BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pengertian perbuatan pidana telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum pidana.
Antara satu pengertian perbuatan pidana dengan pengertian perbuatan pidana yang lain
secara umum terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang memisahkan secara tegas
antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, dan kelompok yang menyamakan
antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pengertian perbuatan pidana
semata menunjuk pada perbuatan baik secara aktif maupun secara pasif. Sedangkan apakah
pelaku ketika melakukan perbuatan pidana patut dicela atau memiliki kesalahan bukan
merupakan wilayah perbuatan pidana, tetapi sudah masuk pada diskusi pertanggungjawaban
pidana. Dengan kata lain, apakah inkonkreto, yang melakukan perbuatan tadi
sungguh-sungguh dijatuhi pidana atau tidak, itu sudah di luar arti perbuatan pidana.2
Marshall mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang
dilarang oleh hukum yang berlaku. Dalam Konsep KUHP tindak pidana diartikan sebagai
perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-Moeljatno mengatakan bahwa pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Pada kesempatan yang
lain, dia juga mengatakan dengan substansi yang sama bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan yang di larang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan
tersebut.
undangan harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum
masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada
alasan pembenar.3
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perbuatan pidana
adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa yang melakukannya.
Dengan pengertian ini, maka ditolak pendapat Simons dan Van Hamel. Simons mengatakan
bahwa strafbaarfeit itu adalah kelakuan yang di ancam dengan pidana, bersifat melawan
hukum, dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggungjawab. Sedangkan Van Hamel mengatakan bahwa srafbaarfeit adalah kelakuan
orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan
dilakukan dengan kesalahan.4
Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan
suatu ancaman pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan dijatuhi pidana, tergantung
apakah dalam melakukan perbuatan itu orang tersebut memiliki kesalahan.
5
Dengan demikian, membicarakan pertanggungjawaban pidana mau tidak mau harus
didahului dengan penjelasan tentang perbuatan pidana. Sebab seseorang tidak bisa dimintai
pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih dahulu ia melakukan perbuatan pidana. Adalah
dirasakan tidak adil jika tiba-tiba seseorang harus bertanggung jawab atas suatu tindakan,
sedangkan ia sendiri tidak melakukan tindakan tersebut.6
3 Andi Hamzah, Asas- Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 89 4Ibid., hlm. 98
5 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan PertanggungJawaban Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983, hlm. 35 6 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 20-23
pertanggungjawaban pidana itu sendiri adalah pertanggungjawaban seseorang terhadap
tindak pidana yang dilakukan.7
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam udang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya. Wewenang membuat akta otentik ini hanya
dilaksanakan oleh Notaris sejauh pembuatan akte otentik tertentu tidak dikhususkan bagi
pejabat umum lainnya.
Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) menyebutkan
bahwa ”akta authentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di
tempat di mana akta dibuatnya.”
Akta authentik merupakan bukti terkuat dan mengikat bagi para pihak yang ada dalam
akta tersebut, suatu akta dapat menghasilkan bukti yang kuat bagaimana peristiwa yang
tersebut terjadi dan akta harus dipercayai tidak bisa di ragukan kebenarannya dikarenakan
dalam pembuatan akta, para pihak berada di depan pejabat yang berwenang untuk membuat
akta tersebut, maka para pihak tidak bisa meragukan keasliannya. Apabila para pihak
meragukan atau membantah akta tersebut seharusnya mereka dapat membuktikan terlebih
dahulu ketidakbenaran akta autentik tersebut.
8
Adapun disaat ini sudah semakin banyak perbuatan pidana yang di lakukan oleh
pejabat negara maupun masyarakat biasa, oleh karena itu penulis ingin mengetahui
bagaimana peranan pejabat negara yang berwewenang dalam menjalankan tugasnya, dan
7Ibid., hlm. 156
8 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dan Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
bagaimana pula pertanggungjawaban oleh pejabat tersebut apabila melakukan tindak pidana,
dan sanksi apa saja yang di dapat oleh pejabat tersebut apabila melakukan tindak pidana.
Salah satu perbuatan Pidana yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang
menjalankan tugasnya adalah perbuatan seorang Notaris yang melakukan perbuatan pidana
berupa pemalsuan akta di mana perbuatan ini sangat bertentangan dengan sumpah jabatannya
yang menimbulkan akibat hokum berupa sanksi Pidana kasus yang di sengketakan di
pengadilan yang melibatkan notaris sebagai tersangka akan di uraikan sebagai berikut :
Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, sekira pukul 10.00 Wib saksi
ILMASTIN, S.Pd.i BIN RUSLI dan sanksi MUSLIM GUNAWAN, S.Sos BIN SUWANDI
datang menghadap terdakwa ke Kantor Notaris IMRAN ZUBIR DAOED,S.H. di Jalan Pang
Lateh Desa Simpang Empat Kecamatan Benda Sakti Kota Lhokseumawe untuk perubahan
anggaran dasar Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (SEPAKAT) dengan
memberikan dokumen sebagai dasar perubahan Anggaran dasar kepada terdakwa berupa
Daftar Absensi Rapat Anggota Lsm Sepakat Lhokseumawe, Berita Acara Rapat Anggota
Lsm Sepakat Lhokseumawe dan foto suasana rapat Anggota lembaga Sepakat.
Selanjutnya setelah saksi ILMASTIN, S.Pd.i BIN RUSLI dan saksi MUSLIM
GUNAWAN, S. Sos BIN SUWANDI memberikan dokumen sebagai dasar perubahan
tersebut, kemudian terdakwa membuat minuta akta (asli akta notaris) nomor : 01,- Tanggal
02 November 2012 ;
Bahwa pada saat terdakwa membuat minuta akta (asli akta notaris) Nomor 01,-
Tanggal 02 November 2012 tersebut, terdakwa melakukan pemalsuan surat terhadap akta
notaris/akte otentik Nomor : 01,- Tanggal 02 November 2012 tersebut dengan cara membuat
ada sebagai penghadap yang menghadap di hadapan terdakwa halaman 1 akta Notaris
pada tanggal 16 juni 1984 (seribu sembilan ratus delapanpuluh empat), wiraswasta,
bertempat tinggal di Desa Cot Jambo, Kecamatan Montasik, Kabupaten Aceh Besar
Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 1354/04/AB/CJ/2003. Warga Negara Indonesia.
Padahal TUAN EDI FADHIL/saksi EDI FADHIL Bin ILYAS sebagaimana tersebut dalam
Akta Notaris tersebut tidak pernah menghadap dihadapkan terdakwa untuk pembuatan akta
notaris Nomor:01,- Tanggal 02 November 2012 tersebut :
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,maka dapat dirumuskan batasan
permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan Notaris dalam pembuatan Akta Authentik?
2. Bagaimana pertanggungjawaban Pidana dalam hal Tindak Pidana Pemalsuan Akta
Authentik?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, dapat disimpulkan yang menjadi tujuan dari
penulisan skripsi ini. Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui sejauh mana peranan Notaris dalam pembuatan Akta Authentik
2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana yang dapat dimintakan kepada
seorang Notaris apabila beliau melakukan tindak pidana pemalsuan Akta Autentik
dengan melihat Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 40 / Pid.B / 2013 /
PN. Lsm.
Manfaat yang diharapkan dan akan diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai
1. Manfaat teoritis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan tambahan bagi ilmu pengetahuan
pada umumnya dan untuk perkembangan ilmu hukum pidana pada khususnya serta
menambah literatur dan referensi atau bahan bacaan bagi mahasiswa fakultas hukum
dan masyarakat luas mengenai pertanggungjawaban pidana notaris dalam hal tindak
pidana pemalsuan akta authentik.
2. Manfaat praktis
a. Bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah diharapkan
agar skripsi ini dapat menjadi pedoman atau rujukan dalam melakukan penelitian
yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana notaris dalam hal tindak
pidana pemalsuan akta authentik.
b. Bagi masyarakat luas diharapkan agar skripsi ini dapat memberikan masukan dan
pertimbangan untuk dapat menghindarkan diri dari kerugian sebagai pengguna
jasa notaris dan dapat memberikan pelajaran serta pengalaman bagi notaris agar
dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai profesinya harus mematuhi
undang-undang dan kode etik profesi, menjunjung tinggi profesionalitas
profesinya untuk mengurangi resiko timbulnya kesalahan terhadap pembuatan
akta autentik.
c. Bagi penegak hukum diharapkan agar skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menggambil keputusan, khususnya
dalam hal menetapkan pertanggungjawaban pidana notaris dalam hal tindak
pidana pemalsuan akta authentik apabila terjadi sengketa di pengadilan.
d. Bagi pemerintah dan pembuat undang-undang diharapkan agar skripsi ini dapat
memberikan masukan kepada pemerintah untuk menetapkan pertanggungjawaban
jelas dalam suatu peraturan perundang-undangan agar terciptanya kepastian
hukum dalam masyarakat luas yang menggunakan jasa notaris dan meningkatkan
profesionalitas notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
D. Keaslian Penulisan
Penulis telah melakukan daftar penelusuran skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatara Utara dan keasripan di departemen Hukum Pidana, tidak di temukan
adanya kesamaan judul ataupun permasalahan yang di angkat oleh penulis yaitu “
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM HAL TINDAK PIDANA
PEMALSUAN AKTA AUTHENTIK (STUDI PUTUSAN PN.Lsm NO. 40 / Pid.B / 2013 /
PN. Lsm). ” Tulisan ini merupakan karya asli yang disusun berdasarkan dengan asas-asas
keilmuan yang jujur. rasional dan ilmiah.
Skripsi ini merupakan karya asli yang berasal dari pemikiran murni penulis dan tidak
meniru kepunyaan orang lain. Apabila ada ditemukan adanya kesamaan judul dan
permasalahan skripsi ini dengan skripsi yang sebelumnya di Departemen Hukum Pidana
maka penulis akan mempertanggungjawabkannya.
E.Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam udang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.9
9 Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2014.
Adapun pengertian lain dari Notaris yaitu menurut Peraturan Jabatan Notaris yang mengatakan bahwa :“De zijn openbare ambtenaren, uitsluitendbevoegd, om authentieke akten op te maken wegens alle handelinggen, overeenkomsten en beschikkingen, waarvan eene algemeene verordening gebiedt of de belanghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift bkijken zal, daarvan de dagteekening te verzekeren, de akten in bewaring te houden en daarvan grossen, afschriften en uittreksel uit te geven;alles voorzoor het opmaken dier akten door eene algemeene verordening niet ook aan andere ambtenaren of personen
opgeddragen of voorhebehouden is.” (Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya
berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta outentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain).10
Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan
maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis
yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar
seperti ini mereka yang diangkat sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayani
masyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh Notaris
sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada Notaris. Oleh karena
itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.11
10 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 12
11Ibid., hlm. 14.
Mengetahui pentingnya tugas dan kedudukan notaris di tengah-tengah masyarakat dan
kekuatan pembuktian dari akta otentik yang dibuatnya, dapat dikatakan bahwa jabatan notaris
merupakan jabatan kepercayaan. Jabatan kepercayaan yang diberikan undang-undang dan
masyarakat ini mewajibkan seseorang yang berprofesi sebagai notaris bertanggung jawab
untuk melaksanakan kepercayaan tersebut dengan sebaik-baiknya serta menjunjung tinggi
etika hukum, martabat serta keluhuran jabatannya.
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) menyebutkan bahwa “
akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,
dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di
mana akta dibuatnya.” Menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang
umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang notaris adalah bersifat umum,
sedangkan wewenang pejabat lain adalah pengecualian.12
Pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHP terdapat dua perbuatan ialah
membuat palsu dan memalsu. Bila di hubungkan dengan objeknya sebuah surat, perbuatan
yang pertama biasanya disebut sebagai perbuatan membuat surat palsu. Pengertian membuat
surat palsu adalah membuat sebuat surat (yang sebelumnya tidak ada surat) yang isi
seluruhnya atau pada bagian-bagian tertentu tidak sesuai dengan yang sebenarnya atau
bertentangan dengan kebenaran atau palsu. Surat yang dihasilkan oleh perbuatan membuat
surat palsu ini disebut dengan “ surat palsu” atau “surat yang tidak asli”.
3. Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan
13
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang mengacu
kepada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan.
Penelitian hukum normatif dilakukan untuk meneliti hukum dalam pengertian ilmu hukum
sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum di pandang sebagai sebuah kaidah yang
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penulisan
12 GHS.L.Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cetakan ke-3, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983, hal.34. 13 Adami Chazawi | Ardi Ferdian, Tindak Pidana Pemalsuan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014,
perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.14
Penelitian doctrinal dilakukan tidak sebatas melakukan inventarisasi hukum positif,
akan tetapi juga memberikan koreksi terhadap suatu peraturan perundang-undangan.
Kemudian menguji apakah postulat normatif dapat atau tidak dapat diterapkan untuk sebuah
perkara konkrit
Penelitian tersebut di
sebut juga dengan penelitian doctrinal (doctrinal research).
15
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan
hukum dan seterusnya
. Penelitian dilakukan dengan menganalisis putusan yang bekaitan dengan
pertanggungjawaban pidana notaris dalam hal tindak pidana pemalsuan surat yaitu studi
Putusan MA No. 40 / Pid.B / 2013 / PN.Lsm. Hal ini dilakukan untuk melihat penerapan
hukum positif terhadap perkara kongkrit yang terjadi di masyarakat terutama terhadap
pertimbangan hakim yang menjadi dasar menjatuhkan putusan.
2. Sumber Data
Data yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder tersebut mencangkup :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan dibuat oleh
pihak-pihak yang berwenang. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitap Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer) dan Undang-Undang.
16
14 Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum, hal 53 15Ibid., hlm. 55
16 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Edisi 1, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 13.
. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah
buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana
notaris, dan putusan MA No. 40 / Pid.B / 2013 / PN. Lsm. , majalah dan internet yang
berkaitan dengan permasalahan yang telah dipaparkan penulis pada perumusan masalah di
atas.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang dapat memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
3. Metode Pengumpulan Data
Keseluruhan sumber data hukum di dalam skripsi ini dikumpulkan melalui studi
kepustakaan (library research), yakni melakukan penelitian dengan berbagai bahan bacaan
seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, pendapat para sarjana dan bahan
lainya yang berkaitan dengan skripsi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan konsep, teori dan
doktrin serta pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang
berhubungan dengan telaahan penelitian ini.
4. Analisis Data
Data sekunder yang telah diperoleh dan disusun secara sistematis, kemudian dianalisis
secara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data yang sering disebut penelitian yang holistik.
Dikatakan holistik karena mencari informasi sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya
tentang aspek yang diteliti. Ketentuan bahwa data-data yang berbeda tersebut merupakan satu
kesatuan yang utuh dari objek yang diteliti.17
Gambaran secara keseluruhan mengenai skripsi ini akan dijabarkan penulis dengan cara
menguraikan sistematika penulisannya yang terdiri atas 4 ( empat ) bab, yaitu: G. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan merupakan bab yang memberikan ilustrasi guna memberikan
informasi yang bersifat umum dan menyeluruh secara sistematis terdiri dari latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Pengaturan Hukum Mengenai Notaris. Memberikan penjelasan bagaimana
peran notaris dalam pembuatan Akta Autentik, sejauh mana kewenangan notaris dalam
pembuatan Akta Autentik menurut UUJN, Serta bagaimana wewenang Majelis Pengawas
Daerah dan Majelis Pengawas Wilayah apabila menerima laporan dari masyarakat.
Bab III Pertanggung Jawaban Pidana Notaris dalam hal pemalsuan Akta Autentik.
Memberikan penjelasan tentang teori pertanggungjawaban pidana, tindak pidana pemalsuan
Akta Authentik di tinjau dari kode etik notaris, sanksi pidana terhadap notaris yang
melakukan Tindak Pidana Pemalsuan, serta Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Notaris
dalam kasus Putusan MA No. 40 / Pid.B / 2013 / PN. Lsm. Memberikan analisis hukum
terhadap kasus dengan melihat pertimbangan hukum dan penerapan hukum oleh hakim dalam
menjatuhkan putusan, mengetahui teori-teori apa yang digunakan hakim dalam menjatuhkan
putusan dan menetapkan pertanggungjawaban pidana notaris.
Bab IV Kesimpulan dan Saran. Merupakan bagian akhir yang berisikan kesimpulan