• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS REMBESAN PADA BENDUNGAN TYPE URUGAN (UJI SIMULASI LABORATORIUM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS REMBESAN PADA BENDUNGAN TYPE URUGAN (UJI SIMULASI LABORATORIUM)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

(UJI SIMULASI LABORATORIUM)

Oleh :

IHWAN SUHARDIMAN

105 81 1654 12 105 81 1663 12

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN JURUSAN SIPIL PENGAIRAN

FAKULTAS TEKNIK

(2)

i

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Teknik Pengairan

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Disusun dan diajukan oleh

IHWAN SUHARDIMAN

105 81 1654 12 105 81 1663 12

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

(3)
(4)
(5)

iv

Program Studi Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. suhardiman@gmail.com

2)Program Studi Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar ihwan@gmail.com

ABSTRAK

Analisis Rembesan pada Bendungan Tipe Urugan (Uji Simulasi Lab) dibimbing oleh Maruddin Laining dan Nurnawaty. Bendungan adalah sebuah struktur konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air dari sisi hulu ke hilir. Salah satu masalah pada bendungan adalah rembesan. Rembesan didefenisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan cairan yang berupa air atau minyak mengalir melewati rongga pori. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi tinggi hidrostatis terhadap rembesan yang terjadi pada tubuh bendungan. Material pembentuk tubuh bendungan adalah jenis tanah lempung organik. Penelitian ini meninjau pola rembesan dan debit rembesan terhadap variasi tinggi hidrostatis. Debit rembesan (Qf) dihitung menggunakan 3 metode yaitu metode Dupuit, metode Schaffernak, dan metode Cassagrande. Variasi tinggi hidrostatis yang ditinjau adalah H10, H15, dan H20. Pada metode Cassagrande memperlihatkan debit yang tertinggi untuk H10dan H15, pola rembesan yang terjadi tidak signifikan, karena waktu rembesannya sangat lambat, akibatnya debit rembesan yang dihasilkan pun sangat kecil. Sedangkan pada tinggi hidrostatis H20 metode Schaffernak memperlihatkan debit yang tertinggi. Berbeda dengan variasi tinggi H20pola rembesan yang terjadi sangat signifikan, Karena waktu rembesannya sangat cepat, akibatnya debit rembesan yang dihasilkan pun sangat besar.

Kata kunci : Rembesan, Tinggi Hidrostatis, Bendungan Urugan ABSTRACT

Seepage Analysis on Urugan Type Dam (Lab Simulation Test) is guided by Nurnawaty and Maruddin Laining. A dam is a construction structure built to withstand water rates from upstream to downstream. One of the problems with the dam is the seepage. The permeability is defined as the nature of the porous material that allows liquid in the form of water or oil to flow through the pore cavity. The purpose of this study is to determine the effect of hydrostatic high variation on seepage that occurs in dam body. The body building material of the dam is a type of organic clay soil. This study looks at seepage patterns and seepage discharge against high hydrostatic variations. The seepage discharge (Qf) is calculated using 3 methods of Dupuit method, Schaffernak method, and Cassagrande method. The hydrostatic high variations studied were H10, H15, and H20. In the Cassagrande method showing the highest discharge for H10 and H15, the seepage pattern is not significant, because the seepage time is very slow, resulting in the resulting seepage discharge is very small. While on hydrostatic high H20 Schaffernak method showed the highest discharge. In contrast to the high variation of H20 seepage pattern that occurs very significant, Because the time of seepage is very fast, resulting in the resulting seepage discharge is very large.

(6)

v

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi Ujian Akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir kami adalah: “Analisis Rembesan pada Bendungan Tipe Urugan (Uji Simulasi Laboratorium)”

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak masukan yang berguna dari berbagai pihak sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan serta keikhlasan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

Bapak Ir. H Maruddin Laining, MS selaku pembimbing I dan Ibu Ir. Hj. Nurnawaty, ST., MT selaku pembimbing II, yang telah meluangkan banyak waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga terwujudnya tugas akhir ini.

(7)

vi

selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Ucapan terima kasih pula kepada Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan limpahan kasih sayang, doa, serta pengorbanan kepada penulis, serta rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku Angkatan 2012 dengan rasa persaudaraan yang tinggi banyak membantu dan memberi dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Pada akhir penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis meminta saran dan kritik sehingga laporan tugas akhir ini dapat menjadi lebih baik dan menambah pengetahuan kami dalam menulis laporan selanjutnya. Semoga laporan tugas akhir ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan untuk pembaca pada umumnya.

Wassalamu`alaikum, Wr. Wb.

Makassar, 18 Mei 2017

(8)

vii HALAMAN JUDUL...i PENGESAHAN ...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii ABSTRAK ...iv KATA PENGATAR ...v DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ...xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1 B. Rumusan Masalah ...3 C. Tujuan Penelitian ...4 D. Manfaat Penelitian ...4 E. Batasan Masalah...4 F. Sistematika Penulisan ...5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bendungan Urugan...8

1. Definisi Bendungan...8

2. Tipe-tipe Bendungan Urugan...11

(9)

viii

B. Analisa saringan...18

1. Batas Ukuran Butiran Menurut ASTM...19

2. Klasifikasi Tanah ...20

C. Rembesan ...21

1. Pengertian Rembesan...21

2. Perkiraan Debit Rembesan...23

3. Rembesan pada Struktur bendungan...24

4. Filter pada Bedungan ...27

5. Kapasitas Aliran Filtrasi...28

6. Tekanan Rembesan ...29

7. Pola Rembesan...29

8. Tekanan Hidrostatis ...29

D. Tekanan Kapiler...30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ...35

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data...35

C. Alat, Bahandan Model Penelitian ...36

1. Alat...36

2. Bahan...36

3. Model Penelitian ...37

(10)

ix

G. Pencatatan Data...41

H. Analisa Data...41

I. Flow Chart Penelitian...43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Tanah...44

B. Data Hasil Pengamatan ...44

1. Data Hasil Pengaruh Tekanan Hidrostatis Terhadap Waktu Rembesan. ...47

2. Data Antara Hubungan Tekanan dan Jarak Rembesan ...47

C. Analisa Data...54

1. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Dupuit ...54

2. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Schaffernak ...57

3. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Cassagrande ...60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...65

B. Saran...66

DAFTAR PUSTAKA ...67

(11)

x

Nomor Hal.

1. Gambar potongan melintang bendungan urugan ...11

2. Gambar klasifikasi umum bendungan urugan...12

3. Potongan melintang bendungan dengan inti kedap air miring...13

4. Bendungan urugan zonal miring ...13

5. Potongan melintang bendungan urugan zonal inti tegak ...14

6. Rencana teknis bendungan sekat...14

7. Perhitungan metode Dupuit sumber: Hary Christady H. ...25

8. Perhitungan metode Schaffernak sumber: Hary Christiady H...26

9. Perhitungan metode Casagrande sumber: Hary Christiady H...27

10. Gambar jaringan aliran rembesan pada bendungan ...29

11. Tekanan Rembesan (sumber: sumber: Hardiyatmo, 2012) ...30

12. Tekanan Hidrostatis (sumber: Arianty dan Soehoed (2012)...31

13. Garis rembesan pada tubuh bendung (sumber: sumber: Hardiyatmo, 2012) ...32

14. Jaringan aliran dalam tubuh bendung (sumber: sumber: Hardiyatmo, 2012) ...33

15. Analogi tekanan air kapiler dalam lapisan tanah dan kedudukannya ( sumber: Hardiyatmo, 2012)...34

16. Gambar model penelitian ...37

17. Gambar profil rembesan H10...38

(12)

xi

21. Hubungan tekanan hidrostatis yang bervariasi dan Waktu

rembesan ...45 22. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada

pengujian pertama H10...47

23. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada

pengujian kedua H10...48

24. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada

pengujian ketiga H10...49

25. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada

pengujian pertama H15...50

26. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada

pengujian kedua H15...50

27. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada

pengujian ketiga H15...51

28. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada

pengujian pertama H20...51

29. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada

pengujian kedua H20...52

30. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada

pengujian ketiga H20...53

31. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan ...53 32. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengan

tinggi hidrostatis yang bervariasi pada metode Dupuit...56 33. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengan

tinggi hidrostatis yang bervariasi pada Metode Schaffernak ...60 34. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengan

(13)

xii

Nomor Hal.

1. Ukuran butiran menurut ASTM (modul mektan) ...19

2. Dimensi kotak model ...40

3. Dimensi bendungan ...40

4. Hasil rata-rata pengaruh tekanan hidrostatis yang bervariasi dengan waktu rembesan ...45

5. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian pertama H10....47

6. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Kedua H10...48

7. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Ketiga H10...48

8. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Pertama H15 ...49

9. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Kedua H15 ...50

10. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Ketiga H15...50

11. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Pertama H20 ...51

12. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Kedua H20 ...52

13. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Ketiga H20...52

14. Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan ...53

15. Hasil perhitungan debit rembesan metode Dupuit...56

16. Hasil perhitungan debit rembesan metode Schaffernak...59

(14)

xiii

t = Waktu rembesan L = Jarak rembesan

γb = Berat volume tanah basah

γk = Berat volume kering

h1 = Tinggi muka air di hulu bendungan

h2 = Tinggi muka air di hilir bendungan

K = Koefisien permeabilitas H = Tinggi muka air banjir (MBA)

a = Tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan d = Jarak lintasan rembesan di dasar bendungan α = Sudut kemiringan lereng hilir bendungan

(15)

1 A. Latar Belakang

Salah satu masalah yang sering terjadi pada bendungan adalah rembesan pada tubuh bendungan. Rembesan merupakan aliran air yang secara terus menerus mengalir dari sisi hulu menuju sisi hilir, aliran air ini merupakan aliran dari air sungai, danau atau waduk melalui material yang lolos air (permeable), baik melalui tubuh bendungan maupun pondasi. Menurut Hardiyatmo HC (2012), tanah yang berbutir halus mempunyai rembesan yang kecil dan daya rembes yang besar. Sedangkan tanah yang berbutir kasar memiliki rembesan yang besar dan daya rembes yang kecil. Tanah yang bersifat rembesan kecil dan daya rembes besar disebabkan ukuran pori-pori dan butiran-butiran tanah yang kecil, sedangkan tanah yang bersifat rembesan besar dan daya rembes kecil disebabkan ukuran pori-pori dan butiran tanah yang besar.

(16)

fluida/cairan dalam tanah bersifat laminar. Sedangkan asumsi kedua menyatakan bahwa tanah berada dalam keadaan jenuh.

Apabila permebilitas ini sudah terjadi, maka akan terbentuklah lajur rembesan (jaringan aliran) antara bagian sisa hulu dan sisi hilir bangunan. Jika rembesan air yang terjadi terlalu besar, akan mengakibatkan terganggunya pengoperasian bendungan, rawan terjadi longsor atau runtuh, hal ini diakibatkan meluncurnya massa tanah timbunan yang timbul tekanan besar. Selain daripada itu akibat rembesan yang terlalu besar akan menimbulkan erosi butiran yang mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolis. Bila kecepatan aliran membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur–angsur turun, akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada tubuh bendungan.

Untuk itu, dalam pembuatan bendungan terutama tipe urugan diperlukan syarat teknis, pertama pemilihan jenis tanah timbunan yaitu tanah yang ukuran porinya lebih kecil agar supaya stabilitas pada tubuh bendungan tidak terlalu besar, dan kedua kepadatan tanah yaitu kepadatannya harus lebih maksimal agar di dalam rongga pori tidak mudah lolos air yang akan bisa menimbulkan piping.

(17)

penopang tubuh bendungan yang harus memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan pondasi agar bendungan stabil salah satunya adalah stabil terhadap erosi akibat rembesan.

Pada penelitian ini penulis melaksanakan uji simulasi dengan ukuran, skala yang ditetapkan dan sesuai dengan kapasitas alat di Laboratorium Fakultas Teknik. Sebagaimana kita rencanakan dimensi ukuran model bendungan ini mempunyai ukuran lebar puncak yaitu 5 cm, tinggi 28 cm, serta lebar bawah 72 cm dan kemirinan 1:1,2 cm.

Terkait dengan uraian yang dijelaskan di atas, maka dari itu kami ingin mengamati bagaimana debit rembesan yang terjadi pada bendungan yang disimulasikan di laboratorium. Dari sinilah kami tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Analisis Rembesan pada Bendungan Tipe Urugan (Uji Simulasi Laboratorium)”.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini dapat dijabarkan dalam rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pola rembesan pada bendungan urugan dengan tinggi hidrostatis yang bervariasi ?

2. Berapa besar debit rembesan (Qf) pada bendungan urugan dengan tinggi

(18)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa :

1. Membandingkan pola rembesan pada bendungan tipe urugan dengan tinggi hidrostatis yang bervariasi.

2. Menganalisis besar debit rembesan pada bendungan urugan dengan tinggi hidrostatis yang bervariasi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya sebagai berikut :

1. Melatih penulis menganalisis permasalahan secara sistematis di hasil kesimpulan, sebagai suatu hasil akhir dari proses analisis.

2. Membentuk sikap diri berfikir ilmiah kepada diri penulis.

E. Batasan Masalah

Dalam memberikan penjelasan dari permasalahan guna memudahkan dalam menganalisa, maka terdapat batasan masalah yang diberikan pada penulisan tugas akhir mengenai studi pengaruh rembesan di bagian tubuh bendungan urugan yaitu :

1. Penelitian ini dilaksanakan pada Laboratorium Fakultas Teknik Univesitas Muhammadiyah Makassar.

2. Skala yang digunakan ditentukan berdasarkan kemampuan alat atau fasilitas Laboratorium Unismuh Makassar

(19)

4. Fluida yang digunakan dalam penelitian ini adalah air tanah/ tawar.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan ini merupakan susunan yang serasi dan teratur oleh karena itu dibuat dengan komposisi bab-bab mengenai pokok-pokok uraian sehingga mencakup pengertian tentang apa dan bagaimana, jadi sistematika penulisan diuraikan sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Batasan Masalah F. Sistematika Penulisan 2. Bab II Tinjauan Pustaka

A. Bendungan Urugan 1. Definisi Bendungan

2. Tipe-tipe Bendungan Urugan

3. Bagian-Bagian Utama Bendungan Urugan 4. Perancangan untuk Bendungan Urugan 5. Bahan Bendungan

B. Analisa Saringan

(20)

C. Rembesan

1. Pengertian Rembesan 2. Perkiraan Debit Rembesan

3. Rembesan pada Struktur bendungan 4. Filter pada Bedungan

5. Kapasitas Aliran Filtrasi 6. Tekanan Rembesan 7. Tekanan Hidrostatis 8. Pola Rembesan D. Tekanan Kapiler 3. Bab III Metode Penelitian

A. Waktu danTempat Penelitian B. Jenis Penelitian dan Sumber Data C. Alat, Bahan dan Model Penelitian

1. Alat 2. Bahan

3. Model Penelitian D. Variabel yang Diteliti E. Propil Rembesan

F. Langkah-Langkah Penelitian G. Pencatatan Data

H. Analisa Data

(21)

4. Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Karakteristik Tanah

B. Data Hasil Pengamatan

1. Data Hasil Uji Jarak Rembesan Terhadap Waktu Rembesan 2. Data Hubungan Antara Tekanan dan Jarak Rembesan C. Analisa Data

a. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Depuit b. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Schaffernak c. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode L. Cassagrande

5. Bab V Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan

(22)

8 A. Bendungan Urugan

1. Definisi Bendungan

Menurut Asiyanto (2011), bendungan atau dam adalah sebuah struktur konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air atau sungai bawah tanah yang pada umumnya akan menjadi waduk atau danau artificial. Bendungan pada umumnya memiliki tujuan utama untuk menahan air tetapi juga memiliki bagian yang disebut pintu air atau tanggul yang digunakan untuk mengelola, mencegah atau membuang aliran air ke daerah lain, secara bertahap atau berkelanjutan. Seringkali juga bendungan digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air atau PLTA.

Pada umumnya, bendungan dapat diklasifikasikan dari bentuk strukturnya, ukurannya (tingginya) ataupun dari tujuan dibangunnya bendungan itu. Jika dilihat berdasarkan struktur dan bahan yang digunakan, bendungan diklasifikasikan sebagai dam kayu, bendungan lengkungan-gravitasi (arch-gravity

dam), bendungan tanggul/urugan (embankment dam) atau masonry dam.

(23)

persyaratan bendungan. Bendungan ini diklasifikasikan sebagai jenis bendungan urugan (embankment dams) karena mereka dibangun dalam bentuk sebuah tanggul atau wedge yang berfungsi untuk memblokir jalur air. Salah satu keuntungan untuk membangun bendungan tanah adalah karena tidak akan memakan biaya yang banyak dibandingkan biaya yang diperlukan untuk membangun sebuah bendungan beton. Karena sebagian besar dari bendungan tanah terbuat dari tanah yang telah dipadatkan (dan juga campuran batu, krikil, pasir dan lain lain) mereka dapat dibuat dengan mudah dengan bahan-bahan lokal yang pasti tersedia, sehingga mengurangi biaya dalam membawa bahan luar ke lokasi pembangunan.

Dahulu pembangunan bendungan urugan menggunakan tanah homogen lokal yang diangkut oleh manusia dan dipadatkan oleh binatang. Kemajuan yang besar dalam menjamin ke dapan bendungan urugan terhadap air dilakukan oleh Telford (1820) dengan menggunakan lempung puddle sebagai inti bendungan (Asiyanto, 2011). Seiring berkembangnya zaman, Jenis bendungan mengalami kemajuan dengan munculnya bendungan beton seperti arch dam yaitu bendungan yang berbentuk lengkungan untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar.

Menurut Sosrodarsono (1977), Beberapa karakteristik utama dari bendungan urugan, adalah sebagai berikut,

(24)

jumlah besar dengan harga yang tinggi dan didatangkan dari tempat yang jauh, maka bendungan urugan dalam hal ini menunjukkan tendensi yang positif. 2) Dalam pembangunannya, bendungan urugan dapat dilakukan secara mekanis

dengan intensitas yang tinggi (full mechanized) dan karena banyaknya tipe-tipe peralatan yang diproduksi, maka dapat dipilih peralatan yang cocok, sesuai dengan sifat-sifat bahan yang akan digunakan serta kondisi lapangan pelaksanaannya.

3) Akan tetapi karena tubuh bendungan terdiri dari timbunan tanah atau timbunan batu yang berkomposisi lepas, maka bahaya jebolnya bendungan umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut:

a. Longsoran yang terjadi baik pada lereng udik, maupun lereng hilir tubuh bendungan.

b. Terjadinya sufosi (erosi dalam atau piping ) oleh gaya-gaya yang timbul dalam aliran filtrasi yang terjadi dalam tubuh bendungan.

c. Suatu konstruksi yang kaku tidak diinginkan di dalam tubuh bendungan, karena konstruksi tersebut tidak dapat mengikuti gerakan konsolidasi dari tubuh bendungan tersebut.

(25)

2. Tipe-tipe Bendungan Urugan

Menurut Sosrodarsono (1977), ditinjau dari penempatan serta susunan bahan yang membentuk tubuh bendungan untuk dapat memenuhi fungsinya dengan baik, maka bendungan urugan dapat digolongkan dalam 3 (tiga) tipe utama, yaitu:

a. Bendungan homogen

Suatu bendungan urugan digolongkan dalam tipe homogen, apabila bahan yang membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri dari tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam.

Pada gambar 1 dijelaskan bahwa tubuh bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu sebagai bangunan penyangga dan sekaligus sebagai penahan rembesan air.

Gambar 1. Potongan melintang bendungan urugan (sumber : Sosrodarsono, 1977)

b. Bendungan zonal

(26)

Pada bendungan ini sebagai penyangga terutama dibebankan pada timbunan yang lulus air (zone lulus air), sedangkan penahan rembesan dibebankan pada timbunan yang kedap air (zone kedap air), dapat dilihat pada gambar 2

Gambar 2. Klasifikasi umum bendungan urugan (sumber : Sosrodarsono, 1977)

Berdasarkan letak dan kedudukan dari zone kedap airnya, maka tipe ini masih dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

a) Bendungan urugan zonal dengan tirai kedap air atau bendungan tirai (front core fill type dam). Pada gambar 3 adalah bendungan zonal dengan zone kedap air yang membentuk lereng udik bendungan tersebut.

(27)

Gambar 3. Potongan melintang bendungan dengan inti kedap air miring (sumber : Sosrodarsono, 1977)

Gambar 4. Bendungan urugan zonal miring (sumber : Sosrodarsono, 1977)

(28)

Gambar 5. Potongan melintang bendungan urugan zonal inti tegak (sumber : Sosrodarsono, 1977)

c. Bendungan urugan bersekat (bendungan sekat)

Bendungan urugan digolongkan dalam type sekat (facing) apabila di lereng udik tubuh bendungan dilapisi dengan sekat tidak lulus air (dengan kekedapan yang tinggi) seperti lembaran baja tahan karat, beton aspal, lembaran beton bertulang, hamparan plastik, susunan beton blok, sesuai pada gambar 6

(29)

3. Bagian-bagian Utama Bendungan Urugan

Menurut Sosrodarsono (1977), dibandingkan dengan tipe bendungan yang lain, bagian atas bendung/mercu bendung pada bendungan urugan tidak boleh dilalui oleh air sebab akan merusak bendung itu sendiri. Selain itu bendungan urugan memiliki bagian-bagian yang serupa dengan tipe bendungan yang lain, yaitu:

1) Tubuh pada bendungan urugan berupa timbunan tanah atau batu yang terdiri dari zona kedap dan lolos air.

2) Waduk, merupakan tempat penampungan air sungai. 3) Pintu outlet, pintu pengeluaran air bendungan.

4) Peredam energi, berfungsi untuk meredam energi dari aliran air yang keluar dari bendungan.

5) Pelimpah, berfungsi untuk melimpahkan air yang berlebihan, melebihi kapasitas waduk.

6) Intake, bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air menuju sawah yang akan diairi dari bendungan.

4. Perancangan Untuk Bendungan Urugan

(30)

Program ini perlu disesuaikan dengan pengalokasian sumber daya dan juga cash flow baik oleh kontraktor maupun Owner.

Dengan demikian durasi proyek dibagi dalam dua bagian yaitu bagian musim kering dimana kegiatan dibuat maksimal dan bagian musim hujan kegiatan hanya dilakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak terlalu terpengaruh oleh hujan.

Menurut Husni Sabar (2013), adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan bendungan yaitu,

1) Topografi,

2) Pondasi bendungan,

3) Ketersediaan bahan bangunan, 4) Bahaya banjir,

5) Bahaya gempa,

6) Jadwal pelaksanaan pembangunan proyek, 7) Keadaan musim/cuaca,

8) Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan bendungan dan sumber daya air, antara lain mengenai keselamatan bendungan (dam safety)

5. Bahan Bendungan

Menurut Sosrodarsono (1977), atas dasar pemikiran, bahwa tipe bendung yang sangat ekonomis tentunya itu yang menjadi pilihan utama, maka dari itu harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut;

(31)

2) Jarak pengangkutannya dari daerah penggalian (borrow-pits and quarry-areas) ke tempat penimbunan calon tubuh bendung.

Konsep dasar dari bendung tipe urugan adalah harus dapat dibangun atau didesain dengan menggunakan material lokal yang ada. Hal ini dipertimbangkan atas dasar efesiensi biaya dan waktu pelaksanaan.

Lokasi bahan yang terdapat di daerah calon bendung merupakan perhatian pertama, sebelum mempertimbangkan bahan-bahan yang terdapat di daerah lainnya, dengan demikian material yang bagus akan menghasilkan bendungan yang lebih efisien dibanding material yang kurang bagus karena tentunya akan mempengaruhi dimensi struktur bendung.

Survey yang intensif diperlukan untuk menemukan quarry rock pada jarak yang layak dari lokasi bendungan untuk mempertimbangkan biaya. Mengingat hampir semua bahan (seperti: tanah, pasir, kerikil, dan batu) dapat digunakan untuk konstruksi tubuh bendung urugan, maka akan banyaklah alternatif yang harus dipertimbangkan dan diperbandingkan, sebelum mendapatkan sebuah alternative konstruksi tubuh bendung yang paling ekonomis. Untuk mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan volume timbunan tubuh bendungan, maka penyediaan bahan sebaiknya 2 (dua) kali lebih banyak dari pada perhitungan volume rencana teknisnya.

(32)

a. Untuk bahan kedap air

a) Menyesuaikan agar kadar air (kelembaban) dengan kebutuhan (kalau terlalu tinggi dijemur, kalau terlalu rendah disiram air.)

b) Mencampurkan beberapa macam bahan galian asli, sehingga dapat diperoleh bahan dengan gradasi yang diinginkan.

c) Mengeluarkan butiran-butiran yang terlalu besar, di luar ukuran-ukuran yang diinginkan.

b. Untuk bahan lulus air

a) Memperbaiki gradasi (dengan mencampur-campur beberapa bahan galian) agar dapat digunakan untuk bahan filter.

b) Memproses batuan lunak agar tidak mudah pecah.

c) Mengayak bahan berbutiran lepas untuk bahan dasaran atau timbunan-timbunan khusus lainnya.

B. Analisa Saringan

Menurut Asiyanto ( 2011), dalam Jurnal Sukirman ( 2014), sifat suatu tanah tergantung juga pada ukuran butiran, oleh karena itu pengukuran butiran tanah sangat penting dalam mekanika tanah sebagai dasar untuk mengklasifikasikan tanah tersebut. Dalam menentukan ukuran butiran tanah dapat kita lakukan dengan dua cara, yaitu analisa saringan dan analisa hidrometer. Menurut ukuran partikelnya, British standar mengklasifikasikan tanah menjadi lima yaitu, lanau, pasir, kerikil, cobles dan boulders.

(33)

terbesar sampai yang terkecil. Pada saringan kasar ukurannya ditentukan menurut dimensi lubangnya begitu pula dengan saringan yang lebih halus.

Banyaknya jenis tanah tergantung dari beberapa ukuran dan besarnya lebih dari dua rentang ukuran.

1. Batas Ukuran Butiran Menurut ASTM

Tabel 1. Ukuran butiran menurut ASTM (Modul mektan)

Tanah Berbutir Kasar Tanah BerbutirHalus Bolders Cobbler Gravel Coarse Medium FineSand Lanau Lempung Ukuran

(mm) 7,5 4,75 2 0,42 0,075 0,005

No

Saringan 3 4 10 40 200

1) Untuk membedakan antara tanah bebutir kasardan tanah berbutir halus, kita memakai saringan No. 200 :

a. Tanah berbutir kasar adalah butiran yan gtertahan saringan No. 200 dan kandungan fraksinya > 50 %.

b. Tanah berbutir halus adalah butiran yang lolos saringan No. 200 dan kandungan fraksinya > 50%.

2) Untuk membedakan kerikil dengan pasir, kita memakai saringan No. 3,4, dan 200 :

a. Kerikil, butiran yang lolos saringan No.3 (7.5 mm) dan tertahan saringan No. 4 (4.75 mm).

(34)

3) Untuk menganalisa lebih lanjut, kita dapat membuat klasifikasi tanah menurut sisten AASTHO dan sistem UNIFIED.

2. Klasifikasi Tanah

Menurut Darwis Buku Mektan 1 (2013), klasifikasi tanah sangat membantu perancangan dalam menentukan metode rancangan yang dipergunakan, melalui cara empiris yang tersedia dari hasil-hasil pengalaman terdahulu. Akan tetapi perancangan harus tetap berhati hati dalam penerapannya karena penyelesaian masalah-masalah yang didasarkan pada klasifikasi tanah, sering kali memberikan hasil yang tidak tepat, terutama dalam hal perhitungan penurunan (kompressi) stabilitas dan aliran air tanah.

Ada dua cara yang dapat dipergunakan di dalam menentukan klasifikasi tanah yakni:

1) Metode klasifikasi Unified yang pertama kali diusulkan oleh Casagrande (1942), kemudian direvisi oleh kelompok ahli dari USBR ( United State Bureau Of Reclamation)

Pada sistem Unifed tanah diklasifikasi ke dalam tanah berbutir kasar (pasir dan kerikil) jika kurang dari 50% lolos saringan no 200, dan sebagai tanah berbutir halus (lempung dan lanau) bila lebih dari 50% lolos saringan 200. Selanjutnya tanah disklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan sub kelompok. Digunakan simbol-simbol dalam sistem Unifed sebagai berikut:

(35)

M = silt ( lanau)

O = lanau atau lempung organik

Pt = peat ( tanah gambut atau tanah organik tinggi) W = well-graded ( gradasi baik)

P = poorly-graded (gradasi buruk) H = high-plasticity (plasticy tinggi) L = low-plasticy (plastisitas rendah)

2) Metode klasifikasi AASHTO (Americana Assosecation of State Highway and Transportation Officials)

Pengujian tanah yang diperlukan dalam klasifikasi ini adalah “analisis saringan” dan “uji batas batas atterberg” selanjutnya dihitung indeks kelompok (grup index-gl) yang digunakan untuk mengevaluasi pengelompokkan tanah-tanah.

C. Rembesan

1. Pengertian Rembesan

(36)

Di dalam tanah, sifat aliran mungkin laminer atau turbulen. Tahanan terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, rapat massa, serta bentuk geometri rongga pori. Temperatur juga sangat mempengaruhi tahanan aliran (kekentalan dan ketegangan permukaan). Walaupun secara teoritis, semua jenis tanah lebih atau kurang mempunyai rongga pori, dalam praktek, istilah mudah meloloskan air (permeable) dimaksudkan untuk tanah yang benar-benar mempunyai sifat meloloskan air. Sebaliknya, tanah disebut kedap air (impermeable), bila tanah tesebut mempunyai kemampuan meloloskan air yang sangat kecil, sehingga konsep dasar rembesan dari tinggi energi dan kehilangan energi ketika air mengalir melalui tanah telah disebutkan ketika air mengalir melalui medium berpori seperti tanah akan terjadi kehilangan energi yang terserap oleh tanah.

Rembesan atau permeabilitas dalam konstruksi bangunan air adalah hal yang perlu diperhitungkan sebelum melakukan pembangunan bendungan. dimana aliran rembesan dari cairan yang berupa air atau minyak akan mengalir lewat rongga pori, sehingga akan dapat mempengaruhi longsoran, erosi lereng dan kehilangan air pada bendugan.

(37)

Aliran air ke dalam sumur merupakan aliran gravitasi dimana muka air tanah mengalami tekanan atmosfer. Debit pemompaan pada kondisi aliran yang telah stabil dinyatakan oleh persamaan Darcy:

q = vA = kiA = k (dy/dx) A (m3/dtk) ………(1)

Dengan,

v = kecepatan aliran A = luas aliran (m3)

i = dy/dx = gradien hidrolik dy = ordinat kurva penurunan dx = absis kurva penurunan

2. Perkiraan Debit Rembesan

(38)

perubahan terhadap waktu, rata-rata kecepatan dan tekanan aliran tersebut konstan sehingga mengalami kondisi pergerakan tanah akibat karena tekanan aliran tetap terus menerus mengalir dari hulu ke hilir.

3. Rembesan Pada Struktur Bendungan.

Menurut Hardiyatmo HC (2012), hukum Darcy dapat digunakan untuk menghitung debit rembesan yang melalui struktur bendungan. Dalam merencanakan sebuah bendungan, perlu diperhatikan stabilitasya terhadap bahaya longsoran, erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang melalui tubuh bendungan. Beberapa cara diberikan untuk menentukan besarnya rembesan yang melewati bendungan yang dibangun dari tanah homogennya. Dalam hal ini disajikan beberapa cara untuk menentukan debit rembesan.

a. Cara Dupuit

Potong melintang sebuah bendungan ditunjukkan pada gambar 7.Garis AB adalah garis freatis, yaitu garus rembesan paling atas. Besarnya rembesan persatuan lebar arah tegak lurus bidang gambar yang diberikan oleh Darcy, adalah

q = kiA. Dupuit (1863) dalam Hardiyatmo HC (2012) menganggap bahwa

gradient hidrolik (i) adalah sama dengan kemiringan permukaan freatis dan besarnya konstan dengan kedalamannya yaitu i = dz/dx , Maka,

q = k z

= .

(39)

Dengan:

h₁ = tinggi muka air dihulu bendungan (cm) h₂= tinggi muka air dihilir bendungan (cm)

K = koefisien permeabilitas i = kemiringan freatis

Gambar 7. Perhitungan metode Dupuit (sumber: Hardiyatmo HC, 2012)

b. Cara Schaffernak

Untuk menghitung rembesan yang lewat banguan, Schaffernak (1917) dalam Hardiyatmo HC (2012), menganggap bahwa permukaan freatis akan merupakan garis AB dalam gambar 8, yang memotong garis kemiringan hilir pada jarak dari dasar lapisan kedap air. Rembesan persatuan panjang bendungan dapat ditentukan dengan memperhatikan bentuk segitiga BCD dalam gambar 8.

Debit rembesan q = kiA

Luas aliran A = BD x 1 = a sin α

(40)

a = - √(d2/ cos2α – sin2α) ...(3)

q = kz = k a sin α tg α……….(4)

q = debit rembesan (ml/jam)

h = tinggi muka air dihulu bendungan (cm) α = sudut kemiringan lereng hilir bendungan ( ° ) i = = kemiringan freatis

Gambar 8. Perhitungan metode Schaffernak (sumber: Hardiyatmo HC, 2012).

c. Cara Casagrande

Casagrande (1937) dalam Hardiyatmo HC (2012), mengusulkan cara untuk menghitung rembesan lewat tubuh bendungan yang didasarkan pada pengujian model. Besarnya debit rembesan dapat ditentukan dengan:

q=kz = ka sin² α………(5)

dimana :

a = tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan ( cm ) H = tinggi muka air banjir MAB (cm )

α = sudut kemiringan lereng hilir bendungan ( ° )

(41)

i = = kemiringana freatis

Gambar 9. Perhitungan metode Cassagrande (sumber: Hardiyatmo HC. 2012).

4. Filter pada Bendungan

Menurut Hardiyatmo HC (2012), bila air rembesan mengalir dari lapisan berbutir lebih halus menuju lapisan yang lebih kasar, kemungkinan terangkutnya butiran lebih halus lolos melewati bahan yang lebih kasar tersebut dapat terjadi. Erosi butiran ini mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolik. Bila kecepatan aliran membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan.

(42)

ini sekecil mungkin yang dapat dipadatkan, yaitu sekitar 3 (tiga) meter. Lapisan filter yang kasar biasanya juga digunakan dengan kerikil alam.

Filter atau drainase untuk mengendalikan rembesan, harus memenuhi dua persyaratan:

a. Ukuran pori-pori halus cukup kecil untuk mencegah butir-butir tanah terbawa aliran.

b. Permeabilitas harus cukup tinggi untuk mengizinkan kecepatan drainase yang besar dari air masuk filternya.

1) Keamanan Terhadap Bahaya Piping dan Boiling

Menurut Hardiyatmo HC (2012), telah disebutkan bahwa bila tekanan rembesan ke atas yang terjadi dalam tanah sama dengan ic, maka kondisi tanah

akan pada kondisi mengapung. Keadaan semacam ini juga dapat berakibat terangkutnya butir butir halus, sehingga terjadi pipa-pipa di dalam tanah yang disebut piping. Akibat jerjadinya pipa-pipa yang membentuk rongga-rongga dapat mengakibatkan pondasi bangunan mengalami penurunan, sehingga mengganggu stabilitas bangunan.

Sedangkan pada boiling adalah kondisi yang terjadi pada saat tegangan efektif tanah sama dengan nol. Untuk mengatasi perlu dianalisis besarnya safety

factor minimal yang dibutuhkan oleh owner agar bendungan tetap aman terhadap boiling ≤ 1,5.

(43)

sebelum menganalisis SF terhadap boiling perlu diketahui potongn dan dimensi dari bendungan yang akan dianalisis.

5. Kapasitas Aliran Filtrasi

Menurut Husni Sabar (2013), kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas rembesan air yang mengalir ke hilir melalui tubuh dan pondasi bendungan. Kapasitas filtrasi suatu bendungan mempunyai batas-batas tertentu yang mana apabila kapasitas filtrasi melampaui batas tersebut, maka kehilangan air yang terjadi cukup besar, disamping itu kapasitas filtrasi yang besar dapat menimbulkan gejala suposi (piping) dan gejala semburan (boiling) yang sangat membahayakan kestabilan tubuh bendungan.

Untuk memperkirakan besarnya kapasitas filtrasi suatu bendungan (baik yang melalui tubuh bendungan maupun yang melalui lapisan pondasi) dapat dilakukan dengan menggunakan jaringan trayektori aliran filtrasi.

Gambar 10. Gambar jaringan aliran rembesan pada bendungan (sumber: Sosrodarsono, 1977)

6. Tekanan Rembesan

(44)

tetap, jika air mengalir lewat lapisan tanah, aliran air akan mendesak partikel tanah sebesar tekanan rembesan hidrodinamis yang bekerja menurut arah alirannya. Besarnya tekanan rembesan akan merupakan fungsi dari gradien hidrolik (i).

Sebuah struktur bendungan tanah yang didasari lapisan kedap air diperlihatkan pada gambar 11 (Jumikis, 1962). Panjang garis aliran sama dengan dL dan luas potongan melintang tabung aliran adalah dA

Gambar 11. Tekanan rembesan (sumber: Hardiyatmo HC, 2012)

Besarnya gaya tekanan air dapat dinyatakan sebagai fungsi dh, sebagai berikut:

Dp = ɣwdh.dA

Dengan ɣwadalah berat volume air dan dp adalah gaya hidrodinamis yang

disebut gaya rembesan. 7. Tekanan Hidrostatis

(45)

Tekanan yang dirasakan oleh dasar wadah yang berisi air sama dengan besarnya gaya berat zat cair yang menekan.

Gambar 12. Tekanan hidrostatis (sumber: Ariany dan Soehoed, 2012)

P = ρ.g.h ……….(6)

Keterangan :

P = tekanan hidrostatis (Pa) ρ = massa jenis (kg/m3)

g = percepatan gravitasi bumi( m/s2) h = kedalaman dari permukaan zat cair (m)

Dari persamaan (6) dapat diketahui besarnya tekanan hidrostatis tergantung pada jenis dan kedalaman zat cair. Semakin dalam dari permukaan zat cair maka semakin besar tekanannya. Tekanan hidrostatis jenis zat cair yaitu massa jenisnya dan tidak tergantung dengan bentuk wadahnya.

8. Pola Rembesan

(46)

termasuk tanggul, maupun beton. Pada sebagian besar bendungan dapat terjadi rembesan baik melalui tubuh bendungan itu sendiri (pada jenis bendungan urugan), maupun melalui dasarnya (untuk bendungan urugan maupun beton). Apabila material dasar dan pinggirnya merupakan batuan, maka batuan tersebut biasanya disuntik dengan adukan encer (grouting) untuk mengisi retakan-retakan dan mengurangi permeabilitas. Suntikan adukan encer kadang-kadang juga digunakan untuk mengurangi permeabilitas pada bendungan urugan.

Garis freatik sama dengan muka air tanah, yaitu batas paling atas dari daerah dimana rembesan berjalan. Garis freatik dimulai pada posisi A’ dan berakhir hingga B. Jarak antara titik B dan ujung tanggul bagian hilir (C) merupakan panjang zona basah (a).

Gambar 13. Garis rembesan pada tubuh bendungan (sumber: Hardiyatmo HC, 2012)

(47)

(Hardiyatmo, 1992). Garis aliran berpotongan tegak lurus dengan garis ekuipotensial membentuk jaringan yang jumlahnya dinyatakan dengan Nf. Dua buah garis ekuipotensial membentuk interval (Δh) dengan jumlah tertentu yang dinotasikan dengan Nd.

Gambar 14. Jaringan aliran dalam tubuh bendung (sumber: Hardiyatmo HC, 2012)

D. Tekanan Kapiler

Tekanan kapiler dapat timbul karena adanya tarikan lapisan tipis permukaan air sebelah atas. Kejadian ini disebabkan oleh adanya pertemuan antara dua jenis material yang berbeda sifatnya. Pada prinsipnya, tarikan permukaan adalah hasil perbedaan gaya tarik antara molekul-molekul pada bidang singgung pertemuan dua material yang berbeda sifatnya.

(48)

pipa dalam kedudukannya menunjukan bahwa suatu gaya tarik bekerja pada lapisan tipis permukaan air dalam pipa kapiler, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 15. Analogi tekanan air kapiler dalam lapisan tanah dan kedudukannya (sumber: Hardiyatmo, 2012)

(49)

35 A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laborotorium Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar, dengan waktu pengujian selama 2 bulan, apabila diakumulasikan penelitian ini selama 12 bulan mulai dari Juli - Mei 2017.

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis penelitian yang digunakan adalah uji simulasi, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti, dengan tujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perbandingan antara beragam macam bahan bendungan (tanah) terhadap daya rembesan.

Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari simulasi model fisik laboratorium.

(50)

C. Alat, Bahan dan Model Penelitian

Secara umum jenis alat, bahan dan sketsa model penelitian yang akan dipergunakan dalam percobaan antara lain :

1. Alat

1) Mistar ukur untuk mengukur kedalaman air dan jarak rembesan

2) Mesin pompa air untuk digunakan pengisian air ke dalam kotak model yang dibuat.

3) Stop watch untuk mengukur kecepatan aliran rembesan. 4) Ayakan atau saringan untuk bahan tanah.

5) Kamera dan peralatan lainya yang digunakan untuk foto dokumentasi. 6) Selang air untuk pengaliran air ke dalam kotak model

7) Bak penampung air, untuk air cadangan yang akan berputar masuk ke dalam kotak madel.

8) Curren meter, untuk mengukur kecepatan air di dalam kotak model (running kosong)

2. Bahan

1) Tanah

2) Balok dengan berat 2,8 kg 3) Air tawar

(51)

6) Pulpen/spidol 7) Pipa

8) Lem kaca/fiber

3. Model Penelitian

Gambar 16. Contoh gambar model penelitian

Keterangan gambar: a. Pipa pengaliran b. Mesin pompa air c. Pipa pembuang d. Bak penampung air e. Kerang pembuang air

(52)

D. Variabel yang Diteliti

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada Bab sebelumnya, maka variable yang diteliti yaitu :

1. Variabel bebas 1) Waktu ( t )

2) Tinggi muka air hulu ( h1)

3) Tinggi muka air hilir ( h2)

4) Panjang jarak horizontal ( L )

5) Tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan ( a ) 6) Jarak lintasan rembesan di dasar bendungan ( d ) 7) Sudut kemiringan lereng hilir bendungan (α ) 2. Variabel terikat

1) Debit rembesan (Qf)

2) Koefisien permeabilitas ( k )

E. Profil rembesan a. Muka air H10

(53)

b. Muka air H15

Gambar 18. Sketsa rembesan muka air H15

c. Muka air H20

Gambar 19. Sketsa rembesan muka air H15

F. Langkah – langkah Pengujian 1. Prosedur penyiapan sampel

1) Pengadaan bahan pengujian meliputi tanah, air. 2) Persiapan peralatan pengujian yaitu kotak model. 3) Pemilihan air yang digunakan pada pengujian. 2. Prosedur pengujian model

(54)

2) Material pembentuk tubuh bendungan sebelum dipadatkan, diayak terlebih dahulu dengan menggunakan saringan no 8.

3) Pada saat pembentukan, tanah dipadatkan dengan menggunakan balok kayu. Tanah dipadatkan perlapisan (10 cm perlapisan) dengan jumlah tumbukan yang tetap dan berdasarkan tingkat kepadatan tanah yang diinginkan. Tanah ditimbun membentuk trapezium dengan lebar puncak bendungan 5 cm, panjang 72 cm dan tinggi 28 cm.

4) Air diisi pada bagian hulu tubuh bendungan sebagai daerah genangan dengan tinggi muka air 10, 15 dan maksimum 20 cm.

5) Pengamatan garis aliran pada tubuh bendungan diamati dengan mempersiapkan spidol dan mistar ukur..

6) Setelah membentuk sebuah garis rembesan, kemudian di garis dengan menggunakan spidol pada dinding model, dan menghitung waktu rembesan disetiap selang.

7) Observasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan tinggi air tampungan secara bervariasi yaitu: 10, 15 dan 20 cm.

8) Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali dengan berbagai variasi tinggi muka air.

(55)

Tabel 2. Dimensi Kotak Model

Dimensi Kotak Model

Tinggi 35 cm

Lebar 50 cm

Panjang 100 cm

Sumber: Desain pengamatan

Tabel 3. Dimensi Bendungan

Dimensi Model

H ( tinggi muka air) cm 10, 15, 20 cm

H (tinggi bendungan )cm 28 cm

b (Lebar dasar bendung) 72 cm

B (lebar atas mercu) cm 5 cm

Kemiringan 1 : 1,2

Sumber: Desain pengamatan

G. Pencatatan data

Hal yang penting dalam setiap penelitian adalah pencatatan data pada dasarnya yang diambil adalah yang akan difungsikan sebagai parameter dalam analisa.

H. Analisis Data

(56)

adalah data yang relevan yang dapat mendukung dalam menganalisa hasil penelitian, antara lain :

1. Perhitungan debit rembesan (Qf)

(57)

I. Flow Chart Penelitian

.

Tidak

Ya Y a

Gambar. 20. Bagan Alir Penelitian Mulai

Studi Literatur Literatu literatur berupa:

1. Jurnal 2. Buku-buku

3. Informasi yang menunjang

Persiapan Alat dan Bahan Penelitian

Perancangan dan Pembuatan Model bendungan urugan tanah

Uji Model /Simulasi

(58)

44 A. Karakteristik Tanah

Pengambilan sampel tanah di daerah Bolangi tepatnya Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, dengan sampel tanah berwarna kecoklatan. Dari sampel tanah ini kami jadikan sebagai bahan pengujian simulasi bendungan urugan.

Dan kami laksanakan pengujian permeabilitas sehingga menghasilkan koefisien rembesan (K) 0,0204, yang dilaksanakan di Laboratorium Universitas Muhammadiyah Makassar. Dari hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakteristik tanah yang diuji di Laboratorium Universitas Muhammadiyah Makassar yaitu, jenis tanahnya lempung Organik. Apabila ingin lebih jelasnya bisa dilihat pada lampiran II pecobaan permeabilitas dan berat jenis tanah.

B. Data Hasil Pengamatan

(59)

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 160.0 0 20 40 60 80 Wa kt u Re m be sa n (m en it) Jarak Rembesan (cm) H 10 H 15 H 20

Tabel 4. Hasil rata-rata pengaruh tinggi hidrostatis yang bervariasi dengan waktu rembesan

N0

Waktu Rembesan (t)

Menit Jarak Rembesan(cm)

H 10 H 15 H 20 H 10 H 15 H 20 1 25,30 17,49 9,23 28 28 28 2 19,2 7,32 6,00 38 38 38 3 25,2 8,35 6,00 48 48 48 4 34,2 10,08 5,47 58 58 58 5 33,44 7,49 5,06 68 68 68

Sumber : Pengelolah Data, 2016

Gambar 21. Hubungan tekanan hidrostatis yang bervariasi dan waktu rembesan

(60)

Pada gambar 21 dengan tinggi tekanan hidrostatis H10 waktu rembesan

yang terjadi dari titik nol sampai ke selang 1, kecepatan rembesannya mencapai 25,30 menit dengan jarak 28 cm. Untuk selang 1 ke selang 2 terjadi peningkatan waktu yaitu 19,20 menit dengan jarak 38 cm, kemudian dari selang 2 ke selang 3 kecepatan rembesan 25,20 menit dengan jarak 48 cm, dari selang 3 ke selang 4 terjadi kecepatan rembesan 34,20 dengan jarak 58 cm. Dari selang 4 ke selang terakhir yaitu selang 5 kecepatan rembesannya 33,44 menit dengan jarak 68 cm.

Untuk tinggi tekanan hidrostatis H15 mengalami peningkatan kecepatan

rembesan dibandingkan dengan H10. Sesuai data yang kami peroleh dari titik nol

sampai ke selang 1 adalah 17,49 menit dengan jarak 28 cm. Dari selang 1 ke selang 2 mengalami peningkatan waktu yaitu 7,32 menit dengan jarak 38 cm, dari selang 2 ke selang 3 terjadi kecepatan rembesan 8,35 menit dengan jarak 48 cm, dari selang 3 ke selang 4 terjadi kecepatan rembesan 10,08 menit dengan jarak 58 cm, dari selang 4 ke selang terakhir yaitu selang 5 kecepatan rembesannya 7,49 menit dengan jarak 68 cm.

Untuk tinggi tekanan hidrostatis H20 mengalami peningkatan kecepatan

rembesan dibandingkan dengan H10dan H15. Sesuai data yang kami peroleh, dari

(61)

2. Data Antara Hubungan Tinggi Hidrostatis dan Tinggi Rembesan

1) Data tekanan hidrostatis dan tinggi garis rembesan diambil berdasarkan hasil pengukuran pada model bendungan dengan hidrostatis (H10). Untuk lebih

jelasnya bisa dilihat pada lampiran 1.

Tabel 5. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian pertama

Bendungan H 10

Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)

12 10 28 8 38 7 48 7.5 58 5 68 4

Sumber : Pengelolah Data, 2016

(62)

Tabel 6. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian kedua

Bendungan H 10

Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)

12 10 28 6 38 6 48 5 58 5 68 3.3

Sumber : Pengelolah Data, 2016

Gambar 23 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian kedua

Tabel 7. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian ketiga

Bendungan H 10

Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)

12 10 28 7.5 38 6 48 6 58 5.5 68 4.3

(63)

Gambar 24 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian ketiga

2) Data tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan diambil berdasarkan hasil pengukuran pada model bendungan dengan hidrostatis (H15).

Tabel 8. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Pertama

Bendungan h 15

Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)

18 15 28 12 38 11 48 8 58 8.5 68 5

Sumber : Pengelolah Data, 2016

(64)

Tabel 9. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian kedua Bendungan H 15

Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)

18 15 28 11 38 9 48 8.5 58 8 68 5.6

Sumber : Pengelolah Data, 2016

Gambar 26 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian kedua

Tabel 10. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian ketiga Bendungan H 15

Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)

18 15 28 11 38 9 48 8.6 58 7.4 68 6.2

(65)

Gambar 27 . Hubungan tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian ketiga

3) Data tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan diambil berdasarkan hasil pengukuran pada model bendungan dengan hidrostatis (H20).

Tabel 11. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian pertama

Bendungan H 20

Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)

24 20 28 15 38 13 48 11 58 8 68 7.5

Sumber : Pengelolah Data, 2016

(66)

Tabel 12. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian Kedua

Bendungan H 20

Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)

24 20 28 13.5 38 12 48 10 58 10 68 6.7

Sumber : Pengelolah Data, 2016

Gambar 29 . Hubungan tinggi hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian kedua

Tabel 13. Tinggi hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian ketiga

Bendungan H 20

Jarak Rembesan (X) Tinggi Rembesan (Y)

24 20 28 15 38 13 48 10 58 8 68 6

(67)

Gambar 30 . Hubungan tinggi hidrostatis dan tinggi rembesan pada pengujian ketiga

4) Hasil rata-rata tinggi rembesan dengan tinggi hidrostatis yang bervariasi terhadap bendungan, dapat dilihat pada tabel pengamatan di bagian 14. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel 14. Tekanan hidrostatis dan tinggi rembesan

Bendungan H 10 Bendungan H 15 Bendungan H 20 Tinggi

cm JarakCm Tinggicm JarakCm TinggiCm Jarakcm

10 12 15 18 20 24 7 28 11 28 14 28 6 38 10 38 13 38 6 48 8,4 48 10 48 5 58 8 58 8,7 58 3,3 68 5,6 68 6,7 68

Sumber : Pengelolah Data, 2016

(68)

Pada gambar 31 Hubungan tinggi hidrostatis dan tinggi garis rembesan dengan tiga variasi tinggi tekanan hidrostatis pada bendungan. Dari ketiga tinggi hidrostatis maka dapat disimpulkan semakin tinggi tekanan hidrostatis (h) bendungan maka semakin tinggi pula garis rembesan, itu disebabkan karena adanya tekanan hidrostatis. Semakin kecil tekanan hidrostatis bendungan maka semakin pendek pula garis rembesan.

C. Analisa Data

Dari beberapa teori tentang formasi garis depresi dan perhitungan debit rembesan pada bendungan urugan type homogen dengan menggunakan tiga metode adalah sebagai berikut :

1. Perhitungan Debit Rembesan Dengan Metode Dupuit

Dengan menggunakan metode depuit debit rembesan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.

a. Perhitungan debit rembesan untuk bendungan dengan tinggi hidrostatis H10.

Berdasarkan tabel hasil pengujian (laboratorium lampiran II) diketahui :

(69)

=

,

=0,0126 / det = 0,4543 /

b. Perhitungan debit rembesan untuk bendungan dengan dengan tinggi hidrostatis H15. Berdasarkan tabel hasil pengujian lab (lampiran II )

diketahui : k = 0,0204 cm3/det h1= 15 cm h2= 5,6 cm L = 72 cm = ( ² ²

=

, ( , )

=

, =0,0275 ³/ det = 0,99 /

c. Perhitungan debit rembesan untuk bendungan dengan dengan tinggi hidrostatis H20. Berdasarkan tabel hasil pengujian lab ( lampiran II )

(70)

0.0000 0.0100 0.0200 0.0300 0.0400 0.0500 0.0600 0.0700 0.0800 0 20 40 60 80 De bi t R em be san (m l/ jam ) Jarak Rembesan (cm) H 10 H 15 H 20

=

, =0,0503 ³/ det = 1,8108 /

Untuk perhitungan selanjutnya pengaruh tinggi hidrostatis terhadap debit rembesan dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Hasil perhitungan debit rembesan metode Dupuit

Jumlah

Tumbukan k ml/detik h1

(cm) (cm)h2 cm)L ( ml/jam cm3/dtk Rata-rata 25 0,0204 10 7 28 0,6688 0,0186 0,0151 0,0204 10 6 38 0,6184 0,0172 0,0204 10 6 48 0,4896 0,0136 0,0204 10 5 58 0,4748 0,0132 0,0204 10 3,3 68 0,4543 0,0126 25 0,0204 15 11 28 1,3639 0,0379 0,0323 0,0204 15 10 38 1,2079 0,0336 0,0204 15 8 48 1,1815 0,0328 0,0204 15 8 58 1,0193 0,0283 0,0204 15 5,4 68 0,99 0,0275 25 0,0204 20 14 28 2,6753 0,0743 0,0620 0,0204 20 13 38 2,2322 0,0620 0,0204 20 10 48 2,2950 0,0638 0,0204 20 9 58 2,0532 0,0570 0,0204 20 6,7 68 1,8108 0,0533

Sumber : Pengelolah Data, 2016

(71)

Dari gambar 32 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan hidrostatis maka akan semakin besar debit rembesan. Untuk tekanan hidrostatis H10 debit rembesannya sebesar 0,0151 ml/jam, tekanan hidrostatis H15 debit

rembesannya sebesar 0,0323 ml/jam, dan tekanan hidrostatis H20 debit

rembesannya sebesar0,0620 ml/jam

2. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode Schaffernak

Dengan menggunakan metode Schaffernak debit rembesan dapat ditentukan dengan persamaan 4.

a. Perhitungan debit rembesan untuk tinggi hidrostatis H10cm

(72)

b. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H15 Rumus : a =

²

²²

=

, °

²( °),

²( °)²

=

, ,

, ,

, = 68,4073 − 4685,76 − 292,978 = 68,4073 − 66,2767 = 2,1306 cm = . sin . tan = 0,0204 x 2,1306 x sin 40 x tan 40 = 0,0234 cm³/det = 0,8424 ml/jam

c. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H20

(73)

= 3,515 cm = . sin . tan

= 0,0204 x 3,515 x sin 40 x tan 40 = 0,0386 cm³/det = 1,3896 ml/jam

Untuk perhitungan selanjutnya pengaruh tinggi hidrostatis terhadap debit rembesan dan dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Hasil Perhitungan Debit Rembesan Metode Schaffernak Tinggi

Muka Air D L ( cm) H disetiapselang Q ml/jam cm/dtk Rata-rataml/jam

10 52,4 28 7 0,3312 0,0092 0,2750 45,4 38 6 0,2772 0,0077 38,4 48 6 0,3312 0,0092 31,4 58 5 0,2808 0,0078 24,4 68 3,3 0,1548 0,0043 15 52,4 28 11 0,8424 0,0234 0,7020 45,4 38 10 0,8064 0,0224 38,4 48 8,4 0,6732 0,0187 31,4 58 8 0,7524 0,0209 24,4 68 5,4 0,4356 0,0121 20 52,4 28 14 1,3896 0,0386 1,0793 45,4 38 13 1,3932 0,0387 38,4 48 10 0,9648 0,0268 31,4 58 9 0,9648 0,0268 24,4 68 6,7 0,6840 0,0190

Sumber : Pengelolah Data, 2016

Dari gambar 33 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan hidrostatis maka akan semakin besar debit rembesan. Untuk tekanan hidrostatis H10 debit

rembesannya sebesar 0,2750 ml/jam, tekanan hidrostatis H15 debit rembesannya

sebesar 0,7020 ml/jam, dan tekanan hidrostatis H20 debit rembesannya sebesar

(74)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 20 40 60 80 De bi t R em be san (m l/ jam ) Jarak Rembesan (cm) H 10 H 15 H 20

Gambar 33. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis yang bervariasi pada Metode Schaffernak

3. Perhitungan Debit Rembesan dengan Metode L. Cassagrande

Casagrande (1937) mengusulkan cara untuk menghitung rembesan lewat tubuh bendungan yang didasarkan pada pengujian model. Besarnya debit rembesan dapat ditentukan dengan persamaan 5.

a. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H10

(75)

= (2794,76 - (2745,76 − ( 49( )40°) ) = 2794,76 − 51,733 = 1,132 cm = . ² = 0,0204 x 1,132 x sin² 40° = 0,0095 cm³/det = 0,342 ml/jam

b. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H15

(76)

= 0,0204 x 2,804 x sin² 40

= 0,023 cm³/det = 0,851 ml/jam

c. Perhitungan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis H20

rumus : k = 0,0204 cm/det = 0,7344 m/jam H = 14 cm AD = 28 cm 0,3(AD) = 8,4 cm d = 52,4 cm  = tanˉ¹(1/3) = 40° a = ( + ) - ( − ) = (52,4 + 14 ) - (52,4 − 14 32°) = (2941,76 - (2745,76 − ( 196( )32°) ) = (2941,76 - (2745,76 − ( 196(1,19) ) = 54,237 − 49,681 = 4,556 cm = . ² = 0,0204 x 4,556 x sin² 40 = 0,0384 cm³/det = 1,382 ml/jam

(77)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 20 40 60 80 De bi t R em be san (m l/ jam ) Jarak Rembesan (cm) H 10 H 15 H 20 Tabel 17. Hasil Perhitungan Debit Rembesan Metode Cassagrande

Tinggi

Muka Air D L ( cm) H disetiapselang cm/det Q ml/jam Rata-rataml/jam

10 52,4 28 7 0,0095 0,342 0,2865 45,4 38 6 0,0081 0,2916 38,4 48 6 0,0095 0,3420 31,4 58 5 0,0081 0,2916 24,4 68 3,3 0,0046 0,1656 15 52,4 28 11 0,0236 0,8496 0,7135 45,4 38 10 0,0226 0,8136 38,4 48 8 0,0188 0,6768 31,4 58 8 0,0209 0,7524 24,4 68 5,4 0,0132 0,4752 20 52,4 28 14 0,0384 1,3824 1,0576 45,4 38 13 0,0382 1,3752 38,4 48 10 0,0267 0,9612 31,4 58 9 0,0247 0,8892 24,4 68 6,7 0,0189 0,6804

Sumber : Pengelolah Data, 2016

Grafik 34. Hubungan antara jarak rembesan dan debit rembesan dengan tinggi hidrostatis yang bervariasi pada Metode Cassagrande

(78)

H10 debit rembesannya sebesar 0,2865 ml/jam, tekanan hidrostatis H15 debit

rembesannya sebesar 0,7135 ml/jam, dan tekanan hidrostatis H20 debit

(79)

65 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari hasil pengamatan langsung dapat disimpulkan bahwa pola rembesan yang terjadi pada setiap variasi hidrostatis itu berbeda-beda, Itu disebabkan karena tekanan hidrostatis yang mempengaruhi kecepatan rembesan. Semakin tinggi tekanan hidrostatis pada bendungan maka akan semakin pendek waktu yang dibutuhkan untuk merembes, dan semakin tinggi tekanan hidrostatis maka semakin tinggi garis rembesan pada bendungan, sehingga potensial terjadinya boiling.

2. Dari hasil perhitungan debit rembesan dengan tiga metode yaitu, metode Dupuit, Schaffernak dan Cassagrande, dengan tekanan hidrostatis yang bervariasi menghasilkan debit rembesan yang berbeda-beda. Terlihat dengan adanya fenomena yang mana dengan hasil pengamatan bahwa semakin tinggi tekanan hidrostatis maka akan semakin besar debit rembesan yang terjadi. Namun diantara ketiga metode tersebut terdapat perbedaan yaitu, dengan tiga variasi tinggi hidrostatis. Pada metode Cassagrande memperlihatkan debit yang tertinggi untuk H10 dan H15.

Sedangkan pada tinggi hidrostatis H20 Metode Schaffernak

(80)

B. Saran

Dari pengamatan di dalam Penelitian ini penulis memberikan saran-saran untuk penelitian lebih lanjut, yaitu :

1. Untuk mendapatkan pencatatan yang lebih akurat dalam eksperimen laboratorium maka perlu dilengkapi alat pencatat otomatis agar mampu mendapatkan data yang lebih akurat untuk penelitian selanjutnya.

2. Penelitian tentang pengaruh rembesan pada tubuh bendungan urugan perlu dikembangkan dengan variasi kepadatan tanah dan jenis tanah yang digunakan.

(81)

DAFTAR PUSTAKA

Asianto. 2011. Metode Konstruksi Bendungan, Penerbit Universitas Indonesia UI Press,Jakarta.

Aryani dan Soehoed Y.D.M (2012), Tinjauan Tinggi tekanan Air dan Rembesan pada Bendungan Menggunakan Alat Peraga Bendung Tanpa Turap.

Majalah Ilmiah UKRIM Edisi 1/th XVII/2012. Jurusan Teknik Sipil

Universitas Keristen Immanuel Yogyakarta.

Hardiyatmo, Hary C. 2012. Mekanika Tanah 1, ,Penerbit Gadjah Mada University Press,Yogyakarta

Husni Sabar, 2013 Waduk Dan Tenaga Air, Penerbit ITB Institut Teknologi Bandung

Muchammad Ilham , 2015). Analisa stabilitas tubuh bendungan pada bendungan utama tugu kabupaten trenggalek.Universitas Brawijaya

Neogroho Djarwanti, 2008. Komparasi Koefisien Permebilitas (k) Pada Tanah

Kohesif, FT UNS

Panguriseng Darwis, Mekanika Tanah 1. Bahan Ajar Mata Kuliah 2013

Prasetyo siagian dan N. Suharta 2012 Permebilitas Tanah, Artikel ( diakses pada 19 november 2016)

Sukirman, 2014. Analisis Rembesan Pada Bendung Tipe Urugan Melalui Uji Hidrolik, Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol. 2, No. 2, Juni 2014 di Laboratorium Hidro FT UNSRI, Universitas Sriwijaya.

(82)
(83)

Titik Pengamatan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Jarak (cm) 28 28 28 38 38 38 48 48 48 58 58 58 68 68 68 4 3,3 4,3 28 38 48 58 68 Waktu (t) 28,4 22 25,3 18,5 20,4 18,5 26,2 23,26 25,2 36,23 34,13 32,17 30,5 35,39 34,47 25,28 19,16 25,23 34,18 33,44 Debit (ml) 25 75 45 32. 35 28 10 48 22 2 4 3 0 0 0 3,87 48 21 27 3 0 Tinggi Rembesan 8 76 7,5 7 66 6 7,5 56 6 5 55 5,5 4 3,33,9 4,3

Percobaan ho = 15 cm, Jarak rembesan (x) =10 cm

Titik

Pengamatan 1 2 3 4 5 Waktu Hilir

(84)
(85)

PERMEABILITAS (Falling Head)

Diameter Bured (d) : 0,6 cm Diameter Sampel (D) : 3,2 cm

No. Test 1 2

Luas potongan melintang buret (a=1/4πd2) cm2 0,2826 0,2789 Luas potongan melintang sampel (A=1/4πd2) cm2 8,0384 8,0428 Tinggi puncak hidrolik pada permulaan pengujian h1 cm 5,5 5,4 Tinggi puncak hidrolik pada akhir pengujian (hf) cm 13,5 13,5

Panjang sampel (L) cm 13,5 13,5

Waktu pengujian (t) detik 249 247

Temperatur (T) oC

28 28

Koreksi vikositas (hT/h20) - 31 31

Koefisien permeabilitas, kT=(a.L/A.t) x ln(h1/hf) cm/det 0,1962 0,1304 Koefisien permeabilitas standar, k20 (kT(hT/h20)) cm/det 0,02854 0,01226

Koefisien permeabilitas rata-rata cm/det 0,0204

ASISTEN Kepala Laboratorium Teknik

Lapangan/Laboratorium Fakultas Teknik Unismuh Makassar

HJ. NURNAWATY , ST,. MT NBM. 795 108

Lampiran : Dikerjakan :

Jenis Percobaan : Permeabilitas Diperiksa :

(86)

BERAT JENIS SPESIFIK

Nomor Percobaan I

Berat Piknometer, W1(gram) 79

Berat Piknometer + air, W2(gram) 279

Berat Piknometer + air + tanah, W3(gram) 329

Berat tanah kering, Ws(gram) 112

Temperatur,T (0C) 26

Faktor koreksi, a 0,99860

Berat Jenis, Gs 1,80

Berat Jenis Rata-rata, Gs 1,80

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai berat jenis sebesar 1,80 gram

ASISTEN Kepala Laboratorium Teknik

Lapangan/Laboratorium Fakultas Teknik Unismuh Makassar

HJ. NURNAWATY , ST,. MT NBM. 795 108

Lampiran : Dikerjakan :

(87)

HASIL PERHITUNGAN ANALISA SARINGAN No. Saringa n Diameter Saringan Brt Saringan+Tertaha n Brt Tertahan £ Brt Tertahan Persen % Tertahan Lolos 4 4,75 635 139 139 6,95 93,05 8 2,36 1401 908 1047 52,35 47,65 14 1,4 792 304 1357 67,55 32,45 16 1,18 589 104 1455 72,55 27,25 40 0,425 826 350 1805 90,25 9,75 50 0,300 518 47 1852 92,6 7,4 100 0,150 519 74 1926 96,3 3,7 200 0,075 487 36 1962 98,1 1,9 Pan - 613 38 2000 100 0

ASISTEN Kepala Laboratorium Teknik

Lapangan/Laboratorium Fakultas Teknik Unismuh Makassar

HJ. NURNAWATY , ST,. MT NBM. 795 108

Lampiran : Dikerjakan :

Jenis Percobaan : Analisa Saringan Diperiksa :

Tgl Pemeriksaan :

Lampiran : Dikerjakan :

Jenis Percobaan : Sand Cone Test Diperiksa :

(88)

SAND CONE TEST

Water Content Sample - I II

Test Number gram A B

Weight of Container gram 13 13

Weight of Container + Wet soil gram 121 115

Weight of Container + Dry soil gram 97 93

Weight of wet soil gram 24 22

Weight of Dry soil gram 84 80

Water Content,w=Ww/Ws*100% gram 28,571 23,563

Average Of water Content % 26,114

No. Titik 1 2

Berat botol + corong kosong (W1) Gram 758 707

Berat Botol+Corong air (W2) Gram 5300 5300

Berat botol +pasir + corong (W3) Gram 7322 7400

Berat sisa pasir+ botol + corong (W4) Gram 1773 2400

Berat tanah basah + kaleng lapangan (W5) Gram 5683 7600

Berat tanah basah dalam lubang W = W5 - W6 Gram 525 525

Voleme sisa pasir dilubang, V = W7 / gsand Gram 5158 6175

Berat isi tanah basah gw= W / V Gram 8,266 9,299

Berat isi tanah kering gd = gw/(1 + w ) cm3 3,647 3,445

ASISTEN Kepala Laboratorium Teknik

Lapangan/Laboratorium Fakultas Teknik Unismuh Makassar

HJ. NURNAWATY , ST,. MT NBM. 795 108

Lampiran : Dikerjakan :

Jenis Percobaan : Kompaksi Diperiksa :

Gambar

Gambar  1. Potongan  melintang  bendungan  urugan (sumber  : Sosrodarsono, 1977)
Gambar 2. Klasifikasi umum bendungan urugan (sumber : Sosrodarsono, 1977)
Gambar  3.  Potongan  melintang  bendungan  dengan  inti  kedap  air  miring (sumber : Sosrodarsono, 1977)
Gambar 6. Rencana teknis bendungan  sekat  (sumber  :  Sosrodarsono, 1977)
+7

Referensi

Dokumen terkait