• Tidak ada hasil yang ditemukan

Taswir seni patung dan fotografi dalam t

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Taswir seni patung dan fotografi dalam t"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Takhrij Hadis ‚Tas{wi>r Makhluk Bernyawa‛

Moh. Fadhil Nur 1620510043

Muhfadhilnur41@gmail.com

Abstrak

Sejarah telah membuktikan seni yang berkembang di dunia Islam lebih didominasi ornamen, tumbuh-tumbuhan, dan dekorasi. Sedangkan seni rupa berbentuk lukisan, patung atau yang dianggap makhluk bernyawa sulit ditemukan kecuali sedikit sekali. Hal tersebut di pengaruhi teks-teks keagamaan dari hadis maupun al-Qur’an yang melarang segala

aktivitas tas}wi>r serta ancaman bagi pelakunya. Perdebatan diantara ulama mengenai hal tersebut juga dapat dijumpai dalam kitab-kitab kajian hukum Islam. Istilah yang sering digunakan untuk menyebut seni rupa yang berupa patung atau lukisan dalam Islam adalah Tas}wi>r. Makalah ini mencoba mengkaji persoalan tas}wi>r ditinjau berdasarkan hadis

‚tas}wi>r makhluk bernyawa‛ dengan menggunakan metode takhrij al-hadis dan memberi

interpretasi dengan pendekatan ‘ilm ma’a>n al-hadi>s. A. Pendahuluan

Tas}wi>r atau yang lazim disebut seni rupa berupa lukisan atau patung merupakan salah satu kesenian yang paling tua dalam sejarah peradaban manusia. Peninggalan-peninggalan prasejarah membuktikan, bahwa sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu nenek moyang manusia telah mengenal yang namanya seni lukis. Pada masa-masa primitif, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar sebagai media pencatat untuk menceritakan bagian-bagian penting dari kehidupan mereka. Cara komunikasi dengan menggunakan gambar seperti itu jugalah yang pada akhirnya merangsang pembentukan sistem tulisan, karena huruf sebenarnya berasal dari simbol-simbol gambar yang kemudian disederhanakan dan dibakukan.1

1Kasman K.S., Kondisi Seni Patung di Mata Masyarakat Islam di Zaman Modern, ed. Jabrohim dan

(2)

Dalam kebudayaan Islam, kesenian berkembang pesat dan menemukan jati dirinya pertamakali setelah kepindahan Khilafah Islamiyah Muawiyah ke Damaskus, kemudian berlanjut pada dinasti-dinasti setelahnya.2 Cabang seni rupa berupa lukisan dan patung berkembang sejajar dengan perkembangan hasil seni rupa lainnya seperti seni bangunan (arsitektur), seni kerajinan, kaligrafi maupun dekorasi. Namun perkembangan seni lukis dan patung tidaklah sesubur seperti perkembangan hasil seni rupa lainnya tersebut. Hal ini terjadi karena ditemukan beberapa hadis Nabi saw., yang memberi petunjuk tentang keburukan dan ditolaknya lukisan atau ukiran patung. Salah satu alasanya adalah dapat mendatangkan mudharat karena dapat menyekutukan Allah swt. sebagai Maha Pencipta seperti yang dilakukan masyarakat Jahiliyah. Oleh karena itu para pengamat Barat menganggap bahwa Islam sangat dikenal menganut faham anti gambar mahluk hidup.3 B. Pembahasan

1) Pengertian Tas}wi>r

Kata tas}wi>r berasal dari kata s}awwara. Kata s}awwara bermakna menyerupakan atau menjadikan gambar dengan berbagai bentuk. Bentuk masdarnya adalah tas}wi>r artinnya proses dari penyerupaan, sedangkan hasil dari proses penyerupaan itu adalah al-s}urah.4Al-s{urah juga kadang diartikan al-syakl (bentuk), al-h}aiah (rupa), al-h}aqi>qah

(hakikat), dan al-s}ifah (sifat).5

Di dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menggunakan kata yang terbentuk dari

kata s}awara antara lain sebagai berikut:

2

Ba>sem Dahdouh, ‚al-Tas}wi>r ‘ind al-‘Arab wa al-Muslimin baina Iba>hah wa Tahri>m (fi

al-‘Us{u>r al-Wust}a>)‛, Jurnal Teknik Sipil Universitas Damascus, vol. 1, (edisi 26, 2010), h. 334

3Budhi Munawar Rahman, ‚Dimensi Esoterik dan Estetik Budaya Islam‛,ed.,Zakiyuddin Baidhawi

dan Mutohharun Jinan, Agama dan Pluralitas Budaya Lokal (Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial UMS, 2003), h. 97

4Luwis Ma’luf, Kamus al-Munji>d, h. 339-440.

(3)

QS al-Taga>bun/64: 3

ْ ِ َ ْا ِ ْ َا

ِ

َا ْ ْ َ َ ْ َ َلْ َ َ ْ ْ َ ّ َ َا ِ َ ْا ِ َ ْ ا َا ِ َا َ ّلا َ َ َ

Terjemahnya:

‚Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, Dia membentuk rupamu dan memperbagusrupamu dan kepada-Nya-lah kembali (mu).‛6

QS al-A’raf/7:11

َ ِ ِا ّلا َ ِ ْ ْ َ ْ َا َي ِ ْ ِ ِ اْ َ َلَ َ َ ا اْ ْ ْا ِ َ ِا َ ْ ِ َ ْ ْ ّ ْ ْْ َ ْ ّ َ ّ ْ ْْ َ ْ َ َ ْ َ َاَا

Terjemahnya:

‚Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu, kemudian membentuk tubuhmu, kemudian Kami berfirman kepada para malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam; maka mereka pun bersujud kecuali iblis. tidak termasuk mereka yang bersujud.‛7

Berdasarkan beberapa ayat di atas semuanya dimaknai ‚membentuk‛. Oleh karena itu, bila predikat al-mus}awwir dilekatkan pada manusia, maka bisa bermakna pelukis atau pengukir patung sebagaimana pendapat ulama dalam mengartikan tas}wi>r.

Sebagian ulama berpendapat bahwa tas}a>wir adalah t\ims\a>l.8Ah}mad Mukhtar

mengartikan tama>s\il dengan patung yang dibuat dari batu yang dipahat menyerupai bentuk orang atau binatang.9 S{a>lih} bin Fauza>n mengatakan bahwa tas}wi>r adalah memindahkan bentuk atau menyerupakan suatu bentuk baik dengan melukis, memetik dengan alat atau dengan memahat baik di atas papan, kertas atau dalam bentuk patung.10

Sa’di> Abu> H}abi>b menjelaskan bahwa tas}wi>r adalah memberi warna serta menghias gambar sesuatu atau seseorang di atas papan atau dinding atau yang semisalnya11 dengan

6Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 557.

7Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 152.

8Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Juz VII (Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>t} al-‘Arabiyah, t.th), h. 438.

9Ah}mad Mukhtar ‘Abd H}ami>d, Mu’jam al-Lugah al-‘Arabiyah al-Ma’a>s}irah, Juz III, h. 2067.

10S{a>lih bin Fauza>n al-Fauza>n, Mukhtas{ar Tashi>l al-Aqi>dah al-Isla>miyah, Juz I, h.94.

(4)

pena, kuas, atau alat gambar.12 Sebagian ulama berpendapat bahwa tas}a>wir adalah t\ims\a>l.13Ah}mad Mukhtar mengartikan tama>s\il dengan patung yang dibuat dari batu yang

dipahat menyerupai bentuk orang atau binatang.14 2) Takhrij Hadis

a. Hadis Tentang Larangan Tas{wi>r Makhluk Bernyawa

Ba>sem Dahdouh mengungkapkan bahwa terdapat dua model hadis yang berkaitan tentang tas}wi>r yaitu pertama, hadis yang mengindikasikan larangan, dan kedua, hadis yang membolehkan. Model pertama yang mengindikasikan larangan, yaitu seperti yang terdapat dalam Shahi>h Muslim dari riwayat Abdullah bin Mas’ud \, dan model yang kedua adalah hadis yang terdapat dalam Shahi>h Bukhari dari riwayat Khalid bin Abi Thalhah. 15

Penulis sendiri menemukan matan hadis yang berindikasi larangan tas}wi>r makhluk-makhluk bernyawa, sedangkan yang tidak bernyawa seperti tumbuh-tumbuhan dibolehkan. Jadi pelarangan yang dimaksud tidak menyeluruh, tapi dibatasi pada makhluk bernyawa saja. Petunjuk yang ditemukan tentang hadis yang berisi larangan taswi>r makhluk bernyawa dengan menggunakan kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li al-fa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawi> sebagai berikut:

Sedangkan petunjuk dalam kitab Kanz al-‘Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l

adalah sebagai berikut:

12Ibra>him Mustafa dkk, Mu’jam al-Wasi>t}, Juz I (Da>r al-Da’wah, t.th), h. 528.

13Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Juz VII (Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>t} al-‘Arabiyah, t.th), h. 438.

14Ah}mad Mukhtar ‘Abd H}ami>d, Mu’jam al-Lugah al-‘Arabiyah al-Ma’a>s}irah, Juz III, h. 2067.

15

Ba>sem Dahdouh, ‚al-Tas}wi>r ‘ind al-‘Arab wa al-Muslimin baina Iba>hah wa Tahri>m (fi

(5)

Petunjuk yang tercantum pada dua kitab takhri>j di atas menunjukkan bahwa hadis yang diteliti terdapat pada kitab:

a. Musnad Ah}mad Juz I, halaman 308 dari Ibn ‘Abba>s.

b. S{ah}i>h} Muslim dalam kitab Liba>s hadis ke-99 dari Ibn ‘Abba>s.

Redaksi hadis yang penulis dapatkan dari kedua kitab hadis di atas berdasarkan petunjuk kitab takhri>j adalah sebagai berikut:

16Abu> al-H{usain Muslim bin al-H{ajja>j al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>>, al-Musnad al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ar bi

Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl Ila> Rasu>lulla>h saw., Juz III, h. 1670.

17Abu> ‘Abdilla>h Ah{mad Ibn Muh{ammad Ibn H{anbal al-Syaiba>ni>, Musnad Ah{mad Ibn H{anbal Juz I,

(6)

b. I’tiba>r Sanad

Setelah menelusuri dan mengumpulakan hadis dari kitab sumber, penulis kemudian melanjutkan dengan i’tibar.18 Melalui i’tiba>r, akan terlihat dengan jelas seluruh sanad

hadis, ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus sya>hid atau muta>bi’.19 Berdasarkan penelusuran hadis yang menjadi objek kajian dalam Kutub

al-Tis’ah, maka ditemukan 2 jalur periwayatan yaitu S{ahi>h Muslim 1 riwayat dan Musnad Ah}mad 1 riwayat, sehingga jumlahnya adalah 2 jalur periwayatan.

Dari 2 jalur periwayatan tersebut tidak terdapat sya>hid dan muta>bi’. Hadits

tersebut hanya diriwayatkan dari Ibn Abba>s (sahabat), diterima oleh Sa’i>d bin Abi> al -Hasan (tabi'in), kemudian diterima oleh Yahya> bin Abi> Isha>q (siga>r al-Tabi’i>n), lalu diterima oleh Abd al-‘A’la> bin ‘Abd al’A’la> (tabi'u al-tabi'in), darinya kemudian diterima langsung oleh Ahmad bin Hambal, sedangkan Muslim menerimanya melalui ‘Ala Nasr bin ‘Aliy al-Jahd}ami>. Dapat disimpulkan hadis ini dari segi kuantitas rawi digolongkan sebagai hadis ghari>b Mutlaq.20 Selanjutnya untuk memperjelas keterangan diatas maka

dapat dilihat pada skema sanad.

18I’tiba>r masdar dari kata ربتعإ yang berarti peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk

dapat mengetahui sesuatu yang sejenis. Sedangkan menurut istilah adalah menyetarakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja dan dengan menyetarakan sanad-sanad yang lain tesebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis dimaksud. Lihat M.Syuhudi Ismail, ‚Metodologi Penelitian Hadis Nabi‛ (Cet. I; Jakarta:BulanBintang, 1992), h. 51.

19Sya>h}id adalah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai sahabat Nabi,

sedangkan muta>bi’ adalah periwayat pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi. Lihat M.Syuhudi Ismail, ‚Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 52.

20 Garib Mutlaq adalah salah satu jenis dari hadis Ahad, dan merupakan hadis yang tidak

diriwayatkan kecuali dari (satu-satunya) seorang sahabat. Dan yang rajih adalah dia disebut juga dengan al-Fard al-Mutlaq, atau disebut juga garib matan dan sanad. Syaraf Mahmud al-Qudah,al-Minhaj al-hadi>s fi Ulum al-Hadis, dikutip dalam Sulidar, ‚Kedudukan Hadis Garib Sebagai Hujjah Dalam Ajaran Islam‛,

(7)

c. Kritik Sanad

adapun hadis yang diteliti adalah dari jalur Ahmad bin Hambal, sebagai berikut:

َا َ ، ِ َلَ ْا َِِأ ِ ْب ِ ِع َ ْ َع ، َق َ ِْْ َِِأ َ ْب ِِْعَ ََََْ ْ َع ، ََْعَ ْا ِ ْبَع ْ ْب ََْعَ ْا ْ ْبَع َ َثّ َح

orang yang menggambar gambar ini dan aku yang membuat gambar-gambar ini.Maka berilah fatwa kepada saya mengenai gambar-gambar-gambar-gambar tersebut! Ibn‘Abba>s berkata: Dekatkan ia padaku!. Lalu orang itu mendekat kepadanya sampai meletakkan tangannya di atas kepalanya. Ibn‘Abba>s berkata: Aku akan memberitahukan kepadamu apa yang aku dengar dari Rasululla>h saw., beliau bersabda: Setiap penggambar di neraka. Akan dibuatkan jiwa untuknya pada setiap gambar yang digambarnya, yang akan menyiksanya di dalam Jahannam. Jika engkau harus melakukannya maka gambarlah pepohonan atau sesuatu yang tidak memiliki nyawa.

Adapun kualitas perawi dan ketersambungan sanadnya dapat dilihat pada penjelasan berikut:

1. Ibn‘Abba>s

Bernama lengkap ‘Abd Allah ibn ‘Abba>s ibn ‘Abd al-Mut}t}alib al-Ha>syimi>, nama panggilannya Abu> al-‘Abba>s.22 Beliau wafat pada tahun 68 Hijriyah.23 Beliaupun

21Abu> ‘Abdilla>h Ah{mad Ibn Muh{ammad Ibn H{anbal al-Syaiba>ni>, Musnad Ah{mad Ibn H{anbal, Juz I

(Cet. I; Beirut: ‘A<lam al-Kutub, 1419 H/1998 M), h. 308.

22Jama>l al-Di>n Abu> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizzi>, Tahzi>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, Juz XV (Beirut:

(8)

mendapatkan doa langsung dari Nabi Muh}ammad SAW sebagaimana hadis yang

diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar bahwasanya beliau berada di dekat ‘Abd Allah ibn ‘Abba>s

beliau berkata: sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW mendoakanmu(ibn ‘Abba>s) lalu membasuh kepalamu dan meludah di mulutmu seraya berdo’a : Ya Allah pahamkanlah

dia tentang agama dan ajakanlah ta’wi>l.24

Ia berguru antara lain kepada Nabi Muh}ammad SAW, Maimu>nah, Abu> Bakr,

‘Us\man, ‘Ali, ‘Abd al-Rahma>n ibn ‘Auf, Mu’a>dz ibn Jabal, Abu> Dzar, Ubay ibn ka’b dan

sebagainya.25 Adapun nama murid-muridnya antara lain: Sa’i>d bin Abi> al-Hasan,26 Abu>

Salamah ibn ‘Abd al-Rahma>n, al-Qa>sim ibn Muh}ammad ibn Abu> Bakr, ‘Alqamah ibn Waqqa>sh, ‘Ali> ibn H{usain ibn ‘Ali, ‘Ikrimah, ‘At}a>’, T{awu>s, Kuraib, Sa’i>d ibn Jubair,

Muja>hid27 dan masih banyak lagi yang lain. 2. Sa’id bin Abu> al-H{asan

Bernama lengkap adalah Sa’i>d bin Abi> al-Hasan Yasa>r al-Basri>. Ia adalah seseorang yang Ra>hiban li di>nihi> dan menurut al-Nasa>’i>, ia termasuk s\iqah al-Ta>bi’i>n.

wafat pada tahun 100 H. ia meriwayatkan hadis dari ibunya, Khairah, Abu Hurairah, Abu Bakrah al-S|aqafi>, dan Ibn ‘Abba>s. adapun murid-muridnya antara lain yaitu Qata>dah, Sulaiman al-Taimi>y, Kha>lid al-Khazza’, ‘Auf al-‘A’rab>i>, ‘Ali bin Ali al-Raffa>’i>, dan

selainnya.28

23Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar Abu> al-Fad}l Al-‘Asqala>ni al-Syafi>’i>>, Tahzi>b al-Tahzi>b, Juz V (Beirut:

Muassasah al-Risa>lah, t.th.) h. 244.

24Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar Abu> al-Fad}l al-‘Asqala>ni> al-Syafi>’i>, al-Isha>bah fi> tamyi>z al-Shaha>bah,

Juz IV (Beirut: Da>r al-Jail, 1412), h. 143.

25Al-‘Asqala>ni>, Tahzi>b al-Tahzi>b, h. 242.

26 Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘Us\ma>n bin Qaima>z al-Zahabi>, Siyar ‘A’la>m al-Nubala>’, Jilid III (t.tp: Muassasah al-Risalah, 1405 H/1985 M), h. 333

27Ibid., h. 243.

28Muhammad bin Ahmad bin ‘Us\ma>n bin Qaima>z al-Zahabi>, Siyar ‘A’la>m al-Nubala>’, Jilid IV, h.

(9)

3. Yah}ya> Ibn Abu> Ish}a>q

Bernama lengkap adalah Yahya> bin Abi> Isha>q al-Had{rami> al-Basri>. Ia termasuk Siga>r al-Ta>bi’i>n. Menurut ‘Amru> bin ‘Ali> dan Ibnu Hibba>n, ia wafat pada tahun 136 H, sedangkan pendapat lain mengatakan wafatnya ditahun 132 H. al-Nasa>’i> dan Ibnu Hibba>n

menilainya s\iqah, dan Muhammad bin Sa’ad menambahkan bahwa selain ia s\iqah, ia memiliki banyak hadis dan menguasai al-Qur’an, bahasa Arab dan ilmu nahwu.29

Ia meriwayatkan hadis diantaranya dari Anas bin Malik, Sa>lim bin Abdullah bin Umar, Sa’i>d bin Abi> al-Hasan Yasa>r al-Basri>, ‘Abdurrahman bin Abi> Bakrah al-S|aqafi>, dan selainnya. Adapun murid-muridnya antara lain yaitu Isma’i>l bin ‘Ulya, Kha>lid bin ‘Abdillah al-Wa>sit}i>, Syu’bah bin al-Hajja>j, ‘Abd al-‘A’la> bin ‘Abd al-‘A’la, Yahya> bin Abi>

kas\i>r, Hisya>m bin Basyi>r, dan selainnya.30

4. ‘Abd al-‘A’la> bin ‘Abd al-‘A’la>

Bernama lengkap adalah ‘Abd al-‘A’la> bin ‘Abd al-‘A’la> bin Muhammad al-Qurasyi> al-Basri> al-Sa>mi>y, dengan nama panggilan (kunniyah) yaitu ‘Abd al-‘A’la> Abu> Muhammad dan Abu Hamma>m. ia termasuk Ta>bi’ al-Ta>bi’i>n yang mendapat gelar sebagai al-Ima>m, al-Muhaddis\, al-ha>fiz\, dan wafat pada tahun 189 H diusia 70 tahun. 31

Beberapa penilaian ulama terhadapnya antara lain: s\iqah menurut Yahya> bin Mu’i>n, lam yakun bi al-Qawi> menurut Muhammad bin Sa’ad,32 dan s}adu>q qawiy al-Hadi>s\ lakinnahu> rumiya bi al-Qadar menurut al-Zahabi>.33

29 Jama>l al-Di>n Abu> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizzi>, Tahzi>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, Jilid XXXI, h. 199

30Ibid., h. 201.

31Muhammad bin Ahmad bin ‘Us\ma>n bin Qaima>z al-Zahabi>, Siyar ‘A’la>m al-Nubala>’, Jilid IX, h.

242-243.,

32Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘Us\ma>n bin Qaima>z al-Zahabi>, Mi>za>n al-‘I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, Jilid II (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1963 M), h. 531.

33Muhammad bin Ahmad bin ‘Us\ma>n bin Qaima>z al-Zahabi>, Siyar ‘A’la>m al-Nubala>’, Jilid IX, h.

(10)

Ia meriwayatkan hadis dari beberapa ulama antara lain Humaid al-Thawi>l, Yunus bin Ubaid, Sai>d bin Abi> Aru>bah, Yahya> bin Abi> Isha>q al-Had{rami> al-Basri dan yang semasa dengan mereka dan generasi setelahnya. Adapun murid-muridnya antara lain Isha>q bin Ra>haway, Abu Bakr bin Abi> Syaibah, Nas}r bin ‘Ali, dan Muhammad bin Yahya al -Zimma>niy.34

5. Ah}mad ibn H{ambal

Bernama lengkap Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{ambal ibn Hila>l ibn Asad ibn Idris

ibn ‘Abdulla>h al-Syaiba>ni al-Marwazi>.35 Sha>lih} ibn Ahmad berkata : Beliau lahir pada

bulan Rabi’ al-Awal tahun 164 H36 di Baghda>d, ada juga yang berpendapat di Marwin dan

wafat pada hari Jum’at bulan Rajab 241 H.37

Mulai mencari ilmu di umur 15 tahun bertepatan dengan tahun wafatnya Imam Malik dan Hamma>d bin Zaid.38 adapun nama guru-gurunya antara lain ‘Abd al-‘A’la> al -Sa>miy,39 Ibrahim ibn Kha>lid al-Shan’a>ni>, Ibra>him ibn Sa’d al-Zuhri>, Ibra>hi>m ibn Syamma>s al-Samarkindi>, Ish}a>q ibn Yu>suf, dan Isma>’i>l ibn ‘Aliyah.40 Dan adapun nama murid-muridnya antara lain al-Bukha>ri>, Muslim, Abu> Da>wud, Ibra>hi>m ibn Ish}a>q al-H{arbi>, dan Ah}mad ibn H{asan ibn Junaidib al-Turmudzi>.41 Dia adalah seorang muh}addis\ sekaligus

34Ibid. h. 243

35Abu> al-‘Abba>s Ah{mad ibn Muh{ammad ibn Abi> Bakar ibn Khalka>n, Wafaya>t al-A‘ya>n wa Anba>’ Abna>’ al-Zama>n, Juz. I (Beirut: Da>r S{a>dir, 1900 M.), h. 63.

36Al-S{afdi>, al-Wafi> bi al-Wafaya>t, juz I (t.d.), hal. 344.

37Abu> Ish}a>q al-Syaira>zi>, T{abaqa>t al-Fuqaha>’ (Beirut: Da>r al-Ra>id al-Arabi>, 1970 M.), h. 91.

38Muhammad bin Ahmad bin ‘Us\ma>n bin Qaima>z al-Zahabi>, Siyar ‘A’la>m al-Nubala>’, Jilid XI, h.

180

39Ibid., h. 181.

40Jama>l al-Di>n Abu> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizzi>, Tahzi>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, Juz I (Cet. II;

Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1403 H/ 1983 M), hal. 437.

(11)

mujtahid. Dia menghafal kurang lebih 1 juta hadis dan pernah berguru kepada al-Syafi>’i.

Dialah penyusun kitab Musnad Ah}mad.42

Hasil penelusuran memberikan jawaban bahwa sanad hadis tersebut memenuhi syarat-syarat ketersambungan sanad, dengan melihat indikasi dimungkinkan terjadi pertemuan guru-murid. Dari segi kedhabitan, seluruh periwayatnya s\iqah kecuali ‘Abd

al-‘A’la> bin ‘Abd al-‘A’la yang menurut al-Zahabi> kemampuan hafalannya mengalami perubahan karena usia.43 namun hal tersebut tidak mengurangi ke-siqah-annya dengan melihat kemungkinan bahwa Ahmad bin Hambal berguru padanya sebelum mengalami perubahan. Sehingga dari segi kualitas hadis ini dikategorikan S}ahi>h al-Sanad.

Mengenai masalah Syadz dan Illat, para ulama berbeda pendapat dalam hadis ahad. Dari beberapa pendapat, penulis lebih cenderung memilih pendapat al-Syafi’i> yakni

tidaklah dapat dinyatakan sebagai hadis yang mengandung syuzuz bila terdapat hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang siqah, sedangkan periwayat siqah yang lainnya tidak meriwayatkan. Barulah Hadis dinyatakan mengandung syuzuz apabila hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang siqah tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat siqah.44 Karena memenuhi kualitas

kesahihan sanad, maka hadis ini kemungkinan terdapat syadz dan illat juga kecil.

jika pendapat Imam al-hakim al-Naisabu>ri> yang diterima, maka hadis dinyatakan mengandung syuzuz apabila sebuah hadis diriwayatkan oleh seorang yang s\iqah, tetapi tidak ada periwayat s\iqah lainnya yang meriwayatkannya. Adapun Abu Ya’la al-Khalili> berpendapat bahwa hadis syaz adalah hadis yang sanadnya hanya satu macam, baik

42Abu> al-H{asan Ah}mad ibn ‘Abdullah ibn S{a>lih} al-‘Ajli>, Ma’rifah al-S\iqa>h. Juz I, (Cet. I; Maktabah

al-Da>r bi al-Madi>nah al-Munawwarah, 1405 H), hal. 42.

43 Namun periwayat yang mengalami perubahan kemampuan hafalan karena pikun atau karena

sebab lain, tetap dinyatakan sebagai periwayat yang dhabit sampai saat sebelum mengalami perubahan. Sedang sesudah mengalami perubahan, dia dinyatakan tidak dhabit. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bula Bintang, 1995), h. 137

(12)

periwayatnya s\iqah atau tidak. Apabila periwayatnya s\iqah maka hadis itu dibiarkan (mutawaqqaf), tidak ditolak dan tidak diterima sebagai hujjah. Sedang apabila periwayatnya tidak s\iqah maka hadis itu ditolak sebagai hujjah.45 Jika kedua pendapat ini

yang diikuti maka banyak hadis yang oleh mayoritas ulama hadis telah dinilai shahih akan berubah menjadi tidak shahih.

Dari segi kehujjahan, pandangan Imam Asy-Syafi’i menetapkan bahwa hadis-hadis yang sahih harus diterima secara keseluruhan baik dalam masalah aqidah maupun hukum. Bahkan, Imam Asy-Syafi’i tidak membedakannya, apakah itu khabar mutawatir atau ahad. Dengan demikian orang yang membedakannya mestinya mengemukakan dalil yang jelas, baik berdasarkan Alquran ataupun hadis.46

Bahkan Ibnu ‘Abdil-Bar telah mengisyaratkan ijma’ tentang penerimaan dan pengamalan khabar/hadis ahad dalam semua permasalahan agama (termasuk aqidah dan hukum), dimana beliau menjelaskan dengan tegas :

‘aqidah; membela, mempertahankannya, serta menjadikannya sebagai syari’at dan agama.

Seperti itu pula pendapat jama’ah Ahlus-Sunnah.‛47

d. Kritik Matan

Teks hadis ini memberi indikasi adanya celaan penggambaran mahluk hidup sebagai objek lukisan. Pandangan ini bisa mengakibatkan terhambatnya kreatifitas para

45Ibid., h. 140

46 Imam al-Sya>fi’i>, al-Risa>lah (Riyad: Dar al-Ma’arif, 1997), h. 154

47 Abu Umar Yusuf ibn Abd al-Bar, al-Tahmid, dikutip dalam Sulidar, ‚Kedudukan Hadis Garib

(13)

seniman muslim. Mereka akan memilih bersikap menghindar dari menuangkan ide-ide kreatifnya ke dalam bentuk lukisan mahluk bernyawa.

Kandungan matan hadis ini tidaklah bertentangan dengan al-Qur’an, hadis dan akal sehat. Namun masalah akan muncul jika hadis ini dipahami secara harfiah saja tanpa melakukan penelusuran terhadap fakta sejarah, yakni masa ketika hadis ini di sabdakan oleh Rasulullah saw.

Al-Qur’an dalam surah al-Baqarah/2: 22 dapat dijadikan dalil pendukung hadis tersebut:

َ َ ْ َُْا ً ْ ِ ِ َ َ ّثا َ ِ ِ ِ َجَ ْخَ َ ًا َ ِا َ ّلا َ ِ َاَزْنَأَا ًا َ ِ َا َ ّلا َا ًش َ ِ َ ْ َ ْا ْ َُْا َلَعَج يِ َّ

َ ْ َ ْعَت ْ ُْْنَأَا ً َ ْنَأ ِ ّ ِّ ْ َعْ ََ

Terjemahnya:

‚Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap,

dan Dia menurunkan air dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui‛

Hadis tentang larangan taswi>r makhluk bernyawa dapat menjadi baya>n (penjelas) terhadap dalil al-Qur’an ini. Karena dalam al-Qur’an tidak dijelaskan secara rinci tentang

praktik syirik, namun hanya menegaskan larangan dan ancaman perbuatan syirik. Hadis inilah yang menjelaskan tentang beberapa upaya praktik kemusyrikan yang terjadi dimasa Rasulullah saw, salah satunya melalui taswi>r.

3) Analisis Kandungan Hadis

(14)

mengancam para pembuat gambar atau pematung sebagaimana riwayat dari Ibn ‘Abba>s r.a berikut:

َ ّ َ َه ِي ْ ْ ِ َعْتَ ًلْفَن َه َ ّاَ ٍ َ ْ ِ ْلِب ْ َه ْلَعْ َج ِ ّ ا ِي ٍ ِ َ ْ ُ ْل ْا ْ َ َّ َ َا ِ ْ َ َع ْ ّّ َّ َ ِ ّّ َا ْ َ

َ َج ّشا ْ َ ْ َ ً ِع َ ّ ْ َ َتْ ْك ْ ِ َا َ

َْه َيْفَن َ َ َا

48

Artinya:

‚Rasululla>h saw. bersabda: Setiap orang yang suka menggambar akan masuk neraka. Allah akan menjadikan baginya, dengan setiap gambar yang dibuat sosok yang akan menyiksanya di neraka Jahanam kelak. Ibn Abba>s berkata; 'Jika kamu memang harus tetap melakukannya juga, maka buatlah gambar pepohonan atau benda lain yang tak bernyawa.‛

Bila melihat beberapa keterangan atau kitab yang menjelaskan tentang sebab-sebab munculnya hadis (asba>b al-wuru>d),ditemukan bahwa asba>b al-wuru>d hadis di atas, yaitu ketika seorang laki-laki yang profesinya sebagai penggambar atau pengukir patung datang dan meminta fatwa kepada Ibn ‘Abba>s tentang profesinya, yakni sebagai

penggambar atau pematung kemudian Ibn ‘Abba>s menyampaikan hadis di atas.49

Menurut al-Qast}ala>ni>,secara umum kata tas}wi>r/al-mus}awwiru>n yang terdapat pada hadis adalah para pelukis yang menjadikan bentuk makhluk yang memiliki ruh.50 Bila diamati secara teks, dengan memperhatikan kata ‚

ُ ْل

‛ yang dimaknai dengan

‚setiap‛maka secara umum hadis di atas memberikan pengertian bahwa setiap orang yang menggambar atau yang berprofesi sebagai penggambar atau pengukir patung makhluk bernyawa, akan masuk neraka dan akan diazab oleh Allah swt.

48Abu> al-H{usain Muslim bin al-H{ajja>j al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, al-Musnad al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ar, Juz

III, h. 1670.

49Ibra>him Ibn Hamzah al-H{usaini>, al-Baya>n wa al-Ta’rif fi> Asba>b al-Wuru>d al-H{adi>s\ al-Syarif, Jilid II

(Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi>, t.th), h. 147.

50Abu> al-‘Abba>s Ah}mad bin Muh}ammad bin Abi> Bakr al-Qast}ala>ni>, Irsya>d al-Syari>’ liSyarh S}ah{i>h}

(15)

Sedangkan kalimat ‚

َْه َيْفَن َ َ َا َ َج ّشا ْ َ ْ َ

‛ merupakan pengecualian atau pembatasan, yakni kecuali orang-orang yang melukis atau menggambar makhluk tidak bernyawa. Keburukan dan dibencinya pembuat gambar atau ukiran patung makhluk bernyawa ditunjukkan melalui lafas ‚

َّمَ َه ِي ْ ْ ِ َعْتَ

‛yaitu siksaan atau azab bagi orang yang suka menggambar atau mengukir patung adalah neraka Jahannam.

Terkait dengan hal ini al-Syauka>ni> mengatakan bahwa, kalimat ‚

ِي ْ ْ ِ َعْتَ

َّمَ َه

‛(azab di neraka Jahannam) pada hadis di atasmenunjukkan keharaman untuk

membuat gambar atau mengukir patung. Sedangkan perkataan Ibn ‘Abba>s

ّ ْ َ َتْ ْك ْ

ِ

َْه َيْفَن َ َ َا َ َج ّشا ْ َ ْ َ ً ِع َ

menunjukkan pembatasan, yakni kebolehan untuk

menggambar atau mengukir makhluk yang tidak bernyawa, seperti pepohonanserta keharaman lukisan atau patung yang bernyawa seperti manusia dan binatang (makhluk bernyawa).51

Sejalan dengan al-Syauka>ni>, Fais}}al bin ‘Abd al-‘Azi>z al-Nazdi> juga mengungkapkan bahwa hadis di atas menunjukkan kebolehan menggambar makhluk yang tidak bernyawa seperti pohon, bangunan dan sebagainya.52 Demikian juga syekh S}a>lih al-Us\aimin menjelaskan bahwa berdasarkan hadis di atas, bila dipandang dari segi objeknya, maka tas\wir terbagi menjadi dua. Pertama adalah gambar atau patung yang diharamkan yakni gambar atau patung yang memiliki ruh atau nyawa, seperti manusia dan binatang yang terbuat dari kayu, batu, tanah dan sebagainya. Kedua adalah gambar atau patung yang tidak memiliki ruh seperti matahari,bulan, bintang, gunung dan sebagainya,gambar seperti ini tetap dibolehkan.53Dengan demikian bila hadis di atas dipahami secara teks dan

51Muh}ammad bin Ali> bin Muh}ammad al-Syauka>ni> al-Yama>ni>, Nail al-Aut}a>r, Juz II (Mesir: Da>r

al-H}adi>s\, 1993M), h. 122.

52Fais}al bin ‘Abd al-‘Azi>z al-Nazdi>, Tat}ri>z Riya>d} al-S|a>lihi>n, Juz I (Riyad}: Da>r al-‘A>simah li al-Nas|r

al-Tauzi>’, 2002 M), h. 947.

53Muh}ammad bin S{a>lih} bin Muh}ammad al-‘Us\aimi>n, Syarh Riya>d al-S{a>lihi>n, Juz VI (Riya>d: Da>r

(16)

memperhatikan pandangan ulama di atas, maka gambar atau ukiran berupa makhluk bernyawa merupakan hal yang dibenci dan ditolak secara mutlak oleh Islam kapan dan dimanapun. Sedangkan yang tidak memiliki nyawa tetap diterima dan dibenarkan.

Selanjutnya,melihat realitas kehidupan khususnya kaum muslim dalam konteks kehidupan masa kini berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,maka tas\wi>r (lukisan dan patung) dari sisi cara pembuatannya terbagi menjadi dua. Pertama yaitu membuat dengan tangan seperti menggambar,melukis dan mengukir. Kedua adalah membuat dengan menggunakan alat-alat modern seperti kamera (fotografi), komputer dan sebagainya.

Terkait persoalan pertama,yakni membuat lukisan atau ukiran dengan tangan, mayoritas ulama menolak karena termasuk dosa besar dengan alasan menyerupai atau menandingi ciptaan Allah. Alasan ini merujuk kepada QS al-Ahz\ab/33:57, yang memiliki arti:

ً ِهْ ً َ َع ْ ْهَا ّ َعَأَا ِ َ ِخ ْا َا َ ْنُد ِي ْ ّّ ْ ْ َََعَا ْ َه ْ َ َا َ ّّ َ اْذْؤْ َ ِ َّ ّ ِ

Terjemahnya:

‚Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka.‛54

Ikrimah berpendapat bahwa yang dimaksud menyakiti Allah dan Rasul-Nya pada ayat di atas adalah mereka yang membuat al-s}uwar (lukisan atau patung),55 pendapat

Ikrimah dilandasi olehhadis yang diriwayatkan oleh Abu>Hurairah berikut:

َا َ ،َ َع ْ ْ ْ َأ َ َثّ َح ،ْ َ َ ْ َ َثّ َح ،ِ ِح َ ا ْ ْبَع َ َثّ َح ، َو ْ َ َثّ َح

:

ً َ ،َ َ ْ َ ْه َِِأ َ َ ْتْ َ َ

َا َ ، ْ ِ َ ْ ً ِ َ ْ َهَ ْعَأ َأََ ،ِ َ ِ َ ْا ِ

:

ْا ْ َ َّ َ َا ِ ْ َ َع ْ َّ َ ِ ّّ َا ْ َ ْتْعِ ََ

:

«

َْ ْظَأ ْ َ َا

ًّ َذ ْ ْ ْ َ ْاَا ،ً ّ َ ْ ْ ْ َ ْ َ ،يِ ْ َ َك ْ ْ ْ َ َ َهَذ ْ ّ ِ

»

56

54Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 427.

(17)

Artinya:

‚Telah menceritakan kepada kami Musa> telah menceritakan kepada kami ‘Abd al-Wa>hid telah menceritakan kepada kami 'Umarah telah menceritakan kepada kami Abu>> Zar'ah dia berkata; saya masuk rumah (milik salah seorang) penduduk Madinah bersama Abu> Hurairah, lalu dia melihat ke atap rumah ada sesuatu yang bergambar, dia berkata; saya mendengar saw.bersabda: 'Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang pergi untuk membuat ciptaan seperti halnya ciptaan-Ku. Maka hendaklah mereka menciptakan jagung, atau biji-bijian atau biji gandum"

Hadis di atas merupakan salah satu dalil yang digunakan oleh para ulama untuk menolak bahkan mengharamkan taswi>r yang dibuat dengan tangan. Sementara fotografi atau membuat dengan menggunakan alat seperti kamera, terjadi perbedaan dikalangan ulama.Sebagian ulama berpendapat bahwasanya dari sisi hukum, fotografi sama hukumnya dengan membuat dengan tangan yakni haram dan sebagian yang lain membolehkan.

Di antara ulama yang mengharamkan fotografi adalah Syekh Bin Baz, dia mengatakan bahwa dalil-dalil tentang membuat lukisan atau patung dengan tangan juga berlaku pada fotografi. Demikian juga syekh Ali> al-Sabu>>ni> dan al-Gani>ma>n menjelaskan

bahwa kata ‚kullu‛ pada hadis yang menjadi objek kajian menunjukkan keumuman, termasuk di dalamnya gambar dengan tangan maupun dengan menggunakan alat seperti kamera, semuanya termasuk di dalam hadis tersebut.57Alasan lain mungkin karena yang

dibatasi oleh Ibn ‘Abba>s hanya dari sisi bernyawa atau tidak, bukan dari sisi dibuat dengan tangan atau dengan alat seperti kamera dan sebagainya. Sedangkan ulama mutaakhirin seperti Yu>suf al-Qard}a>wi>, tetap membuka ruang dan menerima fotografi selama tidak menyimpang dari syariat islam.

Yu>suf al-Qard}a>wi> menganggap bahwa fotografi merupakan hal baru dan belum ada pada masa Rasululla>h saw. ataupun ulama Salaf, lalu apakah bisa disamakan dengan

56Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad bin Isma>il bin Ibra>him bin Mugi>rah al-Bukha>ri>, Al-Ja>mi’ al-Musnad

al-S}ah}i>h} al-Mukhtas}ar min Umu>r Rasu>lulla>h, JuzVII, h. 167.

57‘Abdulla>h bin Muh}ammad al-Gani>ma>n, Syarh Kitab al-Tauhi>d min S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz IV

(18)

menggambar dan melukis dengan tangan.? Apakah fotografi ini dapat dikiaskan dengan menggambar menggunakan kuas? atau apakah alasan yang ditetapkan beberapa hadis tentang akan disiksanya para penggambar yaitu karena niatnya hendak menandingi ciptaan Allah itu dapat diberlakukan pada fotografi. ?58

Yu>suf al-Qard}a>wi> mengutip fatwa yang disampaikan Syekh Bukhait Mufti Mesir di dalam risalahnya ketika menjawab tentang permasalahan ini. Syekh Bukhait mengatakan bahwa pengambilan fotografi adalah menahan bayangan dengan menggunakan sarana yang sudah dikenal di kalangan orang-orang yang berprofesi seperti itu. Masalah ini sama sekali tidak termasuk gambar yang dilarang, karena menggambar yang dilarang itu adalah mewujudkan dan menciptakan gambar yang belum diwujudkan dan diciptakan sebelumnya, sehingga bisa menandingi makhluk ciptaan Allah. Sedangkan tindakan menandingi ciptaan Allah tidak terdapat dalam pengambilan gambar melalui alat fotografi (kamera) tersebut.59

Sebagian ulama menerangkan bahwa sebab atau alasan dibenci dan ditolaknya gambar atau patung makhluk bernyawa ada kaitannya dengan persoalan tauhid, sebagaimana orang-orang Jahiliah yang menyembah lukisan atau patung. Di antaranya adalah al-Jibri>n berpendapat bahwa salah satu alasannya karena gambar atau lukisan dijadikan sarana kesyirikan yakni menyekutukan Allah swt gambar atau patung menjadi sumber pemujaan (berhala), bergantung kepadanya atau disembah selain Allah swt.60 Sementara Muh}ammad bin ‘Abd al-‘Azi>z Sulaima>n menyatakan bahwa alasannya bila

58Yu>suf al-Qard}a>wi>,al-Islam Wa al-Fann, terj. Wahid Ahmadi dkk, Islam Bicara Seni, h. 104.

59Yu>suf al-Qard}a>wi>, al-Islam Wa al-Fann, terj. Wahid Ahmadi dkk, Islam Bicara Seni, h.105.

60‘Abdulla>h bin ‘Abd al’Azi>z bin H{amma>dah al-Jibri>n, Mukhtas}ar Tashi>l al-‘Aqi>dah al-Isla>miyah,

(19)

dihubungkan dengan tauhid adalah karena tas}wi>r menyerupai atau menandingi ciptaan Allah dan itu adalah bagian dari menyaingi Allah swt. dari sisi rububiyah-Nya.61

Pelarangan taswi>r oleh Rasulullah kala itu erat kaitannya dengan kebiasaan bangsa Arab Badui pra-Islam yang merupakan masyarakat animis dan politeis. Mereka percaya tentang kehidupan roh pada objek-objek tertentu, seperti pada patung, batu besar, pohon keramat. Adanya perniagaan patung, sehingga beberapa orang beprofesi sebagai pemahat patung yang menggambarkan Latta, Uzza, Manna, dan Hubal.62

Kemunculan Islam dengan tegas memberantas kemusyrikan yang demikian mendarah daging dalam masyarakat Arab. Berhala yang disembah berupa patung-patung berbentuk orang dan nabi-nabi mulai dihilangkan dan dilarang. Begitupun juga dengan kebiasan-kebiasaan buruk lainnya seperti zina, minuman keras, dan musik.63

Hadis-hadis yang membahas taswir sangat efektif diterapkan dimasa masyarakat Arab masih menyembah dan mengagungkan berhala, dan kaum muslimin yang baru melepaskan diri dari kemusyrikannya. Namun apabila hadis tersebut dihadapkan dengan konteks kekinian maka hadis tersebut dapat menjadi sebuah problem sosial bagi umat sekarang, dimana hasil kerajinan dan kesenian menjadi sebuah ekspresi akan keindahan, dibuat untuk mengagumi ciptaan Tuhan, dan menjadi sumber mata pencaharian untuk menghidupi keluarga. Bahkan seni rupa dan lukis telah menjadi program studi diberbagai tingkat jenjang pendidikan di Indonesia.

Menghadapi fenomena ini, saat hadis terasa tidak sejalan dengan realita, maka tidak mungkin untuk meniadakan atau membuang hadis yang benar-benar berasal dari

61Muh}ammad bin ‘Abd al-‘Azi>z al-Sulaima>n al-Qur’a>wi>, al-Jadi>d fi> Syarh Kita>b al-Tauh}i>d, Juz I

(Jeddah: Maktabah al-Sawa>di>, 2003M), h. 443.

62 Ira M. Lampidus, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian I dan II. Terj. Gufron A. Mas’adi (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1999), h. 87-90

63

Ba>sem Dahdouh, ‚al-Tas}wi>r ‘ind al-‘Arab wa al-Muslimin baina Iba>hah wa Tahri>m (fi

(20)

Rasulullah saw. Sebagian orang tetap berpegang teguh pada teks, bahwa segala hal yang berkaitan dengan seni rupa seperti melukis, memahat, dan mempelajarinya adalah haram. Sedangkan sebagian yang lain lebih memilih memahaminya secara konteks, bahwa hadis yang melarang taswir dimaksudkan sebagai langkah prefentif yaitu pencegahan umat Islam kembali kepada kepercayaan terdahulu; penyembahan berhala. Boleh jadi ada ketakutan dalam diri Rasulullah bahwa nanti sepeninggal dirinya, umat kembali tersesat, oleh karena itu ia dengan tegas melarang aktivitas yang berkaitan dengan berhala, patung, dan lukisan. Nabi tidak membenci aktivitas maupun materi-materi itu, namun keberadaannya dapat mengundang kepada kesyirikan.

Syuhudi Ismail berpendapat bahwa larangan melukis dan memajang lukisan yang dikemukakan oleh Nabi sebenarnya memiliki illat hukum. Illat hukumnya kurang lebih seperti dikemukakan diatas, yakni dalam kapasitasnya sebagai Rasul, Nabi berusaha keras agar umat Islam terlepas dari jerat kemusyrikan. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengeluarkan larangan memproduksi dan memajang lukisan. Ancaman yang berat ditujukan untuk pembuat dan pemajangnya. Kalau illat hukumnya demikian, maka akan ada masa dimana umat Islam tidak lagi terjerumus dalam kemusyrikan, khususnya dalam bentuk menyembah lukisan, maka membuat dan memajang lukisan dibolehkan.64 Jika pendapat Syuhudi Ismail dapat diterima, maka larangan tas{wi>r pada objek bernyawa harus disesuaikan dengan konteks masyarakat yang dihadapi.

C. Kesimpulan

Penelitian yang singkat ini menyimpulkan bahwa hadis tentang larangan taswir makhluk bernyawa termasuk hadis garib mutlaq atau al-Fard al-Mutlaq. Hadis ini memenuhi kriteria sanad yang shahih yang dibuktikan dengan ketersambungan sanad dan

64 Syuhudi Ismail, Pemahaman Hadis Nabi secara Tekstual dan Kontekstual, dalam pidato

(21)

kedhabitan perawinya. Dari sisi kehujjahan, penulis menerima kehujjahan hadis tersebut dengan pertimbangan hadis tersebut terdapat juga dalam shahih Muslim yang diakui keabsahannya oleh mayoritas umat Islam.

(22)

Daftar Pustaka

Abdulla>h bin ‘Abd al’Azi>z bin H{amma>dah al-Jibri>n, Mukhtas}ar Tashi>l al-‘Aqi>dah al -Isla>miyah, Maktabh al-Rasyi>d, 1424H

Abdulla>h bin Muh}ammad al-Gani>ma>n, Syarh Kitab al-Tauhi>d min S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Madinah: Maktabah al-Da>r, 1405H

Abu> ‘Abdilla>h Ah{mad Ibn Muh{ammad Ibn H{anbal al-Syaiba>ni>, Musnad Ah{mad Ibn H{anbal. Beirut: ‘A<lam al-Kutub, 1419 H/1998 M.

Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad bin Isma>il bin Ibra>him bin Mugi>rah al-Bukha>ri>, Al-Ja>mi’ Musnad S}ah}i>h} Mukhtas}ar min Umu>r Rasu>lulla>h, Beirut: Da>r Ibn Kas\i>r, al-Yama>ma>h, t.th.

Abu> al-‘Abba>s Ah{mad ibn Muh{ammad ibn Abi> Bakar ibn Khalka>n, Wafaya>t al-A‘ya>n wa Anba>’ Abna>’ al-Zama>n, Beirut: Da>r S{a>dir, 1900 M

Abu> al-H{asan Ah}mad ibn ‘Abdullah ibn S{a>lih} al-‘Ajli>, Ma’rifah al-S\iqa>h. Maktabah al-Da>r bi al-Madi>nah al-

Abu> al-H{usain Muslim bin al-H{ajja>j al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>>, Musnad S{ah}i>h} al-Mukhtas}ar bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl Ila> Rasu>lulla>h saw., Beirut: Da>r Ih}ya> al-Tura>s\, t.th.

Abu> Muh}ammad ‘Abd al-‘Azi>z, al-Asalat Wa al-Ajwabat al-Fiqhiyah, Juz I (t.t)

Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H{ajar Abu> al-Fad}l Al-‘Asqala>ni al-Syafi>’i>>, Tahzi>b al-Tahzi>b, Beirut: Muassasah al-Risa>lah, t.th.

>__________, al-Isha>bah fi> tamyi>z al-Shaha>bah, Beirut: Da>r al-Jail, 1412

Ah}mad Mukhtar ‘Abd H}ami>d, Mu’jam al-Lugah al-‘Arabiyah al-Ma’a>s}irah, CD Rom Maktabah al-Sya>milah.

Al-Qard{awi>, Yu>suf, al-Isla>m wa al-Fann,terj. Wahid Ahmadi, dkk.Islam BicaraSeni Solo : Intermedia, 1998.

Budhi Munawar Rahman, ‚Dimensi Esoterik dan Estetik Budaya Islam‛,ed.,Zakiyuddin

Baidhawi dan Mutohharun Jinan, Agama dan Pluralitas Budaya Lokal . Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial UMS, 2003.

Dahdouh, Ba>sem . ‚al-Tas}wi>r ‘ind al-‘Arab wa al-Muslimin baina al-Iba>hah wa al-Tahri>m (fi al-‘Us{u>r al-Wust}a>)‛, Jurnal Teknik Sipil Universitas Damascus, vol. 1, edisi 26, 2010.

Fais}al bin ‘Abd al-‘Azi>z al-Nazdi>, Tat}ri>z Riya>d} al-S|a>lihi>n, Riyad}: Da>r al-‘A>simah li al -Nas|r al-Tauzi>’, 2002 M

(23)

Ibra>him Ibn Hamzah al-H{usaini>, al-Baya>n wa al-Ta’rif fi> Asba>b al-Wuru>d H{adi>s\ al-Syarif, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi>, t.th

Ibra>him Mustafa dkk, Mu’jam al-Wasi>t}, t.tp: Da>r al-Da’wah, t.th

Ira M. Lampidus, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian I dan II. Terj. Gufron A. Mas’adi.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999

Jama>l al-Di>n Abu> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizzi>, Tahzi>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1403 H/ 1983 M

Kasman K.S., Kondisi Seni Patung di Mata Masyarakat Islam di Zaman Modern, ed. Jabrohim dan Saudi Berlian, Islam dan Kesenian. Yogyakarta: PP. Muhammadiyah, 1995

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bekasi: PT. Sukses Mandiri, 2013. M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Cet. I; Jakarta:BulanBintang, 1992

Muh}ammad bin ‘Abd al-‘Azi>z al-Sulaima>n al-Qur’a>wi>, al-Jadi>d fi> Syarh Kita>b al-Tauh}i>d, Jeddah: Maktabah al-Sawa>di>, 2003M

Muh}ammad bin Ali> bin Muh}ammad Syauka>ni> Yama>ni>, Nail Aut}a>r, Mesir: Da>r al-H}adi>s\, 1993M

Muh}ammad bin S{a>lih} bin Muh}ammad al-‘Us\aimi>n, Syarh Riya>d S{a>lihi>n, Riya>d: Da>r al-Wat}an, 1426H

S{a>lih bin Fauza>n al-Fauza>n, Mukhtas{ar Tashi>l al-Aqi>dah al-Isla>miyah, CD Rom Maktabah al-Sya>milah.

Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘Us\ma>n bin Qaima>z al-Zahabi>,

Siyar ‘A’la>m al-Nubala>’, t.tp: Muassasah al-Risalah, 1405 H/1985 M

Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘Us\ma>n bin Qaima>z al-Zahabi>, Mi>za>n al-‘I’tida>l fi> Naqd al-Rija>l, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1963 M

Sulidar, ‚Kedudukan Hadis Garib Sebagai Hujjah Dalam Ajaran Islam‛, Analytica Islamica, vol 16, no. 02, November 2014

Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bula Bintang, 1995.

Referensi

Dokumen terkait

Pem- buatan Sampel paving block terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertama pembuatan sampel untuk menentukan kuat tekan optimum dengan variasi campuran A (10% semen 5% abu sekam

Karena peneliti juga harus memiliki konsep sendiri tentang masalah – masalah yang akan dia teliti sehingga kerangka pikir dalam mengkaji teori merupakan konstruksi teoritis

Dalam penelitian ini membahas tentang konsistensi akad sewa pada struktur akad Ijarah Asset to be Leased pada produk Sukuk Negara Ritel SR-008 di Bank Tabungan

problem-focused coping yang dilakukan oleh ibu dari anak penderita schizoJrenia dengan stres yang dialami.. Angket ini terdiri dari dua bagian yakni yang pertama berisi 67

Sejak pertama kali muncul 8 tahun silam sampai saat ini Android telah banyak mengalami perubahan yang sangat pesat. Hal tersebut terbukti dari diluncurkannya versi-versi Android

Sebesar 1.74 dengan kriteria tinggi. Jadi, dapat di simpulkan bahwa penggunaan pembelajaran tematik dapat berdampak terhadap aspek kognitif peserta didik di kelas

Diskriminasi yang terjadi pada masyarakat harus dimusnahkan dikarenakan tak sesuai dengang rancangan kesamaan dan keadilan dan berlawanan pula dengan hak asasi manusia.Dalam

tissue ( MDT dan CDT ), maka bisa ditambahkan atau di kurangi tingkat pemakaian Wet Strengh Resin, agar kualitas tissue dapat sesuai dengan spesifikasi tissue atau minimal