• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Olahraga merupakan aktifitas fisik yang sering kali dilakukan dengan tujuan menunjang kesehatan. Ada pula yang dilakukan dengan tujuan kesenangan atau rekreasi. Namun, adapula olahraga yang tergolong dalam olahraga olimpic atau olahraga olimpiade. Olahraga yang dikompetisikan ini merupakan jenis-jenis olahraga yang memiliki kualifikasi tertentu dalam bidangnya. Ketahanan fisik atau stamina adalah hal yang wajib dimiliki oleh para atlet untuk menunjang performa di lapangan. Namun, atlet yang mempunyai kondisi fisik yang bagus dan prima belum tentu menghasilkan prestasi yang gemilang kalau tidak didukung oleh mental ataupun kondisi psikis yang baik (Gunarsa et. al dalam Komarudin, 2011). Di sini yang dipentingkan dalam performa seorang atlet adalah kesiapan dan mental yang tangguh. Pikiran yang fokus, penuh konsentrasi, kecermatan pengambilan keputusan serta kepercayaan diri sangat dibutuhkan untuk meraih prestasi.

Hal itulah yang menjadikan seorang atlet dalam cabang olahraga apapun menjadi atlet yang berkualitas. Selain itu, atlet juga dituntut untuk mampu menanggalkan segala kegelisahannya yang terjadi di luar lapangan, bahkan kalau bisa, bagaimanapun pertandingan yang mereka jalani harus dihadapi dengan berani dan menjadi atlet yang bermental tangguh tanpa gentar menyelesaikan pertandingan dengan fokus dan energic.

Pada jenis olahraga Bola Voli, kemampuan otak dituntut untuk tetap prima, terutama tosser. Tosser atau setter atau pengumpan harus dapat mengatur jalannya permainan. Tosser harus memutuskan apa yang harus dia perbuat dengan bola yang dia dapat, dan semuanya itu dilakukan dalam sepersekian detik sebelum bola jatuh ke lapangan sepanjang permainan.

Selain tosser, dalam sebuah tim olahraga bola voli terdapat 3 peran penting lainnya yaitu spiker (smash), libero, dan defender (pemain bertahan). Spiker

(2)

bertugas untuk memukul bola agar jatuh di daerah pertahanan lawan. Libero adalah pemain bertahan yang bisa bebas keluar dan masuk tetapi tidak boleh melakukan smash bola ke seberang net. Defender adalah pemain yang bertahan untuk menerima serangan dari lawan. Permainan ini dimainkan oleh 2 tim yang masing-masing terdiri dari 6 orang pemain dan mengusahakan untuk mencapai angka 25 terlebih dahulu untuk memenangkan suatu babak (wikipedia.org). Para atlet harus mampu bekerjasama dengan baik dalam satu tim dengan mengandalkan kemamampuan dan peran masing-masing, mampu menjaga pertahanan tim dari serangan bola dari lawan, tidak gugup dan mampu memfokuskan pikiran dalam menjalani pertandingan.

Dalam artikel berjudul “Coping Stress Dalam Olahraga Kompetitif”

(Komarudin, 2011) dikatakan bahwa semua atlet akan selalu dihadapkan pada sejumlah stimulus yang memberikan pengalaman stress terhadap dirinya.

Dalam dunia olahraga khususnya olahraga kompetitif, atlet harus mempunyai kemampuan dalam mengatasi berbagai stimulus yang berpotensi memberikan pengalaman stress terhadap dirinya seperti sorakan dan cemoohan penonton, perasaan sakit akibat terjadi cedera, kekalahan dalam berbagai pertandingan, kelemahan yang dimiliki atlet baik kelemahan fisik maupun kelemahan mental, atau sumber-sumber lain yang mengakibatkan terjadinya stress.

Stimulus yang mampu memberikan pengalaman stress atau yang biasa disebut stressor seperti yang disebutkan di atas, khususnya dialami pada saat atlet berada dalam setting kompetisi. Seorang atlet wajib menanggalkan kegelisahan mereka saat berada dalam pertandingan, termasuk juga kegentaran dan ketakutan untuk kalah. Seorang atlet, dalam bimbingan pelatihnya didorong dan dituntut untuk menghadirkan kondisi emosi tertentu yang tentunya diharapkan dapat menunjang performanya dalam pertandingan tersebut. Seperti yang dipaparkan dalam Alwisol (2008), bagaimana seseorang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang

(3)

berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan.

Menurut Bandura (Alwisol 2008), sumber pengotrol perilaku adalah resiprokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Self-efficacy merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Hal serupa pun dikatakan oleh Richardson (1998), mengenai pernyataan Bandura bahwa teori self-efficacy mengemukakan bahwa penilaian seorang individu terhadap kemampuan dirinya secara sukses dapat membuat seseorang berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil / outcome yang diinginkan.

Dalam menentukan keberhasilan seseorang saat menjalani perintah atau tugas tertentu, dibutuhkan juga self-efficacy. Albert Bandura, psikolog dari Universitas Stanford yang mempelopori studi tentang self-efficacy, menujukkan adanya perbedaan mencolok antara mereka yang meragukan diri sendiri dan mereka yang yakin akan kemampuan sendiri ketika harus menghadapi tugas sulit. Mereka yang memiliki self-efficacy dengan senang hati menyongsong tantangan; sedangkan mereka yang peragu mencoba pun tidak berani, tidak peduli betapa baiknya kemampuan mereka yang sesungguhnya. Rasa percaya diri meningkatkan hasrat untuk berprestasi, sedangkan keraguan menurunkannya

Serta dipaparkan juga oleh website bertemakan AEDD atau Adults and Elders with Developmental Disabilities bahwa self-efficacy dapat membantu seseorang mengubah perilakunya (washington.edu diakses pada 11 maret 2012). Self-efficacy merupakan bagian dari teori kepribadian yang dicetuskan oleh Bandura. Self-efficacy dikatkakan sebagai salah satu dari struktur kepribadian dalam teori belajar sosial atau social learning theory.

Dimana menurutnya, teori self-efficacy ini memiliki implikasi yang penting terhadap terbentuknya motivasi (education.calumet.perdue.edu diakses pada 11 Maret 2012). Selain itu, dalam sebuah website yang dikhususkan bagi

(4)

kumpulan yang berkecimpung di bidang keperawatan dikatakan pula bahwa dalam kacamata ilmu keperawatan, self-efficacy milik Bandura ini merupakan kepercayan (dari suatu individu) bahwa dirinya memiliki kekuatan untuk menghasilkan pengaruh dengan menyelesaikan tugas yang telah diberikan atau aktifitas terkait dengan kompetensi tersebut, dimana kepercayaan bahwa seseorang memiliki kecakapan dalam memunculkan suatu perilaku untuk mencapai tujuan tertentu. (nursingplanet.com, diakses pada 11 Maret 2012).

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2009) mengenai hubungan antara Self-Efficacy dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut negatif dan signifikan dengan nilai r = -0,67 dengan ρ = (0,01). Artinya, semakin tinggi self-efficacy seorang mahasiswa maka semakin rendah tingkat kecemasan mereka dalam berbicara di depan umum.

Hal yang paling mendasar yang dibutuhkan dalam performa unggul dari seorang atlet ialah self-efficacy, dimana menurut Spears dan Jordon self- efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya akan mampu melaksanakan tingkah laku yang dibutuhkan dalam suatu tugas. Pikiran individu terhadap self-efficacy menentukan seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan (shvoong.com diakses pada 28 januari 2012). Dalam kaitannya dengan sudut pandang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self-efficacy ini dapat membantu seseorang (termasuk juga para atlet) untuk melakukan tugas dalam memenuhi tujuan dan kompetensinya. Seperti yang telah dipaparkan di awal mengenai posisi seorang atlet Bola Voli dalam sebuah tim, dimana selayaknya sebuah tim, setiap individu memiliki pengaruh dan keterkaitan dengan individu lain dalam tim tersebut.

Dalam suatu pertandingan pasti selalu ada yang menang dan ada yang kalah. Namun, bagaimanapun semua peserta kompetisi menginginkan posisi kemenangan untuk ada di pihaknya. Akan tetapi, hal tersebut tergantung pula

(5)

pada performa dirinya. Pada setting kompetisi tersebut, para atlet akan bergelut pula dengan emosi dirinya. Ia bertanding dengan membawa harapan dan ambisi untuk menang. Kondisi emosi atlet juga berpengaruh dengan performanya selama pertandingan. Emosi yang kurang dikendalikan dapat membuat seseorang bertindak emosional dan gegabah dalam mengambil keputusan. hal tersebut juga akan berpengaruh bagi dirinya dan lingkungannya baik secara sikap maupun tindakan. Namun, jika emosi itu dikendalikan dengan baik akan mampu mendorong seseorang untuk bertindak taktis dan lebih cermat untuk menempuh tujuan yang sebenarnya. Oleh karena hal tersebut, diperlukan Kecerdasan Emosi untuk membentuk karakter individu yang baik secara intrapersonal maupun interpersonal yang terjalin antara satu individu dengan individu lain dalam tim.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Amalia Sawitri Wahyuningsih (2004) mengenai Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II SMU LAB SCHOOL Jakarta Timur menunjukkan hasil yang positif antara kedua variabel tersebut bahwa terdapat korelasi yang positif antara kecerdasan emosi dengan prestasi belajar.

Sementara itu, Wahyuningsih (2004) menyatakan bahwa rendahnya peranan kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar itu sendiri. Dimana prestasi belajar menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar dalam waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan. Dalam bab kesimpulan, ia pun juga mengutip pendapat Goleman dari hasil penelitiannya bahwa setinggi-tingginya IQ menyumbang sekitar 20% bagi kesuksesan seseorang dan yang 80% sisanya diisi oleh kekuatan lain yaitu kecerdasan emosional atau yang lazim disebut Emotional Intelligence. Selain itu, penelitian dengan tema yang sama oleh Iskandar dengan judul Kecerdasan Emosi dan Komitmen Pekerjaan Dosen di Jambi, menyatakan hasil penelitiannya bahwa kecerdasan emosi mempunyai hubungan dan sumbangan yang signifikan kepada komitmen pekerjaan dosen. Sebagaimana pendapat Goleman, dalam menjalankan kerja organisasi kemahiran sosial

(6)

melibatkan kemahiran mendapatkan respons yang positif dari orang lain, individu yang mudah bergaul dan saling membantu dalam mencapai tujuan organisasi (Jurnal Psikologi, 2008). Di tahun 2010 telah dilakukan penelitian mengenai “Self-Compassion and Emotional Intelligence in Nurses”

(Heffernan et.al., 2010) dengan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang positif antara self-compassion dan kecerdasan emosi pada perawat yang bekerja merawat pasien mengalami penyakit akut. Penelitian tersebut menunjukkan temuan lain juga, yaitu adanya korelasi positif dengan kesehatan mental, coping, kepuasan kerja dan komitmen organisasional.

Banyak sekali penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk membuktikan keterkaitan kecerdasan emosi dengan aspek-aspek psikologis yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan intrapersonal dan interpersonal seorang individu. Kali ini, peneliti ingin mencari kaitan antara kecerdasan emosi dengan self-efficacy yang dikaitkan dengan lingkup keolahragaan, khususnya pada individu yang berkecimpung dalam bidang olahraga (terutama olahraga Bola Voli) yang masih berusia remaja.

Dalam kaitannya dengan teori Kecerdasan Emosi, Goleman (2001) menyatakan pendapatnya bahwa ada kaitan yang erat antara pengetahuan tentang diri sendiri dan rasa percaya diri. Dalam buku tersebut dikatakan pula bahwa yang erat kaitannya dengan rasa percaya diri, penilaian positif tentang kemampuan kerja diri sendiri. Sebagaimana yang dikatakan Goleman diatas, bahwa pengetahuan diri erat kaitannya dengan rasa percaya diri.

Goleman (2001) menegaskan bahwa Kecerdasan Emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya : mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, mengenali emosi orang lain/ empati, motivasi diri dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Dalam kaitannya, terdapat aspek-aspek dari Kecerdasan Emosi yang berkesinambungan dengan aspek-aspek self-efficacy yang memiliki aspek-aspek yaitu : pengalaman vikarius, pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan tingkat afektif dan fisiologis.

(7)

Dengan pengetahuan tersebut di atas dapat dipaparkan bahwa aspek mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain dari Kecerdasan Emosi dapat membantu seseorang untuk belajar dari pengalaman orang lain yang merupakan aspek self-efficacy. Kemudian aspek mengenali emosi diri dan memotivasi diri akan membantu seseorang mengingat kembali pengalaman vikariusnya. Aspek motivasi diri dan mengelola emosi akan dapat membantu self-efficacy dalam hal persuasi verbal. Kemudian untuk terbentuknya tingkat afektif yang kondusif bagi atlet yang akan bertanding, aspek mengenali emosi dan mengelola emosi akan membantunya. Selain juga dari persiapan fisik yang akan menunjang kondisi fisiologisnya.

Dalam beberapa pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada anggota atlet MVC ini, peneliti melihat bahwa anggota MVC tampak menunjukkan sikap yang berbeda saat bertanding di lapangan dan saat sebelum melakukan perandingan. Para atlet terutama atlet perempuan sering sekali berkomentar kurang puas mengenai kondisi fisik mereka setelah jadwal rutin latihan. Saat akan bertanding atau di sela pertandingan mereka sering mengungkapkan rasa pesimis mereka terhadap pertandingan tersebut dan persuasi verbal dari pelatih pun sering mereka abaikan. Namun, yang diherankan mereka sering sekali lolos dalam kualifikasi dan memenangkan pertandingan walaupun sering bersikap pesimis. Dalam pengamatan tersebut peneliti ingin meneliti Kecerdasan Emosi dan Self-Efficacy dari para atlet MVC ini.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan self-efficacy pada Atlet (khususnya Atlet Bola Voli MVC)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan keyakinan akan kemampuan diri atlet, khususnya atlet Bola Voli Malang Volleyball Club (MVC).

(8)

D. Manfaat Penelitian

1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi perkembangan sekaligus bidang psikologi olahraga dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada serta dapat memberi gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy) pada atlet Bola Voli khususnya yang berusia remaja.

2. Dalam segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi mengenai bagaimana kecerdasan emosi dan keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy) atlet dapat mempengaruhi keberhasilan dan prestasi suatu tim olahraga kepada masyarakat dan khususnya kepada para atlet yang masih berusia remaja, para pelatih, pemerhati olahraga yang ada di Malang Raya.

Referensi

Dokumen terkait

Secara teoritis diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam upanya meningkatkan pembelajaran dan memperkaya kajian tentang peranan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis dalam memperkaya ilmu dibidang Psikiatri dan Ilmu Penyakit Dalam tentang pemanfaatan terapi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan memperkaya wawasan keilmuan yang akan menjadi pijakan teoritis tentang bagaimana perana guru PKn

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam cara meminimalisir perilaku konsumtif di kalangan remaja salah satunya dengan

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan manfaat serta kontribusi dalam bidang pendidikan khususnya pada mata pelajaran prakarya dan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan sumbangan pengetahuan bagi ilmu psikologi yang berkaitan dengan perilaku konsumen khususnya mengenai kajian locus of

Dari penelitian yang penulis lakukan, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pihak-pihak terkait dengan memberikan gambaran tentang kebutuhan (need) dan tekanan

Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan teoritis mengenai strategi belajar mahasiswa dan meningkatkan kualitas pembelajaran dosen yang akan dapat meningkatkan prestasi