• Tidak ada hasil yang ditemukan

107009385 Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan Studi Pada Rsud Kota Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "107009385 Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan Studi Pada Rsud Kota Semarang"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN

TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN

ORGANISASI UNTUK MENINGKATKAN

KINERJA KARYAWAN

(Studi pada RSUD Kota Semarang)

Tesis

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pascasarjana pada program Magister Manajemen Pascasarjana

Universitas Diponegoro

Disusun Oleh : DARWITO,SE Nim : C4A006425

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(2)

Sertifikasi

Saya, Darwito, yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tesis yang saya ajukan adalah hasil karya saya sendiri yang belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar pada program magister manajemen ini ataupun pada program lainnya. Karya ini adalah milik saya, karena itu pertanggungjawabannya sepenuhnya berada di pundak saya.

(3)

PENGESAHAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa draft tesis berjudul :

ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN

TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN

ORGANISASI UNTUK MENINGKATKAN

KINERJA KARYAWAN

(Studi pada RSUD Kota Semarang)

yang disusun oleh Darwito, SE ; NIM. C4A006425 telah disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal 2 Desember 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Saya Ali, Petinju Terbesar Abad Ini Tetapi Tidak Berarti Apa – apa

di depan Allah

(Muhammad Ali)

Tidak Ada Kekuatan Lebih Dari Agama Di Dunia Ini

(Ayatollah Khomeini)

Persembahan

(5)

ABSTRACT

This research analyses leadership style influence to job satisfaction and commitment of organization to increase employee performance. Object this research at RSUD Semarang city. Research problems refers to data phenomenon at RSUD Semarang city, posed at level of absence reaching 4 - 5 %. Emerging problems is : what increasing employee performance. a model has been built and five research hypothesises has been formulated.

Sample method applies Stratified Proportional Random Sampling. This research utilizes 140 respondents and overall of respondent is employee from RSUD Semarang city. Data analysis utilizes Structural Equation Model with computer program Amos 401.

Result this research, leadership style of influential positive to job satisfaction. Job satisfaction influential positive to employee performance. Leadership style of influential positive to organization commitment. Organizational commitment had an effect on positive to employee performance. Leadership style of influential positive to employee performance.

(6)

ABSTRAKSI

Penelitian ini menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawan. Obyek penelitian ini adalah RSUD Kota Semarang. Permasalahan penelitian merujuk pada fenomena data pada RSUD Kota Semarang, yang ditunjukkan tingkat absensi atau kemangkiran rata – rata yang mencapai 4 – 5 persen. Permasalahan yang muncul adalah : bagaimana meningkatkan kinerja karyawan. Sebuah permodelan telah dibangun dan lima hipotesis penelitian telah dirumuskan.

Metode sampel menggunakan Stratified Proportional Random Sampling. Penelitian ini mempergunakan 120 responden dan keseluruhan responden adalah karyawan dari RSUD Kota Semarang. Analisis data mempergunakan Structural

Equation Model dengan program komputer Amos 4.01.

Hasil penelitian ini menunjukkan diantaranya bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang senantiasa memberkati dan memberikan jalan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir belajar dan syarat guna memperoleh derajat sarjana S-2 pada Program Magister Manajemen Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang yang berjudul : " ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN

(Studi pada RSUD Kota

Semarang) “

Berkenaan dengan penulisan laporan tesis ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk bantuan dan dukungan dari banyak pihak yang telah memungkinkan selesainya penyusunan maupun penyajian laporan tesis ini, kepada :

1. Ibu Dr. Hj. Indi Djastuti, MS, sebagai Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan kesabaran serta selalu memberi masukan dan bimbingan selama penyusunan tesis ini.

2. Ibu Dra. Hj. Intan Ratnawati, M.Si, sebagai Pembimbing Anggota yang telah memberikan bimbingan, dan dukungan terbaik selama penyusunan tesis ini.

(8)

4. Para Staf Pengajar Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro Semarang, yang telah banyak memberikan suatu dasar ilmu, pemikiran analitis dan pengalaman yang lebih baik.

5. Para Staf Administrasi & Staf Akademik Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro Semarang, yang telah banyak membantu dan mempermudah penulis dalam menyelesaikan Studi Program Magister Manajemen.

6. Para karyawan RSUD Kota Semarang yang telah bersedia menjadi responden dan sumber informasi dalam penelitian ini.

7. Rekan-rekan Angkatan 29 Pagi Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Diponegoro Semarang, yang selalu memberikan dukungan dan berbagi ilmu dan pengalaman.

8. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap tesis ini dapat dikembangkan lagi sebagai dasar oleh para peneliti ke depan dalam bidang penelitian Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia. Penulis menyadari bahwa penyusunan maupun penyajian tesis ini kurang sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf atas semua kekurangan dalam tesis ini dan menerima dengan senang hati segala bentuk kritik maupun saran yang membangun.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... I SERTIFIKASI...II HALAMAN PERSETUJUAN DRAFT TESIS ... III MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... IV ABSTRACT...V ABSTRAKSI ... VI KATA PENGANTAR ...VII DAFTAR TABEL...XII DAFTAR GAMBAR ...XV DAFTAR LAMPIRAN... XVI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ……….1

1.2 Rumusan Masalah ………12

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……….13

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 13

1.3.2. Kegunaan Penelitian ... 13

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL... 14

2.1 Telaah Pustaka ……….14

2.1.1 Kinerja Karyawan ... 14

2.1.2 Kepemimpinan ... 17

2.1.3 Gaya Kepemimpinan... 24

2.1.4 Kepuasan Kerja ... 29

2.1.5 Komitmen Organisasi... 33

2.2 Pengembangan Model ………..34

2.2.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Karyawan ... 34

(10)

2.2.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Komitmen

Organisasi... 39

2.2.4 Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan ... 40

2.2.5 Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan ... 44

2.3 Penelitian Terdahulu ………47

2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis ………50

2.5 Dimensionalisasi Variabel ………51

2.6 Hipotesis ………54

BAB III METODE PENELITIAN... 56

3.1 Jenis dan Sumber Data ……….56

3.1.1 Data Primer ... 56

3.1.2 Data Sekunder ... 56

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ………57

3.3 Definisi Operasional Variabel ………..58

3.4 Metode Pengumpulan Data ………..62

3.5 Pengujian Terhadap Alat Pengumpulan Data ………..63

3.5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 63

3.6 Analisis Structural Equation Modeling ………64

3.6.1. Pengembangan Model Teoritis ... 65

3.6.2. Pengembangan Path Diagram... 66

3.6.3. Konversi Path Diagram ke dalam persamaan ... 67

3.6.4. Memilih matriks input dan estimasi model... 69

3.6.5. Kemungkinan munculnya masalah identifikasi ... 69

3.6.6. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit ... 70

3.6.7. Interpretasi dan Modifikasi Model... 74

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 75

4.1. Deskripsi Responden ………76

4.1.1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 76

(11)

4.1.3. Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 83

4.1.4. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 87

4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ………92

4.3. Deskriptif Variabel ………..95

4.4. Proses Analisis Data dan Pengujian Model Penelitian …………100

4.4.1. Pengembangan Model Berdasarkan Teori ... 100

4.4.2. Menyusun Diagram Alur (Path Diagram)... 100

4.4.3. Konversi Diagram Alur Ke dalam Persamaan ... 101

4.4.4. Memilih Matriks Input dan Teknik Estimasi ... 101

4.4.5. Menilai Problem Identifikasi ... 113

4.4.6. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit... 114

4.4.7. Interpretasi dan Modifikasi Model... 120

4.5. Uji Reliabilitas Dan Variance Extract ………..123

4.5.1 Uji Reliabilitas ... 123

4.5.2 Variance Extract... 123

4.6. Pengujian Hipotesis Penelitian ………..125

4.6.1. Uji Hipotesis 1 ... 126

4.6.2. Uji Hipotesis 2 ... 126

4.6.3. Uji Hipotesis 3 ... 127

4.6.4. Uji Hipotesis 4 ... 127

4.6.5. Uji Hipotesis 5 ... 128

4.7. Analisis Pengaruh……….12529

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL ... 132

5.1. Kesimpulan 132 5.1.1. Kesimpulan Hipotesis ... 132

5.1.2. Kesimpulan Masalah Penelitian... 135

5.2. Implikasi 140

5.3. Keterbatasan Penelitian 145

5.4. Agenda Penelitian Mendatang 145

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 : Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Jenis Ketenagaan di RSUD Kota Semarang, tahun 2008 ... 5 Tabel 1. 2 : Tingkat Absensi Karyawan di RSUD Kota Semarang tahun

2007/ 2008... 7 Tabel 1. 3 : Keluhan yang Dirasakan Karyawan... 8 Tabel 3. 1 : Jumlah Responden berdasarkan Jenis Ketenagaan di RSUD

Kota Semarang ... 58 Tabel 3. 2 : Indikator dalam Variabel ... 61 Tabel 3. 3 : Konversi Diagram Path dalam Model Matematika... 68 Tabel 3. 4 : Indeks Pengujian Kelayakan Model (Goodness-of-fit

Index) ... 72 Tabel 4.1 : Persepsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin terhadap

Gaya Kepemimpinan... 76 Tabel 4. 2 : Persepsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Terhadap

Kepuasan Kerja ... 77 Tabel 4.3 : Persepsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin terhadap

Komitmen Organisasi... 78 Tabel 4.4 : Persepsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Terhadap

Kinerja Karyawan ... 79 Tabel 4.5 : Persepsi Responden Berdasarkan Umur terhadap Gaya

Kepemimpinan ... 80 Tabel 4. 6 : Persepsi Responden Berdasarkan Umur Terhadap

Kepuasan Kerja ... 81 Tabel 4.7 : Persepsi Responden Berdasarkan Umur terhadap

(13)

Tabel 4.8 : Persepsi Responden Berdasarkan Umur Terhadap Kinerja

Karyawan ... 83

Tabel 4.9 : Persepsi Responden Berdasarkan Masa Kerja terhadap Gaya Kepemimpinan... 84

Tabel 4.10 : Persepsi Responden Berdasarkan Masa Kerja terhadap Kepuasan Kerja ... 85

Tabel 4.11 : Persepsi Responden Berdasarkan Masa Kerja terhadap Komitmen Organisasi... 86

Tabel 4.12 : Persepsi Responden Berdasarkan Masa Kerja terhadap Kinerja Karyawan ... 87

Tabel 4.13 : Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir terhadap Gaya Kepemimpinan... 88

Tabel 4.14 : Persepsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Terhadap Kepuasan Kerja ... 89

Tabel 4.15 : Persepsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir terhadap Komitmen Organisasi... 90

Tabel 4.16 : Persepsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Terhadap Kinerja Karyawan ... 91

Tabel 4. 17 : Hasil Pengujian Reliabilitas dan Validitas Kuesioner ... 93

Tabel 4.18 : Indeks Gaya Kepemimpinan ... 96

Tabel 4. 19 : Indeks Variabel Kepuasan Kerja Karyawan ... 97

Tabel 4. 20 : Indeks Variabel Komitmen Organisasi ... 98

Tabel 4. 21 : Indeks Variabel Kinerja Karyawan... 99

Tabel 4.22 : Sample Covarians – Estimates... 101

Tabel 4. 23 : Hasil Pengujian Kelayakan Model... 111

(14)

Tabel 4.25 : Statistik Deskriptif ... 115

Tabel 4. 26 : Evaluasi Multivariate Outlier... 117

Tabel 4. 27 : Normalitas Data ... 118

Tabel 4.28 : Standardized Residual Covariance... 120

Tabel 4. 29 : Uji Reliability dan Variance Extract... 124

Tabel 4.30 : Kesimpulan Hipotesis ... 128

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Diagram Kerangka Pemikiran Teoritis ... i

Gambar 2. 2 `Variabel Gaya Kepemimpinan... 51

Gambar 2. 3 Variabel Kepuasan Kerja ... 52

Gambar 2. 4 Variabel Komitmen Organisasi... 53

Gambar 2. 5 Variabel Kinerja Karyawan... 54

Gambar 3. 1 Skor Skala Likert... 63

Gambar 3. 2 Diagram Alur ... 67

Gambar 4. 1 Analisis Faktor Konfirmatori Gaya Kepemimpinan ... 105

Gambar 4. 2 Analisis Faktor Konfirmatori Kepuasan kerja ... 106

Gambar 4. 3 Analisis Faktor Konfirmatori Komitmen Organisasi ... i

Gambar 4. 4 Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Kinerja Karyawan... i

Gambar 4. 5 Hasil Uji Structural Equation Model... i

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner (Daftar Pertanyaan) Lampiran 2 : Data Penelitian

Lampiran 3 : Frekuensi data dan Crostab Lampiran 4 : Hasil Perhitungan AMOS Lampiran 5 : Tabel Chi Square

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era globalisasi dunia usaha ditandai dengan terbukanya persaingan yang ketat di segala bidang, termasuk pada jasa pelayanan kesehatan (rumah sakit), Hal ini merupakan suatu tantangan bagi pelaksanaan pembangunan bangsa Indonesia. Organisasi–organisasi menghadapi tantangan untuk mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki keahlian khusus sehingga mampu bersaing dengan dunia usaha.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Pada organisasi berskala besar, sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses pengembangan usaha, peran sumber daya manusia menjadi semakin penting (Tadjudin, 1995). Perkembangan dunia usaha akan terealisasi apabila ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkualitas.

(18)

organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat memberi pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya ke arah tujuan organisasi.

Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik untuk diperbincangkan hingga dewasa ini. Media massa, baik elektronik maupun cetak, seringkali menampilkan opini dan pembicaraan yang membahas seputar kepemimpinan (Locke, E.A, 1997). Peran kepemimpinan yang sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi, merupakan salah satu motif yang mendorong manusia untuk selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait dengan kepemimpinan.

Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi (Bass, 1990, dalam Menon, 2002) demikian juga keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Begitu pentingnya peran pemimpin sehingga isu mengenai pemimpin menjadi fokus yang menarik perhatian para peneliti bidang perilaku keorganisasian. Pemimpin memegang peran kunci dalam memformulasikan dan mengimplementasikan strategi organisasi. (Su’ud, 2000).

(19)

Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuan serta mampu memenuhi tanggug jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para pimpinan. Bila pimpinan mampu melaksanakan dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buah. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya kearah pencapaian tujuan organisasi.

Setiap pimpinan di lingkungan organisasi kerja, selalu memerlukan sejumlah pegawai sebagai pembantunya dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi volume dan beban kerja unit masing-masing. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan (Sukarno Marzuki, 2002). Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap pegawai di lingkungannya agar dapat meningkatkan kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja yang tinggi.

(20)

Setiap pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya . Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula dari setiap pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan organisasi (Yukl, 1989).

Di negara industri seperti Prancis, Jerman Barat, Inggris dan Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pertumbuhan bersumber dari pertumbuhan masyarakat yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Atas dasar kenyataan ini kemudian banyak negara-negara berkembang, termasuk Indonesia menekankan bahwa pengembangan sumber daya manusia amat diperlukan dalam upaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan (keahlian) dan melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab mereka.

Kepuasan kerja merupakan dampak atau hasil dari keefektifan

performance dan kesuksesan dalam bekerja. Kepuasan kerja yang rendah pada

organisasi adalah rangkaian dari 1) menurunnya pelaksanaan tugas, 2) meningkatnya absensi, dan 3) penurunan moral organisasi. (Yukl, 1989). Sedangkan pada tingkat individu, ketidakpuasan kerja, berkaitan dengan 1) keinginan yang besar untuk keluar dari kerja, 2) meningkatnya stress kerja, dan 3) munculnya berbagai masalah psikologis dan fisik.

(21)

peluang yang masih terbuka ini, perusahaan harus berusaha meningkatkan kuantitas maupun kualitas produk jasa yang dihasilkan. Peran sumber daya manusia sebagai pelaku ekonomi sangatlah besar, terutama untuk mendukung sektor usaha sebagai penggerak pembangunan (Yukl, 1989). Dengan sumber daya yang berkualitas, maka produktivitas kerja yang tinggi dapat dimiliki oleh perusahaan, sehingga menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan tuntutan pelanggan yang terus berkembang.

Rumah Sakit Umum Kota Semarang merupakan Rumah Sakit Pemerintah oleh karena itu dipergunakan oleh Fakultas Kedokteran Unisula sebagai tempat magang calon dokter dan dokter ahli (dokter spesialis) dengan jumlah karyawan seperti dalam tabel 1.1

Tabel 1. 1

Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Jenis Ketenagaan di RSUD Kota Semarang, tahun 2008

No Jenis pegawai

Jumlah karyawan Persentase (%)

1. Medis (Dokter Umum, Dokter gigi,

Dokter Spesialis) 53 14,76

2. Perawat (Paramedis) 125 34,82

3. Tenaga Penunjang Kesehatan 87 24,23

4. Non Medis (Tenaga Administrasi) 94 26,18

Jumlah 359 100

(22)

Seperti yang terlihat pada tabel 1.1, pegawai RSUD kota Semarang terdiri dari pegawai tetap yaitu Pegawai Negeri Sipil dengan jumlah 359 pegawai,terdiri dari tenaga Medis ( Dokter Umum,Dokter Gigi, Dokter Spesialis) dengan jumlah 53 pegawai atau 14,76 %, Perawat dan Paramedis berjumlah 121 pegawai atau 34,82%,Tenaga Penunjang Kesehatan sebesar 87 pegawai atau 24,23 % dan Non Medis sebesar 98 pagawai atau 26,18 %. Rumah sakit Ketileng yang berstatus Perjan dipimpin oleh seorang Direktur Utama dengan dibantu oleh 4 orang tenaga manager yaitu Manager Keuangan, Manager SDM dan Pendidikan, Manager Medik dan Keperawatan serta Manager Umum dan Operasional. Sebagian besar karyawan sebagai pelaksana dalam memberikan pelayanan jasa kepada semua pelanggan baik pelanggan internal maupun eksternal.

(23)

Tabel 1. 2

Tingkat Absensi Karyawan di RSUD Kota Semarang tahun 2007/ 2008

Jumlah Absensi

No Bulan Tahun 2006

(dalam %)

Tahun 2007 (dalam %)

1. Januari 4,3 4,1

2. Februari 5,5 5,6

3. Maret 8,0 5,2

4. April 5,4 5,4

5. Mei 5,3 4,6

6. Juni 5,7 5,5

7. Juli 7,3 4,4

8. Agustus 4,6 5,3

9. September 4,1 6,2

10. Oktober 5,2 4,6

11. Nopember 5,8 7,1

12. Desember 5,7 6,6

Rata-rata/bulan 4,3 5,3

Sumber : Bagian Personalia/SDM RSUD Kota Semarang

(24)

Tabel 1. 3

Keluhan yang Dirasakan Karyawan

No Keluhan yang dirasakan

1. Pembagian sistem pembagian upah jasa medik yang kurang adil 2. Pimpinan kurang mendengarkan aspirasi karyawan

3. Hubungan teman sekerja yang kurang baik

4. Tidak adanya tindakan sangsi hukum terhadap karyawan yang mangkir Sumber : Bagian Personalia/SDM RSUD Kota Semarang

Tabel 1.3 diatas menunjukkan keluhan – keluhan yang paling sering dirasakan oleh sebagian besar karyawan. Beberapa keluhan yang dirasa ada kemiripan digabung dengan keluhan – keluhan yang agak mirip. Secara garis besar keluhan karyawan pada RSUD Kota Semarang adalah tersebut diatas, sehingga perlu adanya perhatian tingkat kepuasan kerjanya karyawan dan komitmen organisasi di perbaiki, sehingga diharapankan kinerja karyawan tercapai dengan baik.

Studi Burton et al (2002) memberikan hasil adanya hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen dikaitkan dengan kemangkiran atau absensi. Tingkat kemangkiran atau absensi karyawan diupayakan untuk dapat diturunkan, karena absensi atau kemangkiran dalam perusahaan merupakan masalah karena kemangkiran berarti kerugian akibat terhambatnya penyelesaian pekerjaan, penurunan efesiensi dan penurunan kinerja.

(25)

kemangkiran, artinya telah terbukti bahwa karyawan yang tinggi kepuasan kerjanya dan komitmen akan rendah tingkat kemangkirannya. Sebaliknya karyawan yang rendah tingkat kepuasan dan komitmen akan cenderung tinggi tingkat kemangkirannya.

Menurut Ostroff (1992) gaya dan sikap kepemimpinan adalah salah satu yang mempengaruhi kepuasan kerja, dapat pula mempengaruhi komitmen organisasi (Kent dan Chelladural, 2001; Brown, 2003), dan kinerja karyawan (Adams, 1965; Bass dan Avolio, 1997). Tinggi rendahnya kepuasan, komitmen dan kinerja tergantung dengan baik tidaknya gaya dan sikap para atasan. Kepuasan kerja karyawan berhubungan dengan harapan pegawai terhadap atasan, rekan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Komitmen organisasi adalah ukuran kekuatan indentifikasi karyawan dengan tujuan dan nilai organisasi serta terlibat didalamnya. Sedangkan kinerja adalah kekuatan dan kemampuan karyawan untuk melakukan tugas. Jadi jika gaya kepemimpinan atasan baik dalam melaksanakan tugas maka, karyawan akan memiliki kepuasan, komitmen dan kinerja yang baik pula, demikian juga sebaliknya.

(26)

mengetahui bagaimana sikap seseorang tidak mudah, karena sikap dipengaruhi oleh banyak faktor seperti persepsi, motivasi, lingkungan dan lainnya.

Komitmen organisasi didefinisikan oleh beberapa peneliti sebagai ukuran dari kekuatan identitas dan keterlibatan karyawan dalam tujuan dan nilai-nilai organisasi. Komitmen organisasi didapatkan sebagai indikator yang lebih baik dari “leavers” dan “stayers” daripada kepuasan kerja (Porter, Steers, Mowday, dan Boulian, 1974, dalam McNeese-Smith, 1996). Penelitian lain mendapatkan bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan lingkungan tugas, sementara komitmen organisasi berkaitan dengan pencapaian pada pemberdayaan organisasi (Glisson dan Durick, 1988, dalam McNeese-Smith, 1996). Dengan komitmen yang diberikan, diharapkan kinerja dari karyawan akan meningkat, (sebagaimana Luthans, 2006) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan kepada organisasi dan merupakan suatu proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengungkapkan perhatian mereka terhadap organisasi, terhadap keberhasilan organisasi serta kemajuan yang berkelanjutan.

(27)

Kepemimpinan yang ada pada organisasi dapat dianggap penting atau tidak, kepentingan itu tergantung dari bagaimana mereka menyikapi rangsangan itu. Dari sinilah perlu adanya suatu penilaian kepemimpinan, mengenai bagaimana para karyawan menilai kepemimpinan dari pemimpin mereka dengan melalui sudut pandang yang berbeda-beda.

Cara pandang setiap karyawan tentang apa yang dia tangkap berbeda-beda. Begitu pula dengan memandang kepemimpinan, akan berbeda antara satu dengan lainnya, persepsi individu terhadap kepemimpinan akan berpengaruh pada perilaku mereka dalam bekerja. Persepsi dari para bawahan digunakan untuk mengevaluasi kemampuan dari para pimpinan dan untuk menunjukkan kelemahan serta area-area perbaikan.

(28)

Mengingat pentingnya masalah tersebut, dan untuk menyikapi kondisi tersebut diatas, maka dilakukan penelitian yang berkaitan dengan “Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen

Organisasi untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi pada R.S U D Kota

Semarang).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, RSUD Kota Semarang sebagai perusahaan jasa dengan jumlah karyawan tetap yang cukup besar, sebesar 359 orang diharapkan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Berdasarkan fenomena data perusahaan didapatkan tingkat absensi / kemangkiran cukup tinggi yaitu sebesar 4 % - 5 % per bulan, hal ini merupakan salah satu indikasi rendahnya kinerja karyawan.

Melihat fenomena tersebut maka perlu sekali di teliti masalah kepemimpinan di RSUD kota semarang, sebab gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi kepuasan dan komitmen organisasional yang pada akhirnya dapat berdampak pada kinerja karyawan. Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam kemajuan suatu organisasi. Berdasarkan uraian latar belakang masalah dengan permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitian yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja ? 2. Apakah pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan ?

(29)

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja. 2. Menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan.

3. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi.

4. Menganalisis pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. 5. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dibahas penelitian ini, maka kegunaan penelitian ini adalah :

1. Kegunaan teoritis, dapat memperkaya studi tentang manajemen, khususnya yang terkait dengan kepemimpinan, kepuasan kerja, komitmen, dan kinerja karyawan.

2. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini untuk dapat memberikan masukan yang berarti bagi manajemen RSUD Kota Semarang mengenai persepsi gaya kepemimpinan, kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja karyawan.

(30)

BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL

2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Kinerja Karyawan

Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan, dan lain-lain.

Kinerja didefinisikan sebagai kontribusi terhadap hasil akhir organisasi dalam kaitannya dengan sumber yang dihabiskan (Bain, 1982 dalam McNeese-Smith, 1996) dan harus diukur dengan indikator kualitatif dan kuantitatif (Belcher, 1987; Cohen 1980 dalam McNeese-Smith, 1996). Maka pengembangan instrumen dilakukan untuk menilai persepsi pekerjaan akan kinerja diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan item-item seperti out put, pencapaian tujuan, pemenuhan deadline, penggunaan jam kerja dan ijin sakit (Sukarno, 2002).

(31)

dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan kinerja, organisasi dan manajemen dapat mengetahui sejauhmana keberhasilan dan kegagalan karyawannya dalam menjalankan amanah yang diterima.

Bass dan Avolio (1990) menjelaskan bahwa dalam organisasi formal, kinerja karyawan secara individual atau kelompok tergantung pada usaha mereka dan arah serta kompetensi dan motivasi untuk menunjukkan performansi sesuai yang diharapkan untuk mencapai sasaran berdasarkan posisi mereka di dalam sistem (Alimuddin, 2002).

Untuk dapat mengetahui kinerja seseorang atau organisasi, perlu diadakan pengukuran kinerja. Menurut Stout (BPKP, 2000), pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses. Maksudnya setiap kegiatan organisasi harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah organisasi di masa yang akan datang yang dinyatakan dengan pencapaian visi dan misi organisasi. Produk dan jasa yang dihasilkan akan kurang berarti apabila tidak ada kontribusinya terhadap pencapaian visi dan misi organisasi.

(32)

dan (3) memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan untuk peningkatan organisasi (BPKP, 2000).

Dalam pengukuran kinerja (performance measurement) organisasi hendaknya dapat menentukan aspek-aspek apa saja yang menjadi topik pengukurannya. Miner (Sainul, 2002) menetapkan komponen variabel pengukuran kinerja ke dalam 3 kelompok besar, yaitu: (1) berkaitan dengan karakteristik kualitas kerja pegawai; (2) berkaitan dengan kuantitas kerja pegawai; dan (3) berkaitan dengan kemampuan bekerjasama dengan pegawai lainnya. Ketiga indikator pengukuran kinerja tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam mengukur kinerja pegawai di lingkungan instansi RSUD Kota Semarang Semarang.

Kinerja karyawan mengacu pada mutu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan didalam implementasi mereka melayani program sosial. memfokuskan pada asumsi mutu bahwa perilaku beberapa orang yang lain lebih pandai daripada yang lainnya dan dapat diidentifikasi, digambarkan, dan terukur. Aspek dalam kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

a. Proaktif dalam pendekatan pekerjaan b. Bermanfaat dari pengawasan

c. Merasa terikat dalam melayani klien d. Berhubungan baik dengan staff lain

e. menunjukkan ketrampilan dan pengetahuan inti bekerja aktivitas f. Menunjukkan kebiasaan bekerja yang baik

(33)

Kinerja karyawan mengacu pada prestasi kerja karyawan diukur berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan perusahaan. Pengelolaan untuk mencapai kinerja karyawan yang sangat tinggi terutama untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan meliputi strategi organisasi, (nilai tujuan jangka pendek dan jangka panjang, budaya organisasi dan kondisi ekonomi) dan atribut individual antara lain kemampuan dan ketrampilan. Kinerja bias meningkatkan kepuasan para karyawan dalam organisasi dengan kinerja tinggi daripada organisasi dengan kinerja rendah (Ostroff, 1992).

2.1.2 Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.

(34)

kinerja organisasi dan kesiapan menghadapi perubahan di abad 21 (Alimuddin, 2002).

Siagian (1999) merumuskan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut.

Dari berbagai pendapat yang dirumuskan para ahli diatas dapat diketahui bahwa konsepsi kepemimpinan itu sendiri hampir sebanyak dengan jumlah orang yang ingin mendefinisikannya, sehingga hal itu lebih merupakan konsep berdasarkan pengalaman. Hampir sebagian besar pendefinisian kepemimpinan memiliki titik kesamaan kata kunci yakni “suatu proses mempengaruhi”. Akan tetapi kita menemukan bahwa konseptualisasi kepemimpinan dalam banyak hal berbeda. Perbedaan dalam hal “siapa yang mempergunakan pengaruh, tujuan dari upaya mempengaruhi, cara-cara menggunakan pengaruh tersebut”.

Menurut W.A. Gerungan (Uchjana, 1981) bahwa setiap pemimpin sekurang-kurangnya memiliki tiga syarat, yakni :

1. Memiliki Persepsi Sosial (Social Perception)

Persepsi sosial ialah kecakapan untuk cepat melihat dan memahami perasaan, sikap, dan kebutuhan anggota kelompok.

2. Kemampuan Berpikir Abstrak (Ability in Abstract Thinking)

(35)

luar kelompok, dalam kaitannya dengan tujuan kelompok. Kemampuan tersebut memerlukan taraf intelegensia yang tinggi pada seorang pemimpin. 3. Keseimbangan Emosional (Emotional Stability)

Pada diri seorang pemimpin harus terdapat kematangan emosional yang berdasarkan kesadaran yang mendalam akan kebutuhan, keinginan, cita-cita dan suasana hati, serta pengintegrasian kesemua hal tersebut ke dalam suatu kepribadian yang harmonis sehingga seorang pemimpin dapat turut merasakan keinginan dan cita-cita anggota kelompoknya.

Kepemimpinan tergantung kepada banyak faktor dan tiap-tiap pimpinan senantiasa dapat memperbaiki dan mempertinggi kemampuannya dalam bidang kepemimpinannya dengan jalan mengimitasi cara-cara yang ditempuh oleh pemimpin yang berhasil dalam tugas-tugas mereka atau mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip yang mendasari kepemimpinan yang baik.

Definisi kepemimpinan seperti yang diungkapkan sebelumnya, berimplikasi pada tiga hal utama seperti dikemukakan oleh Locke (1997), yaitu: Pertama, kepemimpinan menyangkut ‘orang lain’, bawahan atau pengikut, kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin. Jika tidak ada pengikut, maka tidak akan ada pula pemimpin. Tanpa bawahan semua kualitas kepemimpinan seorang atasan akan menjadi tidak relevan. Terkandung makna bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan menjalin relasi dengan pengikut mereka.

(36)

suatu posisi otoritas. Kendatipun posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, tetapi sekadar menduduki posisi itu tidak memadai untuk membuat seseorang menjadi pemimpin.

Ketiga, kepemimpinan harus ‘membujuk’ orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk para pengikutnya lewat berbagai cara seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukuman, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi.

Rumusan kepemimpinan dari sejumlah ahli tersebut menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing dan juga sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka. Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila orang-orang yang menjadi pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau mengikuti kehendak pimpinannya dengan sadar, rela, dan sepenuh hati.

(37)

menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat dan memantau hasil lewat pembandingan terhadap rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan, sebaliknya, berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi perubahan. Pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan, kemudian mengkomunikasikannya kepada setiap orang dan mengilhami orang-orang tersebut dalam menghadapi segala rintangan. Kotter menganggap, baik kepemimpinan yang kuat maupun manajemen yang kuat merupakan faktor penting bagi optimalisasi efektifitas organisasi.

Tingkah laku pemimpin yang istimewa, pertama adalah kemampuan memberi inspirasi bersama atau pemimpin sebagai inspirational motivation, yaitu memberikan gambaran ke masa depan dan membantu orang lain. Kedua, adalah kemampuan membuat model pemecahan (idealized influence), yaitu memberi keteladanan dan merencanakan keberhasilan-keberhasilan kecil. Semuanya untuk memahami tentang transformational leadership, yaitu bahwa seorang pemimpin dapat mentransformasikan bawahannya melalui empat cara: idealized influence, inspirational motivation, intelectual stimulation dan individualized consideration

(Bass, 1997).

(38)

1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles)

Fungsi ini dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain. Fungsi interpersonal terbagi menjadi 3, yaitu :

a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya bersifat resmi, seperti menjamu makan siang pelanggan.

b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan fungsinya dengan menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong karyawannya untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Sebagai Penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia juga harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan bawahannya.

2. Fungsi Informasional (The Informational Roles)

Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan menerima dan menyebarkan informasi. Ada tiga fungsi pemimpin disini. a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid,

pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu terhadap lingkungannya, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar.

(39)

c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar.

3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles)

Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan.

a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu memprakarsai pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang diperlukan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki sikap proaktif. b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai

penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan situasi.

c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Disini pemimpin harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasinya. Sumber dana ini mencakup uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.

d. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan maupun pihak luar.

(40)

Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya ke arah pencapaian tujuan organisasi.

2.1.3 Gaya Kepemimpinan

Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah gayanya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.

(41)

bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Thoha, 2001).

(42)

2.1.3.1 Gaya Direktif

Dimana pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus diselesaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan. Karakteristik pribadi bawahan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang efektif. Jika bawahan merasa mempunyai kemampuan yang tidak baik, kepemimpinan instrumental (direktif) akan lebih sesuai. Sebaliknya apabila bawahan merasa mempunyai kemampuan yang baik, gaya direktif akan dirasakan berlebihan, bawahan akan cenderung memusuhi (Mamduh, 1997).

House dan Mitchell (1974) dalam Yukl (1989) menyatakan bahwa direktif leadership itu memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur waktu dan mengkoordinaasi pekerjaan mereka.

(43)

2.1.3.2 Gaya Supportif

Gaya kepemimpinan yang menunjukkan keramahan seorang pemimpin, mudah ditemui daan menunjukkan sikap memperhatikan bawahannya (House dan Mitchell 1974 dalam Yukl 1989). Mamduh (1997) mengatakan jika manajer ingin meningkatkan kesatuan dan kekompakan kelompok digunakan gaya kepemimpinan supportif. Jika bawahan tidak memperoleh kepuasan sosial dari kelompok gaya kepemimpinan supportif menjadi begitu penting. Sedangkan Yukl (1989) mengatakan apabila tugas tersebut terlalu menekan (stresfull), membosankan atau berbahaya, maka supportif akan menyebabkan meningkatnya usaha dan kepuasan bawahan dengan cara meningkatkan rasa percaya diri, mengurangi ketegangan dan meminimalisasi aspek-aspek yang tidak menyenangkan.

(44)

2.1.3.3 Gaya Partisipatif

Gaya kepemimpinan dimana mengharapkan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan (House dan Mitchell 1974 dalam Yukl 1989). Apabila bawahan merasa mempunyai kemampuan yang baik, gaya kepemimpinan direktif akan dirasa berlebihan, bawahan akan cenderung memusuhi, sehingga gaya kepemimpinan partisipatif lebih sesuai. Jika bawahan mempunyai locus of control yang tinggi, ia merasa jalan hidupnya lebih banyak dikendalikan oleh dirinya bukan oleh faktor luar seperti takdir, gaya kepemimpinan yang partisipatif lebih sesuai (Mamduh, 1997). Vroom dan Arthur Jago (1988 dalam Yukl, 1989) mengatakan bahwa partisipasi bawahan juga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan oleh pemimpin.

Situasi dimana kebutuhan untuk berkembang rendah dan pegawai mengerjakan tugas-tugas yang mudah, sikap yang dianggap tepat untuk pegawai yang secara ego terlibat dengan pekerjaan dan mengalami kepuasan intrinsik dari tugas yang dikerjakan adalah sikap partisipatif dan berorientasi prestasi (Griffin, 1980 dalam Yukl, 1989).

2.1.3.4 Gaya Orientasi Prestasi

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam pencapaian tujuan tersebut. Yukl (1989) menyatakan bahwa tingkah laku individu didorong oleh

need for achievement atau kebutuhan untuk berprestasi. Kepemimpinan yang

(45)

usaha dan kepuasan bila pekerjaan tersebut tidak tersetruktur (misalnya kompleks dan tidak diulang-ulang) dengan meningkatkan rasa percaya diri dan harapan akan menyelesaikan sebuah tugas dan tujuan yang menantang. Kepuasan kerja lebih tinggi diperoleh apabila telah melaksanakan prestasi kerja yang baik.

Pegawai yang memiliki kebutuhan untuk berkembang dan mengerjakan tugas-tugas sulit berdasarkan pembahasan konseptual House&Mitchell (1974 dalam Yukl, 1989) sikap pemimpin yang paling tepat untuk pegawai ini adalah gaya partisipatif dan berorientasi prestasi.

2.1.3.5 Gaya Pengasuh

Dalam kepemimpinan gaya pengasuh, sikap yang mungkin tepat adalah campur tangan minim dari pimpinan. Dimana pemimpin hanya memantau kinerja tetapi tidak mengawasi pegawai secara aktif. Tidak dibutuhkan banyak interaksi antara pimpinan dengan pegawai sepanjang kinerja pegawai tidak menurun. Pimpinan merasa lebih tepat untuk tidak campur tangan dengan tugas-tugas pegawai (Griffin, 1980 dalam Yukl, 1989).

2.1.4 Kepuasan Kerja

(46)

dengan demikian akan termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi.

Lebih lanjut Robbins (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kinerja. Robbins (2006) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :

1. Maintenance Faktors

Maintenance faktors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi faktor-faktor :

a. Gaji atau upah (Wages or Salaries) b. Kondisi kerja (Working Condition)

c. Kebijaksanaan dan Administrasi perusahaan (Company Policy and Administration)

(47)

Hilangnya faktor-faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar.

Faktor-faktor pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan gairah bekerja bawahan dapat ditingkatkan.

Maintenance faktors ini bukanlah merupakan motivasi bagi karyawan, tetapi

merupakan keharusan yang harus diberikan oleh pimpinan kepada mereka, demi kesehatan dan kepuasan bawahan.

2. Motivation Factors

Motivation factors Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan.

Faktor motivasi ini meliputi : a. Prestasi (Achievement)

b. Pengakuan (Recognition)

c. Pekerjaan itu sendiri (The work it self) d. Tanggung jawab (Responsibility)

e. Pengembangan Potensi individu (Advancement) f. Kemungkinan berkembang (The possibility of growth)

(48)

misalnya dalam suatu perusahaan, kebutuhan kesehatan mendapat perhatian yang lebih banyak daripada pemenuhan kebutuhan individu secara keseluruhan. Hal ini dapat dipahami, karena kebutuhan ini mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kelangsungan hidup individu. Kebutuhan peningkatan prestasi dan pengakuan ada kalanya dapat dipenuhi dengan memberikan bawahan suatu tugas yang menarik untuk dikerjakan. Ini adalah suatu tantangan bagaimana suatu pekerjaan direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat menstimulasi dan menantang si pekerja serta menyediakan kesempatan baginya untuk maju.

Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu :

1. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah “pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu.

2. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat semu / pura-pura saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lainnya.

(49)

2.1.5 Komitmen Organisasi

Menurut Mowday, Portter dan Steers (1982) komitmen organisasi adalah kepercayaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, kesediaan untuk melakukan upaya ekstra demi untuk tetap menjadi anggota atau bagian dari organisasi. McNeese-Smith (1996) mendefinisikan komitmen sebagai ukuran kekuatan identifikasi karyawan untuk terlibat dalam tujuan dan nilai-nilai organisasi.

Komitmen menurut Mowdey et al (1979) adalah sebagai berikut :

a. Kepercayaan yang kuat terhadap organisasi dan terhadap nilai serta tujuan organisasi.

b. Keinginan untuk memberikan usaha terbaik terhadap organisasi.

c. Hasrat yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan (pekerjaan) dalam organisasi.

Yousef (2000) mengemukakan bahwa pekerja dengan komitmen yang tinggi akan cenderung lebih sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi, mau memberikan usaha lebih kepada organisasi dan berupaya memberikan manfaat kepada organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan dengan komitmen tinggi akan bertanggung jawab dalam pekerjaannya.

(50)

kurang terpuaskan dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dari organisasi.

Setiap individu mencari organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya dan memungkinkan penggunaan atau pemanfaatan secara maksimal keterampilan dan kemampuannya. Komitmen terhadap organisasi terbangun bila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi (Morrow, Mc Elroy&Blum, 1988) :

a. Pemahaman atau penghayatan dari tujuan perusahaan (identification).

b. Perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan (involvement), pekerjaan adalah menyenangkan.

c. Perasaan loyal (loyality), perusahaan adalah tempat kerja dan tempat tinggal

2.2 Pengembangan Model

2.2.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Karyawan

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan yang ditetapkan oleh seorang manajer (pimpinan) dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja pegawai untuk mencapai sasaran maksimal. Untuk itu seorang pemimpin harus lebih bertanggungjawab dan bijaksana.

(51)

sekaligus merupakan bagian dari perhatian atasan terhadap kepentingan bawahan. Dalam konteks seperti ini pembinaan kebersamaan merupakan bagian integral dari proses kepemimpinan, dimana bawahan secara implisit bersedia menerima status superioritas pemimpinnya. Dengan demikian ada semacam keterikatan bawahan terhadap pimpinannya dalam usaha menciptakan suasana kebersamaan.

Hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja berdasarkan teori path-goal, pengaruh perilaku pemimpin terhadap kepuasan karyawan tergantung pada aspek situasi, termasuk karakteristik pekerjaan dan karakteristik karyawan (Yukl, 1989). Kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan merupakan elemen terpenting yang mempengaruhi efektivitas keseluruhan organisasi.

Ali (2005) menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Adanya komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan, interaksi dengan atasan dan partisipasif yang melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan mempengaruhi kinerja pegawai.

Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan kerja (Walumbma, 2005). Penelitian yang dilakukannya dengan membandingkan pengaruh gaya kepemimpinan tersebut di Kenya dan Amerika Serikat tetap menghasilkan hubungan yang signifikan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja.

(52)

hasil diatas dapat ditarik benang merah dalam usaha untuk meningkatkan prestasi kerja melalui perilaku partisipasif kepemimpinan.

Berdasarkan uraian maka hipotesis yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

H1 : Gaya Kepemimpinan Berpengaruh Signifikan Positif Terhadap Kepuasan

Kerja

2.2.2 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. (Handoko, 2001). Menurut Keith Davis (1985) dalam Mangkunegara (2000) kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja.

Kepuasan kerja menjadi hal penting karena dapat mempengaruhi kinerja karyawan menurut Edward Lawler (Steer & Porter, 1991) sebab seseorang memiliki kepuasan yang tinggi akan memandang pekerjaanya sebagai hal yang menyenangkan, berbeda dengan karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah, ia akan melihat pekerjaannya sebagai hal yang menjemukan dan membosankan sehingga karyawan tersebut bekerja dalam keadaan terpaksa.

(53)

Apabila perusahaan memiliki karyawan yang mayoritas kepuasannya rendah dapat dibayangkan tingkat kinerja perusahaan secara keseluruhan dan ini akan merugikan organisasi itulah sebabnya organisasi perlu memperhatikan derajat kepuasan karyawan dengan cara mengkaji ulang aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek pekerjaannya. Antara kepuasan kerja dapat menyebabkan meningkat kinerja karyawan, sebaliknya kinerja yang baik dapat menyebabkan kepuasan kerja (Masrukin dan Waridin, 2006).

Pengaruh kepuasan kerja terhadap peningkatan kinerja terbukti secara empiris, bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan signifikan dengan peningkatan kinerja (Ostroff, 1992) adalah kinerja secara organisasional, bukan kinerja secara individual. Meskipun kinerja secara individual pada gilirannya akan meningkatkan kinerja secara organisasioal, ada kemungkinan kedua level kinerja tersebut saling bertentangan. Sementara menurut Maryani dan Supomo (2001) serta hasil penelitian dari Masrukin dan Waridin (2006) menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan kinerja individual karyawan.

(54)

tertentu seperti posisi tertentu dalam pekerjaan (Petty et al, 1984). Hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja ditemukan pada orang-orang yang berada pada level manajer (Morrison, 1997).

Sebagian peneliti lain berpendapat bahwa yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu kinerja mengakibatkan kepuasan. Hal ini terjadi berdasarkan pemikiran bahwa dengan kinerja yang baik, karyawan akan mendapatkan penghargaan seperti promosi, insentif atau perhatian lebih dari atasan. Penghargaan tersebut mendorong terjadinya kepuasan kerja (Cruden, 1988).

Pertentangan ini dijawab oleh penelitian MacKenzie, Podsakoff dan Ahearne yang membedakan kinerja menjadi in-role dan extra-role performance. Menurut mereka kinerja yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah in-role, sedangkan kinerja yang dipengaruhi kepuasan kerja adalah extra-role. Sehinggga pendapat peneliti terdahulu mengenai apakah kepuasan kerja dipengaruhi atau mempengaruhi kinerja semuanya dianggap benar tergantung dari kinerja mana yang dijadikan variabel (MacKenzie et al, 1998).

Setidaknya penelitian yang menggunakan hipotesa kepuasan kerja menimbulkan kinerja dilakukan oleh Ostroff (1992), Blau (1967) dengan anggapan bahwa karyawan akan memberikan yang terbaik bagi organisasi apabila mereka juga mendapatkan yang terbaik dari organisasi dimana mereka bekerja (Morrison, 1997).

(55)

2.2.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasi

Dalam memelihara komitmen organisasi, peran seorang pemimpin sangat dibutuhkan, dan kepemimpinan yang efektif menjadi syarat utama. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki.

Brown (2003, dalam Suhana 2007) menguji pengaruh perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan dan tugas terhadap komitmen organisasi. Temuannya menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan yang meliputi membangun kepercayaan, memberikan inspirasi, visi, mendorong kreativitas dan menekankan pengembangan berpengaruh secara positif pada komitmen afektif karyawan. Sementara perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas juga berpengaruh terhadap komitmen afektif karyawan, meski tingkat pengaruhnya lebih rendah.

Penelitian yang dilakukan Chen (2004) menunjukkan bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen organisasi, kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Selain itu Perryer dan Jordan (2005) meneliti dasar hubungan antara komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan dilihat dari gaya mendukung (support) dan gaya memadamkan

(extinct) pada organisasi Pemerintah Federal Australia. Hasil penelitiannya

(56)

peningkatan dalam gaya mendukung yang dimiliki seorang pemimpin bersamaan dengan penurunan dalam gaya pemimpin yang cenderung memadamkan akan meningkatkan komitmen.

Sedangkan Bourantas dan Papalexandris (1993) dalam penelitiannya pada organisasi publik dan swasta di Yunani menemukan perbedaan yang signifikan pada pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan dan komitmen karyawan dimana pada organisasi publik kurang signifikan dibandingkan dengan organisasi swasta. Hal tersebut didukung dengan fakta bahwa karena peraturan upah mereka, penarikan, pemilihan, pelatihan, dan kriteria serta prosedur kenaikan pangkat, organisasi publik di Yunani kurang efektif dari pada organisasi swasta dalam menjaga kopetensi pemimpin. Selain itu, organisasi swasta lebih bersaing dalam pasar buruh untuk menarik pemimpin yang tersedia lebih dapat bersaing.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Gaya kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen

organisasi.

2.2.4 Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan

(57)

Komitmen organisasi menunjuk pada pengidentifikasian tujuan karyawan dengan tujuan organisasi, kemauan mengerahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan keterikatan untuk tetap menjadi bagian dari organisasi serta mempertahankan nilai – nilai serta munculnya kesamaan nilai dari organisasi tersebut (Mowday, Steers, Porter, 1979 dalam Desianty, 2005).

Meyer dan Allen (1991) mengajukan tiga komponen model komitmen organisasi dan direfleksikan dalam tiga pokok utama: affective commitment, continuance commitment, normative commitment. Continuance commitment

adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan karena tidak ingin kehilangan sesuatu yang terkait dengan pekerjaannya. Normative commitment

adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan adanya tekanan dari pihak lain. Meninggalkan perusahaan dianggap bertentangan dengan pendapat umum yang berlaku. Affective commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena sepakat terhadap tujuan organisasi dan ada keinginan untuk menjalankannya.

Menurut Mobley (1977 dalam Judge dan Bono, 2000) keinginan untuk mengakhiri tugas atau meninggalkan organisasi berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaan yang cenderung untuk bertahan dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dari organisasi.

(58)

masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi (Morrow, Mc Elroy & Blum, 1988) :

a. Pemahaman atau penghayatan dari tujuan perusahaan (identification).

b. Perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan (involvement), pekerjaan adalah menyenangkan.

c. Perasaan loyal (loyality), perusahaan adalah tempat kerja dan tempat tinggal. Semenjak tahun 1970, komitmen organisasi dapat dipahami melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan sikap. Dalam pendekatan perilaku, perhatian para peneliti adalah terhadap manifestasi dari komitmen yang tegas. Seorang karyawan menjadi terikat kepada organisasi karena “Sunk cost”

(gaji dan fasilitas yang merupakan fungsi dari usia masa kerja). Mereka akan sangat merasa rugi jika mereka pindah kerja. Pendekatan ini digunakan oleh Becker (1960) dan Salnick (1977) dalam Panggabean (2001).

Sedangkan dalam pendekatan sikap, komitmen organisasional didefinisikan sebagai suatu pernyataan dimana seorang karyawan diidentifikasikan dengan sebuah organisasi tertentu dan tujuan–tujuannya. Karyawan tersebut ingin tetap menjadi anggota organisasi dalam rangka memfasilitasi organisasi yang bersangkutan untuk mencapai tujuannya.

Lebih lanjut, Penley dan Gould (1988) dalam Panggabean (2001) mengembangkan pendekatan multidimensional untuk memahami komitmen organisasi. Menurut mereka komitmen organisasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga faktor yaitu morale commitment, calculative commitment, dan alimentative

commitment. Namun ketiganya dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk

(59)

diperlakukan sebagai instrumental commitment. Sementara itu, Allen dan Meyer (1990) dalam Panggabean (2001) mendukung bahwa komitmen organisasional adalah sebuah konsep berdimensi jamak. Model komitmen organisasional dapat dikelompokkan kedalam tiga faktor, yaitu affective, continuance dan normative commitment.

Meyer dan Allen (1997) juga menemukan hubungan signifikan positif antara komitmen afektif dan kinerja. Hubungan signifikan positif ini juga ditemukan pada komitmen normatif seperti yang diteliti oleh Brown (2003), hal ini didukung oleh penelitian Johnston dan Snizek (1991), Meyer et al (1989), Preston dan Brown (2004).

Secara umum, komitmen organisasi dianggap sebagai ukuran yang penting dari keefektifan organisasi Steers (1975, dalam Suhana, 2006). McNeese-Smith (1996) dan Sulaiman (2002) dalam penelitiannya menyatakan komitmen organisasi berhubungan positif dengan kinerja karyawan.

Meyer dan Allen (1997) juga menemukan hubungan signifikan positif antara komitmen afektif dan kinerja. Hubungan signifikan positif ini juga ditemukan pada komitmen normatif seperti yang diteliti oleh Brown (2003), hal ini didukung oleh penelitian Johnston dan Snizek (1991), Meyer et al (1989), Preston dan Brown (2004).

(60)

organisasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

H4 : Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

2.2.5 Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan

Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi orang lain. Selain itu kepemimpinan juga juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Dalam upaya mempengaruhi tersebut seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda-beda dalam setiap situasi. Dimana menurut Stoner et. al (1996) gaya kepemimpinan (leadership styles) merupakan berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Dari pengertian tersebut terungkap bahwa apa yang dilakukan oleh atasan mempunyai pengaruh terhadap bawahan, yang dapat membangkitkan semangat dan kegairahan kerja maupun sebaliknya.

(61)

Teori Path Goal (Evans, 1970; House, 1971; House&Mitchell, 1974 dalam Yukl, 1989) mengatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius. Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Teori ini menyatakan bahwa situasi yang berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Bawahan dengan locus of

control internal kepuasan kerjanya akan lebih tinggi dengan gaya kepemimpinan

yang partisipatif sedangkan bawahan dengan locus of control eksternal kepuasan kerjanya akan lebih tinggi dengan gaya direktif.

Teori Path Goal menjelaskan tentang perilaku pemimpin gaya direktif, gaya suportif, gaya partisipatif, gaya pengasuh dan gaya orientasi prestasi mempengaruhi pengharapan ini. Sehingga mempengaruhi prestasi kerja bawahan dan kinerja bawahan. Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para bawahan dan mampu memberikan motivasi kepada mereka tentang kejelasan-kejelasan tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan efektif (Griffin, 1980 dalam Yukl, 1989).

(62)

Sejumlah penelitian tentang kepemimpinan telah menguji hubungan ini. Variable-variabel seperti gaya birokratis atau partisipatif, pusat kontrol, pengambilan risiko, usia dan latar belakang fungsional, serta penghargaan atau hukuman dari pimpinan telah ditelaah dalam kaitannya dengan kinerja dan perumusan strategi (Helmer&Suver, 1988; Nahavandi&Malekzadeh, 1993; Taylor, 1978; Williams, Padsakoff & Huber, 1992; dalam McNeese-Smith, 1996). McNeese-Smith (1996) melakukan penelitian untuk menentukan hubungan perilaku kepemimpinan dan hasil pekerja. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi perilaku kepemimpinan khusus dan meneliti hubungan antar penggunaan perilaku ini dengan kinerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasi pekerja. Dihipotesiskan ada korelasi positif antar perilaku kepemimpinan tertentu (diantara perilaku: tantangan proses, inspirasi visi bersama, memungkinkan orang lain bertindak, percontohan cara dan mendorong semangat) dengan tiga hasil pekerja tersebut.

Ogbonna dan Harris (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kepemimpinan yang diperankan dengan baik oleh seorang pemimpin mampu memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik, hal ini akan membuat karyawan lebih hati-hati berusaha mencapai target yang diharapkan perusahaan, hal tersebut berdampak pada kinerjanya. Hasil penelitian Ogbonna dan Harris (2000) menunjukkan bahwa budaya organisasi mampu memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja karyawan.

(63)

organisasi, dan strategi organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Sementara Fiedler (1996, dalam Ogbonna dan Harris, 2000) membuktikan pentingnya efektifitas kepemimpinan dengan argumentasinya bahwa efektivitas seorang pemimpin merupakan determinan utama keberhasilan atau kegagalan kelompok, organisasi atau bahkan negara.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang akan dilakukan pada RSUD Semarang tentang ‘’Analisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan

kinerja karyawan’’, menurut sepengetahuan penulis penelitian ini merupakan

yang pertama kali dilakukan, tetapi tulisan yang menyangkut tentang permasalahan kepemimpinan, kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja karyawan sudah banyak dikemukakan oleh penulis-penulis terdahulu.

Griffin (1980) dalam Yukl (1990) dalam melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur divisi perusahaan besar multinasional, tentang sikap pimpinan yaitu: gaya partisipatif, gaya orientasi prestasi, gaya direktif, gaya supportif, dan gaya pengasuh, yang berhubungan dengan bentuk tugas seperti kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Dan ditemukan adanya korelasi positif antara sikap pimpinan dengan kepuasan kerja dan kinerja karyawan.

Gambar

Gambar 2. 4
Gambar 2. 5
Tabel 3. 2
Gambar 3. 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pelengkap dari output IRMS di Bidang Bina Marga Provinsi D.I.Y3. Di mana pada output IRMS ini belum

Ketika melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber, peneliti menggunakan berbagai macam teknik seperti wawancara, observassi dan dokumentasi (triangulasi

Sebagai satuan kerja intermediasi yang bertugas melaksanakan majemen HKI dan Inkubasi serta alih teknologi, Tahun 2016 Pusat Inovasi LIPI menetapkan sasaran

Dengan meng-klik sebuah tombol pilihan dari menu yang ada pada halaman website maka pengguna akan dapat memperoleh informasi

XYZ ini membutuhkan pengolahan data yang baik serta kegiatan penyimpanan atau pengeluaran yang lebih akurat, cepat dan tidak harus membuang waktu yang banyak, maka kegiatan

Kepada peserta yang berkeberatan atas Pengumuman Pemenang ini, diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja

bahwa dalam rangka mendukung operasional Pelabuhan Perikanan Muara Angke serta melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Tanggal 16 Agustus 2016 Panitia telah melakukan evaluasi dokumen kualifikasi dan pembuktian kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga