• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN BOTULINUM TOXIN A UNTUK WRINKLE DI AREA WAJAH 13 ATAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGGUNAAN BOTULINUM TOXIN A UNTUK WRINKLE DI AREA WAJAH 13 ATAS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Botulinum toxin (BTX) merupakan protein yang disintesis oleh berbagai galur bakteri Clostridium botulinum, bersifat negatif Gram obligat anaerob, berbentuk spora dan biasa ditemukan di tanah. Botulinum toxin digunakan untuk berbagai aplikasi klinis dalam bidang kedokteran, khususnya dermatologi. Terdapat indikasi pemakaian BTX dalam bidang dermatologi kosmetik dan dermatologi non-kosmetik misalnya untuk mengurangi atau menghilangkan kerutan di wajah dan leher, mengangkat kulit wajah dan alis mata, terapi hiperhidrosis, liken simpleks, pomfoliks, akne vulgaris, dan lain sebagainya. Empat bagian pada wajah 1/3 atas bagian wajah dapat diterapi menggunakan BTX ini, yaitu glabellar frown lines, horizontal forehead lines, crow's feet dan browlift (pengangkatan alis).

Mekanisme kerja BTX ini adalah menghambat kerja asetilkolin, sebagai neurotransmitter yang menstimulasi otot dan kelenjar keringat sehingga menyebabkan relaksasi otot lokal yang reversible. Efek paralisis oleh BTX terjadi setelah 24 jam hingga dua minggu dengan rata-rata durasi antara 3 hingga 6 bulan. Dosis optimal baku BTX adalah 20 U untuk penggunaan di bidang dermatologi kosmetik. BTX relatif aman digunakan pada manusia dan umumnya tidak menimbulkan efek samping jangka panjang atau membahayakan, namun pada keadaan tertentu dapat terjadi paralisis otot yang akan berkurang secara perlahan setelah efek paralisis toksin menghilang.(MDVI 2014; 41/4:177 - 186)

Kata kunci: botulinum toxin A, wrinkle, area wajah 1/3 atas

ABSTRACT

Botulinum toxin ( BTX ) is a protein that is synthesized by a variety of strains of the bacterium Clostridium botulinum, an anaerobic gram negative obligate, spore form and commonly found in soil. Botulinum toxin has a wide range of clinical applications in medicine especially in dermatology. There are indications the use of BTX in the field of cosmetic dermatology and non-cosmetic dermatology such as reducing or eliminating wrinkles on the face and neck, facelift and browlift, as a therapy for hyperhidrosis, lichen simplex, pompholix, acne vulgaris, and so forth. Four parts of the face third above that can be treated with BTX namely glabellar frown lines, horizontal forehead lines, crow's feet and browlift.

Mechanism of action of BTX is blocking the action of acetylcholine which is a neurotransmitter that stimulates the muscles and sweat glands causing a reversible local muscle relaxation. Effects of BTX paralysis by mechanism of action occurs after 24 hours up to two weeks with an average duration of effect between 3 to 6 months. Optimal dose of BTX standard is 20 U on its use in the field of cosmetic dermatology. BTX is relatively safe used in humans and is generally no long-term side effects or harmful, but in certain circumstances can occur which will decrease muscle paralysis gradually disappeared after the effects of the toxin reduces.(MDVI 2014; 41/4:177 - 186) Keywords:botulinum toxin A, wrinkle, 1/3 upper face area

Korespondensi :

Jln. Perintis Kemerdekaan 45 - Padang Telp. 07 51-32373

Email: dr.refla.syarif@gmail.com

PENGGUNAAN

BOTULINUM TOXIN A

UNTUK

WRINKLE

DI AREA WAJAH 1/3 ATAS

Frien Refla Syarif, Satya Wydya Yenny

(2)

PENDAHULUAN

Botulinum toxin (BTX) telah digunakan sejak tahun 1970-an di bidang oftalmologi, dan dalam 20 tahun terakhir penggunaannya diperluas pada berbagai ruang lingkup kesehatan, khususnya dermatologi. Botulinum toxin efektif dalam men gobati strabismus, spasme h emifasial, blefarospasme, distonia leher, hiperhidrosis, dan untuk peremajaan wajah.1

Botulinum toxin pertama yang diproduksi dan tersedia di pasaran adalah onabotulinum toxin-A yang diterima oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai terapi kosmetik untuk garis-garis glabellar frown pada tahun 2002.2,3 Formulasi onabotulinum toxin-A kedua diproduksi di Perancis yang mendapat lisensi untuk penggunaan estetik oleh Uni Eropa pada tahun 2006 dan mendapat persetujuan FDA Amerika Serikat pada tahun 2009.3,4Botox menjadi istilah generik di masyarakat untuk semua bahan yang digunakan dalam terapi neurotoksin kosmetik, walaupun istilah ini sebenarnya merupakan versi komersial kompleks neurotoksin tipe A yang dipakai oleh Allergan Inc.2

Suntik botulinum toxin adalah prosedur tindakan medik di bidang dermatologi yang digunakan untuk pengobatan garis-garis kerut akibat ekspresi wajah sepertiga atas, yaitu kerut daerah glabela, garis-garis kerut horisontal di dahi, kerut sekeliling mata dan hiperhidrosis pada ketiak, kadang-kadang juga digunakan untuk platysma band di leher, kerut halus sekitar mulut (cigarette line), garis-garis marionette dan synkinesis pasca operasi wajah bagian bawah.5,6

Makalah ini membahas kegunaan botulinum toxin untuk kerut di area wajah sepertiga atas mengingat telah banyaknya penggunaan BTX dalam bidang dermatologi kosmetik, seh in gga diper lukan pen getahuan dan pemahaman dermatologis mengenai botulinum toxin terutama mekanisme kerja, indikasi dan kontraindikasi serta teknik pemakaiannya dalam penatalaksanaan pasien dermatologi kosmetik.

BOTULINUM TOXIN

Definisi dan sejarah botulinum toxin

Botulinum toxin merupakan protein yang disintesis oleh berbagai galur bakteri Clostridium botulinum, negatif Gram obligat anaerob yang berbentuk spora, dan biasa ditemukan di tanah.7,8 Botulism atau sausage poisoning berasal dari bahasa Latin botulus yang berarti "sosis hitam". Van Ermengem (1890) menemukan penyakit botulisme yang disebabkan oleh toksin ekstraselular yang diproduksi oleh Bacillius botulinus. Tahun 1922 nama tersebut berubah menjadi Clostridium botulinum, yang menunjukkan bakteri genus Bacillus.8-10

Penggunaan botulinum toxin untuk mengurangi garis-garis kulit dimulai saat dr. Jean Carruthers menemukan efek

menghaluskan glabellar brow furrows pada pasien yang diinjeksi dengan botox untuk blefarospasme. Pada tahun 1994 mereka melaporkan penelitian tentang keberhasilan memperbaiki kerut pada wajah dan sejak itu penggunaan BTX-A pada kosmetik dimulai.5,11

Subtipe botulinum toxin

Terdapat tujuh antigen berbeda BTX (BTX-A, -B, -C, -D, -E, -F, -G) yang diproduksi oleh galur berbeda Clostridium botulinum.7,12,13 Selur uh subtype BTX menghentikan transmisi neuromuscular dengan cara mengikat reseptor pada terminal saraf motorik dan menghambat pelepasan asetilkolin. Akan tetapi berbeda kerjanya pada target protein intraselular, dalam durasi efek, serta potensi yang berbeda dan struktur protein kompleks neurotoksin yang berbeda.9,12-15

Mekanisme kerja

Mekanisme kerja botulinum toxin adalah menghambat asetilkolin pada neuro-muscular junction sehingga menyebabkan paralisis flasid. Asetilkolin merupakan nerotransmiter yang menstimulasi otot halus dan kelenjar keringat.7,16 Setelah BTX diinjeksikan, toksin ini berdifusi ke dalam jaringan hingga terikat secara selektif dan irreversible di terminal presinaptik neuro-muscular junction, lalu menempel pada protein membran spesifik yang bertanggung jawab terhadap ekskresi asetilkolin.7

Toksin dengan cepat menginhibisi pelepasan asetilkolin pada neuromuscular junction menyebabkan relaksasi otot lokal dan reversible, akhirnya mengurangi garis-garis wajah, karena beberapa garis-garis pada wajah timbul akibat kontraksi terus-menerus otot wajah.17,18 Secara umum memang lebih baik melemahkan beberapa bagian penting anatomi wajah dibandingkan dengan memparalisiskan secara keseluruhan sehingga pasien tidak tampak seperti 'muka patung' dan terlihat tanpa emosi.19

Preparat dan antidotum botulinum toxin

Prepar at Botulinum neurotoxin type A yaitu onabotulinumtoxinA (BOTOX® Cosmetic/Vistabel®, Allergan Inc.) dan abobotulinumtoxinA (Dysport®/ Azzalure®/Reloxin®, Ipsen Pharma) serta formulasi terbaru dengan pengurangan antigenitas telah tersedia yaitu incobotulinumtoxinA (Xeomin®/Xeomeen®/Bocouture®; yang dikenal sebagai NT 201, Merz Pharma) merupakan neurotoksin tipe A yang tidak mengandung protein kompleks.6

(3)

Biological Products Institute, PurTox® - Mentor Corpora-tion.6

Preparat BTX-A yang saat in i masih dalam pengembangan adalah gel topikal RT001 Botulinum Toxin Type A (RT001).21,22 Brandt dkk. pada tahun 2010 melakukan penelitian menggunakan preparat gel topikal RT001 ini terhadap 19 pasien dengan hasil berkurangnya garis-garis crow's feet setelah diterapi selama 4 minggu.21

Saat ini tersedia dua antidotum yang disetujui oleh FDA, yaitu bivalent botulinum equine antitoxin (BTX/A dan BTX/B) dan human botulism immune globulin (Baby-BIG). Walaupun antidotum BTX tersedia, namun sulit untuk mengembalikan efek obat yang telah muncul. Sekali gejala timbul, berarti toksin telah terikat di sinaps dan pemberian antidotum akan terlambat dan tidak berefek apapun. Antidotum dapat menolong pada botulism setelah keracunan makanan yang terkontaminasi botulinum toxin, saat toksin masih berdifusi dalam tubuh dari traktus gastrointestinal. Tanda-tanda neurologis botulism muncul kurang dari 24 jam.7,23

Pengenceran dan penyimpanan

Setiap vial BOTOX® mengandung 5 mg (100 U) toksin, 500 g albumin dan 900 g sodium klorida dalam kondisi steril, vacuum-dried dan tanpa pengawet. Satu vial BTX ditambah 2,5 ml larutan NaCl menghasilkan 4 unit untuk tiap

0,1 ml.24-26 Sedangkan sediaan Dysport® adalah 500 U type A/ vial.20 Setelah vial dibuka harus digunakan dalam 4 jam. Bila disimpan di lemari es dalam keadaan belum diencerkan, simpan pada suhu kurang dari -5 ºC dan pada suhu 2 - 8 ºC beku bila dalam vehikulum solusio. Shelf-lifeBOTOX®adalah 24 bulan bila belum diencerkan dan 4 jam bila dalam vehikulum solusio tanpa kehilangan efektifitasnya.24-26 Sedangkan shelf-life Dysport® adalah 1 tahun bila belum diencerkan dan 8 jam bila dalam vehikulum solusio.20

Indikasi tersering penggunaan botox

Kegunaan injeksi botox dalam bidang dermatologi pada prinsipnya ditujukan pada otot-otot ekspresi wajah. Kebanyakan otot-otot tersebut tidak berhubungan dengan tulang melainkan berhubungan dengan jaringan lunak, dan bekerja untuk menggerakkan kulit wajah.27

Di bidang estetik, botulinum toxin digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan kerut pada glabella, daerah lateral mata (crow's feet), garis horizontal dahi, kerutan sekitar mulut, dimpled chin, lipatan nasolabial, peremajaan kulit leher dan dada bagian atas.28-35 Botulinum toxin tidak dapat mencegah tanda-tanda penuaan lain misalnya kulit kering, kelainan pigmentasi dan kelainan pembuluh darah.36

Derajat kerutan sekitar mulut dan mata berdasarkan klasifikasi garis-garis wajah oleh Fitzpatrick yaitu; Class I: fine wrinkles, class I: fine-to-moderately deep wrinkles and

Table 1. Glogau's types of actinosenescence.38

Tipe 1, no wrinkles

Tipe 2, wrinkles in motion

Tipe 3, wrinkles at rest

Tipe 4, only wrinkles

Early photoaging

- Mild pigmentary changes - No keratoses

- Minimal wrinkles Minimal or no makeup Younger patient: 20s or 30s

Early to moderate photoaging - Early senile lentigines visible - Keratoses palpable but not visible

- Parallel smile lines beginning to appear lateral to mouth Usually wears some foundation

Patient age: late 30s or 40s

Advanced photoaging

- Obvious dischromia, telangiectasia - Visible keratoses

- Wrinkles even when not moving Always wears heavy foundation Patient age: 50s or older

Severe photoaging

- Yellow-gray color of skin

(4)

moderate number of lines, dan class III: fine-to-deep wrinkles, numerous lines, and possibly redundant folds. 37 Ahli kulit dan bedah kosmetik sering menggunakan klasifikasi Glogau dalam mendeskripsikan perubahan usia:38 Glabella merupakan area yang paling sering diterapi dan terdapat beberapa penelitian dan disetujui oleh FDA untuk dilakukan tindakan injeksi BTX.39,40 Target terapi BTX adalah aktivitas otot-otot pembentuk mimik wajah. Bukan kekuatan otot itu sendiri melainkan efek dari melemahnya otot pada kerut-kerut di wajah yang dapat diukur dengan skala klinis.7

Kontraindikasi

Kontraindikasi pemakaian BTX adalah: kelainan neuromuskular (myasthenia gravis, amyotrophic lateral scle-rosis, multiple sclescle-rosis, sindroma Eaton Lambert), wanita hamil dan menyusui, bayi dan anak, infeksi fokal dan infeksi sistemik, pasien hipersensitif atau alergi terhadap BTX, pasien dengan harapan berlebih terhadap hasil penyuntikan botulinum toxin, pasien yang tergantung pada ekspresi wajah untuk kehidupannya, sebagai contoh pasien yang bekerja sebagai aktor atau aktris, politisi atau salesman, pasien yang sedan g mendapat ter api yang dapat mengganggu transmisi neuromuskular dan efek botulinum toxin (aminoglikosida, penisilamin, kuinin, calcium channel blocker), dan pasien yang sebelumnya menjalani bedah kelopak mata bawah.7,28,32,41-43,45-47

Prosedur kerja

Sebelum melakukan tindakan terapi dengan BTX, perlu dilakukan anamnesis dan edukasi terhadap pasien mengenai BTX perlu dijelaskan tentang prosedur terapi, perjalanan serta waktu dan durasi terjadinya efek klinis, efek samping yang dapat terjadi, kontraindikasi dan terapi ulangan yang baru dapat dilakukan setelah 3 - 6 bulan.44-46 Selanjutnya dilakukan penandatanganan informed consent oleh pasien, serta pemotretan pada wajah untuk dokumentasi, kemudian menentukan dosis dan lokasi tempat injeksi sesuai indikasi.44 Posisi terbaik untuk menyuntikan BTX ini adalah duduk dengan kemiringan 25 - 30 derajat dari bidang vertikal. Sebelum penyuntikan, lokasi tempat injeksi disterilkan dengan alkohol 70% lalu dibiarkan agar menguap dan di lokasi suntikan sudah kering benar, karena labilitas toksin. Setelah itu dapat digunakan ice cube sebagai anestesi topikal selama 1 - 2 menit untuk mengurangi rasa nyeri di tempat suntikan.44

Botulinum toxin diencerkan dan diambil dari vial dengan spuit 1 ml dengan jarum 25 G sesuai dosis indikasi dan diganti dengan jarum 30 - 33 G untuk penyuntikan. Jarum kemudian diganti untuk menghindari jarum menjadi tumpul setelah ditusukkan pada karet vial yang dapat menyebabkan rasa lebih nyeri saat penyuntikan.47

Spuit dipegang dengan tangan yang dominan dan kasa

di tangan yang tidak dominan. Apabila dalam 1 sesi disuntikkan lebih dari 1 kali, sebaiknya antar suntikan diberi jarak waktu 10 - 15 detik. Apabila terjadi titik perdarahan setelah suntikan, sebaiknya segera ditekan dengan kasa steril untuk mengurangi risiko ekimosis.44

Teknik suntikan

Lokasi dan dosis untuk masing-masing area yang akan disuntik ditentukan untuk menyesuaikan dosis dan lokasi suntikan pada kunjungan berikutnya agar tercapai hasil yang diinginkan.48

Teknik suntikan standar

Pada teknik standar digunakan Becton-Dickinson Ul-tra-Fine II syringe insulin 0,3 mL. Jarum yang digunakan berukuran 30 - 33 G, berlapis silikon untuk meminimalkan nyeri saat disuntik. Bila diperlukan anestesi topikal ± 30 menit sebelum tindakan.49,50 Selanjutnya botulinum toxin sebanyak > 0.05 ml diinjeksikan secara tegak lurus atau miring, langsung pada otot target yang dicubit dan tidak boleh mengenai periosteum.51,52

Teknik mikroinjeksi

Teknik mikroinjeksi digunakan untuk BTX dosis rendah dan disuntikan secara intradermis superfisial. Botulinum toxin sebanyak < 0.025 ml disuntikan superfisial dengan jarak 1 cm dari masing-masing titik injeksi dengan jarum 32 G atau minimal 30 G. jika dilakukan secara tepat, kadang-kadang akan terjadi papul keputihan.51,52

Efikasi dosis optimal

Terdapat beberapa penelitian yang berfokus pada Botox dosis optimal terutama penggunaannya di area glabella. Dosis baku yang digunakan adalah 20 Botox U.7,27,40 Pasien dengan garis-garis glabella sedang hingga berat mendapat injeksi 20 U BTX-A atau plasebo pada 5 titik glabella. Efek yang didapatkan bertahan selama 120 hari.53 Dosis 20 - 40 U BTX lebih efektif secara bermakna dalam mengurangi garis-garis glabella dibandingkan dengan 10 U BTX-A.54

Dosis BTX untuk glabella harus diberikan minimal 20 U. Untuk pasien laki-laki, dosis BTX-A akan efektif bila dimulai dari dosis 40 U BTX-A.7,54,55 Laki-laki membutuhkan dosis lebih tinggi karena otot laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan.56,57

Efek klinis

(5)

sampai 1 tahun, terapi diulang hingga satu tahun atau lebih.49 Durasi kerja BTX berbeda pada setiap individu karena susunan otot yang berbeda sehingga membutuhkan terapi individual.45,46

Keamanan pemakaian, efek samping dan komplikasi serta penanggulangannya

Botulinum toxin merupakan obat dengan batas keamanan yang luas (LD50 pada manusia mencapai 40 U/ kgBB), sehingga pemakaian untuk kosmetik relatif aman. Pemakaian BTX-A tidak menimbulkan perubahan pada ter-minal saraf dan otot target yang persisten.58-60

Umumnya tidak ada efek samping jangka panjang atau yang membahayakan pada penggunaan BTX di bidang dermatologi, karena terapi BTX tidak berhubungan dengan efek klinis yang permanen. Botulinum toxin cukup aman dan efektif pada penggunaan untuk terapi kerutan pada wajah.61,62 Efek samping yang mungkin timbul berupa kejadian normal pada proses injeksi misalnya perdarahan, hematom, bengkak, eritema, hipestesia sementara, bekas tanda suntikan dan nyeri tempat suntikan.10,61,63,64 Reaksi pada tempat suntikan ini dapat dihindari dengan penggunaan jarum yang lebih kecil, aplikasi anestesi topikal 10 - 15 menit sebelum injeksi, dan pengenceran BTX menggunakan saline. Nyeri kepala setelah injeksi BTX juga dapat terjadi namun gejala akan hilang dalam 2 - 4 minggu pasca injeksi dan dapat diterapi menggunakan analgesik sistemik.61,62 Efek samping generalisata misalnya malaise, nausea, influenza-like symp-toms dan ptosis juga pernah dilaporkan.63,64

Ptosis merupakan efek samping yang sering terjadi pada pasien yang menggunakan BTX di area glabella akibat difusi lokal BTX, dan dapat menetap selama beberapa minggu, namun dapat diterapi dengan alpha adrenergic

agonist ophthalmic drops. Ektropion juga dapat terjadi karena proses difusi lokal BTX ini pada penyuntikan kelopak mata bawah. Strabismus dapat pula terjadi karena kesalahan penyuntikan dan difusi lokal BTX untuk crow's feet atau bunny lines (periorbital).63-66 Namun semua efek samping yang terjadi akan berkurang secara perlahan setelah efek paralisis toksin menghilang.67,68

Komplikasi penggunaan BTX secara kosmetik jarang terjadi. Komplikasi tersering setelah suntikan berupa ekimosis dan purpura yang dapat diminimalkan dengan penggunaan anestesi topikal sebelum injeksi, atau es sebelum dan sesudah injeksi.50,61,62

Dokter harus menyuntikan BTX dengan konsentrasi minimal, dosis pengukuran yang tepat dan menyuntikkan toksin di otot setidaknya 1 cm di atas, di bawah atau di bagian lateral tepi tulang orbita. Pasien dilarang untuk memanipulasi area injeksi 2 - 3 jam setelah penyuntikan, tetap dalam keadaan duduk atau berdiri (vertikal) selama 3 - 4 jam setelah penyuntikan, harus mengkontraksikan otot yang disuntik 2 - 3 jam setelah penyuntikan agar toksin segera menyerap dan mengaktivasi otot yang aktif.2

PENGGUNAAN BOTULINUM TOXIN A PADA AREA WAJAH 1/3 ATAS

Musculus frontalis

Kontraksi otot ini menyebabkan elevasi alis. Origo m. frontalis terletak pada galea aponeurotika setinggi sutura coronalis dan berinsersio di dermis setinggi alis, bersama dengan m. procerus, m. corrugators supercilii dan m. or-bicularis oculi. Umumnya, m. frontalis terbagi menjadi 2 bagian, namun sebagian individu memiliki otot ini tanpa terbagi menjadi 2 bagian.69,70

Tabel 2. Suggested total doses of DYSPORT® and BOTOX® based on the consensus groups

for DYSPORT® and BOTOX®, and other publications.60

(6)

Musculus corrugators supercilii

Kontraksi otot ini akan menyebabkan alis bergerak ke arah medial dan inferior. Origo m. corrugators supercilii terdapat di antara supraorbita dengan insersio yang terletak pada region midbrow bersama dengan m. frontalis. Otot ini terdiri atas 2 susunan otot berupa otot piramidalis pendek dan sempit di bagian medial kedua supraorbital dan otot panjang sempit lurus sepanjang supraorbital.69

Musculus orbicularis oculi

Otot ini merupakan otot sirkuler yang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu praseptal, pretarasal dan orbital. Ketiga bagian otot tersebut berorigo di tulang orbita medialis. Pada bagian lateral, bagian pratarsal dan praseptal berinsersio di tendon canthus lateralis, sedangkan bagian orbital melingkari tendon canthus lateralis tanpa insersio. Otot orbicularis oculi bagian lateral berfungsi menekan palpe-bra, dan injeksi pada otot ini dapat menaikkan palpebra beberapa derajat. Hiperfungsi otot ini menyebabkan terjadinya crow's feet.69,70

Musculus procerus

Musculus procerus merupakan otot tipis sempit yang jika berkontraksi akan menyebabkan depresi alis dan membentuk kerut transversal pada nasal bridge. Otot ini berorigo pada periosteum os nasalis dan berinsersio di der-mis glabelar dan dahi.69

Teknik terapi botulinum toxin pada wajah 1/3 atas

Teknik yang dilakukan pada lokasi injeksi secara intramuskular tidak boleh terlalu dangkal, karena efek klinis menjadi kurang optimal, namun tidak boleh mengenai peri-osteum. Besar otot yang bervariasi merupakan faktor penting dalam menentukan dosis dan lokasi injeksi. Otot laki-laki

pada umumnya lebih besar sehingga membutuhkan dosis yang lebih tinggi.46,71

Terdapat 4 bagian pada 1/3 atas wajah yang dapat diterapi menggunakan BTX ini, yaitu glabellar frown lines, horizontal forehead lines, crow's feet dan browlift (pengangkatan alis).69

Glabellar frown lines

Dibentuk oleh 3 otot yaitu m. procerus, m. depressor supercilii dan m. corrugators supercilii. Pada perempuan biasanya dibutuhkan total 30 - 40 unit BTX, sedangkan pada laki-laki dibutuhkan total 60 - 80 unit. Hasil terapi BTX pada area glabela berhasil baik pada pasien dengan tipe otot kinetik dan hiperkinetik.71,72

Teknik pelaksanaannya adalah: pasien dalam posisi duduk dengan dagu ke bawah dan kepala lebih rendah daripada dokter, injeksi dilakukan pada 3 - 5 titik m. procerus (di tengah garis imajiner antara alis dan canthus medialis), 2 titik di sebelahnya pada m. corugator supercilii dan m. fron-talis bagian lateral (1 cm di atas mata), injeksi pada m. procerus diberikan BTX sebanyak 5 - 10 unit, sedangkan pada m. corugator supercilii diberikan sebanyak 4 - 6 unit, setelah dilakukan suntikan, pasien diminta untuk tetap duduk tegak tanpa melakukan pengerutan dahi atau memanipulasi area injeksi.72,73

Ptosis dapat terjadi pada 48 jam hingga 14 hari setelah injeksi akibat difusi toksin pada m. levator palpebra sebagai komplikasi penyuntikan area ini namun tidak menetap. Untuk pencegahan, hindari injeksi 1 cm di atas tulang orbita bagian tengah, volume injeksi yang besar dan memanipulasi area tempat injeksi tersebut. Apabila terjadi ptosis, dapat diberikan -adrenergic agonist oph-thalmic eyedrops sebagai midriatikum yang akan menyebabkan kontraksi otot adrenergik yang berada di bawah m. levator palpebra.72,74

(7)

Horizontal forehead lines

Toksin botulinum A efektif untuk menghilangkan hori-zontal forehead lines dan efek klinis dapat bertahan selama 4 - 6 bulan. Terapi BTX pada horizontal forehead lines ini berhasil baik pada pasien kinetik. Toksin disuntikan pada m. frontalis dan otot depressor (m. procerus dan m. orbicu-laris oculi bagian lateral).72

Teknik pelaksanaannya adalah: injeksi diberikan pada 4 - 6 titik di tengah dahi di atas alis untuk mencegah pto-sis alis.46 Biasanya forehead lines ini diterapi bersama dengan glabellar lines dengan dosis total BTX dikurangi untuk menghindari efek wajah seperti topeng. Seorang yang berdahi sempit (kurang dari 12 cm antara temporal fusion line pada garis dahi) diberi dosis yang lebih kecil. Dosis total yang digunakan di area ini adalah Botox® 10 - 15 unit untuk 1 garis kerut dan Dysport® 25 - 40 unit.46,72,75

Komplikasi tersering injeksi area ini adalah brow ptosis (kelopak mata bagian atas tidak dapat membuka secara opti-mal) dan mephisto sign (muncul gerakan dari m. frontalis bagian lateral sehingga tampak kerut baru dan kerut lama semakin jelas). Brow ptosis dapat dihindari dengan memberitahu pasien untuk tidak memanipulasi tempat injeksi dan tidak melakukan kontraksi otot. Sedangkan mephisto sign dapat dikoreksi dengan injeksi pada titik kontraksi maksimal saat pasien menaikkan alis ± 1 cm di atas tulang orbita.46,72

Crow's feet

Teknik pelaksanaan injeksi BTX untuk mengurangi crow's feet ini adalah dengan melemahkan m. orbicularis oculi lateral dengan cara: lokasi injeksi ditentukan dengan cara pasien tersenyum maksimal untuk memastikan pusat crow's feet, kulit diregangkan sebelum injeksi dan dilakukan suntikan secara superfisial untuk menghindari perdarahan, saat injeksi, posisi dokter berlawanan arah dengan pasien agar injeksi mengarah ke lateral sehingga menjauhi mata, injeksi dilakukan pada 3 - 5 titik, dengan injeksi pertama di area kerut maksimal yaitu 1 - 2 cm lateral lateral tulang orbita. Lokasi kedua dan ketiga pada 1 - 1,5 cm di atas dan di bawah tempat injeksi pertama, injeksi dilakukan pada saat pasien

tidak tersenyum, total dosis BTX yang diperlukan pada area ini adalah 6 - 15 unit bila menggunakan Botox® dan 15 - 30 unit dengan Dysport®.46,72,74

Komplikasi yang dapat terjadi akibat injeksi di area ini adalah ekimosis dan dapat berlangsung selama 7 - 15 hari. Untuk pencegahan dapat digunakan kantung es sebelum dan setelah injeksi. Dosis besar injeksi dapat menimbulkan gangguan mekanis pompa lakrimalis, pen utupan palpebra dan r efleks kedip yang akan mengakibatkan mata kering.72

Browlift

Proses penuaan menyebabkan penurunan dahi dan alis mata terutama bagian sepertiga lateral. Posisi alis pada perempuan dan laki-laki berbeda. Pada perempuan terletak di atas tulang orbita, sedangkan pada laki-laki terletak di tulang orbita. Bagian ujung medial dan lateral alis mata seharusnya terletak pada garis horizontal yang sama. Apabila kedua bagian ini berbeda, wajah seseorang akan terlihat seperti kelelahan atau bersedih.51,72,76

Gambar 3. Lokasi injeksi botulinum toxin pada crow's feet

Tabel. 3. Lokasi dan dosis injeksi botulinum toxin untuk browlift. 76

Tek nik Botox® Dysport®

Satu titik injeksi 3 - 4 U per titik 10 - 12 U per titik Tujuh titik injeksi

(8)

Tujuan terapi pengangkatan alis mata atau browlift dengan BTX adalah untuk menaikkan alis mata bagian lateral. Pasien harus dianalisa pada posisi statis dan dinamis. Pada analisis statis, pasien akan mendapatkan hasil yang baik dari pengangkatan alis mata menggunakan BTX adalah pada keadaan m. frontalis yang lemah dan m. depressor yang kuat. Analisis dinamis dilakukan pada saat dokter berbicara dengan pasien untuk mengategorikan pergerakan alis mata sebagai kinetik, hiperkinetik atau hipokinetik. Pasien dengan kategori pergerakan alis mata kinetik akan mendapatkan hasil terbaik dalam penatalaksanaan browlift ini.76

Terdapat 3 teknik injeksi untuk pengangkatan alis mata dengan dosis yang berbeda pada setiap teknik ini: (1) satu titik injeksi; (2) tiga sampai 5 titik injeksi dan (3) tujuh titik injeksi dengan lokasi dan dosis masing-masing terdapat pada gambar dan tabel di bawah ini:76

KESIMPULAN

Botulinum toxin (BTX) merupakan protein yang disintesis oleh berbagai galur bakteri Clostridium botuli-num, suatu negatif Gram obligat anaerob, berbentuk spora dan biasa ditemukan di tanah serta digunakan secara klinis dalam bidang kedokteran khususnya dermatologi. Suntik botox adalah suatu prosedur tindakan medik yang dalam bidang dermatologi digunakan untuk pengobatan garis-garis kerut. Hanya formulasi BTX-A dan BTX-B yang mendapat persetujuan sebagai obat oleh U.S. Food and Drug Admin-istration (FDA) dengan dosis optimal baku adalah 20 U pada penggunaan di bidang dermatologi kosmetik.

Indikasi pemakaian BTX di bidang dermatologi kosmetik, misalnya dalam mengurangi atau menghilangkan kerutan pada wajah dan leher, pengangkatan kulit wajah dan alis mata. Botulinum toxin juga digunakan pada bidang dermatologi non-kosmetik. Kontraindikasi pemakaian botu-linum toxin adalah kelainan neuromuskular, miastenia gravis, amyotrophic lateral sclerosis, multiple sclerosis, Eaton Lam-bert syndrome, perempuan hamil dan menyusui, bayi dan anak, infeksi fokal dan infeksi sistemik, pasien dengan hipersensitif atau alergi terhadap BTX, serta pasien yang

DAFTAR PUSTAKA

1. De Almaeida ARD, Secco LC, Carruthers A. Handling botulinum toxins: an update literature review. Dermatol Surg. 2011; 37: 1553 - 65.

2. Benedetto AV. The cosmetic uses of Botulinum toxin type A. IJD. 1999; 38: 641 - 55.

sebelumnya menjalani bedah kelopak mata bawah.

Empat bagian pada wajah sepertiga atas yang dapat diterapi menggunakan BTX ini, yaitu glabellar frown lines, horizontal forehead lines, crow's feet dan browlift (pengangkatan alis) dengan dosis yang digunakan untuk seluruh total area adalah antara 3 - 30 U untuk BOTOX® dan 7.5 - 50 U untuk Dysport®.

Preparat botulinum toxin tersedia dalam bentuk vial yang perlu disimpan dalam keadaan belum diencerkan dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin apabila vehikulum telah dibuka. Mekanisme kerja BTX ini adalah menghambat kerja asetilkolin yang merupakan neurotransmiter yang menstimulasi otot dan kelenjar kerin gat sehingga menyebabkan relaksasi otot lokal yang reversible. Efek paralisis oleh mekanisme kerja BTX terjadi setelah 24 jam hingga dua minggu dengan rata-rata durasi efek antara 3 hingga 6 bulan.

Pemakaian BTX adalah relatif aman pada manusia dan umumnya tidak ada efek samping jangka panjang atau yang membahayakan dalam menggunakan BTX sebagai terapi di bidang dermatologi karena tidak berhubungan dengan efek klinis yang permanen. Efek samping yang mungkin terjadi adalah kejadian normal dari proses injeksi dan pada keadaan tertentu dapat terjadi paralisis otot yang akan berkurang secara perlahan setelah efek paralisis toksin menghilang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ditujukan kepada Rizki Syaputra (Mahasiswa Desain Komunikasi Visual UPI-YPTK, Padang) yang telah membantu membuat desain grafis visual titik injeksi botulinum toxin.

(9)

3. Carruthers A, Carruthers J. Botulinum toxin. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, penyunting. Dermatology. Edisi ke-2. New York: Mosby Elsevier; 2008. h. 2381 - 90. 4. Rzany B, Zielke H. Safety of botulinum toxin in aesthetic

medicin e. Dalam: de Maio M, Rzan y B, penyun ting. Botulinum toxin in aesthetic medicine. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2007. h. 119 - 25.

5. Glogau RG. Botulinum Toxin. In: Dalam: Wolf K, Goldsmith LA, Kartz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill; 2008. h. 2389-95.

6. Flynn TC. Advances in the use of botulinum neurotoxins in facial esthetics. J Cosmet Dermatol. 2012; 11: 42-50. 7. Rzany B, Zielke H. Overview of Botulinum toxin. Dalam: de

Maio M, Rzany B, penyunting. Botulinum toxin in aesthetic medicine. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2007. h. 1 - 10.

8. Silberstein S. Botulinum neurotoxin: origins and basic mechanisms of action. Pain Practice. 2004; 4: S19 - S26. 9. Kopera D. Botulinum toxin historical aspects: from food

poisoning to pharmaceutical. IJD. 2011; 50: 976 - 80. 10. Benedetto AV. The cosmetic uses of Botulinum toxin type A.

IJD. 1999; 38: 641 - 55.

11. Markey AC. Botulinum A exotoxin in cosmetic dermatology. Clin Exper Dermatol. 2000; 25: 173 - 5.

12. Carruthers A, Carruthers J . Advanced cosmetic use of Botulinum toxin type A. Dalam: Goldman MP, Weiss RA, Sadick NS, Fratila AAM, penyunting. Advanced techniques in dermatologic surgery. New York: Taylor & Francis Group; 2006. h. 19 - 38.

13. Dolly JO, Aoki KR. The structure and mode of action of different botulinum toxins. Eur J Neurol. 2006; 13(Suppl. 4): 1 - 9. botulin um toxin serotypes: a comparative review of biochemical and pharmacological actions. Europ J Neurolo. 2001; 8 (Suppl. 5): 21 - 9.

16. Wollina U, Konrad H, Petersen S. Botulinum toxin in dermatology - beyond wrin kles and sweat. J Cosmet Dermatol. 2005; 4: 223 - 7.

17. Khawaja HA, Hernandez-Perez E. Botox in dermatology. Int J Dermatol. 2001; 40: 311 - 7.

18. Lowe NJ. Minimally invasive treatments and procedures for ageing skin. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook's Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. London: Blackwell Publishing; 2010. h. 80.1 - 14.

19. Lehrer MS, Benedetto AV. Botulinum toxin - an update on its use in facial rejuvenation. J Cosmet Dermatol. 2005; 4: 285 - 97. 20. Davis EC, Callender VD. Aesthetic dermatology for aging

ethnic skin. Dermatol Surg. 2011; 37: 901 - 17.

21. Schroeder AS, Koerte I, Berweck S, Erti-Wagner B, Heinen F. How doctors think - and treat with botulinum toxin. Develop Med Child Neurol. 2010; 52: 875 - 6.

22. Becker-Wegerich P, Rauch L, Ruzicka T. Botulinum toxin A in the therapy of mimic facial lines. Clin Exper Dermatol. 2001; 26: 619 - 30.

23. Brandt F, O'Connell C, Cazzaniga A, Waugh JM. Efficacy and safety evaluation of a novel botulinum toxin topical gel for the treatment of moderate to severe lateral canthal lines. Dermatol Surg. 2010; 36: 2111 - 8.

24. Reddy BY, Jow T, Hantash BM. Bioactive oligopeptides in dermatology: part II. Exper Dermatol. 2012; 1 - 7.

25. Ramasamy S, Liu CQ, Tran H, Gubala A, Gauci P, McAllister J, dkk. Principles of antidote pharmacology: an update on prophylaxis, post-exposure treatment recommendations and research initiatives for biological agents. Br J Pharmacol. 2010; 161: 721 - 48.

26. Huang W, Foster JA, Rogachefsky AS. Pharmacology of botulinum toxin. J Am Acad Dermatol. 2000; 43: 249-59. 27. Joel L. Cohen, Freeman SR. Botulinum toxins. Dalam: Draelos

ZD, penyun ting. Cosmetic dermatology produ cts an d procedures. Oxford: Blackwell Publishing; 2010. h. 342-51. 28. Rzan y B. Requirements and ru les. Dalam: Philipp M,

penyunting. Botulinum toxin in aesthetic medicine. Berlin: Springer; 2007. h. 21-4.

29. Carruthers A, Carruthers J, Lei X, Pogoda JM, Eadie N, Brin MF. Onabotulinumtoxin a treatment of mild glabellar lines in repose. Dermatol Surg. 2010; 36: 2168 - 71.

30. De Maio M, Rzany B. Advanced indications and techniques. Dalam: de Maio M, Rzany B, penyunting. Botulinum toxin in aesthetic medicine. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2007. h. 93 - 117.

31. Carruthers A, Carruthers J, Hardas B, Kaur M, Goertelmeyer R, Jones D, dkkk. A validated brow positioning grading scale. Dermatol Surg. 2008; 34: S150 - S4.

32. Wasitaatmadja SM. Botox (botu linu m toxin ). Dalam: Wasitaatmadja SM, penyunting. Dermatologi Kosmetik Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Edisi ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011; h. 201 - 4. 33. Wollina U, Goldman A, Berger U, Abdel-Naser MB. Esthetic

and cosmetic dermatology. Dermatol Ther. 2008; 21: 118 - 30. 34. Carruthers J, Carruthers A. Aesthetic botulinum A toxin in the mid and lower face and neck. Dermatol Surg. 2003; 29: 468 - 76.

35. Raspaldo H, Niforos F-R, Gassia V, Dallara J-M, Bellity P, Baspeyras M, dkk. Lower-face and neck antiaging treatment an d preven tion using onabotu linumtoxin A: the 20 10 multidisciplin ary French consensus - part 2. J Cosmet Dermatol. 2011; 10: 131 - 49.

36. Cohen JL, Dayan SH, Cox SE, Yalamanchili R, Tardie G. Onabotulinumtoxin A dose-ranging study for hyperdynamic perioral lines. Dermatol Surg. 2012; 1 - 9.

37. Sattler G, Carruthers A, Carruthers J, Flynn TC, Geister TL, Gortelmeyer R, dkk. Validated assessment scale for neck volume. Dermatol Surg. 2012; 38: 343 - 50.

38. Ramos-e-Silva M, da Silva Carneiro SC. Elderly skin and its rejuvenation: products and procedures for the aging skin. J Cosmet Dermatol. 2007; 6: 40 - 50.

39. Ascher B, Talarico S, Cassuto D, Escobar S, Hexsel D, Jaen P, dkk. International consensus recommendations on the aesthetic usage of botulinum toxin type A (Speywood Unit) - part II: wrinkles on the middle and lower face, neck and chest. JEADV. 2010; 24: 1285 - 95.

(10)

41. Cula GO, Bargo PR, Nkengne A, Kollias N. Assesing facial wrinkles: automatic detection and quantification. Skin Research Technol. 2012; 0: 1 - 9.

42. Honeck P, Weiss C, Sterry W, Rzany B. Reproducibility of a four-point clinical severity score for glabellar frown lines. Br J Dermatol. 2003; 149: 306 - 10.

43. Zins JE, Moreira-Gonzales A. Cosmetic procedures for the aging face. Clin Geriatr Med. 2006; 709 - 28.

44. Wu Y, Zhao G, Li H, Zheng Z, Zhong S, Yang Z, dkk. Botulinum toxin type A for the treatment of glabellar lines in Chinese: a double-blind, randomized, placebo-controlled study. Dermatol Surg. 2010; 36: 102 - 8.

45. Simon C, Resto V, Quinn Jr FB, Quinn MS. Botulinum toxin for cosmetic use. Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology. 2010.

46. Klein AW. Contraindications and complications with the use of botulinum toxin. Clin Dermatol. 2004; 22: 66 - 75. 47. Cox SE, Adigun CG. Complications of injectable fillers and

neurotoxins. Dermatol Ther. 2011; 24: 524 - 36.

48. Lipham WJ. Comercially available products, basic equipment and supplies, reconstruction and dilution recommendations and clinical implementation. Dalam: Lipham WJ. Cosmetic and clinical applications of Botulinum toxin. Danvers: Slack; 2004.h. 23-36.

49. Krishtul A, Waldorf HA, Blitzer A. Complications of cosmetic botulinum toxin therapy. Dalam: Carruthers A, Carruthers J, penyunting. Botulinum toxin. USA: Elsevier Inc.; 2005: h.121-32.

50. Carruthers A, Carruthers J. Upper face treatment. Dalam: Carruthers A, Carruthers J, penyunting. Procedures in Cosmetic Dermatology, Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.h.31-44.

51. Klein AW. Complications and adverse reactions with the use of botulinum toxin. Dis Man. 2002; 48: 336 - 56.

52. Klein AW. Contraindications and complication with the use of botulinum toxin. Clin Dermatol. 2004; 22: 66 - 75. 53. Carruthers A, Carruthers J. Upper face treatment. Dalam:

Carruthers A, Carruthers J, penyunting. Botulinum Toxin. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.h. 31-43. 54. Sobanko JF, Miller CJ, Alster TS. Topical anesthetic for

dermatologic procedures: a review. Dermatol Surg. 2012; 38: 709 - 21.

55. Bauman L. Botulinum toxin. Dalam: Baumann L, Elsaie ML, Grunebaum L, penyunting. Cosmetic Dermatology. Edisi ke-2. New York: Mc Graw Hill; 2009. h. 169 - 90.

56. de Maio M, Rzany B. Injection technique. Dalam: Rzany B, penyunting. Botulinum toxin in aesthetic medicine. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2007. h. 25 - 6.

57. Carruthers J, Lowe NJ, Menter MA, Gibson J, Nordquist M, Mordaunt J, Walker P, Eadie N. A multicenter, double-blind, randomized, placebo-controlled study of the efficacy and safety of botulinum toxin type A in the treatment of glabellar lines. J Am Acad Dermatol. 2002; 46: 840 - 9. 58. Carruthers A, Carruthers J, Said S. Dose-ranging study of

botulinum toxin type A in the treatment of glabellar rhytides in females. 2005; 31(4): 414 - 22.

59. Carruthers A, Carru thers J. Prospective, double-blind, randomized, parallel-group, dose-ranging study of botulinum toxin type A in men with glabellar rhytides. Dermatol Surg. 2005; 31: 1297 - 303.

60. Hexsel C, Hexsel D, Porto MD, Schilling J, Siega C. Botulinum toxin type A for aging face and aesthetic uses. Dermatol Ther. 2011; 24: 54 - 61.

61. Ascher B, Talarico S, Cassuto D, Cassuto D, Escobar S, Hexsel D, dkk. International consensus recommendations on the aesthetic usage of botulinum toxin type A (Speywood unit) - part I: upper facial wrinkles. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2010; 24: 1278 - 84.

62. Maio M, Rzany B. Patient selection. Dalam: Botulinum toxin in aesthetic medicine. New York: Springer; 2007: h. 11-9. 63. Cohen JL, Freeman SR. Botulinum toxins. Dalam: Draelos

ZD, pen yun ting. Cosmetic dermatology produ cts & procedures. UK: Wiley-Blackwell Publishing Ltd; 2010. h. 342 - 51.

64. Klein AW. The therapeutic potential of botulinum toxin. Dermatol Surg. 2004; 30: 452-5.

65. Naumann M, Albanese A, Heinen F, Molenaers G, Relja M. Safety and efficacy of botulinum toxin type A following long-term use. Eur J Neurol. 2006; 13(Suppl. 4): 35 - 40. 66. Cox SE, Adigun CG. Complications of injectable fillers and

neurotoxins. Dermatol Ther. 2011; 24: 524 - 36.

67. Klein AW. Complications, adverse reactions, and insights with the use of botulinum toxin. Dermatol Surg. 2003; 29: 549 - 56. 68. Ogden S, Griffiths TW. A review of minimally invasive cosmetic procedures. Br J Dermatol. 2008; 159: h. 1036 - 50. 69. Salti G. Botulinum toxin for periocular lines: the single-injection

technique. J Cosmet Dermatol. 2004; 3: 122 - 5.

70. Rzany B, Zielke H. Safety of botulinum toxin in aesthetic medicin e. Dalam: de Maio M, Rzan y B, penyun ting. Botulinum toxin in aesthetic medicine. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2007. h. 119 - 25.

71. Carruthers A, Bogle M, Carruthers JDA, Dover JS, Arndt KA, Hsu T-S, dkk. A randomized, evaluator-blinded, two-center study of the safety and effect of volume on the diffusion and efficacy of botulinum toxin type A in the treatment of lateral orbital rhytides. Dermatol Surg. 2007; 33: 567 - 71. 72. Narins RS, Carruthers J, Flynn TC, Geister TL, Gortelmeyer

R, Hardas B, dkk. Validated assessment scales for the lower face. Dermatol Surg. 2012; 38: 333 - 42.

73. Finn JC, Cox SE. Practical botulinum toxin anatomy. Dalam: Carruthers A, Carruthers J, penyunting. Botulinum toxin. New York: Elsevier Inc; 2005. h. 19-30.

74. Lipham WJ. Cosmetic application of botulinum toxin. Dalam: LiphamWJ. Cosmetic and clinical applications of Botulinum toxin. Danvers: Slack; 2004: h. 65-86.

75. Klein AW. Botulinum toxin: beyond cosmesis. Arch Dermatol. 2006; 136: 487-90.

Gambar

Table 1. Glogau's types of actinosenescence.38
Tabel 2.  Suggested total doses of DYSPORT® and BOTOX® based on the consensus groupsfor DYSPORT® and BOTOX®, and other publications.60
Gambar 1. Lokasi injeksi pada glabellar frown lines.76
Tabel. 3. Lokasi dan dosis injeksi botulinum toxin untuk browlift. 76
+2

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip-prinsip perkembangan peserta didik meliputi perkembangan adalah proses yang tak berakhir, setiap anak bersifat individual dan berkembang sesuai

MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 di mana di dalamnya mereka melonggarkan asumsi tidak adanya pajak perusahaan. Peraturan perpajakan

Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara konsep diri dan minat belajar dengan prestasi akademik mahasiswa S1 Program Studi

Tingginya mobilitas di kota-kota besar, seperti Jakarta dan keterbatasan waktu belajar di ruang kelas yang dimiliki oleh Mahasiswa maupun Pengajar menyebabkan Mahasiswa

Web yang berisi informasi mengenai pendakian gunung, pengarungan sungai, dan pemanjatan tebing, pengetahuan dasar berpetulang, lokasi outdoor yang ada di Indonesia beserta peta

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap disiplin siswa kelas XI. IPA I, II, &amp; IV SMA N 3 Salatiga

Perusahaan batik tulis Puri merupakan kerajinan batik tulis yang dikerjakan secara manual, sehingga di dalam proses pembuatan batik semuanya melibatkan tenaga

Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1) bagaimanakah profil alumni jurusan Pendidikan Fisika IKIP PGRI Semarang tahun 2006-2008?, 2) bagaimanakah informasi