• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hallyu di Indonesia Selama Dekade Pertam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hallyu di Indonesia Selama Dekade Pertam"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Hallyu di Indonesia:

Selama Dekade Pertama di Abad ke-211

Suray Agung Nugroho

A. Sekilas tentang Hallyu

Fenomena satu dekade Hallyu (한류) ‗gelombang Korea‘ di Asia Selatan, Timur, dan Tenggara benar-benar menunjukkan kesinambungan aliran budaya Korea ke negara-negara tetangganya. Hallyu memang merupakan fenomena yang layak dicatat dalam sejarah modern Korea, khususnya sejarah dunia hiburan Korea karena budaya kontemporer Korea telah berhasil melampaui batas wilayah negaranya. Di era saat pertukaran informasi takterbantahkan, Korea berhasil mengambil langkah menyebarkan benih budayanya ke negara lain yang akhirnya telah menjadi kekuatan dan pengaruh budaya di wilayah Asia.

Sebagai sebuah istilah baru yang muncul akibat semakin terkenalnya budaya pop atau budaya kontemporer Korea, Hallyu mulai menjadi ikon budaya Korea pada akhir tahun 90an di China, yang akhirnya menjalar ke negara-negara Asia lainnya; mulai dari Jepang, Taiwan, sampai akhirnya menjamah semua negara-negara Asia Tenggara dan akhirnya ke hampir seluruh belahan dunia lain pada awal abad ke-21 ini.

Penyebaran Hallyu dapat dirunut melalui peran media massa Korea yang secara sukarela juga berandil dalam mengalirkan budaya kontemporer Korea ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa media massa-lah yang membentuk Hallyu saat ini. Sebagai sebuah negara yang menjadi perhatian media massa, banyak yang dapat dipetik tentang bagaimana media massa dan sebagian besar perangkat di negara Korea bersatu membuat public relation yang baik sehingga Hallyu bisa menjadi komoditas budaya yang menjanjikan.

B. Tanda-Tanda Umum Keberadaan Hallyu di Indonesia

Bisa dikatakan bahwa Hallyu telah menyambangi Indonesia sejak awal tahun 2000-an. Secara khusus menyinggung keadaan Hallyu di Indonesia, tidak ada yang menyangka bahwa Korea berhasil mengekspor budayanya dan bersaing pengaruh dengan budaya Jepang yang telah dulu singgah di Indonesia. Perlu diingat pula bahwa para penyuka Korea atau mereka yang suka dengan drama, film, lagu, atau budaya Korea tidak semuanya tahu atau harus tahu akan adanya istilah ini. Namun, dengan semakin banyaknya interaksi dan arus tukar informasi di dunia maya dan dunia hiburan antarnegara pada awal abad ke-21 ini, Hallyu terdongkrak popularitasnya di seluruh kawasan Asia termasuk Indonesia.

Gambaran paling mudah untuk menjelaskan awal datangnya Hallyu adalah terkenalnya drama-drama televisi Korea sejak awal 2000-an hingga tahun 2010, yaitu meledaknya drama Korea seperti Winter Sonata & Endless Love yang terus dilanjutkan dengan drama-drama lain seperti Full House, Dae Jang-Geum, Boys Before Flower dan drama-drama lain yang menyertainya selama kurun waktu satu dekade. Satu gambaran lain yang muncul dalam sepertiga terakhir dekade tersebut adalah semakin terkenalnya K-Pop atau Korean Pop, yaitu lagu-lagu

1 Tulisan mengenai Hallyu ini ditulis berdasarkan beberapa riset dan paper penulis yang dilakukan dalam kurun

waktu 2002 – 2009 ditambah dengan riset kecil sebelum penulisan ini. Tulisan ini isinya sebagian besar sama

dengan makalah yang penulis paparkan dalam The 10th Korea Forum on Hallyu yang diadakan oleh Pusat Studi

(2)

bernuansa pop yang dibawakan oleh seseorang atau grup penyanyi Korea, biasanya grup cowok dan cewek remaja Korea dengan dibalut tarian atau dance yang rancak dan dinamis—salah satu ciri khas yang menjadi daya tarik K-Pop di mata para pecinta K-Pop di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Satu hal luar biasa yang patut dicatat mengenai awal mula kegandrungan sebagian orang Indonesia pada umumnya dan para remaja Indonesia pada khususnya adalah keberhasilan Korea dalam menarik hati para fansnya di belahan dunia lain di luar Korea. Keberhasilan ini terjadi saat negara-negara lain banyak terpengaruhi oleh Hollywood dengan industri hiburannya yang sangat kuat. Walaupun Korea juga menjadi salah satu negara yang terkungkung dalam pengaruh Hollywood, namun untuk urusan film dan dunia hiburan, bisa dikatakan bahwa industri kreatif mereka tetap eksis di tengah terpaan gelombang Hollywood—bahkan bisa dikatakan mereka bisa menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Di tengah itu pula, Korea berhasil ‗mengekspor‘ budayanya ke Indonesia. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada dekade pertama abad ke-21, Korea dengan industri hiburannya telah menjadi satu dari segelintir negara (misalnya AS, Jepang, Taiwan, dan India) yang berkemampuan mengambil hati sebagian masyarakat Indonesia.

Membicarakan bagaimana Hallyu telah berada di Indonesia selama satu dekade (2000-2010) memang membutuhkan waktu dan usaha yang besar; namun secara singkat dapat dikatakan bahwa drama Korea dan film menandakan kehadiran budaya Korea kontemporer dari tahun 2000-2006. Dari tahun 2006 hingga pertengahan 2008, film Korea dan sebagian drama Korea mendominasi; lalu dari awal 2009 hingga 2010, K-Pop mengambil kendali penuh.

Selama dekade ini pula, banyak stasiun televisi di Indonesia berlomba menayangkan drama-drama dan film-film Korea. Melalui media televisi ini pulalah, Hallyu semakin aktif menyapa penggemarnya di Indonesia. Bahkan semakin mudahnya penjualan dan distribusi film dan drama Korea dalam bentuk DVD di hampir seluruh kota besar dan kecil di Indonesia telah membantu dikenalnya budaya kontemporer Korea. Para distributor CD lagu dan DVD film Korea baik yang resmi maupun tak resmi telah menambah gairah sirkulasi budaya Korea. Dilihat dari kacamata positif, fenomena ini memudahkan para penggemar atau fans Korea untuk mencari apa yang mereka inginkan. Di sisi lain, adanya fans dan eksistensi penjualan barang-barang tersebut menunjukkan adanya pasar yang terbuka di Indonesia.

(3)

mendedikasikan kecintaan mereka dalam pembuatan situs-situs dan kegiatan-kegiatan perkumpulan sesama penggemar di berbagai kota di Indonesia.

Satu hal terakhir yang perlu ditambahkan dalam catatan mengenai dekade masuknya Hallyu di Indonesia adalah didirikannya program studi bahasa dan budaya Korea di Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Nasional di Indonesia. Pendirian program studi di ketiga universitas tersebut ditambah dengan banyaknya kursus-kursus bahasa Korea (walaupun hal ini tidak secara langsung berkaitan dengan Hallyu) telah menandai adanya bukti semakin dikenal dan diminatinya Korea sebagai ilmu dan bahan kajian di Indonesia.

C. Gambaran Hallyu di Indonesia selama satu dekade (2000-2010)

Walaupun Korea dari sisi budaya sudah mulai dikenal pada awal tahun 2000-an, pada saat Piala Dunia 2002 Jepang-Korealah Korea semakin dikenal lagi. Saat itu televisi swasta di Indonesia menayangkan drama Korea yang secara fenomenal menyedot perhatian publik Indonesia. Drama tesebut adalah Winter Sonata dan Endless Love yang akhirnya menjadi drama yang sering ditayang ulang di beberapa stasiun TV di tanah air.

Para remaja putri dan para ibu menyukai Endless Love yang ditayangkan pada tahun 2002 itu. Berdasarkan survei dari AC Nielsen Indonesia (Kompas online 14 Juli 2003), drama ini mendapatkan rating 10 yang berarti drama tersebut ditonton oleh sekitar 2,8 juta orang di lima kota besar di Indonesia. Drama ini menjadi bukti nyata bahwa drama negeri ginseng ini mulai menebar pengaruh di Indonesia. Drama 18 episode ini menjadi drama yang paling banyak digemari dan ditonton oleh pemirsa Indonesia di antara drama Jepang dan Taiwan yang saat itu juga tayang di Indonesia. Beberapa pendapat atau studi menyatakan bahwa antusiasme terhadap aktor dan aktris Korea melalui drama Korea adalah karena mereka memiliki perbedaan yang khas dibandingkan dengan para aktor dan aktris Jepang dan Taiwan yang sudah familiar. Didukung dengan teknologi sulih suara dan program dwibahasa, drama Korea mulai menebar pesonanya sejak itu.

Pada paruh pertama dekade awal tahun 2000-an, stasiun TV swasta di Indonesia seperti RCTI, Trans TV, TV7, Indosiar, and SCTV menayangkan drama-drama Korea. RCTI dengan Endless Lovenya yang fenomenal; Trans TV memutar Glass Shoes dan Lover; TV7 dengan Beautiful Daysnya yang lumayan menarik perhatian; SCTV menayangkan Invitation, Pop Corn, Four Sisters, Successful Bride Girl, Sunlight Upon Me, Memories in Bali, dan yang paling populer di antara semua itu: Winter Sonata. Bahkan Indosiar memutar ulang Winter Sonata pada tahun 2004 setelah ditayangkan TV lain karena tingginya permintaan.

(4)

Taiwan. Walaupun kisahnya mirip dengan Meteor Garden (drama Taiwan) dan Hana Yori Dango (drama Jepang) yang juga tayang di Indonesia, BFF berhasil mencuri perhatian yang lebih besar dari pemirsa terutama para remaja Indonesia. Kesuksesan BFF di Indonesia melahirkan idola-idola baru di dunia industri Indonesia. Para pemain BFF seperti Lee Min Ho, Kim Hyun Joong, Kim Bum, Kim Joon, dan Go Hye Sun banyak menghiasi sampul-sampul majalah remaja dan tabloid hiburan di Indonesia sepanjang tahun 2009 hingga 2010.

Ada pendapat dari seorang sineas film Indonesia yang terkenal, Garin Nugroho, yang menyatakan bahwa drama dan film Korea berhasil menembus pasar Indonesia karena keunikannya sendiri. Selain karena adanya tradisi yang kuat, drama Korea sering dibumbui dengan emosi atau jiwa orang Asia Timur yang dikemas dalam melodrama yang efektif dan efisien. Hal inilah yang membuat drama Korea layak jual. Rumus-rumus klise seperti si kaya melawan si miskin dan baik melawan buruk selalu muncul. Namun, dengan tambahan para pemain berwajah kontinental yang ganteng dan cantik, drama Korea memiliki daya tarik yang khas buat orang Indonesia. (Suara Merdeka, 12 Juli 2002)

Apa yang terjadi dalam dekade 2000-2010 sedikit berbeda dengan dekade sebelumnya. Pada tahun 1990-an, pemirsa Indonesia terbiasa dengan dorama TV Jepang yang menjadi tonggak pengaruh budaya pop Jepang di Indonesia. Dorama Jepang menambah daftar pengaruh budaya Jepang di samping manga yang sudah terlebih dahulu memiliki fans yang kuat di Indonesia. Lalu pada tahun 2000-an datanglah Korea dengan cara-cara barunya dalam menampilkan nilai-nilai Asia melalui drama dan film yang umumnya bersifat komedi-remaja-modern—yang ternyata berhasil mengambil porsi perhatian masyarakat Indonesia. Ditunjang dengan penyebaran persewaan dan penjualan VCD dan DVD, drama dan film Korea mendapatkan bagiannya di pasar terbuka Indonesia. Saat itu toko-toko penjual CD dan DVD, misalnya Bulletin dan Disc Tarra telah secara resmi menjual film dan lagu-lagu Korea. Yang menarik adalah sulitnya menemukan CD atau film Korea satu dekade sebelumnya. Hal ini menunjukkan telah terjadinya perubahan selama kurun waktu tersebut.

Pada paruh kedua dekade ini, banyak orang dapat mencari secara online berbagai hal tentang drama Korea baik yang telah lama tayang seperti Endless Love, All about Eve hingga drama yang populer di dua tahun terakhir dekade ini, yaitu Full House, Boys Before Flower, dan Dae Jang Geum. Distributor seperti PT Duta Cahaya Utama (www.disctarra.com) telah menjadi salah satu penjual resmi drama dan film Korea. Adanya perkembangan seperti ini sekecil apa pun telah menunjukkan adanya permintaan pasar terhadap produk budaya Korea di Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu juga diceritakan latar belakang sejarah mengenai awal mula penetrasi budaya Korea di Indonesia. Pada tahun 2002, banyak film Korea yang datang ke Indonesia melalui Cina dengan film-film yang berjudul Cina atau ditulis dalam tulisan Cina dan bersubtitle Cina. Pada saat itu, tidak banyak orang yang mengenal atau apalagi bisa membedakan Hanja, Katakana, Hiragana, dan Hangeul. Banyak orang Indonesia yang tidak dapat membedakannya dan kemungkinan jumlahnya juga masih besar—kecuali mereka yang telah mempelajarinya, tentunya. Oleh karena itu, bukanlah suatu yang aneh bila pada tahun-tahun pertama dekade itu masih banyak orang yang menyangka bahwa film-film tersebut adalah film Cina walaupun pastinya ada sebagian orang yang merasa atau berpikir bahwa itu bukan produk Cina.

(5)

huruf Korea (Hangeul) itu—suatu fakta yang mengindikasikan adanya proses belajar orang Indonesia (dalam hal ini para pemilik toko, distributor, dan para konsumen) dalam memahami dan menerima ciri khusus produk budaya Korea dilihat dari jenis hurufnya.

Walaupun kemungkinan besar orang Indonesia menonton drama dan film Korea melalui DVD pinjaman atau bajakan (suatu fakta yang patut disayangkan), hal ini tetap saja menunjukkan adanya fakta bahwa produk budaya Korea telah bisa diterima oleh masyarakat Indonesia. Dekade merebaknya perfilman Korea (berikut produk budaya lainnya) telah menaikkan citra Korea di dunia global—dalam artian bahwa Korea telah menjadi satu dari sedikit negara yang dalam tataran tertentu berhasil bersaing dengan dominasi kedigdayaan Hollywood. Bagi orang Indonesia, film Korea telah menjadi salah satu preferensi hiburan yang bisa mereka pilih. Pendek kata, sama halnya seperti produk Hollywood, produk budaya Korea (baik film, drama, dan K-Pop) telah menghadirkan fans beratnya di Indonesia. My Sassy Girl, My Wife is a Gangster, the Host, and Haeundae yang terkenal menunjukkan adanya kehadiran nyata film-film Korea di Indonesia.

Dalam kurun waktu satu dekade, stasiun TV juga berlomba memutar film-film Korea. Walaupun masih ditayangkan pada tengah malam dibandingkan dengan film Hollywood yang masih mendapat jam tayang utama, film Korea telah menjadi menu reguler di program televisi Indonesia. Trans TV adalah salah satu stasiun TV swasta terbesar yang secara reguler menayangkan film-film Korea. Beberapa contoh yang bisa dipaparkan di sini adalah telah diputarnya film-film terkenal Korea seperti Sassy Girl, Libera Me, Sorum, Joint Security Area, the Host, dan Dragon War. Fakta kecil ini menggambarkan bahwa film Korea telah terbiasa menjadi salah satu program sajian film bagi orang Indonesi di tengah maraknya film Hollywood dan Hongkong atau pun Bollywood.

Sejak tahun 2008, film Korea telah mendapatkan distributor resminya di Indonesia melalui jaringan bioskop Blitzmegaplex. Hal ini menjadikan film Korea tak lagi dapat diakses melalui DVD saja, namun juga melalui bioskop—suatu kebijakan positif di tengah maraknya pembajakan hak cipta. Walaupun dibutuhkan tenaga dan perhatian ekstra untuk menayangkan film Korea di bioskop, langkah ini telah mulai menunjukkan komitmen Indonesia untuk melakukan apa yang benar. Dalam bingkai lain dapat dikatakan bahwa hal ini bisa menjamin adanya tempat yang layak bagi film Korea untuk orang Indonesia.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa kehadiran suatu produk budaya tertentu tak serta merta menunjukkan fakta bahwa semua orang (di negara tersebut) menerima dan menyukai produk itu. Namun, ada kaitan jelas antara kehadiran suatu produk dengan minat suatu kelompok tertentu terhadap produk yang dijualbelikan. Dalam kasus produk budaya Korea, ada sebagian orang Indonesia yang menunjukkan minat dan cintanya terhadap produk Korea yang pada akhirnya telah menjadikan produk itu sebagai gaya hidup atau bagian hidupnya. Dalam hal media massa, perlu juga dicatat adanya berbagai artikel, berita, dan informasi di koran dan tabloid (baik online maupun offline/cetak) yang secara khusus memberitakan dunia hiburan Korea. Contohnya adalah tabloid Bintang Asia. Tabloid ini didedikasikan untuk mengulas segala sesuatu tentang dunia hiburan Hong Kong, Taiwan, Jepang, dan Korea. Dilihat dari kacamata budaya, kehadiran tabloid semacam ini di Indonesia menunjukkan keberhasilan dunia industri negara-negara di Asia Timur dalam bersaing dengan industri Hollywood dalam menarik hati konsumen Indonesia.

(6)

ada drama Indonesia yang dibuat oleh sebuah rumah produksi di tahun 2004 yang mirip dengan drama Korea itu, Walaupun bisa disanggah seberapa jauh drama tersebut mengadaptasi atau meniru Sassy Girl, fakta ini menunjukkan bahwa film Korea telah secara besar-besaran memberikan pengaruh budaya yang fenomenal di kawasan ini. Di satu tahun terakhir dekade pertama ini (2010), beberapa stasiun televisi membuat kuis yang mirip dengan kuis-kuis yang ada di stasiun TV Korea. Ada kuis Ranking 1 yang mirip dengan kuis Golden Bell di Korea. Lalu, ada stasiun TV juga yang serius mengadakan lomba mencari grup pop Indonesia yang meniru gaya grup musik Korea, terutama grup cowok dan cewek lengkap dengan tarian khasnya yang dinamis dan enerjetik.

Berkaitan dengan hal tersebut, memang patut dicatat bahwa Hallyu yang ada di Indonesia terus berkembang. Sejak tahun 2009 hingga 2010, K-Pop menjadi produk budaya Korea yang paling berpengaruh dibandingkan drama dan film Korea. Walaupun drama dan film Korea masih dan tetap ditayangkan di televisi, lagu-lagu Korea atau lebih tepatnya penyanyi Korea dalam balutan grup mirip Boy-Band dan Girl-Band telah berhasil menebar pesona dan menari perhatian para remaja Indonesia. Shinhwa, Big Bang, SS501, T-Max, Shinee, The Wonder Girls, Super Junior, TVXQ, Rain, 2P M, 2AM, U-Kiss, MBLAQ, BEAST, SNSD, 4-Minute, KARA dan masih banyak yang lain telah menyebarkan pengaruh yang besar di Indonesia. Murid dari tingkat SD hingga SMA, para mahasiswa, dan remaja pada umumnya telah mulai meniru gaya dansa dan menirukan lagu-lagu Korea di pesta sekolah dan kegiatan lainnya. Ada beberapa acara yang bisa dipaparkan di sini sebagai bukti. Ada acara Korean Day atau semacam festival budaya Korea yang diadakan oleh mahasiswa di beberapa universitas di Indonesia. Setiap tahun sejak 1999 mahasiswa-mahasiswa berbagai prodi dan terutama Program Studi Bahasa Korea Universitas Gadjah Mada mengadakan acara itu. Patut pula dicatat apa yang telah dilakukan para mahasiswa Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea Universitas Indonesia dan Universitas Nasional Jakarta yang juga mengadakan acara yang bernuansa sama yang diadakan untuk merayakan budaya Korea di kampus masing-masing. Itu baru yang bisa terlihat, belum lagi universitas-universitas lain atau kelompok-kelompok lain yang tersebar di pelosok Indonesia. Ada juga festival Kimochi yang diadakan sejak tahun 2008 di Jogjakarta yang dimotori oleh para mahasiswa UKDW dan yang diikuti oleh berbagai ragam remaja di seluruh kota. Beberapa partisipan memamerkan kebolehan mereka dalam berkoreografi bak penyanyi pop Korea diiringi lagu-lagu yang sedang tren. Yang menarik adalah adanya kenyataan bahwa kebanyakan dari mereka tidak menganggap masalah perbedaan bahasa sebagai hambatan untuk bereskpresi. Sebagai catatan, festival Kimochi ini sebenarnya adalah acara budaya Jepang, namun ternyata banyak lagu Korea dan nuansa Korea yang ditampilkan.

(7)

tahun 2009 di Jakarta berhasil menyedot histeria para remaja Indonesia hanya untuk melihat sekilas Rain lewat konser pertamanya di Indonesia. Begitu pula konser mini Wonder Girls pada tahun 2010. Bahkan konser-konser para artis Korea di negara Asia Tenggara lainnya pun juga dalam jangkauan para remaja Indonesia untuk didatangi demi melihat artis pujaannya.

D. Jejak-Jejak Hallyu di Indonesia

Apa yang akan dipaparkan di bagian berikut ini adalah hasil dari dua cara utama pengumpulan data selama satu dekade mengenai riset Hallyu di Indonesia. Yang pertama berasal dari poling, survei, komentar, diskusi, dan berita-berita baik dari sumber online maupun media cetak seperti koran dan bulletin yang menyajikan berita Hallyu di Indonesia. Penggunaan hasil survei dari sumber online hanya untuk menunjukkan adanya cakupan penikmat budaya Korea yang terus berkembang dan terus meluas—dari media TV menjadi meluas menjadi media internet yang tak bisa terbantahkan. Walaupun diskusi internet dan wadah sosial online kemungkinan hanya menunjukkan keterlibatan mereka yang mampu secara ekonomi, namun tak bijaksana bila fakta ini disepelekan karena jumlah mereka semakin banyak dan semakin bertambah. Pada tataran tertentu, konten situs-situs internet memang bisa menunjukkan apa yang orang Indonesia katakan tentang dan pandang dari budaya Korea. Yang kedua berasal dari berbagai hasil riset yang ada selama lima tahun terakhir dekade pertama.

Paling tidak ada tujuh jejak yang patut dipaparkan di sini. Pertama adalah semakin terbiasanya publik Indonesia dengan artis dan aktor Korea. Kedua adalah meningkatnya jumlah Fan Club di Indonesia. Ketiga adalah berkembangnya situs pertemanan sosial online yang berfokus pada budaya pop Korea. Keempat adalah munculya situs-situs internet yang dibuat oleh orang Indonesia yang mendedikasikannya untuk drama dan film Korea. Kelima adalah terbiasanya konsumen Indonesia dengan VCD, DVD, CD, MP3, termasuk ringtone telepon selular yang bernuansa Korea. Keenam adalah berkembangnya komik-komik dan buku Korea terjemahan bahasa Indonesia. Ketujuh adalah menjamurnya tabloid cetak yang berfokus pada dunia industri Asia, termasuk Korea.

Pertama, semakin terbiasanya publik Indonesia dengan artis dan aktor Korea.

Dalam dekade ini telah terjadi perkembangan besar tentang seberapa jauh orang Indonesia mengenal Korea. Ketika seseorang ditanya mengenai apa yang mereka ketahui tentang Korea. Banyak orang Indonesia yang menjawabnya dengan mengaitkannya dengan persepakbolaan Korea atau Piala Dunianya; atau menjawabnya dengan satu hal yang khusus yaitu drama Korea dari televisi. Sebagian dari mereka mengaitkannya dengan satu atau dua judul drama televisi atau nama artis yang mereka ingat; dan sebagian mengacu pada Dae Jang Geum atau drama lain yang mereka lihat atau dengar. Di samping itu, nama-nama seperti Won Bin, Bae Young Jun, and Rain muncul dalam jawaban. Walaupun pertanyaan ini sepele bagi sebagianorang, yang patut diketahui adalah fakta bahwa tak pernah sebelumnya terjadi bahwa orang Indonesia memiliki kesamaan pengetahuan mengenai Korea. Banyak orang yang dulu gandrung dengan drama Jepang atau Taiwan akhirnya juga menaruh minat dengan drama serial Korea.

(8)

Kedua, meningkatnya jumlah Fan Club di Indonesia.

Ketenaran drama Korea tak hanya menaikkan citra para aktor dan aktrisnya, namun hal ini juga mematrikan keberadaan mereka dalam bentuk fan club yang tersebar di berbagai tempat. Para fan tak hanya mengidolakan mereka, namun mereka juga ingin tahu lebih banyak dan terlibat dengan orang lain yang berminat sama. Pada titik ini, munculnya klub Won Bin dan Bae Young Jun/BYJ (mulai 2003-an) adalah sebagian dari banyak fan club yang didedikasikan untuk kegilaan terhadap budaya pop Korea. Anggota dari fan club ini berasal dari beragam kota di Indonesia. Misalnya adalah BYJ club yang didirikan pada tanggal 29 Agustus 2004 dan tetap eksis. Situs klub ini adalah www.byjindofamily.com di mana para anggotanya dapat memuaskan keingintahuan mereka akan berita, informasi, profil, dan tautan-tautan dengan BYJ klub lain di dunia maya.

Ketiga, berkembangnya situs pertemanan sosial online yang berfokus pada budaya pop Korea.

Forum-forum diskusi online yang berkutat seputar informasi mengenai budaya populer Korea terus menjamur terutama pada paruh terakhir dekade ini. Ruang ngobrol dan forum diskusi bertema film, drama, aktor, artis, K-Pop, dan berbagai macam lagu Korea banyak menarik perhatian. Dibarengi dengan semakin murahnya harga netbook dan mudah didapatkannya lingkungan ber-wifi di ruang publik telah membantu memfasilitasi orang-orang yang tertarik pada budaya pop Korea. Mereka dapat mengaktualisasikan minat dan kegemaran mereka dengan ikut berpartisipasi dalam forum dan perkumpulan sosial online tersebut. Dua contoh yang patut dicatat di sini adalah forum diskusi di Lautan Indonesia yang bertautan dengan stasiun TV swasta Indosiar (www.indosiar.com/forum) serta situs

(9)

Website-website yang disebut di atas tersebut hanyalah segelintir dari beratus situs yang bersinergi dengan para anggotanya untuk memberikan info seputar artis Korea memang membantu mereka untuk bertugas pikiran, mengkritik, berharap, dan mengomentari apa pun tentang K-drama dan film. Isi forum-forum tersebut mengindikasikan apa yang mereka perbincangkan, bagaimana mereka saling berkomentar, dan apa yang terbaru dan menarik buat mereka. Dalam hal jumlah pengunjung yang berjumlah ribuan, forum-forum tersebut merefleksikan antusiasme/kegemaran sebagian orang Indonesia terhadap soundtrack drama Korea, foto-foto terbaru seputar dunia hiburan Korea, gossip terbaru, dan berita-berita lainnya. Secara singkat, dunia online dan maya memang menceritakan gambaran terkini dan terbaru tentang bagaimana produk budaya Korea diminati dan dihargai di Indonesia.

Keempat, munculya situs-situs internet yang dibuat oleh orang Indonesia yang mendedikasikannya untuk drama dan film Korea.

Penayangan K-drama telah memicu ekspansi situs-situs yang terkait di Indonesia. Dilihat dari mesin pencari www.google.co.id misalnya, apabila dientri hal-hal yang berbau Korea, maka akan terlihat bagaimana dan apa saja yang terpampang di sana. Walaupun ada pendapat yang mengatakan bahwa mesin pencari tak menunjukkan data yang sebenarnya, namun hasil dari mesin pencari akan menunjukkan bahwa apa yang ada di dalamnya adalah cerminan realitas yang ada. Sejak banyak orang menggunakan internet sebagai sumber informasi, maka tak terelakkan pentingnya mengetahui apa yang orang modern lakukan, baca, tukar, dagangkan, dan bicarakan. Semua itu terpampang di dunia maya.

Selama dekade pertama abad ke-21 ini, banyak sekali terjadi perubahan yang terjadi. Situs-situs yang dibuat oleh orang Indonesia mengenai drama seperti Winter Sonata, Endless Love, Sinetron Korea, film Korea, K-Pop, Dae Jang Geum, Boys Before Flower dan berbagai entri lain yang terkait denga Korea terus bertambah—jumlahnya mencapai ribuan dan terus bertambah. Hal ini menunjukkan fakta adanya orang Indonesia yang membicarakan tentang budaya Korea— bukan orang Korea.

Kelima, terbiasanya konsumen Indonesia dengan VCD, DVD, CD, MP3, termasuk nada dering telepon selular yang bernuansa Korea.

Film dan drama Korea (kebanyakan serial) yang diproduksi antara 2000-2010 telah beredar di toko dan emperan toko di pelosok negeri. Mereka bisa mudah dikenali dengan adanya tulisan Hangeul dan judul Inggrisnya. Banyak judul lama dan baru yang beredar dan terus berputar di masyarakat. Melihat banyaknya permintaan, judul-judul drama atau film baru bisa diadakan. Walaupun ada yang asli, film bajakan juga ada. Terlepas dari itu, keberadaan fakta ini paling tidak menunjukkan adanya permintaan pasar akan film dan drama Korea.

(10)

terlihat berbeda buat orang awam. Namun, sejak tahun 2009 hingga 2010 hal semacam itu sangat jarang terjadi baik di toko resmi maupun di penjaja kaki lima karena jarang yang tidak tahu mana film dan drama Korea. Bahkan di beberapa toko dapat dijumpai film dan drama serial Korea telah mendapat rak tersendiri dibedakan dengan produksi Jepang atau Hong Kong. Walaupun kelihatan sepele, hal ini adalah suatu kemajuan pemahaman tentang eksistensi produk budaya Korea di masyarakat Indonesia. Bersamaan dengan populernya lagu-lagu yang menghiasi drama Korea dan semakin seringnya terdengar lagu-lagu K-Pop (terutama dari dunia maya), nada dering telepon selular yang berisikan lagu Korea juga semakin terbiasa terdengar dan tersedia di kios-kios maupun secara online. Para pemakai nada dering ini pastinya adalah mereka yang telah mengenal produk budaya Korea sehingga mereka mencari dan mengunduh lagu-lagu tersebut untuk dijadikan nada dering seluler mereka.

Keenam, berkembangnya komik-komik dan buku Korea terjemahan bahasa Indonesia. PT Gramedia sebagai salah satu penerbit buku terkemuka dan jaringan toko buku terbesar di Indonesia cukup memahami keberadaan Hallyu di Indonesia. Buku dan komik Korea terutama yang terkait dengan budaya populer pernah diterbitkan pula oleh penerbit ini. Pada tahun 2002 ada buku versi terjemahan kisah Endless Love karya Oh Soo Yeon yang diterbitkan dengan judul Cinta Tanpa Akhir bersamaan dengan meluasnya gaung drama Korea saat itu. Pada tahun 2010 PT Elex Media menerbitkan beberapa komik dari Korea. Salah satu yang pada tahun 2009 dan 2010 dipajang di banyak toko buku terkemuka Indonesia adalah terbitan komik ilmu pengetahuan seri Why yang ditujukan untuk anak-anak didik sekolah dasar hingga sekolah tingkat atas. Beberapa orang mengetahui bahwa itu dari Korea, tapi sebagian besar tak mengetahuinya hingga mereka membuka bagian dalam. Namun nama pengarang dan penerbit asli yang tertulis dari Korea memang menunjukkan adanya bukti terjemahan komik Korea ke dalam versi Indonesia. Lalu, PT Erlangga sebagai salah satu penerbit terkemuka di Indonesia juga sering menerbitkan serti komik pengetahuan dari Korea. Telepas dari definisi Hallyu yang terlihat lebih memfokuskan pada dunia hiburan, keberadaan hal-hal ini menunjukkan adanya keragaman pengaruh Hallyu ke Indonesia.

Ketujuh, menjamurnya tabloid cetak yang berfokus pada dunia industri Asia, termasuk Korea.

Selama tahun 2009-2010, jumlah tabloid yang menampilkan artis Asia termasuk Korea semakin banyak peminatnya. Bintang Asia dan Asian Plus adalah dua contoh tabloid yang mengkhususkan dirinya membidik pasar para Korea mania di Indonesia. Bersamaan dengan dua tabloid tersebut, beberapa majalah remaja seperti Kawanku dan Olga juga bisa dikategorikan sebagai medium penyebaran Hallyu dan kisah-kisah di balik itu. Singkatnya, para selebritas dan dunia hiburan Korea adalah bak kacang goreng yang laris manis dijual untuk para remaja yang kebanyakan cewek. Sekali lagi, eksistensi tabloid-tabloid semacam itu memang menjadi bukti nyata adanya permintaan pasar.

(11)

menjadi terkenal karena menyanyikan lagu berkaitan dengan FIFA Piala Dunia 2010; meresensi karir Moon Geung Young sebagai artis yang bersinar; dan mengulas sejarah drama-drama percintaan Asia termasuk produksi Korea. Yang kedua yang patut dicantumkan di sini adalah tabloid Bintang Indonesia edisi Juli 2010 yang mengulas tren drama serial Asia dalam sejarah pertelevisian Indonesia. Tabloid ini secara khusus mengulas tiga drama: dorama Jepang (tahun 1990-an); serial Mandarin (paruh pertama tahun 2000-an); dan drama Korea (tahun 2000 hingga 2009). Bahkan tabloid yang sama juga mengulas ketenaran Boys Before Flower dalam edisi khususnya pada tahun 2009.

Satu hal terakhir yang perlu diungkap untuk menutup gambaran dan jejak Hallyu di Indonesia selama dekade ini adalah gaya fesyen Korea. Walaupun gaungnya belum sebesar film, drama, dan K-Pop, namun sejumlah situs penjualan online gaya fesyen Korea serta toko-toko yang secara terus terang menawarkan gaya Korea telah terlihat dan mulai banyak. Dalam majalah, istilah gaya Korea yang bercirikan garis-garis nan simple, atasan bergaris, double top buat para cewek telah menjadi hip dan barang laris. Terlebih lagi, dengan ketenaran para aktor BFF dengan gaya berpakaian mereka juga membuat gaya para cowok mengikutinya. Seperti yang dikutip oleh majalah Olga edisi Juli 2010, gaya pakaian Lee Min Ho, Kim Bum, dan para aktor BBF yang lain juga menjadi barang yang dicari.

Pada intinya, apa yang tertuang dalam bagian ini adalah gambaran nyata tentang bagaimana Hallyu telah bergulir di Indonesia dengan segala pesonanya.

E. Masa Depan Hallyu di Indonesia

Sambutan hangat masyarakat Indonesia terhadap Hallyu seperti yang terekam dalam gambaran-gambaran tersebut memang menunjukkan fakta bahwa demam Korea tetap eksis dan terus berlangsung di negeri ini. Pada tataran tertentu, keberhasilan Korea dengan Hallyunya bisa dilihat sebagai suatu yang mengagumkan karena fenomena ini berhasil mengambil hati masyarakat Indonesia yang tengah terdominasi pengaruh kehadiran Hollywood dalam ranah hiburannya. Selama satu dekade tersebut dapat dikatakan pula bahwa Korea telah menjadi salah satu ‗pemengaruh‘ kebudayaan dan dunia hiburan Indonesia.

Beberapa kalangan berpendapat bahwa demam Korea adalah kegilaan sesaat atau euforia akan sesuatu yang berbau Korea. Namun, bila ini adalah suatu euforia maka ini adalah suatu euforia panjang yang berhasil. Selama satu dekade banyak hal telah terjadi. Forum diskusi aktor Korea, penjualan produk budaya kontemporer Korea, keberadaan berita dan artikel-artikel mengenai artis dan dunia hiburan Korea, penayangan drama dan film Korea di televisi nasional, dan maraknya kehadiran K-Pop dan drama Korea lengkap dengan efek yang ditimbulkannya adalah hal-hal yang menjadi bukti gambaran nyata hadirnya Hallyu di Indonesia.

Ditilik dari diri pemerintah Indonesia, semua hal itu tak mungkin terjadi apabila pemerintah tidak memberikan kebebasan pers dan masyarakatnya untuk mencari hiburan. Pada sisi tertentu, maraknya kehadiran Hallyu di Indonesia membuktikan bahwa Indonesia memang pasar yang menjanjikan bagi budaya asing mana pun dalam era arus informasi. Untuk itu, kehadiran Hallyu harus tetap dipandang sebagai sesuatu yang dapat dipetik hikmah dan pelajaran berharga. Masyarakat Indonesia harus tahu apa masyarakat Korea itu dan bagaimana Korea sebagai suatu bangsa itu berpikir, bertindak, dan berkarya dalam menyikapi mengglobalnya Hallyu mereka. Jika tidak, maka tak ada yang tersisa untuk dipelajari selain Indonesia bersikap pasif menerima Hallyu menerpa Indonesia.

(12)

fenomenal ini. Korea berhasil menginvasi negara lain dengan budayanya karena Korea sukses menggunakan tonggak Hallyu sebagai alat diplomasi budaya untuk mengubah citranya di dunia. Satu hal yang pasti adalah bahwa Hallyu telah pada derajat tertentu telah meningkatkan pemahaman orang Indonesia tentang Korea. Paling tidak Hallyu telah membuat banyak orang Indonesia menjadi tahu satu acuan tentang Korea itu negara seperti apa. Sebagai tambahan, Hallyu bukanlah suatu ancaman budaya karena kebanyakan masyarakat Indonesia cenderung beradaptasi secara positif dan mudah terlibat dalam berkomunikasi dengan budaya asing. Pada intinya, Hallyu telah berada di Indonesia dan tak terelakkan telah menjadi bagian kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Yang perlu ditindaklanjuti adalah bagaimana masyarakat Indonesia bisa belajar dan merangkul Korea sembari menghargai dan melestarikan budayanya sendiri. Melihat semua kondisi yang terjadi pada dekade pertama abad ke-21 ini, Hallyu memiliki lahan subur untuk terus berkembang di Indonesia mengingat masyarakat Indonesia yang juga adaptif aktif terhadap perkembangan dunia luar.

Referensi:

Nugroho, Suray Agung. ―Korean Movies as Reflected in Korean Movies Magazines

(2000-2001)”. Tesis Master. Graduate School of International Area Studies. Hankuk University of Foreign Studies. 2002.

Nugroho, Suray Agung. “Trend Merebaknya Budaya Pop Korea: Studi Kasus tentang Sinetron

dan Film Korea di Indonesia.” Paper penelitian. 2004.

Nugroho, Suray Agung. “Film Korea: Riwayatmu Kini.” Paper dipresentasikan dalam seminar Perfilman Korea dan Cina. Fakultas Ilmu Budaya UGM. 2005.

Nugroho, Suray Agung. “Hallyu: Merebaknya Budaya Pop Korea di Asia.‖ Paper dipresentasikan dalam Lokakarya untuk Pengajar SMU Se-Indonesia. Pusat Studi Korea UGM. 2009.

Nugroho, Suray Agung. “Hallyu „Gelombang Korea‟: Refleksi untuk Memajukan Studi Korea di

Indonesia.” Paper dipresentasikan pada Seminar ke-1 INAKOS (International Association of Korean Studies in Indonesia). Universitas Gadjah Mada. 2009.

Tabloid:

Bintang Indonesia. Edisi ke-1000, 2 Juli 2010.

Olga Girls Magazine. Edisi ke-113, 8 – 21 Juli 2010.

Situs internet:

Bae Young Jun, http://www.byjindofamily.com/

Blockbuster Group, http://www.blockbuster.co.id/

DiscTarra, http://www.disctarra.com/ Gramedia, http://www.gramedia.com/

Indosiar, http://www.indosiar.com/

(13)

Koreana, http://www.kf.orkr/koreana/14_2/main/content1.html

Kpop di Indonesia, www.facebook.com/pages/K-Pop-Hunt... Kpop di Indonesia, http://twitter.com/Kpop_on_IndoTV)

Referensi

Dokumen terkait