• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Analisis Cerita Novel “ Oshin “ Karya Hashida Sugako Dilihat Dari Pendekatan Pragmatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Analisis Cerita Novel “ Oshin “ Karya Hashida Sugako Dilihat Dari Pendekatan Pragmatik"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “OSHIN” KARYA HASHIDA

SUGAKO, STUDI PRAGMATIK DAN SEMIOTIK SERTA KONSEP NILAI MORAL BUSHIDO

2.1 Definisi Novel

Novel berasal dari bahasa Itali, novella yang secara harafiah berarti sebuah “barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa” (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:9). Kemudian berkembang dalam pengertian yang lebih luas bahwa novel merupakan cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas, ukuran luas disini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang beragam dan setting yang beragam pula (Sumardjo dan Saini, 1991:29).

(2)

kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahaan nasib. Apakah itu segi cintanya, kebaikannya, ketamakannya, kerakusannya, keperkasaannya dan lain-lain. Dalam satu segi terdapat beberapa peristiwa kehidupan yang dialami sang tokoh sehingga ia sampai mengalami perubahan hidup. Sementara menurut Nurhadi, dkk mengatakan bahwa novel adalah suatu karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya sosial, pendidikan dan moral

(www.sputarpengetahuan.com/2015/02/pengertian-novel-menurut-paraahlihtml).

Berdasarkan dari uraian definisi novel tersebut dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya novel merupakan sebuah karya sastra yang berguna dan memuaskan. Artinya novel sebagai karya sastra dihadirkan untuk memberikan kenikmatan sekaligus ajaran sehingga dapat menggerakan pembaca ke arah yang positif. Dari sebuah novel, pembaca dapat mengenal berbagai masalah kehidupan sekaligus belajar mengatasi persoalan yang dituangkan oleh si pengarang melalui jalan ceritanya. Dengan kata lain, karya sastra novel mengandung unsur keindahan yang dapat menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, menarik perhatian, menyegarkan perasaan pembaca, pengalaman jiwa sehingga dapat memperkaya kehidupan batin manusia khususnya pembaca.

(3)

1. Novel Berendens yaitu sebuah novel yang menunjukkan keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena itu, novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.

2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai dan jiwa seseorang serta perjuangannya.

3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu masa sejarah.Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan perkembangan masyarakat pada saat itu.

4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anak-anak yang dapat dibacakan oleh orang tua untuk pembelajaran kepada anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.

5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan pengarang dalam cerita.

6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan dan peperangan yang di derita seseorang.

7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.

(4)

menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Novel jenis ini umumnya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman. Sehingga cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih menarik.

Novel serius adalah novel yang harus sanggup memberikan serba kemungkinan. Dalam membaca novel serius, untuk memahaminya dengan baik, diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai dengan kemampuan untuk itu. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang universal. Novel serius di samping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan untuk memberikan pengalaman yang beharga kepada pembaca atau paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.

(5)

dicontoh serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pelajaran yang ditangkap pembaca setelah membaca novel Oshin ini adalah rangkaian proses yang kita lalui selama kerja keras akan memberikan banyak hal. Semua proses itu akan membuat kita lebih bijaksana, lebih bersyukur, dan lebih telaten serta paling utama bisa menempa mental kita menjadi mental baja yang tidak akan gampang goyah. Dan nyatanya novel Oshin karya Hashida sugako terbukti bukan hanya memberikan hiburan saja, melainkan novel ini memberikan pengalaman yang beharga kepada pembaca.

(6)

2.2 Resensi Novel “OSHIN” 2.2.1 Tema

Menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang telah melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa merupakan pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati pesoalan yang muncul. Hal tersebut sejalan dengan Sumardjo dalam Rokhmansyah (2014:33), mengatakan bahwa seorang pengarang dalam ceritanya bukan sekedar mau bercerita tetapi mengatakan suatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa sesuatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut.

(7)

seorang pengarang mampu meramu tema tersebut dalam jalinan cerita yang menarik, penuh konflik dan menyatu dengan karakter tokoh-tokohnya ( Fananie, 2000:84).

(8)

Berdasarkan ilustrasi cerita di atas tampak tema yang ingin disampaikan pengarang dalam novel “OSHIN” ini adalah bagaimana perjuangan seorang wanita yang pantang menyerah dalam mengarungi hidup sehingga ia bisa berhasil mencapai impiannya.

2.2.2 Alur (plot)

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot cerita (Fananie, 2000:93). Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan istilah alur. Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000 : 83). Dengan kata lain, alur dalam sebuah cerita harus bersifat padu (unity). Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu dengan kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antara peristiwa tesebut hendaklah logis, jelas, dapat mungkin di awal, tengah, atau akhir (Nurgiyantoro, 2007:142).

(9)

Berdasarkan uraian tersebut, alur dalam novel “OSHIN” adalah peristiwa alur maju. Peristiwa yang terjadi dalam novel ini dimulai saat tokoh utama Oshin lahir, tumbuh menjadi dewasa dimana ia akhirnya bisa menjadi seorang pengusaha sukses di Jepang.

2.2.3 Latar ( Setting)

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan tempat lingkungan sosial yang terjadi pada peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216). Hal ini sejalan dengan Aminuddin (2000:68), latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Dengan kata lain, latar memberikan pijakan cerita secara kokret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca menciptakan suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi ( Nurgiyantoro, 2007: 217).

(10)

1. Latar Tempat

Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa dan lakon. Menurut Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah (2014:38), latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu harus mencerminkan dan tidak bertentangan dengan sifat dan kondisi geografis tempat yang bersangkutan.

(11)

akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Sakeda. Setelah masa kontraknya habis, ia mengadu nasib ke Tokyo. Alasan utama Oshin ke Tokyo adalah untuk meneruskan amanah dan cita-cita kakaknya Haru yang meninggal di usia muda akibat TBC yaitu sebagai penata rambut terkenal. Di Tokyo, ia berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya .

2. Latar Waktu

Latar waktu dalam prosa dibedakan menjadi dua, yaitu waktu cerita dan waktu penceritaan. Waktu cerita adalah waktu yang ada di dalam cerita itu terjadi. Waktu penceritaan adalah waktu untuk menceritakan cerita. Selain itu, latar waktu dalam karya sastra prosa juga menggunakan latar waktu kapan terjadinya konflik yang ada dalam cerita. Seperti malam hari, siang hari, subuh atau sore hari. Kadang tanggal yang disebutkan dalam cerita juga dapat dijadikan aspek waktu dalam latar ( Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah, 2014:39). Latar novel “ OSHIN” terjadi pada tahun 1907-1940 yaitu era Meiji.

3. Latar Suasana atau Sosial

(12)
(13)

2.2.4 Penokohan ( Perwatakan)

Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2007:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Sudjiman dalam Rokhmansyah (2014:34), watak adalah kualitas nalar dan jiwa tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan tokoh ini yang disebut penokohan. Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh sedang,gkan perwatakan berhubungan dengan bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Hal ini diperkuat Wellek dan Werren (1995:287), bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap “sebutan” adalah sejenis cara memberi kepribadian, menghidupkan. Tokoh cerita hadir dihadapan pembaca membawa kualitas tertentu terutama yang menyangkut jati diri. Adanya identitas jati diri itulah yang menyebabkan tokoh yang satu berbeda dengan tokoh lain. Tokoh itu sendiri dapat dipahami sebagai seseorang (atau: sesosok) yang memiliki sejumlah kualitas mental dan fisik yang membedakannya dengan orang (sosok) lain. Untuk menilai karakter atau watak tokoh dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Identifikasi tersebut didasarkan pada konsistensi, keajengannya, dalam artian konsistensi sikap, moralitas, perilaku dan

(14)

Adapun penokohan dalam novel “ OSHIN” karya Hashida Sugako adalah sebagai berikut :

1. Oshin Tanokura adalah tokoh utama dalam novel “ OSHIN” karya Hashida sugako yang merupakan anak dari petani miskin di desa Yamagata. Ia adalah anak yang berani, jujur dan memiliki tekad yang kuat.

2. Pak Saku adalah ayah dari Oshin yang memiliki watak yang keras, kasar dan semaunya bertindak demi kepentingan dan kesenangan diri sendiri. 3. Bu Fuji adalah ibu yang melahirkan Oshin dan saudaranya yang

memiliki sifat keibuan, sayang pada anak-anaknya, rela melakukan apapun demi anak-anaknya.

4. Atsui adalah abang tertua Oshin. Atsui memiliki sifat keras dan bertindak semaunya dan tidak sopan sama orang tua.

5. Haru adalah kakak tertua Oshin. Haru merupakan sosok pekerja keras, baik hati namun kadang ia memiliki sifat iri pada Oshin.

6. Mitsu adalah kakak kedua Oshin yang memiliki sifat penyayang dan pekerja keras.

7. Nenek Naka adalah nenek yang merawat cucunya-cucunya terutama Oshin, cucu kesayangannya. Ia memiliki sifat sabar, penyanyang dan bersahaja.

(15)

9. Tuan besar Gunshi dan nyonya muda besar Kin merupakan majikan Oshin saat bekerja sebagai pengasuh anak di Zaimoku Ten. Mereka memiliki sifat baik hati.

10. Satria adalah putra dari majiakan Oshin Tuan Gunshi dan Nyonya muda besar Kin.

11. Nona Tsune adalah kepala pelayan sekaligus tangan kanan tuan besar Gunshi dan nyonya muda besar Kin. Tsune merupakan sosok yang kejam, kasar dan tega melakukan apapun demi keuntungan dirinya. 12. Matsuda adalah seorang guru yang mengajar di sekolah dasar di wilayah

Zaimoku Ten. Dia membantu Oshin sehingga ia akhirnya bisa bersekolah. Ia memiliki sifat yang bersahaja dan bertanggung jawab. 13. Toyama adalah seorang kenpeitai yang melarikan diri dari tugasnya dan

bersembunyi di atas gunung. Dia adalah orang yang memukan Oshin saat hampir mati karena badai salju dan orang yang merawat Oshin sampai pulih dan mengajarinya baca tulis serta yang mengantarkannya ke Yamagata yang kemudian mati ditembak tentara karena identitasnya terbongkar. Dia merupakan sosok yang baik hati, penyayang dan rela berkorban.

(16)

15. Nyonya Kuni adalah majikan Oshin sewaktu bekerja menjadi pelayan rumah tangga di Sakeda. Nenek Kuni merupakan sosok yang bijaksana dan bersahaja.

16. Bu Mino adalah ibu dari Kayo. Bu Mino merupakan sosok yang penyayang.

17. Seitaro adalah suami dari Bu Mino majikan Oshin. Tuan Seitaro ini memiliki sifat yang tegas namun baik hati.

18. Kayo adalah putri majikannya Bu Mino. Dia memiliki sifat yang manja dan mau menang sendiri.

19. Gintai-chan adalah salah satu teman sekolah Oshin. Dia memiliki sifat yang usil, kasar, dan tergolong anak nakal.

20. Kiku adalah pembantu rumah tangga diSakeda. Kiku memiliki sifat yang baik dan suka membantu.

21. Ume adalah seorang pembantu sama seperti Kiku. Dia juga seorang gadis yang baik hati. Mereka berdua inilah yang membantu dan mengajarkannya tentang pekerjaan rumah tangga saat Oshin bekerja di tempat pekerja di Sakeda.

22. Kota adalah cinta pertama Oshin. Dia memiliki sifat yang baik dan pekerja keras.

(17)

2.2.5 Sudut Pandang

Sudut pandang adalah posisi yang menjadi pusat kesadaran tempat untuk memahami setiap peristiwa atau cerita. Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang pada karya sastranya merupakan cara pengarang untuk menceritakan cerita dalam karyanya (Stanton dalam Rokhmansyah, 2014:39). Pendapat Stanton didukung Aminuddin (2000:96) mengatakan bahwa sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain, posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut dan dari titik pandang ini, pembaca mengikuti jalan ceritanya dalam memahami temanya.

Terdapat beberapa jenis sudut pandang ( point of view) antara lain :

1. Pengarang sebagai tokoh utama.Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita. Akan tetapi, ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian ini sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita.Disinipengarang menceritakan orang lain dalam segala hal.

(18)

seorang Katsu Wada. Katsu wada sendiri merupakan seorang pengusaha sukses di Jepang yang mendirikan dan mengembangkan perusahaan Supermarket Yaohan hingga memiliki cabang di berbagai negara. Kegigihan, kerja keras dan tekadnya yang kuatlah yang akhirnya mengantarkan menuju impiannya. Gambaran dirinya pun dikisahkan lewat tokoh Oshin yang berperan sebagai tokoh utama dalam cerita.Dengan kata lain, pengarang sama sekali tidak melibatkan diri masuk ke dalam alur cerita novel OSHIN tersebut.

2.3 Studi Pragmatik dan Semiotik serta Konsep Moral Bushido 2.3.1 Studi Pragmatik

Secara umum, studi pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan penutur atau penulis dan ditafisirkan oleh pendengar atau pembaca (Yule, 2006:1). Pragmatik mulai populer pada tahun 1970-an. Yang pertama mencetuskan pragmatik dalam pengajaran bahasa adalah Santo Agustinus pada abad ke empat. Pragmatik dalam perkembangan kini mengalami kemajuan yang pesat. Banyak ahli bahasa semakin lama semakin menyadari bahwa usaha untuk menguak hakikat bahasa tidak akan berhasil tanpa disadari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi

(19)

makna karya sastra dari aspek permukaan saja. Maksudnya kajian struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai pemberi makna. Karena itu muncul penelitian pragmatik sastra, yakni kajian sastra yang berorientasi pada kegunaan karya sastra bagi pembaca. Secara luas dapat dikatakan bahwa pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah ke aspek kegunaan sastra sebagai sarana untuk memberikan pendidikan, moral dan agama.

Abrams dalam bukunya “ The Mirrow and the Lamp” (dalamTeeuw, 1984:50) memberikan memberikan sebuah kerangka (frame-work) yang sederhana tetapi cukup efektif, yakni :

Semesta (Universe)

Karya (Work)

↙ ↘

Pencipta ( Artist) Pembaca ( Audience)

Dalam model ini terkandung pendekatan kritis yang utama terhadap karya sastra sebagai berikut:

1. Pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri ; pendekatan ini disebut objektif ;

2. Pendekatan yang menitikberatkan penulis, yang disebut ekspresif ; 3. Pendekatan yang menitikberatkatkan semesta, yang disebut ; mimetik 4. Pendekatan yang menitikberatkan pembaca, disebut pragmatik

(20)

“nilai”. Keberhasilan karya sastra diukur oleh pembacanya ( Fananie, 2000:113). Hal ini dipertegas Pradopo (2005:115), karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada pembaca. Pembacalah yang menentukan makna dan nilai dalam suatu karya sastra. Apakah dalam karya sastra tersebut memberikan ajaran, kesenangan dan menggerakkan pembaca. Karya sastra itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilainya. Artinya pembacalah yang paling berperan aktif dalam hal menilai, menikmati, menafsirkan, memahami karya sastra menentukan nasibnya dan perananya dari segi sejarah dan estetik. Tanggapan Pembaca sebagai pemberi makna pastinya memunculkan tanggapan yang beraneka ragam tergantung horison harapan pembaca. Tiap-tiap pembaca mempunyai horison harapan sendiri, maka tiap-tiap pembaca akan memberikan makna yang lain dari yang diberikan pembaca lainnya, bahkan pembacaan seorang pembaca yang sama pun akan memberi makna lain pada kesempatan. Hal ini disebabkan oleh pengalamannya yang selalu bertambah. Oleh karena pemberian maknanya akan lebih baik atau lebih maju. Menurut Gadamer dalam Teeuw (1984:196), setiap pembaca mempunyai horison harapan yang tercipta karena pembacaannya yang lebih dahulu, pengalamannya selaku manusia budaya dan seterusnya.

(21)

Pendapat-pendapat ini memberikan gambaran bahwa pembaca harus mendapatkan manfaat yang mampu mengubah dirinya. Hal tersebut diperjelas Abrams dalam Semi (1985:12), dalam kritik pragmatik pada dasarnya disusun untuk mencapai efek-efek tertentu kepada pembacanya, seperti efek kesenangan, estetika, pendidikan dan sebagainya. Kritik pragmatik ini berkecenderungan untuk memberi penilaiannya terhadap suatu karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut.Dengan kata lain, kritik pragmatik sastra sangat erat kaitannya dengan fungsi sastra yakni memberikan hiburan sekaligus memberikan nilai yang berguna bagi kehidupan manusia.

2.3.2 Studi Semiotik

(22)

disempurnakanya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Semiotik menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan dan konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah bahasa yang bergantung pada (sifat-sifat) yang menyebabkan bermacam-macam cara (modus) wacana yang mempunyai makna (Preminger, dkk dalam Wuradji, 2001:68). Bahasa merupakan konservasi yang paling kuat terhadap kebudayaan manusia. Tanpa bahasa sesungguhnya kebudayaan, dan dengan demikian tidak ada. Bahasa itu sendiri adalah sistem tanda. Tanda bukanlah kelas objek, tanda-tanda hadir hanya dalam pikiran penafsir. Tidak ada tanda-tanda kecuali jika diiterpretasikan sebagai tanda (Noth dalam Ratna, 2004:111). Dalam karya sastra, arti bahasa ditentukan oleh konvensi sastra atau disesuaikan oleh konvensi sastra. Studi semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sistem tanda-tanda. Oleh karena itu,peneliti harus menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna ( Pradopo, 1995:122).

(23)

penanda dan petanda dimana wujud penanda (signifiant) dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan petanda (signifie) berupa gagasan, konseptual atau makna yang terkandung dalam pertanda tersebut.

Pragmatik sangat berhubungan dengan semiotik, karena hubungan pragmatik merupakan hubungan makna dan perlambangan. Ia dipakai untuk mengkaji, misalnya signifiant tertentu mengacu signifie tertentu, baris-baris kata dan kalimat-kalimat

(24)

2.3.3 Konsep Nilai Moral Bushido

Novel “OSHIN” karya Hasida Sugako ini berlatar di Jepang. Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki daya tarik tersendiri di mata dunia terutama kemampuan bangsa Jepang dalam mempertahankan keaslian budayanya sehingga membentuk sebuah kearifan lokal yang unik. Nilai budaya bangsa Jepang yang sampai sekarang masih dipertahankan di tengah-tengah hiruk-pikuknya dunia modern bahkan sudah berakar sangat kuat mempengaruhi pola pikir dan pandangan hidup masyarakat Jepang dalam perjuangan hidupnya dari jaman dulu sampai sekarang ini dikenal dengan nilai moral Bushido. Bushido sendiri berarti tata cara berprilaku samurai yang berpegang teguh pada nilai etika dan moralitas. Nilai moral yang terkandung dalam moral Bushido (Suryohadiprojo, 1982:49) meliputi kejujuran, keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan, kehormatan atau harga diri, kesetiaan dan pengendalian diri. Hal ini didukung oleh Agustian dalam Capriella (2014:10), nilai moral Bushido meliputi, integritas keberanian, kemurahan hati (mencintai sesama dan kasih sayang), kejujuran (tulus dan ikhlas), menjaga kehormatan dan kesetiaan.

(25)

dalam kehidupan masyarakat. Samurai sebagai bushi mengembangkan etika bushido yang sarat dengan nilai-nilai moral yang tinggi.

Bushido merupakan etika yang dipengaruhi oleh Budha Zen. Zen merupakan

moral dan filosofi samurai sekaligus kepercayaan yang mengajarkan tidak ada tenggang waktu (jeda) dari perbuatan yang telah dimulai dan harus diselesaikan. Etika Zen adalah langsung percaya pada diri sendiri dan memenuhi diri sendiri. Dengan kata lain, kepercayaan Zen ini menuntut manusia bagaimana hidup secara total dan mandiri, Total berarti bersungguh-sungguh menjalani kehidupan. Dengan demikian, manusia diajarkan untuk tidak membuang waktu ini dengan bermalas-malasan artinya segala sesuatu yang dilakukan dalam dunia ini hendaknya dilakukan dengan segenap kemampuan terbaik yang ada dalam diri masing-masing sehingga hasil yang diperoleh pasti memuaskan. Hidup total berarti hidup menuju kesuksesan.

Selain dilandasi oleh etika Zen, Bushido juga dilandasi oleh etika Confusius. Ajaran Confusius mengatur hubungan harmonisasi antara sesama manusia, hubungan manusia dengan mahluk lain yang ada di dunia dan hubungan manusia dengan dengan alam. Ajaran Confusius menekankan hubungan yang harmonis antara sisi fisik dan batin manusia. Prinsip keseimbangan ini berlaku dari jaman dahulu sampai sekarang, karena orang-orang Jepang menyadari bahwa kehidupan fisik dan spiritual memiliki peran yang sama-sama penting. Perlakuan yang bertujuan untuk memisahkan keduanya atau membiarkan ketidakharmonisan keduanya berpotensi menimbulkan bencana dan kerusakan. Selain didasari oleh ajaran Zen dan Confusius, bushido juga dipengaruhi oleh ajaran Shinto yang mengajarkan kesetiaan kepada

(26)

Semangat bushido sampai saat ini masih tampak dalam keseharian masyarakat Jepang walaupun masyarakat Jepang telah tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat modern. Ajaran bushido ini diterapkan masyarakat Jepang bahkan diwariskan kepada generasi muda sebagai penerus bangsa melalui pendidikan rumah dan di sekolah untuk membentuk karakter mereka seperti seorang samurai yang bisa menghadapi apapun dengan berani dan percaya diri, memiliki loyalitas yang tinggi dan selalu menabur kebaikan pada semua orang serta mampu memegang dan mempertahakan prinsip kehidupan yang mereka yakini. Nilai-nilai moral yang terdapat dalam moral Bushido menurut Agustian dalam Capriella ( 2014:20)meliputi :

1. Gi ( Integritas)

Gi merupakan etika samurai yang berkaitan dengan kemampuan untuk

memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pada alasan-alasan yang rasiona sehingga hasil yang diperoleh merupakan suatu ketetapan yang adil. Gi merupakan dasar dari keseluruhan sikap mental terkait dengan keselarasan pikiran, perkataan dan perbuatan dalam menegakkan kejujuran dan kebenaran. Dalam Gi apa yang ada di dalam hati, yang kita ucapkan, yang kita pikirkan, dan yang kita

lakukan adalah sama (Agustian dalam Capriella, 2014:20).

(27)

Yu adalah sifat samurai dalam berani menghadapi kesulitan dan kegagalan.

Keberanian merupakan sebuah karakter dan sikap untuk bertahan demi prinsip kebenaran yang dipercaya meski mendapat berbagai tekanan dan kesulitan. Untuk mendapat kebenaran, diperlukan rasa keberanian dan keteguhan hati (Agustian dalam Capriella, 2014:21).

Yu dapat dikatakan merupakan etika yang penting dalam semua aspek

kehidupan masyarakat Jepang. Nilai-nilai yang berkaitan dengan yu adalah modal yang sangat menentukan perjalanan hidup masyarakat maupun bangsa Jepang. Di dalam yu terkandung kesiapan menerima resiko dalam upaya mengatasi masalah atau kesulitan. Seorang yang batinnya memang pemberani akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang baik pada majikannya dan orang tua. Mereka juga mempunyai kesabaran, sikap toleran serta bisa menghadapi apa saja (Agustian dalam Capriella, 2014:22). Seperti yang diutarakan Aristoteles bahwa keberanian adalah suatu sikap untuk berbuat sesuatu dengan tidak terlalu merisaukan kemungkinan-kemungkinan buruk. “The conquering of fear is the beginning of wisdom.” (kemampuan menaklukkan rasa takut merupakan awal dari kebijaksanaan) artinya, orang yang mempunyai keberanian akan mampu bertindak bijaksana tanpa dibayangi ketakutan-ketakutan yang sebenarnya merupakan halusinasi belaka. Orang-orang yang mempunyai keberanian akan sanggup menghidupkan mimpi-mimpi dan mengubah kehidupan pribadi sekaligus orang-orang di sekitarnya.

(28)

Makoto-Shin merupakan sifat samurai yang berkata atau memberikan

informasi sesuai dengan kenyataan dan kebenaran (Agustian, 2014:21). Dengan kata lain, Makoto-Shin adalah etika yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran. Samurai selalu mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, dan melakukan apa yang mereka katakan. Sehingga mereka sangat menjaga ucapannya, tidak berkata buruk (bergunjing) tentang keburukan seseorang atau situasi yang tidak menguntungkan sekalipun. Penerapan Makoto-Shin pada masyarakat Jepang dewasa ini terlihat pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Ketidakjujuran dan ketidakbenaran dianggap sebagai hal yang memalukan sehingga ajaran tentang Makoto-Shin diberikan sejak usia dini di dalam rumah tangga dan sekolah. Sanksi

moral yang diberikan masyarakat terhadap pelanggaran Makoto-Shin merupakan sanksi yang dihindari karena akan merusak nama baik pribadi, keluarga, lembaga atau masyarakat dan bangsa.

4. Jin (Kemurahan Hati)

(29)

Kemurahan hati ditunjukkan dalam hal memaafkan (Agustian dalam Capriella, 2014:22). Jadi seorang Samurai harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk memaafkan orang-orang atau pihak yang melakukan kesalahan terhadap dirinya (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266).

5. Meiyo (Menjaga Nama Baik dan Kehormatan)

Meiyomerupakan etika samurai untuk menjaga nama baik dan menjaga

kehormatan (Agustian dalam Capriella, 2014:22). Bagi samurai lebih utama menghormati dan menerapkan etika secara benar dan konsisten dibandingkan dengan penghormatan kepada kharisma dan talenta pribadi. Samurai lebih mementingkan penghormatan pada perbuatan nyata dari pada pengetahuan. Penghormatan yang tinggi seorang samurai ditujukan kepada atasan/majikan, orang tua dan keluarga. Kehormatan dan harga diri samurai diekspresikan dalam bentuk konsistensi sikap dan kekokohan mereka memegang dan mempertahankan prinsip kehidupan yang diyakini. (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266)

6. Rei (Hormat dan Santun Kepada Orang Lain)

(30)

dalam sikap duduk, cara berbicara, cara menghormati dengan menundukkan badan dan kepala. Penerapan rei pada masyarakat Jepang saat ini masih terlihat dan bahkan menjadi salah satu karakter masyarakat Jepang. Penanaman rei dilakukan sejak usia dini di rumah dan sekolah, sehingga dalam semua aspek kehidupan masyarakat Jepang rei sangat diutamakan.

7. Chungi (Kesetiaan Pada Pemimpin)

Chungimerupakan etika samurai yang berkaitan dengan kesetiaan pada

pimpinan. Kesetiaan ditunjukkan dengan dedikasi yang tinggi dalam melaksankan tugas. Kesetiaan dilakukan untuk menjaga nama baik dan kehormatan pimpinan, atasan dan juga nama baiknya sendiri. Berdasarkan kode etik samurai bahwa seorang ksatria mempersembahkan hidupnya untuk melakukan pelayanan tugas(Agustian dalam Capriella 2014:23).

2.4Sekilas Tentang Biografi Pengarang

(31)

di Jepang. Ia menjalani kehidupan seperti layaknya anak-anak Jepang lainnya. Pendidikan adalah hal yang penting baginya sehingga bisa menyelesaikan pendidikan sampai jenjang SMA dengan baik dan memutuskan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Pada tahun 1942, dia terdaftar sebagai mahasiswi jurusan sastra Jepang di Universitas Perempuan Jepang di Tokyo. Pendidikannya yang ditempuhnya seketika terputus karena suasana perang semakin mencekam. Untuk melanjutkan kehidupannya, iabekerja di Payroll Departement of Navy yangterletak di Osaka. Keinginan untuk kembali menuntut ilmu, dirasakan sangat mustahil karena perang dunia menghancurkan rumah dan menghanguskan seluruh harta benda mereka, yang tersisa hanya selembar kain yang melekat ditubuh Sugako dan ibunya sehingga mereka menumpang di tempat relasinya. Pada tahun 1945, dia dirumahkan oleh perusahaan tempat ia bekerja. Perusahan Payroll memberinya konpensasi sehingga ia bisa melanjutkan pendidikannya yang sempat terputus. Ia diterima di Universitas Waseda jurusan Seni. Namun kebahagian itu tidak berlangsung lama, masih di tahun yang sama ibunya meninggal dunia. Hal itu, menimbulkan kepedihan yang mendalam bagi Sugako. Sejak ibunya meninggal, ayahnya yang turun tangan membiayai kebutuhan hidupnya di Jepang. Ayahnya yang juga telah jatuh miskin terpaksa menjadi pedagang pasar gelap di Korea, ia melakukan itu semua untuk membiayai kebutuhan putrinya yang hidup sendiri di Jepang. Sugako tak sepenuhnya mengandalkan ayahnya untuk membiayai kehidupannya sehingga ia mengambil arubaito. Kesulitan di masa itu akhirnya mengantarkannya menjadi seorang penulis.

(32)

seorang penulis. Tojuro no Koi dan Onshu no kanatani adalah karya pertama yang dilahirkannya saat ia bekerja di Perusahaan Kikuchi Kan. Kemudian karyanya ditayangkan ke layar kaca namun kurang mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat Jepang pada masa itu. Hal itu tidak menjadikannya patah semangat dalam tulis menulis. Tahun 1983, dia menulis naskah (script) Oshin yang ceritanya diangkat dari kisah nyata Katsu Wada. Seorang anak yang berjuang meraih impiannya. Cerita tersebut ternyata sangat disukai masyarakat Jepang terutama kaum perempuan.Sangkin populernya, cerita Oshin ini dibuat lagi dalam bentuk novel. Ternyata bukan hanya filmnya saja yang meledak, novelnya juga mendapat apresiasi yang luar biasa dari masyarakat lokal bahkan sampai ke kanca internasional. Novel Oshin menjadi Best Seller pada masa itu. Semua dunia mengetahui cerita Oshin ini. Filmnya sudah di putar sampai ke beberapa negara begitu pula dengan novelnya yang telah beredar dan sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Kepopuleran cerita Oshin mengantar namanya menjadi penulis terbaik. Sehingga banyak perusahaan yang ingin bekerja sama dengan dirinya.

Setelah menyelesaikan studinya, dia diterima bekerja di perusahaan film

(33)

dengan Hiroshi Iwasaki yang berprofesi sebagai produser penyiaran di Tokyo. Semenjak itu, karirnya lambat laun semakin menanjak dan populer karena banyak melahirkan naskah-naskah drama yang sangat inspiratif. Inilah daftarkeseluruhan naskah drama yang telah ditulisnya antara lain pada tahun 1973, ia menulis naskah untuk drama televisi Ai Shi o Mitsumete.Hal ini diikuti oleh script lainnya: Tonari no Shibafu (1976-1977), fufu (1979). Pada awal 1980-an, karyanya dibuat ke dalam versi

Inggris The Grass Is Greener on the Other Side yang diangkat dari film Tonari no Shibafu dan disiarkan di Amerika. Dari semua karyanya, cerita Oshin yang sangat

terkenal sampai keseluruh dunia. Cerita Oshin yang awalnya hanya sebuah serial televisi pagi (asadora) di Jepang langsung mendapat penghargaan sebagai drama terbaik karena ceritanya banyak menginspirasi banyak orang. Kemudian pada tahun 2013, Oshin kembali ditayangkan ke layar lebar Bioskop dan kembali mendapt apresiasi dari masyarakat.Seiring perkembangan zaman, cerita Oshin dibuat dalam versi kartun atau animedan dipublikasikan melalui media internet youtube sehingga movie anime Oshin bisa ditonton oleh semua negara. Penghargaan yang terima

Sugako adalah Broadcasting Cultural Award, Golden Arrow dan Best Distinguished Achievement Award tahun 1979. Empat tahun kemudian ia menerima

CulturalAchievement Award dan Kikuchi Kan Award sertapenghargaan atas kategori

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa diperlukan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan produktif untuk SDM rumah sakit, aman, dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat

Lakukan langkah yang sama seperti pada tahap yang pertama pada saat kita membuat tombol <First.. Klik kanan kemudian anda

Dalam rangka pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) dalam jabatan Tahun 2013 pada LPTK di lingkungan Kementerian Agama, dengan ini disampaikan hal-ha1

Definisi inquiry Tujuan.

Dengan kata lain, orang Kristen perlu menyadari bahwa mayoritas dan minoritas sama-sama atau setara sebagai warga negara Indonesia yang tidak boleh

Sehubungan dengan inf ormasi mengenai NCD II PT BANK BNP PARIBAS INDONESIA THP I TH 2018 y ang tercatat di KSEI, maka bersama ini kami inf ormasikan bahwa Emiten akan melakukan

1. Secara ekonomis, perang suku dan upacara bakar batu selalu menghabiskan biaya yang tidak kecil. Kenyataan semacam ini akan berdampak terjadinya kemiskinan di antara

Kedua , mengenai aspek pengetahuan tugas menunjukkan bahwa (1) siswa dapat membedakan karakteristik tingkat kesulitan tugas, (2) siswa laki-laki cenderung kurang