LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Teori Dasar Pengujian Bahan
1.1.1 Pengujian Bahan
Pengujian bahan adalah pengujian suatu material untuk mengetahui sifat
mekanik, cacat, dan lain-lain suatu material. Dalam pengujian bahan ini ada 2 macam
jika ditinjau berdasarkan sifat dari pengujian tersebut, yaitu :
a. Pengujian Destruktif
Pengujian destruktif adalah pengujian suatu material, tapi hasil akhirnya
akan menyebabkan cacat atau rusak. Pengujian ini dilakukan dengan cara
merusak benda uji dengan cara pembebanan atau penekanan sampai benda uji
tersebut rusak, dari pengujian ini akan diperoleh sifat mekanik bahan. Pengujian
destruktif terdiri dari :
1. Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan adalah pengujian suatu material dengan
mengukur ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis. Nilai
kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap penetrasi.
2. Pengujian Tarik
Pengujian tarik adalah pengujian suatu material dengan cara
memberikan beban gaya yang berlawanan arah dalam satu garis lurus.
Pengujian ini digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material
terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat.
3. Pengujian Impact
Pengujian impact adalah pengujian suatu material untuk mengetahui kekuatan impactnya. Kekuatan impact adalah kekuatan suatu material untuk menahan beban dinamik yang diberikan secara mendadak
yang menyebabkan patah atau rusak. Ada 2 metode dalam pengujian ini,
yaitu charpy dan izod. 4. Pengujian Struktur
Pengujian struktur adalah pengujian yang digunakan untuk
melihat struktur logam. Prosesnya adalah material dipotong dan dikikis
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
2 secara makroskopis dan juga secara mikroskopis. Dalam pengujian
mikroskopik, spesimen diamati secara khusus menggunakan mikrsokop
metalurgi untuk mengetahui struktur spesimen dan juga rasio dari tiap
tiap komponen dalam spesimen.
b. Pengujian Non-Destruktif
Pengujian non-destruktif adalah salah satu teknik pengujian material
tanpa merusak benda ujinya. Pengujian bertujuan untuk mendeteksi secara dini
timbulnya crack atau flaw pada material secara dini. Dari tipe keberadaan crack
pada material uji dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu inside crack dan
surface crack. Pengujian non-destruktif antara lain adalah :
1. Pengujian Visual
Metode ini bertujuan untuk menemukan cacat atau retak serta
melihat korosi pada permukaan. Digunakan alat bantu optikal untuk
dapat melihat cacat atau retakan pada permukaan secara jelas.
2. Pengujian Cairan Penetran
Metode ini digunakan untuk menemukan cacat permukaan
terbuka dari permukaan solid, baik logam maupun non logam. Metode ini
menggunakan 3 jenis cairan untuk melihat cacat pada permukaan, yaitu
penetrant, cleaner, dan developer. Proses pengujian ini adalah :
1. Pembersihan permukaan.
2. Penetration, pada tahap ini diberikan cairan penetran pada permukaan benda kerja yang diperiksa, kemudian ditunggu
beberapa saat, sehingga cairan dapat masuk ke dalam celah
retakan.
3. Cleaning, yaitu pembersihan cairan penetran, pembersihan tidak boleh berlebihan, karena dapat menyebabkan penetrant yang
meresap akan terbilas semua.
4. Development, yaitu pemberian developer pada permukaan yang telah bersih, cairan developer akan menyerap cairan penetran
kembali ke permukaan.
5. Inspection, setelah penyemprotan cairan developer, maka cacat pada permukaan akan tampak.
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
3 3. Pengujian Partikel Magnet
Pengujian partikel magnet yaitu pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui cacat permukaan dan permukaan bawah suatu komponen
dari bahan feromagnetik. Dengan menggunakan prinsip memagnetisasi
bahan yang akan diuji yaitu dengan cara mengalirkan arus listrik dalam
bahan yang diuji tersebut. Adanya cacat yang tegak lurus arah medan
magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran ini
menandakan adanya cacat pada material. Caranya adalah dengan
menaburkan partikel magnetic di permukaan. Partikel-partikel tersebut
akan berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet atau arah medan
magnet akan berbelok sehingga terjadi kebocoran fluks magnetik.
Bocoran fluks magnetik akan menarik butir-butir feromagnetik di
permukaan sehingga lokasi cacat dapat ditemukan.
Gambar 1.1 : Uji partikel magnet
Sumber : Introduction to Physical Metallurgy Avner (1974:50)
4. Pengujian Radiografi
Pada pengujian ini diletakkan film dibelakang objek, kemudian
objek akan disinari sinar laser x atau sinar gamma. Apabila pada objek
terdapat cacat, maka akan terjadi variasi intensitas pada film. Hasil film
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
4 Gambar 1.2 : Uji radiografi
Sumber : Introduction to Physical Metallurgy Avner (1974:47)
5. Pengujian Eddy Current
Metode ini memanfaatkan prinsip elektromagnetik dimana arus
yang dialirkan pada kumparan akan menghasilkan gaya elektromagnetis
yang dikenakan pada benda uji, hingga terbentuk arus eddy. Arus ini
menandakan adanya induksi magnet pada logam dan bila terdapat cacat
besarnya impedansi yang diukur sensor arus eddy akan berubah. Metode
ini hanya dapat diterapkan pada logam saja.
6. Pengujian Ultrasonik
Pada pengujian ini gelombang suara dirambatkan pada spesimen
uji dan sinyal yang ditransmisikan atau dipantulkan akan diamati.
Gelombang suara akan terganggu jika terdapat retakan atau delaminasi
pada material. Gelombang ini akan dibangkitkan transducer piezoelectric
dan akan diterima kembali untuk dikonversikan menuju energi listrik
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
5 Gambar 1.3 : Uji ultrasonik
Sumber : Introduction to Physical Metallurgy Avner (1974:55)
1.1.2 Sifat Mekanik Logam
Sifat mekanik logam adalah sifat yang menyatakan kemampuan suatu logam
untuk menerima beban atau gaya tanpa mengalami kerusakan. Sifat mekanik logam
merupakan salah satu sifat terpenting dari logam. Selain itu sifat mekanik juga
digunakan untuk membandingkan pilihan bahan dengan kebutuhan dari peralatan.
Sifat – sifat mekanik logam antara lain :
1. Kekuatan (strength)
Yaitu kemampuan bahan untuk menerima gaya berupa tegangan tanpa
mengalami patahan pada bahan.
2. Kekerasan (hardness)
Yaitu kemampuan material logam menerima gaya berupa penetrasi,
indentasi, serta pengikisan atau penggoresan.
3. Kekakuan (stiffness)
Yaitu kemampuan suatu bahan menerima beban tegangan tanpa
menyebabkan perubahan bentuk / defleksi.
4. Ketangguhan (toughtness)
Yaitu sifat yang menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap
sejumlah energi tanpa menyebabkan kerusakan.
5. Elastisitas (elasticity)
Yaitu kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
6 6. Plastisitas (plasticity)
Yaitu kemampuan suatu bahan untuk mengalami sejumlah deformasi
permanen tanpa mengalami kerusakan dimensi.
7. Kelelahan (fatigue)
Yaitu kecenderungan logam untuk patah jika menerima tegangan atau
beban secara berulang-ulang.
8. Keuletan (ductility)
Yaitu kemampuan suatu material untuk diregang atau ditekuk secara
permanen tanpa mengakibatkan pecah atau patah.
9. Kegetasan (brittleness)
Yaitu sifat kerapuhan pada material, yang berarti material tersebut pecah
dengan sedikit pergeseran permanen.
10. Mulur (creep)
Yaitu kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis
apabila diberikan gaya dalam jangka waktu tertentu.
11. Keausan
Yaitu hilangnya sejumlah lapisan permukaan material karena adanya
gesekan antara permukaan dengan benda lain.
1.1.3 Perlakuan Panas
Perlakuan panas adalah pengubahan sifat-sifat bahan dengan pemanasan dan
pendinginan tertentu untuk menghasilkan sifat bahan tertentu dan sesuai batas
kemampuan dari masing-masing bahan. Proses dalam perlakuan panas ada 3, yaitu
heating, holding, dan cooling. Pada proses heating, material dipanaskan sampai terjadi pembentukan butir, kemudian material diholding, yaitu dipanaskan pada suhu tetap untuk menyamakan butir yang terbentuk, kemudian material dicooling / didinginkan,
untuk membentuk struktur yang kita inginkan.
A. Perlakuan Panas Fisik
1. Hardening
Hardening adalah perlakuan panas yang bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum pada logam baja. Baja tersebut
dipanaskan hingga suhu tertentu antara 20-50°C di atas garis A3
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
7 tertentu, kekerasan maksimum yang dicapai tergantung kadar karbon,
semakin tinggi kadar karbon semakin tinggi kekerasan maksimum yang
didapat, kemudian didinginkan dengan cepat (quenching). Pada perlakuan ini menghasilkan struktur martensit.
2. Annealing
Annealing adalah perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan sisa, menghaluskan
ukuran butir dan meningkatkan sifat mampu mesin. Prosesnya adalah
dengan memanaskan material sampai suhu sekitar 50°C di atas garis A3,
holding beberapa saat kemudian didinginkan secara perlahan dalam dapur pemanas atau media terisolasi dan menghasilkan struktur pearlite kasar.
3. Normalizing
Normalizing adalah perlakuan panas yang digunakan untuk menghaluskan struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan,
menghilangkan tegangan dalam, meningkatkan permesinan, dan
memperbaiki sifat mekanik material. Prosesnya dengan pemanasan
sampai 30-40°C di atas garis A3 dan didinginkan pada udara temperatur
ruang dan menghasilkan struktur fine pearlite.. 4. Tempering
Tempering adalah perlakuan panas yang digunakan untuk mengurangi tegangan dalam dan melunakkan bahan setelah di Hardening dan meningkatkan keuletan. Hal itu karena baja yang dikeraskan dengan
pembentukan martensit biasanya sangat getas sehingga tidak cukup baik
untuk berbagai pemakaian.
Adapun macam-macam Tempering adalah :
a. Martempering
Martempering adalah perbaikan dari prosedur quenching dan digunakan untuk mengurangi distorsi selama pendinginan.
Pada proses pendinginan, baja diquenching hingga sedikit di atas garis Ms, lalu ditahan hingga suhu pada inti sama dengan suhu
pada permukaan, kemudian didinginkan dalam suhu kamar dan
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
8 Gambar 1.4 : Martempering
Sumber : Hardening, Tempering and Heat Treatment, George Gently (1984:80)
b. Austempering
Austempering bertujuan untuk meningkatkan keuletan, ketahanan impact, dan mengurangi distorsi. Struktur yang
dihasilkan adalah bainit. Pada proses pendinginan, baja
didinginkan dalam media garam pada suhu di atas garis Ms dan
menghasilkan struktur bainite..
Gambar 1.5 : Austempering
Sumber : Hardening, Tempering and Heat Treatment, George Gently (1984:79)
B. Perlakuan panas Kimiawi
1. Carburizing
Carburizing merupakan suatu proses penjenuhan lapisan permukaan besi dengan karbon. Baja yang diikuti dengan Hardening akan mendapatkan kekerasan yang sangat tinggi, sedang bagian
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
9 a. PackCarburizing
Prosesnya material dimasukkan dalam kotak yang berisi
medium kimia aktif padat, kotak tersebut dipanaskan sampai 900-950˚C, serta waktu total ditentukan dari kedalaman kekerasan yang akan dicapai.
b. PasteCarburizing
Medium kimia yang digunakkan berupa pasta, prosesnya
yaitu bagian yang dikeraskan akan ditutup dengan pasta setebal
3-4 mm dan kemudian dikeringkan serta dimasukkan dalam kotak,
prosesnya pada temperatur 920-930˚C.
c. GasCarburizing
Disini logam dilepaskan atmosfir yang mengandung
karbon yaitu gas alam maupun gas buatan dan dipanaskan hingga
temperatur 850-900˚C.
d. LiquidCarburizing
Proses Carburizing dilakukan pada media kimia aktif cair, komposisi medium kimianya adalah soda abu, NaCl, SiC dan
kadang kadang ikut dilengkapi NH4Cl, lalu diberikan pemanasan
pada suhu 850-900˚C.
2. Nitriding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan
nitrogen, yaitu dengan cara melakukan holding dalam waktu yang agak lama pada temperatur 480˚C - 650˚C dalam lingkungan amoniak ( NH3 ). Nitriding digunakan untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek dan fatigue. Ada 2 macam nitriding, yaitu :
a. Straight nitriding, digunakan media untuk besi paduan, besi tuang
(meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek dan fatique) melapisi
hingga bagian permukaan.
b. Anti corrosion nitriding, bahan yang digunakan biasanya besi tuang dan baja paduan. derajat dari kelarutan yang dicapai adalah
30% - 70%. Melapisi bagian ujung untuk mencegah terjadinya
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
10 3. Cyaniding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan
unsur karbon dan nitrogen, bertujuan untuk meningkatkan kekerasan,
ketahanan gesek, dan kelelahan. Bila proses ini dilakukan diudara disebut
carbon nitriding.
4. Sulphating
Perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan
gesek dari bagian bagian mesin maupun alat-alat tertentu dari bahan HSS
dengan cara penjenuhan permukaan dengan sulfur.
C. Perlakuan Panas pada Permukaan
1. FlameHardening
Flame Hardening adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan baja pada nyala api. Permukaan baja dipanaskan hingga
suhu di atas suhu kritis atas, lalu di quenching dengan semprotan air. Sebelum dilakukan flameHardening sebaiknya baja di Normalizing dulu, sehingga didapat kulit yang keras dan inti yang ulet.
2. Induction Surface Hardening
Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan arus listrik
frekuensi tinggi. Logam berbentuk silindris diletakkan pada indikator ini.
Jadi pemanasan dari permukaan dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu
dari pemanasan. Pendinginan dilakukan dengan penyemprotan air setelah
pemanasan selesai.
3. Electrolite BathHardening
Pemanasan yang dilakukan dalam suatu larutan elektrolit, yang
biasanya digunakan adalah 5% - 10% sodium karbonat dan digunakan
arus DC. Prosesnya yaitu baja dipakai sebagai katoda, sehingga terbentuk
gelembung gelembung hidrogen tipis. Karena konduktivitas dari
gelembung hidrogen rendah maka arus meningkat cepat pada katoda,
akibatnya katoda mengalami pemanasan pada temperatur yang sangat
tinggi. Logam yang dikeraskan dicelupkan dalam elektrolit sedalam
bagian yang akan dikeraskan. Setelah proses dipanaskan, aliran listrik
diputus dan elektrolit digunakan sebagai media quenching.
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
11 Gambar 1.6 : Diagram fasa Fe-Fe3C
Sumber: Introduction to Physical Metallurgy, Avner(1974:233)
Dari Diagram diatas, dapat kita lihat pada proses pendinginan perubahan struktur
kristal dan struktur makro sangat bergantung pada komposisi kimia. Pada Kandungan
karbon 0,83% sampai 6,67% terbentuk struktur makro yang dinamakan cementit Fe3C.
Angka 6,67 berasal dari :
Penjelasan tentang diagram fasa Fe- Fe3C akan dijelaskan sebagai berikut :
0,008%C : batas kelarutan maksimum karbon pada ferrite dengan temperature kamar.
0,025%C : batas ketentuan maksimum karbon pada ferrite
temperature7230C.
0.83%C : titik eutectoid
2%C : batas kelarutan karbon pada besi gamma pada temperature
14030C.
Garis A0 : garis temperature dimana terjadi perubahan magnetic pada
cementit.
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
12 ferrite pada pendinginan.
GarisA2 : garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada
ferrite.
Garis A3 : garis dimana terjadi perubahan ferrite menjadi austenite (gamma)
pada pemanasan.
GarisACM : garis kelarutan karbon pada besi gamma.
Garis solidus : garis yang menunjukkan awal dari proses pembekuan. Garis liquidus:garis yang menunjukkan awal dari proses pendinginan. Garis solvus : garis yang menunjukkan batas antara fasa padat dengan
fasa padat.
Garis A : garis yang menunjukkan kandungan karbon minimum dari
transformasi baja hypoeutectoid.
Garis B : garis yang menunjukkan kandungan karbon maksimum dari
transformasi baja hypereutectoid.
Garis E : garis yang menunjukkan transformasi eutectoid
Didalam fase Fe-Fe3C terdapat suatu keadaan dimana beberapa logam
terdapat lebih dari satu jenis struktur kristal tergantung pada suhu tertentu dari logam
tersebut. Besi , timah , mangan , dan kobalt adalah contoh dari logam yang
menunjukkan sifat seperti ini atau biasa lebih dikenal sebagai allotropy . Pada diagram kesetimbangan , perubahan allotropic ini ditunjukkan oleh titik atau titik pada garis
vertikal yang mewakili logam murni. Contohnya dalam kandungan karbon 0,08% maka
struktur kristal dari logam berada dalam bentuk BCC namun ketika dipanaskan secara
terus menerus pada suhu tertentu maka struktur logam BCC ini akan berubah menjadi
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
13 Gambar 1.7 : Allotropic
Sumber: Introduction to Physical Metallurgy Avner (1974:208)
1. Transformasi pada diagram Fase Fe-Fe3C
a) Transformasi Baja eutectoid 0,83% C
Transformasi yang dibahas adalah Transformasi yang terjadi pada
Kondisi equilibrium. Untuk pembahasan ini lihatlah diagram fase
Fe-Fe3C .Baja eutectoid, paduan besi-karbon dengan kadar karbon C=0,83% adalah paduan dengan komposisi eutectoid. Pada temperatur diatas garis liquidus berupa larutan cair (liquid). Bila temperatur diturunkan saecara perlahan pada saat mencapai garis liquidus (di titik 1) akan mulai terbantuk inti austenit. Pembekuan selesai di titik 2 (pada garis solidus), seluruhnya sudah menjadi austenit. Pada pendinginan selanjutnya tidak
terjadi perubahan hingga temperatur mencapai titik 3, di garis A1,
temperatur kritis bawah, disini austenit yang mempunyai komposisi
eutectoid ini akan mengalami reaksi eutectoid Austenit ---> Ferit + Cementit (Pearlit)
Terbentuknya Pearlit ini dimulai dengan terbentuknya inti
cementit (biasanya pada batas butir austenit). Inti ini akan bertumbuh
dengan mengambil sejumlah karbon dari asutenit disekitarnya.
(Cementit, Fe3C mengandung 6,67%C sedang austenit mengandung
0,8%C). Karenanya austenit dengan kadar karbon yang sangat rendah ini
pada temperatur ini akan berubah jadi ferit (transformasi allotropik). ferit
ini juga akan bertumbuh, yaitu dengan mengambil besi dari austenit
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
14 dan mulai membentuk cementit disebelah ferit yang ada. demikian
selanjutnya sampai seluruh austenit habis, dan yang terjadi adalah suatu
struktur yang berlapis lapis (lamellar) yang terdiri dari lamel - lamel
cementit-ferit-cementit. Struktur ini dinamakan Pearlit. b) Transformasi pada Baja Hypoeutectoid (%C<0,8%)
Sebagai contoh untuk pembahasan Pada Baja Karbon hypo-eutectoid ini diambil baja dengan 0,25%C. Paduan ini akan mulai membeku pada titik 1 tanpa membentuk inti Ferit delta yang nanti akan
tumbuh menjadi dendrite ferit delta. Hingga temperatur mencapai titik 2
(temperatur hypo-eutectoid) paduan akan terdiri dari ferit delta dan liquid. Pada titik 2 akan terjadi reaksi hypo-eutectoid :
Ferit delta + Liquid -> Austenit
Pada paduan ini tidak semua liquid habis dalam reaksi tersebut sehingga pada reaksi temperatur sedikit di bawah titik 2, struktur terdiri
dari liquid dan austenit, makin rendah temperatur makin banyak liquid yang menjadi austenit. Sehingga pada titik 3 seluruhnya sudah menjadi
austenit. Perubahan berikutnya baru akan terjadi pada titik 4 (pada A3),
akan mulai terjadi transformasi allotropikδ menjadi α. Transformasi ini dimulai dengan terbentuknya inti - inti ferit pada batas butir austenit.
Austenit pada paduan ini mengandung 0,25%C sedang ferit di temperatur
ini hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon, karena itu austenit
yang akan menjadi ferit harus mengeluarkan karbonnya sehingga sisa
austenit akan menjadi lebih kaya karbon. Semakin rendah temperaturnya
makin makin banyak ferit yang terbentuk, makin tinggi kadar karbon
pada sisa austenit (komposisi austenit akan mengikuti garis A3). Pada
saat mencapai titik 2 masih ada 0,25-0,80% dari austenit, kadar
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
15 Gambar 1.8 : Transformasi baja hypo-eutectoid
Sumber: Introduction to Physical Metallurgy Avner (1974:237)
c) Transformasi pada Baja Hypereutectoid
Perhatikan suatu paduan dengan 1,3 % C. Paduan mulai
membeku pada titik 2 dengan membentuk austenit dan pembekuan
selesai di titik2, seluruhnya sudah berupa austenit, selanjutnya sudah
tidak terjadi perubahan lagi sampai temperatur mencapai garis solid Acm.
Garis ini merupakan batas kealrutan karbon dalam austenit dan batas ini
makin rendah dengan makin rendahnya temperatur. Pada titik 3 paduan
telah mencapai batas kemampuannya untuk melarutkan karbon pada
temperatur tersebut. Pada temperatur dibawah titik 3 kemampuan
melarutkan juga turun, berarti harus ada karbon yang keluar dari
larutannya (austenit) dan memang dengan pendinginan yang lebih lanjut
akan terjadi pengeluaran karbon, hanya saja karbon yang keluar ini
berupa cementit dan akan mengendap pada batas butir austenit. makin
rendah temperatur paduan maka semakin banyak cementit yang
mengendap pada batas butiraustenit, dan austenit sendiri akan makin
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
16 mencapai komposisieutectoid, pada temperatur eutectoid ini austenit akan mengalami reaksi eutectoid menjadi pearlit.
Gambar 1.9 : Transformasi baja hyper-eutectoid
Sumber: Introduction to Physical Metallurgy Avner (1974:240)
2. Jenis - jenis reaksi yang terdapat pada diagram fase Fe-Fe3C
a) Reaksi Eutectoid
Reaksi yang terjadi pada daerah dengan kadar karbon 0,8 % dan
temperatur 723 ˚C. Reaksi ini terdapat dua padatan yaitu α dan β menjadi padatan baru yaitu α, begitu juga sebaliknya, padatan harus bereaksi menjadi α dan β.
α + β → L
Solid 1 + Solid 2 → Solid 3
Ferite + Pearlit → Austenit
b) Reaksi Eutektik
Reaksi yang terjadi pada karbon 4,3% dan pada temperatur
1148˚C. Reaksi ini terdapat dua fasa padat yaitu A dan B kemudian
bereaksi menjadi fase cair L, begitu juga sebaliknya.
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
Reaksi ini terdapat dua padatan α dan δ yang bereaksi dan berubah menjadi
fase cair (L), begitu juga sebaliknya.
α + δ → L
Solid 1+ Solid 2 → Liquid Austenit + Delta d) Solid solution
Pada dasarnya suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Sedangkan pada solid solution atau larutan padat, keadaan ini terjadi karena terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang
berkombinasi. Jika dilihat pada diagram fase Fe- Fe3C, solid solution
terjadi pada fase austenite. Ketika suatu baja dipanaskan melebihi suhu dari austenite, sebagian dari karbon akan terlarut dan jika dipanaskan melebihi suhu austenite akan menjadi logam liquid.
1.1.5 Diagram TTT (Time Temperature Transformation)
Diagram TTT merupakan salah satu jenis diagram material yang bisa digunakan
untuk memprediksi hasil akhir dari suatu transformasi. Banyak ahli metalurgi
berpendapat bahwa waktu dan temperatur transformasi austenit mempunyai pengaruh
yang besar terhadap produk hasil trasnformasi dan properties baja. Karena austenit tidak
stabil dibawah suhu kritis bawah, sangat penting untuk diketahui berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk austenit selesai bertransformasi, dan bertransformasi menjadi
apa pada akhirnya austenit tersebut pada temperatur konstan dibawah temperatur kritis
bawah. Proses transformasi tersebut dinamakan Time Temperature Transformation
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
18 Gambar 1.10 : Diagram TTT
Sumber: Introduction to Physical Metallurgy, Sidney H. Avner(1974;271)
Transformasi pada Diagram TTT
Kalau baja diaustenitkan, kemudian dicelup dingin pada suhu dibawah
titik transformnasi dan dibiarkan untuk sementara, austenit berada dalam
keadaaan stabil dan setelah waktu yang tertentu akan terjaditransformasi. seperti
ditunjukkan pada gambar 1.10, proses dimana struktur martensit didapatkan
dengan cara pencelupan dingin tiba tiba setelah dibiarkan berada pada austenit
yang menstabil, proses ini disebut ausforming.
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa di sebelah kiri kurva tidak
terjadi deformasi, austenite hanya berubah kestabilan, selanjutnya austenite
yang sudah tidak stabil tersebut mengalami dekomposisi secara isothermal.
Pendinginan yang sangat cepat berpotensi terhadap hyper-eutectoid ukuran butiran anti kritis yang berubah disamping meningkatkan austenite yang dapat mendukung terbentuknya fase baru seperti mertensit. Ketika austnite didingikan
secara lambat, struktur yang terbentuk adalah pearlite. Akibat dari laju pendinginan yang meningkat, maka temperature transformasi pearlite akan lebih rendah. Mikrosturktur material akan berubah secara signifikan akibat
peningkatan laju pendinginan melalui sebuah pengujian pemanasan dan
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
19 Perlit yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi memiliki
kekerasan yang lebih rendah dibanding Perlit yang halus. Hal ini erat kaitannya
dengan kelakuan presipitasi sementit dari austenit,
Bainit yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi memiliki
kekerasan yang lebih rendah dibanding dengan Bainit yang terbentuk pada
temperatur yang lebih rendah. Struktur Bainit yang terbentuk pada temperatur
yang lebih tinggi relatif berbeda dengan struktur bainit yang terbentuk pada
temperatur yang lebih rendah.
Pembentukan Martensit sangat berbeda dibandingkan dengan
Pembentukan perlit atau bainit. Pembentukan martensit hampir tidak tergantung
pada waktu. Sebagai contoh: Martensit mula terbentuk sekitar 2000C (Ms) dan
terus berlanjut sampai temperatur mencapai 260C yaitu pada saat Martensit
mencapai 100% (Mf).
Pembentukan martensit dikaitkan dengan waktu pada diagram dinyatakan
dengan garis horizontal. Pada 660C hampir 60 % martensit telah terbentuk.
Perbandingan ini tidak berubah terhadap waktu sepanjang temperaturnya dijaga
konstan.
Bentuk diagram tergantung dari komposisi kimia terutama kadar karbon
dalam baja. Posisi hidung dari diagram TTT dapat bergeser menurut kadar
karbon. Posisi hidungbergeser makin ke kanan menunjukkan karbon itu semakin
mudah untuk membentuk bainite atau martensit atau makin mudah untuk
dikeraskan. untuk baja karbon kurang dari 0,83% yang ditahan suhunya pada
titik tertentu akan menghasilkan struktur pearlit dan ferite.
Garis sebelah kiri menunjukkan saat setelah berapa lama dimulai
transformasi dan garis disebelah kanannya adalah akhir transformasi (100%)
pada tiap tiap suhu
1.1.6 Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation )
Diagram Continous Cooling Transformation atau biasa disebut CCT diagram,
merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju pendingin kontinu
dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya transformasi fasa secara
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
20 kontinyu. Diagram TTT hanya menunjukkan hubungan waktu, temperatur untuk
transformasi austenit yang terjadi pada temperatur konstan.
Hubungan pendinginan secara kontinyu terdapat pada tansformasi di diagram
CCT. CCT diagram pada hakekatnya adalah turunan dari TTT diagram, yaitu dengan
menggeser nose (merupakan titik penting terjadinya CCT) ke bawah.
Gambar 1.11 : Diagram CCT
Sumber: Introduction to Physical Metallurgy Avner (1974:274)
Transformasi pada Diagram CCT
Terlihat bahwa dengan menggeser nose, maka proses pendinginan yang
realtif lebih lambat dibanding TTT. Diagram untuk perbandingan kontinyu
seringkali disebabkan oleh kelebihan diagram TTT yang memberikan perkiraan
terhadap klasifikasi mikrostruktur baja selama pendinginan kontinyu.
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pendahuluan
21
1.1.7 Pergeseran Titik Eutetectoid
Diagram fase Fe-Fe3C dibuat tanpa unsur paduan, jika terdapat unsur paduan
maka diagram akan mengalami pergeseran, sedangkan pergeseran yang terjadi pada
diagram ini dapat ditentukan dengan bantuan diagram berikut ini.
Gambar 1.12 : Pengaruh komposisi bahan
Sumber: Introduction to Physical Metallurgy Avner (1974:353)
Dari diagram diatas terlihat komposisi unsur paduan mempengaruhi komposisi
eutectoid dan suhu pada gambar. Unsur paduan menggeser temperatur eutectoid dari 723˚C menjadi naik atau turun tergantung jenis dari besarnya unsur paduan yang ditambah. Pergeseran dari diagram Fasa dapat dihitung dari pergeseran titik eutectoid (perpotongan AC3 dan Acm pada diagram fasa) dengan rumus :
∑ ∑
∑
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
22
BAB II
PENGUJIAN KEKERASAN
2.1 Definisi Kekerasan
Kekerasan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material untuk
menahan tegangan, goresan, dan pantulan dari luar sehingga tidak mengalami
kerusakan, dapat juga dikatakan sebagai kemampuan material dalam menahan
terjadinya deformasi plastis.
Tujuan Pengujian :
1. Mengetahui angka kekerasan suatu bahan
2. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan bahan
3. Mengetahui salah satu cara pengukuran kekerasan
4. Mengetahui perubahan struktur pada setiap perlakuan
2.2 Macam-Macam Metode Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Resistance to cutting or abration, yaitu dengan cara Moh’s. Metode pengujian kekerasan ini dilakukan dengan cara menggoreskan suatu material dengan standart
yang telah diketahui nilai kekerasannya. Urutan kekerasan mineral berdasarkan cara
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
23 Tabel 2.1 Kekerasan material berdasarkan Moh’s Method
Nomor Skala Nama material Skala kekerasan
1
Sumber : Dokumentasi pribadi
Skala Moh’s jarang digunakan karena dalam pengujian bahan terdapat
interval dengan skala yang tinggi. Sehingga hasil dari pengujian kurang tepat,
terutama untuk logam. Logam umumnya memiliki skala Moh’s 4-8.
2. Resistance to indentation, yaitu dengan cara :
a. Brinell Test
Pengukuran kekerasan ini dilakukan dengan cara menekan secara tegak
lurus bola baja (indentor) yang sudah diketahui diamaternya kepada permukaan
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
24 detik). Karena penetrasi tersebut akan terjadi bekas berupa tembereng bola yang
diukur dan kekerasannya dihitung dengan rumus :
Keterangan :
BHN : Brinell Hardness Number (Kg/mm2) P : gaya tekan (Kg)
D : diameter indentor (mm)
d : diameter indentasi (mm)
t : kedalaman penekanan (mm)
Gambar 2.1 : Brinell Hardness Tester Sumber : Sidney H. Avner (1974)
Pengujian kekerasan ini menggunakan Electrical Brinell Hardness Tester. Untuk mendapat hasil yang akurat, pengujian ini harus dilakukan pada permukaan
yang datar dan halus, kerak dan kotoran pada permukaan benda uji harus
dihilangkan agar tidak terjadi kegagalan pada saat pengujian.
b. Vickers Test
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
25 dua sisi berhadapan 136 o, tapak tekan berbentuk bujur sangkar. Beban yang
diberikan antara lain 5, 10, 20, 30, 50, 100 atau 120 kg. Angka kekerasan
dinyatakan oleh :
HV = 1,854 P/d2
Keterangan :
P : beban yang ditetapkan 1 kg
d : panjang diagonal rata-rata
α : Sudut antara permukaan intan yang berhadapan
Gambar 2.2 Pengujian kekerasan Vickers Sumber : Sidney H. Avner (1974)
Cara Vickers merupakan cara pengujian kekerasan yang paling sensitif.
Cara ini memilliki satu skala kontinyu untuk semua material dan angka kekerasan
Vickers tergantung dari beban yang diberikan. Sangat memungkinkan sekali penggunaan beban yang ringan pada pengujian cara Vickers oleh karena itu cara ini bisa digunakan untuk pengujian kekerasan pada material yang tipis sampai
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
26 c. Rockwell Test
Cara Rockwell menggunakan prinsip yang sama dengan cara Brinell hanya saja indentor yang dipakai ada 2 jenis dan berukuran lebih kecil daripada indentor
pada Brinell. Indentor yang digunakan yaitu :
1. Menggunakan kerucut intan, dengan sudut puncak 120 o, ujung agak bulat,
berjari - jari 0,2 mm.
2. Menggunakan bola baja berdiameter 1/16 in, 1/8 in, ¼ in, dan 1/2in.
Rumus yang digunakan :
Keterangan :
HRC = Angka kekerasan Rockwell
K = Konstanta; intan = 0,2 ; bola baja = 0,6
h1 = Kedalaman akibat beban major (mm)
h2 = Kedalaman akibat beban minor (mm)
c = Kontanta bahan yang akan diuji
Gambar 2.3 Pengujian Rockwell Sumber : Callister (2001:178)
Dalam cara Rockwell terdapat beberapa skala yaitu A sampai V. Masing – masing skala memiliki beban serta indentor tersendiri dan digunakan untuk
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
27 untuk material dengan kekerasan medium , skala C untuk material dengan
kekerasan rendah, dan seterusnya sampai skala V untuk plastic dan soft metal seperti timbal. Terdapat juga superficial Rockwell untuk menguji spesimen yang tipis sampai 0,006 in dan juga untuk powered metal.
Tabel 2.2 Skala pada metode uji kekerasan Rockwell
Gambar 2.4 Skala kekerasan Rockwell Sumber : Sidney H. Avner (1974)
d. Knoop Hardness Metode
Metode ini merupakan metode pengujian kekerasan untuk menguji
kekerasan yang sangat rapuh. Metode ini menggunakan intan 172o untuk sisi
panjang, 170o untuk sisi pendek dan pengaturan menggunakan mikroskop.
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
28 3. Elastic Hardness yaitu dengan cara Share Scleroscop
Disebut juga sebagai metode pantulan. Pengujian dengan menggunakan intan
Tipped Hommers (palu hitam) yang dapat dinaikkan pada ketinggian tertentu dan dijatuhkan secara bebas pada permukaan logam. Setelah menyentuh permukaan,
intan akan memantul. Ketinggian pantulan menunjukan kekerasan yang diukur.
Semakin tinggi pantulan menunjukkan kekerasan yang semakin besar. Prinsipnya
adalah konversi energi dari energi potensial menjadi energi kinetik, sebagaian energi
diserap oleh material dan sisanya menyebabkan terjadinya pantulan. Energi yang
diserap sebenarnya menunjukkan resilience. Yaitu energi yang dapat diserap oleh material pada daerah elastis nya. Keuntungan dari cara ini adalah peralatan kecil dan
bekas penetrasinya kecil, sehingga hampir tidak merusak bahan yang diukur.
Gambar 2.6 Shore Schleroscop Test Sumber : Sidney H. Avner (1974)
2.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kekerasan
1. Kadar Karbon
Semakin tinggi kadar karbon, maka logam akan semakin keras namun rapuh.
Kadar karbon sebesar 0,6 – 1% merupakan kadar karbon yang sangat berpengaruh
pada kekerasan logam. Setelah lebih dari 1% maka kadar karbon tidak berpengaruh
pada nilai kekerasannya.
2. Unsur paduan
Unsur paduan akan mempengaruhi sifat mekanik logam (baja). Nikel,
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
29 3. Perlakuan panas
Pengaruh perlakuan akan mempengaruhi kekerasan logam tergantung dari
perlakuan apa yang diberikan. Annealing akan menurunkan kekerasan baja.
Hardening akan meningkatkan kekerasan baja. Tempering akan menurunkan kekerasan baja dibawah perlakuan panas Hardening. Normalising akan
meningkatkan kekerasan baja dibandingkan keadaan awal baja atau baja tanpa
perlakuan panas.
4. Bentuk dan dimensi butir
Material dengan ukuran butir kecil akan memiliki kekerasan yang tinggi
dibanding butir besar yang memiliki kekerasan rendah. Material dengan butir halus
akan memiliki kekerasan tinggi dibandingkan dengan material dengan butir kasar.
5. Homogenitas
Homogenitas berpengaruh pada arah orientasi butir pada suatu material. Jika
arah orientasi butir homogen maka diperoleh sifat ulet, sedangkan jika arah orientasi
butir heterogen maka diperoleh sifat keras.
6. Konduktifitas termal
Semakin tinggi kemampuan benda menghantarkan panas yang diterima akan
menyebabkan laju pendinginan lebih cepat sehingga benda dengan konduktifitas
termal tinggi dapat mempercepat laju pendinginan sehingga material semakin keras
2.4 Pembentukan Butir
Pembentukan butir terjadi pada saat logam cair membeku, atom- atom mengatur
dan mengikuti suatu geometris. Mula-mula setelah terbentuknya inti stabil dalam
logam yang membeku. Inti ini berubah menjadi kristal seperti pada gambar di bawah.
Dalam tiap pembekuan kristal atom-atom diatur dalam pola yang teratur. Setelah
proses ini selesai kristal-kristal ini bergabung dan membentuk batas kristal. Logam
yang membeku dan mempunyai banyak jenis kristal disebut polikristal sedangkan
logam yang telah membeku disebut butir dan permukaan singgung kristal disebut
batas butir. Pada umumnya pertumbuhan kristal tidak merata, artinya
pertumbuhan dalam arah tertentu lebih cepat.
Dengan menggunakan mikroskop logam, butir logam tersebut dapat kita lihat
setelah permukaan logam dihaluskan, dipoles, dan dietsa dengan asam tertentu yang
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
30 panas atau pengerjaan panas sewaktu logam itu terbentuk.
Indeks Miller adalah sistem notasi dalam kristolografi untuk bidang dan arah dalam kristal (bravis). Kisi indeks miller menunjukkan bidang datar yang dibatasi
oleh garis-garis perpotongan pada sumbu 3 dimensi x, y, z. Indeks Miller ini dapat digunakan untuk mengindentifikasikan keadaan permukaan suatu material dan lapisan
dalam dari suatu atom. Salah satu metode fisik yang digunakan dalam studi tentang
efek pada permukaan yaitu refleksi absorsi infrared yang mana fokus pada analisis
energi librasi. Spesimen pada satu permukaan atau lapisan ini umumnya disebut
dengan istilah “Fractional Carprange”.
Secara khusus Indeks Miller (bidang kisi) ditentukan oleh tiga bidang bilangan bulat ρ min ditulis (h, k, l) dan indeks masing-masing menunjukkan pesawat orthogonal
ke arah h, k, l dalam dasar dari kisi tepsiprokal vektor.
2.5 Struktur Kristal Logam
Pada analisa defraksi sinar-x menunjukkan atom dalam kristal logam disusun
oleh pola ulang dimensional yang teratur. Susunan atom digambarkan sebagai bola
kertas pada lokasi khusus dalam suatu geometri. Macam-macam kristal logam :
1. Body Centered Cubic (BCC)
Merupakan struktur yang mempunyai struktur di tiap sudut dan sebuah
atom ada di pusat bodikubus. Tiap atom sudut dikelilingi oleh 8 atom yang berbeda,
seperti atom yang terdapat dalam titik pusat sel, misalnya Fe, Cr, dan Mn.
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
31 2. Face Centered Cubic (FCC)
FCC berupa sebuah kubus dengan suatu atom di masing- masing sudutnya
dan satu atom di masing-masing pusat sisinya. Sehingga dalam satu kristal terdapat
14 inti atom. FCC banyak dijumpai pada nikel, tembaga, aluminium
Gambar 2.8 Face Centered Cubic Sumber : Sidney H. Avner (1974)
3. Hexagonal Close Packed
HCP berupa struktur hexagonal dengan satu atom di masing-masing sudutnya dan satu atom di pusat sisinya serta tiga atom di tengah bodinya
sehingga total atom sejumlah 17 atom. Logam yang mempunyai struktur ini
adalah seng dan mangan.
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
32
2.6 Cacat Pada Logam Dan Dislokasi
1. Cacat Titik
Cacat adalah kerusakan atau ketidaksempurnaan susunan atom dalam
kristal yang terjadi akibat kekurangan atau kelebihan atom. Macam-macam cacat
antara lain :
a. Schottky Imperfection
Karena adanya kekosongan pasangan ion.dalam.senyawa yang harus
memiliki keseimbangan muatan.
b. Frankell Imperfection
Karena adanya perpindahan ion dari kisi ke tempat sisipan
Gambar 2.10 Macam-macam cacat titik Sumber : Sidney H. Avner (1974)
2. Cacat Garis (dislokasi)
Dislokasi ini merupakan gabungan dari cacat titik. Dislokasi adalah
ketidak sempurnaan periodik atom dalam kristal yang membentuk satu jalur
tertentu. Dislokasi pada kristal merupakan cacat yang menyebabkan gejala slip (luncur) maupun sebagai penyebab dari sebagaian besar logam yang berubah bentuk
secara plastis. Pada gambar AB menggarkan suatu dislokasi yang terletak dalam
bidang slip, yaitu bidang kertas, misalkan bahwa bidang slip sedang menuju ke sebelah kanan sebuah atom-atom sebelah antar D belum mengalami slip, maka AB
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
33 Gambar 2.11 Dislokasi dalam bidang slip
Sumber : Sidney H. Avner (1974)
Dislokasi dibagi menjadi dua jenis yaitu dislokasi sisi dan dislokasi ulir.
Kondisi keduanya dinamakan dislokasi campuran
a. Dislokasi sisi
Dapat digambarkan sebagai satu sisipan bidang atom tambahan dalam
struktur kristal di sekitar lokasi dislokasi terdapat daerah yang mengalami
tekanan dan tegangan sehingga terdapat energi tambahan di samping dislokasi
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
34 Gambar 2.12 Susunan atomic dalam dislokasi
Sumber : Sidney H. Avner (1974)
b. Dislokasi ulir
Menyerupai spiral dengan garis cacat sepanjang sumbu ulir. Vektor
luncurnya sejajar dengan garis dislokasi. Atom-atom di sekitar dislokasi ulir
mengalami gaya geser. Oleh karena itu, disana terdapat energi tambahan.
Dislokasi ini memudahkan pertumbuhan kristal, karena atom dan sel tambahan
dapat bertumpuk pada setiap anak tangga ulir.
Gambar 2.13 Susunan atomic dislokasi ulir Sumber : Sidney H. Avner (1974)
c. Dislokasi campuran
Dislokasi mudah terjadi sewaktu bahan mengalami deformasi . dimana
suatu pergeseran dapat mengakibatkan dislokasi ulir maupun dislokasi sisi.
Keduanya menghasilkan deformasi akhir yang sama dan sebetulnya dihubungan
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
35 Gambar 2.14 Susunan atomic dalam dislokasi campuran
Sumber : Smith, WF (1988, 133)
3. Cacat Bidang
a. Cacat permukaan luar (external surface)
Permukaan batas struktur kristal, sehingga koordinat atom pada
permukaan memiliki energi yang paling tinggi dan ikatannya kurang kuat karena
memiliki tetangga pada satu sisi saja.
Gambar 2.15 Macam-macam cacat 2 dimensi Sumber : Djupne Snah (1983, 288)
b. Planar defect
Pada batas antara dua butir yang berdasarkan terdapat daerah
transisi yang titik searah dengan pola kedua butiran.
4. Slip
Terjadinya pergeseran kristal relatif terhadap bagian kristal lainnya,
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
36 padat atom.
Slip terjadi secara bertahap yang ditandai dengan bergesernya garis dislokasi sedikit demi sedikit. Garis dislokasi adalah garis batas antara kristal yang mengalami
slip dengan kristal yang tidak mudah mengalami slip. Dengan demikian pergeseran garis dislokasi berarti pergeseran garis dislokasi. Mula-mula atom yang paling padat
bergeser akibat suatu pembebanan sehingga mendesak atom tetangganya, kemudian
tegangan dalam atom membesar dan ikut bergeser. Slip berakhir jika tegangan yang
terjadi tidak cukup untuk menggeser atom dari posisi semula.
Gambar 2.16 Slip
Sumber : Sidney H. Avner (1974)
5. Twinning (kembaran)
Suatu fenomena adanya perubahan arah orientasi suatu bagian butir
kristal sehingga susunan atom di bagian tersebut akan simetri dengan bagian lain
yang tidak mengalami perubahan. Bidang yang merupakan pusat simetri dan menjadi
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekerasan
37 Gambar 2.17 Twinning
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Kejut
38
BAB III
PENGUJIAN KEKUATAN KEJUT
3.1 Definisi Kekuatan Kejut
Kekuatan kejut adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan beban dinamis
atau mendadak yang dapat menyebabkan rusak atau patah.
3.2 Macam-Macam Metode Pengujian Impact
Percobaan impact yang digunakan untuk menghitung besarnya kekuatan impact suatu logam ada 3 macam, yaitu:
1. Pengujian Pukul Takik (Beam Impact Test)
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu logam untuk
menahan beban kejut. Percobaan ini memakai spesimen yang bertakik, cara
pembebanan ini ada 2, yaitu:
a. Cara Pembebanan Charpy
Pada percobaan ini benda kerja mempunyai ukuran yang standar, takik
diletakkan pada landasan dengan posisi takik membelakangi pendulum yang
akan memberi beban kejut sehingga mengenai bagian punggung notch. Cara ini banyak digunakan di Amerika.
Gambar 3.1: Cara Pembebanan Uji Charpy
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Kejut
39 b. Cara Pembebanan Izod
Salah satu bagian benda uji dijepit pada bibir takik dan posisi takik
berhadapan dengan pendulum yang akan memberi beban kejut. Percobaan ini
banyak digunakan di Inggris.
Gambar 3.2: Cara Pembebanan Uji Izod
Sumber: Pengujian Logam, Edih Supardi (1999:113)
2. Pengujian Tarik Kejut (Tension Impact Test)
Salah satu ujung spesimen dijepit dan pada ujung yang lain diberi beban
tarik secara kejut. Percobaan ini biasanya digunakan pada bahan yang bersifat
ulet. Spesimen bisa diberi notch atau tidak. 3. Pengujian Puntir Kejut (Torsion Impact Test)
Salah satu ujung spesimen dijepit dan pada ujung yang lain diberi beban
puntir secara kejut. Dalam hal ini masih ada batas mulur dan batas patah, tetapi
tidak ada kontraksi. Tegangan puntir pada titik beratnya sama dengan nol dan
semakin keluar semakin bertambah.
3.3 Tipe dan Macam Notch pada Spesimen
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Kejut
40 1. V Notch
Bentuk notch-nya seperti huruf V. Mudah untuk melakukan pengujiannya karena bendanya kecil.
Gambar 3.3: Bentuk V notch
Sumber: Introduction to Physical Metallurgy, Sidney H. Avner (1974:43)
2. Key Hole Notch
Notch-nya berbentuk seperti lubang kunci, untuk melakukan pengujiannya cukup sulit dibandingkan dengan U notch, ukuran notch-nya lebih dalam dibandingkan V notch, jadinya cukup sulit spesimen tersebut patah.
Gambar 3.4: Bentuk notch Key hole
Sumber: Introduction to Physical Metallurgy, Sidney H. Avner (1974:43)
3. U Notch
Notch-nya berbentuk seperti huruf U. Karena bentuk notch-nya membetuk huruf U yang tumpul, mengakibatkan spesimen tersebut sulit untuk patah ketika
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Kejut
41 Gambar 3.5: Bentuk U notch
Sumber: Testing Of Metal, Alok Nayar (2005:75)
3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Impact
Kekuatan impact adalah kekuatan spesimen terhadap impact (beban kejut). Dinyatakan dengan banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan material
tersebut. Faktor-faktor yang mempengatuhi kekuatan impact: 1. Bentuk dan Ukuran Notch
Takik atau notch yang semakin sudutnya kecil akan mendukung sering terjadinya patahan karena takik merupakan tempat pemusatan tegangan saat benda
diberi beban kejut.
2. Kadar Karbon
Semakin tinggi kadar karbonnya, maka impact strength-nya semakin rendah karena karbon mempunyai sifat rapuh.
3. Temperatur Uji
Semakin tinggi temperatur spesimen maka energi yang diperlukan untuk
mematahkan spesimen semakin besar. Impact test sebaiknya dilakukan pada suatu daerah yang mempunyai temperatur berbeda sehingga dapat sekaligus
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Kejut
42 Gambar 3.6: Pengaruh Temperatur Terhadap Impact Strength
Sumber: Metalurgi Mekanik George E. Dieter (1986:101)
4. Homogenitas
Homogenitas suatu material dipengaruhi oleh arah orientasi-nya. Jika
searah maka benda mempunyai kekerasan yang rendah, sebaliknya jika tidak
searah maka mempunyai kekerasan yang tinggi. Sehingga berpengaruh terhadap
harga impact strength-nya. Jika arah orientasinya searah maka harga impact strength-nya tinggi, begitu pula sebaliknya.
5. Heat Treatment
Proses heat treatment yang berbeda akan menghasilkan impact strength yang berbeda pula, karena proses heat treatment menghasilkan perubahan sifat mekanis yang berbeda pula. Urutan kekuatan impact dari yang kecil sampai yang besar adalah hardening, tempering, normalizing, dan annealing.
6. Jenis Material
Jenis material yang berbeda akan mempunyai susunan atom yang berbeda.
Sehingga kekuatan impact-nya berbeda-beda pula.
7. Ukuran Butir
Ukuran butir yang besar bersifat lebih ductile dari ukuran butir yang kecil.
Hal ini karena butir yang besar memiliki batas butir yang lebih sempit sehingga
bila diberi gaya kejut maka pertemuan batas butir akan membuat gaya yang
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Kejut
43 8. Kecepatan Pendinginan
Pendinginan yang cepat akan menurunkan harga impact strength-nya karena pendinginan yang cepat setelah pemanasan akan cenderung membentuk
struktur martensit yang cenderung bersifat keras dan rapuh.
9. Kekerasan
Semakin tinggi tingkat kekerasan suatu material maka semakin rendah
harga impactstrength-nya, karena material yang keras cenderung rapuh.
10. TensileStrenght (Kekuatan Tarik)
Semakin rendah nilai kekuatan tarik suatu material, maka semakin tinggi
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Tarik
44
BAB IV
PENGUJIAN KEKUATAN TARIK
4.1Definisi Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik merupakan kemampuan material untuk menerima beban tarik
tanpa mengalami kerusakan atau patah dan dinyatakan sebagai tegangan maksimum
sebelum putus. Tegangan maksimum sebelum putus dianggap sebagai data terpenting
yang diperoleh dari hasil pengujian tarik, karena biasanya perhitungan-perhitungan
kekuatan di hitung atas dasar kekuatan tarik.
4.2 Hubungan Tegangan Regangan
Tegangan tarik merupakan distribusi gaya tarik persatuan luas bahan, sedangkan
regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang awal.
Hubungan antara regangan dan tegangan dapat diketahui dengan jelas dari grafik
tegangan – regangan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Hubungan tegangan-regangan Sumber : Dieter(1996:278)
Tegangan yang digunakan adalah tegangan rata-rata pada uji tarik yang
diperoleh dari pembagian beban (P) dengan luasan spesimen (A0), yang dapat
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Tarik
Regangan yang digunakan adalah regangan rata-rata yang diperoleh dari perbandingan antara pertambahan panjang (∆L) dengan panjang awal pengukuran (Lo). yang dapat dirumuskan :
ℰ=
Dimana :
ℰ = Regangan (%) 𝑙0 = Panjang awal (mm)
Δl = Pertambahan panjang (mm)
Apabila suatu proses material dihasilkan dengan tegangan-regangan yang tidak
memperlihatkan titik luluh atau yield, maka mencarinya dengan metode offset, yaitu menarik garis lurus sejajar dengan diagram tegangan dimulai dari titk 0 regangan yang
digunakan sebagai acuan dengan jarak 0,2% dari regangan maksimum. Perpotongan
garis offset dengan kurva tegangan regangan itulah tegangan yield dari bahan tersebut. Pengertian-pengertian mengenai hubungan antara tegangan dan regangan
adalah:
a. Batas elastisitas 𝐸 (Elastis limit)
Bila sebuah bahan diberi beban sampai di batas elastisitas kemudian
bebannya dihilangkan maka bahan tersebut plastis.
b. Batas proporsional (Proporsional limit)
Titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak
ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek biasanya, batas proporsional sama
dengan batas elastis, yang mana merupakan keseimbangan antara pertambahan
tegangan dan regangan.
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Tarik
46
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula ketika material
dikenai gaya. Pada gambar 4.1 diatas, material di tarik sampai melewati batas proposional
dan mencapai daerah landing.
d. Tegangan luluh atas (Upper Yield Stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing, peralihan
deformasi elastis ke plastis.
e. Tegangan luluh bawah (LowerYield Stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi
plastis. Bila yang dimaksud tegangan luluh (yield Stress), maka yang dimaksud adalah
tegangan ini, yang ditandai dengan pertambahan regangan tanpa penambahan tegangan.
f. Regangan luluh (Yield Strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
g. Regangan elastic (Elastic Strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan
regangan ini akan akan kembali ke posisi semula.
h. Regangan plastis ℰ𝑝 (Plastic Strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis bahan. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan
i. Tegangan tarik maksimum (UltimateTensileStrenght)
Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
j. Kekuatan patah (BreakingStrenght)
Merupakan besar tegangan dimana bahan yang di uji putus atau patah.
Kurva tegangan regangan memiliki 2 macam kurva yaitu kurva tegangan
regangan sejati dan rekayasa. Hubungan Tegangan-Regangan (Rekayasa-Sejati) pada
gambar 4.2 terlihat jelas perbedaan antara kedua kurva tersebut. Kurva tegangan
regangan rekayasa berdasarkan pada dimensi benda uji sedangkan kurva tegangan
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2015/2016
Kelompok 21
Pengujian Kekuatan Tarik
47 Gambar 4.2 Grafik tegangan regangan sejati
Sumber : Dieter(1996:286)
Kurva tegangan regangan rekayasa diperoleh dari hasil pengukuran benda uji
tarik. Tegangan yang diperlukan pada kurva diperoleh dengan cara membagi bahan
dengan awal penampang benda uji sedangkan pada kurva tegangan regangan sejati
diperoleh dari hasil pengukuran benda uji tarik berdasarkan luas penampang spesimen
benda uji sebenarnya ketika pengujian..
Proses penambahan regangan yang berlebihan akan mengakibatkan material
mengalami penyempitan penampang (necking). Pada regangan-tegangan sejati, nilai luas penampang yang dipakai adalah luas penampang specimen sebenarnya, sehingga ketika terjadi necking, nilai tegangan tariknya tetap justru naik. Sedangkan pada tegangan-regangan rekayasa nilai luas penampang yang dipakai adalah luas penampang
semula benda uji, sehingga ketika terjadi necking pada titik beban maksimum, nilai tegangan tariknya akan turun. Adapun pengaruh kandungan karbon terhadap grafik
tegangan regangan bisa dilihat dengan klasifikasi berikut :
a) Baja karbon rendah (0,1-0,3% karbon)
Adapun garis tegangan-regangan berada paling bawah, dengan daerah yield yang jelas.Kemudian naik sampai titik Ultimate strength kemudian turun dan putus. b) Baja karbon menengah (0,3-0,85% karbon)
Adapun garis tegangan-regangan berada diantara baja karbon rendah dan
baja karbon tinggi.Dimana daerah elastis naik secara linier sampai titik tertentu,
kemudian naik secara polynomial sampai titik Ultimate strength kemudian turun dan putus, tetapi penurunan tidak sepanjang pada baja karbon rendah.