BAB
ANALI SI S SOSI AL EKONOMI
DAN LI NGKUNGAN
4.1. ANALSIS SOSIAL
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan
secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang
harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut. Hasil
identifikasi aspek social pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya di Kota
Serang tertuang sebagai berikut.
A. Sektor Pengembangan Pemukiman
Dalam membangun sistim permukiman, dampak-dampak lingkungan yang harus
diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan
dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial ekonomi
yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim Permukiman yang berkembang
dimasyarakat, sedangkan dampak negatif sosial ekonomi akibat perekrutan pekerja yang
tidak melibatkan penduduk setempat dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul
adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa
konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti
dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat
sebelum masa konstruksi.
B. Sektor Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL)
Dalam membangun sistim Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL),
dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak-dampak pada saat pra konstruksi,
dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial ekonomi
yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim Penataan Bangunan Lingkungan
Permukiman (PBL) yang berkembang dimasyarakat, sedangkan dampak negatif sosial
ekonomi akibat perekrutan pekerja yang tidak melibatkan penduduk.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa
konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti
dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat
sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor
Tabel 4.1
Matrik Dampak Terhadap Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya Yang Diperkirakan Akan Terjadi
I. TAHAP KONTRUKSI
1. Kesempatan Kegiatan Terserapnya Tenaga kerja
Kerja Konstruksi kesempatan kerja tahap konstruksi
sarana dan Penduduk yang dapat
Prasarana disekitar lokasi diserap
1. Kesempatan Kegiatan Dapat Tenaga kerja
Kerja Operasional Terserapnya kontrak atau
sarana dan kesempatan kerja lepas sesuai
Prasarana bagi penduduk kebutuhan
Komponen
2. Kesempatan Kegiatan Kesempatan Penduduk usia
Berusaha operasional Berusaha produktif yang
sarana dan tidak bekerja
prasarana
permukiman
3. Estetika Pengoprasian Proses Penurunan
sarana dan operasional estetika akibat
prasarana sarana dan kegiatan dan
permukiman Prasarana beroperasinya
permukiman sarana dan
prasarana
permukiman
4. Kamtibmas Kegiatan Gangguan Terjadinya
pengoperasian keamanan di gangguan
sarana dan lokasi dan sekitar keamanan
prasarana lokasi kegiatan seperti
permukiman sarana dan pencurian
Prasarana peralatan
permukiman
5. Kesehatan Kegiatan Penurunan Timbulnya
pekerja & Operasional Kesehatan penyakit berupa
Komponen
sarana dan dan infeksi pada
Prasarana usus
permukiman
C. Sektor Air Limbah
Pembuangan tinja, sampah rumah tangga, dan air kotor pada hakekatnya juga
merupakan permasalahan lingkungan. Oleh sebab itu keadaan jamban yang memenuhi
syarat kesehatan, tempat pengumpulan dan pembuangan sampah yang memenuhi
syarat. Serta penyediaan saluran pembuangan air kotor disetiap rumah tangga perlu
sungguh-sungguh diperhatikan dalam upaya menangani masalah lingkungan hidup.
Persayaratan bahan baku untuk jamban, pembuangan sampah dan pembuangan air
kotor rumah tangga telah ditetapkan pula oleh pemerintah (Departeman Kesehatan),
antara lain tidak boleh berbau, tidak menjadi perkembangbiakan serangga, dan tidak
mencemari air permukaan dan air tanah. Kondisi pembuangan kotoran atau limbah
yang memenuhi persyaratan kesehatan ini juga akan menjadi bagian yang penting
untuk menjaga keserasian lingkungan hidup. Seperti yang ada di kecamatan cipocok
dan serang masih belum memiliki pembuangan tinja, sampah rumah tangga dan air
kotor yang permanen, sebagai contoh di Kecamatan Cipocok Jaya Kelurahan
Karundang lingkungan Cidadap (Rw 03 / Rt 02 & 03) dan Kelurahan Penancangan
lingkungan Dangder (Rw 06 / Rt 01) dan di Kecamatan Serang kelurahan Kaligandu
lingkungan Sumur Sana (Rw 05 / Rt 02 ) dan di Kelurahan Sumur Pecung lingkungan
Muncung ( Rw 02 / Rt 01).
Sungai Cibanten yang mengalir dari arah selatan ke utara, pada dasarnya menjadi tempat
pembuangan terakhir dari berbagai saluran air kotor/limbah rumah tangga, perkantoran,
dan rumah tangga). Hal ini disebabkan saluran drainase kota pada umumnya juga
difungsikan sebagai saluran pembuangan limbah cair. Dalam jangka penjang kondisi
ini akan merusak lingkungan. Adapun saluran limbah yang ada (berfungsi juga
sebagai pendukung drainase) pada kawasan pusat kota telah memakai saluran tertutup.
Tetapi masih banyak pula yang menggunakan sistem terbuka, khususnya pada
daerah-daerah pinggiran kota. Arah aliran dari rumah-rumah melalui saluran quartier, yang
sebagian merupakan saluran tertutup, terus mengalir melalui saluran-saluran tersier ke
saluran sekunder, kemudian masuk ke saluran induk yang mengalir ke arah utara
melalui Sungai Cibanten sebagai tempat pembuangan akhir.
Limbah permukiman yang berupa limbah tinja umumnya dikelola secara on site
dengan sistem cubluk (septicktank) secara mandiri. Bagi masyarakat yang belum
memiliki septicktank sendiri (utamanya pada permukiman padat) disediakan MCK
bersama. Kota Serang perlu memiliki IPLT (Instalasi Pengolah Limbah Tinja) guna
mengelola limbah permukiman secara lebih baik. Khusus limbah industri besar (yang
mungkin mengandung B3) telah diolah terlebih dahulu dalam IPAL sesuai dengan
arahan pengelolaan lingkungan yang ada..Komponen yang terkena dampak, jenis
dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor air limbah ditunjukkan dalam bentuk
matriks berikut ini :
Tabel 4.2
Matrik Dampak Terhadap Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya Yang Diperkirakan Akan Terjadi
Sektor Air Limbah
Komponen Yang
Sumber
Diperkirakan Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan Dampak
Terkena Dampak
I. TAHAP KONTRUKSI
Komponen
Yang
Sumber
Diperkirakan Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan Dampak
Terkena Dampak
1. Kesempatan Kegiatan Terserapnya Tenaga kerja tahap
Kerja konstruksi Kesempatan konstruksi yang
sistim kerja penduduk dapat diserap
penyediaan air yang berada
II. TAHAP OPERASIONAL
1. Kesempatan Kegiatan Dapat Tenaga kerja
Kerja operasional Terserapnya kontrak atau lepas
sistim Kesempatan sesuai kebutuhan
2. Kesempatan Kegiatan Kesempatan Penduduk usia
Berusaha operasional berusaha antara produktif yang
Komponen
Yang
Sumber
Diperkirakan Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan Dampak
Terkena Dampak
tukang cuci
Kendaraan
pengangkut tinja
3. Estetika Pengoprasian Proses Penurunan estetika
IPAL Pengolahan berupa ceceran
IPAL yang lumpur tinja
terlihat dari luar
4. Kamtibmas Kegiatan Gangguan Terjadinya
pengoperasian keamanan di gangguan
IPAL Lokasi keamanan seperti
pencurian peralatan
5. Kesehatan Kegiatan Penurunan Timbulnya bau
pekerja & Operasional Kesehatan
Masyarakat IPAL Pekerja
(masyarakat)
D. Sektor Persampahan
Pengelolaan persampahan di Kota Serang saat ini ditangani oleh Seksi Pengelolaan
Sampah Bidang Tata Kota yang berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum Kota Serang.
Untuk saat ini pengelolaan persampahan di Kota Serang masih terbatas pada sebagian
wilayah perkotaan Serang, yang terdiri dari 4 kecamatan Kasemen, Taktakan, Cipocok
Jaya, dan Serang. Jumlah Penduduk dari 4 kecamatan yang dilayani berjumlah 384.795
jiwa (tahun 2003) dimana baru 21% penduduk terlayani yaitu 80.807 jiwa, diketahui
domestik sedang sisanya 30% merupakan sampah dari non domestik (pasar, toko dan
lain-lain). Jenis sampah yang ada 75% adalah sampah organik dan 25% sampah anorganik.
Sumber sampah di Kota Serang dapat dibagi menjadi tujuh kategori yaitu :
1. permukiman, yang terdiri dari perumahan mewah, sedang, rendah dan kumuh.
2. Jalan umum, yang terdiri dari jalan-jalan protokol, jalan-jalan lingkungan.
3. Wilayah komersial, yang terdiri dari pusat perbelanjaan, pertokoaan, perkantoran,
hotel, rumah makan, dll.
4. Pasar dan kios, yaitu wilayah kegiatan pasar baik dinas maupun maksimal beserta kios-kios disekelilingnya.
5. Fasilitas umum, yaitu terminal bus & angkutan umum, rumah sakit, sekolah,dll
6. Kawasan Perindustrian
7. Kawasan Pertanian & Perkebunan
Khusus wilayah permukiman, proses pewadahan dan pengumpulan sampah merupakan
swadaya masyarakat yang dikelola oleh Ketua Rukun Warga (RW) sedangkan dari Tempat
Pengolahan Sampah Sementara (TPSS) sampai di Tempat Pengolahan Akhir (TPSA),
dikelola oleh SDK3 - DPU Kota Serang. Demikian juga dengan Pasar, pengumpulan dari
kios-kios dikelola oleh UPTD, sedangkan dari TPSS ke TPSA oleh SDK3 - DPU Kota
Serang.
Penanganan sampah di Kota Serang, secara umum menggunakan sistem off site dan on
site. Sistem off site (pengangkutan) terutama dilakukan pada kawasan perdagangan dan
permukiman padat perkotaan. Fasilitas pengelolaan sampah terdiri dari bak sampah atau
tong-tong sampah sebagai tempat pengumpulan sementara yang kemudian diangkut
dengan gerobak dan truk menuju TPA., yang berlokasi di Desa Panggungjati
Kecamatan Taktakan.
Volume sampah yang paling banyak terdapat di Pasar Rau, di Jalan Hasanuddin, dan dari
rumah tangga, sedangkan cara pengangkutannya dilakukan sehari 2 kali yang ditagani
oleh Dinas Kebersihan. Sarana angkutan sampah yang ada di Kota Serang, terdiri dari 35
buah gerobak sampah, 3 buah truk terbuka besar, 18 buah dump truk besar, 6 buah Arm
Roll besar, 5 buah motor pengangkut sampah (cator) dan sejumlah tenaga kerjanya yang
Sistem on site masih dilakukan masyarakat pinggiran dengan memasukkan sampah pada
lubang-lubang/tempat-tempat yang dibuat sendiri oleh penduduk kemudian ditimbun
atau dibakar.
Tabel 4.3
Timbulan dan jumlah sampah yang terangkut ke TPA
Jumlah Timbulan Sampah
No Lokasi terangkut
lokasi (m3/hari)
(m3/hari) 1 Perumahan
a. Sederhana & menengah 50.091,36 20.036,54
b. Pasang surut
2 Sarana kota
a. Jalan arteri dan kolektor 7,2 7,2
b. Pasar 675 252
c. Pertokoan 18,04 18,04
d. Kantor 36,39 36,39
e. Sekolah 13,74 12,37
f. Terminal 25,6 23,04
g. Pelabuhan penumpang
h. Stasiun KA 1 0,5 0,5
i. Rumah Sakit 3
j. Taman kota 12 2 2
k. Hutan kota
-3 Perairan terbuka
a. Sungai utama 0,5 0,4
b. Saluran terbuka 2 1,6
4 Pantai Wisata
5 Lokasi Lainnya
Tabel 4.4. Penanganan Sampah
No Penanganan Volume Prosentase
1 Diangkut Petugas
a. Diangkut ke TPA 252 m3/hari 40 %
b. 4 perumahan 20 m3/hari
2 Diolah :
-a. Kompos 100 kg/bulan
b. Daur ulang
-c. Incenerator
-3 Tidak terangkut
-Tabel 4.5.
Sarana Tempat Pemindahan Sampah
No Tempat Pemindahan Jumlah
1 TPS 33
2 Transfer Depo/Kontainer 28 kontainer
3 Transfer Station
-Tabel 4.6.
Alat Angkut Sampah Kota Serang
Kapasitas Masih Beroperasi
No Jenis Alat Angkut Jumlah Ritasi
(M3) Ya Tidak
1 Gerobak sampah 35 1 2
2 Truk terbuka besar 3 6 2
3 Truk terbuka kecil - -
-4 Mini truk ‘- -
-5 Truk compactor besar - -
-7 Dump truck besar 18 7 2
8 Dump truck kecil - -
-9 Arm roll besar 6 3 3
10 Arm roll kecil - -
-11 Trailer container - -
-12 Kapal penangkap sampah - -
-13 Mobil pengangkut sampah - -
-14 Motor pengangkut sampah (Cator) 5 1,5 3
E. Sektor Drainase
Kota Serang yang terletak pada ketinggian rata-rata 25 m di atas permukaan air laut,
dilalui oleh Sungai Cibanten yang bermuara di Teluk Banten. Sungai Cibanten mempunyai
beberapa anak sungai, yaitu Cigurulung dan Kali Pengasingan (mengalir di sebelah barat
wilayah kota). Sungai Cibanten beserta anak sungainya berfungsi sebagai saluran
pembuangan akhir (drainase makro) dari sistem drainase (pematusan) kota Serang.
Kondisi sungai ini dan anak-anak sungainya cukup baik sebagai saluran drainase primer
bagi Kota Serang.
Kota Serang belum memiliki dukungan sistem drainase yang memadai, hal ini dapat
dilihat dengan seringnya terjadi genangan pada beberapa kawasan, bila terjadi hujan.
Genangan tersebut membawa kerugian bagi masyarakat, diantaranya terganggunya
aktivitas masyarakat, rusaknya jalan, terendamnya daerah permukiman, dan timbulnya
wabah penyakit. Kondisi drainase yang ada, baik sistem sekundernya maupun tersiernya,
sebagian besar kurang berfungsi dengan baik. Baik karena kapasitasnya kecil, adanya
kerusakan saluran, maupun pendangkalan (akibat kurang terawat/ terpelihara).
Dari hasil pengamatan di lapangan, ditemukan beberapa lokasi genangan, diantaranya :
1. Daerah Kebun Sayur, Kelurahan Kota Baru.
2. Daerah Kampung Kantin, Kelurahan Kota Baru.
3. Sebelah timur Jalan Ayip Usman (sisi jalan tol), Kelurahan Unyur dan Kali Gandu).
5. Kantor Polres dan sekitar Kelurahan Cipare.
6. Sekitar Sekolah PGA, Kelurahan Cipare.
7. Kampung Ciceri, Kelurahan Sumur Pecung
Lain halnya dengan di wilayah barat sungai Cibanten, di wilayah inipun sesungguhnya
terbagi menjadi dua sistem drainase; di bagian hulu yaitu di daerah Cipocok Jaya ke hulu
mempunyai karakter yang hampir sama dengan wilayah barat sungai Cibanten, sistem
drainasenya cukup baik karena kondisi topografi dan mempunyai pembuang berupa sungai
alam yang masih mampu menampung buangan yang ada. Sedangkan dibagian hilir
Cipocok hingga ke wilayah Kasemen daerahnya relatif datar dan merupakan daerah
pesawahan sehingga sangat wajar jika daerah ini banyak terjadi banjir dan genangan pada
saat dialih fungsikan sebagai perumahan dan sejenisnya, apalagi jika dalam
pembangunannya kurang memperhatikan level aman banjir. Telah banyak fasilitas saluran
irigasi yang secara evolusi beralih fungsi menjadi saluran drainase, hal ini sulit untuk
dihindarkan mengingat peralihan fungsi lahan yang mengakibatkan elevasi lahan disekitar
saluran berubah menjadi lebih tinggi dari saluran yang ada.
Tabel 4.7.
Matrik Dampak Terhadap Komponen Sosial, Ekonomi Dan Budaya Yang Diperkirakan Akan Terjadi
Sektor Drainase
Komponen Yang
Diperkirakan
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Keterangan
Terkena Dampak
Dampak
I. TAHAP KONTRUKSI
1. Kesempatan Kegiatan Terserapnya Tenaga kerja
Kerja konstruksi kesempatan tahap
drainase kerja penduduk konstruksi
disekitar lokasi yang dapat
Komponen Yang
Diperkirakan
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Keterangan
Terkena Dampak
II. TAHAP OPERASIONAL
1. Kesempatan Kegiatan Dapat Tenaga kerja
Kerja operasional terserapnya kontrak atau
drainase kesempatan lepas sesuai
2. Kesempatan Kegiatan Kesempatan Penduduk
Berusaha operasional berusaha antara usia produktif
drainase lain sebagai yang tidak
F. Sektor Air Minum
Kualitas air minum bagi penduduk juga amat menentukan kualitas kehidupan manusia.
Pemerintah telah menetapkan air minum sehat dengan tiga persyaratan pokok yakni :
memenuhi syarat fisik, syarat kimiawi, dan syarat bakteriologis. Aspek kualitas air minum
jelas telah menjadi perhatian dalam menetapkan ada tidaknya permasalahan lingkungan
hidup, khususnya bila ditinjau dari segi kesehatan lingkungan. Banyak kasus penyakit
saluran pencernaan terutama penyakit Diare, Disentri, dan lain-lain. yang terjadi karena
kualitas air minum dan air bersih yang tidak sehat.
Sistem pelayanan air perpipaan Kota Serang memanfaatkan mata air Citaman (80 l/dt) dan
Sukacai (60 l/dt) sebagai air baku, yang dialirkan secara gravitasi ke wilayah pelayanan
setelah melalui unit aerasi untuk menghilangkan CO2agresifnya. Kelurahan-kelurahan di
wilayah Kota Serang yang telah dilayani sistem distribusi air perpipaan adalah Kelurahan
Serang, Cipare, Cimuncang, Lopang, Kota Baru, Kagungan, Lontar, Kaligandu, Sumur
Pecung, Cipocok Jaya, Panancangan, Unyur, dan Taman Baru.
Di samping melalui pelayanan PDAM, sebagian penduduk memenuhi kebutuhan air bersih
dan minumnya dari sumur dangkal yang kualitasnya cukup baik dan selalu tersedia
sepanjang tahun. Sumber air individual tersebut hampir merata di seluruh wilayah kota
terutama di Kelurahan Lopang, Sumur Pecung, dan Cimuncang. Gambaran pelayanan air
bersih perpipaan di Kota Serang disajikan padaTabel 3.5
Tabel 4.8.
Pelayanan Air Bersih Perpipaan Kota Serang Tahun 2008
No Jenis Pemakaian Jumlah Pemakaian Air
Sambungan M3/bulan Lt/unit/hari
1 Rumah tanggga 7.032 101.260,80 586
2 Kran umum 33 4.950 5.197
3 Perdagangan 366 9.992 985
4 Perkantoran 48 3.991 2.772
5 Hotel 10 280 1.120
No Jenis Pemakaian Jumlah Pemakaian Air
Sambungan M3/bulan Lt/unit/hari
7 Rumah sakit 2 7.412 103.900
8 Puskesmas 3 234 10.972
9 Sekolah 21 4.851 1.066
10 Masjid 44 3.561.20 24.456
11 Fasilitas sosial 36 1.140 3.567
12 Jumlah 7.606 137,726 148.753
Sumber : PDAM Serang, 2007
Tabel 4.9.
Jumlah Ketersediaan Air Bersih di Kota Serang
Persediaan Air Bersih
Kecamatan Jumlah Jumlah Jumlah
KK KK %
Diperiksa
Memiliki
SERANG 61.925 46.495 32.848 74,10
TAKTAKAN 20.501 12.581 8.141 64,71
CIPOCOK
18.454 - -
-JAYA
CURUG 10.310 8.315 5.476 65,86
WALANTAKA 24.954 12.461 6.730 55,53
KASEMEN 22.129 8.496 3.737 43,98
TOTAL 158.273 88.348 56.932 60,84
4.2. ANALISIS LINGKUNGAN
4.2.1. KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
Kerangka dasar penulisan ini bersifat umum dan fleksibel, artinya dapat disesuaikan
dengan kondisi yang dihadapi. Muatan yang disajikan menggambarkan kondisi saat ini dan
permasalahannya serta rencana pencapaian yang akan dilaksanakan, termasuk berbagai
program dan kebutuhan investasi dalam memenuhi tujuan pembangunan daerah jangka
menengah.
Bab Pendahuluan yang bersifat umum diharapkan menyajikan hal-hal terkait dengan
mekanisme safe guard lingkungan dan sosial yang disesuaikan dengan program investasi
daerah, sasaran pencapaian yang diamanatkan dalam RPJMN dan RPJMD dan sebagainya,
seperti tulisan pada bagian di bawah ini.
Safeguardpada Bidang Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum memiliki program dan
kegiatan yang bertujuan untuk rnencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera
dalam lingkungan yang bebas dan pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang
dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastewater) yang terdiri atas air
limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dan air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja
manusia dan lingkungan permukiman serta air limbah industri rurnah tangga yang tidak
mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perlu
dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah,
disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan
Prinsip DasarSafeguard
1. Disetiap Kabupaten/Kota peserta program, semua pihak terkait wajib memahami,
menyepakati dan melaksanakan dengan baik dan konsisten kerangka Safeguard
Lingkungan dan Sosial. Para walikota/ bupati/gubernur secara formal perlu
menyepakati isi kerangka SafeguardLingkungan dan Sosial yang disusun. Disamping
itu kerangka sqfeguard juga perlu disepakati dan dilaksanakan bersama oleh
stakeholder Propinsi/Kabupaten/Kota yang bersangkutan, tidak hanya dan kalangan
pemerintah daerah saja, namun juga dan DPRD, LSM, perguruan tinggi, dan warga
kota lainnya;
2. Agar pelaksanaan kerangkasafeguarddapat dilakukan secara lebih efektif, diperlukan
penguatan kapasitas lembaga pelaksana. Fokus penguatan kapasitas mencakup
kemampuan fasilitasi, penciptaan arena multi-stakeholder, dan pengetahuan teknis dan
pihak-pihak terkait;
3. Kerangka safeguard harus dirancang sesederhana rnungkin, mudah dimengerti, jelas
kaitannya dengan tahap-tahap investasi, dan dapat dijalankan sesuai prinsip dalam
kerangka proyek;
4. Prinsip utamasafeguardadalah untuk menjamin bahwa program investasi infrastruktur
tidak membiayai investasi apapun yang dapat mengakibatkan dampak negatif yang
serius yang tidak dapat diperbaiki/dipulihkan. Bila terjadi dampak negatif maka perlu
dipastikan adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut,
baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun tahap pelaksanaannya;
5. Diharapkan RPIJM tidak membiayai kegiatan investasi yang karena kondisi lokal
tertentu tidak memungkinkan terjadinya konsultasi safeguard dengan warga yang
secara potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau (PAP Potentially Affected
People) warga terasing dan rentan (IVP — Isolated and Vulnerable People) atau
warga yang terkena dampak pemindahan(DP—displaced people), secara memadai;
6. Untuk memastikan bahwa safeguard dilaksanakan dengan baik dan benar, maka
diperlukan tahap-tahap sebagai berikut:
Identifkasi, penyaringan dan pengelornpokkan (kategorisasi) dampak;
Studi dan penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan. Pada saat
yang sama, juga perlu didiserninasikan dan didiskusikan dampak dan alternatif
rencana tindak penanganannya;
Perumusan dan pelaksanaan rencana tindak;
Pemantauan dan pengkajian terhadap semua proses di atas; dan
Perumusan mekanisme penanganan dan penyelesaian keluhan (complaints) yang
cepat dan efektif;
7. Setiap keputusan, laporan, dan draft perencanaan final yang berkaitan dengan
kerangkasafeguardhams dikonsultasikan dan didiseminasikan secara luas, terutama
kepada warga yang berpotensi terkena dampak. Warga, terutama yang terkena
dampak, harus mendapat kesempatan untuk ikut mengambil keputusan dan
menyampaikan aspirasi dan/atau keberatannya atas rencana investasi yang berpotensi
dapat menimbulkan dampak negatifatau tidak diinginkan bagi mereka.
KerangkaSafeguard
Sesuai dengan karakteristik kegiatan yang didanai dalam rencana program investasi
infrastruktur, kerangkasafeguardRPIJM infrastruktur bidang PU/Cipta Karya terdiri dan 2
komponen yakni:
1.SafeguardLingkungan.
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten/Kota untuk dapat
melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan
resiko lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan, dan pelaksanaan
keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak atau PAP;
2.Safe guardPengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali.
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten Kota untuk dapat melakukan
evaluasi secara sistematik dalam pananganan, pengurangan dan pengelolaan resiko sosial
yang tidak diinginkan, promosi manfaat sosial, dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi
publik dengan warga yang terkena dampak pemindahan atau DP;
Prinsip dasar
Seluruh program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh
Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Penilaian lingkungan (environment assessment) dan rencana mitigasi dampak sub
Analisis mengenai Dampak lingkungan atau AMDAL (atau
Analisis Dampak Lingkungan-ANDAL dikombinasikan dengan
Rencana Pengelolaan Lingkungan-RKL dan Rencana Pemantauan
Lingkungan- RPL);
Upaya pengelolaan lingkungan-UKL dan upaya pemantauan lingkungan-UPL; atau
Standar Operasi Baku-SOP,
Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.
2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas Iingkungan. Format
AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dan analisis teknis,
ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub proyek;
3. Sejauh mungkin, subproyek hars menghindari atau meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk
dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Sub proyek yang
diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang besar terhadap Iingkungan,
dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi
sedemikian rupa, harus dilengkapi dengan AMDAL;
4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat
dipergunakan mendukung mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak
negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang
dilindungi, alur laut internasional atau kawasan sengketa. Disamping itu dan usulan
RPIJM juga tidak rnembiayai pembelian, produksi atau pengunaan:
Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau;
Asbes, Bahan-bahan yang mengandung unsur asbes;
Bahan material yang termasuk dalam ketegori B3 (bahan beracun dan
berbahaya). Rencana investasi tidak membiayai kegiatan yang menggunakan,
menghasilkan, menyimpan atau mengangkut bahan/material beracun, korosif
atau eksplosif atau bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 menurut
hukum yang berlaku di Indonesia;
Pestisida, herbisida, dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukkan membiayai
kegiatan yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida;
Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak
mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun
yang sedang dibangun;
Kekayaan budaya. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak
membiayai kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya
baik berupa benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau
memiliki nilai spiritual; dan
Penebangan kayu. RPIJM bidang Infrastruktur PU/Cipta Karya tidak
membiayai kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau
pengadaan peralatan penebangan kayu.
Landasan hukum
Panduan kerangkaSafeguardLingkungan dan Sosial dalam USDRP dirumuskan
berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku, antara lain:
1) Undang-undang (UU) No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan, pasal 5 (1)
mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan
dampak lingkungan besar dan signifikan harus dilengkapi dengan AMDAL
2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 1997 tentang Analisis mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) pasal 5 (1), AMDAL diperlukan jika proyek tersebut: (i)
mempengaruhi sejumlah besar orang, wilayah dan komponen lingkungan; (ii)
menimbulkan dampak yang berlangsung kuat, lama, kurnulatif, dan tidak dapat
dipulihkan kembali(irreversible);
3) Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/1999 Pasal 5 (1) kriteria mengenai dampak besar
dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain:
jumlah manusia yang terkena dampak, luas wilayah persebaran dampak, intensitas dan
lamanya dampak berlangsung, banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena
dampak, sifat kumulatif dampak, dan berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya
dampak. Pasal 11(1) tentang AMDAL inenyatakan bahwa Komisi AMDAL Pusat
berwenang menilai hasil AMDAL bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang mernenuhi
unsur-unsur strategis nasional dan/atau berkaitan dengan ketahanan nasional dengan
dampak mencakup lebih dan propinsi, terletak di wilayah konflik dengan negara lain,
terletak di perairan laut, dan/atau lokasinya mencakup wilayah hukum negara lain.
berwenang menilai AMDAL bagi jenisjenis usaha dan/atau kegiatan yang berada di
luar kriteria di atas;
4) Sesuai PP 27/1999 tentang AMDAL pasal 33 (3), dalam waktu 30 hari setelah
pengumuman proyek, pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk warga yang terkena
dampak, LSM setempat, dan pihak lainnya, dapat menyampaikan tanggapan, saran dan
keluhan kepada Pemrakarsa kegiatan;
5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Flidup No. 17/2001, tanggal 22 Mci 2001
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
6) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak lingkungan No. 09 tahun 2000
tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 7.
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 17/KPTS/2003, tanggal 3
Februari 2003, tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman
dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); dan
7) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86/2003 tentang Petunjuk
Pelaksanaan UKL/UPL;
Prosedur SafeguardLingkungan
Prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dan beberapa kegiatan utama, yakni: pentapisan
awal sub proyek sesuai dengan kriteria sesuai dengan persyaratan safeguard, evaluasi
dampak lingkungan;
Pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dan subproyek yang diusulkan (lihat
tabel 1.1), perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL
dan RKL/RPL), pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaan.
Tabel 4.11.
Kategori Subproyek menurut Dampak Lingkungan
Kategori Dampak Persyaratan
Pemerintah
A Subproyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan ANDAL dan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman RKL RPL
dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali
sangat sulit dilakukan
B Subproyek dengan ukuran dan volume kecil, UKL UPL
mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi upaya
pemulihannya sangat mungkin dilakukan
Subproyek yang tidak memiliki komponen konstruksi Tidak
C
dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah dan diperlukan
air ANDAL
atau
UKL/UPL
ANDAL : Analisis Dainpak Lingkungan
RPL:Rencana Pemantauan Lingkungan
UKL:Upaya Pengelo!aan Lingkangan
UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan
*)Lihal lampiran 1 bagian III: SK Menteri Lingkungan Hidup No. 17/2001; SK Menteri
PU No. 1 7/KPTS/M/2003; UU No. 23/199 7, Pasal 15(1); dan PP No. 2 7/1999,
pasal 5(1)
4.2.2. KERANGKA KELEMBAGAANSAFEGUARDLINGKUNGAN Pemrakarsa Kegiatan
Pemrakarsa Kegiatan adalah perumus dan pelaksana RPIJM di masing-masing pemerintah
Kabupaten/Kota peserta. Pemrakarsa kegiatan bertanggung jawab untuk melaksanakan:
1) Perumusan KA-ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL,
melaksanakan serta melakukan pernantauan pelaksanaannya. Bila dipenlukan
Bappedalda dapat membantu pemrakarsa kegiatan dalam melaksanakan pemantauan;
2) Konsultasi dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dainpak lingkungan atau
PAP dalarn forum stakeholder, baik pada saat perurnusan KA-ANDAL, draft ANDAL
dan RKL/RPL. Sebelum kegiatan konsultasi dilakukan, pernrakarsa kegiatan penlu
menyediakan semua bahan yang relevan sekurang-kurangnnya 3 (tiga) han sebelum
stakeholder tersebut harus dicatat sebagai bagian dan laporan ANDAL. Disamping itu,
kegiatan konsultasi dengan PAP bila perlu juga dilakukan selama pelaksanaan sub
proyek;
3) Melaporkan pelaksanaan RKL/RPL dan basil pemantauannya Bapedalda,
Bupati/Walikota
4) Keterbukaan informasi rnengenai draft ANDAL dan RKL/RPL atau UKL/UPL pada
publik dalam waktu yang tidak terbatas; dan
5) Penanganan keluhan publik secara transparan. Perlu dikembangkan prosedur
penyampaian keluhan publik yang transparan. Keluhan harus dijawab sebelum tahap
pelelangan kegiatan dimulai. Keluhan yang diajukan sebelum konstruksi, selama
konstruksi dan/atau operasi kegiatan perlu diselesaikan secara musyawarah antara
pemrakarsa kegiatan dengan pihak-pihak yang mengajukan keluhan.
Bappedalda Atau Dinas Instansi Terkait
1) Menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86/2003, Bappedalda atau
Dinas/Instansi yang berkecimpung dalam masalah lingkungan hidup, bertanggung
jawab untuk mengkaji dan memberikan persetujuan terhadap UPL/UKL yang
dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan;
2) Dalam pelaksanaan RPIJM, Bappedalda juga bertanggung jawab untuk melakukan
supervisi pelaksanaan RKL/RPL serta melakukan pemantauan terhadap lingkungan
secara umum.
3) Bappedalda juga merupakan anggota tetap Komisi AMDAL.
Komisi AMDAL
Komisi AMDAL adalah badan yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan:
1) Kajian dan persetujuan terhadap KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL yang
dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan;
2) Penyampaian laporan hasil kajian yang dilakukan kepada Walikota/Bupati yang
bersangkutan (sesuai dengan PP No. 27/1999 mengenai AMDAL, pasal 8, dalam
RPIJM yang dimaksudkan sebagai Kornisi AMDAL adalah Komisi AMDAL tingkat
Kabupaten/Kota).
4.2.3. PRINSIP DASAR SAFEGUARD PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi
di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat
selama lebih dan satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah
yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki,
pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan
tanah ini.
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk
kegiatan RPIJM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Transparan: Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara
transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup,
antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan
terkena dampak;
2) Partisipatif: Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat
dalarn seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan
bentuk kompensasi/ganti rugi, serta lokasi tempat pemukiman kembali;
3) Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperbumk kondisi kehidupan DP. Warga
tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, seperti tanah
pengganti dan/atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya
terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus
ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. DP harus diberi kesempatan untuk dapat
mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan
menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan/atau pemukiman kembali;
4) Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan atau jika
memungkinkan, secara sukarela mengkontribusikan/hibah sebagian tanahnya pada
kegiatan. Dalam kasus dimana tanah dihibahkan secara sukarela, DP akan melakukan
musyawarah dalam forum stakeholder untuk menjamin bahwa hibah benar-benar
dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan pihak manapun;
5) Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila:
DP mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga tanah
Tanah yang dihibahkan nilainya < 10 % dan nilai tanah, bangunan atau aset lain
yang produktif dan nilainya < 1 (satu) juta Rupiah.
Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak setelah
DP melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard Monitoring Teamatau SMT harus dapat
menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DP untuk melakukan kontribusi tanah secara
sukarela. Persetujuan tersebut hams didokumentasikan secara formal;
1) Kegiatan investasi hams sudah menentukan batas-batas lahan yang diperlukan, jumlah
warga yang terkena dampak, infoniiasi umum mengenai pendapatan serta status
pekerjaan DP, dan harga tanah yang berlaku yang diusulkan oleh pemrakarsa kegiatan
dan didukung oleh NJOP, sebelum pembebasan tanah (dengan atau tanpa pemukiman
kembali/resettlement)dilakukan;
2) Kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak pada lebih dan 200 orang atau 40 KK,
atau melibatkan pernindahan lebih dan 100 orang atau 20 KK, hams didukung dengan
Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali atau RTPTPK yang
menyeluruh.
3) Jika kegiatan investasi hanya akan mengakibatkan dampak pada kurang dan 200 orang
atau 40 KK atau berdampak pada kurang dan 10% aset produktif atau hanya melakukan
pernindahan penduduk secara temporer (sementara) selarna masa konstruksi, hams
didukung dengan RTPTPK sederhana.
4) RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi tanggung
jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim PemantauanSafeguard.
5) Perhitungan ganti mgi bagi DP. Terdapat beberapa alternatif cara untuk menghitung
ganti rugi, yakni:
Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokasi yang memiliki
karakteristik ekonomi yang serupa pada saat pembayaran kompensasi ganti rugi
dilakukan;
Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilai pasar bangunan
dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama;
Perhitungan ganti rugi untuk tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman yang sama
Perhitungan ganti rugi untuk aset Iainnya diganti dengan aset yang paling tidak
sama, atau ganti mgi uang tunai setara dengan harga untuk memperoleh aset yang
sama.
Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan/atau pemukiman dipindahkan
dalam kegiatan sub proyek dapat bempa warga/individu, entitas, atau badan hukum.
Adapun bentuk dampak yang diakibatkan dapat berupa:
Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset produktif
lainnya; dan
Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerja atau prasarana,
dan sebagainya.
6. Berkenanaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan menjadi:
Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan, termasuk hak
adat dan ulayat;
Warga yang tidak memiliki hak atas tanah akan tetapi menguasai/menggarap lahan
atau aset lannya (hak garap);
Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah (hak
sewa);
Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum ataupun
perjanjian dengan pemilik tanah (sering disebut sebagaisquatter);dan
Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang dihibahkan untuk kepentingan
agama).
4.2.4. PROSEDUR SAFEGUARD PEMBEBASAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI
Panduan kerangka safeguard pembebasan tanah dan pemukiman kembali dirumuskan
berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku, antara lain sesuai dengan Keputusan
Presiden No. 55/1993 tentang pembebasan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum.
Prosedur pelaksanaan safeguard pembebasan tanah dan pemukiman kembali terdiri dan
pemukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian kategorisasi dampak pembebasan tanah
dan pemukiman kembali dan sub proyek yang diusulkan sesuai tabel; perumusuan surat
pernyataan bersama jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau perumusan
Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Pemukiman Kembali atau (RTPTPK) sederhana
atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK Gubemur/Bupati/Walikota.
Pembebasan tanah (dan pemukiman kembali) yang telah selesai dilaksanakan sebelum
usulan sub proyek disampaikan, harus di periksa kembali (recheck) dengan tracer study.
Tracer study ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah
sesuai dengan standar yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi
lebih buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.
Tabel 4.11. Kategori Subproyek Menurut Dampak Kegiatan
Pembebasan Tanah dan Pemukiman Kembali
Kategori Dampak Persyaratan
A Sub proyek tidak melibatkan kegiatan
pembebasan tanah
1. Sub proyek seluruhnya menempati tanah Surat Pernyataan dan
Negara pemrakarsa kegiatan
2. Sub proyek seluruhnya atau sebagian Laporan yang disusun oleh
menempati tanah yang telah dihibahkan pemrakarsa kegiatan
secara sukarela
B Pembebasan tanah secara sukarela: Surat Persetujuan yang
Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif disepakati dan
yang dihibahkan≤10% d ditandatangani bersama
bidang lahan sejarak 1,5 m dan batas kavling antara pemrakarsa kegiatan
atau < garis sepadan bangunan, dan bangunan dan warga yang
atau aset tidak bergerak lainnya yang menghibahkan tanahnya
dihibahkan scnilai dengan sukarela
C Pembebasan tanab berdampak pada < 200 RTPTPK sederhana
orang atau 40 KK produktif atau melibatkanpemindahanwarga sementara selama masa konstruksi
Komponen lingkungan di bidang Cipta Karya meliputi:
A. Sektor Pengembangan Pemukiman
Dalam membangun sistim permukiman, dampak-dampak lingkungan yang harus
diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan
dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial ekonomi
yaitu dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak kebisingan dan pencemaran
udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul
adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan
pelayanan Permukiman.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa
konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti
dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat
sebelum masa konstruksi.
B. Sektor Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL)
Dalam membangun sistim Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL),
dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak-dampak pada saat pra konstruksi,
dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak kebisingan dan
pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan pada pasca konstruksi dampak
yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat
merasakan pelayanannya.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa
konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti
dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat
sebelum masa konstruksi.
Tabel 4.12
Matrik Dampak Terhadap Lingkungan Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor PBL Dan Permukiman
Komponen Yang
Sumber Besaran
Diperkirakan Jenis Dampak Keterangan
Dampak Dampak
Terkena Dampak
I. TAHAP KONTRUKSI
Dampak Terhadap komponen Fisik Kimia
1. Debu Mobilisasi Penurunan Terbatas pada
kendaraan, kualitas udara lokasi kegiatan
pembuatan jalan terutama debu pembangunan
masuk, saraana dan
pembuka lahan, prasarana
penggalian permukiman.
tanah dan
pembuatan jalan
kerja.
2. Air Sungai Kegiatan Penurunan Penurunan
pembukaan kualitas air kualitas air
lahan, Sungai sungai terutama
pembuatan jalan parameter zat
masuk, pada terlarut.
pembuatan jalan
kerja,
Komponen
3. Kerusakan Mobilisasi Terjadinya Kondisi jalan
jalan kebun kendaraan kerusakan jalan bergelombang
Atau pengangkut kebun atau dan berlubang
persawahan peralatan berat persawahan
dan material
II. TAHAP OPERASIONAL
Dampak Terhadap Komponen Fisik Kimia
1. Kualitas Udara Mobilisasi Penurunan Timbulnya
dan Debu kendaraan untuk kualitas udara penurunan
menunjang dan debu kualitas udara
kegiatan terutama Nox,
operasional CO2, O3, NH3,
sarana dan H2S, Pb, Hc dan
Komponen
Yang
Sumber Besaran
Diperkirakan Jenis Dampak Keterangan
Dampak Dampak
Terkena Dampak
permukiman
2. Kualitas air Kegiatan dan Penurunan Munculnya air
sungai dan air operasional kualitas air limbah akibat
Tanah sarana dan sungai dan air dari operasional
prasarana tanah sarana dan
permukiman prasarana
permukiman
3. Kebisingan Mobilisasi Peningkat Peningkatan
kendaraan intensitas intensitas
pengangkut kebisingan yang kebisingan
samoah dan mengurangi dengan satuan
kendaraan berat kenyamanan dBA
di lokasi TPA
C. Sektor Air Limbah
Dalam membangun sistim penyediaan Air Limbah, dampak-dampak lingkungan yang
harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi
dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak terganggunya
sumber air, dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi
dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa
konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti
dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat
sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor
air limbah ditunjukkan dalam bentuk matriks berikut ini :
Tabel 4.13
Matrik Dampak Terhadap Lingkungan Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor Air Limbah
Komponen
Yang
Sumber
Diperkirakan Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan Dampak
Terkena Dampak
I. TAHAP KONTRUKSI
Dampak Terhadap komponen Fisik Kimia
1. Debu Mobilisasi Penurunan Terbatas pada
kendaraan, kualitas udara lokasi kegiatan
pembuatan jalan terutama debu pembangunan
masuk, pembuka sistim penyediaan
lahan, penggalian air limbah
tanah dan
pembuatan jalan
kerja.
2. Air Sungai Kegiatan Penurunan Penurunan kualitas
pembukaan kualitas air air sungai terutama
lahan, pembuatan Sungai parameter zat pada
Komponen
Yang
Sumber
Diperkirakan Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan Dampak
3. Kerusakan Mobilisasi Terjadinya Kondisi jalan
jalan kebun kendaraan kerusakan bergelombang dan
Atau pengangkut jalan kebun berlubang
persawahan peralatan berat atau
dan material persawahan
II. TAHAP OPERASIONAL
Dampak Terhadap Komponen Fisik Kimia
1. Kualitas Mobilisasi Penurunan Timbulnya
Udara dan kendaraan dan kualitas udara penurunan kualitas
Debu operasional dan debu udara terutama
pompa air Nox, CO2, O3,
limbah NH3, H2S, Pb, Hc
dan debu
2. Kualitas air Kegiatan proses Penurunan Tercemarnya air
Komponen
Yang
Sumber
Diperkirakan Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan Dampak
Terkena Dampak
Tanah limbah hasil sungai dan air tanah
pengolahan tanah
3. Kebisingan Mobilisasi Peningkat Peningkatan
kendaraan intensitas intensitas
pengangkut kebisingan yang kebisingan dengan
tinja mengurangi satuan dBA
kenyamanan
D. Sektor Persampahan
Dalam membangun sistim Persampahan, dampak-dampak lingkungan yang harus
diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan
dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak terganggunya
sumber air, dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi
dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu
masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanan Persampahan.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa
konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti
dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat
sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor
Tabel 4.14
Matrik Dampak Terhadap Lingkungan Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor Persampahan
Komponen Yang
Sumber
Diperkirakan Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan Dampak
Terkena Dampak
I. TAHAP KONTRUKSI
Dampak Terhadap komponen Fisik Kimia
1. Debu Mobilisasi Penurunan Terbatas pada lokasi
kendaraan, kualitas udara kegiatan TPA.
pembuatan terutama debu
2. Air Sungai Kegiatan Penurunan Penurunan kualitas
pembukaan kualitas air sungai air sungai terutama
Komponen
Yang
Sumber
Diperkirakan Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan Dampak
3. Kerusakan Mobilisasi Terjadinya Kondisi jalan
jalan kebun kendaraan kerusakan jalan bergelombang dan
pengangkut kebun atau berlubang
peralatan berat persawahan
dan material
II. TAHAP OPERASIONAL
Dampak Terhadap Komponen Fisik Kimia
1. Kualitas Mobilisasi Penurunan Timbulnya
Udara dan kendaraan dan kualitas udara dan penurunan kualitas
Debu proses debu udara terutama Nox,
penguraian CO2, O3, NH3,
material H2S, Pb, Hc dan
sampah debu
2. Kualitas air Kegiatan Penurunan Munculnya air lindi
Sungai proses kualitas air sungai (leachate) dengan
pembusukan volume tergantung
Komponen
Yang
Sumber
Diperkirakan Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan Dampak
Terkena Dampak
organic unsur maupun air hujan
lain yang larut yang meresap
dalam sampah kedalam sampah
3. Kualitas air Kegiatan Penurunan Munculnya air lindi
Tanah proses kualitas air tanah (leachate) dengan
pembusukan terutama air volume tergantung
sampah sumur penduduk proses permbusukan
terutema maupun air hujan
4. Kebisingan Mobilisasi Peningkat Peningkatan
kendaraan intensitas intensitas
pengangkut kebisingan yang kebisingan dengan
samoah dan mengurangi satuan dBA
kendaraan kenyamanan
berat di lokasi
TPA
E. Sektor Drainase
Dalam membangun sistim Drainase, dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan
adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada
saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu
masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanan Drainase.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa
konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti
dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat
sebelum masa konstruksi.
Tabel-4.15:
Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang CK
Progra
Tahun Jml Pend.
N m/ Loka yg
Sektor Pelaksana Ket
o Kegiat Si
an Memanfaat
an kan
1. Pengembangan Permukiman
2. Penataan Bangunan dan
Lingkungan
3. Pengembangan Air Minum