• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "I.PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) diberlakukan pertama kali pada tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah memiliki kesadaran akan konsep negara hukum sebagai pilihan yang ideal bagi negara Indonesia yang diproklamasikan satu hari sebelumnya, yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini terbukti dari Penjelasan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat). Setelah mengalami pasang surut, pada tahun 1998 perjalanan ketatanegaraan Indonesia sampailah pada era reformasi. Salah satu tuntutan reformasi ketika itu adalah diubahnya tatanan berbangsa dan bernegara Indonesia ke arah yang lebih konkret dengan semangat konstitualisme.1

Amandemen terhadap UUD 1945 merupakan titik awal perubahan, mengingat selama rezim Orde Baru perubahan UUD 1945 dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Amandemen UUD 1945 telah dilakukan sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999 (Perubahan Pertama), pada tahun 2000 (Perubahan Kedua), pada

1 YLBHI, Bantuan Hukum-Bukan hak yang diberi, (Jakarta : Penerbit YLBHI, 2013), hlm.1.

(2)

tahun 2001 (Perubahan Ketiga), dan pada tahun 2002 (Perubahan Keempat).

Konsep atau gagasan bahwa Indonesia adalah negara hukum semakin diperkukuh melalui Perubahan Ketiga yang terjadi pada tahun 2001. Sebelum amandemen terjadi, konsep negara hukum hanya disebutkan padan Penjelasan. Setelah Perubahan Ketiga itu, Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 secara tegas merumuskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.”

Secara teoritis di dalam negara hukum (rule of law) semua warga negara adalah sama kedudukannya didepan hukum (equality before the law). Oleh sebab itu, setiap warga negara yang terlibat dalam masalah hukum/kasus-kasus hukum berhak untuk mendapatkan bantuan hukum. Adanya perlindungan oleh hukum tersebut dimaksudkan untuk menciptakan ketertiban dan keadilan dalam masyarakat, hal tersebut merupakan hak asasi dari setiap warga negara. Adanya perlindungan hukum ini sebagai sarana untuk mencapai ketertiban dan keadilan yang merupakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan umat manusia.2

Kehadiran lembaga bantuan hukum merupakan jawaban atas permasalahan masyarakat yang kurang mampu dalam menyelesaikan masalah hukum yang sedang mereka hadapi. Meskipun disadari bahwa bantuan hukum atau lembaga bantuan hukum masih kurang diketahui bagi masyarakat yang kurang mampu.

Masyarakat masih berpandangan bahwa pendampingan hukum harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Jasa advokat dianggap sebagai barang mewah yang sangat susah untuk didapatkan.

2 Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2009), hlm. 14 .

(3)

Saat ini bantuan hukum telah diatur secara khusus yaitu dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (selanjutnya disebut UU No. 16 Tahun 2011). Dengan kehadiran undang-undang ini diharapkan mampu menjamin hak konstitusional setiap warga negara untuk mendapatkan perlindungan hukum yang pantas sesuai dengan standar pemberian bantuan hukum. Menurut pengertian Pasal 1 Ayat (1) UU No. 16 Tahun 2011 bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Defenisi yang sama juga diberikan oleh Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Berdasarkan defenisi kedua undang-undang tersebut, dapat disimpulkan bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma.

Bantuan hukum diberikan kepada pencari keadilan yang tidak mampu atau masyarakat kurang mampu. Artinya penerima bantuan hukum merupakan orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu dan memerlukan bantuan hukum untuk menangani dan menyelesaikan permasalahan tersebut.3 Menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 16 Tahun 2011 menegaskan bahwa penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok miskin.

Penerima bantuan hukum menurut Pasal 5 UU No. 16 Tahun 2011tersebut meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Hak dasar tersebut meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

3 YLBHI, Ibid, hlm. 33

(4)

Menurut ketentuan UU No. 16 Tahun 2011 ditegaskan bahwa pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 Ayat (3) yang menerangkan bahwapemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan undang-undang. Secara teoritis dalam konteks tersebut tidak semua lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan dalam aturan ini dapat menjadi pemberi bantuan hukum. Di dalam ketentuan Pasal 8 Ayat (1) menerangkan bahwa pelaksanaan bantuan hukum dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan undang-undang.

Saat ini UU No. 16 Tahun 2011 telah disahkan, kemudian untuk merealisasikan pelaksanaan pemberian bantuan hukum ada beberapa peraturan pelaksana yang mesti dirumuskan oleh pemerintah. Peraturan pelaksana tersebut mengatur tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum sebagaimana menurut ketentuan Pasal 15 UU No. 16 Tahun 2011, kemudian tentang syarat dan tata cara penyaluran dana bantuan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 18, serta pengalokasian dana bantuan hukum didaerah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Ayat (2) UU No. 16 Tahun 2011.

Pada prinsipnya selain peraturan pelaksana yang secara eksplisit disebutkan dalam UU No. 16 Tahun 2011, ada juga peraturan turunan lainnya yang mesti diatur lebih lanjut untuk memperjelas pelaksanaan pemberian bantuan hukum, seperti Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana

(5)

diamanatkan oleh Pasal 7 UU No. 16 Tahun 2011, lalu Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Standar Bantuan Hukum sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 17 Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Penyaluran Dana dan Pemberian Bantuan Hukum. Ketentuan dalam perumusan Peraturan Pemerintah berdasarkan amanat Pasal 15 dan 18 UU No. 16 Tahun 2011. secara khusus, Pemerintah telah menyepakati untuk mengaturnya dalam satu Peraturan Pemerintah, yakni Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2013).

Saat ini, ketiga peraturan pelaksana tersebut telah selesai dirumuskan. Dari ketiga peraturan pelaksana tersebut, Peraturan Menteri tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan sudah disahkan menjadi Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 03 Tahun 2013.

Kemudian Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum telah disahkan pula menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Sedangkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Standar Bantuan Hukum dalam tahap sinkronisi pasal per pasal di Direktorat Jendal (Ditjen) Peraturan- Perundangan Kementerian Hukum dan HAM.4

Pada dasarnya dalam pemberian bantuan hukum terdapat dua pihak, yaitu lembaga bantuan hukum sebagai pemberi bantuan hukum dan masyarakat sebagai

4Ibid, hlm. 7-8.

(6)

penerima bantuan hukum. Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian yaitu perjanjian pemberian kuasa. Hubungan hukum yang timbul antara pemberi dan penerima bantuan hukum merupakan hubungan hukum berdasarkan ketentuan undang-undang yang kemudian diwujudkan dalam bentuk perjanjian kuasa.

Lembaga bantuan hukum yang diwakili oleh advokat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya atas dasar kuasa yang diberikan oleh penerima bantuan hukum yang bersangkutan. Kuasa tersebut bersifat khusus yang hanya berlaku antara pemberi kuasa dan penerima kuasa. Pemberian kuasa oleh penerima bantuan hukum kepada advokat dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta autentik umum maupun akta di bawah tangan. Pemberian kuasa kepada advokat akan menimbulkan suatu perwakilan, yaitu dengan adanya seseorang yang diwakili kepentingan hukumnya dan seseorang yang mewakili orang lain untuk melakukan suatu perbuatan hukum.

Perjanjian pemberian kuasa yang dilakukan advokat sebagai pemberi bantuan hukum kepada masyarakat sebagai penerima bantuan hukum dimaksudkan untuk membantu masyarakat dalam hal pelayanan konsultasi maupun bantuan hukum, baik secara litigasi yaitu beracara dipengadilan maupun nonlitigasi yaitu bantuan hukum yang dilakukan diluar proses beracara di pengadilan seperti penyuluhan hukum dan lain sebagiannya. Pemberian bantuan hukum yang dilakukan antara para pihak tidak selamanya dapat berjalam mulus dalam arti masing-masing pihak terutama masyarakat sebagai penerima bantuan hukum merasa puas, karena terkadang pihak penerima tidak menerima bantuan hukum yang diberikan oleh advokat sesuai dengan standar bantuan hukum, karena itu advokat telah

(7)

melakukan itikad tidak baik, sehingga masyarakat sebagai penerima bantuan hukum mengalami kerugian.

Apabila dilihat dari KUHPerdata, profesi advokat/penasihat hukum yang memberikan bantuan hukum mempunyai tanggung jawab profesional. Tanggung jawab profesional ini sangat relevan dengan bidang atau sektor jasa yang didasarkan pada pelayanan atau keahlian khususnya pemberian bantuan hukum.

Dalam hal ini advokat dituntut untuk dapat bekerja semaksimal mungkin karena advokat dapat dikualifikasikan sebagai profesional, karena memenuhi kriteria dan persyaratan dari asosiasi profesi yang bersangkutan yang telah membuat standar mutu keahlian yang ditandai dengan adanya sertifikasi dan tanda gelar.5 Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa hal yang menyebabkan pemberian bantuan hukum yang diberikan oleh lembaga bantuan hukum ini kurang dapat berjalan efektif sebagaimana mestinya seperti keterbatasan dana, kurangnya profesionalitas dan lain-lain.

Pada prinsipnya lembaga bantuan hukum bertanggung jawab secara perdata terhadap segala kesalahan ataupun kelalaian baik karena sengaja atau pun tidak di sengaja yang dilakukan oleh advokat. Oleh karena itu apabila terjadi penyimpangan dalam ketentuan pemberian bantuan hukum, masyarakat sebagai penerima bantuan hukum dapat menuntut haknya yang dilanggar oleh lembaga bantuan hukum sebagai pemberi bantuan hukum sesuai dengan ketentuan KUHPerdata.

5 Wahyu Sasongko,Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Bandar Lampung, Penerbit Universitas Lampung, 2007, hlm. 106.

(8)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mendeskripsikan syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum, hubungan hukum, dan tanggung jawab lembaga bantuan hukum dalam pemberian bantuan hukum. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian dan membuat judul dalam penelitian ini adalah“Tinjauan Yuridis Pemberian Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun tentang Bantuan Hukum”

B. Rumusan Masalah dan Pokok Bahasan 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum antara pemberi kepada penerima bantuan hukum?

b. Bagaimana hubungan hukum antara pemberi dan penerima bantuan hukum ditinjau dari hukum perjanjian?

c. Bagaimana tanggung jawab lembaga bantuan hukum dalam pemberian bantuan hukum?

2. Pokok Bahasan

Berdasarkan permasalahan, maka yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan ini adalah:

a. Syarat pemberi dan penerima bantuan hukum dan tata cara pemberian bantuan hukum.

(9)

b. Hubungan hukum yang timbul bagi masing-masing pihak dari adanya perjanjian.

c. Tanggung jawab pemberi bantuan hukum dalam pemberian bantuan hukum.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini yaitu, sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan mengenai syarat dan tata cara dalam pemberian bantuan hukum.

2. Untuk mendeskripsikan hubungan hukum antara pemberi dan penerima bantuan hukum ditinjau dari hukum perjanjian.

3. Untuk mendeskripsikan mengenai tanggung jawab lembaga bantuan hukum dalam pemberian bantuan hukum.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan praktis sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu hukum pada umumnya khusunya hukum perlindungan konsumen mengenai tanggung jawab profesi.

b. Jika memungkinkan memberikan sumbangan pemikiran baru terhadap eksistensi dan efektifitas UU Bantuan Hukum dalam memberikan pelayanan khususnya bidang bantuan hukum.

(10)

2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi petunjuk praktis bagi lembaga bantuan hukum dalam memberikan pelayanan bantuan hukum.

b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa dan masyarakat, khususnya bagipenerima bantuan hukum terhadap tanggung jawab lembaga bantuan hukum dalam pemberian bantuan hukum.

c. Sebagai pemenuhan salah satu syarat akademik bagi peneliti untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Referensi

Dokumen terkait

Pada pembelajaran seni budaya berbasis pendidikan multikultural terdapat tiga aspek yang nantinya akan dapat mensukseskan pendidikan multikultural, ketiga aspek

Metode yang digunakan dalam akuisisi data yaitu metode seismik refraksi dengan interpretasi data menggunakan Metode Hagiwara untuk menentukan kedalaman suatu lapisan tanah

Faktor yang signifikan terhadap curahan tenaga kerja keluarga dalam pemeliharaan sapi perah adalah skala usaha, pendapatan, dan kedua KTT yaitu KTT Sumber Hasil, dan KTT Ngudi

Parameter kualitas air yang penting di sekitar keramba jaring apung di Danau Maninjau telah menunjukkan kadar yang tidak mendukung untuk kehidupan ikan di dalam

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan eksperimen memberikan efek yang sig- nifikan untuk mempengaruhi rendah hati kelompok eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan

[r]

akan terjadi perubahan yang dapat diamati berupa terbentuknya gelembung- gelembung pada kedua scrubber yang menandakan adanya reaksi antara H 2 SO 4 dengan