• Tidak ada hasil yang ditemukan

pembelajaran dalam PERSPEKTIF Alquran doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pembelajaran dalam PERSPEKTIF Alquran doc"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN DALAM PERSPEKTIF ALQUR’AN

Mohamad Arfan Hakim

Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Jl. Dipnoegoro No.23 Palu Sulawesi Tengah

Abstrak

Belajar adalah proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pengetahuan. Kajian mengenai belajar banyak dikaji dalam berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, dan secara khusus dalam ilmu pendidikan. Alquran yang menjadi sumber ajaran Islam juga dijumpai di dalamnya konsep pembelajaran. Tulisan ini mencoba untuk menjabarkan konsep-konsep Alqur’an tentang pembelajaran, alat-lalat kelengkapan manusia sebagai sarana untuk mengembangkan diri dalam proses interaksi dengan lingkungan dalam proses belajar. Kajian-kajian mengenai hal ini diungkap melalui penelusuran beberapa ayat-ayat Alqur’an yang memberikan informasi tentang potensi dan kelengkapan yang dimiliki manusia. Potensi dan kelengkapan ini diistilahkan dengan alat-alat belajar.

Kata Kunci : Pembelajaran, al-Sam’u, al-Bashar, al-Fuaad

Pembelajaran dalam Alqur’an

(2)

Di dalam QS. al-‘Alaq (96) : 1-5, kata kunci yang memberikan isyarat tentang perintah belajar dalam ayat ini adalah kata ”iqra” yang secara lengkap terulang sebanyak dua kali yaitu pada ayat (1) dan (3) :

أأررقأا

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Kata iqra’ dalam bentuk kata perintah dari kata kerja qara’a dan dari kata mashdar qirā’atan atau qur’ānan (bacaan). Kata qara’a berarti membaca, dengan demikian kata iqra’ berarti bacalah. Di dalam ilmu Ushul al-Fiqh, fi’il amr (kata imperatif atau perintah) itu menunjukkan kepada wajib atau kewajiban, sesuatu yang harus dikerjakan, dengan ketentuan bahwa apabila kewajiban itu dilaksanakan, maka pelaksananya mendapat pahala, sebaliknya jika kewajiban itu tidak dikerjakan, maka orang yang wajib melaksanakannya itu berdosa (Thoha, 1996 : 83-88)

Dengan demikian iqra’ yang berarti ”membaca dan membacakan”, ”mempelajari dan mengajarkan”, ”mencari, menggali untuk menemukan kebenaran kemudian pada gilirannya menyampaikan kebenaran itu kepada orang lain” adalah suatu keharusan untuk dilaksanakan.

(3)

Perintah membaca ini terulang pada ayat 3 yang oleh M. Quraish Shihab memberikan penekanan yang berbeda. Ketika memberikan penjelasan QS. al-’Alaq (96) : 1, perintah membaca menekankan pada tentang syarat yang dipenuhi ketika membaca (dalam segala pengertian) yaitu membaca demi karena Allah. Sementara ketika menafsirkan QS. al-’Alaq (96) : 2, maka penekanan perintah membaca dalam ayat ini mengarah pada manfaat yang diperoleh dari bacaan bahkan pengulangan bacaan tersebut (Shihab, Tafsir ... (15) : 400).

Uraian singkat ini memberikan pemahaman bahwa memperdalam pengetahuan adalah sesuatu yang harus dalam upaya untuk meningkatkan kualiatas kehidupan manusia tidak hanya dalam kehidupan beragama, tetapi dalam seluruh aspek kehidupannya.

Indera menurut Alqur’an

Dalam Alqur’an terdapat beberapa ayat yang jika dilakukan penelusuran dalam upaya untuk memahaminya akan memberikan infromasi tentang potensi atau kelengkapan yang diberikan Allah swt. kepada manusia dalam melakukan interaksi dengan lingkungan, sebagai bagian dari pengembangan diri dalam kapasitasnya sebagai khalifah di bumi. Alqur’an memberikan informasi tentang hal ini dengan menggunakan kata al-sam’u, al-absar, dan al-fu’ād.

(4)

Terjemahnya :

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Sayyid Quthub menjelaskan bahwa ayat ini merupakan pemaparan contoh sederhana dalam kehidupan manusia yang tidak dapat terjengkau olehnya – yakni kelahiran – padahal itu terjadi setiap saat. Namun hal tersebut merupakan rahasia kehidupan yang manusia mungkin dapat mengetahui tahap-tahap pertumbuhan janin, tetapi tidak dapat mengetahui bagaimana hal tersebut terjadi. Pendapat Sayyid Quthub di atas dalam upaya memberi penjelasan ayat ini dengan mengaitkannya pada ayat sebelumnya yang berbicara tentang kegaiban hari kiamat (Quthub, 1974 : 267).

Lebih lanjut menurut M. Quraish Shihab, ayat ini menyatakan bahwa ketika Allah swt. mengeluarkan manusia dari dalam perut ibunya, manusia dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun yang ada di sekelilingnya, kemudian Allah memberi manusia pendengaran, penglihatan-penglihatan, dan aneka hati, sebagai bekal dan alat untuk meraih pengetahuan. Hal ini hendaknya melahirkan kesadaran kepada manusia agar bersyukur dengan cara menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuannya (Shihab, al-Misbah ...[7], 2002 : 302).

Dalam memberi uraian tentang istilah al-sam’, al-absār, dan al-af’idah, M. Quraish Shihab memberikan uraian sebagai berikut :

Ayat di atas menggunakan kata ( عمببسلا ) as-sam’/pendengaran dengan bentuk tunggal dan menempatkannya sebelum kata ( رِاببببصبلا ) al-abshār/penglihatan-penglihatan yang berbentuk jamak serta (

(5)

pengertiannya potensi meraih ilham dan percikan cahaya ilahi. (Shihab, al-Misbah ...[7], 2002 : 302).

Dalam menafsirkan ayat ini, M. Quraish Shihab juga memberikan penilaian bahwa didahulukannya kata pendengaran atas penglihatan, merupakan perurutan yang sungguh tepat. Hal ini didukung oleh ilmu kedokteran modern yang membuktikan bahwa indra pendengaran lebih dahulu berfungsi pada minggu-minggu pertama tahap pertumbuhannya. Sedang indra penglihatan baru bisa mulai berfungsi pada bulan ketiga dan sempurna pada bulan ke enam. Dengan demikian perurutan penyebutan indra-indra di atas mencerminkan tahap perkembangan fungsi-fungsi indra tersebut.

Pemakaian kata dalam bentuk jamak untuk penglihatan dan hati, dalam pandangan Quraish Sihab disebabkan karena apa yang didengar selalu sama baik oleh seorang mamupun oleh banyak orang serta dari arah manapun orang itu berada. Tetapi dalam hal penglihatan, pisisi tempat berpijak dan arah pandang akan melahirkan hasil pemandangan yang berbeda. Demikian juga halnya dengan hati, tingkat-tingkat reaksinya akan berbeda meski objek yang menjadi sumbernya sama.

Ayat Alqur’an di atas, pada prinsipnya memberikan informasi bahwa Allah memberikan alat-alat pokok kepada manusia yang dapat dipergunakannya untuk mendapat/memperoleh pengetahuan. Alat pokok yang berwujud material adalah mata dan telinga yang masing-masing berfungsi untuk melihat dan mendengar. Sedang alat pokok yang bersifat immaterial adalah akal dan hati. Dalam pandangan Alqur’an ada wujud yang tidak tampak, betapapun tajamnya mata kepala atau pikiran. Wujud ini hanya dapat dijangkau oleh hati, melalui wahyu, ilham atau intuisi. Hal ini yang memberikan pemahaman mengapa Alqur’an tidak hanya menuntun dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar meningkatkan daya akal dan daya kalbu.

(6)

) tidak mengetahui sesutau apapun juga ketika lahir, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa jika yang dimaksud oleh para ilmuan itu adalah pengetahuan kasbiy yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui upaya manusiawi. Tetapi akan keliru jika para ilmuan meniadakan segala pengetahuan, karena manusia melalui fitrah telah menjadikannya mengetahui bahwa Allah adalah tuhan Yang Maha Esa. (Shihab, al-Misbah ...[7], 2002 : 305).

Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Ahmad Mustafa Marāgi dalam memberikan uraian mengenai QS. Nahl (16): 78. al-Marāgi berpendapat bahwa ayat di atas memberikan informasi bahwa Allah menjadikan manusia mengetahi hal-hal yang awalnya tidak diketahuinya dengan mempergunakan pendengaran, penglihatan. Dan melalui mempergunakan akal, manusia dapat mengetahui petunjuk-petunjuk Allah dan mengikutinya (Al-Maragi,[14], 1987 : 210-213).

Ibnu Katir (1997) dalam memberikan uraian QS. al-Nahl (16) : 78 ini menyatakan bahwa manusia dikeluarkan / dilahirkan dari dalam kandungan dengan tidak memiliki pengetahuan. Kemudian Allah memberikan pendengaran, yang dengannya manusia menperoleh pengetahuan melalu suara, penglihatan yang dengan pemberian ini manusia mengetahui sesuatu melalui jangkauan pemandangannya, dan af’idah yang dinamakan “akal” terdapat di dalam hati yang dapat membedakan sesuatu (baik atau buruk). Kemampuan akal dan pengindraan ini berkembang sedikit demi sedikit sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia. Hal ini diberikan Allah kepada manusia agar senantiasa beribadah dan memohon pertolongan kepada Tuhan-nya.

Metode Pembelajaran dalam Alqur’an

(7)

pengetahuan, baik dalam bentuk ajakan, perintah, i’tibar, uswah, dan kisah/cerita.

Tentang hal ini di dalam beberapa ayat Alqur’an Allah memperkenalkan istilah ballig (tablig), ud’u (dakwah), uqsus (qissah), dan uswah. Penggunaan istilah-istilah ini di dalam Alqur’an dapat dijumpai antara lain di dalam QS. Māidah (5) : 67, QS. al-Nahl (16) : 125; QS. al-A’rāf (7) : 176; dan QS. al-Ahzāb : 21.

Istilah tablig, dapat dijumpai di dalam Alqur’an antara lain dalam QS. al-Māidah (5):67. Penggunaan istilah tablig sebagai salah satu istilah untuk menunjukkan akan perintah untuk menyampaikan sesuatu yang selanjutnya dipahami sebagai salah satu strategi dalam proses pembelajaran. Hal dipahami sebagai proses yaitu adanya upaya untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain.

Oleh para mufassir, ayat ini dijelaskan bahwa apa yang harus dilakukan oleh Rasulullah saw. adalah menyampaikan wahyu yang telah diberikan Allah kepadanya, tanpa menyebut objek apa yang harus disampaikan.

Dengan demikian dapat dikemukakan kesimpulan bahwa penggunaan istilah tablig dalam pembelajaran merupakan suatu bentuk pendekatan proses yang selanjutnya membutuhkan metode dan strategi penyampaian yang dapat dilakukan setelah memperhatikan berbagai aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran tersebut.

Demikian pula dengan istilah da’wah, istilah ini dapat dijumpai di dalam Alqur’an antara lain dalam QS. al-Nahl (16) : 125. Penggunaan istilah da’wah (dakwah berarti : penyiaran, propaganda, penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama. Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (cet. III Edsi ke-2, Balai Pustaka, Jakarta : 1994), h. 205) sebagai salah satu pendekatan dalam strategi pembelajaran dalam Alqur’an, lebih ditekankan pada pemahaman yang mengharuskan seseorang untuk mengajak orang lain untuk mengikuti sesuatu.

(8)

diperihtahkan untuk menyeru (mengajak) kepada semua orang yang dapat diajak kapada jalam yang telah ditunjukkan Allah (Islam) dengan cara hikmah dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik.

Memperhatikan teks dari ayat di atas, akan dijumpai adanya tiga bentuk metode dan melakukan dakwah. Metode-metode tersebut adalah hikmah, mau’i©ah, dan jidāl.

Hikmah bermakna sesuatu yang bila digunakan /diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau yang lebih besar serta menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan yang besar atau yang lebih besar. Hikmah juga dapat dipahami sebagai argumen yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengandung kelemahan dan kekaburan.

Maui©ah berarti uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Penggunaan maui©ah lebih ditekankan pada sifat hasanah yaitu suatu nasihat yang disampaikan disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikannya.

Sedang jidāl diartikan sebagai diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra dalam diskusi dan menjadikan lawan atau teman diskusi tidak dapat bertahan. Di dalam praktek jidāl terdiri atas tiga, yaitu yang buruk, yang baik, dan yang terbaik. Dan yang paling dianjurkan untuk dilakukan adalah yang terbaik.

Dengan memperhatikan paparan singkat mengenai dakwah pada ayat tersebut di atas, dapat memberikan pemahaman bahwa dakwah merupakan salah satu bentuk pengajaran yang dalam penerapannya menggunakan pendekatan hikmah, maui§ah hasanah, dan jidāl. Ketiga pendekatan ini dipergunakan kepada masing-masing orang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kondisi masing-masing.

(9)

akibat perbuatannya. Bahkan Alqur’an juga menganjurkan untuk melakukan perjalanan untuk melihat berbagai peninggalan sejarah suatu umat sehingga manusia tidak hanya sekedar mendengar/ membaca cerita, tepai menyaksikan bukti-bukti dari cerita tersebut.

Sedang istilah masal, tamsil (contoh/perumpamaan) dapat dijumpai juga dalam ayat-ayat Alqur’an antara lain dalam QS. Ibrāhim (17) :24-25. Ayat di ini menggunakan contoh “ةئبريبطر ةئمرلمكر” kalimat yang baik dan memberi ketegasan dengan kalimat “هُببلللابُ رمضأ يرور

لر ِاثرمألأر ا

سم ِانلللم ” yang menunjukkan bahwa dengan perumpamaan itu manusia dapat menangkap pesan-pesan Allah dalam kehidupan ini sehingga manusia akan selalu ingat.

Selain, tablig, da’wah, dan qissah, pendekatan lain dalam proses pembelajaran di dalam Alqur’an adalah contoh/perumpamaan yang dalam kajian ini dipergunakan istilah “teladan”. Kalimat ini dalam Alqur’an disebut dengan “uswah” yang dapat dijumpai dalam QS. al-Ahzāb (33) : 21.Ayat ini memberikan penegasan bahwa menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk meneladani Nabi dalam seluruh aspek kehidupan Nabi secara total.

Dalam menafsirkan ayat ini Sayyid Qutub menegaskan bahwa dalam hal keagamaan (soal-soal agama) meneladani Nabi adalah suatu kewajiban, tetapi dalam hal keduniaan meneladaninya merupakan anjuran.

Dengan memahami penjelasan dari kedua ayat di atas, maka “ma£al” dan “uswah” dapat mengarahkan pemikiran kita bahwa dalam upaya membina pribadi setiap muslim, tidak hanya dapat dilakukan dengan pemberian pengetahuan secara langsung, tetapi juga terdapat pendekatan lain berupa perumpamaan yang dapat ditiru dan contoh yang seharusnya menjadi panutan.

Fungsi Indera dalam Pembelajaran menurut Alqur’an

(10)

didasarkan pada pemahaman bahwa kelengkapan manusia yang diberikan Allah berupa pendengaran, penglihatan, dan af’idah, tidak hanya sekedar menjadi alat untuk mengembangkan potensi diri. Lebih dari itu, ketiganya akan menjadi alat untuk mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia melalui ketiganya.

Di dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Turmuziy Rasulullah Muhammad saw. menganjurkan agar anak yang baru dilahirkan hendaknya di-azan-kan di telinga kanan dan di-qamat di telingan kiri. Ternyata hadis di atas tidak hanya sekedar mendukung tentang peran indera dalam proses belajar, sekaligus memberikan informasi bahwa yang pertama kali berfungsi setelah seorang anak lahir adalah pendengarannya. Hadis ini juga memberikan pemahaman mengapa Allah terlebih dahulu menyebutkan sam’, kemudian al-basar, lalu al-fu’ād.

Penyebutan indera dalam Alqur’an sebagai kelengkapan bawaan yang diberikan kepada setiap manusia, berfungsi sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu, di dalam memfungsikan alat-alat tersebut guna memperoleh pengetahuan melalui proses pembelajaran, dibutuhkan alat-alat pembelajaran yang mampu mendukung fungsi-fungsi indera tersebut. Selain itu juga dibutuhkan strategi pembelajaran yang dapat memaksimalkan fungsi-fungsi indera dimaksud.

Penggunaan penglihatan dengan mempergunakan mata sebagai alat, memungkinkan setiap manusia dapat mengetahui berbagai objek yang terjangkau dengan penglihatannya. Oleh karena untuk memaksimalkan peroses pembelajaran melalui penggunaan indra penglihatan ini, diperlukan sarana pendukung berupa perangkat visual.

Penggunaan pendengaran dengan mempergunakan telinga sebagai alat, memungkinkan manusia dapat mengetahui berbagai objek suara yang dapat dijangkau oleh alat pendengarannya. Untuk memaksimalkan fungsi ini, maka diperlukan sarana dan prasarana pembelajaran pendukung berupa perangkat audio.

(11)

pembelajaran yang lebih kompleks dan terintegrasi. Fungsi af’idah dalam proses pembelajaran merupakan integrasi dari berbagai komponen indra manusia yaitu penyatuan fungsi pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman, dan pengecapan/rasa, yang dapat berfungsi secara bersamaan dan saling berhubungan sehingga melahirkan suatu bentuk pengetahuan yang kompleks dan memiliki tingkat kesempurnaan yang baik. Untuk itu perangkat pembelajaran yang dipergunakan antara lain adalah perangkat audio visual.

Penggunaan fungsi-fungsi indera dalam proses pembelajaran seperti dikemukakan di atas, juga tidak terlepas dari penerapan strategi pembelajaran yang tepat. Untuk memaksimalkan proses pembelajaran ini, juga diperlukan upaya pemilihan strategi pembelajaran yang saling bersinergi antara materi, alat dan metode atau strategi. Dalam konteks yang demikian, untuk memilih strategi pembelajaran yang sesuai, diperlukan kemampuan seorang pengajar untuk dapat memilih strategi yang tepat.

Untuk lebih memaksimalkan pendengaran dalam proses belajar, maka strategi pembelajaran yang sesuai untuk itu adalah ceramah, atau strategi lain yang lebih menekankan fungsi pendengaran. Demikian pula dengan penglihatan, maka diperlukan strategi pembelajaran yang lebih menekankan fungsi penglihatan seperti pengamatan gambar, karyawisata, dan lain-lain.

Sedang untuk memaksimalkan fungsi af’idah (fu’ād) dalam proses pembelajaran diperlukan strategi yang bersinergi dengan fungsi-fungsi af’idah tersebut. Untuk itu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan adalah bentuk pembelajaran langsung yang dapat diamati, di dengar dan dilihat (strategi pembelajaran langsung/praktek).

Kesimpulan

(12)

demikian maka pembentukan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor pebelajar memungkinkan dapat berjalan dan mencapai hasil maksimal.

Dalam perkembangan dunia pendidikan saat ini, maka proses pembelajaran menekankan pada upaya ekplorasi dan eksploitasi segenap potensi manusia. Dan untuk mewujudkannya, lebih memungkinkan untuk dilakukan dengan pendekatan “Pembelajaran Aktif” (Active Learning) yang memberi kesempatan sebanyak-banyaknya kepada pebelajar untuk beraktifitas dalam proses itu.

Hal ini dapat terwujud jika seluruh komponen yang terkait dalam proses belajar dapat bersinergi dengan baik. Diperlukan

profesionalitas guru, ketersediaan fasilitas belajar, kesiapan siswa, kurikulum yang baik dan materi pelajaran yang sesuai kebutuhan.

Kepustakaan

Abdullah, Abdur-Rahmān Sālih, Educational Theory A Qur’anic Outlook, Ummul Qurā Univercity, Makkah al-Mukarramah, 1982

Baharuddin, Dr., Paradigma Psikologi Islami (Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004

Dahlan, Abd. Rahman, Drs. MA, Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Quran, Mizan, Jakarta : Cet. II, 1998

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Dirjen Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Jakarta, 1999

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994

Dimyati, Dr., Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, Depdikbud-Rineka Cipta, Jakarta, 2002

(13)

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I sd. IV, Dār al-Fikr, Beirut, 1981 Ilyas, Yunahar, dan Muhammad Azhar, (Ed). Pendidikan Dalam

Persepektif al-Qur’an, LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 1999

Maraghiy, Ahmad Mustafa, Tafsir Maraghiy, jilid I sd. 10, Dār al-Fikr, Beirut, Cet. 3, 1974

Mohamed, Yasien, Fitra : The Islamic Consept of Human Nature, diterjemahkan oleh Masyhur Abadi “ Insan yang Suci : Konsep Fithrah Dalam Islam, Mizan, Bandung, 1977 Nahlawi, Abdurrahman, Ushūl al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa

Asālibuhā, diterjemahkan oleh Hery Noer Ali dengan judul Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam. Cet.III; CV Diponegoro, Bandung : 1996.

Qutub, Sayyid, Fi Zilāl Qur’ān, Jilid 5, Dār Ihya Kutub al-Arabiy, Beirut, 1974

---, Fi Zilāl al-Qur’ān, Jilid 6, Dār Ihya al-Kutub al-Arabiy, Beirut, 1974

Ridha, Muhammad Jawwād, Fikr Tarbawiy Islamiy, Dār al-Fikr al-‘Arabiy, Kuwait, 1980.

Sakhr, CD. Al-Qur’ān al-Karim, Edisi- 5, Versi 6.50

Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’ān : Tasfir Muduiy atas Pelbagai Persoalan Umat, Mizan, Bandung, 1996.

---, Tafsir Al-Misbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume I sd. XV, Lentera Hati, Jakarta, 2003

Thoha, H.M. Chabib, Syukur Nc., Priyono, (Ed), Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang, 1996

Referensi

Dokumen terkait

Dari ekspresi utama dapat di turunkan menjadi berbagai macam ekspresi yang disebut sebagai ekspresi kompleks Ekspresi wajah pada sebuah karakter membuat karakter tersebut

ASTER GDEM memiliki akurasi lebih tinggi daripada SRTM untuk pemodelan aliran lahar Gunungapi Kelud pasca erupsi 2014 dengan menggunakan algoritma Iverson dengan nilai

bahwa parameter fisika-kimia pada kedalaman 1 m yang berkorelasi dengan struktur komunitas fitoplankton adalah turbiditas dan klorofil-a, sedangkan parameter oseanografi

Kedudukan wanita muslimah dalam kehidupan sosial merupakan hal yang sangat berarti untuk bisa berintraksi dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya, dan bisa bekerja sama dalam

Hal ini dilihat dari nilai p-value untuk model linier maupun square lebih besar dari α = 5%, ini menunjukkan faktor-faktor (variabel bebas) yaitu lama dan suhu fermentasi

Seperti yg telah dijelaskan dalam jurnal, user diberikan hak akses berupa proses upload maka pada sistem yang akan dibangun menggunakan pembatas harddisk dengan menggunakan disk

Berdasarkan hasil penelitian tentang tinggalan budaya materi dan tradisi budaya yang terkait dengan pengagungan arwah leluhur atau yang sering disebut dengan

Therapeutic Lifestyle Changes (TLC) mencakup penurunan asupan lemak jenuh dan kolesterol, pemilihan bahan makanan yang dapat menurunkan kadar LDL, penurunan berat