• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MILLING TERHADAP LAJU DISOLUSI CAMPURAN METAMPIRON-FENILBUTASON (7:3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MILLING TERHADAP LAJU DISOLUSI CAMPURAN METAMPIRON-FENILBUTASON (7:3)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Sundani Nur ono Soewandhi, Ar is Har yana Sekolah Far masi Institut Teknologi Bandung

PEN D A HULUA N

Campuran senyaw a yang me-miliki kesamaan struktur mo lekul dan/ atau kisi kristalnya, cenderung bereaksi membentuk interaksi mo-lekular jika m enerim a sejum lah energi. Metampiron dan fenilbutason memiliki kemiripan pada struktur molekulnya dan merupakan kombi-nasi obat analgetik, antipiretik yang masih ditemukan dipasaran. Telah diketahui bahwa campuran metam-p iro n d an fenilbutaso n, m am metam-p u m em bentuk interaksi m o lekular berup a seny aw a mo lekular y ang melebur in-kongruen (peritektik) jika d iberi p erlakuan berup a energ i termik. Titik peritektiknya terletak p ad a suhu 149,80C. M elalui d ata

PEN GARUH

M ILLIN G

TERHADAP LAJU DISOLUSI CAM PURAN

M ETAM PIRON -FEN ILBUTASON (7:3)

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. IV, No. 2, A gustus 2007, 73 - 80 ISSN : 1693-9883

ABSTRACT

In pharmaceutical process, milling is a common process to produce particle in certain expectation size. Impact of milling process could lead to physical interaction. Dissolution rate will change as an impact of physical interaction. To observe physical interaction between methampyrone and phenylbutazone during milling process, is needed to analyze its X-ray diffractogram, DSC thermogram and dissolution rate. Data of X-ray diffractogram, differential scanning calorimetry and dissolution test, showed that physical interaction occurred after 5,5 hours and 18 hours of milling and cause enhancement of dissolution rate of phenylbutazone. D issolution rate of methampyrone was constant after 5,5 hours of milling. Decreasing dissolution rate of methampyrone occured after 18 hours of milling.

(2)

Fenilbutaso n sang at sukar larut dalam air. Larut dalam aseton, eter d an metano l. Fenilbutaso n p ad a larutan yang mengabsorpsi radiasi ultraviolet menghasilkan spektrum yang berbeda. Pada metanol 0,1 N H Cl d an 0,1 N N aO H , m em iliki serapan maksimum pad a panjang gelombang berturut-turut 243, 235 d an 263 nm (Dibern, 1978). Fenil-butason memiliki efek analgetik dan antip iretik. Efek sam p ing y ang sering terjadi yaitu gangguan saluran pencernaan (McEvoy, 2002)

M etampiron

M ETODE PENELITIA N

Bahan yang d igunakan d alam penelitian ini adalah: serbuk metam-piron (No. Batch C01-W0508713) dari N anto ng General Pharmaceutical Factory dan fenilbutason (No. Batch 05040801) dari Wuhan Grand Phar-maceutical Group Co, LTD.

A lat y ang d ig unakan d alam penelitian ini ad alah: Differential Scanning Calo rimeter (Seiko SSC 5200H), Po w d er Xray Diffracto -M etamp iro n (C13H16N3N aO4S.

H20) memiliki bobot molekul 351,4. Titik lebur metampiron 1720C. Larut

d alam 1,5 bag ian air, 30 bag ian etanol, praktis tidak larut dalam eter, aseton, benzen dan kloroform. Meta-mpiron memiliki panjang gelombang serapan maksimum yang berbed a pada pelarut yang berlainan. Pada pelarut metanol serapan maksimum metampiron adalah 234 nm, sedang-kan dalam HCl 0,1 N 259 nm dan NaOH 0,1 N 257 nm (Clarke, 1986). Metampiron memiliki efek analgetik dan sering digunakan sebagai Anti-inflamatory Drug (NSAID), penekan rasa nyeri serta demam. Pada pema-kaian secara o ral, d o sis tung g al metamp iro n antara 500-1000 mg. Efek samp ing yang p arah ad alah ag ranulo sito sis alerg ik. Semakin tinggi dosis dan jangka pengobatan, semakin besar risikonya (McEvoy, 2002).

Fenilbutason

Berat m o lekul fenilbutaso n 308,38. (Dep kes RI, 1995). Fenil-butason merupakan serbuk hablur, putih atau agak putih, tidak berbau.

Gambar 1 :

Rumus molekul metampiron

Gambar 2 : Rumus molekul

(3)

meter (Rigaku, Geiger flex), Grind-ing mill (Restech RM 100, German), alat uji diso lusi (Hanso n research, SR-6), Pengayak bertingkat (Retsch A S-200), Spektro fo to meter UV-Vis (Beckm an DU 600i), tim bang an miligram (Mettler M3), dan alat-alat yang biasa digunakan dalam labo-ratorium kimia.

Cara Kerja

1. Penyiapan Bahan Baku

M etampiron dan Fenilbutason

Penyeragaman ukuran partikel bahan baku dilakukan dengan penga-yak ukuran 100 dan 50 µm. Metam-piron maupun fenilbutason, dipilih p ad a ukuran p artikel 50-100 µm. Pengayakan d ilakukan selama se-tengah jam d engan amplitud o 60. Pembuatan campuran metampiron d an fenilbutaso n d engan p erban-d ingan (7 : 3), erban-d ilakukan erban-d engan cara m eng ad uk ked ua seny aw a dalam mortir dengan bantuan zalfkart

selama kurang lebih 15 menit. Cam-puran fisik metampiron-fenilbutason dipisahkan menjadi 3 bagian untuk diberikan energi milling selama 5,5 jam d an 18 jam serta d ip anaskan 120 0C selama 2 jam.

2. A nalisis Difraksi Sinar-X

Metampiro n d an fenilbutaso n d eng an p erband ing an 7:3 d im a-sukkan ke dalam lempeng sampel, dan diletakkan di instrumen PXRD yang d io perasikan d alam rentang 2! 5-40o dengan kecepatan 2o per

menit.

3. A nalisis Termal

Cam p uran m etam p iro n d an fenilbutaso n, d imasukkan d alam pinggan alumunium di dalam instru-men DSC. Pemanasan d ilakukan dengan kecepatan 10 0C per menit

dengan rentang suhu pemanasan 30-260 0C

4. Uji Disolusi

Disolusi meliputi serbuk metam-piron, serbuk fenilbutason, campuran fisik metampiro n-fenilbutaso n 7:3, hasil milling campuran metampiron -fenilbutason 7:3 selama 5,5 dan 18 jam serta hasil pemanasan campuran fisik 120 0C selama 2 jam. Uji d iso lusi

dilakukan dengan metode dayung, kecepatan pengadukan 50 putaran per menit (ppm), pada suhu 370 C,

d eng an m eng g unakan m ed ium d iso lusi HCl p H 1,2. Uji d iso lusi dilakukan selama 90 menit. Cuplikan disolusi diambil pada menit ke-7, 15, 22 ,30 , 45, 60 dan 90. Hasil disolusi d iukur secara sim ultan d eng an menggunakan spektrofotometri ul-trav io let multiko mp o nen d engan pelarut HCl-etanol (1:1).

HA SIL DA N PEM BA HA SA N

Hasil difraktogram sinar-X cam-p uran fisika m etam cam-p iro n-fenil-butaso n (7:3) menunjukkan penu-runan intensitas disemua 2! pada metampiron-fenilbutason (7:3) hasil

(4)

kris-talinitas senyaw a metampiron dan fenilbutason akibat pemberian energi mekanik.

Interaksi fisika yang o ptimal, d itand ai d engan hilangnya inter-ferensi fenilbutason pada 2! 7.2 dan 8. Hilangnya interferensi ini meng-indikasikan adanya interaksi fisika pada campuran metampiron-fenil-butason (Suryono 2006). Gambar 3 menunjukkan bahwa pada 2! 7.2 dan 8, interferensi fenilbutaso n tid ak hilang to tal namun intensitasnya menurun. Fenomena ini menandakan terjad iny a interaksi fisika y ang belum sempurna. Mesipun demikian, campuran peritektik sudah terjadi, yang d itand ai d engan id entiknya d ifrakto g ram sinar-X cam p uran

fisika hasil milling d engan d ifrak-togram metampiron murni.

Data termogram differential scan-ning calorimetry p ro d uk milling

cam p uran fisik selam a 5,5 jam menunjukkan puncak-puncak endo-term ik p ad a suhu 103,60C, y ang

menandakan terjadinya peleburan fenilbutaso n. Pad a p uncak end o -termik 129,40C menand akan

pele-buran metampiron dan fenilbutason yang membentuk senyaw a mo le-kular. Puncak end o termik ked ua pada 182,60C menandakan terjadinya

p eleburan m etam p iro n. Setelah kondisi ini terdapat kurva menaik y ang menand akan terjad iny a re-kristalisasi m etam p iro n. Puncak eksotermik terjadi pada suhu 226,60C

Gambar 3. Difraktogram sinar-X campuran metampiron-fenilbutason 7:3; A: campuran

(5)

m enunjukkan terjad iny a reaksi oksidasi metampiron.

Hasil milling 18 jam menunjukkan puncak endotermik pada suhu 103,6

0C yang merupakan peleburan

fenil-butason. Puncak endotermik kedua terjadi pada 140,1 0C. Pada kondisi

ini terjadi senyaw a molekular hasil interaksi fisika metamp iro n d an fenilbutason yang lebih banyak di-band ing kan d eng an hasil milling

campuran fisik 5,5 jam. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pergeseran puncak endotermik sebesar 11 0C jika

dibandingkan dengan hasil milling

5,5 jam. Puncak eksotermik terjadi pada suhu 226,6 0C yang merupakan

reaksi oksidasi metampiron, seperti yang terlihat pada gambar 4.

Disolusi metampiron campuran hasil milling 5,5 jam , 18 jam , campuran fisik dan serbuk tunggal mencapai kondisi konstan pada menit ke-15. Sedangkan metampiron hasil pemanasan baru mencapai kondisi y ang ko nstan p ad a m enit ke-30 seperti yang terlihat pada gambar 5. Ko ndisi yang jauh berbeda ditun-jukkan metampiron campuran hasil

milling 18 jam. Dalam hal ini terjadi penurunan laju disolusi sekitar 40% lebih rendah dibandingkan dengan sampel metampiron yang lain.

Uji statistik satu arah d engan selang kep ercayaan 95%, menun-jukkan p ad a m enit ketujuh laju disolusi metampiron hasil milling 5,5 jam tidak berbeda secara bermakna d engan laju d iso lusi metamp iro n campuran fisika d an metampiro n tung g al, nam un berbed a secara bermakna dengan metampiron dalam cam p uran hasil p em anasan d an metampiron dalam campuran hasil

milling 18 jam.

Pada menit ke-30 hingga menit ke-90, metampiron campuran hasil

milling 5,5 jam berbeda secara ber-makna dalam rentang kepercayaan 95% d eng an samp el metamp iro n yang lain. Metampiro n campuran hasil milling 18 jam juga berbed a secara bermakna d eng an samp el metampiron yang lain. Metampiron dan fenilbutason memiliki interaksi p eritektik bila d iberikan energ i termik (Suryono 2006). Laju disolusi metampiron dalam campuran hasil Gambar 4. Termogram DSC

metam-piron-fenilbutason (7:3); A: campuran hasil milling 18 jam; B: campuran hasil

(6)

milling 18 jam lebih rendah diban-dingkan dengan laju disolusi metam-p iro n hasil metam-p em anasan bersam a fenilbutason. Penurunan laju disolusi metampiron bergantung pada laju disolusi fenilbutason. Fenomena ini terjad i akibat terjad inya interaksi fisik y ang m em bentuk seny aw a mo lekular d eng an p erband ing an metampiron dan fenilbutason yang tetap , nam un m eng ubah karak-teristik fisik metampiron dan fenil-butason.

Gambar 6 menunjukkan perbe-daan laju disolusi antara fenilbutason tunggal dengan fenilbutason dalam campuran fisika dan campuran hasil

milling 5,5 jam. Uji statistik satu arah

d engan rentang kepercayaan 95% menunjukkan d iso lusi camp uran fisika tidak berbeda secara bermakna dengan disolusi fenilbutason hasil

milling 5,5 jam. Kesamaan tersebut d id ug a karena masih sed ikitny a senyaw a molekular yang terbentuk sehingga pengaruh senyaw a mole-kular terhadap disolusi fenilbutason tid ak sig nifikan. D iso lusi fenil-butaso n campuran fisika maupun campuran hasil milling 5,5 jam me-nunjukkan perbed aan secara ber-makna dengan fenilbutason tunggal maupun pro d uk pemanasan cam-puran fisika. Fenilbutason camcam-puran fisika dan campuran hasil milling 5,5 jam menghasilkan kondisi steady state

Gambar 5. Profil disolusi metampiron dan metampiron dalam campuran

(7)

4 kali lebih tinggi d aripad a fenil-butason tunggal. Yugana, M., 2007 menemukan adanya pengaruh kadar air terad so rpsi terhad ap pemben-tukan senyaw a mo lekular antara m etam p iro n d an fenilbutaso n. Deng an d emikian, p embentukan senyaw a mo lekular kemungkinan besar terjadi selama proses disolusi d an m ening katkan laju d iso lusi fenilbutason dalam campuran fisika. Proses milling selama 18 jam, meng-hasilkan senyaw a mo lekular yang lebih banyak dibandingkan dengan p ro d uk milling selam a 5,5 jam sehingga laju disolusinya lebih tinggi. Fenilbutaso n hasil pemanasan bersama dengan metampiron,

meng-hasilkan laju disolusi yang dua kali lebih tinggi dibandingkan hasil mill-ing 18 jam, 4 kali lebih tmill-inggi daripada campuran fisika maupun produk mill-ing 5,5 jam serta hampir 11 kali lebih tinggi daripada fenilbutason senyawa tunggal. Hal ini terjadi karena se-nyaw a mo lekular yang terbentuk akibat p em anasan m etam p iro n-fenilbutason menghasilkan senyawa mo lekular yang lebih banyak d i-bandingkan senyawa molekular yang terbentuk akibat hasil milling 5,5 jam maupun 18 jam.

Perbandingan rata-rata metam-p iro n d an fenilbutaso n yang ter-diso lusi hasil milling 18 jam, pada w aktu pengambilan sampel adalah

Gambar 6. Profil disolusi fenilbutason dan fenilbutason dalam campuran

(8)

1.198 ± 0.324. Nilai perband ingan tersebut tidak berbeda secara ber-makna d engan perband ingan laju d iso lusi antara metamp iro n d an fenilbutason hasil pemanasan (1.151 ± 0.265) jika diuji dengan t-student. Hal ini d id uga terjad i karena se-nyaw a mo lekular yang terbentuk, berad a d alam ko mp o sisi tertentu sehingga jumlah fenilbutaso n ter-disolusi akan mempengaruhi jumlah metampiron yang terdisolusi.

KESIM PULA N

Pengaruh mekanik dalam proses

milling selama 5,5 dan 18 jam ter-hadap campuran fisika metampiron-fenilbutaso n (7:3) m eny ebabkan terjad iny a interaksi fisika y ang menyebabkan kenaikan laju disolusi fenilbutaso n. Interaksi fisika yang terjad i tid ak memp eng aruhi laju disolusi metampiron pada campuran fisik hasil milling 5,5 jam, tetap i menurunkan laju d iso lusi metam-piron pada campuran fisik hasil mill-ing 18 jam.

DA FTA R PUSTA KA

Clarke, E.G.C, Isolation and Identifi-cation of Drugs, ed.2, The Phar-maceutical Press, London, 1986, 563, 564, 892, 893.

Dibbern, H.W, UV- und IR - spektren W ichtiger Pharmazeutischer W irk-stoffe, Editio Cantor, Frankfurt, 1978, 109, 701.

Ditjen POM Depkes RI, Farmakope In-donesia, ed. 4, DepKes RI, Jakarta, 1995, 492-493.

Florey, K.(Ed.), A nalytical Profiles of D rugs Substances, vo l 23, A ca-demic Press Inc., London, 1994, 487.

McEvoy, G, AHFS Drug Information, A merica : A merican Society of Health System Pharmacist, Win-cousin, 2002, 2452.

Soewandhi, S. N, Kristalografi Farmasi 1, School of Pharmacy Institut Tekno lo gi Bandung, Bandung, 2005, 17-20.

Soewandhi, S. N, Kristalografi Farmasi 2, School of Pharmacy Institut Tekno lo gi Bandung, Bandung, 2005, 70-77, 88-90, 115-117. Soewandhi, S. N, Kristalografi Farmasi

3, School of Pharmacy Institut Tekno lo gi Bandung, Bandung, 2005, 6-7.

Sury o no , A .M ., Campuran Biner Antalgin dan Fenilbutason, skripsi sarjana, Seko lah Farmasi-ITB, Bandung, 2006, 11-15.

Yugana, M., Profil Adsorpsi Isotermik Mtampiron dan Fenilbutason serta

Campuran Keduany a, skrip si

Gambar

Gambar 1 :dan 263 nm (Dibern, 1978). Fenil-Rumus molekul metampiron
Gambar 3. Difraktogram sinar-X campuran metampiron-fenilbutason 7:3; A: campuranhasil milling 18 jam; B: campuran hasil milling 5,5 jam;  C: campuran fisik biasa; D:metampiron tunggal; E: fenilbutason tunggal.
Gambar 4. Termogram DSC metam-piron-fenilbutason (7:3); A: campuranhasil milling 18 jam; B: campuran hasilmilling 5,5 jam; C: metampiron tunggal;D: fenilbutason tunggal.
Gambar 5. Profil disolusi metampiron dan metampiron dalam campuran metampiron-fenilbutason 7:3 dengan berbagai perlakuan.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, akan diteliti seberapa besar pengaruh proporsi drug load terhadap disolusi kurkumin pada dispersi padat isolat ekstrak rimpang kunyit - HPMC E-5 yang

Dari dispersi padat parasetamol-PVP K-30 1:3, campuran fisis parasetamol-PVP K-30 1:3, dan parasetamol, hasil parameter disolusi %Q menunjukkan adanya perbedaan laju pelarutan,

Dari penelitian ini kadar Avicel PH 102 yang dapat menghasilkan mutu fisik dan laju disolusi yang baik 15% tetapi hasil analisis statistik antara F3 dengan F4 tidak terdapat

iii ABSTRAK PENGARUH PERBEDAAN UKURAN PARTIKEL MIKRO DAN NANO IBUPROFEN TERHADAP LAJU DISOLUSI KAPSUL IBUPROFEN DENGAN AVICEL PH 101 SEBAGAI BAHAN PENGISI Febri Romansyah