KETENAGAKERJAAN NASIONAL : BINARY MODELS APPROACH Andalas Accounting National Events
UNIVERSITAS ANDALAS
DISUSUN OLEH
FARAH CHOIRUN NISA (041311133103)
MAHESTY WIDA R (041311333199)
TEGAR RISMANUAR N ( 041211132002)
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
HAMALAN PENGESAHAN
1. Judul Karya Tulis : Inovasi Sistem Pendidikan Yang Beorientasi Dalam Pembangunan Human Capital Berdasarkan Aspek Spasial Desa-Kota Dalam Upaya
Pemerataan Pembangunan Ketenagakerjaan Nasional : Binary Models Approach
Sub Tema : Kualias SDM sebagai salah satu pilar Indonesia dalam ekonomi global
a). Ketua Kelompok
Nama : Farah Choirun Nisa
NIM : 041311133103
Jurusan : S1 Ekonomi Pembangunan
b) Anggota Kelompok
Nama : Mahesty Wida R
NIM : 041311333199
Jurusan : S1 Akuntansi
b) Anggota Kelompok
Nama : Tegar Rismanuar Nuryitmawan
NIM : 041211132002
Jurusan : S1 Ekonomi Pembangunan
Dosen Pembimbing
Akhmad Jayadi. SE. M.Ec. Dev NIP.198104142015041001
Surabaya, 1 Februari 2016
Ketua Kelompok
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Ekonomi yang berjudul “Inovasi Sistem Pendidikan Yang Beorientasi Dalam Pembangunan Human Capital Berdasarkan Aspek Spasial Desa-Kota Dalam Upaya Pemerataan Pembangunan Ketenagakerjaan Nasional : Binary Models Approach”. Karya Tulis Ilmiah ini penulis disusun untuk sebagai Syarat mengikuti Andalas Accounting National Events. Rasanya tidak berlebihan jika penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini bisa terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih ini terutama penulis sampaikan kepada:
1. Orang tua penulis yang telah memberikan penulis izin, dana, dan dukungan moral
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan tepat waktu dan tanpa
hambatan yang berarti.
2. Teman-teman penulis di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, yang telah
banyak membantu dan memberi kebahagiaan yang tak terhingga.
3. Dan kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini.
Terima kasih. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmua ini tidak luput dari kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
Karya Tulis Ilmiah ini selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.
Surabaya, 1 Februari 2016
Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Gambar v
Daftar Tabel vi
ABSTRAK vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja 6
2.2Human Capital Theory 10
BAB III METODE PENULISAN 11
3.1 Data 11
3.2 Metodelogi 11
3.2.1 Binary Logit Regression 11
3.3Teknik Pengolahan Data 12
BAB IV PEMBAHASAN 13
4.1 Hasil Estimasi Determinan Motivasi Bekerja 13
BAB V PENUTUP 22
5.1 Kesimpulan 22
5.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Tren Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja………9 Gambar 4.2 Skema Pendidikan Dan Pelatihan Sebagai Peningkat Motivasi
Individu Untuk Bekerja……….17 Gambar 4.3 Skema Pembangunan Human capital Di Pedesaan………19 Gambar 4.4 Skema Pembangunan Dan Pemerataan Human capital Di Daerah
3T (Terdepan,Terluar Dan Tertinggal)………...20
DAFTAR TABEL
ABSTRAK
terbesar mengingat struktur penduduknya berjumlah besar. Namun struktur penduduk besar ini tidak diimbangi dengan tingkat serapan tenaga kerja yang sepadan. Selain itu sebab pokok yang menjadi masalah dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah kapabilitas sumberdaya manusia tidak sesuai dengan permintaan pada tempat bekerja. Kapabilitas tersebut terbentuk berdasarkan human capital masing-masing pekerja. Menurut teori human capital oleh Becker (1993), mengungkapkan bahwa pembangun human capital berasal dari investasi pada pendidikan dan pelatihan. Namun didasarkan pada Indonesia, ternyata tidak se-sederhana itu. Masih banyak faktor lain seperti karakteristik individu yang membuat kapabilitas individu meningkat, sehingga urgensi mendapatkan pekerjaan menjadi terwujud. Untuk mengetahui dampak pendidikan dan pelatihan pada suksesi angkatan kerja penulis menggunakan estimasi logistic regression. Temuan estimasi menunjukan bahwa pendidikan perguruan tinggi dan pelatihan ternyata mampu meningkatkan motivasi orang untuk bekerja. Sementara itu, aspek spasial yang mengalami ketimpangan adalah lokasi tempat tinggal orang didesa dan kota. Orang yang tinggal didesa (nilai odds ratio=0,025629) cenderung memiliki motivasi bekerja yang lebih rendah dibandingkan orang yang ada dikota (nilai odds ratio=0.03571). Hasil dari estimasi digunakan untuk dasar penyusunan kebijakan pembangunan human capital. Pembangunan human capital ini ditujukan untuk mengurangi ketimpangan skill dari setiap individu di desa dan kota secara spasial. Rumusan kebijakan diarahkan berdasarkan peraturan yang ada dan di optimalkan. Kemudian arah kebijakan berfungsi untuk menanggulangi permasalahan ketenagakerjaan termasuk pengangguran di Indonesa. Berdasarkan hasil estimasi dan tujuan penulisan, maka penulis merekomendasikan sebuah konsep mengenai pembangunan human capital, pembangunan institusi pendidikan tinggi di lingkup pedesaan, dan pemerataan human capital untuk wilayah jawa dan pulau lain sehingga sifatnya adalah komprehensif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan implementasi sifat pendidikan tinggi di daerah pedesaan diseleruh Indonesia akan mendorong motivasi seseorang untuk bekerja, dan akan mengurangi pengangguran. Maka dampak jangka panjang yang akan dirasakan adalah aspek sustainability dari ketenagakerjaan di Indonesia akan tercapai.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan transformasi ekonomi, sosial, dan budaya secara
sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan (Deddy,
2015:14).Transformasi dalam berbagai aspek dimaksudkan guna meningkatkan
kesejahteraan penduduk suatu Negara. Pengukuran peningkatan kesejahteraan dapat dilihat
dari berbagai sudut pandang. Tinjauan dari sisi ekonomi menjabarkan berbagai macam cara
untuk menaikan tingkat kesejahteraan suatu negera salah satunya melalui peningkatan
pendapatan perkapita penduduk dalam jangka panjang (Sadono, 206:31). Menurut Mankiw
(2007:46), alternative cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan perkapita
dari sutau Negara adalah dengan melakukan kegiatan produksi.
Kegiatan produksi mempunyai dua elemen atau faktor pendukung utama, yaitu modal
dan tenaga kerja (Mankiw, 2007:46). Kepemilikan modal dengan skala besar dapat
digunakan sebagai katalis untuk kegiatan produksi dengan corak capital intensive.
Sedangkan jumlah tenaga kerja yang banyak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi
yang bersifat labor intensive. Namun tidak setiap Negara memiliki keduanya. Setiap
Negara akan memilih untuk lebih condong pada permanfaatan salah satu faktor produksi
tergantung kondisi aktual dari Negara tersebut contohnya Indonesia yang mempunyai
penduduk dalam konsentrasi besar akan condong melakukan kegiatan produksi dengan
corak labor intensive.
Jumlah penduduk Indonesia yang banyak merupakan keunggulan dalam hal kecukupan
penawaran kerja. Namun jumlah tenaga kerja yang besar tidak selalu berdampak positif,
ada pula dampak negatif yang akan timbul, yaitu adanya ketimpangan antara penawaran
dan permintaan tenaga kerja. Selain itu performa serapan tenaga kerja akan kurang
maksimal (BPS, 2013). Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat pada tahun
2012 terdapat ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah lowongan
sedangkan jumlah lowongan kerja terdaftar yaitu sebesar 628.603 unit. Selisih dari nominal
tersebut akan berdampak pada jumlah pengangguran.
Permasalahan lain yang memperburuk kondisi ketenagakerjaan Indonesia adalah belum
maksimalnya penempatan atau pemenuhan tenaga kerja. Meskipun jumlah pencari kerja
lebih besar daripada jumlah lowongan kerja yang terdaftar, lowongan pekerjaan yang
tersedia belum sepenuhnya dapat menyerap para pencari kerja. Data Kementrian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi menjelaskan bahwa pada tahun 2012 tenaga kerja yang terserap
sebesar 365.947, akibatnya angka pengangguran menjadi bertambah banyak. Badan Pusat
Statistik (2013) mencatat sampai tahun 2012 tingkat pengangguran terbuka masih mencapai
angka 67,88 juta orang.
Data yang menunjukan masih kurang optimal kondisi ketenagakerjaan Indonesia
tersebut tentu menjadi salah satu faktor pertimbangan orang untuk mencari pekerjaan.
Borjas (2000) mendefinsikan faktor yang mempengaruhi orang untuk bekerja adalah
berasal dari internal dan eksternal. Eksternal merupakan kondisi gambaran objek
ketenagakerjaan seperti jumlah pengangguran dan jumlah lowongan pekerjaan. Sementara
faktor internal datang dari subjek setiap masing-masing individu yang diwakili oleh
karakateritik individu. Karakteristik individu dalam bentuk human capital adalah
pendidikan formal dan informal. Sesuai dengan human capital theory, menggambarkan
bahwa pendidikan dianggap menjadi kunci utama untuk mendapatkan tenaga kerja terampil
dengan pola pikir dan tindakan yang modern. Maksudnya adalah pada era modern saat ini
tuntutan skill tinggi adalah hal yang sangat mutlak.
Salah satu faktor seperti dapat dijelaskan bahwa tingkat pendidikan tertentu memiliki
tingkat serapan tenaga kerja yang berbeda. Tidak semua strata pendidikan diserap oleh
lapangan kerja. Dampak dari tidak terserap optimal tersebut tentu akan menghasilkan
pengangguran berdasarakan pendidikan. Mekanisme semacam ini juga berlaku untuk setiap
karakteristik individu. Untuk lebih jelasnya tentang pengangguran berdasarkan stratifikasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)
Gambar 1.1
Tren Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan di Indonesia Tahun 2004-2012
Secara umum tren pengangguran dari tahun 2005 hingga 2012 mengalami penurunan.
Penurunan tersebut adalah bentuk keberhasilan sektor pendidikan untuk meningkatkan
kapasitas individu dalam human capital. Argument ini sesuai dengan teori human capital
yang menujukan pendidikan ternyata mampu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pendapatan yang diterima pada masing-masing jenis dan tingkatan
pekerjaan. Namun pendidikan tidak cukup untuk membuat setiap angkatan kerja dapat
terserap pada lapangan kerja. Masih banyak faktor lain seperti latar belakang setiap
individu yang diminta pada spesifikasi lowongan pekerjaan yang relatif tidak sederhana.
Melihat tuntutan yang cukup tinggi pada lapangan kerja membuat banyak dampak pada
mendapatkan pendapatan. Pendapatan menjadi salah satu kunci untuk pemenuhan
kebutuhan setiap individu. Sehingga pekerjaan menjadi salah satu urgensi dalam seluruh
jenis kelompok masyarakat. Keberagaman jenis kelompok masyarakat tentu menimbulkan
motivasi yang berbeda-beda dalam mencari pekerjaan. Sehingga diperlukan analisis
mendalam untuk stakeholder dan angkatan kerja dalam pemenuhan jumlah pekerjaan dan
jenis (spesifikasi) jenis pekerjaan.
Berdasarkan latar belakang pada spesifikasi karateristik masing-masing individu,
maka penulis mencoba untuk meneliti faktor yang memperngaruhi seseorang untuk mencari
pekerjaan. Selain itu penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi determinan eksis dari
keputusan orang bekerja. Determinan tersebut berguna untuk mengetahui variabel paling
mendasar dan penting sehingga akan dihasilakn rekomendasi kebijakan. Kebijakan tersebut
nantinya akan efektif pada scope keputusan individu untuk bekerja karena analisis
dilakukan pada titik ekstrem bawah dan atas.
1.2Rumusan Masalah
1. Apakah variabel indipenden (Provinsi tempat tinggal, umur, klasifikasi
pedesaan/perkotaan, Pendidikan, Training, Status kawin, klasifikasi menurut pulau)
berpengaruh pada dependen (keputusan dan motivasi orang berkerja) ?
2. Bagaimana peran lembaga pendidikan dan pelatihan dalam meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia dalam lingkup human capital Theory?
3. Bagaimana model dan mekanisme strategis dalam meningkatkan
keputusan/motivasi seseorang untuk mencari pekerjaan?
1.3Tujuan Penelitian
1. Menguji dan Menganalisis variabel indipenden (Provinsi tempat tinggal, umur,
klasifikasi pedesaan/perkotaan, Pendidikan, Training, Status kawin, klasifikasi
menurut pulau) berpengaruh pada dependen (keputusan dan motivasi orang
2. Mengidentifikasi peran lembaga pendidikan dalam meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia dalam lingkup human capital theory.
3. Mengeksplorasi dan menjelaskan model dan mekasinisme strategis dalam
meningkatkan keputusan/motivasi seseotang untuk mencari pekerjaan.
1.4Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan sekaligus sebagai bentuk
sumbangsih penelitian dalam bidang ketenagakerjaan Indonesia. Selain itu
penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam pengambilan
kebijakan yang lebih baik guna mengatasi masalah ketenagakerjaan mengingat
jumlah penduduk Indonesia yang tergolong banyak merupakan sebuah keunggulan
jika dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada
masyarakat terkait ilmu ekonomi ketenagakerjaan serta kondisi ketenagakerjaan di
Indonesia agar masyarakat lebih sadar pada permasalahan sosial terkait
ketenagakerjaan di linkungan selain mereka.
3. Bagi peneliti
Bagi sebuah tanggung jawab ilmu yang harus diamalkan dengan didasarkan pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keseimbangan Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Penawaran tenaga kerja merupakan jumlah agregat tenaga kerja yang mencari dan
bersedia bekerja pada tingkat income atau upah tertentu. Jumlah satuan pekerja yang
ditawarkan tergantung pada (Bellante dan Jackson, 1990:51):
1. Besarnya penduduk.
2. Persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja.
3. Jam kerja yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja.
Jumlah tenaga kerja yang tersedia atau ditawarkan adalah sebagai berikut.
Penyediaan TK = Angkatan Kerja – Supply Tenaga Kerja... 2.1
Tenaga kerja menggambarkan kombinasi antara kuantitas tenaga kerja yang ditawarkan
dengan tingkat upah. Penawaran tenaga kerja dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Bellante dan Jackson, 1990:125
Gambar 2.1
Kurva Penawaran Tenaga Kerja Keterangan:
W : Tingkat upah pada harga tertentu
S1 : Tingkat upah awal
S2 : Titik Potong
Gambar 2.1 menggambarkan kurva penawaran tenaga kerja. Kurva tersebut
menggambarkan mengenai hubungan antara besarnya tingkat upah dengan jumlah jam
kerja. Kurva penawaran tenaga kerja memiliki kemiringan (slope) yang positif, artinya
semakin tinggi upah yang ditawarkan maka kesediaan jumlah tenaga kerja juga akan
semakin meningkat. Pada tingkat upah tertentu penyediaan waktu untuk bekerja seseorang
bertambah bila tingkat upah meningkat (titik S1 ke S2). Setelah mencapai upah tertentu
(titik W), pertumbuhan upah yang semakin tinggi, jumlah jam kerja cenderung mengalami
penurunan, disebut juga backward bending supply curve. Hal ini disebabkan karena adanya
efek pendapatan yang mengalahkan efek subtitusi. Pendapatan yang lebih besar membuat
seseorang cenderung lebih santai walaupun setiap jam kerja yang digunakan untuk
bersenang-senang sebenarnya merupakan kerugian karena kehilangan pendapatan yang
tinggi. Kondisi ini mulai terjadi pada titik S2, S3 (Gambar 2.1). Titik S2 disebut titik belok
dan W disebut tingkat upah dimana kurva penawaran membelok.
Penawaran tenaga kerja tidak selalu dapat terserap secara sempurna oleh pasar
tenaga kerja. Jumlah permintaan tenaga kerja akan sangat bergantung terhadap kebutuhan
dari perusahaan atau instansi yang membuka lowongan pekerjaan. Pertambahan permintaan
perusahaan atau instansi terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan
masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Pada saat permintaan masyarakat
terhadap suatu barang yang diproduksi oleh perusahan atau instansi meningkat maka
perusahaan atau instansi akan juga merespon hal tersebut dengan cara meningkatkan
produksi dari barang yang diminta. Akibatnya adalah guna menambah produksi barang
yang diminta maka perusahaan harus menambah input serta faktor yang mempengaruhi dari
produksi yaitu salah satunya adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi.
Namun pada saat terjadi penurunan permintaan barang yang diproduksi maka perusahaan
dihadapkan pada beberapa pilihan, salah satunya adalah mengurangi jumlah tenaga kerja
yang dipekerjakan. Hal ini dilakukan guna menekan biaya agar perusahaan dapat bertahan
dan mendapat laba. Permintaan tenaga kerja yang dijelaskan diatas disebut derived demand.
Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat
upah. Apabila tingkat upah naik maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat
pola perilaku tenaga kerja yang mengharapkan income yang lebih besar. Pada saat upah
yang ditawarkan meningkat, seseorang bersedia untuk bekerja. Selama kenaikan upah
dianggap lebih besar dari reservation wage maka penawaran tenaga kerja akan terus
meningkat. Tetapi naiknya tingkat upah akan membuat cost dari perusahaan atau instansi
bertambah, alhasil tenaga kerja yang diminta akan berkurang.
Ekonomi pasar mengasumsikan bahwa perusahaan atau instansi tidak dapat tidak
dapat mempengaruhi harga. Guna memaksimalkan laba, perusahaan atau instansi hanya
dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakannya. Hal tersebut yang
mempengaruhi kurva penawaran tenaga kerja. Kurva penawaran tenaga kerja digambarkan
sebagai berikut:
Sumber: Bellante dan Jackson, 1990: 37
Gambar 2.2
Kurva Permintaan Tenaga Kerja Keterangan:
W : Upah yang berlaku
DD : Nilai hasil marjinal karyawan
E : Titik keseimbangan antara tingkat upah dengan permintaan tenaga kerja
D : Permintaan tenaga kerja
Kurva diatas menunjukkan hubungan tingkat upah dan jumlah karyawan yang
dibutuhkan suatu perusahaan dalam usahanya memaksimalkan laba. Dalam kurva terlihat
saat tingkat upah (W) tenaga kerja yang diminta berada titik N. Jika tingkat upah dinaikkan
ke titik (W1) maka jumlah permintaan tenaga kerja akan berkurang ke titik (A), demikian
pula jika tingkat upah diturunkan ke titik (W2) maka permintaan tenaga kerja akan naik ke
titik (B). Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan mempekerjakan orang
hingga ON karena di titik N pengusaha dapat mencapai laba maksimal. Kurva permintaan
tenaga kerja di atas, ditunjukkan oleh garis DD yang melukiskan besarnya nilai hasil
marginal karyawan (Value Marginal Physical Product of Labor = VMPPL) untuk setiap
tingkat penempatan tenaga kerja. Kurva permintaan menurun dari kiri ke kanan yang
berarti semakin tinggi tingkat upah semakin sedikit permintaan akan tenaga kerja.
Permintaan dan penawaran tenaga kerja akan menciptakan keseimbangan pada
pasar tenaga kerja tergantung seberapa banyak tenaga kerja yang diminta dan ditawarkan.
Keseimbangan tersebut adalah sebagai berikut:
Sumber: Bellante dan Jackson, 1990: 133
Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja Keterangan:
W : Upah yang berlaku
DD : Nilai hasil marjinal karyawan
E : Titik keseimbangan antara tingkat upah dengan permintaan tenaga kerja
D : Permintaan tenaga kerja
Perpotongan antara penawaran (Sn) dan permintaan (Dn) disebut titik ekulibrium. Titik
tingkat upah yang berlaku (Wn) yang kemudian dipakai sebagai patokan baik oleh keluarga
maupun oleh perusahaan serta instansi di daerah yang bersangkutan.
2.2Human Capital Theory
Investasi dalam bidang SDM, yang dikorbankan adalah jumah dana uang dikeluarkan
dan kesempatan memperoleh penghasilan selam proses investasi. Sebagai imbalannya
adalah tingakt penghasilan yang lebih tinggi untuk mempu mencapai tingkat konsumsi
yang lebih tinggi. Investasi di bidang SDM, dapat dilakukan dalam bentuk:
1. Pendidikan
Teori Human Capital dibidang pendidikan dapat dipergunakan : (1) sebagai dasar
pengambilan keputusan mengenai apakah sesorang melanjutkan atau tidak melanjutkan
sekolah, (2) untuk menerangkan situasi tenaga kerja seperti terjadinya pengangguran
dikalangan tenaga kerja terdidik, (3) memperkirakan pertambahan peneydiaan tenaga kerja
dari masing-masing tingkat dan jenis pendidikan dalam kurun waktu tertentu, dan (4) dalam
penyusunan kebijakan pendidikan dan perencanan tenaga kerja (Payaman J. Simanjuntak,
2001)
2. Latihan
Latihan dapat dilakukan didalam mauun diluar pekerjaan, latihan yang dilakukan diluar
pekerjaan umunya bersifat formal. Latihan yang dilakukan di luar pekerjaan dimaksudkan
untuk menigkatkan keterampilan pegawai baik secara horizontal maupun vertikal.
Peningkatan secara horizontal berarti memperluas aspek-aspek atau jenis pekerjaan yang
diketahui. Peningkatan secara vertikal berarti memperdalam pengetahuan mengenai suatu
BAB III
METODELOGI PENULISAN
3.1 Data
Data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah data yang dirilis
oleh badan pusat statistik. Data BPS berupa data Survey Ketenagakerjaan Nasional
(SAKERNAS) tahun 2012. Selain itu data kualitatif juga didapatkan dari referensi
lain yang mendukung seperti text book, jurnal ilmiah serta laporan survei yang terkait.
3.1 Metodelogi
Dalam menjawab rumusan masalah yang talah difomulasikan maka akan
digunakan beberapa metode. Secara ringkas, metode yang digunakan adalah tersusun
dari metode kuantitatif dan kualitatif diskriptif yang kemudian disebut dengen
kuantitatif diskriptif. Maka sesuai dengan rumusan masalah maka metode estimasi
yang digunakan adalah logistrik regression (logit).
3.1.1 Binary Logit Regression
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi
logistik ordinal. Model ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Tor Erikson (Erikson, 2012)kemudian disesuaikan dengan tujuan penelitian. Secara
matematis, persamaan model logistik ordinal pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
= β0j + Xi1Tβ1 + Xi2Tβ2 + Xi3Tβ3 + Xi4Tβ4 + Xi5Tβ5 + Xi6Tβ6 + Xi7Tβ7 + Xi8Tβ8 + Xi9Tβ9 + μ
Keterangan:
gi (X) : logit ordinal
β0j : Parameter Intercept
Xi1T : Letak Provinsi Tempat Tinggal
Xi2T : Umur
Xi3T : Dummy lokasi Perdesaan/Perkotaan
Xi4T : Dummy Gender
Xi5T : Gender Pendidikan Perguruan Tinggi
Xi6T : Dummy Training
Xi7T : Dummy kawin
Xi8T : Kategorial Pulau di Indonesia
Xi9T : Dummy Jawa non Jawa
μ :Error term
3.3 Teknik Pengolahan Data
Input : Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari jurnal
penelitian dan hasil survei baik cetak maupun elektronik (internet), literatur
buku maupun dari situs-situs koran online.
Proses : menganalisis data yang terkumpul yang berkaitan dengan permasalahan yang
diangkat dalam karya tulis dan melakukan penghitungan dengan alat analisis
estimasi Logit.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Estimasi Determinan Motivasi Bekerja
Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model regresi logistik ordinal.
Pengunaan model ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga
berpengaruh terhadap motivasi bekerja di Indonesia pada tahun 2012. Hasil estimasi dari
model regresi logistik ordinal adalah sebagai berikut (table 4.1)
Tabel 4.1 Hasil estimasi Logit (Odds Ratio)
Logistic regression Number of obs = 424395
Provinsi (J) .9409855 .0029955 -19.11 0.000* .9351328 .9468749
Umur .9669521 .0009501 -34.20 0.000* .9650917 .9688161
Urban-Rural (C) 1.045834 .0172968 2.71 0.007* 1.012477 1.080291
Gender (D) 1.80501 .0305127 34.94 0.000* 1.746186 1.865816
Secara statistik model diatas menunjukan tingkat keterwakilan yang cukup baik. Hal
tersebut diperoleh dari nilai Pseudo R2 (0.1028), selain itu juga pada nilai chi-square yang
menujukan nilai signifikan (prob>chi2 = 0,000). Jika dilihat seluruh variabel independen
menunjukan tingkat keterpengaruhan pada motivasi mencari kerja. Pada masing-masing
Table 4.2 Hasil Odds Ratio Pada Masing Masing Variabel Penjelas
untuk bekerja diketahui dari latar belakang karakteristik individu yaitu lokasi tempat
tinggal (desa=0; kota=1), gender (laki-laki =1 ; perempuan= 0), Perguruan Tinggi ( PT=1;
non PT=0), dan Training (Pelatihan=1; tidak pelatihan=0). Sedangkan jika aspek spasial
yang lebih luas yaitu Jawa dan luar Jawa tidak terlalu berbeda jauh. Sehingga yang harus
dianalisis lebih dalam adalah variabel pendidikan dan pelatihan. Temuan ini sesuai dengan
teori penyusun yaitu human capital theory. Temuan mengindikasikan bahwa semakin
motivasi seseorang untuk mencari pekerjaan. Linier dengan hal tersebut, meskipun tingkat
pendidikan diabaikan, namun jika memiliki keterampilan melalui pelatihan (Odds Ratio=
0,39) maka secara positif akan meningkatkan motivasi seseorang untuk mencari pekerjaan.
Temuan unik lainnya adalah aspek tempat tinggal seseorang dan aspek status
perkawinan dengan motivasinya untuk mencari pekerjaan. Orang yang bertempat tingal
didesa tanpa melakukan mobilisasi spasial cenderung memiliki motivasi yang lebih rendah
dalam mencari dan bekerja dibandingkan dengan orang yang tinggal dikota. Hal tersebut
mengindikasikan ketimpangan motivasi antar wilayah. Selanjutnya orang yang telah
menikah (Odds Ratio = 0,1024) memiliki motivasi untuk bekerja lebih tinggi dibandingkan
dengan yang belum. Sehingga hal ini mengidikasikan bahwa jumlah beban yang
ditanggung akan meningkatkan motivasi untuk bekerja.
Variabel penjelas yang ditemukan menjadi faktor penting adalah yang berhubungan
dengan pendidikan dan pelatihan. Dalam konteks penelitian ini yaitu bertujuan mencari
solusi dari permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia menjadi semakin menarik. Variabel
pendidikan yang disampelkan dalam pendidikan perguruan tinggi dan pendidikan 12 tahun
memiliki implikasi yang relatif berbeda. Kemudian temuan pelatihan ternyata menjadi
aspek penting dalam motivasi bekerja tentunya harus disikapi dengan strategi pelatihan
yang komperatif dan taktis.
4.2 Peran Lembaga Pendidikan dan Pelatihan dalam Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia Dalam Lingkup Human capital Theory
Pendidikan merupakan cara untuk meningkatkan kualitas dan kapabiltas smberdaya
pada bidang tertentu. Pada analisis ekonomi, pendidikan dijadikan sebagai alat investasi
jangka panjang. Preposisi tersebut dinyatakan oleh Becker (1993:83) dimana human capital
dapat dilakukan melalui dua hal yaitu pendidikan dan pelatihan. Kedua hal tersebut akan
meningkatkan skill dari seseorang yang berdampak pada kebebasan pada seseorang untuk
memilih pekerjaan. Kadar kebebasan tersebut tergantung pada tingkat seseorang memiliki
human capital. Artinya semakin tinggi pendidikan dan pelatihan yang dimiliki oleh
bekerja akan semakin tinggi pula. Disamping itu, human capital juga akan meningkatkan
produktivitas dari suatu perusahaan atau instansi. Produktivitas ini diukur berdasarkan
output yang dihasilkan oleh seseorang tenaga kerja. Oleh sebab itu peningkatan kualitas
human capital akan berdampak pada produksi output yang semakin baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.
Menurut Psaacharopoulos (dikutip dalam Bellante dan Jackson, 1990:72), majikan
pada umumnya mengetahui bahwa rata-rata tamatan pendidikan lebih tinggi mempunyai
karakteristik individu yang relatif lebih unggul sehingga dia mempunyai penghasilan yang
lebih tinggi dibandingkan rata-rata mereka yang berpenghasilan rendah. Oleh karena itu
pasar tenaga kerja akan mengutamakan tenaga kerja dengan pendidikan tinggi karena
mereka dengan pendidikan tinggi dapat ditempatkan pada bagian tertentu dengan upah
sama dengan mereka berpendidikan rendah. Akibatnya setiap individu dengan pendidikan
lebih tinggi akan lebih fleksibel dalam memasuki pasar tenaga kerja.
Berdasarkan beberapa konteks opini yang telah teruji mainstream kebenarannya
maka yang harus dilakukan adalah pembentukan skema pendidikan dan pelatihan yang
efektif dan taktis. Pendidikan dan pelatihan tersebut disudut pandangkan pada tingkat
pendidikan yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan hasil temuan estimasi bahwa orang
dengan pendidikan yang tinggi akan memiliki motivasi dalam bekerja yang lebih tinggi.
Maka antithesisnya adalah meningkatkan motivasi orang untuk bekerja melalui jalur human
capital ini.
Pada gambar 4.2 dibawah menjelaskan beberapa kegiatan dalam bentuk pendidikan
dan pelatihan yang tujuannya adalah menaikan human capital individu. Dasar skema
tersebut adalah variabel estimasi yang telah dilakukan. Hasil estimasi yang menunjukan
orang yang melakukan pendidikan perguruan tinggi akan memiliki motivasi bekerja tinggi,
maka setiap orang harus diupayakan mencicipi bangku pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi
memungkinkan setiap orang untuk mengembangkan kemampuanya lebih baik lagi. Dalam
Sumber: Ilustrasi Penulis
Gambar 4.2
Skema Pendidikan Dan Pelatihan Sebagai Peningkat Motivasi Individu Untuk Bekerja
Pelatihan pada dasarnya dikategorikan berdasarkan institusi pemberi. Pelatihan
berasal dari internal kampus yang dapat diterjemahkan dalam program kerja yang diatur
oleh DIKTI dan pelatihan yang berasal dari ekternal kampus yang diupayakan secara
mandiri oleh individu terkait. Pelatihan yang diikuti dapat membentuk karakteristik
individu sehingga individu akan mengetahui kemampuan compatarative yang dimiliki.
Setalah itu, kemampuan ini yang dijadikan landasan untuk melakukan pembinaan karir
yang linier. Arti linier disini adalah upaya untuk bekerja pada bidang yang tepat sesuai
dengan background individu terkait. Bentuk skema ini tentu akan menghasilkan human
capital yang lebih tinggi dibandingkan tidak mengikuti skema tersebut. Sehingga pada
akhirnya individu dengan pendidikan tinggi dan terlatih dalm keterampilan tertentu ketika
pekerjaannya sendiri. Bentuk job seekers semacam ini merupakan bentuk motivasi mencari
pekerjaan yang dapat dikatakan baik.
4.3 Model dan Mekanisme Strategis Dalam Meningkatkan Keputusan atau Motivasi Seseorang untuk Mencari Pekerjaan
Determinan dalam penentuan seseorang mencari pekerjaan paling besar
pengaruhnya adalah variabel yang berasal dari pendidikan dan pelatihan. Maka akan sangat
baik jika pendidikan dan pelatihan dijadikan benchmark dalam pembuatan sebuah
kebijakan pembangunan sumberdaya manusia. Pembangunan sumberdaya manusia
diutamakan karena sifatnya yang beririsan dengan bidang ketenagakerjaan. Dalam
penjelasan sebelumnya diketahui bahwa sumberdaya manusia yang kopetensinya tinggi
relatif lebih sedikit. Keadaan tersebut menjadi riskan karena berhubungan pula dengan
tingakat kesejahteraan dimana pendapatan dari pekerjaan dijadikan sebagai indikator
pengukurannya (Sen, 1994).
Jika berbicara mengenai kesejahteraan tentu tidak terlepas pada ketimpangan
kesejahteraan baik antara lingkup spasial atau lingkup individu. Lingkup spasial
berhubungan dengan letak geografis masyarakat. Sedangkan lingkup individu adalah
kemampuan masing-masing individu untuk meningkatkan willingness to build kapasitas
masing-masing.
Hasil estimasi menunjukan bahwa ketimpangan motovasi berkeja terjadi antara
orang yang tinggal di kota (236.091 orang) dengan orang yang tinggal didesa (271.622
orang). Padahal secara angka penduduk yang tinggal didesa lebih besar dibandingkan
dengan dikota. Maka jika terus terjadi kondisi seperti ini akan menghambat pembangunan
ekonomi secara agregat serta dampak parsialnya adalah kesejahteraan yang realtif rendah
bagi masyarakat desa.
Pemberdayaan masyarakat pedesaan adalah hal yang harus dilakukan. Kapabiltas
mayarakat desa dengan kota harusnya tidak timpang secara ekstrem. Untuk itu pemerintah
secara serius membentuk Kemendesa dengan instrument dana pembangunan perdesaan
pemberdayaan yang baik dan berkelanjutan untuk menyiapkan sumberdaya manusia
pedesaan yang unggul.
Sumber: Ilustrasi Penulis
Gambar 4.3
Skema Pembangunan Human capital Di Pedesaan
Pendidikan dan pelatihan sejatinya adalah bentuk pemberdayaan yang bersifat
substantif. Selain itu sifat lainya adalah mendasar untuk kebutuhan pengetahuan pada
masyarakat perdesaan. Dengan pengetahuan yang baik tentu masyarakat desa akan lebih
dinamis merespon gejolak perubahan yang terjadi. Kesemua ini telah diatur dalam
PERMENDES Nomor 6 Tahun 2015 tentang fungsi Kementrian Desa.
Implementasi taktis dapat dilihat dari skema pembangunan Human capital di
pedesaan (gambar 4.3). Perguruan Tinggi dalam Tri Dharma perguruan tingginya
dimanfaatkan untuk mengabdi menciptakan pendidikan tinggi di desa. Bentuk praktisnya
adalah pembuatan sub-institusi yang berwenang mengeluarkan sertifikat sah mengenai
keterampilan tertetu yang nilainya hampir setara dengan yang ada di perguruan tinggi.
Sertifikasi keterampilan untuk orang desa ini berguna ketika mereka akan mencari
pekerjaan formal atau informal. Secara general upaya sub-institusi ini adalah menciptakan
iklim pendidikan berlevel perguruan tinggi di desa-desa yang dituju. Maka sesuai dengan
dalam pemilihan untuk bekerja di desa. Dampak multipliernya adaah spread income yang
sepadan dan pengurangan ketimpangan kesejahteraan antar spasial kota dan desa.
Konsep pemberdayaa human capital pada gamber 4.3 tersebut akan efektif jika
dilakukan di pulau jawa. Karena jumlah perguruan tinggi yang realtif banyak dalam
kuantitas. Namun, permasalah yang lebih kompleks adalah penerapan skema tersebut diluar
jawa. Perbedaan budaya dan geografis memungkinkan adanya penyesuaian yang lebih
mendalam pada sistem sosial yang ada di masyarakat. Namun penyeteraan human capital
antar pulau ini harus diwujudkan oleh pemerintah.
Sumber: Ilustrasi Penulis
Gambar 4.4
Skema Pembangunan Dan Pemerataan Human capital Di Daerah 3T (Terdepan, Terluar Dan Tertinggal)
Pemeritnah melalui KEMENDESA berupaya melakukan instruksi Presiden
perekonomian nasional. Urgensi ini tentu memerlukan upaya dari banyak stakeholder untuk
menyiapkan infrastruktur dan sistemnya. Sebelum sistem benar-benar dapat berjalan hal
paling penting adalah unsur sumberdaya manusianya. Maka penyiapan sumberaya manusia
adalah hal pokok yang harus dilakukan.
Perwujudan sumberdaya manusia yang siap dapat dilakukan melalui skema pada
gambar 4.4. Human capital tetap digunakan sebagai landasan untuk membangun konsep.
Pemerintah melalui DIKTI memberikan beasiswa afirmasi untuk putra-putri yang berasal
dari daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Setelah melalui pendidikan di perguruan
tinggi dan membangun human capital di kampus maka kader harus kemabali ke daerah
asalnya untuk menjadi pembangun daerahnya. Melalui KEMENDES sesuai aturan
Pemendes Nomor 5 Tahun 2015 memungkinan hal tersebut terlaksanakan. Pendamping
desa akan bekerja sama dengan kader akademis untuk melakukan pembangunan desar,
termasuk didalamnya melaksanakan kegiatan pendidikan, ekonomi, dan sosial.
Untuk mewujudkan komponen sutainable development maka skema ini menerapkan
sinergisitas antar kementrian yaitu KEMENKEU, KEMENDIKNAS, KEMENDESA, dan
BAPPENAS. Sinergisitas tersebut akan berjalan dalam sebuah rencana jangka menengah
dan jangka panjang. Rencana kerja tersebut didalam wewenang kerja utama KEMENDESA
karena berkaitan lansung dengan instruksi presiden dan arah pembangunan baru yang
difokuskan pada daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Maka jika skema ini
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
1. Temuan dari hasil odds ratio masing-masing menujukan bahwa motivasi orang untuk
bekerja diketahui dari latar belakang karakteristik individu yaitu lokasi tempat tinggal
(desa=0; kota=1), gender (laki-laki =1 ; perempuan= 0), Perguruan Tinggi ( PT=1; non
PT=0), dan Training (Pelatihan=1; tidak pelatihan=0). Sedangkan jika aspek spasial yang
lebih luas yaitu Jawa dan luar Jawa tidak terlalu berbeda jauh. Sehingga yang harus
dianalisis lebih dalam adalah variabel pendidikan dan pelatihan. Temuan ini sesuai dengan
teori penyusun yaitu human capital theory. Temuan mengindikasikan bahwa semakin
tinggi pendidikan (perguruan tinggi, odds ratio = 0,54) akan semakin meningkatkan
motivasi seseorang untuk mencari pekerjaan. Linier dengan hal tersebut, meskipun tingkat
pendidikan diabaikan, namun jika memiliki keterampilan melalui pelatihan (odds ratio=
0,39) maka secara positif akan meningkatkan motivasi seseorang untuk mencari pekerjaan.
2. Pada dasarnya pendidikan dan pelatihan adalah alat untuk meningkatkan human capital
seseorang (Becker, 1993). Melalui skema pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh
perguruan tinggi dengan dasar hasil estimasi maka dapat diterjemahkan bahwa orang
dengan pendidikan dan keterampilan yang tinggi dengan otomatis akan meningkatkan
kadar job seekers motivation. Keterampilan dan kemampuan tersebut akan memungkinan
seseorang akan bekerja lebih baik dibandingkan tidak melakukan konsep tersebut.
3. Permasalahan umum yaitu ketimpangan human capital dalam lingkup spasial harus
segera diatasi mengingat urgensi menuwujudkan kesejahteraan yang merata. Maka melalui
kerjama lintas kementrian dengan implementasi konsep (gambar 4.4) akan mewujudkan
kemerataan dan pembangunan human capital di seluruh wilayah spasial, termasuk juga
5.2 Saran
1. Diperlukan kontinuitas dalam penerapan konsep pembangunan human capital yang telah
diprogramkan dan dibangun.
2. Upaya menjaga motivasi orang untuk bekerja harus direspon secara serius oleh
kementrian terkait, agar aspek keberlanjutanya terjaga.
3. Harus dilakukan monitoring dan evaluasi baik secara data ataupun lapangan untuk
Becker, Gary S. (1993). Human Capital. Chicago: The University of Chicago Press.
Bellante, Don dan Mark Jackson. (1990). Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: LP FE
UI.
BPS. (2013). Data Strategis BPS. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Deddy, T. Tikson. (2005). Administrasi pembangunan. Bandung: Alfabeta.
Sadono, Sukirno. (2006). Ekonomi Pembangunan Proses Masalah dan Dasar
Kebijakan. Cetakan ketiga. Penerbit Kencana: Jakarta.
Simanihuruk, dkk. (2007). Analisis Struktur Tenaga Kerja Di Indonesia. Thesis.
Universitas Bengkulu.
Sen, Amartya. (1992). Inequality reexamined. Harvard University Press. Cambridge,
Massachusetts. London, England.
Odds ratio pada different levels
provinsi exp(xb) provinsi exp(xb) provinsi exp(xb)
31 .040953 63 .024494
Measures of Fit for logit of B
Classified + if predicted Pr(D) >= .5
True D defined as B != 0
Sensitivity Pr( + D) 0.00%
Specificity Pr( -~D) 100.00%
Positive predictive value Pr( D +) .%
Negative predictive value Pr(~D -) 95.90%
False + rate for true ~D Pr( +~D) 0.00%
False - rate for true D Pr( - D) 100.00%
False + rate for classified + Pr(~D +) .%
False - rate for classified - Pr( D -) 4.10%