• Tidak ada hasil yang ditemukan

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi, ataupun faktor psikososial menjadi hal yang mendasari dispepsia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi, ataupun faktor psikososial menjadi hal yang mendasari dispepsia."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI HUBUNGAN GAYA HIDUP… RISKA D.R PUTRI BAB 1

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dispepsia merupakan gangguan yang kompleks, mengacu pada beberapa gejala seperti rasa nyeri atau tak nyaman di perut bagian atas, terbakar, mual muntah, penuh dan kembung. Gangguan motilitas usus, hipersensitivitas, infeksi, ataupun faktor psikososial menjadi hal yang mendasari dispepsia.

Selain itu dispepsia biasanya berhubungan dengan beberapa faktor risiko pribadi dan lingkungan termasuk alkohol, tembakau, dan penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dan dapat memberikan efek negatif pada kualitas hidup dan menyebabkan biaya pribadi dan sosial yang cukup besar (Duvnjak, 2015).

Sekitar lebih dari 50% pasien yang di diagnosa dispepsia masih sering mengalami gejala-gejala penyakit setelah 7 tahun follow up, mereka cenderung sering mendatangi pelayanan kesehatan dan memiliki kualitas hidup yang rendah (Black et al., 2020). Hal ini dapat dikarenakan perjalanan alamiah sindrom dispepsia yang berjalan kronis dan sering kambuh serta pemberian terapi yang kurang efektif untuk mengontrol gejala.

Dispepsia dibagi menjadi dua yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Pada dispepsia organik dapat disebabkan karena ulkus peptikum, GERD, kanker, penggunaan alkhohol atau obat kronis, sedangkan pada dispepsia fungsional ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman di perut bagian atas yang kronis atau berulang, tanpa abnormalitas pada pemeriksaan fisik dan endoskopi Schellack N et.al dalam (Purnamasari, 2017). Orang dengan Sindroma Dispepsia akan mengalami penurunan kualitas hidup yang berupa

(2)

SKRIPSI HUBUNGAN GAYA HIDUP… RISKA D.R PUTRI ketegangan, pembatasan aktivitas sehari-hari, pola makan dan minum yang terganggu, ansietas terhadap gejala yang dialami, dan pembatasan aktivitas kerja atau belajar. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas sumber daya manusia pada negara-negara yang memiliki prevalensi dispepsia yang tinggi.

Dispepsia saat ini menjadi masalah global, meskipun sebagian besar data yang dipublikasikan berasal dari negara-negara barat (Ayele and Molla, 2017).

Menurut data hasil meta-analisis (Ford AC et al., 2015) mendemonstrasikan prevalensi global dispepsia mencapai hampir 21% dari total seluruh populasi di dunia, hal ini mengacu pada wilayah geografis, kriteria diagnostik yang digunakan untuk mendefinisikan dispepsia, dan durasi gejala minimum diperlukan. Prevalensi dispepsia menurut kriteria Roma adalah berkisar dari 17,6% dengan Roma I hingga 6,9% dengan Roma IV sedangkan angka prevalensi dari studi individu berkisar antara 0,7% sampai 44,4% dengan variasi geografis dan heterogenitas yang substansial (Barberio et al., 2020).

Prevalensi sindroma dispepsia di Asia masih cukup tinggi yaitu 7-20% dari jumlah populasi. Beberapa rumah sakit di Asia juga melaporkan bahwa 50- 80% pasien dengan dispepsia ditemukan memiliki dispepsia fungsional (Hantoro et al., 2018). Di korea didapatkan 8-37% populasi Sindroma Dispepsia pada pemeriksaan kesehatan, sedangkan untuk negara lainnya seperti saudi arabia dari 778 populasi didapatkan 92,4% pasien dengan Sindroma Dispepsia, dan di india sekitar 21,7% (Alwhaibi et al., 2020).

Penelitian (I. Huang et al., 2020) menunjukkan prevalensi dispepsia di Indonesia sekitar 49,75%. Berdasarkan data (Kemenkes RI, 2020) dispepsia termasuk dalam 10 penyakit terbanyak rawat jalan kloter haji tahun 2019

(3)

SKRIPSI HUBUNGAN GAYA HIDUP… RISKA D.R PUTRI dengan jumlah kasus sebanyak 11.077. Insidensi dyspepsia fungsional pada pengunjung bangsal endoskopi RS Wangayah Bali tahun 2015 sebesar 4,39%

(Wirawan and Hospital, 2017). Prevalensi infeksi H.pylory pada pasien dispepsia di lima pulau besar indonesia (Jawa, Papua, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra) didapatkan sebesar 22,1% (Miftahussurur et al., 2015).

Sindroma Dispepsia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu infeksi Helicobacter pylori (H. Pylory), gangguan kejiwaan, dan karakteristik pelaku (Ayele and Molla, 2017). Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Ghaleb, Elbadry and Moneam, 2019) teh dan minuman berkarbonasi berperan sebagai faktor pencetus dalam induksi nyeri epigastrium, mual dan muntah. Diet yang tidak sehat juga dianggap sebagai faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk Sindroma Dispepsia. Faktor psikologis dapat mempengaruhi gejala yang dialami oleh beberapa pasien dengan Sindroma Dispepsia dan berhubungan dengan peningkatan hipersensitivitas viseral. Beberapa gangguan fisiologis telah terbukti memiliki hubungan dengan gejala Sindroma Dispepsia, meskipun asal dari gejala yang mengganggu ini sekarang dianggap sebagai akibat dari gangguan neuropatofisiologi gastroduodenal, termasuk dis- akomodasi lambung dan eosinofilia duodenum terkait dengan rasa kenyang dini (Duncanson et al., 2017).

Pasien dengan Sindroma Dispepsia umumnya mengalami ansietas, depresi dan neurotik yang lebih tinggi dari orang normal (Nugroho, Safri and Nurchayati, 2018). Dampak yang dirasakan oleh masyarakat juga cukup besar, diantaranya yaitu pada kondisi finansial pasien, para pemberi layanan kesehatan, dan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu juga berdampak

(4)

SKRIPSI HUBUNGAN GAYA HIDUP… RISKA D.R PUTRI pada pekerjaan, produktivitas yang lebih rendah di tempat kerja, kehilangan waktu luang, berkurangnya aktivitas di sekitar rumah, dan biaya pengobatan dan resep obat yang semakin mahal (Ayele and Molla, 2017). Sindroma Dispepsia menunjukkan perjalanan periodik, fase sedikit atau tanpa gejala bergantian dengan periode keluhan intensif. Hanya 20% pasien sindroma dispepsia yang bebas dari gejala dalam jangka panjang. Berbagai dampak yang terjadi diatas, jika tidak segera ditangani penyebabnya, akan mengakibatkan adanya penurunan kualitas hidup pada pasien sindroma dispepsia (Ghaleb, Elbadry and Moneam, 2019).

Arinton, Samudro and Soemohardjo, 2006 mengatakan kualitas hidup pasien sindroma dispepsia dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti rasa nyeri abdomen tingkat tinggi sehingga menghentikan aktivitas sehari-hari, pemberian terapi yang masih belum memuaskan, kecemasan, makan, minum, kurangnya kontrol dan pengetahuan termasuk ketakutan akan penyakit serius dan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan.

Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup yang perlu dilakukan oleh pasien atau keluarga antara lain konsultasi ke dokter, datang ke pelayanan kesehatan saat dirasa muncul gejala aneh. Cara lain yang biasanya digunakan adalah mencari informasi, komunikasi positif, pelibatan pasien secara sosial dan strategi koping. Asuhan keperawatan yang komprehensif dapat menurunkan kecemasan dan depresi pasien serta mengendalikan penyakit dan menyesuaikan efek terapeutik sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Jiaoyao, 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pardiansyah et al., 2011) dimana intervensi yang diberikan untuk pasien

(5)

SKRIPSI HUBUNGAN GAYA HIDUP… RISKA D.R PUTRI dengan sindroma dispepsia adalah dengan edukasi proses mempengaruhi peilaku, mengubah sikap, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.

Faktor gaya hidup juga dikaitkan dengan perkembangan gejala dispepsia.

Sebagai contoh,stress, kecemasan, dan penggunaan strategi koping yang tidak memadai adalah prediktor sindroma dispepsia (Yamawaki et al., 2017). Akan tetapi masih belum ada bukti yang kuat tentang gaya hidup yang dapat meningkatkan kualitas hidup. Selain itu, arah hubungan antara penurunan kualitas hidup dan sindroma dispepsia masih belum jelas, meskipun sudah ada tindak lanjut oleh beberapa komunitas dalam 10 tahun terakhir (Ayele and Molla, 2017).

Pada pengambilan data awal, 5 orang responden yang merupakan pasien Sindroma Dispepsia Rumah Sakit Siti Khodijah Cabang Sepanjang dengan frekuensi kekambuhan yang bervariasi antara setiap hari hingga 2/3 kali dalam sebulan, didapatkan bahwa mereka mengeluh terganggu dengan keluhan lambung yang dirasakan karena dapat mempengaruhi produktivitas kerja.

Beberapa responden mengatakan ketika mereka merasakan gejala aneh pada tubuhnya, akan langsung pergi ke pelayanan kesehatan terdekat, namun beberapa responden lebih memilih untuk menghiraukan dan ada juga yang membeli obat warung. Hal ini menunjukkan berbagai macam pola hidup dan pandangan pasien dalam menghadapi kondisi sakitnya.

Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Gaya hidup dengan Kualitas hidup Pasien Sindroma dispepsia di Rumah Sakit Siti Khodijah Cabang Sepanjang.

(6)

SKRIPSI HUBUNGAN GAYA HIDUP… RISKA D.R PUTRI 1.2 Rumusan masalah

Bagaimana hubungan gaya hidup dengan kualitas hidup pasien sindroma dispepsia di Rumah Sakit Siti Khodijah Cabang Sepanjang?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Menjelaskan hubungan gaya hidup dengan kualitas hidup pasien dyspepsia fungsional di Rumah Sakit Siti Khodijah Cabang Sepanjang.

1.3.2 Tujuan khusus

 Mengidentifikasi gaya hidup pada pasien dengan sindroma dispepsia.

 Mengidentifikasi kualitas hidup pasien dengan sindroma dispepsia.

 Menganalisis hubungan gaya hidup dengan kualitas hidup pasien sindroma dispepsia di Rumah Sakit Siti Khodijah.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi ilmiah dalam pengembangan ilmu keperawatan dalam hal penerapan perilaku atau gaya hidup sehat dan kualitas hidup pada pasien dengan sindroma dispepsia.

1.4.2 Manfaat praktis a. Bagi responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi agar klien mengetahui bahwasanya gaya hidup yang baik dan sehat dapat meningkatkan kesejahteraan dan memberikan efek positif pada kualitas hidup seseorang.

(7)

SKRIPSI HUBUNGAN GAYA HIDUP… RISKA D.R PUTRI b. Bagi perawat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penyuluhan yang efektif terkait dengan gaya hidup yang lebih sehat dan cara meningkatkan kualitas hidup pada pasien sindroma dispepsia.

c. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar informasi untuk penelitian terkait dengan gaya hidup dan kualitas hidup pasien sindroma dispepsia.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini tidak dapat dilakukan pada manusia terkait pertimbangan etis dikarenakan dapat memicu terjadinya kerusakan pada saluran napas akibat paparan asap rokok

Mengetahui modifikasi intervensi sleep hygiene yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas tidur lansia dan keluarga memberi dukungan untuk

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana evaluasi dalam pemberian terapi kortikosteroid pada pasien SSNHL dengan diabetes melitus, serta dapat

Semakin banyaknya masyarakat urban sadar akan pentingnya gaya hidup, masyarakat urban kini telah mengadaptasi cara untuk dapat menerapkan kegiatan yang sehat, salah satunya

Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan Prolanis ini adalah mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75%

Tax Amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang tanpa dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana pajak dengan cara mengungkap harta

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan acuan, dasar dan informasi riil terkait perkembangan Hukum Kepailitan di Indonesia khususnya tentang tanggung jawab

Selain dari kondisi Lapas yang berkaitan dengan kualitas hidup narapidananya, kasus terhadap penyalahgunaan Narkoba itu sendiri juga berhubungan dengan keadaan