• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERSENTASE KOMBINASI Gracilaria sp. dan Ulva reticulata SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD ABALON TROPIS (Haliotis asinina) Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PERSENTASE KOMBINASI Gracilaria sp. dan Ulva reticulata SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD ABALON TROPIS (Haliotis asinina) Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PERSENTASE KOMBINASI

SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD ABALON TROPIS (

FAKULTAS PERIKANAN DAN

PERSENTASE KOMBINASI Gracilaria sp. dan

SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD ABALON TROPIS (Haliotis asinina)

Oleh :

DYAH SUNARING FITRI SURABAYA– JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2014

sp. dan Ulvareticulata

SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN

(2)

SKRIPSI

PENGARUH PERSENTASE KOMBINASI Gracilaria sp. dan Ulvareticulata

SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD ABALON TROPIS (Haliotis asinina)

Oleh :

DYAH SUNARING FITRI NIM : 141011023

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama

Wahju Tjahjaningsih, Ir.,M.Si NIP. 19580914 198601 2 001

Pembimbing Serta

(3)

SKRIPSI

PENGARUH PERSENTASE KOMBINASI Gracilaria sp. dan Ulvareticulata

SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD ABALON TROPIS (Haliotis asinina)

Oleh :

DYAH SUNARING FITRI NIM : 141011023

Telah diujikan pada

Tanggal : 21 Juli 2014

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., M.P

Anggota : Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D Agustono, Ir.,M.Kes

Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.

Surabaya,

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Dekan,

(4)

RINGKASAN

DYAH SUNARING FITRI. Pengaruh Persentase Kombinasi Gracilaria sp. dan Ulva reticulata sebagai Pakan Alami terhadap Tingkat Kematangan Gonad Abalon Tropis (Haliotis asinina). Dosen Pembimbing Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si dan Rr Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.

Pakan merupakan faktor penting dalam kegiatan budidaya abalon. Di daerah tropis, Gracilaria sp. dan Ulva sp. melimpah sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami budidaya abalon. Ulva sp. dan Gracilaria sp. merupakan kandidat yang baik sebagai pakan alami abalon tropis (Haliotis asinina) dalam pematangan gonad. Persentase kombinasi Gracilaria sp. dan Ulva sp. sangat dianjurkan dalam kematangan gonad abalon tropis (H.asinina) sebanyak 20% dari berat tubuh.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persentase kombinasi Gracilaria sp. dan Ulva reticulata alami terhadap tingkat kematangan gonad abalon tropis (H.asinina). Penelitian ini dilakukan di UPT Loka Pengembangan dan Konservasi Sumberdaya Manusia Oseanografi (LPKSMO) Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada bulan Maret sampai April 2014. Metode penelitian adalah metode eksperimental yang terdiri dari lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah persentase kombinasi pakan alami, yaitu A (G100 :U0), B (G75 : U25), C (G50 : U50), D (G25 : U75) dan E (G0 : U100). Parameter utama yang diamati adalah tingkat kematangan gonad secara visual. Parameter penunjang yang diamati adalah laju konsumsi pakan, berat tubuh, panjang cangkang dan kualitas air. Analisa data menggunakan Analisys of Variance (ANOVA) kemudian diuji lanjut dengan Uji Jarak Berganda Duncan.

(5)

SUMMARY

DYAH SUNARING FITRI. The Effect of Combination Percentage on

Gracilaria sp. and Ulva reticulata as Natural Feed toward Gonad Maturation Rate of Tropical Abalone (Haliotis asinina). Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si dan Rr Juni Triastuti, S.Pi., M.Si. as Academic Advisor.

Feed is important factor in movement of abalone cultivation. In tropical region, Gracilaria sp. and Ulva sp. is abundant so as it can be explored as natural feed in abalone cultivation. Ulva sp. and Gracilaria sp. is a good candidate as natural feed for gonadal maturation tropical abalone (H. asinina). Combination percentage of Gracilaria sp. and Ulva sp. is recommended in maturing the gonad torpical abalone (H. asinina) as many as 20% from its weight.

This research is intended to know about the effect of combination precentage on Gracilaria sp and Ulva sp. toward gonad maturation rate of tropical abalone (H. asinina). It is conducted at UPT of Development Place and Oceanography Human Resource Conservation of Pari Island, Kepulauan Seribu, Province of Jakarta on March to April 2014. The method of this research is experimental method consisting of five treatments and four repetitions. The treatment applied is combination percentage of natural feed, which are (G100 :U0), B (G75 : U25), C (G50 : U50), D (G25 : U75) and E (G0 : U100). The main parameter observed is gonad maturation rate in visual. The supporting parameter observed is feed consumption rate, weight of body, length of shell and quality of water. Analysis of data applied analisys of variance (ANOVA), then the data is tested in advanced by using Duncan’s multiple range test.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

limpahan rakhmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga Skripsi tentang Pengaruh

Persentase Kombinasi Gracilaria sp. dan Ulva reticulata sebagai Pakan Alami

terhadap Tingkat Kematangan Gonad Abalon Tropis (Haliotis asinina) dapat

penulis selesaikan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilaksanakan di UPT Lembaga Pengembangan dan Konservasi Sumberdaya

Manusia Oseanografi (LPKSMO) Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan

kesempurnaan. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat

dan memberikan informasi bagi semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga guna kemajuan serta

perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya

perairan.

Surabaya, Juli 2014

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh. DEA., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan

Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

2. Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si selaku Dosen Pembimbing utama dan Rr.

Juni Triastuti, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing serta yang telah

memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sejak penyusunan usulan

hingga selesainya Skripsi.

3. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., M.P, Moch. Amin Alamsjah., Ir. M.Si.,Ph.D., dan

Agustono, Ir. M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan

waktu untuk menguji serta memberikan masukan dan saran atas perbaikan

laporan Skripsi.

4. Agustono, Ir., M. Kes selaku Dosen Pembimbing akademik yang senantiasa

memberi nasehat dan pengarahan selama masa perkuliahan.

5. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Kependidikan di Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga.

6. Kedua orangtua dan keluarga besar atas doa yang selalu terlantun dan nasehat

bijak yang menjadi penguat dalam studi.

7. Latifah Kurniawati dan angkatan Piranha 2010 yang banyak membantu dalam

penyelesaian Skripsi ini.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN iv

SUMMARY v

KATA PENGANTAR vi

UCAPAN TERIMA KASIH vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

I PENDAHULUAN 1

1.1Latar Belakang 1

1.2Rumusan Masalah 3

1.3Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Abalon Tropis (Haliotis asinina) 4

2.2 Habitat dan Penyebaran 6

2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan Abalon 7

2.4 Biologi Reproduksi Abalon 8

2.5 Tingkat Kematangan Gonad (TKG) 8

2.6 Proses Biologi Kematangan Gonad 10

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Gonad 11

2.8 Klasifikasi dan Morfologi Gracilaria sp. 14

2.9 Kandungan Nutrisi 15

(9)

2.11 Kandungan Nutrisi 16

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 18

3.1 Kerangka Konsepetual 18

3.2 Hipotesis 20

IV METODOLOGI PENELITIAN 22

4.1 Tempat dan Waktu 22

4.2 Materi Penelitian 22

4.2.1 Peralatan Penelitian 22

4.2.2 Bahan Penelitian 22

4.3 Metode Penelitian 22

4.3.1 Rancangan Penelitian 22

4.3.2 Pelaksanaan Penelitian 23

4.4 Parameter Penelitian 26

4.5 Analisa Data 27

V HASIL DAN PEMBAHASAN 29

5.1 Hasil 29

5.2 Pembahasan 39

VI KESIMPULAN DAN SARAN 45

6.1 Kesimpulan 45

6.2 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Laju Konsumsi Pakan Induk Abalon Selama Satu Bulan 34

2. Selisih Rata-Rata Berat Tubuh Induk Abalon Pada Minggu Kedua

dan Keempat 35

3. Rata-Rata Pertambahan Berat Tubuh Induk Selama Satu Bulan 36

4. Persentase Shell Length Induk Abalon Selama Satu Bulan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Abalon (Haliotis asinina) 4

2. Anatomi Abalon (Haliotis sp.) 6

3. Sifat Hidup Abalon Menempel Pada Substrat Batu 7

4. Siklus Hidup Abalon 8

5. Perkembangan Gonad Abalon Tropis 10

6. Tingkat Kematangan Gonad Berdasarkan Warna 12

7. Gracilaria sp. 16

8. Ulva reticulata 18

9. Kerangka Konseptual Penelitian 21

10. Diagram Alir Penelitian 28

11. Persentase TKG Induk Jantan Semua Perlakuan Pada Minggu Kedua 29

12. Persentase TKG Induk Jantan Semua Perlakuan Pada Minggu Keempat 31

13. Persentase TKG Induk Betina Semua Perlakuan Pada Minggu Kedua 32

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Desain Penelitian 51

2. Data Laju Konsumsi Pakan Induk Selama Satu Bulan 52

3. Uji ANOVA dan Duncan Laju Konsumsi Pakan Induk Abalon 53

4. Transformasi Perubahan Berat Tubuh Induk Abalon 55

5. Uji ANOVA dan Duncan Berat Tubuh 69

6. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Induk Abalon 71

(13)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abalon (Haliotis sp.) merupakan hewan yang memiliki nilai eksotik dan

bernilai ekonomis tinggi (Susanto dkk., 2010). Permintaan dunia terhadap abalon

dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan (Rusdi dkk., 2010).

Mayoritas produksi abalon dunia masih didominasi dari hasil tangkapan alam

(Gordon and Cook, 2004 dalam Rusdi dkk, 2010).

Eksploitasi yang berkepanjangan terhadap spesies ini mengakibatkan

penurunan stok alami di beberapa wilayah (Litaay and Silva, 2003). Hingga saat

ini, budidaya abalon terus dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar yang

semakin meningkat (Oakes and Ponte, 1996 dalam Qi et al., 2010). Keberhasilan

usaha budidaya abalon sangat tergantung pada keberhasilan dalam mengontrol

proses pemijahan (Setyono, 2004a).

Pakan merupakan faktor penting dalam kegiatan budidaya abalon (Bilbao et

al., 2012). Di daerah tropis, Gracilaria sp. dan Ulva sp. melimpah sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai pakan alami budidaya abalon (Setyono, 2004c). Ulva sp.

dan Gracilaria sp. merupakan kandidat yang baik sebagai pakan alami abalon

tropis (H. asinina) dalam kematangan gonad (Viera et al., 2011).

Menurut Fleurence (1999) genus Ulva memiliki kandungan protein antara

10-26% berat kering. Spesies Ulva reticulata memiliki kandungan protein 21,06%

(Ratana-arpon and Chirapart, 2006). Protein berperan penting dalam proses

(14)

Gracilaria sp. memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 42,59%

(Soegiarto dan Sulustijo, 1990). Abalon membutuhkan karbohidrat dalam pakan

untuk proses pertumbuhan dan gametogenesis (Bautista et l., 2001 dalam Grubert

et al., 2004).Peran nutrisi penting dalam proses pematangan gonad (Litaay, 2005).

Litaay et al. (2007) menyatakan asam lemak berperan dalam pematangan

gonad abalon tropis dan menurun setelah pemijahan. Lemak berpengaruh terhadap

sel tubuh dan perkembangan gonad abalon (Nelson et al., 2002). Capinpin et al.

(1998) telah melakukan studi biologi reproduksi abalon tropis (H.asinina)

menggunakan pakan G. bailinae dan G. coronopifolia. Hasil studi tersebut

menunjukkan bahwa gonad abalon tropis (H.asinina) mengalami perkembangan

dari tahap proliferative menjadi tahap maturing, ripe dan partly spawned.

Setyono (2011) menyatakan kombinasi Gracilaria sp. dan Ulva sp. sangat

dianjurkan dalam kematangan gonad abalon tropis (H.asinina) sebanyak 20% dari

berat tubuh. Beberapa studi budidaya abalon (Haliotis sp.) menyatakan kombinasi

pakan alami dalam pemeliharaan dan pematangan gonad induk lebih baik

daripada menggunakan pakan tunggal alami (Bilbao et al., 2012). Pakan tunggal

alami tidak bisa mencukupi keseluruhan nutrisi yang dibutuhkan dalam

pematangan gonad (Gordon et al., 2006).

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu diketahui presentase antara Ulva

reticulata dan Gracilaria sp. sebagai pakan alami yang dapat mempercepat

kematangan gonad abalon tropis (H.asinina)

(15)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah persentase kombinasi pakan antara Gracilaria sp. dan Ulva

reticulata berpengaruh terhadap tingkat kematangan gonad abalon tropis (H.

asinina) ?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh presentase kombinasi

pakan alami terhadap tingkat kematangan gonad abalon tropis (H. asinina).

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat membantu dalam kegiatan

pemulihan sediaan (restocking), peningkatan produksi benih dan budidaya

(16)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Abalon Tropis (Haliotis asinina)

Abalon, Haliotis termasuk dalam famili Haliotidae. Genus dalam famili

Haliotidae memiliki sekitar empat sampai tujuh buah subgenus dan jumlah

spesiesnya berkisar antara 100 sampai 130 jenis terkait dengan adanya hibridasi

(Octaviany, 2007). Menuurut Setyono (2008) abalon diklasifikasikan sebagai

berikut.

Filum : Moluska Kelas : Gastropoda

Ordo : Archaeogastropoda Famili : Haliotidae

Genus : Haliotis

Spesies : Haliotis asinine

Gambar 1. Abalon (Haliotis asinina) (Dokumentasi pribadi, 2013)

Abalon memiliki satu lembar cangkang yang terbuka lebar dengan

sederetan lubang pada tepi sebelah kiri (Setyono, 2008). Jumlah pori-pori

pernafasan terbuka melingkar mengikuti pertumbuhannya dan setiap spesies

berbeda jumlahnya (Hahn, 1989 dalam Rusdi dkk., 2010). Haliotis asinina

(17)

terdapat tujuh buah lubang yang dapat terlihat, namun hanya empat sampai lima

buah lubang yang tidak tertutup (Octaviany, 2007).

Kepala terletak di bagian depan (anterior) sebelah kanan, dekat dengan

bagian lubang cangkang. Pada bagian kepala tersebut terdapat mulut, sepasang

sungut (oral tentacles), sepasang mata dan jaringan parut (radula). Sungut dapat

dijulurkan keluar untuk mendeteksi lingkungan. Mata abalon sangat sensitif

terhadap cahaya sehingga abalon cenderung menghindari cahaya (Setyono, 2008).

Insang berada tepat di belakang kepala pada bagian sisi sebelah kiri

tubuhnya (Setyono, 2008). Insang berfungsi sebagai alat pernafasan. Sirkulasi air

berlangsung di bagian bawah tepi cangkang. Di dalam mulutnya terdapat lidah

parut (radula) yang berfungsi menghaluskan alga menjadi ukuran yang dapat

dicerna. Abalon (Haliotis sp.) tidak memiliki struktur otak yang jelas dan nyata

sehingga hewan ini dianggap sebagai salah satu hewan primitif. Hewan ini juga

memiliki hati yang terletak di bagian sisi atas (Rusdi dkk., 2010).

Organ dalam abalon tersusun melingkar di bawah cangkang. Organ

percernaan, pernapasan, sirkulasi dan reproduksi tersusun melingkari pusat otot

atau kaki jalan. Lubang anus bermuara tepat di bawah lubang terbuka pada

deretan terakhir. Organ reproduksi (gonad) terdapat pada bagian kanan

berseberangan dengan bagian cangkang yang berlubang (Setyono, 2008).

Octaviany (2007) menyatakan bagian dalam cangkang abalon berwarna

seperti pelangi, putih keperakan sampai hijau kemerahan. Dilihat dari fisiknya,

ukuran tubuh abalon berbeda-beda tergantung jenisnya, ukuran panjang

(18)

rufescens). Abalon tidak memiliki operkulum, cangkang abalon cembung dan

melekat kuat dengan kaki ototnya (muscular foot) di permukaan batu pada daerah

sublitoral. Warna cangkang bervariasi antara satu jenis dengan jenis lainnya

(Octaviany, 2007) (Gambar 2).

Keterangan : A. Kepala B. Mantel

C. Epipodium kanan D. Organ reproduksi E. Otot tambahan F. Insang

G. Jantung H. Epipodium kiri

I. Tentakel epipodial

Gambar 2. Anatomi Abalon (Haliotis sp.)(www.biosbcc.net, 2013)

2.2 Habitat dan Penyebaran

Octaviany (2007) menyatakan bahwa famili Haliotidae memiliki

penyebaran yang luas dan meliputi perairan seluruh dunia, yaitu sepanjang

perairan pesisir setiap benua kecuali perairan pantai Atlantik di Amerika Selatan,

Karibia, dan pantai Timur Amerika Serikat. Abalon paling banyak ditemukan di

perairan dengan suhu yang dingin, di belahan bumi bagian Selatan yaitu perairan

pantai Selandia Baru, Afrika Selatan dan Australia, sedangkan di belahan bumi

utara adalah di perairan Barat Amerika dan Jepang.

Abalon menyukai daerah berbatu di pesisir pantai terutama pada daerah

(19)

rendah juga merupakan syarat hidup abalon (Octaviany, 2007). Haliotis asinina

adalah spesies abalon tropis yang paling umum ditemukan di bawah bebatuan

dan celah karang pada perairan tropik dan sub tropik (Berthou, 2007 dalam

Kurnia, 2008) (Gambar 3).

Gambar 3. Sifat Hidup Abalon Menempel Pada Substrat Batu(Imamura, 2005 dalam

Setyono, 2007)

2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan Abalon

Pada umumnya abalon termasuk jenis siput laut herbivora atau pemakan

tumbuhan (Imai, 1982 dalam Setyono, 2008). Terdapat perbedaan jenis makanan

dan kebiasaan makan antara abalon dewasa dan larva. Selama fase larva, abalon

memakan kuning telur serta partikel organik terlarut yang ada di perairan (Shiling

et al., 1996 dalam Octaviany, 2007). Pada saat dewasa, abalon memakan beberapa

jenis rumput laut seperti Laurencia, Ulva, Hypnea, Kappaphycus, dan Gracilaria.

Abalon dewasa makan dengan cara menekan mulutnya untuk menempelkan

makanan (algae) dan radula bergerak dengan cara menggaruk untuk menyobek

(20)

2.4 Biologi Reproduksi Abalon (Haliotis asinina)

Abalon merupakan hewan yang tergolong dioecious (jantan dan betina

terpisah). Pembuahan terjadi di luar garnet jantan dan betina dilepaskan ke suatu

perairan, kemudian terjadi pembuahan (Setyono, 2004a). Siklus hidup abalon

berawal dari pemijahan hingga abalon menjadi dewasa dan kembali memijah

(Tom, 2007).

Telur terfertilisasi menetas menjadi larva (trochopore) dan bersifat

planktonik, kemudian pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi veliger

yang memakan plankton hingga mulai terbentuk cangkang. Ketika cangkang

sudah terbentuk, juvenile abalon akan cenderung menuju ke dasar perairan dan

melekatkan diri pada batu dengan memanfaatkan kaki ototnya (settlement).

Setelah menenggelamkan diri, abalon berubah menjadi pemakan makroalga

(adults) (Tom, 2007) (Gambar 4).

Gambar 4. Siklus Hidup Abalon(Hutchins, 2007 dalam Octaviany, 2007)

2.5 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad merupakan bagian dari reproduksi sebelum

(21)

tertuju kepada perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan berat

dalam gonad tersebut (Effendie, 2002). Pengamatan TKG pada abalon (Haliotis)

dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara visual dan morfologi (Setyono,

2006).

Menurut Setyono (2003) dalam Setyono (2004b) ada lima macam

kematangan gonad abalon bila ditinjau secara visual. Lima macam kematangan

gonad tersebut secara berurutan dimulai dari tahap recovery (immature dan

proliferative), maturing, ripe, partly spawned dan spent. Tahap recovery

(immature dan proliferative) ditandai dengan gonad berada pada ujung kelenjar

pencernaan. Testis berwarna krem keputihan sedangkan ovarium berwarna hijau

cerah. Penampakan secara visual kurang dari 25% atau TKG nol (Gambar 5a).

Tahap maturing ditandai dengan mulai tumbuh dan berkembangnya gonad,

penampakan secara visual berada pada kisaran 25-49% atau TKG satu (Gambar

5b) Tahap ripe, gonad abalon berkembang lebih dari 49%. Testis berwarna

kekuningan sedangkan ovari berwarna kehijauan atau TKG 2 (Gambar 5c).

Tahap fully ripe masih tergolong TKG dua namun perkembangan gonad

secara visual lebih besar yaitu 75% lebih besar dari kelenjar pencernaan. Tahap

fully ripe bisa dilihat tanpa mematikan abalon (Gambar 5d). Tingkat kematangan

gonad tahap tiga terdiri dari tahap partly spawned dan spent secara visual

perkembangan gonad kurang dari 50%. Tahap partly spawned ditandai dengan

gonad lembek dan pucat sedangkan tahap spent gonad berukuran kecil, gonad

lebih lembek dan pucat karena gamet sudah banyak dilepaskan ke air (Gambar 5e)

(22)

a b

c d

e

Gambar 5. Perkembangan Gonad Abalon Tropis (Setyono, 2003 dalam Setyono, 2004b)

keterangan :

D = digestive gland / kelenjar pencernaan ; G = gonad; a.Tahap recovery (immature dan

proliferative); b.Tahap maturing; c. Tahap ripe; d. Tahap fully ripe; e. Tahap partly spawned and

spent

Perkembangan TKG induk abalon secara morfologi menurut Suminto

dkk. (2010) dapat dibedakan berdasarkan warna gonad. Tahap immature dan

proliferative induk jantan ditandai dengan gonad berwarna krem dan berukuran

lebih kecil dibandingkan kelenjar pencernaan. Tahap ripe induk jantan abalon

ditandai dengan gonad berwarna krem cerah dan berukuran lebih besar daripada

kelenjar pencernaan (Gambar 6a). Tahap immature dan proliferative induk betina

ditandai dengan gonad berwarna hijau tua dan berukuran lebih kecil dibanding

kelenjar pencernaan (Gambar 6b).

Tahap maturing induk betina ditandai dengan gonad berwarna hijau cerah

(23)

(Gambar 6c). Tahap ripe induk betina ditandai dengan gonad berwarna hijau

cerah (Gambar 6d). Tahap partly spawned induk abalon betina ditandai dengan

gonad nampak lembek dan berwarna pucat karena gamet sudah banyak dilepaskan

saat pemijahan (Gambar 6e) (Suminto dkk., 2010).

a b

c d

e

Gambar 6. Tingkat Kematangan Gonad Abalon Berdasarkan Warna (Suminto dkk., 2010)

Keterangan :

a. Gonad jantan tahap ripe ; b. Gonad betina tahap recovery (immature dan proliferative); c. Gonad betina tahap maturing; d.Gonad betina tahap ripe; e.Gonad betina tahap partly

(24)

2.6 Proses Biologi Kematangan Gonad

Organ reproduksi (gonad) abalon (Haliotis sp.) terletak pada bagian kanan

berseberangan dengan bagian cangkang yang berlubang. Gonad terbungkus dalam

selaput berbentuk kantong dan tumbuh membesar dan nampak membengkak saat

akan memijah. Gonad induk betina berwarna hijau kebiruan menghasilkan telur

berwarna hijau, sedangkan induk jantan berwarna krem keputihan (Setyono, 2003

dalam Setyono, 2008).

Menurut Awaji and Hamano (2004) tahap pertama pembentukan gonad

adalah munculnya kantong gonad. Kantong gonad berkembang dalan lapisan

permukaan connective tissue yang tumbuh dalam conical appendage, utamanya

pada bagian otot cangkang. Kantong gonad menjadi tujuan akhir untuk migrasi

primordial germ cells (PGC) yang sebelumnya telah berdiferensiasi di dalam

oogonia primer atau spermatogonia. Diferensiasi seks pada abalon betina muncul

pada tahap chromatin-nucleous oocyte (CNO). Pada tahapan CNO diketahui

terdapat dua tipe non germ cells, salah satunya adalah acidophilic granule cells

(AGC) kemudian berkembang menjadi oocyte. AGC yang terdapat pada tahapan

CNO tersebut memiliki hubungan dalam perkembangan germ cells yaitu berperan

dalam kematangan oocyte pada abalon betina.

Najmudeen (2007) menyatakan pada tahap pekembangan gonad jantan

dimulai dari lumen testis dilintasi oleh percabangan pembuluh connective tissue

dan mengandung sel spermatogonia dan spermatosit. Spermatogonia dan

spermatosit primer memiliki nukleus berbentuk oval, sedangkan spermatosit

(25)

yang telah mature terdapat sel sertoli. Sel tersebut terletak dibawah lapisan

spermatogenesis pada trabeculae. Nicks and Chia (1986) dalam Awaji and

Hamano (2004) menyebutkan bahwa sel sertoli mendukung proses

spermatogenesis dan spermiogenesis beberapa gastropoda.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Gonad

Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi kematangan gonad abalon

adalah faktor eksogen dan endogen (Hahn 1989 dalam Setyono, 2004b). Faktor

endogenous yaitu prostaglandins (PGs) dan beberapa asam amino yang dihasilkan

oleh sel saraf yang berperan dalam proses kematangan gonad (Setyono, 2004b).

Hahn (1992) dalam Setyono (2004b) juga menambahkan hormon neurosecretory

yang ada di cerebral, pleural-pedal dan visceral ganglia berkaitan dengan proses

kematangan gonad pada proses gametogenesis dan vitelogenesis.

Faktor eksogen berpengaruh dalam perkembangan kematangan gonad

abalon tropis (H.asinina) termasuk diantaranya adalah lama penyinaran

(fotoperiod), temperatur air laut (suhu) dan pakan (Setyono, 2011). Fotoperiod

adalah lamanya penyinaran sejak matahari terbit hingga matahari terbenam.

Fotoperiod berpengaruh signifikan terhadap perkembangan gonad (Setyono, 2003

dalam Setyono, 2011). Sinyal fotoperiod diterima oleh fotoreseptor yang terdapat

di cerebral ganglia, sinyal tersebut kemudian mengaktifkan sel neurosecretory

untuk melepas hormon sehingga menstimulasi perkembangan gonad abalon

(Grubert, 2005). Dalam kematangan gonad abalon tropis (H.asinina) fotoperiod

yang digunakan adalah 12 jam terang dan 12 jam gelap, kandungan oksigen

(26)

Faktor eksogen lain yang berpengaruh dalam mengatur perkemangan

kematangan gonad gastropoda adalah temperatur (Webber, 1977 dalam Setyono,

2004b). Efek temperatur terhadap kematangan gonad abalon dilaporkan oleh Uki

and Kikuchi, (1984) dalam Fukazawa et al. (2007) yang menyebutkan temperatur

berpengaruh terhadap perkembangan gonad abalon (H.discus hannai) di Jepang

dan abalon (H.iris) di Selandia Baru (Kabir, 2001 dalam Setyono, 2004a).

Pakan merupakan faktor eksogen yang juga memainkan peran penting

dalam mempercepat kematangan gonad moluska (Runham, 1988 dalam Setyono,

2004b). Litaay (2005) menyatakan selama perkembangan kematangan gonad

abalon terjadi perubahan komposisi biokimia pada gonad dan kelenjar

pencernaan. Najmudeen (2007) menambahkan bahwa selama proses oogenesis

dan spermatogenesis abalon terjadi peningkatan jumlah lipid dan protein dalam

gonad pada famili Haliotidae.

Nutrisi esensial dalam jumlah besar seperti protein, lipid dan asam lemak

berupa arachidonic acid (ARA), eicosapentaenoic acid (EPA) dan

docosahexaenoic acid (DHA) berpengaruh pada peningkatan performa reproduksi

abalon H. Asinina (Teruel et al., 2001 dalam Chaitanawisuti et al., 2011). Lipid

berperan penting dalam gonadogenesis abalon (Uki and Watanabe, 1992 dalam

Nelson et al., 2002) dan proses vitelogenesis pada H. varia (Nelson et al., 2002).

Asam lemak DHA berperan dalam gametogenesis dan embriogenesis moluska

(Soudant et al., 1999 dalam Litaay, 2005). Asam lemak berupa ARA ditemukan

dalam jumlah signifikan pada kelenjar pencernaan dan gonad abalon (H.laevigata)

(27)

Pada proses gametogenesis, kelenjar pencernaan dan kaki secara signifikan

berperan dalam penyediaan lipid dan karbohidrat (Mercer et al., 1993 dalam

Grubert, 2005). Florento et al. (1996) dalam Litaay et al. (2007) melaporkan

bahwa salah satu sumber asam lemak dalam jumlah banyak dihasilkan dari alga

merah. Asam lemak yang dihasilkan oleh alga berperan penting dalam

pembentukan gonad abalon (Nelson et al., 2002). Alga merah seperti Gracilaria

sp. adalah jenis pakan alami yang dilaporkan baik untuk perkembangan gonad

induk abalon dari spesies H. asinina (Singhagraiwan, 1993 dalam Susanto dkk.,

2010). Ulva reticulata mengandung sejumlah asam lemak yaitu ARA, EPA dan

DHA (Ratana-arpon and Chirapart, 2006) yang diketahui baik untuk peningkatan

kematangan gonad abalon H. asinina (Teruel et al., 2001 dalam Chaitanawisuti et

al., 2011 dan Litaay, 2005).

2.8 Klasifikasidan Morfologi Gracilaria sp.

Gracilaria merupakan rumput laut yang termasuk dalam golongan

golongan Rhodophyceae (Sjafrie, 1990). Klasifikasi Gracilaria sp. berdasarkan

Marine Algae of New Zealand (2013) adalah sebagai berikut:

(28)

Gambar 7. Gracilaria sp. (Dokumentasi pribadi, 2013)

Gracilaria hidup dengan cara melekatkan diri menggunakan hold fast pada

substrat padat seperti kayu, batu, karang mati dan sebagainya. Jika dilihat secara

sepintas, tumbuhan ini berbentuk rumpun dengan tipe percabangan yang tidak

teratur. Thallus pada umumnya berbentuk silindris atau agak memipih. Ujung

thallus umumnya meruncing dan permukaannya halus atau berbintil-bintil.

Panjang thallus sangat bervariasi mulai dari 3,4 sampai 8 cm (Trono and Corrales,

1983 dalam Sjafrie, 1990).

2.9 Kandungan Nutrisi

Gracilaria memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan

dengan protein sayuran darat, yaitu 6,9 % berat kering (Norziah and Ching, 2000).

Qi et al. (2010) menambahkan kandungan protein pada Gracilaria dapat

meningkatkan pertumbuhan dan kelulushidupan (survival rate) abalon.

Gracilaria sp. memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 42,59% (Soegiarto dan

Sulustijo, 1990). Abalon membutuhkan karbohidrat dalam pakan untuk proses

(29)

Kebutuhan asam lemak abalon tropis sekitar 1,3% (Thongrod et al., 2003

dalam Mateos, 2012). Bautista et al. (2001) dalam Grubert et al. (2004)

menyatakan asam lemak dibutuhkan abalon untuk proses pertumbuhan dan

gametogenesis. Gracilaria juga mengandung vitamin antara lain B1 (0,4 IU), B2

(0,4 IU), B3 (14,4 IU), B12 (2,8 IU), asam folat (11,8 IU), dan C (1,1 IU) (David,

2001 dalam El-deek and Brikaa, 2009).

2.10 Klasifikasi dan Morfologi Ulva sp.

Ulva merupakan tumbuhan berthallus berupa helaian atau lembaran,

berwarna hijau cerah, sedikit bertangkai dan melekatkan diri dengan alat pelekat

pada benda-benda yang ada di dasar perairan (Yulianto, 1990). Menurut

(Vashista, 1984 dalam Yulianto, 1990) berdasarkan taksonominya, Ulva

reticulata digolongkan sebagai berikut.

Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Ulvales

Famili : Ulvaceae Genus : Ulva

Spesies : Ulva reticulata

(30)

Susunan selnya terdiri dari dua lapis yang berderet memanjang dengan

bentuk selnya sama besar serta dinding sel saling menutup. Tiap sel Ulva sp.

mempunyai satu inti yang terletak agak di tepi dan sisi lainnya terdapat

chloroplast. Chloroplast berpindah tempat di dalam sel vegetatif tergantung arah

cahaya (Yulianto, 1990).

2.11 Kandungan Nutrisi

Kandungan protein rumput laut berbeda-beda tergantung dari jenisnya.

Ulva memiliki kandungan Fe yang sangat tinggi. Beberapa rumput laut hijau

antara lain jenis yang tergolong genus Ulva memiliki kadar protein antara 10

sampai 26% (berat kering) (Rasyid, 2004). Ratana-arporn and Chirapart (2006)

menyatakan kadar karbohidrat Ulva reticulata sebanyak 55,77% sedangkan

protein 21,06% dan lemak sebesar 0,75%.

Ulva juga merupakan sumber vitamin C (10 IU), protein, asam folat (11,8

IU), dan beberapa jenis mineral seperti, Ca, K, Mg, Na, Cu, Fe dan Zn (Trono et

al., 1998 dalam Rasyid, 2004). David (2001) dalam El-deek and Brikaa (2009)

menyebutkan dalam 100 mg Ulva sp. kering terdapat vitamin A (0,06 IU), B1

(0,03 IU), B2 (8,0 IU), B12 (6,3 IU). Hal ini menunjukkan bahwa rumput laut ini

sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai pakan alami karena memiliki kadar

protein tinggi.

Beberapa studi budidaya abalon di Eropa menunjukkan kombinasi pakan

lebih baik daripada pakan tunggal, sebagai contoh Ulva lactuta yang

dikombinasikan dengan Palmaria menunjukkan peningkatan nutrisi terbaik dan

(31)

mengandung asam amino seperti leusin, valin, methionin yang baik dalam

pematangan gonad (Fitz Gerald, 2008). Asam amino ini penting dalam proses

pembentukan sel somatik dan jaringan gonad pada abalon (H.rubra) dan

(32)

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kematangan gonad pada abalon dipengaruhi oleh faktor endogen dan

eksogen (Hahn, 1989 dalam Setyono, 2004b). Faktor endogen tersebut adalah

prostaglandins (PGs) dan asam amino sedangkan faktor eksogen meliputi pakan,

temperatur dan fotoperiod. Salah satu faktor eksogen yang dapat dimanipulasi

adalah pakan (Setyono, 2004b). Teknologi manipulasi pakan dalam budidaya

abalon merupakan salah satu cara yang dapat diterapkan dalam proses

kematangan gonad (Bilbao et al., 2012).

Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi abalon dalam proses pematangan

gonad diperlukan protein sebesar 25% (Ogino and Kato, 1995 dalam Mai et al.,

1995) dari pakan. Kebutuhan nutrisi yang lainnya adalah karbohidrat sebesar

43-48% (Mateos, 2012). Asam lemak juga berperan dalam proses kematangan gonad,

kebutuhan lemak abalon sekitar 1,3% (Thongrod et al., 2003 dalam Mateos,

2012).

Kombinasi pakan alami yang diberikan pada proses pematangan gonad

abalon merupakan bagian dari penerapan teknologi manipulasi pakan (Bilbao et

al., 2012). Gracilaria sp. dan Ulva sp. merupakan kandidat yang baik sebagai

pakan alami yang berguna dalam mempercepat kematangan gonad induk abalon

tropis (H.asinina) (Viera et al., 2011). Kandungan nutrisi Gracilaria sp. meliputi

protein 4,17%, lemak 9,54% dan karbohidrat 42,49% (Soegiarto dan Sulustijo,

1990). Ratana-arporn and Chirapart (2006) menyatakan kandungan nutrisi Ulva

(33)

Nutrisi berperan penting dalam proses kematangan gonad (Litaay, 2005).

Pembentukan germinal epitelium diantara epidermis luar dan kelenjar pencernaan

didukung oleh protein dan lemak dalam makanan yang terdapat pada tahap

immature (Soudant et al., 1999 dalam Litaay, 2005). Lemak juga berperan dalam

proses asosiasi antara oogonia dan spermatogonia dengan trabeculae yang berada

pada tahap proliferative (Mai et al., 1995).

Utting and Millican (1998) dalam Litaay (2005) menyatakan kebutuhan

lemak dan protein meningkat seiring waktu pemijahan. Peningkatan tersebut

terjadi pada proses awal vitelogenesis telur berdiameter 25-30µm dan pada jantan

ditandai dengan mulai terbentuknya spermatosit primer (4n) yang mengalami

meiosis I menjadi spermatosit sekunder kemudian spermatid atau berada pada

tahap maturing. Pada tahap matang (ripe), kandungan lemak menurun,

pematangan gamet ditandai dengan testis jantan mengandung spermatozoa

sedangkan ovarium betina mengandung ovum dan polar body II dengan diameter

> 120µm (Lodeiros et al., 2001 dalam Litaay, 2005). Karbohidrat berperan dalam

proses vitelogenesis dan spermiogenesis abalon yang disintesis menjadi asam

lemak jika mengalami kekurangan (Beltran et al., 2003 dalam Litaay, 2005).

Kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan abalon (Haliotis sp.)

berpengaruh terhadap percepatan kematangan gonad induk abalon sehingga dapat

mengatasi permintaan induk matang gonad dan siap memijah (Litaay, 2005).

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu diketahui persentase kombinasi antara

Ulva reticulata dan Gracilaria sp. sebagai pakan alami yang dapat mempercepat

(34)

3.2 Hipotesis

Ada pengaruh persentase kombinasi Gracilaria sp. dan Ulva reticulata

sebagai pakan alami terhadap tingkat kematangan gonad abalon tropis (Haliotis

(35)

Gambar 9. Kerangka konseptual penelitian

Keterangan :

= yang tidak diteliti = yang diteliti

* = berdasarkan literatur

Kematangan gonad induk abalon (Haliotis asinina)

Faktor

Ulva reticulata Gracilaria sp.

(36)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan 25 Februari sampai 28 Maret

2014 di Unit Pelaksana Teknis Loka Pengembangan Kompetensi Sumberdaya

Manusia Oseanografi (UPT LPKSMO) Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Daerah

Khusus Ibukota Jakarta.

4.2 Materi Penelitian

4.2.1 Peralatan Penelitian

Alat-alat yang digunakan adalah 20 bak pemeliharaan (keranjang plastik),

styrofoam, timbangan digital, caliper, spatula, refraktometer dan termometer.

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 ekor induk

yang terdiri dari 100 ekor jantan dan 100 ekor induk betina abalon tropis (H.

asinina) yang berukuran 4-7 cm, Ulva reticulata dan Gracilaria sp.,

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan menggunakan

Analisys of Variance (ANOVA) yang terdiri dari lima perlakuan dan empat

ulangan sehingga terdapat 20 unit percobaan dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

(37)

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Variabel bebas : persentase kombinasi pakan alami (Gracilaria sp.

dan Ulva reticulata)

Variabel tergantung : tingkat kematangan gonad

Variabel terikat : abalon tropis (H.asinina) (panjang cangkang,

pertumbuhan berat tubuh dan warna gonad) dan

kualitas air (suhu dan salinitas)

4.3.2 Pelaksanaan Penelitian

A. Persiapan dan Pengaturan Peralatan

Penelitian ini menggunakan keranjang plastik volume 3 kg sebanyak 20

buah. Kemudian ditambahkan styrofoam, styrofoam dipotong berbentuk persegi

dengan ukuran 7 x 7 cm2 sebanyak 80 potong dan dipasang pada setiap keranjang

sebanyak 4 buah. Untuk menghindari abalon keluar dari keranjang, digunakan

waring sebagai penutup yang dipotong berbentuk persegi dengan ukuran 20 x 20

cm2 kemudian dijahit disekeliling keranjang. Pada bagian tengah digunting

sebagai jalan keluar masuk pakan dan abalon.

Setiap keranjang diisi 10 induk abalon yang terdiri dari lima induk jantan

dan lima induk betina. Lokasi penelitian dipindahkan di laut bagian selatan Pulau

Pari yang berjarak 500 m dari pantai dengan pasang tertinggi 1,5 meter dan surut

terendah 50 cm untuk mencegah kekeringan saat surut terendah. Keranjang abalon

selanjutnya diletakkan dalam karamba yang berukuran 1,5 x 3 meter agar tidak

(38)

B.Sampel

Sampel abalon (H.asinina) sebanyak 200 ekor diperoleh dari hasil

tangkapan alam di Pulau Pari dengan panjang cangkang antara 4–7 cm. Warna

gonad awal yang digunakan yaitu hijau kebiruan untuk induk betina dan krem

keputihan untuk induk jantan (tahap maturing).

C.Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan adalah Ulva reticulata dan Gracilaria sp. yang

diperoleh dari sekitar Pulau Pari. Pakan ditempatkan dalam karamba berukuran 1

x 1 x 0,3 m3 agar tetap segar. Kombinasi pakan abalon (H. asinina) diberikan

setiap tiga hari sekali sebanyak 10% / jenis pakan selama satu bulan. Pakan segar

diletakkan dalam keranjang plastik dan ditambahkan pecahan karang sebagai

pemberat.

Setiap hari dilakukan pembersihan untuk menghilangkan feces yang

mengendap dalam keranjang. Pakan yang diberikan sebelum dan sesudah akan

ditimbang menggunakan timbangan digital untuk mengetahui laju konsumsi

pakan induk abalon (H. asinina). Pemberian pakan berdasarkan lima perlakuan,

yaitu perlakuan A Gracilaria sp. (100%) : U. reticulata (0%) (G100 : U0), B

Gracilaria (75%) : U. reticulata (25%) (G75 : U25), perlakuan C Gracilaria sp.

(50%) : U. reticulata (50%) (G50 : U50), perlakuan D Gracilaria sp. (25%) :

U.reticulata (75%) (G25 : U75) dan perlakuan E Gracilaria sp. (0%) :

(39)

D.Pertambahan berat tubuh dan panjang cangkang

Pertambahan berat ditimbang mulai dari awal penelitian, yaitu minggu

kedua dan minggu keempat. Induk abalon ditimbang satu persatu sebanyak 200

induk pada masing-masing perlakuan dengan timbangan digital. Panjang

cangkang induk diukur satu persatu sebanyak 200 induk dengan caliper.

E. Pemijahan induk abalon untuk menguji hasil penelitian

Pemijahan dilakukan setelah perlakuan pakan selama satu bulan

pemeliharaan. Percobaan tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh

persentase kombinasi pakan terhadap kematangan gonad. Pemijahan diulang

sebanyak tiga kali. Induk abalon (H.asinina) jantan dan betina sebelumnya disortir

untuk mendapatkan induk yang benar-benar matang gonad (tahap ripe).

Pemijahan tersebut dilakukan dengan memilih masing-masing 10 induk jantan

dan betina. Induk yang matang gonad (tahap ripe) kemudian ditempatkan di

dalam wadah kecil guna menghindari terjadinya fertilisasi.

Waktu pemijahan dilakukan pada malam hari. Menjelang pemijahan (siang

sampai sore hari), bak pemijahan diisi dengan air laut yang sebelumnya telah

disaring dan disterilisasi dengan UV-sterilizer. Induk abalon hasil sortir diangkat

dari keranjang lalu dicuci dengan air laut bersih untuk menghilangkan kotoran dan

lumut yang menempel.

Induk abalon selanjutnya dikering-anginkan sebagai bentuk rangsangan

pemijahan dan kemudian ditempatkan dalam bak pemijahan yang memiliki cukup

(40)

secara berkala mulai pukul 20.00- 24.00 WIB untuk mengecek apakah telah

terjadi pemijahan.

4.4 Parameter Penelitian

A. Parameter Utama

Parameter utama yang diamati adalah tingkat kematangan gonad abalon

melalui pengamatan visual gonad yang diberi perlakuan dengan pemberian pakan

kombinasi. Pengamatan visual gonad dilakukan dengan mengacu pada Setyono

(2003) dalam Setyono (2004b).

B.Parameter Pendukung

Parameter pendukung penelitian ini adalah kualitas air yang meliputi

salinitas dan suhu, pertambahan berat tubuh, laju konsumsi pakan serta panjang

cangkang induk abalon. Pertambahan berat tubuh abalon (H.asinina) diamati dari

awal hingga berakhirnya penelitian. Pertambahan berat tubuh dihitung dengan

menggunakan rumus berat tubuh yang direkomendasikan oleh Effendie (1997)

dalam Susanto dkk. (2010) sebagai berikut :

Keterangan :

W= Pertambahan berat mutlak (g) ; Wt = berat rata-rata akhir penelitian (g) ; Wo = berat rata-rata awal penelitian (g)

Konsumsi pakan harian pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan

rumus yang direkomendasikan oleh Pereira et al. (2007) sebagai berikut :

Keterangan :

FC : Konsumsi pakan (g) ; F1 : Berat pakan awal (g) ; F2 : Berat pakan akhir (g) W = Wt - Wo

(41)

4.5 Analisa Data

Analisa data yang meliputi pertambahan berat tubuh, laju konsumsi pakan

dan panjang cangkang abalon tropis dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan Analisys of Variance (ANOVA) kemudian diuji lanjut Duncan.

Pengamatan kematangan gonad secara visual induk abalon mengacu pada Setyono

(42)

Gambar 10. Diagram Alir Penelitian

Induk abalon (H.asinina)

Persentase kombinasi pakan Gracilaria sp. dan Ulva reticulata.

Pengamatan visual gonad induk abalon (H.asinina) (setiap 14 hari selama satu bulan)

Pengukuran kualitas air (suhu dan salinitas setiap hari

pukul 16.00 WIB) Pengukuran

pertambahan berat tubuh (minggu kedua dan minggu keempat),

laju konsumsi pakan (setiap tiga hari), panjang cangkang (satu

kali pada awal penelitian)

Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Analisa data

Kesimpulan 100 %

(43)

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil

a. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Berdasarkan hasil pengamatan TKG induk jantan, pada perlakuan A (G100

:U0) diketahui pada minggu kedua terjadi perkembangan TKG dari tahap awal

maturing (100%) menjadi tahap ripe (30%), partly spawned (10%), dan spent

(5%), sedangkan yang tetap berada pada tahap maturing 55%. Perlakuan B (G75 :

U25) terjadi perkembangan TKG dari 100% tahap maturing menjadi ripe (30%),

partly spawned (15%) dan tidak ditemukan tahap spent (0%), sedangkan yang

tetap berada pada tahap maturing 55%. Perlakuan C (G50 : U50) terjadi

perkembangan TKG dari 100% tahap maturing menjadi ripe (35%), partly

spawned (30%) dan spent (0%), sedangkan yang tetap berada pada tahap maturing

35%.

Perlakuan D (G25 : U75) induk jantan pada minggu kedua terjadi

perkembangan TKG dari 100% tahap maturing menjadi ripe (25%), partly

spawned (15%) dan spent (0%), sedangkan yang tetap berada pada tahap maturing

60%. Perlakuan E (G0 :U100) terjadi perkembangan TKG dari 100% tahap

maturing menjadi ripe (25%), partly spawned (25%) dan spent (0%), sedangkan

(44)

Gambar 11.Persentase TKG Induk Jantan Semua Perlakuan Pada Minggu Kedua

maturing 31,6% dan ditemukan tahap proliferative (32%). Induk jantan perlakuan

B (G75 : U25), diketahui terjadi perkembangan TKG tahap ripe (0%), partly

spawned (0%) dan spent (29,4%), sedangkan yang tetap berada pada tahap

maturing 52,9% dan ditemukan tahap proliferative (18%). Perlakuan C (G50 :

U50) pada minggu keempat, terjadi perkembangan TKG menjadi tahap ripe

(10%), partly spawned (45%) dan spent (25%), sedangkan yang tetap berada pada

tahap maturing 5% dan didapati tahap proliferative (15%) (Gambar 12).

Perlakuan D (G25 : U75) induk jantan pada minggu keempat, diketahui

terjadi perkembangan TKG menjadi ripe (6,7%), partly spawned (13%) dan spent

(0%), sedangkan yang tetap berada pada tahap maturing 26,7% juga ditemukan

(45)

minggu keempat diketahui, terjadi perkembangan TKG menjadi tahap ripe (25%),

partly spawned (25%) dan spent (0%), sedangkan yang tetap berada pada tahap

maturing 40% dan ditemukan tahap proliferative (10%) (Gambar 12).

Gambar 12.Persentase TKG Induk Jantan Semua Perlakuan Pada Minggu Keempat

Keterangan :

I = immature ; P = proliferative ; M = maturing ; Ps = partly spawned ; S = spent ; A (G100 : U0) ; B = (G75 : U25) ; C (G50 : U50) ; D (G25 : U75) ; E = (G0 : U100)

Hasil pengamatan induk betina minggu kedua pada perlakuan A (G100 :

U0) diketahui tahap awal (maturing) 100% telah terjadi perkembangan TKG

menjadi ripe (10,5%), partly spawned (10,5%) dan spent (16%), sedangkan yang

tetap berada pada tahap maturing 31,6% dan ditemukan tahap proliferative

(31,6%). Perlakuan B (G75 : U25) terjadi perkembangan TKG dari 100% tahap

(46)

sedangkan yang tetap berada pada tahap maturing 5% dan terdapat tahap

proliferative (15%) (Gambar 13).

Induk betina perlakuan D (G25 :U75) pada minggu kedua menunjukkan

terjadi perkembangan TKG dari tahap maturing 100% menjadi ripe (6,7%), partly

spawned (13,3%) dan spent (0%), sedangkan yang tetap berada pada tahap

maturing 26,7% dan terdapat tahap immature (13,3%) serta proliferative (40%).

Induk betina perlakuan E (G0: U100) menunjukkan terjadi perkembangan TKG

dari tahap maturing 100% menjadi ripe (25%), partly spawned (25%) dan spent

(0%), sedangkan yang tetap berada pada tahap maturing 40% dan terdapat tahap

proliferative (10%) (Gambar 13).

Gambar 13. Persentase TKG Induk Betina Minggu Perlakuan Pada Minggu Kedua

Keterangan :

I = immature ; P = proliferative ; M = maturing ; Ps = partly spawned ; S = spent ; A (G100 : U0) ; B = (G75 : U25) ; C (G50 : U50) ; D (G25 : U75) ; E = (G0 : U100)

Induk betina perlakuan A (G100 : U0) pada minggu keempat, diketahui

terjadi perkembangan TKG tahap ripe (50%), partly spawned (15%) dan spent

(47)

U25) pada minggu keempat, diketahui telah terjadi perkembangan TKG menjadi

tahap ripe (10%), partly spawned (25%) dan spent (5%), sedangkan yang tetap

berada pada tahap maturing 60%. Perlakuan C (G50 : U50) diketahui terjadi

perkembangan TKG menjadi tahap ripe (30%), partly spawned (20%) dan spent

(5%), sedangkan yang tetap berada pada tahap maturing 45% (Gambar 14).

Pada minggu keempat, induk betina perlakuan D (G25 : U75) diketahui

terjadi perkembangan TKG menjadi tahap ripe (40%), partly spawned (15%) dan

spent (0%), sedangkan yang tetap berada pada tahap maturing 45%. Perlakuan E

(G0 : U100), diketahui terjadi perkembangan TKG menjadi tahap ripe (20%),

partly spawned (15%) dan spent (0%), sedangkan yang tetap berada pada tahap

maturing 65% (Gambar 14). Data lengkap pengamatan TKG induk abalon dapat

dilihat di Lampiran 6.

Gambar 13. Persentase TKG Induk Betina Semua Perlakuan Pada Minggu Keempat

(48)

b. Laju konsumsi pakan

Berdasarkan pemberian pakan yang dilakukan selama satu bulan,

diperoleh hasil bahwa laju konsumsi pakan induk abalon tidak berbeda nyata (p <

0,05) pada lima perlakuan persentase kombinasi pakan (Tabel 1). Data lengkap

laju konsumsi pakan induk abalon selama satu bulan pada Lampiran 2.

Tabel 1. Laju Konsumsi Pakan Induk Abalon Selama Satu Bulan

Perlakuan Jumlah Induk Rata-rata ± St dev

A 36 0,814 ± 0,44a

B 36 0,748 ± 0,46a

C 36 0,817 ± 0,47a

D 36 0,787 ± 0,53a

E 36 0,777 ± 0,46a

Keterangan :

St dev = standar deviasi

A = G100:U0 ; B = G75:U25 ; C = G50:U50 ; D = G25:U75 ; E = G0:U100

c. Berat tubuh

Berdasarkan pemberian pakan yang dilakukan selama satu bulan,

diperoleh hasil pertambahan berat tubuh induk abalon. Pada minggu kedua

penelitian (Tabel 2) diperoleh hasil pertambahan berat tubuh induk abalon

tertinggi yaitu perlakuan D (G75 : U25), kemudian perlakuan A (G100 : U0),

perlakuan E (G0 : U100), perlakuan B (G75 : U25) dan pertambahan berat tubuh

terkecil pada perlakuan C (G50 : U50). Pada minggu keempat penelitian (Tabel 2)

diperoleh hasil pertambahan berat tubuh induk abalon tertinggi yaitu pada

perlakuan D (G75 : U25), kemudian perlakuan A (G100 : U0), perlakuan C (G50 :

(49)

perlakuan E (G0 : U100). Data hasil transformasi perubahan berat tubuh abalon

dapat dilihat padaLampiran 4.

Tabel 2. Selisih Rata-Rata Berat Tubuh Induk Abalon Pada Minggu Kedua dan Minggu Keempat

Perlakuan W awal (gram) (gram) W II W IV (gram)

A 2,97 1,61 2,28

B 2,96 1,47 2,15

C 3,58 1,44 2,167

D 2,86 1,62 2,4

E 3,42 1,56 2,06

Keterangan :

W awal = berat tubuh awal induk abalon ; W II = rata-rata selisih berat tubuh induk minggu kedua ; W IV = rata-rata selisih berat tubuh induk minggu keempat ; A = G100:U0 ; B = G75:U25 ; C = G50:U50 ; D = G25:U75 ; E = G0:U100

Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan pakan berpengaruh

(p > 0,05) terhadap pertambahan berat tubuh induk abalon (Lampiran 5).

Pertambahan berat tubuh induk akibat pengaruh pakan tersebut selanjutnya diuji

Duncan. Pertambahan berat tubuh induk tertinggi adalah perlakuan D (G25 : U75)

yang berbeda nyata (p > 0,05) dengan empat perlakuan lain, yaitu perlakuan A

(G100 : U0), B (G75 : U25), C (G50 : U50) dan E (G0 : U100) (Tabel 3).

Perlakuan C (G50 : U50) menunjukkan rata-rata terendah dan tidak berbeda nyata

(50)

Tabel 3. Rata-Rata Pertambahan Berat Induk Selama Satu Bulan

Perlakuan Jumlah Induk Rata-rata ± st dev

A 35 1,135 ± 0,22 b

B 38 1,073 ±0,23b

C 40 1,083±0,36b

D 40 1,418±0,29a

E 40 1,029±0,29b

Keterangan :

St dev = standar deviasi ; A = G100:U0 ; B = G75:U25 ; C = G50:U50 ; D = G25:U75 ; E = G0:U100

d. Panjang cangkang

Panjang cangkang abalon dikelompokkan berdasarkan interval panjang

cangkang abalon. Interval panjang cangkang atau shell lenght (SL) dibagi menjadi

empat kelompok, yaitu 4,0-4,9 cm, 5,0 -5,9 cm, 6,0-6,9 cm dan 7,0-7,9 cm

(Lampiran 4). Hasil pengukuran panjang cangkang awal sebelum penelitian

diketahui, panjang cangkang induk pada perlakuan A (G100 : U0) kelompok

4,0-4,9 cm sebesar 42,5%, 5,0-5,9 cm (7,5%), 6,0-6,9 cm (27,5%) dan 7,0-7,9 cm

(1%) (Tabel 4).

Panjang cangkang induk abalon pada perlakuan B (G75 : U25) kelompok

4,0–4,9 cm sebesar 37,5%, 5,0-5,9 cm (40%), 6,0 -6,9 cm (20%), 7,0-7,9 cm

(1%). Panjang cangkang induk pada perlakuan C (G50 : U50) kelompok 4,0-4,9

cm (7,5%), 5,0-5,9 cm (55%), 6,0-6,9 cm (35%), 7,0-7,9 cm (1%). Panjang

cangkang induk pada perlakuan D (G25 : U75) kelompok 4,0-4,9 cm (17,5%),

5,0-5,9 cm (62,5%), 6,0-6,9 cm (17,5%) dan 7,0-7,9 cm (1%). Panjang cangkang

induk pada perlakuan E (G0 : U100) kelompok 4,0-4,9 cm (12,5%), 5,0-5,9 cm

(51)

Tabel 4. Persentase Shell Length Induk Abalon Selama Satu Bulan (Awal Penelitian Sampai Akhir Penelitian)

Interval Persentase SL berdasarkan komposisi pakan (%) Jumlah induk

Selama penelitian diketahui kualitas air yang meliputi suhu dan salinitas

berada pada kisaran 27 -34˚C dan 24-34 ppt. Data lengkap mengenai kualitas air

selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 9.

5.2 Pembahasan

Secara umum, perkembangan TKG induk abalon yang dimulai pada tahap

maturing akan berkembang menjadi ripe, partly spawned dan spent. Pakan

merupakan salah satu faktor eksogen yang berpengaruh terhadap kematangan

gonad induk abalon (Setyono, 2004a). Pernyataan yang sama juga dikemukakan

oleh Capinpin et al. (1998) pakan berpengaruh terhadap kematangan gonad

abalon tropis (H.asinina) yang dimulai dari tahap proliferative berkembang

menjadi tahap maturing, ripe dan partly spawned.

Hal ini tampak pada perkembangan TKG induk abalon pada perlakuan A

(52)

tinggi (Gambar 12). Pada minggu keempat perlakuan C (G50 : U50) menunjukkan

berkurangnya tahap ripe (10%), tetapi terdapat peningkatan tahap partly spawned

(45%) dan muncul tahap spent (25%) (Gambar 12).

Gracilaria sp. dan Ulva reticulata yang digunakan dalam penelitian ini

memiliki nutrisi esensial berupa asam lemak yang diketahui membantu proses

dalam kematangan gonad induk abalon (Viera et al., 2011). Kematangan gonad

induk abalon membutuhkan nutrisi esensial seperti protein, karbohidrat dan asam

lemak dalam jumlah besar (Teruel et al., 2001 dalam Chaitanawisuti et al., 2011).

Kandungan lipid dalam Gracilaria sp. sebesar 2,22% melengkapi kekurangan

lipid pada Ulva reticulata yang berjumlah 0,75%. Lipid juga berperan penting

dalam gonadogenesis abalon (Uki and Watanabe, 1992 dalam Nelson et al., 2002)

dan proses vitelogenesis pada H. varia (Nelson et al., 2002).

Protein dalam rumput laut dimanfaatkan oleh abalon sebagai sumber

energi saat pembentukan gonad (gonadogenesis) jika sumber energi yang lain

tidak tersedia. Protein disintesis menjadi asam amino untuk meningkatkan

performa gonadogenesis (Mai et al., 1995). Kebutuhan protein meningkat

menjelang pemijahan dan menurun pasca pemijahan (Litaay, 2005). Abalon lebih

banyak menggunakan karbohidrat dan asam lemak sebagai sumber energi dalam

pembentukan gonad daripada protein karena memiliki enzim aktif (amilase) untuk

mensintesis karbohidrat menjadi lipid non esensial (Mai et al., 1995).

Perkembangan TKG induk jantan minggu keempat pada lima perlakuan,

yaitu A (G100 : U0), B (G75 : U25), C (G50 : U50), D (G25 : U75) dan E (G0 :

(53)

Pada perlakuan D (G25 : U75) juga ditemukan tahap immature (13,3%) pada

induk jantan minggu keempat (Gambar 13). Hal ini diduga terjadi akibat pengaruh

persentase kombinasi pakan sehingga siklus kematangan gonad induk abalon

tidak stabil atau mengalami atresia. Pernyataan ini diperkuat oleh Ripley (1992)

bahwa atresia dapat terjadi pada Mya arenaria akibat penurunan lipid dalam

tubuh induk karena pengaruh terbatasnya pilihan pakan.

Induk abalon dengan tahap ripe hasil penelitian dipijahkan untuk

mengetahui kemampuan induk dalam memijah. Tahap ripe digunakan sebagai

acuan pemijahan induk abalon karena secara visual volume gonad 75% lebih

besar dari kelenjar pencernaan dan mampu dilihat tanpa mematikan induk abalon.

Hasil yang didapat menunjukkan tidak terjadi proses pemijahan pada induk abalon

yang matang gonad (ripe). Kegagalan pemijahan bisa terjadi akibat persentase

kombinasi pakan yang berbeda sehingga memberikan pengaruh terhadap tingkat

kematangan gonad induk abalon.

Sebelum mendapat perlakuan, gonad induk abalon berada pada tahap

maturing. Setelah mendapat perlakuan pakan, induk abalon mengalami

perkembangan TKG yang bervariasi yaitu ripe, partly spawned dan spent

(Lampiran 6). Berdasarkan pengamatan secara visual, induk abalon tahap partly

spawned memiliki volume gonad kurang dari 50%, sedangkan induk abalon tahap

spent ditandai dengan gonad lembek, berwarna pucat dan volume gonad kurang

dari 50% karena gamet telah banyak dilepaskan ke air.

Pada penelitian ini, diketahui laju konsumsi pakan induk tertinggi terdapat

(54)

nyata (p < 0,05) dengan empat perlakuan lain (Tabel 1). Perubahan berat tubuh

terendah juga terjadi pada perlakuan C (G50 : U50), namun jika dibandingkan

dengan empat perlakuan lain, yaitu A (G100 : U0), B (G75 : U25), D (G25 : U75)

dan E (G0 : U100) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p < 0,05).

Adanya perubahan berat tubuh diduga digunakan utuk proses perkembangan TKG

induk abalon. Setyono (2004a) menambahkan kemampuan abalon dalam

memenuhi kebutuhan nutrisi gonad mengakibatkan kemampuan perkembangan

TKG menjadi lebih tinggi. Hal ini terlihat dari perkembangan TKG induk abalon

pada perlakuan C (G50 : U50) yang lebih tinggi dibandingkan empat perlakuan

yang lain, yaitu A (G100 : U0), B (G75 : U25), D (G25 : U75) dan E (G0 : U100).

Abalon memakan berbagai macam alga di alam jika memiliki tekstur

lembut untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pemilihan alga sebagai pakan

dipengaruhi oleh palatabilitas (kesukaan pakan) (Steneck and Walting, 1982

dalam Viera et al., 2011). Dalam penelitian ini, induk abalon semua perlakuan

pada minggu kedua penelitian mengalami penurunan berat tubuh sebesar 58,7%

(Lampiran 4). Induk abalon memakan semua jenis alga (Gracilaria sp. dan Ulva

reticulata ) yang disediakan dalam penelitian. Hal ini diduga terjadi karena induk

abalon hanya memanfaatkan pakan alami untuk bertahan hidup karena masih

beradaptasi pada lingkungan penelitian. Pada minggu keempat penelitian,

diketahui induk abalon semua perlakuan telah mengalami peningkatan berat tubuh

sebesar 15,44% (Lampiran 4). Hal ini diduga terjadi karena induk abalon sudah

mampu beradaptasi pada lingkungan penelitian sehingga pakan alami juga

(55)

pernyataan Viera et al. (2011) bahwa induk abalon mampu mensintesis karbohirat

menjadi lipid non esensial dari alga untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi

dalam proses perkembangan gonad.

Rumput laut Gracilaria sp. sebagai pakan alami yang memiliki thallus

lembut dan halus sehingga mudah dicerna oleh abalon (Haliotis sp.) (Trono and

Corrales, 1983 dalam Sjafrie, 1990). Hal ini didukung oleh pernyataan Setyono

(2006) bahwa abalon lebih menyukai bagian lembut dari alga. Terbatasnya pilihan

makanan, menyebabkan abalon (H.asinina) memakan rumput laut (Gracilaria sp.

dan Ulva reticulata) yang telah disediakan dalam penelitian. Bentuk thallus Ulva

reticulata yang berupa helaian dan mengapung diatas air diduga menyebabkan

abalon (H.asinina) tidak bisa mengambil pakan tersebut (Yulianto, 1990). Hal

tersebut didukung oleh pernyataan Kurnia (2008) bahwa abalon (Haliotis sp.)

memiliki pilihan makanan (food preference) karena lebih menyukai alga merah,

dan memakan sedikit jenis alga hijau.

Berat tubuh induk moluska tidak bisa dijadikan acuan penentuan TKG

(Gurney and Mundy, 2004). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Grant and

Tyler (1983) dalam Gurney and Mundy (2004) bahwa berat tubuh abalon

(H.asinina) tidak dianjurkan digunakan sebagai acuan TKG. Diperkuat oleh

pernyataan Naylor (1996) dalam Gurney and Mundy (2004) bahwa penentuan

TKG yang ditinjau berdasarkan ukuran berat tubuh tidak dapat dijadikan sebagai

acuan apabila digunakan pada penelitian yang menggunakan ukuran sampel tidak

(56)

Pemberian pakan alami terhadap abalon selama satu bulan tidak

berpengaruh terhadap panjang cangkang induk abalon. Hal ini dibuktikan dengan

dominasi panjang cangkang kelompok 4,0-4,9 cm sebesar 42,5%, pada perlakuan

A (G100 : U0). Perlakuan B (G75 : U25) didominasi panjang cangkang kelompok

5,0-5,9 cm sebesar 40%, perlakuan C (G50 : U50) didominasi panjang

cangkangkelompok 5,0-5,9 cm sebesar 55%, perlakuan D (G25 : U75) didominasi

panjang cangkang kelompok 5,0-5,9 cm sebesar 62,5% dan perlakuan E (G0 :

U100) didominasi panjang cangkang kelompok 5,0-5,9 cm sebesar 60% (Tabel 3).

Pertumbuhan abalon sangat lambat dan berbeda setiap spesiesnya.

Pertumbuhan panjang cangkang abalon berkisar antara 1,0-2,5 mm/bulan

(Stickney, 2000 dalam Susanto dkk., 2010). Pertumbuhan lambat abalon

disebabkan karena abalon termasuk kategori herbivora pasif sehingga hanya akan

memilih dan memanfaatkan pakan yang tersedia di sekitarnya (Cook, 1991 dalam

Susanto dkk., 2010). Pernyataan ini didukung oleh Corezani and Illanes (1996)

dalam Susanto dkk., (2010) bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi abalon

dalam memilih alga sebagai makanan, yaitu senyawa metabolit dalam alga,

morfologi dan tingkat kekerasan alga. Menurut Cardozo et al. (2007) senyawa

metabolit tersebut meliputi asam lemak, steroid, karotenoid, phycocolloid, lektin

dan mikosporin. Fitz Gerald (2008) menambahkan bahwa bagian lembut dari alga

yang berupa thallus mengandung senyawa metabolit yang dibutuhkan induk

abalon untuk proses perkembangan gonad.

Kualitas air yang berpengaruh dalam kematangan gonad induk abalon

(57)

hasil penelitian, parameter kualitas air yang diukur adalah suhu dan salinitas.

Suhu dan salinitas yang diamati selama satu bulan penelitian berada pada kisaran

27-34˚C dan 24-34 ppt. Menurut Hone and Fleming (1998) dalam Kurnia (2008),

suhu berperan penting dalam kehidupan abalon. Suhu yang tinggi dapat

menyebabkan stres. Spesies H.asinina membutuhkan kisaran suhu 20-32˚C. Suhu

yang lebih disukai oleh H.asinina adalah 28˚C. Fallu (1991) dalam Kurnia (2008)

menambahkan bahwa abalon lebih menyukai salinitas air laut yang berkisar antara

(58)

VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Persentase kombinasi pakan berpengaruh terhadap tingkat kematangan

gonad induk abalon tropis (H.asinina). Persentase kombinasi pakan Gracilaria sp.

dan Ulva reticulata sebagai pakan alami dengan perbandingan masing – masing

50% merupakan persentase yang dapat meningkatkan kematangan gonad induk

abalon (H.asinina).

6.2 Saran

1. Induk abalon hasil tangkapan alam sebaiknya diadaptasikan terlebih dahulu

dalam lingkungan laboratorium minimal satu bulan pemeliharaan untuk

menghindari stres dan kematian masal induk abalon (H.asinina).

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih lama (minimal

tiga bulan) sehingga diperoleh induk abalon yang siap untuk dipijahkan.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Awaji, M and K. Hamano. 2004. Gonad Formation, Sex Differentiation and Gonad Maturation Processes in Artificially Produced Juveniles of The Abalone (Haliotis discus hannai). Journal of Aquaculture 239 : 397-411.

Bilbao, A., I. Uriarte., M. D. P.Viera., B. Soza., H. F. Palacios., and C. M. H Cruz. 2012. Effect of Macroalgae Protein Levels on Some Reproductive Aspects and Physiological Parameters for the Abalone, Haliotis tuberculata coccinea (Reeve 1846). Journal of the World Aquaculture Society 43 (6) : 764-777.

Capinpin, E. C., V. C. Encena and N. C. Bayona. 1998. Studies on The Reproductive Biology of The Donkeys Ear Abalone, Haliotis asinina Linne. Journal of Aquaculture 166 : 141-150.

Chaitanawisuti, N., S. Sangsawangchote and S. Piyatiratitivorakul. 2011. Difference in Fatty Acid Composition of Egg Capsules from Broodstock Spotted Babylon, Babylonia areolata, Fed A Local Trash Fish and Formulated Diet under Hatchery Condition. International Journal of Fisheries and Aquaculture 3(5). pp. 89-95.

Cardozo, K. H. M., T. Guaratini., M . P. Barros., V. R. Falcao., A. P. Tonon., N. P. Lopes., S. Campos., M. A. Torres., A. O. Souza., P. Colepicolo and E. Pinto. 2007. Metabolites from algae with economical impact. Journal of Comparative Biochemistry and Physiology 146 : 60-78.

El-deek, A. A and M. A. Brikaa. 2009. Nutritional and Biological of Marine Seaweed as a Feedstuff and as a Pellet Binder in Poultry Diet. Journal of Poultry Science 8 (9) : 875-881.

Fleurence, J. 1999. Seaweed Proteins: Biochemical, Nutritional Aspects and Potential Uses. Journal of Food Science and Technology 10 : 25-28.

Fitz Gerald, A. 2008. Abalone Feed Requirements. South West Abalone Growers Association. Prosiding. Final Report for SEAFISH. Pp 8-9.

Grubert, M. A., G. A. Dunstan and A. J. Ritar. 2004. Lipid and Fatty Acid Composition of Pre- and Post-Spawning Blacklip (Haliotis rubra) and Greenlip (Haliotis laevigata) Abalone Conditioned at Two Temperatures on a Formulated Feed. Journal of Aquaculture 242 : 297-311.

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 1. Abalon (Haliotis asinina) (Dokumentasi pribadi, 2013)
Gambar 2. Anatomi Abalon (Haliotis sp.) (www.biosbcc.net, 2013)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Nilai siswa yang mendaftar:.. Jumlah Nilai siswa

1) Mendaftarkan diri dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila belum mempunyai NPWP. 2) Mengambil sendiri blangko Surat Pemberitahuan (SPT) dan blangko

DI Jawa Barat, pembunuhan massal juga terjadi, tetapi dalam skala yang jauh lebih kecil karena militer di Jawa Barat cukup patuh pada perintah Presiden Soekarno

Paham ideologi ini memandang, bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hukum alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan

Kamus data adalah suatu daftar data elemen yang terorganisir dengan. definisi yang tetap dan sesuai dengan sistem, sehingga user dan analis

Berdasarkan sumber yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit kulit di atas, maka dapat disimpulkan faktor- faktor yang dominan

Pada saat mode BTG manual, mode turbin follow diaktifkan dengan menghidupkan main steam Inlet Pressure Control (MSIPC), sedangkan untuk penaikan atau penurunan

&#34;aram yang digunakan sebagai bahan baku diambil dari sekitar pantura, sebelum &#34;aram yang digunakan sebagai bahan baku diambil dari sekitar pantura, sebelum di gunakan