• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teaching Adaptive Physical Education for Light Idiotic Students at Exclusive School Cendana Rumbai Pekanbaru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teaching Adaptive Physical Education for Light Idiotic Students at Exclusive School Cendana Rumbai Pekanbaru"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Khairul Asbar, 2010. Teaching Adaptive Physical Education for Light Idiotic

Students at Exclusive School Cendana Rumbai Pekanbaru.

The research was conducted at Exclusive School Cendana Rumbai Pekanbaru.

It is a qualitative research parallel to Spradley (1980). The focus of the research is

Teaching Adaptive Physical Education at Exclusive School Cendana Rumbai

Pekanbaru. The informants of the research were set through snow ball technique. They

are Physical Education Teachers, the principle, administration staff, supervisor, the staff

of Educational office, the teachers, parents and janitors as well as students of Exclusive

School Cendana Rumbai.

The finding of the research are as follows : First, teaching planning were

designed based on standard process, on the other hand the implementation of teaching

and learning was not match with teaching planning because of students’ congenital

defect. Second, there are two different defect or students in one class, so that teachers

communicate with the students in two ways namely, gesture and repetition explanation

because most students are not able to receive explanation normally. Third, group of

learning are not based on the class level, the students are grouped based on their

ability. Idiotic students of elementary school who have the same ability with the students

of junior high school are set in one group. Similarly, deaf students are grouped with

idiotic students who have the same ability. Fourth, the process of teaching and learning

are not based on time able, it depends on the students desire. Fifth, assessment given

by the teachers are variant among the students, each individual has specific

assessment.

PENDAHULUAN

Dalam sistem pendidikan nasional, peserta didik adalah semua warga negara. Artinya, semua satuan pendidikan harus memberikan kesempatan menjadi peserta didiknya kepada semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan kekhususannya, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, suku bangsa dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat (1) berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Dengan demikian bahwa hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan sudah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 45 yang bersifat mengikat. Artinya, pihak manapun tidak dapat merintangi atau menghalangi maksud seseorang untuk belajar dan mendapatkan pengajaran. Jadi pendidikan itu sudah diatur untuk semua warga negara Indonesia, baik normal

maupun yang mempunyai kelainan atau kecacatan.

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1 Tahun 2008 Tanggal 4 Januari 2008 Tentang Standar Proses Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadasksa, dan Tunalaras.

(2)

pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi anak normal dengan anak luar biasa.

Untuk investasi jangka panjang dengan lahirnya para penyandang cacat yang terdidik dan terampil, secara tidak langsung dapat mengurangi biaya perawatan dan biaya pelayanan kebutuhan sehari-hari (Efendi, 1999). Di samping itu ada efek psikologis, yaitu tumbuhnya motivasi berprestasi dan tumbuhnya harga diri anak luar biasa.. Keadaan seperti ini dapat mempertinggi pembentukan konsep diri anak berkelainan. Yang dimaksud dengan berkelainan fisik antara lain; tunanetra, tunarungu atau cacat salah satu tubuhnya, dan yang dimaksud dengan berkelainan mental; tunadaksa, tunalaras, tunagrahita.

Pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan, sekolahnya tidak sama dengan kelas-kelas anak yang normal. Menurut

Wahyudi (2005) “Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak luar biasa”. Adapun yang dirancang dalam pendidikan luar biasa adalah, kelas, program dan layanannya, sehingga sekolah luar biasa disebut juga kelas spesial.

Dalam pendidikan anak berkelainan atau pendidikan anak cacat, istilah penyimpangan secara eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap memiliki penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal baik fisik, mental, maupun karakteristik perilaku sosialnya, Kirk, 1970; Hewrd & Orlansky, 1988 dalam (Efendi 2005; 6), Anak yang berbeda dari rata-rata umumnya, dikarenakan ada permasalahan dalam kemampuan berpikir, penglihatan, pendengaran, sosial, dan bergerak Hallahan & Kauffman, 1991 dalam (Efendi 2005; 6)

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan untuk jenjang SMPLB, kelas C1 (tunagrahita) salah satu contoh dari kurikulum Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa 2006;96-97) (SMPLB-C)

Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan, eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif, atletik, kasti, ronders, kipper, sepak bola, bola basket, bola volly, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis dan bela diri serta aktifitas lainnya.

1. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh,komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya. 2. Aktivitas senam meliputi:

ketangkasan sederhana,

ketangkasan tanpa alat, dan senam lantai,serta aktivitas lainnya.

3. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ,dan senam aerobic serta aktivitas lainnya.

4. Aktivitas air meliputi permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air dan renang serta aktivitas lainnya. 5. Pendidikan luar kelas: meliputi:

piknik / karya wisata, pengenalan lingkungan, menjelajah, dan mendaki gunung.

(3)

secara implisit masuk ke dalam semua aspek.

Untuk memenuhi hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 32 ayat 1 :

Pendidikan khusus merupakan pendidikan peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan / atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Untuk itu kita masih bersyukur masih ada masyarakat, perusahaan, persatuan Ibu-ibu yang tergabung dalam darmawanita, Yayasan Pendidikan yang mau mendirikan sekolah luar biasa untuk pendidikan anak-anak yang punya kelainan/ketunaan. Di Pekanbaru Provinsi Riau ada beberapa Sekolah Luar Biasa seperti, sekolah luar biasa Cendana, sekolah luar biasa Sri Mujinap, sekolah luar biasa Melati dan SLB Pembina.

Dari beberapa sekolah luar biasa yang saya amati di Pekanbaru untuk mata pelajaran Penjas selalu saja beberapa kelas digabungkan namun kelasnya bukan kelas yang paralel, mereka itu terdiri dari kelas yang mempunyai kelainan yang berbeda maupun tingkatan yang berbeda. Sedangkan kurikulum mereka juga berbeda sesuai dengan kecacatan mereka. Dari keterangan di atas apa mungkin tujuan pembelajaran akan tercapai karena tidak dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum kelas masing-masing dan diajar hanya oleh satu orang guru mata pelajaran Penjas . Berdasarkan pengamatan peneliti pelaksanaan Pendidikan Jasmani di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru, belum terlaksana dengan baik dan belum optimal sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak tunagrahita ringan, hal ini disebabkan oleh situasi siswa itu sendiri karena kelainan mereka maka oleh sebab itu diperlukan bermacam-macam metode untuk menghadapi siswa

tersebut yang diciptakan secara adaptif. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran pada siswa tunagrahita ringan di Sekolah Luarbiasa Cendana Rumbai Pekanbaru

Fokus dalam penelitian ini adalah pada Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran pada siswa tunagrahita ringan di Sekolah Luarbiasa Cendana Rumbai Pekanbaru.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini memakai metode kualitatif artinya metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Jumlah informan menggunakan prinsip snow ball teori Spradley (dalam Yetti, 2006:26), yaitu jumlah imforman ibarat bola salju yang pada mulanya kecil, kemudian semakin

membesar dalam proses

penggelindingannya. Maksudnya adalah informasi yang diperoleh dari imforman terus dicari sampai diperoleh jawaban yang dibutuhkan, dan akan dihentikan bila tidak muncul lagi indikasi informasi yang baru. Dasar pemilihan informan bermula dari Kepala sekolah, dan juga berdasarkan pengamatan dilapangan. Secara umum informan didalam penelitian ini adalah orang-orang yang ada di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru yang dapat memberikan informasi yang dikehendaki, seperti guru Penjas, guru-guru kelas, orang tua pegawai dan junitor.

Teknik pengumpulan data dengan cara:

a. Observasi

(4)

tua siswa dan siswa itu sendiri. Teknik pengambilan data melalui observasi agar lebih menyempurnakan apa yang telah terekam melalui teknik wawancara. Observasi dilakukan dalam situasi sosial menurut (Faisal 1990 dalam Sugiyono 2008;67) situasi sosial mempunyai tiga elemen yaitu; (a) lokasi/tempat fisik sosial itu berlangsung, (b) pelaku/aktor yang menduduki status/posisi yang memungkinkan peranan tertentu, (c) aktivitas/ kegiatan para pelaku dalam lokasi/atau tempat berlangsung suatu situasi sosial.

b. Wawancara

Wawancara atau interview adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui percakapan dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada peneliti, seperti kepala skolah SLB Cendana Rumbai Pekanbaru, guru penjasorkes, orang tua siswa dan aktor-aktor yang memungkinkan untuk mendukung penelitian ini.

Wawancara dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi. Faisal (1990) mengemukakan ada dua cara pengumpulan data melalui wawancara yaitu, (a) dengan wawancara peneliti dapat menggali baik yang diketahui atau yang dialami oleh seseorang subjek maupun yang tersembunyi dari diri subjek atau orang yang diwawancarai, (b) apa yang akan ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat aktivitas waktu yang berkaitan dengan masalah masa sekarang atau masa yang akan datang ada 7 langkah yang ditempuh yang dilakukan dalam pengumpulan data melalui wawancara yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (dalam Faisal 1990)

a. Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan. b. Menyiapkan pokok-pokok

masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan.

c. Mengawali atau membuka alur wawancara.

d. Melangsungkan alur wawancara .

e. Mengkompirmasikan ikhtisar hasil dari wawancara dan mengakhirinya.

f. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan.

g. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh

c. Studi Dokumentasi

Untuk memperkuat data yang diperoleh dengan wawancara, pengamatan lapangan (observasi) peneliti juga menggunakan teknik dokumentasi didalam pengumpulan data. Nawawi (1983:133) mengungkapkan bahwa teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data tertulis, berupa arsip-arsip, buku-buku, teori, dalil, hukum yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. (Faisal 1990 dalam Sugiyono 2008; 72 ) mengemukakan bahwa dokumentasi adalah sama jenis rekaman / catatan sekunder lainnya seperti syarat-syarat memo / nota, pidato, buku harian, photo, keliping, koran. Hasil penelitian ini yang menjadi studi dokumentasi adalah data tertulis yang dibutuhkan untuk mendukung hasil penelitian ini seperti GBPP, kurikulum, daftar hadir guru, satuan pembelajaran, RPP.

Alat Pengumpulan Data.

Alat pengumpul data instrumen menurut Faisal (1980:81) merupakan komponen yang diperlukan dalam penelitian ini berupa kamera, tape recorder, blangko-blangko catatan yang digunakan. Jadi instrumen kunci dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri.

Teknik Penjamin Keabsahan Data.

Keabsahan suatu data banyak tergantung pada teknik yang dipakai dalam pengumpulan data, cara yang digunakan serta kejujuran informan sebagai data yang utama. Teknik penjamin keabsahan data pada penelitian ini adalah dengan cara perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pemeriksaan teman sejawad melalui diskusi, dan pengecekan anggota ( Molleong, 1989: 170-180 dalam Sugiyono 2008;77)

(5)

Perpanjangan keikutsertaan yang dimaksud adalah keikutsertaan peneliti dalam memahami situasi sosial, sehingga data diperoleh dengan sempurna dan dapat dipercaya kebenarannya.

2. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relefan dengan persoalan yang dicari..

3. Triangulasi

Triangulasi yang dimaksud adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang berperan memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data tersebut, untuk membanding dua data tersebut adalah peneliti itu sendiri.

4. Pemeriksaan Teman Sejawad Melalui Diskusi

Pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi yang dimaksud adalah melakukan diskusi dengan teman-teman. Maksudnya adalah melakukan diskusi dengan teman-teman yang memberikan saran dan kritikan terhadap hasil sementara. Selanjutnya peneliti memperbaiki hal-hal yang dirasa perlu.

5. Pengecekan Anggota

Pengecekan anggota yang dimaksud adalah pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam penelitian ini. Pengecekan anggota ini sangat perlu untuk memberikan reaksi, pandangan, dan situasi mereka sendiri terhadap data yang diperoleh peneliti.

Teknik Analisa Data.

Analisis data dilakukan sejak data tersebut diperoleh selanjutnya dipelajari dengan teliti. Tahap pertama, peneliti mengumpulkan dan mencatat semua data yang diperoleh. Selanjutnya dilakukan dengan memilih dan memilah data, menghilangkan dan mengurangi data yang telah diperoleh tersebut, terutama data yang tidak sesuai dengan penelitian. Teknik analisis data yang dipergunakan pada pada

penelitian ini berdasarkan teori (Spradley 1997:139-149 dalam Sugiyono 2008; 92) dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1 menentukan situasi sosial, 2 melakukan observasi lapangan, 3 melakukan analisis kawasan, 4 melakukan observasi terfokus dengan pertanyanan terstruktur, 5 melakukan analisis taksonomi, 6 melakukan observasi terseleksi dengan pertanyaan kontras,

1. Menentukan situasi sosial

Situasi sosial yang dimaksud adalah situasi sosial di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru Provinsi Riau. Ini didasarkan pada keriteria: a sederhana, ruang lingkupnya terbatas, b mudah menjangkaunya, c tidak kentara melakukan penelitian, mudah menjumpai imforman, e kegiatan dapat dilakukan berulang-ulang 2. Melakukan Observasi Lapangan

Dalam observasi lapangan ada dua hal yang dilakukan, yaitu melakukan observasi secara umum dan luas/grand tour, serta observasi yang dilakukan secara terfokus atau disebut mini tour. Grand tour dilakukan dengan tujuan untuk melihat kondisi Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru secara umum. Mini tour lebih terfokus pada Pembelajaran Penjas Adaptif anak Luar biasa yang punya kelainan.

3. Melakukan Analisis Kawasan

Analisis kawasan merupakan suatu proses untuk menentukan unsur atau makna budaya yang mencakup kategori yang lebih kecil.

4. Melakukan Observasi Terfokus dengan Pertanyaan Terstruktur.

Observasi terfokus dilakukan untuk menyelusuri makna khusus dalam hubungan dengan makna yang lebih luas. Setelah diperoleh gambaran mengenai kawasan-kawasan budaya melalui analisis kawasan, kemudian dipilih kawasan-kawasan, yang berhubungan dekat dengan yang berkaitan dengan topik masalah penelitian.

Teknik Penjamin Keabsahan Data.

(6)

serta kejujuran informan sebagai data yang utama. Teknik penjamin keabsahan data pada penelitian ini adalah dengan cara perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pemeriksaan teman sejawad melalui diskusi, dan pengecekan anggota ( Molleong, 1989: 170-180 dalam Sugiyono 2008;77)

1. Perpanjangan keikutsertaan 2. Ketekunan pengamatan 3. Triangulasi

4. Pemeriksaan Teman Sejawad Melalui Diskusi

5. Pengecekan Anggota Teknik Analisa Data.

Analisis data dilakukan sejak data tersebut diperoleh selanjutnya dipelajari dengan teliti. Tahap pertama, peneliti mengumpulkan dan mencatat semua data yang diperoleh. Selanjutnya dilakukan dengan memilih dan memilah data, menghilangkan dan mengurangi data yang telah diperoleh tersebut, terutama data yang tidak sesuai dengan penelitian. Teknik analisis data yang dipergunakan pada pada penelitian ini berdasarkan teori (Spradley 1997:139-149 dalam Sugiyono 2008; 92) dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1 menentukan situasi sosial, 2 melakukan observasi lapangan, 3 melakukan analisis kawasan, 4 melakukan observasi terfokus dengan pertanyanan terstruktur, 5 melakukan analisis taksonomi, 6 melakukan observasi terseleksi dengan pertanyaan kontras, 7 melakukan analisis komponensial, 8 melakukan analisis tema budaya.

1. Menentukan situasi sosial 2. Melakukan Observasi Lapangan

3.Melakukan Observasi Terfokus dengan Pertanyaan Terstruktur.

Temuan Khusus Penelitian 1.Perencanaam Pembelajaran.

Peneliti mengajukan pertanyaan kepada bapak MT apakah setiap guru bidang studi dan guru kelas mempunyai perencanaan untuk melaksanakan proses belajar mengajar?, bagaimana dengan guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan ?

”Di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai ini seluruh guru wajib membuat perencanaan/program pengajaran tidak ada pengecualian termasuk guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, seperti, program tahunan, program semester dan rincian minggu efektif”.

Di tempat terpisah juga diungkapkan oleh guru kelas A Ibu FM

”Bahwa setiap guru disini harus punya program pengajaran seperti silabus, Rpp, program tahunan, program semester dan rincian minggu efektif”.

Hal senada juga diungkapkan oleh guru bidang studi Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Bpk AR

”Kami guru-guru disini harus membuat program/perencanaan pengajaran seperti Program tahunan, Program Semester, Rincian Minggu Efektif, Silabus dan Rpp karena program atau perencanaan ini pada awal tahun sudah ditagih kepala sekolah sebagai administrasi guru disini”.

Dari apa yang diungkapkan oleh guru Bidang studi Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan tersebut guru AR memberi peneliti satu set perangkat pembelajaran seperti; Program Tahunan, Program Semester, Rincian Minggu Efektif Silabus dan contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Dari pengamatan peneliti memang guru di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru membuat Program pengajaran dengan baik yang akan menjadi tuntunan untuk pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Standar Proses Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, dan Tuna laras Pasal 1;

(7)

perencanaan proses pembelajaran,

pelaksanaan proses

pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.

Perencanaan proses Pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar.

KRITERIA PENILAIAN KINERJA SISWA a. Mampu melakukan sendiri dengan

baik diberi skor “3”

b. Mampu melakukan dengan sedikit bantuan diberi skor “2”

c. Mampu melakukan dengan banyak bantuan diberi skor “1”

d. Tidak mampu melakukan atau pasif diberi skor “0”

2. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai dilakukan pada hari Selasa, Rabu, Kamis mulai jam 08.00 sampai dengan jam 09.30 dengan alokasi waktu 3x30 menit. Pada pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan yang diajarkan hanya peraktek saja dan tidak diberikan secara khusus teori atau kesehatan di dalam kelas.

Dari pengamatan penulis guru Penjasorkes SLB mengajar siswanya tidak seperti di sekolah biasa namun siswa dihadapi satu persatu, materi atletik tapi gurunya memberikan latihan sit up, push up, lari dengan langkah kecil-kecil, menarek karet dari ban dalam kenderaan yang sudah digunting selebar 3 cm dan panjangnya 2,5 m kemudian diikatkan di tiang voly dan guru mencontohkan dengan melilitkan karet tersebut ketangannya, berdiri dengan menyamping di samping tiang kemudian menarik karet tersebut berulang kali kemudian siswa melakukan satu persatu, setiap siswa melakukan dan

gurunya senantiasa memperbaiki gerakan siswa. Selesai mengajar penulis langsung menghampiri bapak AR dan mengatakan padanya bahwa dari tadi penulis mengamati bapak sedang mengajar dan penulis menanyakan apakah materi bapak hari ini atletik pak? Kemudian bapak AR menjawab

”Seperti yang bapak perhatikan dari tadi saya memang memberikan pelajaran Lempar cakram, namun tidak seperti mengajar anak di sekolah biasa saya berikan pemanasan lari-lari kecil dengan jarak hanya 6 meter ini tidak saya lakukan di lapangan bola itu kalau saya lakukan disitu murid saya tidak mau, dan disini juga saya bawa matras utuk latihan sit up dan push up kemudian latihan menarik karet, baru saya berikan cakram, bagi saya yang penting mereka mau berbuat yah sudah tadi bapak lihat mereka cepat bosan kadang tidak mau melakukan, pada prinsipnya mau bergerak ya sudah dia mengakhiri jawabannya”.

Pertama siswa dibawa oleh guru ke lapangan ada yang mau ada yang duduk saja di aula kemudian bapak AR menjemput dan membujuk siswa supaya ikut bapak AR kemudian siswa itu ikut ke lapangan dan sampai di lapangan bapak AR mengumpulkan siswa dengan berbaris bersaf karena siswa yang hadir hanya lima orang, kemudian bapak AR mengabsen siswa yang lima tersebut dengan memanggil nama masing-masing. Siswa ada yang menjawab ada yang diam saja walau bapak AR kenal dengan siswanya dia tetap memanggil siswa yang tidak menyahut dengan berulang kali sampai bapak AR mendekati yang bersangkutan bapak AR melihatkan absennya kepada siswa tersebut, dan baru siswa itu mengacungkan jarinya.

(8)

tunagrahita berumur 10 tahun sedang berolahraga penulis memperkenalkan diri dan menyebut namanya SR penulis bertanya apa boleh saya mewawancarai ibuk? ya boleh! ada apa? sudah berapa lama anak ibu bersekolah disini? Dan bagaimana kegiatan di sekolah ini ?

”Anak saya sudah dua tahun sekolah disini anak saya sangat menyukai. Sekolah disini. Dan dia gembira belajar disini. Saya perhatikan kegiatan anak saya disini sangat baik dia sudah bisa membaca dan menulis sebatas anak yang punya kelainan, anak saya di rumah tidak lagi suka muram dan dia suka berolahraga bapak tau yang berbadan kecil itu anak saya namanya Indra dia hobi main bulu tangkis di rumah minta dibelikan raket dan bolanya saya selalu memenuhi keinginannya maklum dia punya kelainan dari tiga saudara”

Dari apa yang disampaikan oleh orang tua siswa di atas orang tuanya sangat senang melihat anaknya melakukan kegiatan olahraga di sekolah, dia tahu bahwa anak yang punya kelainan tidak dapat disuruh seperti keinginan kita termasuk belajar, mungkin begitu juga belajar di sekolah. Sesuai yang dikemukan oleh bapak AR anak belajar hanya guru menuruti kemauan anak, misalnya atletik, nomor lari jarak pendek mereka tidak mau disuruh lari seperti siswa nomal lainnya tetapi tadi kan bapak melihat bagaimana siswa saya, mereka tidak mau melakukan begitu saja.

Namun saya tidak kehilangan akal untuk mengajak mereka, saya sudah antisipasi saya bawa raket bulu tangkis dan saya bilang nanti main bulu tangkis, mereka baru mau olahraga kalau tidak mereka akan duduk saja sekali lagi dia kan bergerak untuk latihan metoriknya, mereka melakukan dengan menggunakan media seperti bola, balok kayu berukuran kecil, misalnya bola kaki ditendang oleh gurunya atau oleh temannya maka siswa akan mengambil bola atau menjemput bola

tersebut dengan berlari sehingga siswa itu melakukannya dengan senang hati, lompat jauh dengan menggunakan karet yang penting siswa mau melompat atau berbuat. Guru harus banyak mempunyai media untuk olahraga baik dengan ukuran standar maupun yang dimodifikasi, dari pengamatan penulis guru mengajar lebih banyak mengikuti kemauan siswa. Dari pelaksanaan seperti inilah maka penjas di Sekolah Luar Biasa disebut denganPenjas Adaptif, karena pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kelainan siswa dan guru mengupayakan siswa mau berolahraga dan bagi guru juga bisa melaksanakan rencana pembelajarannya.

Dari rencana pelaksanaan pembelajara hampir 45 % bisa dilaksanakan dengan mengadaptifkan kegiatan dengan kelainan siswa. Kalau ada siswa yang tidak mau melakukan kegiatan bapak AR sebagai guru penjasorkes akan mengupayakan supaya siswa mau ikut ber olahraga seperti dipeluk dibawa berjalan dan ditanya maunya apa kalau dia mau main bola maka dikasih bola karena menghadapi siswa pelayanannya secara individu dan jumlah mereka satu kelas hanya ada yang empat orang dan lima orang sehingga pelayanannya secara individu atau perlakuan khusus terdap siswa tersebut.

Dari yang dikonfirmasikan dengan kepala sekolah:

”Bapak AR mengajar sesuai dengan program/perencanaan

Pembelajaran namun terkadang program bisa tidak jalan karena faktor siswa-siswa di Sekolah Luar Biasa terkadang patuh terkadang siswa tidak mau mengikuti apa yang disampaikan oleh gurunya. Begitulah anak yang punya kelainan apa lagi anak yang tunagrahita mereka sensitif, cepat bosan dan selalu sering menolak kalau diajak”.

(9)

siswanya besar dan kecil namun kemampuannya sama. Penulis memperhatikan bapak AR mengajarkan permainan bola basket tentang drible dan shoot, sebelum pelajaran dimulai siswa berdo’a kemudian siswa dihampiri satu persatu, diperiksa kukunya dan di absen kemudian dilanjutkan pemanasan, siswa disuruh lari mengelilingi lapangan bola basket guru juga berlari bersama siswa setelah lari dua putaran ada yang memegang pundak bapak AR dan bertanya dengan bahasa isyarat berapa putaran kemudian siswa tersebut mengacungkan jarinya dua dan menunjuk dadanya sambil menunjuk memutari lapangan penulis menterjemahkan bahasa isyarat itu saya sudah dua putaran berapa larinya pak, bapak AR mengangkat tangannya isyarat lima jarinya. Kemudian siswa tersebut lari lima putaran dan yang lain mengikuti.

Dari apa yang penulis amati guru AR seperti ada kendala pada kelas G yang diajarnya karena ada dua kelainan yang dimiliki oleh siswa pertama tunarungu dan kedua tunagrahita dan satu anak memiliki cacat ganda tunarungu dan tunagrahita. Penulis menanyakan kepada bapak AR semenjak bapak mengajar dari tadi bapak seakan-akan kewalahan menghadapi kelas ini, karena dikelas ini ada anak yang, tuna rungu, tunagrahita, ada yang cacat ganda kenapa bapak memaksakan diri untuk mengajar kelas ini dengan menggabungkan siswanya? bapak AR menjawab

”siswa ini hanya di kekelas ini bisa digabungkan kalau di kelas lain lebih para lagi”.

Tetapi ini merupakan masalah dalam proses pembelajaran, bagaimanapun bapak mengajar, bapak tidak akan bisa melaksanakan secara optimal, Sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, dan tunalaras, persyaratan pelaksanaan pembelajarannya kan berbeda berarti bapak tidak berpedoman kepada peraturan Menteri tersebut, saya membuat perencanaan

berpedoman kepada peraturan tersebut, bapak bisa lihat dari RPP saya, tapi pelaksanaan untuk pembelajaran di lapangan kan tidak seperti RPP bapak.

Sebagai guru bapak kan dapat menyampaikan kepada kepala sekolah bagaimana solusinya untuk pelaksanakan pembelajaran semester yang akan datang. Selesai mengamati dan mewawancarai bapak AR penulis langsung menuju Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru untuk menjumpai kepala sekolah, yang berada di ruang kerjanya, penulis langsung menjumpai kepala sekolah kebetulan bapak MT ada di ruangan dan bapak MT mempersilahkan saya masuk dan dia bertanya bagaimana pak di lapangan tadi, tadi saya mengamati bapak AR mengajar namun kelas yang diajar bapak AR kelas G itu adalah kelas gabungan antara anak tunarungu dan tunagrahita dan ada 1 orang siswa yang tunaganda (tunarungu + tunagrahita) apakah bapak sebagai kepala sekolah tahu dengan keadaan tersebut?

”Saya sebagai kepala sekolah tahu keadaan tersebut, namun karena kelas kami ini bukan berdasarkan tingkatan seperti,SD, SMP, SMA namun kelas kami adalah berdasarkan kemampuan siswa maksudnya siswa-siswa yang berkemampuan sama di letakkan 1 kelas anak yang ada seperti tunarungu, dan tunagrahita yang berkemampuan sama di letakkan satu kelas. Anak yang tuna ganda hanya olahraga saja belajar sama karena tidak bisa digabungkan dengan kelas lain karena dia selalu mengganggu dan tak mungkin belajar sendiri saja”.

(10)

temannya badannya besar. Keseharian yang tunaganda hanya sendiri di kelas tidak digabungkan ke kelas lain dulu sudah dicoba digabungkan dia hanya mengganggu dan oraak diutamakan orangtuanya sering dipanggil ke sekolah baik oleh PA maupun kepala sekolah. 3. Pelaksanaan Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru tidak sama dengan yang dilakukan pada sekolah biasa, walau dalam RPP sudah ada kriteria penilaian yang dibuat oleh guru Penjasorkes, namun tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal demikian dikarenakan dari siswa yang bersangkutan tidak mau belajar seperti yang telah direncanakan oleh guru Penjasorkes. Seperti telah diungkapkan pada pelaksanaan pembelajaran oleh bapak AR terkadang siswa mau belajar sesusai dengan Rencana Program Pembelajaran, kalau siswa yang mau melakukan pembelajaran dan lebih banyak mengikuti siswa itu sendiri apa maunya. Untuk evaluasi yang dilakukan lebih banyak kepada faktor pengamatan terhadap keterampilan proses terhadap siswa sesuai dengan apa yang dilakukan oleh siswa, setiap mengikuti pembelajaran Penjasorkes. Hal ini dilakukan karena keinginan siswa tidak dapat ditebak setiap mau belajar terkadang siswa A mau berbuat siswa B kurang mau berbuat siswa C tidak mau berbuat, siswa D tidak mau berbuat sama sekali. Setiap siswa yang mau berbuat dan tidak mendapatkan bantuan dalam kegiatan yang dilaksanakan maka skor nilainya di beri 3, siswa dalam kegiatannya yang dapat bantuan sedikit diberi skor nilainya 2, siswa yang dalam kegiatan yang hanya mau melakukan sedikit diberi skor nilainya 1 dan yang tidak mau melakukan kegiatan sama skali diberi skor nilainya 0.

Seperti yang peneliti langsung mendapatkan informasi dari bapak AR tentang penilaian untuk siswa-siswa yang mempunyai kelainan tunagrahita, penilaian bagi siswa tunagrahita bersifat pengamatan tidak dibuatkan tugas-tugas khusus dan

apa yang diperbuatnya hari-hari diberikan penilaian sebab siswa yang tunagrahita seperti yang bapak perhatikan kata bapak AR, peneliti mewawancarai bapak AR tentang pelaksanaan evaluasi siswa tunagrahita, bagaimana cara penilaian yang dilaksanakan kepada siswa tunagrahita ? ”Penilaian yang dilaksanakan kepada siswa tunagrahita hanya dilaksanakan secara pengamatan saja tidak ditententukan apa penilaian yang dilakukan hari ini namun berdasarkan pengamatan siswa tersebut diberikan nilai berupa sangat baik, baik, kurangbaik, tidak ada nilai sama sekali karena tidak berbuat, dari indikator yang ada penilaian diarahkan ke indikator tersebut”.

Dari apa keterangan yang diberikan oleh bapak AR kepala sekolah di tempat terpisah juga peneliti mewawancarai bapak MT dan juga memberi keterangan yang tidak jauh berbeda tehadap penilaian untuk siswa yang tunagrahita.

”Bapak MT mengatakan bahwa penilaian yang dilakukan kepada siswa tunagrahita hanya bersifat pengamatan saja tidak ditentukan seperti, coba kamu tendang bola ini sekuat-kuatnya namun diberikan saja bola dikatakan kita main bola maka siswa tersebut hanya akan melakukan apa yang disukainya salah satu dari indikator yang ada (siswa dapat melakukan tendangan) apabila siswa itu sudah mau bermain maka diperhatikan dia melalukan tendangan seperti apa yang ditiru dari bapak AR waktu mengajar”.

Dari apa yang disampaikan oleh bapak AR sebagai guru Penjasorkes dan yang disampaikan oleh bapak kepala sekolah tentang penilaian yang dilakukan pada siswa itu sendiri yang tidak dapat melakukan apa yang disampaikan kepada siswa.

(11)

itu melakukan kegiatan di lapangan apa saja yang dilakukan yang sudah mengarah kepada materi yang diberikan siswa tersebut sudah ada mendapat nilai.

Pembahasan.

1. Perencanaan Pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, setiap guru di sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru wajib membuat perencanaan pembelajaran., demikian juga dengan guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan wajib membuat perencanaan pembelajaran, perencanaan pembelajaran itu terdiri dari ; a.Program tahunan.

b.Program semester c.Rincian minggu efektif

d.Silabus mata pelajaran Penjasorkes e.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

f.Blangko laporan perkembangan kinerja siswa

Perencanaan pembelajaran di sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru oleh bapak AR telah dibuat mulai sebelum tahun ajaran dimulai, karena pada awal masuk sekolah kepala sekolah telah meminta semua perangkat telah diserahkan kepada Kepla sekolah karena program adalah suatu administrasi yang wajib dibuat oleh guru mata pelajaran.

Program pembelajaran ini setiap semesternya di evaluasi oleh guru mata pelajaran apakah disemester yang akan datang layak dipakai atau tidak ini diketahui setelah program semester dilaksanakan oleh guru mata pelajaran. Maksudnya program semester genap pada semester genap dan program semester ganjil pada semester ganjil. Hal ini dilakukan karena sikap dan tingkah laku siswa di Sekolah Luar Biasa sulit ditebak, sehingga apa yang dilakukan dan dikerjakan siswa setiap kali mengajar harus dibuat catatan oleh guru mata pelajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Karena kegiatan olahraga dilaksanakan di lapangan dan membawa siswa untuk berolahraga ke lapangan terkadang mudah terkadang sulit.

2. Pelaksanaan Pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru dilaksanakan dengan cara mengadaptifkan artinya setiap materi pelajaran tidak diberikan seperti memberikan pelajaran kepada siswa di sekolah biasa karena anak yang dihadapi adalah siswa yang berkelainan seperti, tunarungu, tunagrahita dan tunaganda yaitu (tunarungu+tunagrahita). Oleh sebab itu mengajar di kelas yang siswanya punya kelainan, materi yang ada pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk pelaksanaan di lapangan kegiatannya dimodipikasi, karena tuntutan dari keadaan siswa yang dihadapi.

Oleh sebab itu guru dituntut untuk dapat lebih banyak; a. memodifikasi alat-alat yang dipergunakan dalam pembelajaran supaya siswa mau mengikuti pelajaran, b. media yang digunakan menarik perhatian siswa yang dihadapi, supaya proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik; c. memodifikasi lapangan yang digunakan tidak memakai lapangan yang standar tapi lapangan cukup untuk bermain bagi siswa tunagrahita yang dari pengamatan adalah siswa yang paling cepat bosan dan lambat dalam menerima apa yang disampaikan, d. yang sangat penting adalah metode yang digunakan kepada siswa tersebut sebagai cara untuk menyampaikan materi pelajaran .

Pelayanan kepada siswa bersifat individu karena siswa yang dihadapi mempunyai kelainan yang berbeda ada yang tunarungu dan ada yang tunagrahita dan tunaganda, karena kelas di Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru disusun menurut kemampuan maksudnya anak yang punya kemampuan sama dibuat satu kelas jadi tidak ada tingkat SD, SMP dan SMA maka satu kelas terjadi ada siswa yang tunarungu dan tunagrahita maka pelayanan harus bersifat individu karena karakteristik yang berbeda.

3. Pelaksanaan Evaluasi

(12)

tidak sama pelaksanaan seperti di sekolah biasa lainnya, walau dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sudah ada jadwal evaluasi namun pelaksanaan tidak dapat dilaksanakan karena kelainan yang diderita siswa seperti tunagrahita. Dimana siswa tidak dapat ditebak sikapnya. Pelaksanaan evaluasi hanya berdasarkan kepada pengamatan setiap siswa berolahraga penilaian yang dilakukan keterampilan proses, dimana waktu siswa berolahrga diberikan penilaian sesuai dengan kegiatan apa yang dilakukan siswa.

Penilaian yang dilakukan misalnya pada kegiatan atletik lari jarak pendek siswa yang sudah mau melakukan kegiatan berlari-lari saja sudah dapat diberikan nilai oleh gurunya. Pada kegiatan ini guru hanya menuntut siswa mau melakukan kegiatan. Dari apa yang peneliti amati guru hanya memberikan penilaian pada ranah psikomotor dan

(13)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Guru Penjasorkes Sekolah Luar Biasa Cendana Rumbai Pekanbaru membuat Perencanaan pembelajaran sebagaimana yang ada pada standar isi untuk Sekolah Luar Biasa, seperti rincian minggu efektif, program Semester, Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Program dibuat sesuai dengan kelainan yang dimiliki oleh siswa setiap kelas yang diajar. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan di Sekolah Luar Biasa Cendana rumbai dilakukan dengan cara Adaptif.

2. Pelaksanaan evaluasi atau penilaian untuk siswa-siswa pada satu kelas tidak bisa sama dilakukan karena tingkat kemampuan siswa yang berbeda dan kelainan yang juga seperti tunagrahita dan tunarungu. Evaluasi tidak dilakukan atau waktunya ditentukan atau jadwalkan seperti pada Rencana Program Pembelajaran yang telah dibuat oleh guru mata pelajaran Penjasorkes. Evaluasi kadangkala dilakukan setiap siswa melaksanakan pembelajaran karena siswa pada Sekolah Luar Biasa keinginannya tidak bisa ditebak terkadang mau belajar kadang kala dia tidak mau sama sekali. Oleh sebab itu yang dinilai hanya pada keterampilan proses waktu siswa mengikuti mata pelajaran Penjasorkes.

B. Saran - saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka diajukan beberapa saran

1. Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan hendaknya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melalui pelatihan atau MGMP, KKG sesama guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Sekolah Luar Biasa yang ada di kota pekanbaru

2. Kepala sekolah supaya melakukan supervisi juga pada saat guru mengajar dan tidak hanya menerima laporan saja dan mengumpulkan perangkat dari guru Penjasorkes seperti Silabus, program tahunan dan program semester, RPP yang lebih penting adalah memperhatikan mengajar di lapangan.

3. Perlu adanya kerja sama yang baik sesama guru pegawai TU dan orang tua siswa untuk mengetahui perkembangannya siswa di sekolah maupun di rumah.

4. Guru penjasorkes supaya dapat memodifikasi alat olahraga lebih banyak untuk dapat menjadikan siswa lebih menyukai pelajaran olahraga dan siswa lebih banyak bergerak di lapangan, dan materi yang ada bisa terlaksana dengan alat yang bermacam-macam di lapangan.

DAFTAR RUJUKAN

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Delhie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung :Refika Aditama.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara.

Erianti. 2008. Buku Ajar Pendidikan Jasmani Adaptif. Padang : Fakultas Ilmu Keolahragaan UNP

Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

(14)

Johnson, Elaine B. 2006. Contextual Teaching & Learning. Bandung: MLC.

Lutan, Rusli. 2002. Supervisi Pendidikan Jasmani. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Nursisto. 2001. Spektrum Pengalaman Lapangan dalam Dunia Pendidikan. Jakarta : Direktorat Pendidikan. Sadiman, Arif S. 2006. Media Pendidikan.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta.

Suherman, Adang. 2003. Evaluasi Pengajaran Pendidikan Jasmani Adaptip. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Sukarso, Ekodjatmiko.2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.Jakarta :Departemen Pendidikan Nasional.

Sutikno, Sobry. 2007. Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna. Mataram : NTP Press.

Yusuf, Syamsu. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

1997. Aspek Psikologik Ketunagrahitaan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

1997.Assemen Anak Tunagrahita. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

1997.Orthopedagogik

Umum. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

1997.Startegi KBM Ketunagrahitaan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung : Fokusmedia.

2005. Sistem Keolahragaan Nasional. Jakarta : Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Sistem tabung reaktor plasma merupakan suatu tempat terjadinya proses ionisasi gas yang akan rnenghasilkan plasma dan tempat pendeposisian bahan organik yang

Tämän tutkimuksen aineistossa varhaiskasvattajat puhuivat paljon vertaisryh- män merkityksestä lasten ruokakasvatukselle. Useat haastatteluun osallistu-

Sesuai dengan pendapat Pool dan Sewell (2007) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki perencanaan tentang masa depan dan daya juang, mampu menyikapi suatu keadaan dengan

Salon muslimah Az-Zahra menyediakan jasa masker rambut untuk perawatan rambut rontok menggunakan berbagai bahan, mulai dari yang tradisional hingga yang menggunakan

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan argumennya yang berkaitan dengan penyelesaian dan penyajian himpuanan dari  sistem  pertidaksamaan nilai mutlak

Kelompok kontrol terjadi penurunan skor saturasi oksigen dengan rerata penurunan skor 6,60 dari rerata skor 99,85 sebelum dilakukan tindakan suction menjadi 93,25

Sumber data menggunakan kanji ber-bushu sanzui hen (氵) dengan kategori kata benda dalam jōyō kanji revisi tahun 2010 yang berjumlah 47 karakter. Sampel akan dianalisis

Dari grafik tersebut ditunjukkan terjadi penurunan nilai COD baik pada kolam uji, kolam aerator, dan kolam isolasi masing-masing sebesar 16,2 %, 6 %, dan 9 % dibandingkan