47,87

14,08 709,5

647,4

665,6 46,7

569,8

9,14 546,7

553,8

48,13 738,4

647,4

σ

( kg/mm2) P (kg)

σ

( kg/mm2) P (kg)

σ

( kg/mm2) P (kg)
(74)

Gambar L.19 Grafik Hasil Pengujian Tarik baja siku terkorosi 6 bulan benda 4

11,64 585

47,16 711,2

592,8

12,21 745

624

49,27

600,6

ε(%)

σ

( kg/mm2) P (kg)

P (kg) P (kg)

(75)

2. UJI KEKERASAN BRINELL

Rumus yang digunakan untuk perhitungan :

) )(

2 /

( 2 2

d D D D P BHN − − = π dengan :

BHN = Angka kekerasan Brinell (BHN)

P = Beban yang diberikan pada identor/gaya penekanan (kg)

D = Diameter identor (mm)

d = Diameter lubang bekas injakan identor (mm)

¾ Data-data hasil pengujian kekerasan

Tabel L.5 Data hasil pengujian kekerasan awal Hasil uji kekerasan

d BHN

1,04 208,33 1,12 180,28 1,18 159,19 Rata-rata BHN = 182,6

Tabel L.6 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 2 bulan Hasil uji kekerasan

d BHN

(76)

Tabel L.7 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 4 bulan Hasil uji kekerasan

d BHN

1,22 150,2

1,18 159,19 1,18 159,19 Rata-rata BHN = 156,19

Tabel L.8 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 6 bulan Hasil uji kekerasan

d BHN

1,22 150,2

1,21 152,44 1,18 159,19 Rata-rata BHN = 153,94

3. PERHITUNGAN PERBESARAN FOTO

Untuk mengetahui ukuran nyata hasil foto mikro, digunakan pembanding

berupa kawat tembaga yang berdiameter 0,13 mm. Gambar L.1 menunjukkan

gambar kawat tembaga pembanding dimana penampang kawat memiliki diameter

13 mm dengan perbesaran pada lensa kamera 100X. Dengan perbandingan antara

ukuran nyata kawat pembanding dan ukuran kawat pembanding pada gambar,

dapat diketahui ukuran nyata dari variabel yang diukur pada foto mikro pelat baja

dengan catatan perbesaran antara foto mikro pelat baja sama dengan perbesaran

dari kawat tembaga. Jadi perbesarannya adalah :

perbesaran asli kawat ukuran foto dalam kawat

ukuran =

100 13 , 0

13

(77)

100μm =0,1 mm

Berarti ukuran pada panah =10mm

0,1 x 100x perbesaran =10 mm

Jadi 10 mm pada panah mewakili 100 μm pada ukuran gambar.

100 µm

Gambar L.21 Foto Perbesaran Kawat

4. PERHITUNGAN LAJU KOROSI

Rumus laju korosi diperoleh dari konversi rumus kelajuan benda :

t x v= Δ

dengan :

Δx = Jarak tempuh, (m)

(78)

Dari rumus di atas menjadi

t y korosi

Laju = Δ

dengan :

Δ y = besarnya perubahan (mg)

t = Waktu (hari)

Dalam persoalan in digunakan Δ y dengan satuan mg dan hari dihitung

dalam satuan bulan dan benda uji yang digunakan tiap timbangan 3 buah

spesimen dan dihitung rata-ratanya.

Hal ini dikarenakan untuk mempermudah pengamatan. Dari pengukuran

berat diperoleh data dan dihitung laju korosinya sebagai berikut :

1. Laju korosi dalam waktu 2 bulan :

Berat rata-rata awal = 30,03 gram

Berat rata-rata 2 bulan = 28,79 gram

Waktu = 2 bulan = 60 hari

Δy = Berat rata-rata awal – Berat rata-rata 2 bulan

= 30,03 gram – 28,79 gram = 1,24 gram

2. Laju korosi dalam waktu 4 bulan :

Berat rata-rata awal = 30,03 gram

Berat rata-rata 4 bulan = 29,60 gram

Waktu = 4 bulan = 120 hari

Δy = Berat rata-rata awal – Berat rata-rata 4 bulan

= 30,03 gram – 29,60 gram = 0,43 gram

(79)

Berat rata-rata awal = 30,03 gram

Berat rata-rata 2 bulan = 29,68 gram

Waktu = 6 bulan = 180 hari

Δy = Berat rata-rata awal – Berat rata-rata 6 bulan

= 30,03 gram – 29,68 gram = 0,35 gram

Perhitungan luas benda uji awal :

Jumlah = Sisi depan + Sisi belakang

Tebal = 2,8 mm = 0,028 dm

Luas permukaan =

[

2(x.y)+u.v

]

x2

=

[

2(10.40)+6.105

]

x2

= 2860 mm = 0,00286 m2 2= 0,286 dm2

Keliling = 4Y + 2X + 2V

= 4.40 + 2.10 + 2.105

= 160 + 20 + 210

(80)

Luas samping = Tebal x Keliling

= 0,028 x 3,9

= 0,1092 dm 2

Luas Total = Luas Permukaan (depan+belakang) + Luas Samping

= 0,286 + 0,1092

= 0,3952 dm 2

Perhitungan luas benda uji 2 bulan :

Jumlah = Sisi depan + Sisi belakang

Tebal = 2,74 mm = 0,0274 dm

Luas permukaan =

[

2(x.y)+u.v

]

x2

=

[

2(10.40)+5,86.105

]

x2

= 2830,6 mm2= 0,0028306 m2= 0,28306 dm2

Keliling = 4Y + 2X + 2V

= 4.40 + 2.10 + 2.105

= 160 + 20 + 210

= 390 mm = 39 cm= 3,9 dm

Luas samping = Tebal x Keliling

= 0,0274 x 3,9

= 0,10686 dm 2

Luas Total = Luas Permukaan (depan+belakang) + Luas Samping

= 0,28306 + 0,10686

(81)

Perhitungan luas benda uji 4 bulan :

Jumlah = Sisi depan + Sisi belakang

Tebal = 2,7 mm = 0,027 dm

Luas permukaan =

[

2(x.y)+u.v

]

x2

=

[

2(10.40)+5,82.105

]

x2

= 2822,2 mm = 0,0028222 m2 2= 0,28222 dm2

Keliling = 4Y + 2X + 2V

= 4.40 + 2.10 + 2.105

= 160 + 20 + 210

= 390 mm = 39 cm= 3,9 dm

Luas samping = Tebal x Keliling

= 0,027 x 3,9

= 0,1053 dm 2

Luas Total = Luas Permukaan (depan+belakang) + Luas Samping

= 0,28222 + 0,1053

= 0,38752 dm 2

Perhitungan luas benda uji 6 bulan :

Jumlah = Sisi depan + Sisi belakang

Tebal = 2,6 mm = 0,026 dm

Luas permukaan =

[

2(x.y)+u.v

]

x2

=

[

2(10.40)+5,74.105

]

x2
(82)

Keliling = 4Y + 2X + 2V

= 4.40 + 2.10 + 2.105

= 160 + 20 + 210

= 390 mm = 39 cm= 3,9 dm

Luas samping = Tebal x Keliling

= 0,026 x 3,9

= 0,1014 dm 2

Luas Total = Luas Permukaan (depan+belakang) + Luas Samping

= 0,28054 + 0,1014

= 0,38194 dm 2

Mdd = 1mg dalam 1 dm2 dalam 1 hari

• Penguranganberat2 bulan = 1,24 gram

Pengurangan berat per hari =

t y Δ = 60 24 , 1

= 0,02 gram = 20 mg

Jadi laju korosi 20 mg/hari (tapi untuk luas 0,38992 dm2)

Jika luas = 1 dm maka pengurangan berat = 2

0,38992 1

x 20 mg

= 52,08 mg

Sehingga laju korosi waktu 2 bulan diperoleh = ≈ 51,29 mdd.

• Pengurangan berat 4 bulan = 0,43 gram

Pengurangan berat per hari =

t y Δ = 120 43 , 0

(83)

Jadi laju korosi 3,5 mg/hari (tapi untuk luas 0,38752 dm2)

Jika luas = 1 dm maka pengurangan berat = 2

0,38752 1

x 3,5 mg

= 9,1 mg

Sehingga laju koros

Gambar

Gambar 2.1 Stuktur Mikro pada Baja dan Besi  Sumber : Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik hal 71
Gambar 2.2 Faktor intensitas tegangan, K 1
Gambar 2.3 Karakteristik umum kurva lelah korosi
Gambar 2.4 Diagram Fasa Fe – Fe 3C
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Perform disassembly transmission gear box until removal transmission input shaft. 2. Perform assembly transmission gear

Adanya keluhan – keluhan terhadap pelayanan rumah sakit yang masih kerap muncul, baik berupa sikap atau tindakan petugas kesehatan termasuk medis dan paramedis,

Menawa matur marang wong sing luwih tuwa kudu..... Wong seng nglakokake wayang

Laboratorium Biologi SMA Negeri di Kabupaten Rembang memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam berbagai aspek, baik dari desain ruang, fasilitas alat dan bahan praktikum,

baru menegaskan bahwa Jika terdapat dua peristiwa dimana peristiwa I dapat dilakukan dengan n cara yang berbeda dan peristiwa II dapat dilakukan dengan m cara yang berbeda maka

As supreme leader, Khamenei has constitutional authority over the judiciary, the regular armed forces and the elite Revolutionary Guards, and the state-controlled

Apabila pada semester satu dalam pembelajaran menulis pengalaman pribadi siswa sudah mampu menceritakan dan menuliskan tentang peristiwa atau kejadian berdasarkan apa

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel terhadap model pembelajaran Quantum