• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI NAGEKEO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BUPATI NAGEKEO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

SALINAN

BUPATI NAGEKEO

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 5 TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2014 – 2025

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NAGEKEO,

Menimbang :

Mengingat :

a. bahwa potensi pariwisata yang dimiliki Kabupaten Nagekeo, merupakan sumber daya dan modal utama bagi usaha pengembangan kepariwisataan daerah guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;

b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, perlu mengatur rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagai pedoman untuk merencanakan, mengelola, dan mengendalikan pembangunan kepariwisataan, yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan indikasi program yang harus dilakukan oleh segenap pemangku kepentingan kepariwisataan.

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2014 - 2025;

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

(2)

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4678);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5262);

6. Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2009 - 2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2009 Nomor 3);

7. Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo Tahun 2011 - 2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2011 Nomor 1);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NAGEKEO

(3)

dan

BUPATI NAGEKEO MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2014 – 2025.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Nagekeo.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nagekeo.

3. Bupati adalah Bupati Nagekeo.

4. Dinas adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nagekeo.

5. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan Daya Tarik Wisata.

6. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.

7. Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.

8. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan daerah serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah Daerah dan pengusaha.

9. Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik yang di dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi dan pengendalian dalam rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang dikehendaki.

(4)

10.Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 20014 – 2025 yang selanjutnya disebut RIPPARDA adalah dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan daerah Kabupaten Nagekeo untuk periode 12 (dua belas) tahun terhitung sejak Tahun 2014 sampai Tahun 2025.

11.Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas dan/atau transportasi serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya Kepariwisataan.

12.Perwilayahan Pembangunan Kepariwisataan Daerah adalah hasil pewilayahan pembangunan Kepariwisataan yang diwujudkan dalam bentuk Kawasan Pariwisata Daerah, kawasan pengembangan Pariwisata Daerah, dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah.

13.Kawasan Pariwisata Daerah yang selanjutnya disingkat KPD adalah Kawasan Pariwisata yang merupakan keterpaduan sistemik antar kawasan pembangunan Pariwisata dalam skala Daerah.

14.Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah yang selanjutnya disingkat KPPD adalah kawasan geografis di dalam Destinasi Pariwisata yang memiliki tema tertentu, dengan komponen Daya Tarik Wisata, fasilitas umum, fasilitas Pariwisata, aksesibilitas dan/atau transportasi serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya Kepariwisataan.

15.Kawasan Strategis Pariwisata Daerah yang selanjutnya disingkat KSPD adalah kawasan yang memiliki fungsi utama Pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan Pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

16.Daya Tarik Wisata yang selanjutnya disingkat DTW adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

(5)

17.Aksesibilitas dan/atau transportasi Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata.

18.Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana semestinya.

19.Fasilitas Umum adalah sarana pelayanan dasar fisik suatu lingkungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dalam melakukan aktifitas kehidupan keseharian.

20.Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata.

21.Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas, akses, dan peran masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memajukan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan melalui kegiatan Kepariwisataan.

22.Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya.

23.Industri Pariwisata adalah kumpulan Usaha Pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

24.Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang dilaksanakan secara berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan.

(6)

25.Organisasi Kepariwisataan adalah institusi baik di lingkungan Pemerintah Daerah maupun swasta yang berhubungan dengan penyelenggaraan kegiatan Kepariwisataan.

26.Sumber Daya Manusia Pariwisata yang selanjutnya disingkat SDM Pariwisata adalah tenaga kerja yang pekerjaannya terkait secara langsung dan tidak langsung dengan kegiatan Kepariwisataan.

27.Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

28.Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan dan pengelolaan Kepariwisataan.

BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2

Ruang lingkup RIPPARDA meliputi:

a. Pembangunan Destinasi Pariwisata;

b. Pembangunan Pemasaran Pariwisata;

c. Pembangunan Industri Pariwisata; dan

d. Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan.

BAB III

PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 3

(1) Pembangunan kepariwisataan daerah dilaksanakan berdasarkan RIPPARDA.

(2) RIPPARDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a. visi;

b. misi;

c. tujuan;

d. sasaran; dan

e. arah pembangunan kepariwisataan daerah Tahun 2014-2025.

(3) Visi pembangunan kepariwisataan daerah adalah terwujudnya Kabupaten Nagekeo sebagai destinasi pariwisata berbasis alam dan budaya dengan

(7)

memberikan peran lebih besar kepada komunitas lokal guna mendorong pembangunan daerah untuk kesejahteraan masyarakat.

(4) Misi pembangunan kepariwisataan daerah adalah:

a. mewujudkan kepariwisataan berbasis budaya yang kreatif dan inovatif;

b. mengembangkan DTW berbasis budaya;

c. meningkatkan daya saing pariwisata sehingga mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisata;

d. mengembangkan destinasi pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat;

e. mengembangkan pemasaran pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara;

f. mengembangkan industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel, menggerakkan kemitraan usaha, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya;

g. mengembangkan organisasi Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat;

h.mengembangkan sumber daya manusia, regulasi, dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien dalam rangka mendorong terwujudnya Pembangunan Kepariwisataan yang berkelanjutan; dan i. mewujudkan masyarakat sadar wisata untuk mendukung tercapainya

sapta pesona.

(5) Tujuan pembangunan kepariwisataan daerah meliputi:

a. meningkatkan kualitas dan kuantitas destinasi Pariwisata;

b. mengkomunikasikan destinasi pariwisata daerah dengan menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung jawab;

c. mewujudkan industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian daerah; dan

d. mengembangkan kelembagaaan kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan pembangunan destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan industri pariwisata secara profesional, efektif dan efisien.

(6) Sasaran pembangunan kepariwisataan daerah meliputi :

(8)

a. terciptanya berbagai inovasi jenis DTW;

b. tersedianya fasilitas pendukung kepariwisataan yang handal;

c. meningkatnya kualitas paket wisata yang variatif, yang dikelola secara sinergis dan terintegrasi antara Pemerintah Daerah dan/atau oleh pelaku wisata;

d. meningkatnya kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara;

e. meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan daerah;

f. terwujudnya Pariwisata berbasis budaya yang kreatif dan inovatif sebagai sektor unggulan dan prioritas pembangunan Daerah;

g. meningkatnya kualitas dan kuantitas DTW yang aman dan nyaman yang mampu mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisatawan.

h. meningkatnya pendapatan Daerah, produk domestik regional bruto, dan pendapatan masyarakat, dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan;

i. terwujudnya media pemasaran yang efektif dan efisien untuk meningkatkan citra daerah sebagai destinasi Pariwisata;

j. terwujudnya industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian daerah melalui peningkatan investasi di bidang Pariwisata, kerjasama antar usaha Pariwisata, perluasan lapangan kerja, dan upaya-upaya untuk pendukung pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat;

k. terwujudnya lembaga Kepariwisataan dan sistem tata kelola yang mampu mensinergikan pembangunan industri Pariwisata, Kawasan Pariwisata, dan pemasaran Pariwisata secara profesional, efektif, dan efisien;

l. terwujudnya sumber daya manusia Pariwisata yang handal dan profesional; dan

m. terwujudnya masyarakat sadar wisata untuk mendukung tercapainya Sapta Pesona.

(7) Pelaksanaan RIPPARDA diselenggarakan secara terpadu oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat dalam koordinasi dengan Pemerintah Provinsi maupun Pusat.

(8) RIPPARDA dilaksanakan dalam tiga (3) tahap sebagai berikut:

a. tahap I, Tahun 2014;

(9)

b. tahap II, Tahun 2015-2019; dan c. tahap III, Tahun 2020-2025.

(9) Sasaran yang akan dicapai dalam setiap tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(10) Evaluasi RIPPARDA dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 4

(1) RIPPARDA Kabupaten Nagekeo menjadi pedoman bagi pembangunan Kepariwisataan Daerah.

(2) RIPPARDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Pariwisata, Rencana Induk Pengembangan Objek Wisata, dan Rencana Detail Pembangunan Fasilitas Pariwisata dalam setiap objek DTW.

(3) Semua program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat harus bermuatan dukungan terhadap pembangunan Kepariwisataan sesuai dengan kedekatan fungsi.

Bagian Kedua

Arah Pembangunan Kepariwisataan Daerah Pasal 5

Arah pembangunan kepariwisataan daerah meliputi :

a. prinsip Pembangunan Kepariwisataan yang berkelanjutan;

b. orientasi pada upaya peningkatan pertumbuhan, peningkatan kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, serta pelestarian lingkungan;

c. dilaksanakan dengan tata kelola yang baik;

d. dilaksanakan secara terpadu, lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pelaku;

e. dilaksanakan dengan mendorong kemitraan sektor publik dan privat.

Pasal 6

Arah pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menjadi dasar arah kebijakan, strategi, dan indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah yang meliputi :

a. destinasi pariwisata daerah;

b. pemasaran pariwisata daerah;

(10)

c. industri pariwisata daerah; dan d. kelembagaan kepariwisataan daerah.

BAB IV

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PEMBANGUNAN DESTINASI PARIWISATA DAERAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 7

Pembangunan destinasi pariwisata daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:

a. pembangunan perwilayahan destinasi pariwisata daerah;

b. pembangunan DTW;

c. pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi pariwisata;

d. pembangunan fasilitas pariwisata;

e. pemberdayaan masyarakat melalui Kepariwisataan; dan f. pengembangan investasi di bidang pariwisata.

Bagian Kedua

Pembangunan Perwilayahan Destinasi Pariwisata Daerah Pasal 8

Pembangunan perwilayahan destinasi pariwisata daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a meliputi :

a. Kawasan Pariwisata Daerah;

b. Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah; dan c. Kawasan Strategis Pariwisata Daerah.

Pasal 9

(1) Kawasan Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a ditetapkan dengan kriteria :

a. merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah kabupaten sebagai satu kesatuan daerah tujuan atau destinasi pariwisata daerah;

b. memiliki DTW dengan tema tertentu serta didukung aksesibilitas dan/atau transportasi dan infrastruktur yang memadai untuk kegiatan Kepariwisataan; dan

c. memiliki keterpaduan dan sinergisitas rencana lintas sektor.

(11)

(2) Cakupan wilayah Kawasan Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a meliputi 7 (tujuh) kecamatan dalam wilayah Kabupaten Nagekeo.

(3) Kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b ditetapkan dengan kriteria:

a. merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah kecamatan dan/atau lintas kecamatan dan/atau lintas desa dalam kecamatan dan/atau lintas desa lintas kecamatan yang di dalamnya terdapat potensi pengembangan pariwisata daerah yang ditentukan terutama karena kesamaan jenis dan karakter objek DTW;

b. memiliki DTW yang berkualitas dan dikenal secara luas baik lokal, regional, nasional maupun internasional, serta membentuk jejaring produk wisata dalam bentuk pola pemaketan produk dan pola kunjungan wisatawan;

c. memiliki kesesuaian tema DTW yang mendukung penguatan daya saing;

d. memiliki dukungan jejaring aksesibilitas dan/atau transportasi dan infrastruktur yang mendukung pergerakan wisatawan dan kegiatan Kepariwisataan; dan

e. memiliki keterpaduan dengan rencana sektor terkait.

(4) Tema pengembangan, cakupan wilayah dan pusat pelayanan kawasan Pengembangan Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b meliputi :

a. Kawasan Pengembangan Pariwisata Aesesa, pusat pelayanan Mbay, tema pengembangan yakni wisata alam pantai dan air panas dengan didukung sejarah dan budaya, dengan cakupan wilayah meliputi : 1) Wisata alam, yakni Air Panas Marapokot, Air Panas

Tonggurambang, Air Panas Nangadhero, Muara Gheru Moreng, Pantai Pasir Putih Rii Taa, Pantai Nangateke, Nggolonio, Tonggurambang, Maropokot, Nangadhero, Watundoa, Kota Jogo dan Kaburea;

2) Wisata Budaya dan Sejarah, yakni Kampung Adat Nataia – Lambo dan sekitarnya, Kampung Adat Ola Lape dan sekitarnya, Kampung Adat Nggolonio dan sekitarnya, Kampung Adat Towak dan sekitarnya, Kampung Adat Oladhawe dan sekitarnya, Kampung

(12)

Adat Toto Oda Pudu dan sekitarnya, Jejak Nipado di Nusa dan sekitarnya; dan

3) Wisata Buatan, yakni Bendung Sutami, Agrowisata Pertanian, Situs Peninggalan Gua Jepang Oki Sato, Sangatoro, Woloputi, Oki Wajo, Rane, Pamo dan Pone.

b. Kawasan Pengembangan Pariwisata Boawae, pusat pelayanan Boawae, tema pengembangan yakni Wisata Minat Khusus Berbasis Alam dan Budaya, dengan cakupan wilayah meliputi :

1) Wisata alam, yakni Wisata Gunung Ebulobo dan sekitarnya; dan 2) Wisata Budaya, yakni Kampung Adat Wolowea dan Situs

Archeologi Olabula.

c. Kawasan Pengembangan Pariwisata Keo, pusat pelayanan Maundai, tema pengembangan yakni Wisata Budaya didukung keindahan alam pantai, dengan cakupan wilayah meliputi :

1) Wisata alam, yakni Pantai Enabhala dan sekitarnya, Pantai Mauembo dan sekitarnya, Pantai Enagera dan sekitarnya; dan

2) Wisata Budaya, yakni Kampung Adat Wajo dan sekitarnya, Kampung Adat Pautola dan sekitarnya, Kampung Adat Udiworowatu dan sekitarnya, Kampung Adat Sawu dan sekitarnya, dan Kampung Adat Dongga Odo dan sekitarnya.

d. Kawasan Pengembangan Pariwisata Aesesa Selatan, pusat pelayanan Jawakisa, tema pengembangan yakni Wisata Air melalui kearifan lokal, dengan cakupan wilayah meliputi:

1) Wisata alam, yakni Watu Pake (batu kodok) dan sekitarnya, dan Air Terjun Ngabatata; dan

2) Wisata Budaya, yakni Kampung Adat Tutubhada dan sekitarnya, dan Kampung Adat Rendu Ola dan sekitarnya.

(5) Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c ditentukan dengan kriteria:

a. memiliki fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan fungsi utama pariwisata;

b. memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi DTW unggulan dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;

c. memiliki potensi pasar, baik skala nasional maupun internasional;

(13)

d. memiliki posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi;

e. memiliki lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan wilayah;

f. memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;

g. memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya, termasuk di dalamnya aspek sejarah dan kepurbakalaan;

h. memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat;

i. memiliki kekhususan dari wilayah;

j. berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar wisatawan potensial daerah, nasional, dan internasional; dan k. memiliki potensi kecenderungan DTW masa depan.

(6) Cakupan Wilayah Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c meliputi :

a. kawasan Mbay dan sekitarnya sebagai kawasan wisata perkotaan dan wisata pertanian / agro skala kabupaten; dan

b. kawasan kampung Boawae sebagai situs swapraja Nagekeo dan sekitarnya yang telah ditetapkan secara Nasional sebagai Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional dengan tema kawasan wisata adat tradisi Desa Tradisional Boawae.

Pasal 10

(1) Pembangunan Perwilayahan Destinasi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan secara bertahap dengan kriteria :

a. memiliki komponen destinasi yang siap untuk dikembangkan;

b. memiliki posisi dan peran efektif sebagai penarik investasi yang strategis;

c. memiliki posisi strategis sebagai simpul penggerak sistemik Pembangunan Kepariwisataan di wilayah sekitar baik dalam konteks Daerah maupun Nasional;

d. memiliki potensi kecenderungan DTW masa depan;

e. memiliki kontribusi yang signifikan dan/atau prospek yang positif dalam menarik kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dalam waktu yang relatif cepat;

f. memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;

(14)

g. memiliki kontribusi terhadap pengembangan keragaman DTW di daerah;

dan

h. memiliki keunggulan daya saing nasional dan internasional.

(2) Peta perwilayahan Destinasi Pariwisata Daerah tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 11

Arah kebijakan Pembangunan Perwilayahan Destinasi Pariwisata meliputi:

a. perencanaan Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah;

b. penegakan regulasi Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah; dan

c. pengendalian implementasi Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah.

Pasal 12

(1) Strategi untuk perencanaan Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi:

a. menyusun rencana induk dan rencana detail Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah; dan

b. menyusun regulasi tata bangunan dan tata lingkungan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah.

(2) Strategi untuk penegakan regulasi Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b dilakukan melalui monitoring dan pengawasan oleh Pemerintah Daerah terhadap penerapan rencana detail Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah.

(3) Strategi untuk pengendalian implementasi rencana Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi, pelaku usaha dan masyarakat.

Bagian Ketiga Pembangunan DTW

Pasal 13

(15)

(1) Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:

a. DTW alam;

b. DTW budaya; dan

c. DTW hasil buatan manusia.

(2) Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip menjunjung tinggi nilai agama dan budaya, serta keseimbangan antara upaya pengembangan manajemen atraksi untuk menciptakan DTW yang berkualitas, berdaya saing, dengan upaya pengembangan konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber dayanya.

Pasal 14

(1) Arah kebijakan umum Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), meliputi:

a. perintisan pengembangan DTW dalam rangka mendorong pertumbuhan Kawasan Pariwisata Daerah dan pengembangan pariwisata daerah;

b. pembangunan DTW untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk dalam menarik minat dan loyalitas segmen pasar yang ada;

c. pemantapan DTW untuk meningkatkan daya saing produk dalam menarik kunjungan ulang wisatawan dan segmen pasar yang lebih luas;

dan

d. revitalisasi DTW dalam upaya peningkatan kualitas, keberlanjutan dan daya saing produk pada Kawasan Pariwisata Daerah.

(2) Arah kebijakan khusus Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), meliputi kebijakan pengembangan:

a. kawasan Mbay dan sekitarnya sebagai kawasan wisata perkotaan, kuliner, wisata pantai serta sejarah dan budaya;

b. kawasan Boawae dan sekitarnya sebagai kawasan budaya, alam dan minat khusus;

c. kawasan Keo Tengah dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam pantai dan budaya; dan

d. kawasan Rendu Jawakisa dan sekitarnya sebagai kawasan wisata air/tirta dan budaya.

Pasal 15

(16)

(1) Strategi untuk perintisan pengembangan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, meliputi:

a. mengembangkan DTW baru di Destinasi Pariwisata yang belum berkembang Kepariwisataannya; dan

b. memperkuat upaya pengelolaan potensi Kepariwisataan dan lingkungan dalam mendukung upaya perintisan.

(2) Strategi untuk Pembangunan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b, meliputi:

a. mengembangkan inovasi manajemen produk dan kapasitas DTW untuk mendorong akselerasi perkembangan Kawasan Pariwisata Daerah; dan b. memperkuat upaya konservasi potensi Kepariwisataan dan lingkungan

dalam mendukung intensifikasi DTW.

(3) Strategi untuk pemantapan DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c, meliputi :

a. mengembangkan diversifikasi atau keragaman nilai DTW dalam berbagai tema terkait; dan

b. memperkuat upaya penataan ruang wilayah dan konservasi potensi Kepariwisataan dan lingkungan dalam mendukung diversifikasi DTW.

(4) Strategi untuk revitalisasi DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d, meliputi:

a. revitalisasi struktur, elemen dan aktivitas yang menjadi penggerak kegiatan Kepariwisataan pada DTW;

b. memperkuat upaya lanjutan penataan ruang wilayah dan konservasi potensi Kepariwisataan dan lingkungan dalam mendukung revitalisasi daya tarik dan kawasan di sekitarnya; dan

c. memperkuat upaya pengembangan DTW permuseuman berbasis budaya dan sejarah.

(5) Strategi pengembangan kawasan Mbay dan sekitarnya sebagai kawasan wisata perkotaan, kuliner, wisata pantai serta sejarah dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan cara:

a. mengembangkan kawasan pesisir pantai Marapokot-Nangadhero- Nangateke-Kotajogo dan sekitarnya sebagai kawasan wisata kuliner dan wisata rekreasi pantai;

(17)

b. mengembangkan kawasan Pantai Watu Ndoa dan Pulau Rii Taa sebagai kawasan wisata pantai dan minat khusus;

c. mengembangkan kawasan Bakau dan Muara di Tonggurambang dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam dan pendidikan berbasis konservasi sumber daya alam;

d. mengembangkan kawasan pertanian Irigasi Teknis sebagai kawasan wisata agro;

e. mengembangkan kawasan gua peninggalan Jepang di Oki Sato, Sangatoro, Woloputi, Oki Wajo, Rane, Pamo dan Pone sebagai kawasan wisata sejarah dan wisata minat khusus;

f. mengembangkan kawasan Bendung Sutami dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam dan wisata minat khusus;

g. mengembangkan kawasan Kampung Adat Olalape dan kampung adat lain di sekitarnya sebagai kawasan wisata budaya, wisata alam dan wisata minat khusus;

h. mengembangkan kawasan Kampung Adat Toto Oda Pudu di Wolowae sebagai kawasan wisata budaya dan wisata alam;

i. mengembangkan kawasan peninggalan Jejak Nipado di Wodowae dan sekitarnya sebagai kawasan wisata pendidikan dan sejarah perjuangan masa lalu;

j. mengembangkan kawasan perbukitan Sangabenga dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam dan wisata minat khusus;

k. mengembangkan kawasan Perbukitan Roe dan sekitarnya sebagai kawasan ruang terbuka hijau, stop area dan rekreasi keluarga;

l. mengembangkan kawasan lapangan Berdikari Danga, Bukit Pamo, Bukit Pone, Area Civic Centre sebagai kawasan wisata ruang terbuka hijau kota dan kawasan wisata taman kota;

m. mengembangkan kawasan Bukit Doa Aeramo sebagai kawasan wisata rohani /religi;

n. mengembangkan kawasan jejaringan khusus olahraga sepeda dayung sebagai alternatif daya tarik rekreasi dan olahraga masyarakat kota; dan o. mengembangkan wisata kesehatan, kebugaran, olahraga, dan

kecantikan tradisional maupun moderen sebagai DTW baru.

(18)

(6) Strategi pengembangan kawasan Boawae dan sekitarnya sebagai kawasan budaya, alam dan minat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan cara:

a. mengembangkan kawasan Kampung Adat Boawae dan kampung- kampung adat lain di sekitarnya sebagai kawasan wisata budaya, pendidikan adat istiadat dan desa wisata;

b. mengembangkan makam Oga Ngole di Boawae sebagai cagar budaya dan wisata ziarah sejarah pemerintah swapraja Nagekeo;

c. mengembangkan kawasan Kampung Adat Wolowea, Kampung Adat Natameze dan kampung-kampung adat lain di sekitarnya sebagai kawasan wisata adat tradisi dan sejarah;

d. kawasan Lereng Ebulobo dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam Gunung Ebulobo dan desa wisata; dan

e. kawasan Situs Arkeologi Olabula dan sekitarnya sebagai kawasan sejarah purbakala, alam dan minat khusus;

(7) Strategi pengembangan Kawasan Keo Tengah dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam pantai dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan cara:

a. mengembangkan kawasan Enabhala, Enagera dan sekitarnya sebagai kawasan wisata rekreasi pantai dan kuliner;

b. mengembangkan kawasan Mauembo dan sekitarnya sebagai kawasan wisata sejarah, rekreasi pantai dan kuliner kerajinan tenun;

c. mengembangkan kawasan kampung adat Wajo dan sekitarnya sebagai kawasan wisata adat dan wisata kuliner kerajinan;

d. mengembangkan kawasan kampung adat Pautola dan sekitarnya sebagai kawasan wisata adat dan wisata pertunjukan permainan rakyat Sepak Api;

e. mengembangkan kawasan kampung adat Udiworuwatu dan sekitarnya sebagai kawasan wisata adat dan budaya;

f. mengembangkan kawasan kampung adat Sawu dan sekitarnya sebagai kawasan wisata budaya dan wisata alam;

g. mengembangkan kawasan kampung adat Dongga Odo dan kampung adat lain di sekitarya sebagai kawasan wisata sejarah dan wisata alam;

(19)

(8) Strategi pengembangan Kawasan Rendu Jawakisa dan sekitarnya sebagai kawasan wisata air / tirta dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d, dilakukan dengan cara:

a. mengembangkan kawasan Kampung tradisional Tutubhada dan sekitarnya sebagai kawasan wisata budaya dan desa wisata;

b. mengembangkan kawasan kampung adat Renduola dan kampung adat lain di sekitarnya sebagai kawasan wisata sejarah dan pusat budaya Rendu;

c. mengembangkan kawasan air terjun Ngabatata dan sekitarnya sebagai kawasan wisata air dan wisata alam.

d. mengembangkan kawasan Watu pake (Batu Kodok) dan sekitarnya sebagai kawasan wisata alam dan minat khusus.

Bagian Keempat

Pembangunan Aksesibilitas dan/atau Transportasi Pariwisata Pasal 16

(1) Arah kebijakan pembangunan aksesibilitas dan/atau tranportasi pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, meliputi penyediaan dan pengembangan:

a. sarana / moda transportasi;

b. prasarana transportasi; dan c. sistem transportasi.

(2) Arah kebijakan pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi dan/atau tranportasi pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung pengembangan kepariwisataan dan pergerakan wisatawan menuju destinasi dan pergerakan wisatawan di dalam kawasan pariwisata daerah.

Pasal 17

(1) Strategi untuk penyediaan dan pengembangan sarana / moda tranportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, dilakukan dengan cara :

a. meningkatkan ketersediaan moda transportasi sebagai sarana pergerakan wisatawan sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar;

b. meningkatkan kecukupan kapasitas angkut moda transportasi sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar;

(20)

c. mengembangkan keragaman atau diversifikasi jenis moda transportasi sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar;

d. mengembangkan dan meningkatkan kualitas kenyamanan moda transportasi sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar; dan

a. mengembangkan dan meningkatkan keamanan moda transportasi untuk menjamin keselamatan perjalanan wisatawan.

(2) Strategi untuk penyediaan dan pengembangan prasarana transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b, dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan ketersediaan prasarana simpul pergerakan moda transportasi pada lokasi-lokasi strategis di destinasi pariwisata daerah sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar; dan

b.meningkatkan keterjangkauan prasarana simpul pergerakan moda transportasi dari pusat-pusat kegiatan pariwisata di Destinasi Pariwisata Daerah; dan

c. meningkatkan fasilitas persinggahan di sepanjang koridor pergerakan wisata di dalam KPD sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar.

(3) Strategi untuk penyediaan dan pengembangan sistem transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, dilakukan dengan cara:

a. membangun sistem transportasi dan pelayanan terpadu di Destinasi Pariwisata Daerah.

b. mengembangkan dan meningkatkan ketersediaan informasi pelayanan transportasi berbagai jenis moda dari pintu gerbang wisata ke destinasi pariwisata daerah; dan

c. mengembangkan dan meningkatkan kemudahan reservasi moda transportasi berbagai jenis moda.

Pasal 18

(1) Pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi/transportasi Pariwisata diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, swasta dan masyarakat.

(2) Pembangunan aksesibilitas dan/atau transportasi pariwisata dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Bagian Kelima

(21)

Pembangunan Fasilitas Pariwisata Pasal 19

Arah kebijakan Pembangunan Fasilitas Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d meliputi:

a. pembangunan dan pengembangan fasilitas pariwisata dalam mendukung perintisan pengembangan kawasan pariwisata;

b. peningkatan kualitas fasilitas pariwisata yang mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas / daya saing kawasan pariwisata; dan

c. pengendalian fasilitas pariwisata bagi destinasi-destinasi pariwisata yang sudah melampaui ambang batas daya dukung.

Pasal 20

(1) Strategi untuk pembangunan fasilitas pariwisata dalam mendukung perintisan pengembangan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, dilakukan dengan cara:

a. mendorong pemberian insentif untuk pengembangan Fasilitas Pariwisata dalam mendukung perintisan Kawasan Pariwisata;

b. meningkatkan fasilitasi Pemerintah Daerah untuk pengembangan fasilitas Pariwisata atas inisiatif swasta;

c. merintis dan mengembangkan Fasilitas Pariwisata untuk mendukung kesiapan Destinasi Pariwisata dan meningkatkan daya saing Kawasan Pariwisata; dan

d. merintis dan mengembangkan prasarana umum dan fasilitas umum fisik dasar untuk memperkuat upaya pengembangan DTW permuseuman berbasis budaya dan sejarah.

(2) Strategi untuk peningkatan kualitas Fasilitas Pariwisata yang mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas/daya saing kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, dilakukan dengan cara:

a. mendorong dan menerapkan berbagai skema kemitraan antara Pemerintah Daerah dan swasta;

b. mendorong dan menerapkan berbagai skema kemandirian pengelolaan; dan

c. mendorong penerapan Fasilitas Pariwisata yang memenuhi kebutuhan wisatawan berkebutuhan khusus.

(22)

(3) Strategi untuk pengendalian Fasilitas Pariwisata bagi destinasi-destinasi pariwisata yang sudah melampaui ambang batas daya dukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, dilakukan dengan cara:

a. mengembangkan regulasi pembatasan perizinan untuk menjaga daya dukung lingkungan;

b. menegakan peraturan perundang-undangan; dan

c. meningkatkan penerapan disinsentif untuk pembangunan fasilitas Pariwisata.

Pasal 21

Pemerintah Daerah memberikan insentif dan disinsentif dalam pembangunan Fasilitas Kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 22

Penangung jawab dalam melaksanakan arah kebijakan dan strategi dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan fungsinya.

Bagian Keenam

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kepariwisataan Pasal 23

Arah kebijakan Pemberdayaan Masyarakat melalui Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e meliputi:

a. pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam Pembangunan bidang Kepariwisataan;

b. peningkatan usaha ekonomi masyarakat di bidang Kepariwisataan; dan c. penguatan kesadaran wisata masyarakat dan pemangku kepentingan

terkait.

Pasal 24

(1) Strategi untuk pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, dilakukan dengan cara:

a. mendorong keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Kepariwisataan;

b. mengembangkan potensi sumber daya lokal melalui desa wisata; dan c. menguatkan kelembagaan masyarakat dalam pengembangan

Pariwisata.

(23)

(2) Strategi untuk peningkatan usaha ekonomi masyarakat di bidang Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan kualitas produk industri kecil dan menengah maupun layanan jasa Kepariwisataan dalam memenuhi standar pasar.

b. memperkuat akses dan jejaring industri kecil dan menengah dan Usaha Pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah dengan sumber potensi pasar dan informasi global; dan

c. mendorong pemberian bantuan permodalan untuk mendukung perkembangan industri kecil dan menengah dan Usaha Pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah di sekitar Kawasan Pariwisata.

(3) Strategi untuk penguatan kesadaran wisata masyarakat dan pemangku kepentingan terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c, dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan pemahaman, dukungan, dan partisipasi masyarakat serta pemangku kepentingan terkait dalam mewujudkan sapta pesona bagi terciptanya iklim kondusif Kepariwisataan setempat;

b. meningkatkan motivasi, kesempatan, dan kemampuan masyarakat serta pemangku kepentingan terkait dalam mengenali dan mencintai alam dan budaya nusantara dan daerah.

Bagian Ketujuh

Pengembangan Investasi di Bidang Pariwisata Pasal 25

Arah kebijakan pengembangan investasi di bidang pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f meliputi:

a. peningkatan pemberian insentif investasi di bidang pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. peningkatan kemudahan investasi di bidang pariwisata; dan c. peningkatan promosi investasi di bidang pariwisata.

Pasal 26

(1) Strategi untuk peningkatan pemberian insentif investasi di bidang pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, dilakukan dengan cara:

(24)

a. mengembangkan mekanisme keringanan fiskal untuk menarik investasi modal asing dan modal dalam negeri di bidang pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan; dan

b. meningkatkan respon positif masyarakat untuk menciptakan iklim investasi yang sehat di bidang pariwisata.

(2) Strategi untuk peningkatan kemudahan investasi di bidang pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, dilakukan dengan cara:

a. melaksanakan debirokratisasi investasi di bidang pariwisata; dan b. melaksanakan deregulasi peraturan yang menghambat perizinan.

(3) Strategi untuk peningkatan promosi investasi di bidang pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, dilakukan dengan cara:

a. menyediakan informasi peluang investasi di Kawasan Pariwisata;

b. meningkatkan promosi investasi di bidang pariwisata di dalam negeri dan di luar negeri; dan

c. meningkatkan sinergi promosi investasi di bidang pariwisata dengan sektor terkait.

BAB V

PEMBANGUNAN PEMASARAN PARIWISATA DAERAH Pasal 27

Arah kebijakan pembangunan pemasaran pariwisata daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi:

a. pemantapan segmen pasar wisatawan massal dan pengembangan segmen ceruk pasar untuk mengoptimalkan pengembangan Kawasan Pariwisata dan dinamika pasar global;

b. pengembangan citra pariwisata daerah sebagai Destinasi Pariwisata yang aman, nyaman, dan berdaya saing;

c. pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata yang terpadu, sinergis, berkesinambungan dan berkelanjutan; dan

d. pengembangan promosi pariwisata.

Pasal 28

(1) Strategi untuk pemantapan segmen pasar wisatawan massal dan pengembangan segmen ceruk pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, dilakukan dengan cara:

(25)

a. memantapkan segmen pasar wisatawan massal, dengan fokus pengembangan segmen keluarga dan komunitas/tradisi budaya;

b. mengembangkan segmen ceruk pasar dengan fokus pengembangan segmen meeting, insentive, converence and exhibition;

c. memberikan insentif khusus wisata bagi wisatawan di beberapa objek wisata tertentu; dan

d. mengembangkan promosi berbasis tema tertentu.

(2) Strategi untuk pengembangan citra pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b, dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan dan memantapkan pemosisian (positioning) citra pariwisata daerah di antara para pesaing berdasarkan kekuatan karakter geografis, nilai spiritualitas dan kearifan lokal, keanekaragaman hayati alam dan budaya, serta ikon-ikon lain yang dikenal luas baik secara nasional maupun di dunia internasional.

b. meningkatkan dan memantapkan peran media dalam meningkatkan citra positif pariwisata daerah.

(3) Strategi untuk pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c, dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan keterpaduan sinergis promosi antar pemangku kepentingan pariwisata daerah; dan

b. mengembangankan strategi pemasaran berbasis pada pemasaran yang bertanggung jawab, yang menekankan tanggung jawab terhadap masyarakat, sumber daya lingkungan dan wisatawan.

(4) Strategi untuk pengembangan promosi pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d, dilakukan dengan cara:

a. menguatkan fungsi dan peran promosi pariwisata di dalam negeri;

b. menguatkan fungsi dan keberadaan promosi pariwisata daerah di luar negeri; dan

c. memfasilitasi dan menguatkan dukungan, koordinasi dan sinkronisasi terhadap Badan Promosi Pariwisata Daerah.

BAB VI

PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA DAERAH Bagian Kesatu

Umum

(26)

Pasal 29

Pembangunan Industri Pariwisata daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c meliputi :

a. penguatan struktur Industri Pariwisata;

b. peningkatan daya saing produk pariwisata;

c. pengembangan kemitraan Usaha Pariwisata;

d. penciptaan kredibilitas bisnis; dan

e. pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan.

Bagian Kedua

Penguatan Struktur Industri Pariwisata Pasal 30

Arah kebijakan penguatan struktur Industri Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a diwujudkan dalam bentuk penguatan fungsi, hierarki, dan hubungan antar mata rantai pembentuk Industri Pariwisata untuk meningkatkan daya saing Industri Pariwisata.

Pasal 31

Strategi penguatan fungsi, hierarki, dan hubungan antar mata rantai pembentuk Industri Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan sinergitas dan keadilan distributif antar mata rantai pembentuk Industri Pariwisata;

b. menguatkan fungsi, hierarki, dan hubungan antar Usaha Pariwisata sejenis untuk meningkatkan daya saing; dan

c. menguatkan mata rantai penciptaan nilai tambah antara pelaku Usaha Pariwisata dan sektor terkait.

Bagian Ketiga

Peningkatan Daya Saing Produk Pariwisata Pasal 32

Peningkatan daya saing produk pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b, meliputi:

a. daya saing DTW;

b. daya saing Fasilitas Pariwisata; dan

c. daya saing aksesibilitas dan/atau transportasi.

Pasal 33

(27)

Arah kebijakan peningkatan daya saing DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a diwujudkan dalam bentuk pengembangan kualitas dan keragaman usaha DTW.

Pasal 34

Strategi untuk pengembangan kualitas dan keragaman usaha DTW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dilakukan dengan cara:

a. mengembangkan manajemen atraksi;

b. memperbaiki kualitas interpretasi;

c. menguatkan kualitas produk wisata; dan d. meningkatkan pengemasan produk wisata.

Pasal 35

Arah kebijakan peningkatan daya saing Fasilitas Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b diwujudkan dalam bentuk pengembangan kapasitas dan kualitas fungsi dan layanan Fasilitas Pariwisata yang memenuhi standar nasional dan mengangkat unsur keunikan dan kekhasan lokal.

Pasal 37

Strategi untuk pengembangan kapasitas dan kualitas fungsi dan layanan Fasilitas Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan dengan cara:

a. mendorong dan meningkatkan standardisasi dan Sertifikasi Usaha Pariwisata;

b. mengembangkan skema fasilitasi untuk mendorong pertumbuhan Usaha Pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah; dan

c. mendorong pemberian insentif untuk menggunakan produk dan tema yang memiliki keunikan dan kekhasan lokal.

Pasal 37

Arah kebijakan peningkatan daya saing aksesibilitas dan/atau transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c diwujudkan dalam bentuk pengembangan kapasitas dan kualitas layanan jasa transportasi yang mendukung kemudahan perjalanan wisatawan ke Destinasi Pariwisata.

Pasal 38

Strategi untuk pengembangan kapasitas dan kualitas layanan jasa aksesibilitas dan/atau transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

(28)

dilakukan dengan cara meningkatkan etika bisnis dalam pelayanan usaha transportasi pariwisata.

Bagian Keempat

Pengembangan Kemitraan Usaha Pariwisata Pasal 39

Arah kebijakan pengembangan kemitraan Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c diwujudkan dalam bentuk pengembangan skema kerja sama antara Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.

Pasal 40

Strategi untuk pengembangan skema kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilakukan dengan cara menguatkan kerja sama perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi antara Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.

Bagian Kelima

Penciptaan Kredibilitas Bisnis Pasal 41

Arah kebijakan penciptaan kredibilitas bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d, diwujudkan dalam bentuk pengembangan manajemen dan pelayanan Usaha Pariwisata yang kredibel dan berkualitas.

Pasal 42

Strategi untuk pengembangan manajemen dan pelayanan Usaha Pariwisata yang kredibel dan berkualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dilakukan dengan cara:

a. menerapkan standardisasi dan Sertifikasi Usaha Pariwisata yang mengacu pada prinsip-prinsip dan standar nasional dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal;

b. menerapkan sistem yang aman dan tepercaya dalam transaksi bisnis secara elektronik; dan

c. mendukung penjaminan usaha melalui regulasi dan fasilitasi.

Bagian Keenam

Pengembangan Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Pasal 43

Arah kebijakan pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e diwujudkan dalam bentuk

(29)

pengembangan manajemen Usaha Pariwisata yang mengacu kepada prinsip- prinsip Pembangunan pariwisata berkelanjutan, kode etik pariwisata dunia dan ekonomi hijau.

Pasal 44

Strategi untuk pengembangan manajemen Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dilakukan dengan cara:

a. mendorong tumbuhnya ekonomi hijau di sepanjang mata rantai Usaha Pariwisata; dan

b. mengembangkan manajemen Usaha Pariwisata yang peduli terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.

BAB VII

PEMBANGUNAN KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN DAERAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 45

Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d meliputi:

a. penguatan Organisasi Kepariwisataan; dan b. pembangunan SDM Pariwisata.

Bagian Kedua

Penguatan Organisasi Kepariwisataan Pasal 46

Arah kebijakan penguatan Organisasi Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, meliputi:

a. reformasi birokrasi kelembagaan dan penguatan mekanisme kinerja organisasi untuk mendukung misi Kepariwisataan sebagai portofolio pembangunan daerah;

b. memantapkan Organisasi Kepariwisataan dalam mendukung pariwisata sebagai pilar strategis pembangunan daerah;

Pasal 47

(1) Strategi untuk akselerasi reformasi birokrasi kelembagaan dan penguatan mekanisme kinerja organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a, dilakukan dengan cara:

(30)

a. menguatkan tata kelola Organisasi Kepariwisataan dalam struktur kedinasan;

b. menguatkan kemampuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program Pembangunan Kepariwisataan; dan

c. menguatkan mekanisme sinkronisasi dan harmonisasi program Pembangunan Kepariwisataan baik secara internal kedinasan maupun lintas sektor.

(2) Strategi untuk pemantapan Organisasi Kepariwisataan dalam mendukung pariwisata sebagai pilar strategis pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b, dilakukan dengan cara:

a. menguatkan fungsi strategis Kepariwisataan dalam menghasilkan pendapatan asli daerah;

b. meningkatkan Usaha Pariwisata terkait;

c. meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat; dan d. meningkatkan pelestarian lingkungan.

Bagian Ketiga

Pembangunan SDM Pariwisata Pasal 48

Pembangunan SDM Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b, meliputi:

a. SDM Pariwisata di tingkat Pemerintah Daerah; dan b. SDM Pariwisata di dunia usaha dan masyarakat.

Pasal 49

Arah kebijakan Pembangunan SDM Pariwisata di tingkat Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a, diwujudkan dalam bentuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Pariwisata.

Pasal 50

Strategi untuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Pariwisata di lingkungan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan dan profesionalitas pegawai bidang Kepariwisataan.

Pasal 51

(31)

Arah kebijakan Pembangunan SDM Pariwisata di dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b diwujudkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Pariwisata.

Pasal 52

Strategi untuk Pembangunan SDM Pariwisata di dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi kompetensi di setiap Destinasi Pariwisata; dan

b. meningkatkan kemampuan kewirausahaan di bidang Kepariwisataan;

BAB VIII

INDIKASI PROGRAM

PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH Pasal 53

(1) Rincian indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah tahun 2014 - 2025 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e dan penanggung jawab pelaksanaannya tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(2) Indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tahapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

(3) Dalam pelaksanaan indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas sebagai penanggung jawab didukung oleh Dinas / Instansi terkait lainnya di Daerah.

(4) Dalam pelaksanaan indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat didukung oleh dunia usaha dan masyarakat.

BAB IX

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 54

(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan RIPPARDA.

(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

(32)

a. koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan dalam melaksanakan RIPPARDA;

b. pendataan dan inventarisasi potensi dan permasalahan di bidang kepariwisataan yang mencakup destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, industri pariwisata dan kelembagaan kepariwisataan.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP Pasal 55

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo.

Ditetapkan di Mbay pada tanggal 4 Juni 2014 BUPATI NAGEKEO,

ttd ELIAS DJO Diundangkan di Mbay

pada tanggal 4 Juni 2014

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NAGEKEO,

ttd

JULIUS LAWOTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2014 NOMOR 5 NO.REG PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 001/2014

Salinan Sesuai Dengan Aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM, ttd

MUDHA MARSEL, SH.

Pembina

NIP. 196102101999031002

(33)

PENJELASAN

ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 5 TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2014 – 2025

A. UMUM

Pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Nagekeo merupakan bagian integral dari pembangunan daerah serta merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Pembangunan Kepariwisataan Nasional. Sumber-sumber potensi kepariwisataan baik yang berupa objek dan daya tarik wisata, kekayaan alam, budaya, sumber daya manusia, usaha jasa pariwisata dan lainnya merupakan modal dasar bagi pembangunan kepariwisataan Daerah.

Modal tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan pendapatan daerah serta kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah serta memupuk rasa cinta budaya bangsa dan cinta tanah air.

Untuk mencapai hasil pengembangan di bidang kepariwisataan yang optimal, diperlukan adanya visi, misi, tujuan dan sasaran yang jelas sebagai dasar acuan bagi penyusunan arah kebijakan, strategi dan program kerja disamping adanya koordinasi dan kerja sama terpadu antara instansi pemerintah, swasta dan masyarakat.

Pengembangan kepariwisataan daerah perlu tetap melestarikan lingkungan nilai-nilai budaya dan mendorong upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup, memperkukuh jati diri, serta tetap memperhatikan derajat kemanusiaan, kesusilaan dan keagamaan. Peran serta masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya memiliki peranan penting demi tercapainya tujuan dan sasaran pengembangan pariwisata daerah.

Untuk itu perlu disusun pedoman dalam bentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA)

(34)

Kabupaten Nagekeo untuk jangka waktu sesuai target waktu RPJMD Kabupaten.

RIPPARDA Kabupaten akan menjadi pondasi dan dasar yang sangat penting bagi pengembangan dan pengelolaan sumber daya Pariwisata budaya dan alam yang tersebar di seluruh Daerah.

RIPPARDA Kabupaten secara konkrit akan memberikan visi, arah, dan rencana yang jelas bagi pengembangan kawasan-kawasan Wisata baik yang sudah layak disebut unggulan maupun yang potensial di seluruh Daerah. RIPPARDA Kabupaten ini sekaligus akan memberikan panduan atau arahan bagi pemangku kepentingan terkait baik di tingkat pusat maupun Daerah, baik pemerintah/sektor publik, swasta, maupun masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan Destinasi Pariwisata secara terarah, tepat sasaran, dan berkelanjutan.

Keseluruhan substansi yang dicakup dalam penyusunan RIPPARDA Kabupaten tersebut selanjutnya akan menjadi kunci atau roadmap yang sangat penting dalam membangun dan membangkitkan keunggulan banding dan keunggulan saing Pariwisata Daerah dalam peta Pariwisata nasional dan internasional di abad 21 ini, dan khususnya dalam meningkatkan kontribusi sektor Pariwisata sebagai sektor andalan dalam pendapatan asli Daerah dan menggantikan kontribusi sektor lain di masa mendatang.

RIPPARDA Kabupaten diperlukan sebagai acuan operasional pembangunan Pariwisata bagi pelaku Pariwisata dan pelaku ekonomi, sosial dan budaya di Daerah, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pembangunan Kepariwisataan Daerah.

RIPPARDA Kabupaten sangat penting, karena:

a. memberikan arah pengembangan yang tepat terhadap potensi Kepariwisataan (dari sisi produk, pasar, spasial, sumber daya manusia, manajemen, dsbnya) sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara positif dan berkelanjutan bagi pengembangan wilayah dan kesejahteraan masyarakat; dan

b. mengatur peran setiap pemangku kepentingan terkait (lintas sektor, lintas pelaku, lintas Daerah/ wilayah) agar dapat mendorong pengembangan Pariwisata secara sinergis dan terpadu.

(35)

B. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2 Huruf a

Yang dimaksud dengan “Pembangunan Destinasi Pariwisata” adalah upaya pembangunan secara terpadu dan sistematik seluruh komponen Destinasi Pariwisata dalam rangka menciptakan, meningkatkan kualitas produk dan pelayanan Kepariwisataan serta kemudahan pergerakan Wisatawan di Destinasi Pariwisata.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “Pembangunan Pemasaran Pariwisata”

adalah upaya terpadu dan sistematik dalam rangka menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan produk Wisata dan mengelola relasi dengan Wisatawan untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Pembangunan Industri Pariwisata” adalah upaya terpadu dan sistematik dalam rangka mendorong penguatan struktur industri Pariwisata, peningkatan daya saing produk Pariwisata, penguatan kemitraan usaha Pariwisata, penciptaan kredibilitas bisnis dan pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan” adalah upaya terpadu dan sistematik dalam rangka pengembangan organisasi Kepariwisataan, pengembangan sumber daya manusia Pariwisata untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan Kepariwisataan di Destinasi Pariwisata.

Pasal 3 Ayat (1)

(36)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Nagekeo sebagai destinasi pariwisata berbasis alam dan budaya dengan memberikan peran lebih besar kepada komunitas lokal guna mendorong pembangunan daerah untuk kesejahteraan masyarakat” adalah pariwisata yang tercermin dalam 3 kata kunci yaitu:

1. Pariwisata berbasis alam dan budaya yaitu bahwa sumber daya alam dapat dimanfaatkan selain untuk pelestarian juga sekaligus sebagai obyek wisata seperti gunung, pantai, flora termasuk hutan, fauna, air terjun, pemandangan alam, sedang Wisata berbasis budaya adalah salah satu jenis kegiatan pariwisata yang menggunakan kebudayaan dan sejarah sebagai objeknya seperti warisan adat, peninggalan sejarah, kampung dan rumah adat, tradisi dan ritual/atraksi adat.

2. Peran dominan di komunitas lokal yaitu bahwa nilai kearifan lokal yang ada dapat digali dan dimanfaatkan untuk mewujudkan suatu tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis

3. Kesejahteraan berkaitan dengan kondisi sejahtera dari suatu masyarakat atau kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan, dan kualitas hidup rakyat yang lebih baik dan layak.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6) Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

(37)

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Yang dimaksud dengan “masyarakat sadar Wisata” adalah masyarakat yang sanggup memperlihatkan partisipasi dan dukungannya dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan Kepariwisataan di suatu tempat/ wilayah.

Partisipasi dan dukungan masyarakat tersebut, dijabarkan ke dalam dua dimensi atau sasaran, yaitu:

a. masyarakat sebagai host/tuan rumah yang baik. Mendorong masyarakat untuk dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan Kepariwisataan di wilayahnya.

b. masyarakat sebagai guest/Wisatawan. Mendorong masyarakat untuk dapat menjadi pelaku atau Wisatawan yang melakukan perjalanan ke suatu Daerah tujuan Wisata.

Yang dimaksud dengan “Sapta pesona” adalah Partisipasi dan dukungan masyarakat sebagai tuan rumah terkait dengan

(38)

penciptaan 7 (tujuh) unsur pesona yang harus diwujudkan bagi terciptanya lingkungan yang kondusif dan ideal bagi berkembangnya kegiatan Kepariwisataan di suatu tempat yang mendorong tumbuhnya minat Wisatawan untuk berkunjung.

Ketujuh unsur sapta pesona yang dimaksud di atas adalah:

1) aman;

2) tertib;

3) bersih;

4) sejuk;

5) indah;

6) ramah tamah; dan 7) kenangan.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Ayat (10)

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

(39)

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13 Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Daya Tarik Wisata alam” adalah Daya Tarik Wisata yang berupa keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam.

Daya Tarik Wisata alam dapat dijabarkan, meliputi:

1) Daya Tarik Wisata alam yang berbasis potensi keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah perairan laut, yang berupa bentang pesisir pantai, contoh:

Pantai Marapokot-Nangadhero-Nangateke-Kotajogo, Pantai Enagera-Enabhala-Mauembo, dan sebagainya.

2) Daya Tarik Wisata alam yang berbasis potensi keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah daratan, yang berupa antara lain:

a) pegunungan dan hutan alam, contoh: Gunung Ebulobo, Hutan Keli Begu, Hutan Keli Ndora, dan sebagainya.

b) perairan sungai dan danau, contoh: Waduk, Embung dan sebagainya.

c) pertanian dan perkebunan contoh: agro Wisata Daerah Irigasi Teknis Mbay, Perkebunan Cengkeh di daerah sekitar Lereng Gunung Ebulobo dan sebagainya.

d) bentang alam khusus, seperti Air Panas alamiah Puta dan Nangadhero, Batu Kodok, Watu Togo di Olalape dan sebagainya.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “Daya Tarik Wisata budaya” adalah Daya Tarik Wisata berupa hasil olah cipta, rasa dan karsa manusia sebagai makhluk budaya.

Daya Tarik Wisata budaya selanjutnya dapat dijabarkan, meliputi:

1) Daya Tarik Wisata budaya yang bersifat berwujud (tangible), yang berupa antara lain:

a. cagar budaya, yang meliputi:

(40)

(1) benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia, contoh:

Peo, Nabe, Gong, Gendang, keris, senjata tumbuk, dan sebagainya.

(2) bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap, contoh: Sao Waja, Bo Heda, dan sebagainya

(3) struktur cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia, contoh: Tue Kota (struktur batu), Sao- sao (rumah) dalam kampung adat, dan sebagainya.

(4) situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu, contoh: Kampung-kampung adat yang masih hidup dan kuat tradisi budayanya, Situs Arkeologi Olabula, Gua Peninggalan Jepang, dan sebagainya.

(5) kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki 2 (dua) situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

b. perkampungan tradisional dengan adat dan tradisi budaya masyarakat yang khas, contoh: Kampung Boawae, Kampung Tutubhada, Kampung Wajo, dan sebagainya.

c. Museum.

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan dapat dilihat dari tingkat pendapatan kusir, jam kerja kusir dalam beroperasi menggunakan delman, serta manajemen pemeliharaan kuda yang diterapkan meliputi

Usulan Teknis dinyatakan memenuhi syarat (lulus) apabila mendapat nilai minimal 70 (tujuh puluh), peserta yang dinyatakan lulus akan dilanjutkan pada proses penilaian penawaran

kepada pekerja yang bersifat normatif. Sehingga, pengusaha diperbolehkan memberikan upah lebih besar daripada ketentuan UMR, bahkan pengusaha yang telah memberikan upah

Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.arya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.... SISTEM SIRKULASI

 Semua karya tulis untuk tujuan apa pun, baik berwujud skripsi, tesis, disertasi, maupun penelitian para dosen, atau juga jurnal/majalah ilmiah, mempunyai format dan ketentuan

IZHAR ATTAR SYACH PROV... RIZKI

Penelitian ini menyimpulkan (a) lima indikator faktor Sumber Daya Berbasis Teknologi merupakan estimator faktor Sumber Daya Berbasis Teknologi, (b) tiga indikator