• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan pendahuluan dan Askep Epilepsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan pendahuluan dan Askep Epilepsi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Pendahuluan Dan Askep Epilepsi Aplikasi

Nanda Nic Noc

septiawanputratanjung.blogspot.co.id/2015/11/laporan-pendahuluan-dan-askep-epilepsi.html

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1 Defenisi

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam

serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik

2 Etiologi

Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:

1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol

4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

5. Tumor Otak

6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

3 Manifestasi Klinis

a. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan

b. Kelainan gambaran EEG

c. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen

(2)

mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

4 Patofisiologi

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :

a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.

b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.

c. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).

d. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin

(3)

kejang.

Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.

5 Pemeriksaan penunjang

a. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas

b. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan

c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah

- menilai fungsi hati dan ginjal

- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).

- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

6 Penatalaksanaan

Manajemen Epilepsi :

a. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi

b. Melakukan terapi simtomatik

c. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:

- Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.

- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.

- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.

Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di atas.

Cara menanggulangi kejang epilepsi :

1. Selama Kejang

(4)

b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan

c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.

d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.

e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.

f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.

g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.

2. Setelah Kejang

a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.

b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas paten.

c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal

d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang

e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan

f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.

g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut

h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.

i. Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CA PARU

1. Pengkajian

a. Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan penanggungjawabnya.

(5)

b. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan

kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.

c. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.

d. Riwayat penyakit dahulu:

- Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

- Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

- Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

- Tumor Otak

- Kelainan pembuluh darah

- demam,

- stroke

- gangguan tidur

- penggunaan obat

- hiperventilasi

- stress emosional

e. Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.

f. Riwayat psikososial

- Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.

- Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di masyarakat).

g. Pemeriksaan fisik (ROS)

1) B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi

2) B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis

3) B3 (brain): penurunan kesadaran

4) B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine

5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi

6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota tubuh, mengeluh meriang

(6)

a. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva

c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat

3. Intervensi

No Diagnosa Noc Nic

1 Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).

a. Knowledge : Personal Safety

b. Safety Behavior : Faal Prevention

c. Safety Behavior : Falls occurance

d. Safety Behavior : Physical Injury

Environmental Management safety

1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)

4. Memasang side rail tempat tidur

5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.

7. Membatasi pengunjung

8. Memberikan penerangan yang cukup

9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.

10. Memindahkan barang-barang yang dapat

membahayakan

(7)

2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva

a. Respiratory status :

Ventilation

b. Respiratory status :

Airway patency

c. Aspiration Control

kriteria hasil :

a. Mendemonstrasika

b. batuk efektif dan

c. suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis dan dyspneu

d. Menunjukkan jalan nafas yang paten

e.

Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.

f. Saturasi O2 dalam

g. batas normal

1. Pastikan kebutuhan oral / trachealsuctioning.

2. Berikan O2

3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam

4. Posisikan pasien untuk memaksimalkanVentilasi

5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

7. Monitor status hemodinamik

8. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

10. Monitor respirasi dan status O2

(8)

3 Kurang pengetahuan

mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat

a. Kowlwdge : disease process

b. Kowledge : health Behavior

Kriteria Hasil :

a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

Teaching : disease Process

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada

penyakit, dengan cara yang tepat

4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

5. Hindari harapan yang kosong

6. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

7. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

C. Daftar Pustaka

Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.(2002). BukuAjar Keperawatan Medical Bedah. volume II. Jakarta : ECG

Price S. A and Wilson L. M, 1982,

Pathofisiology, Clinical Concepts of

Desease Process, Second Ed, St Louis, New York

Referensi

Dokumen terkait

Suatu perusahaan dikatakan mengalami pertumbuhan ke arah yang lebih baik jika terdapat peningkatan yang konsisten dalam aktivitas operasinya, tetapi sebaliknya

Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui