• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENANGANAN PERKARA PENJUALAN KRIM PEMUTIH MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA BAGI KESEHATAN KONSUMEN (Studi di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENANGANAN PERKARA PENJUALAN KRIM PEMUTIH MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA BAGI KESEHATAN KONSUMEN (Studi di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENANGANAN PERKARA PENJUALAN KRIM PEMUTIH MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA BAGI KESEHATAN

KONSUMEN

(Studi di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

( Jurnal )

Oleh

ADIS PUSPITA NINGTYAS

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENANGANAN PERKARA PENJUALAN KRIM PEMUTIH MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA BAGI

KESEHATAN KONSUMEN

(Studi di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

Oleh

Adis Puspita Ningtyas, Heni Siswanto, Firganefi Email : adizzzzz0912@gmail.com

Semakin majunya pengetahuan menyebabkan semakin banyak jenis kosmetik yang beredar dipasaran. Kondisi ini juga dijadikan peluang oleh beberapa pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan dengan menyalahi aturan-aturan hukum misalnya dengan menjual krim pemutih mengandung zat berbahaya. Terhadap penjualan krim pemutih menggandung zat berbahaya ini terdapat aturan dan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada BAB IV diatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dan Sanksi Pidana pada BAB XIII bagian kedua. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah proses penanganan perkara penjualan krim pemutih menggandung zat berbahaya? dan 2. Apasajakah faktor penghambat penanganan perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris dan yuridis normatif. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan studi kepustakaan, wawancara dengan pihak-pihak yang terkait secara langsung dengan penanganan perkara pejualan krim pemutih mengandung zat berbahaya, serta menggali informasi dari kuisioner yang berhubungan dengan permasalahan, dan studi lokasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebanyakan penanganan penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya hanya sebatas penyitaan saja. BBPOM di Bandar Lampung telah melakukan sidak tepatnya pada tanggal 7 November 2017 di Lorong King dan dari hasil pengawasan tersebut diamankan barang bukti berupa kosmetik mencapai kurang lebih Rp.90.000.000,- dan telah dimusnahkan oleh BBPOM di Bandar Lampung. Penanganan perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya ini belum efektif.

(3)

ABSTRACT

ANALYSIS OF CRIMINAL CASE HANDLING OF WHITENING CREAM SELLING THAT CONTAIN HARMFUL SUBSTANCE

FOR CONSUMER HEALTH

(Study Under Jurisdiction Of Bandar Lampung City Police Resort)

By

Adis Puspita Ningtyas Email : adizzzzz0912@gmail.com

The proggress of knowledge causes there’s more and more kind of cosmetic in the market. This condition also makes as an opportunity by some businessman to gain profits by violate the rule of law, for example by selling whitening cream that contain harmful substance. About the seliing of whitening cream that contain harmful substance there are rule and criminal sanction in Law of The Republic of Indonesia No. 8 Year 1999 concerning Consumer Protection on Chapter IV was regulate about prohibited act for businessman and criminal sanction on Chapter XIII part two. The issues in this research is : 1. How is the process in case handling of whitening cream that contain harmful substance selling? and 2. What are the inhibiting factors in case handling of whitening cream that contain harmful substance selling? Research method that used in this research is juridical empirical and judicial normative. Data in this research was obtained by literature study, interview with directly related party with case handling of whitening cream that contain harmful substance selling, information digging from questionnaire that related to the problem, and study location. The result of the research show that most of case handling of whitening cream that contain harmful substance selling is restricted to confiscation. BBPOM in Bandar Lampung has done surprise inspection precisely on 7 November 2017 at Lorong King. Result of the surveillance was evidence safekeep of cosmetic form reaches approximately Rp.90.000.000,- and has been destroyed by BBPOM in Bandar Lampung. The case handling of whitening cream that contain harmful substance selling not yet effective.

(4)

I.PENDAHULUAN

Kosmetika sendiri berasal dari kata

kosmein (Yunani) yang berarti

"berhias". Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan. Kosmetika merupakan komoditi yang mempunyai kesan kurang berbahaya dibanding dengan obat sehingga pembuatan, pemasaran, atau pengawasannya mempunyai tata cara yang lebih mudah dibandingkan dengan obat.1

Kenyataan yang terjadi dimasyarakat, semakin banyaknya kebutuhan akan penggunaan kosmetik membuat beberapa pelaku usaha memproduksi kosmetik dengan menyalahi aturan-aturan hukum untuk kepentingannya misalnya dengan mejual kosmetik mengandung zat berbahaya dan salah satunya berbentuk krim pemutih.

Penjualan kosmetik mengandung zat berbahaya seperti krim pemutih yang digunakan setiap hari secara rutin, dapat menimbulkan dampak pada kesehatan baik sejak awal digunakan ataupun dikemudian hari penggunaan kosmetik tersebut berpeluang menyebabkan hanya sakit, luka, cacat, bahkan kemungkinan meninggal terhadap

1

Sjarif M. Wasitaatmadja, Penuntun

Ilmu Kosmetik Medik, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, UI-Press, 1997), hlm.26.

konsumen baik itu akibat reaksi alergi atau pengendapan zat kimia berbahaya yang digunakan dalam peracikan krim pemutih berbahaya. Produk krim pemutih mengandung zat berbahaya ini tidak hanya dijual secara online tapi bahkan warung, toko, apotek, pasar, juga dibeberapa pasar modern dapat dijumpai produk yang tidak sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK). Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Bagaimanakah bentuk penanganan perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya ?

(5)

II.PEMBAHASAN

A.Penanganan Perkara Penjualan Krim Pemutih Mengandung Zat Berbahaya

Berdasarkan hasil wawancara dengan Hamzah selaku Akademis Fakultas Hukum Universitas Lampung menyatakan bahwa biasanya wajah yang cantik diasumsikan berkulit putih, sebagai syarat orang itu cantik. Memang krim pemutih itu merupakan bentuk produk kecantikan yang biasanya dikeluarkan dokter kecantikan, klinik, ataupun produsen produk kecantikan, namun masalah muncul kalau ternyata krim itu dibuat dengan racikan yang akhirnya menimbulkan bahaya kesehatan atau merugikan konsumen2.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Penyidik BBPOM di Bandar Lampung, Jazari Alfaridi perdagangan krim pemutih berbahaya ini adalah prospek yang menguntungkan, untuk di wilayah Lorong King sendiri kebanyakan penjual mengaku hanya untung 15% tapi kenyataan ada barang dengan harga modal seribu rupiah bisa dijual enam ribu rupiah, biasanya bahan dasar krim itu hanya vaseline yang diproduksi masal lalu dimasukan garam merkuri kedalamnya dalam jumlah tidak banyak, tapi memang tetap berbahaya3.

2

Wawancara dengan Dr. Hamzah, S.H., M.H. tanggal 20 November 2017 di Fakultas Hukum Universitas Lampung

3

Wawancara dengan penyidik BBPOM, Jazari Alfaridi, S.Si tanggal 6

Desember 2017 pada BBPOM di Bandar Lampung

Penggunaan kosmetik sudah meluas di semua lapisan masyarakat. Pada dasarnya kosmetik merupakan produk yang beresiko rendah karena hanya digunakan dilapisan kulit terluar. Namun apabila kosmetik ditambah dengan bahan-bahan yang berbahaya atau dilarang maka kosmetik dapat membahayakan kesehatan manusia4.

Bahan berbahaya yang sering ditemukan dalam produk kosmetik krim pemutih adalah Merkuri dan Hidrokuinon. Efek dan dampak merugikan bahan berbahaya tersebut bagi kesehatan adalah sebagai berikut5:

1. Merkuri (Hg)

a. Adalah logam berat yang berbahaya dan bersifat racun b. Merkuri diserap oleh kulit

(topikal)

c. Cenderung terakumulasi di ginjal yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal

d. Dapat menimbulkan reaksi alergi, iritasi kulit, bintik-bintik hitam pada kulit

e. Gejala yang ditimbulkan berupa gatal-gatal, pedih, dan kemerahan pada kulit

f. Pada dosis tinggi menyebabkan kerusakan permanen pada susunan syaraf, otak, dan ginjal

4Selebaran BPOM mengenai “Efek dan

Dampak Penggunaan Kosmetik

Mengandung Bahan Berbahaya” yang

dikeluarkan Direktorat Standarisasi Obat Tradisional, Komsetik, dan Produk

Kompelemen” pada 2010

(6)

g. Bersifat karsinogenik (pemicu kanker) dan teratogenik (mengakibatkan cacat pada janin)

2. Hidrokuinon

a. Dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah, dan rasa terbakar

b. Dapat menyebabkan hiperpigmentasi (pigmen berlebih) terutama pada daerah kulit yang tekena sinar matahari langsung

c. Dapat menimbulkan

ochronosis (kulit berwarna

kehitaman) terlihat setelah penggunaan selama 6 bulan dan kemungkinan bersifat

irreversible (tidak dapat

dipulihkan) menjual sediaan kosmetik, 19 sarana diantaranya tidak memenuhi ketentuan karena menjual kosmetik mengandung zat berbahaya dan kosmetik tidak memenuhi syarat. Dari hasil pengawasan tersebut diamankan barang bukti berupa kosmetik mencapai kurang lebih Rp.90.000.000,- dan telah dimusnahkan pada saat hari peringatan sadar pangan BBPOM di Bandar Lampung 21 November 2017.

Menurut Rachmad Dahoesman untuk mengetahui adanya tindak pidana penjualan kosmetik mengandung zat berbahaya baik itu kosmetik atau sediaan lainnya biasa dilakukan dengan sistem razia, karena sampai saat ini tidak pernah ada laporan individu dan hanya ada temuan-temuan di lokasi6.

Penanganan perkara produk ilegal atau berbahaya termasuk jenis krim pemutih pada lingkup BPOM biasanya dilaksanakan dalam bentuk pengawasan, pembinaan, serta penindakan yang diuraikan sebagai berikut :

1. Pengawasan dilakukan pada produk sediaan farmasi dan pangan baik secara Pre Market dengan melakukan pemantauan keamanan sebelum produk beredar dan Post market sebagai kegiatan controling rutin BPOM dengan melakukan uji sampling terhadap produk yang sudah beredar di masyarakat. Dalam pengawasan lebih lanjut dapat dilakukan penelusuran dengan investigasi secara terbuka dimana pihak BPOM sendiri datang langsung ke lokasi pengawasan dan dengan investigasi tertutup misalnya pihak BPOM datang ke lokasi dengan pura-pura membeli barang.

2. Pembinaan dilakukan BPOM terhadap pelaku usaha yang diketahui telah melakukan

6

(7)

pelanggaran, biasanya pelaku ini dibina terlebih dahulu.

3. Setelah dilakukan pembinaan terhadap pelaku usaha, jika pelaku usaha tersebut masih sering mengulangi perbuatannya maka akan dilakukan penindakan oleh BPOM baik itu dengan pemanggilan pelaku usaha, peringatan, membuat surat pernyataan ataupun diselesaikan secara Pro Justitia. Terkait perkara yang diselesaikan secara Pro Justitia keberadaan barang bukti serta keberulangan pelaku usaha dalam memperdagangkan krim pemutih mengandung zat berbahaya menjadi pertimbangan sendiri.

Setelah ada barang bukti yang cukup, maka BPOM akan melakukan gelar perkara untuk menentukan tersangka, dan setelah itu baru dilayangkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (selanjutnya disebut SPDP) dalam tahap Pro Justitia apabila perkara terbukti dan dapat dilanjutkan. Setelah itu perkara dapat ditangani melalu dua cara yaitu melalui penyidik dan non penyidik. Jika perkara ditangani dengan penyidik, maka penyidikan akan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PPNS) BPOM, namun jika perkara ditangani secara non penyidik maka biasanya terhadap pelaku usaha akan diberikan teguran atau sanksi administratif yang biasanya berupa pencabutan/ pembatalan tanda daftar produk, ganti rugi, dan dapat juga berupa pencabutan izin usaha. Terkait dengan penyidikan yang dilakukan BPOM dijelaskan pada BAB XII pada Pasal 59 UUPK

bahwa selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Polri), Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik, wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersebut antara lain :

1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

4. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

5. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

(8)

Rachmad Dahoesman menjelaskan terkait penanganan perkara dilingkup Kepolisian, apabila krim pemutih/ produk lainnya yang mengandung zat berbahaya itu merupakan hasil temuan dari Kepolisian maka sistem yang biasa dijalankan yaitu7:

1. Peninjauan lokasi jika didapati temuan maka cek produk akan dilakukan apakah terdaftar atau tidak, kalau tidak maka produk diamankan. Dalam menangani perkara semua penjual disini tetap diproses tidak bergantung pada jumlah produk karena dalam pandangan hukumnya penjual tetap sebagai pengedar sediaan yang mengandung zat berbahaya. Setelah itu akan dibuat laporan penindaklanjutan ke penyelidikan. 2. Barang yang diamankan nantinya akan dibawa ke BPOM untuk diperiksa guna mengetahui bahaya produk dan kandungan bahan apakah aman bagi konsumen atau tidak.

3. Setelah kandungan pada produk diketahui mulai diambil tindakan penyidikan dengan pemanggilan penjual untuk dimintai keterangan. Setelah proses penyidikan selesai, maka perkara akan dilimpahkan ke kejaksaan. Penanganan perkara terhadap penjualan krim pemutih ini juga melalui serangkaian proses yang berbeda apabila ditangani oleh BPOM atau Polri, meskipun dalam

7 Wawancara dengan penyidik pada Unit TIPITER Polresta Bandar Lampung, Rachman Dahoesman, S.H. tanggal 23 November 2017 di Polresta Bandar Lampung

proses penyidikan BPOM tetap diawasi Polri sebagai kordinator pengawas.

Berdasarkan hasil wawancara baik dengan Jazari Alfaridi dan Rachman Dahoesman bahwa sampai saat ini terkait perkara krim pemutih mengandung zat berbahaya hanya merupakan hasil temuan, hal ini menunjukan bahwa penjual krim pemutih mengandung zat berbahaya memang banyak, dan menimbulkan korban bermunculan. Selain itu penanganan perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya ini bukanlah suatu hal yang mudah diselesaikan karena kesulitan mulai muncul pada tahap pemanggilan penjual, mengingat memang dibanyak lokasi penjualan kosmetik berbahaya pedagangnya hanya menyewa, dan setelah ada tindakan peninjauan lokasi biasanya penjual sudah berpindah tempat.

B.Faktor Penghambat

Penanganan Perkara Penjualan Krim Pemutih Mengandung Zat Berbahaya Oleh Kepolisian dan BPOM

Beberapa faktor penghambat penanganan perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya yaitu :

1. Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya

mepunyai

kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Mereka harus dapat

(9)

pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu membawakan atau menjalankan peran yang dapat diterima oleh mereka. Kecuali dari itu, maka golongan panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional tertentu, sehingga menggairahkan partisipasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang tepat dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru, serta memberikan keteladanan yang baik8.

2. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut9.

Kenyataan sekarang dalam penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya, masyarakat sebagai konsumen malah sebagai sasaran dan pendukung terjadinya kejahatan. 3. Faktor Undang-Undang

Dalam perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya ini baik oleh kepolisian maupun BPOM biasanya perkara

8Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

(Jakarta : Rajawali Press, 2012). hlm.34.

9Ibid, hlm.45.

akan diadili berdasarkan UU Kesehatan.

Hamzah menjelaskan bahwa UUPK dimaksudkan untuk melindungi konsumen dimanapun berada dan dalam teori hukum sebagai Umbrella Law / Payung Hukum, baik itu dalam konteks misalnya konsumen pengguna produk kesehatan, konsumen sebagai nasabah bank, konsumen sebagai pengguna jasa layanaan parkir dan lainnya. Pada banyak kasus terkait konsumen UUPK harus didahulukan, lalu dilanjutkan undang-undang lain untuk rincian yang lebih jelas misal dalam peristiwa penggunaan krim pemutih mengandung zat berbahaya, akan digunakan UU Kesehatan untuk memperinci lebih jelas apabila dalam krim tersebut terdapat racikan yang mengganggu kesehatan. Terhadap peristiwa penggunaan krim pemutih mengandung zat berbahaya dalam berperkaranya harus mengacu pada UUPK karena diawali dengan transaksi. Dalam transaksi itu juga apakah si konsumen membaca indikasi produk misalnya krim digunakan untuk waktu tertentu dan tidak boleh digunakan saat terkena paparan sinar matahari langsung10.

Sebagaimana dijelaskan oleh Wahyu Sasongko dalam bukunya yang berjudul Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Wahyu

10Wawancara dengan Dr. Hamzah, S.H.,

(10)

Sasongko menjelaskan bahwa jejaring (networking) peraturan hukum tentang perlindungan konsumen telah tersebar demikian luas dan banyak. Karena pada sekala nasional, telah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur substansi tentang perlindungan konsumen, antara lain misalnya11:

4. Faktor Sarana

Akselerasi untuk pemberantasan kejahatan pada tataran global itu meliputi skill, iptek, dana, dan modal sosial12. Kenyataannya walaupun negara telah menjamin semuanya itu, kembali lagi apakah para penegak hukum memang mampu memanfaatkan skill yang dimilikinya, iptek, dana yang dianggarkan negara, dan modal sosial. Terkait permasalahan sarana Soerjono Soekanto menjelaskan adanya hambatan penyelesaian perkara bukanlah semata-mata disebabkan banyaknya perkara yang harus ditangani, melainkan waktu untuk

11 Wahyu Sasongko, Wahyu Sasongko,

“Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum

Perlindungan Konsumen”, (Bandar

Lampung : Penerbit Universitas Lampung, 2016), hlm.49.

12Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara,

Tegakan Hukum Gunakan Hukum,

(Jakarta : Buku Kompas, 2006). hlm.231.

menagani perkara adalah terbatas13. Sampai saat ini, nampaknya sebagian masyarakat merasa kurang puas karena penanganan suatu perkara pidana masih memerlukan waktu yang cukup lama14.

Bagi penulis sendiri yang menyebabkan semakin banyaknya penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya ini adalah konsumen sendiri. Konsumen yang mayoritas adalah wanita merasa mempunyai hak atas kondisi fisiknya. Biasanya karena tergiur untuk memiliki kulit putih, segala jenis krim dicoba. Konsumen akan tetap membeli, apabila tidak terjadi masalah saat pemakaian krim pemutih mengandung zat berbahaya dan keinginan untuk memiliki kulit putih itu tercapai bukan tidak mungkin konsumen akan membeli lagi produk krim pemutih mengandung zat

berbahaya tersebut,

menggunakannya secara rutin dan merekomendasikan kepada orang lain.

Menurut pendapat penulis selain permasalahan terdapat pada masyarakat, undang-undang juga menghambat proses penanganan perkara pidana penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya. Dalam hal UUPK itu sendiri, penulis merasa UUPK tidak komprehensif dan butuh pembaharuan,

13Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Op.Cit. hlm.39.

14

Leden Marpaung, “Proses Tuntutan

Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Dalam

Hukum Pidana”, (Jakarta : PT Raja

(11)

undang tersebut kurang memiliki kemampuan untuk memberikan perlindungan, pencegahan terjadinya tindak pidana di bidang konsumen, dan belum mengakomodir persoalan-persoalan baru dibidang perlindungan konsumen.

I. PENUTUP

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Bentuk penanganan perkara

penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya ini dapat ditangani melalui BPOM dan pihak kepolisian. Pada lingkup BPOM perkara ditangani dalam bentuk pengawasan, pembinaan, serta penindakan. Pihak kepolisian juga dapat menangani perkara baik dari aduan individu/ masyarakat atau perkara dari hasil temuan pihak kepolisian.

2. Adapun faktor penghambat penanganan perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya yang paling dominan adalah faktor undang-undang. UUPK tidak komprehensif dan butuh pembaharuan. Selain undang-undang, faktor masyarakat juga berpengaruh. Masyarakat sebagai konsumen masih kurang kritis terhadap penggunaan krim pemutih mengandung zat berbahaya.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian penulis memberikan beberapa saran berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Aparat penegak hukum diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya untuk mengatasi perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya

dengan cepat, dan

mempertimbangkan penggunaan instrumen hukum berupa undang-undang sesuai dengan kondisi perkara yang sedang ditangani serta diharapkan untuk mengasah skill-nya dibidang penguasaan teknologi informasi, agar kedepannya terhadap perkara seperti ini dapat dilakukan pengawasan juga pada e-commerce.

2. Pemerintah melalui BPOM diharapkan memberikan edukasi kepada masyarakat.

3. Masyarakat khususnya wanita, harusnya lebih berhati-hati memilih produk kosmetik.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Marpaung, Leden. 1997. Proses Tuntutan Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Dalam Hukum Pidana. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Nitibaskara, Tubagus Ronny Rahman. 2006. Tegakan

Hukum Gunakan Hukum.

Jakarta : Buku Kompas

Sasongko, Wahyu. 2016.

Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum

Perlindungan Konsumen.

Bandar Lampung : Penerbit Universitas Lampung

Soekanto, Soerjono. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta : Rajawali Press

Wasitaatmadja, Sjarif M.1997.

Penuntun Ilmu Kosmetik

Medik. Jakarta : Penerbit

Universitas Indonesia UI

UNDANG – UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

SUMBER LAIN

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis persamaan model struktural (SEM) dengan bantuan software program Smart PLS v.3 untuk Windows.Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Hal ini juga berkaitan dengan Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan

Penutur Bahasa Sasak dialek a-e (dialek Pujut), menyebar dari bagian barat ke bagian tengah, dan sedikit di bagian timur Pulau Lombok.. Penutur Bahasa Sasak dialek e-e (dialek

11 Nyeri yang diinduksi post-needling merupakan kejadian efek samping minor yang paling umum dan dapat berhubungan dengan keengganan untuk menerima terapi

Penulis bermaksud melakukan penelitian lalu meresume temuan-temuan para pemikir jurnalisme Islam yang telah ada dan mencari benar merahnya lalu menyatukannya,

Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin,

Setelah melakukan uji normalitas, langkah kedua adalah menguji homogenitas varians antara kelas eksperimen dan kontrol dengan uji F, uji F ini dilakukan untuk mengetahui

Dari hasil Tabel 4.4 dan Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa Biorthogonal 3.9 memiliki rata-rata normalisasi energi dekomposisi yang paling tinggi yaitu 1 dengan