• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. GAMBARAN UMUM GEREJA KRISTEN INDONESIA CABANG PREGOLAN BUNDER SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. GAMBARAN UMUM GEREJA KRISTEN INDONESIA CABANG PREGOLAN BUNDER SURABAYA"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2 ini berisi data-data lapangan mengenai objek penelitian, yang yaitu bangunan Gereja Kristen Indonesia yang bertempat di jalan Pregolan Bunder no 36 Surabaya. Mula-mula akan dipaparkan secara singkat mengenai data-data non fisik gereja yang meliputi sejarah organisasi gereja, sejarah bangunan gereja sendiri, struktur organisasi gereja, dan kegiatan rutin gereja. Selanjutnya akan diberikan gambaran mengenai kondisi fisik bangunan Gereja Kristen Indonesia, dan akan diuraikan secara mendetail mengenai program ruang, organisasi ruang, serta elemen-elemen interior yang terdapat didalamnya.

2.1. Data Non Fisik GKI Pregolan Bunder Surabaya

Pada bagian ini akan dijelaskan sedikit gambaran mengenai kondisi non fisik Gereja Kristen Indonesia Cabang pregolan Bunder Surabaya, yang meliputi data-data mengenai sejarah organisasi gereja, sejarah pembangunan gedung GKI Pregolan Bunder Surabaya, struktur organisasi gereja, serta kegiatan rutin GKI Pregolan Bunder selama sepekan.

2.1.1. Sejarah Organisasi Gereja Menurut Katalog Gereja GKI (Ut Omnus Unum Sjnt, 1987: 15-50)

Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya mempunyai nama asli De Gereformeerde Kerk, merupakan sebuah organisasi gereja yang yang secara resmi dikukuhkan pada tanggal 11 September 1881 oleh sebuah Zending dari Belanda. Didirikannya gereja Gereformeerde ini merupakan perwujudan dari rasa tidak puas beberapa golongan penganut agama Kristen, karena pada saat itu gereja yang ada berada dibawah pengaruh pemerintah. Dalam hal ini mereka berpendirian bahwa agama adalah agama, dan agama tidak dapat diperintah atau dibawah perintah penguasa yang ada pada saat itu (Goverment).

Pendirian tersebut menyebabkan beberapa golongan agama Kristen tadi memisahkan diri untuk kemudian berusaha mendirikan tempat peribadahan atau

(2)

gereja sendiri yang merupakan pecahan dari gereja-gereja Hervormmd yang berada di bawah pengaruh pemerintah (penguasa pada saat itu). Jadi pendirian bangunan gereja disebabkan oleh pertentangan paham yang ingin mengubah atau mengadakan perubahan (formeer), dan kemudian gereja tersebut mereka namakan Gereformeerde.

Gereja Gereformeerde yang pertama kali berdiri di Indonesia adalah di Jakarta (Kwitang) pada tahun 1877 dan yang kedua di Surabaya pada tahun 1881.

Di Surabaya gereja ini pada awalnya melakukan kegiatan ibadah pada sebuah rumah tinggal pastor yang bertempat di jalan Nieuw Hollanstraat (sekarang jalan Kalisosok). Bangunan gereja yang pertama ini berukuran seluas 38 m² dengan 60 buah kursi, sebuah organ, dan sebuah mimbar. Pada tahun 1884 jemaat gereja bertambah banyak (sekitar 75 orang), hal ini memaksa bangunan gereja untuk melakukan perluasan menjadi 97 m².

Selanjutnya dengan pertimbangan banyak hal, akhirnya semua kegiatan gereja dan organisasi pastoral dipindahkan ke sebuah gedung di jalan Pesapen.

Tidak lama setelah itu gereja membeli sebuah gedung yang lebih luas di jalan Johar yang kemudian menggantikan gedung di jalan Pesapen tersebut.

Awal tahun 1900-an gedung gereja di jalan Johar mengalami kerusakan dan memerlukan perbaikan, tetapi kas keuangan gereja pada saat itu sedang mengalami krisis setelah Bapak Gembala Pendeta A. Boljwin mengalami sakit dan harus kembali ke Belanda, akibatnya selama kurang lebih 4 tahun gereja tidak memiliki Bapak Gembala. Untuk menghadapi krisis tersebut Sinode Gereformeerde yang ada di Belanda akhirnya membuat kebijakan-kebijakan yang isinya antara lain menempatkan Pendeta W. Pera sebagai gembala di gereja Gereformeerde di Surabaya, sekaligus untuk membenahi majelis dan pastoral gereja.

Bulan Desember 1900 Pendeta W. Pera tiba di Surabaya dan mulai aktif bekerja pada bulan Januari 1901. Dalam kurun waktu 1 tahun Pendeta W. Pera berhasil melakukan pembenahan organisasi pastoral gereja Gereformeerde di Surabaya. Pada tahun 1914-an Majelis Gereja memutuskan untuk memindah pusat kegiatan pelayanannya ke daerah yang terletak di tengah kota, dan ditemukan sebuah deaerah yang bertempat di jalan Pregolan Bunder. Gedung gereja di jalan

(3)

Johar dijual dan sebagai persiapan dibangun terlebih dahulu bangunan gereja di jalan Pregolan Bunder. Pada tahun 1921 gedung gereja selesai dibangun, semua kegiatan ibadah dan pastoral dipindahkan ke Pregolan Bunder, dan peresmiannya dilakukan pada bulan Juni 1921 oleh seorang Konsulen Pendeta D. Bakker Sr.

Pada tahun-tahun selanjutnya gereja mengalami perkembangan yang baik, walaupun dilakukan beberapa kali pergantian pendeta. Tahun 1958 gereja Gereformeerde di Surabaya dianjurkan untuk menggabungkan diri dengan GKI Jatim, akan tetapi majelis gereja tidak tergesa-gesa dalam mengambil langkah dalam soal penggantian nama karena lebih mengutamakan soal pelayanan jemaat.

Setelah melalui musyawarah dan pertimbangan yang panjang akhirnya pada tahun 1987 nama Gereformeerde Surabaya berubah menjadi GKI Pregolan Bunder. Peresmian nama tersebut bertepatan dengan ulang tahun gereja Gereformeerde yang ke 106 pada tanggal 11 September 1987, dari saat itu gereja Gereformeerde Surabaya dikenal dengan nama Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya (Katalog Gereja GKI: Ut Omnus Unum Sjnt, 1987: 15- 50).

2.1.2. Sejarah Pembangunan Gereja GKI Pregolan Bunder Surabaya Menurut Katalog Gereja GKI (Ut Omnus Unum Sjnt, 1987: 19)

Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa pada tahun 1914 Majelis Gereja telah memutuskan untuk memindahkan kegiatan pelayanannya ke daerah tengah kota, yaitu di Jalan Pregolan Bunder. Bangunan gereja di Pregolan bunder ini mulai dibangun pada tahun 1918, dengan personil pembangunan sebagai berikut:

- Bouher (Pemberi tugas) : golongan agama yang mempunyai paham sendiri (Protestan).

- Arsitek (Perencana) : BR. Rijksen.

- Annemer (Pemborong) : Lighthelm.

- Konsultan (Penasehat) : Pdt. D.Bakker.

Pembangunan gereja berjalan selama 3 tahun, tepatnya hingga tahun 1921. Keterlambatan ini disebabkan karena adanya hambatan dari faktor pembiayaan, dimana setelah Perang Dunia I harga bahan bangunan meningkat drastis sehingga proses pembangunan yang saat itu sudah sampai pada tahap

(4)

fondasi harus dihentikan. Tahun 1920 arsitek Rijksen mengajukan sebuah denah baru berbentuk mesjid yang lebih sederhana dengan ongkos pembangunan yang lebih murah, pembangunan pun dapat dilanjutkan kembali.

Usaha dari kesulitan pembiayaan ini menyebabkan dilakukannya penekanan ongkos pembangunan, dan dampaknya dapat kita lihat pada bangunan sampai saat ini. Dampak-dampak tersebut antara lain sebagai berikut:

- Tangga kayu spiral menuju menara lonceng yang seharusnya dibuat beton, sesuai dengan tangga spiral menuju Tribuni (Ruang organ).

- Bangunan gedung atau denah tidak simetris, dinding bagian utara menyempit, karena keadaan tanah berupa rawa. Untuk menghindarkan konstruksi pondasi yang akan menghabiskan banyak biaya maka diambil kebijaksanaan untuk menyempitkan dinding bagian utara.

Tangga Kayu

Tangga Beton

Gambar 2.1. Tangga Menuju Gambar 2.2. Tangga Menuju Tribuni Menara Lonceng (Sumber: Dok. Pribadi, 2006) (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

Pada akhirnya gereja Gereformeerde selesai dibangun pada tahun 1921, dan diresmikan pada bulan Juni 1921 oleh Pdt. D. Bakker Sr. Gedung gereja digunakan hingga saat ini sebagai tempat beribadah bagi orang Kristen, dan kini bangunan tersebut dikenal sebagai Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya.

2.1.3. Struktur Organisasi Gereja

Dalam Struktur Organisasi GKI Pregolan Bunder Surabaya keputusan tertinggi dipegang oleh rapat kemajelisan. Kemajelisan merupakan kumpulan orang-orang yang membentuk sebuah organisasi gereja, yang meliputi jabatan ketua, sekertaris, bendahara, dan anggota-anggota. Semua personil yang terlibat dalam organisasi kemajelisan disebut penatua.

(5)

Untuk merealisasikan semua rencana kegiatan yang telah disusun oleh rapat majelis dibentuklah badan pekerja majelis jemaat. Badan ini bertanggungjawab penuh terhadap keberhasilan pelaksanaan semua kegiatan gereja yang telah direncanakan sebelumnya, dan pada badan ini terdapat personil- personil pelaksana yang terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan anggota.

Anggota-anggota yang terdapat pada badan pekerja majelis jemaat merupakan ketua koordinir bidang-bidang pelayanan yang dilakukan oleh gereja seperti bidang pembinaan, bidang persekutuan dan pemerhatian, bidang kebaktian, bidang kesaksian dan pelayanan, serta bidang sarana dan prasarana.

KEMAJELISAN Ketua Umum : Pnt. Welly Hartono Sekertaris : Pnt. Evy Christanti Bendahara : Pnt. Thomas Adi Rachmat

Pnt. Hendra Krisdianto Anggota : Para Pendeta dan Penatua

BADAN PEKERJA MAJELIS JEMAAT Ketua Umum : Pnt. Welly Hartono

Sekertaris: Bendahara:

Pnt. Evy Christanti Pnt. Thomas Adi Rachmat

Pnt. Hendra Krisdianto

Anggota:

1. Pdt. Agus Surjanto

2. Pdt. Anni Prihandini Saleh 3. Pdt. Yohanes Darmawan

4. Ketua Bidang Pembinaan : Pnt. Riduan Gunawam 5. Ketua Bidang Persekutuan

dan Pemerhatian : Pnt. Sindu Prawira 6. Ketua Bidang Kebaktian : Pnt. Titus Karno 7. Ketua Bidang Kesaksian

dan Pelayanan : Pnt. Lim Tjuwang U 8. Ketua Bidang Sarana

dan Prasarana : Pnt. Pricillia Sulistiani

Gambar 2.3. Struktur Organisasi Gereja GKI Pregolan Bunder Surabaya (Sumber: Surjanto, 2006: Personal interview)

(6)

2.1.4. Kegiatan Rutin Gereja

Gereja Kristen Indonesia Cabang Pregolan Bunder Surabaya mempunyai beberapa kegiatan diluar kebaktian mingguan yang ditujukan untuk berbagai lapisan usia, mulai dari anak-anak hingga usia lansia. Akan tetapi kegiatan rutin gereja ini tidak sepenuhnya dilakukan di gedung gereja, ada beberapa kegiatan yang dilakukan di gedung serbaguna, poliklinik, maupun di balai pertemuan lama yang terletak satu komplek dengan bangunan gereja. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan gereja secara rutin selama sepekan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Jadwal Kegiatan Rutin Gereja GKI Pregolan Bunder Selama Sepekan

(Sumber: Warta Jemaat Maret 2006: 5)

(7)

2.2. Data Fisik Bangunan Gereja GKI Pregolan Bunder surabaya

Pada bagian ini akan dijelaskan gambaran fisik bangunan gereja GKI Pregolan Bunder Surabaya, yang meliputi kondisi luar tapak bangunan, kondisi tapak bangunan, hingga unsur-unsur interior yang terdapat pada bangunan gereja GKI Pregolan Bunder Surabaya tersebut.

2.2.1. Lokasi Bangunan

Bangunan Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya terletak di jalan Pregolan Bunder no 36 Surabaya. Merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan daerah Kombes Pol. M. Duryat dan daerah Kedungsari yang terletak di Surabaya Pusat (Lihat gambar 2.5).

2.2.2. Kondisi Luar Tapak

Daerah sekitar bangunan gereja ini merupakan wilayah yang tenang, jauh dari aktifitas fisik maupun lingkungan yang menggangu, seperti pabrik dan tempat hiburan, dan merupakan daerah yang jauh dari kebisingan kota karena tidak berbatasan langsung dengan jalan raya. Sebagian besar bangunan di sekitar daerah Pregolan Bunder merupakan bangunan kuno bergaya desain Kolonial Belanda. Bangunan sisi kiri dan kanan yang berbatasan langsung dengan area lahan gereja merupakan bangunan rumah tinggal penduduk, sisi kiri bangunan gereja terdapat bangunan rumah tinggal penduduk dua lantai dengan atap genting, sedangkan pada sisi kanan terdapat rumah tinggal penduduk satu lantai dengan atap genting pula.

Batas Kiri Gereja Batas Kanan Gereja

Gambar 2.4. Kondisi Luar Tapak Bangunan Gereja (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

Bangunan Gereja

(8)

Bangunan Gereja Kristen Indonesia Cabang Pregolan Bunder Surabaya

Daerah Pregolan Bunder

Daerah Pregolan Bunder

Daerah Kombes Pol. M. Duryat

Daerah Kedung Sari

Gambar 2.5. Peta Lokasi Gereja Kristen Indonesia Cabang Pregolan Bunder Surabaya

(9)

2.2.3. Kondisi Dalam Tapak

Secara umum, dalam kompleks bangunan yang bertempat di jalan Pregolan Bunder 36 Surabaya ini terdapat 3 bangunan utama, yaitu bangunan gereja sendiri, bangunan kantor organisasi gereja dan poliklinik, serta bangunan serbaguna. Bangunan gereja dan kantor dan poliklinik merupakan bangunan lama yang dibangun pada tahun 1920-an, sedangkan gedung serbaguna yang berada persis di sebelah kanan bangunan gereja merupakan bangunan tambahan yang dibangun kemudian, dan saat ini bangunan tersebut difungsikan untuk kegiatan sekolah minggu.

Kondisi fisik bangunan gereja jika dipandang secara eksterior tampak bertingkat-tingkat, mempunyai atap datar, dominasi bentukan plengkung ala Yunani, dan adanya sebuah menara lonceng berbentuk mesjid (Katalog Gereja GKI: Ut Omnus Unum Sjnt, 1987: 19). Terdapat pula deretan ventilasi berbentuk geometris, seperti persegi dan persegi panjang sebagai upaya untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan tropis di Surabaya. Bentuk penyesuaian lain dapat dilihat dengan adanya galeri keliling (teras) pada bagian depan, kiri, dan kanan gereja, serta terdapatnya ventilasi silang pada sisi kiri dan kanan bangunan.

Gambar 2.6. Kondisi fisik eksterior Gereja Kristen Indonesia Cabang Pregolan Bunder Surabaya.

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(10)

2.2.4. Orientasi Bangunan

Bangunan utama gereja menghadap ke arah tenggara, dan denahbangunan utama tersebut berbentuk geometris, spesifiknya tampak atas bangunan utama gereja berbentuk palang salib.

Gambar 2.7. Lay Out Gereja Kristen Indonesia Cabang Pregolan Bunder Surabaya (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

2.2.5. Program Ruang dan Organisasi Ruang

Secara umum ruang-ruang yang terdapat pada bangunan Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya dapat dibedakan dalam 4 bagian besar , yaitu area eksterior, area interior bagian depan, area interior bagian tengah, dan area interior bagian belakang.

(11)

a) Area Eksterior, yang termasuk didalam area ini adalah bagian teras bangunan gereja.

b) Area Interior Bagian Depan, yang termasuk didalam area ini adalah:

• Ruang Peralihan

• Gudang

• Ruang Tangga Menuju Tribuni

c) Area Interior Bagian Tengah, yang termasuk dalam area ini adalah:

• Ruang Duduk Jemaat

• Ruang Paduan Suara

• Mimbar

d) Area Interior Bagian Belakang, yang termasuk dalam area ini adalah:

• Ruang Konsisitori

• Kamar Mandi / WC

• Ruang Arsip

• Ruang Tangga Menuju Menara Lonceng

Objek spesifik pada pengamatan kali ini hanya terbatas pada beberapa area, yaitu area eksterior (teras), area interior bagian depan (ruang peralihan), dan area interior bagian tengah (ruang duduk jemaat, ruang paduan suara dan mimbar). Ruang-ruang yang terdapat pada area interior bagian tengah sebenarnya merupakan satu kesatuan yang biasanya disebut sebagai ruang kebaktian.

Pengaruh pola penataan perabot pada interior gereja bagian ini membuat kesatuan pada ruang tampak membentuk areanya masing-masing. Pada pembahasan penelitian kali ini, penulis akan membahas ruang-ruang tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai ruang kebaktian (tidak terbagi-bagi).

(12)

R. Konsistori

WC

Tangga Lonceng KETERANGAN:

Ruang Arsip

Mimbar Area Eksterior

Area Paduan Suara

Area Interior Bagian Depan

Area Duduk

Tangga Tribuni Area Interior Bagian Tengah

R. Peralihan

Area Interior Bagian Belakang

Gudang

Teras

Gambar 2.8. Program Ruang Bangunan Gereja Kristen Indonesia Cabang Pregolan Bunder Surabaya

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(13)

2.2.6. Kondisi Interior Ruang 2.2.6.1. Teras

Pada bagian teras, atau yang pada masa perkembangan arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia lebih dikenal dengan istilah serambi atau beranda dapat dilihat deretan lengkung dan deretan jalusi yang terbuat dari bahan kayu jati. Teras berbentuk U (U-Shapped), dan pada bagian teras ini pula terdapat akses masuk ke dalam gedung gereja. Akses masuk tersebut berupa sebuah main entrance, dua buah side entrance pada bagian depan dan dua buah side entrance pada bagian samping. Sebenarnya masih terdapat akses masuk ke dalam gereja yang lain pada bagian teras ini, yaitu berupa enam buah pintu jalusi (krepyak) yang masing-masing terdapat tiga buah pada sisi kiri dan kanan bangunan gereja.

Akan tetapi saat ini deretan pintu-pintu jalusi tersebut sudah tidak difungsikan lagi.

Secara Keseluruhan Tampak Atas Teras Bangunan Utama Gereja Berbentuk U-Shapped

Gambar 2.9. Tampak Atas Teras (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Lantai

Lantai teras bangunan utama gereja mengalami kenaikan setinggi 15 cm dari batas jalan (area parkir). Material lantai teras yang dapat dilihat pada saat ini sudah mengalami perubahan dari material lantai aslinya.

Material lantai saat ini adalah ubin keramik berwarna putih berukuran 30 cm x 30 cm yang disusun simetris secara vertikal dan horisontal, sedangkan material aslinya adalah ubin terasso bermotif bintik-bintik dengan warna krem dan pada bagian samping (border) terdapat motif sulur-sulur tumbuhan yang direduksi menjadi lebih geometris berwarna kuning dan abu-abu. Material terasso yang digunakan pada lantai teras gereja pada saat itu berukuran 20 cm x 20 cm dan disusun sejajar secara vertikal dan horisontal.

(14)

Detail Motif

Sulur Motif Tumbuhan Yang Direduksi Menjadi Lebih Geometris

Gambar 2.10. Material Terasso Pada Teras Gereja (Material Lama) (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

Nat Keramik Berwarna Hitam Keramik Disusun Sejajar

Secara Vertikal dan Horisontal

Gambar 2.11. Material Keramik Pada Teras Gereja (Material Pengganti) (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Dinding

a) Sisi Kiri dan Kanan

Dinding sisi kiri dan kanan teras pada bagian luar dibatasi oleh deretan lengkung yang di-finishing cat warna krem dan pada bagian bawahnya terdapat lis dari material keramik berwarna merah maron bintik hitam setinggi 15 cm, deretan lengkung ini berbatasan langsung dengan area taman. Sedangkan dinding sisi kiri dan kanan bagian dalam teras dapat dijumpai deretan pintu jalusi (krepyak) yang berfungsi sebagai ventilasi silang (cross ventilation). Pintu jalusi ini terbuat dari bahan kayu jati yang di-finishing cat warna coklat teras lainnya merupakan dinding bata yang diplester dan dicat warna krem dan mempunyai lis keramik merah maron bintik hitam setinggi 15 cm, serta terdapat sebuah side entrance samping pada masing-masing teras sisi kiri dan sisi kanan.

(15)

Warna Dinding Teras

Lis Keramik Merah Maron Setinggi 15 cm

Deretan Jalusi

Deretan Lengkung

Bergaya Yunani

Gambar 2.12. Dinding Teras Bagian Samping Gereja (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(16)

b) Bagian Depan

Dinding depan teras bagian depan gereja dibatasi oleh lengkung yang di- finishing cat warna krem, sedangkan pada dinding bagian belakangnya terdapat sebuah main entrance dan dua buah side entrance. Selain akses masuk tersebut terdapat pula beberapa ventilasi berbentuk persegi panjang, secara keseluruhan dinding teras bagian depan ini merupakan dinding bata yang diplester dan dicat warna krem.

Main Entrance Side Entrance

Pada Bagian Depan

Gambar 2.13. Dinding Teras Bagian Depan Bangunan Gereja.

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Plafon

Plafon pada bagian teras ini berukuran setinggi 4 meter dengan balok anak berukuran 10/30 yang berjejer secara horisontal pada plafon teras sisi kanan dan kiri, dan berjejer secara vertikal pada teras bagian depan. Plafon teras terbuat dari bahan semen (cor) yang datar dan balok struktur penyangga bangunan sengaja diperlihatkan untuk memberi kesan kokoh (structure exposed).

Keseluruhan bagian plafond dicat dengan warna krem senada dengan warna dindingnya.

(17)

Warna Plafon

Balok Anak Berukuran 10/30

Gambar 2.14. Plafon Teras (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Kolom

Kolom pada bagian teras berukuran 50 cm x 25 cm dan berjumlah 18 buah. Deretan kolom-kolom ini dihubungkan oleh dinding yang berbentuk lengkung. Kolom-kolom di-finishing cat warna krem sesuai dengan warna dinding dan plafond-nya. Bagian bawah kolom dilapisi oleh material keramik berwarna merah maron dengan bintik hitam setinggi 15 cm (Lihat gambar 2.12).

Gambar 2.15. Deretan Kolom Pada Teras (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(18)

2.2.6.2. Entrance (Akses Masuk ke Dalam Gedung)

Entrance atau akses masuk ke dalam gedung ada 7 buah. Sebuah main entrance, 2 buah side entrance pada bagian depan, 2 buah side entrance pada bagian sisi kiri dan kanan bangunan, serta 2 buah side entrance pada bagian belakang. Akan tetapi, saat ini entrance yang difungsikan hanya 4 buah, yaitu sebuah main entrance, dua buah side entrance pada bagian depan, dan dua buah entrance pada bagian belakang.

Disamping 7 entrance tersebut sebenarnya masih terdapat 6 buah jalusi (pintu krepyak), yang masing-masing berjumlah 3 buah pada sisi kiri dan kanan gereja. Akan tetapi pada saat ini jalusi-jalusi tersebut sudah tidak digunakan lagi, karena pertimbangan kondisi penghawaan pada gereja yang sudah tidak menggunakan penghawaan alami dan mengantikannya dengan penghawaan buatan berupa A.C.

Side Entrance Side Entrance

Belakang Belakang

Side Entrance Side Entrance

Samping Samping

Jalusi Jalusi

Side Entrance

Side Entrance Depan

Depan Main Entrance

Gambar 2.16. Denah Entrance Pada Bangunan (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Main Entrance

Main entrance merupakan akses masuk utama ke ruang gereja yang terletak tepat di tengah bangunan bagian depan. Main entrance pada bangunan gereja ini terdiri dari dua lapis pintu, dengan spesifikasi sebagai berikut:

(19)

a) Main Entrance Lapis Pertama

Merupakan Main Entrance yang berbatasan lanngsung dengan area teras. Main Entrance lapis pertama ini berupa sepasang daun pintu yang terbuat dari bahan kayu jati, di-finishing politur natural, dan mempunyai dimensi setinggi 225 cm, dan lebar masing-masing 85 cm. Daun pintu ini memiliki pola bentukan yang geometris yang pada dua sisinya terdapat unsur yang dibulatkan. Handle pintu yang digunakan pada main entrance pertama ini terbuat dari bahan kuningan dengan panjang 28 cm, dan diameter 2 cm. Engsel yang digunakan mempunyai panjang 16 cm, sedangkan tempat kuncinya terbuat dari bahan kuningan dengan diameter 5 cm.

Motif geometris Yang Dibulatkan

Tinggi Daun Pintu : 225 cm

Lebar masing-masing

Daun Pintu : 85 cm Detail Handle dan Lubang Kunci Gambar 2.17. Daun Pintu Main Entrance Lapisan Pertama

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

b) Main Entrance Lapis Kedua

Tepat dibelakang daun pintu lapis pertama terdapat pintu main entrance lapis kedua. Pintu ini terbuat dari stained glass bermotif geometris dan terdapat tulisan ibrani “El Shadai” yang berarti Allah Maha Kudus. Bingkai daun pintu kaca tersebut berdimensi lebar 11,5 cm yang terbuat dari bahan kayu jati dan di- finishing politur coklat tua. Pintu ini berukuran 81 cm x 215 cm dan lebar kusen 4

(20)

cm, engsel yang digunakan pada pintu lapisan kedua ini berukuran sepanjang 14 cm sedangkan handle pintu mempunyai dimensi, bentuk, dan material yang sama persis dengan pintu main entrance lapisan pertama (lihat gambar 2.17).

Detail Tulisan Dalam Bahasa Ibrani “El Shadai”, yang berarti: “Allah Beserta Kita”

Spesifikasi ukuran:

Panjang : 215 cm

Lebar masing-masing daun pintu : 81 cm Detail Motif Stained glass Lebar Bingkai Kayu : 11,5 cm

Gambar 2.18. Pintu Main Entrance Lapisan Kedua (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

• Main Entrance Ruang Peralihan

Tiga meter setelah main entrance lapisan kedua, terdapat main entrance ruang peralihan yang merupakan akses langsung masuk ke ruang ibadah. Sama halnya dengan main entrance lapisan kedua main entrance ruang peralihan terdiri dari sepasang daun pintu yang terbuat dari bahan kaca grafir dengan bingkai kayu jati, perbedaannya terletak pada motif ukirannya. Pada pintu ini tidak terdapat tulisan dalam bahasa Ibrani, tetapi terdapat simbol salib yang berarti penebusan.

Masing-masing daun pintu berukuran 67,5 cm dengan tinggi 215 cm dan menggunakan engsel berukuran 8,5 cm. Kaca grafir yang terdapat pada main entrance ruang peralihan ini mempunyai bentukan yang berpola geometris.

Bingkai kaca terbuat dari kayu jati selebar 6 cm dan di-finishing politur warna coklat kemerahan.

(21)

Ukiran Salib Sebagai Simbol Penebusan

Detail Handle Pintu

Spesifikasi ukuran:

Tinggi Daun Pintu : 215 cm

Lebar Masing-Masing Daun Pintu : 67,5 cm

Bingkai Kayu : 6 cm

Gambar 2.19. Pintu Main Entrance Ruang Peralihan (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Side Entrance Pada Bagian Depan

Sama halnya dengan pintu main entrance, pintu side entrance bagian depan juga terdiri dari dua lapis. Lapisan pertama berupa sepasang daun pintu dari bahan kayu jati, sedangkan lapis kedua berupa sepasang daun pintu yang terbuat dari bahan stained glass. Side entrance pada bagian depan bangunan gereja berjumlah dua buah masing-masing pada sisi kiri dan kanan bagian depan bangunan, dan kedua pintu pada sisi kiri dan kanan ini mempunyai karakteristik yang sama persis baik pintu lapis pertama maupun pintu lapis kedua.

a) Lapisan Pertama Side Entrance Bagian Depan

Lapisan pertama Side Entrance pada bagian ini berupa sepasang daun pintu berukuran masing-masing 85 cm x 220 cm. Daun pintu terbuat dari bahan

(22)

kayu jati yang di-finishing politur natural, dengan lebar kusen 10 cm. Pintu ini memiliki motif geometris yang kedua sisinya dibulatkan, sama dengan yang terdapat pada main entrance lapisan pertama (Lihat gambar 2.17).

Handle pintu yang digunakan pada lapisan pertama ini terbuat dari bahan kuningan dengan panjang 28 cm, dan diameter 2 cm. Engsel yang digunakan mempunyai panjang 16 cm, sedangkan tempat kuncinya terbuat dari bahan kuningan dengan diameter 5 cm dan juga sama seperti yang terdapat pada main entrance lapisan pertama (Lihat gambar 2.17).

b) Lapisan Kedua Side Entrance Bagian Depan

Lapisan kedua side entrance pada bagian depan ini berupa sepasang pintu stained glass berbingkai kayu jati yang di-finishing politur coklat tua selebar 12 cm. Ukuran masing-masing daun pintu adalah 81 cm x 216 cm, engsel yang digunakan berukuran 6 cm, sedangkan handle pintu yang digunakan sama persis dengan side entrance lapisan pertama. Stained glass pada lapisan kedua ini mempunyai motif yang berbentuk geometris, hampir sama dengan pintu main entrance lapisan kedua. Perbedaannya terletak pada motif bagian tengah lingkaran, jika pada main entrance lapisan pertama terdapat simbol dalam bahasa Ibrani pada pintu ini ditemui motif kobaran api.

Saat kebaktian berlangsung pintu lapisan pertama dibuka, dan pintu lapisan kedua inilah yang ditutup. Hal ini ditujukan untuk menjaga sistem penghawaan buatan yang diterapkan pada gereja saat kebaktian berlangsung.

Dengan pintu kedua yang terbuat dari bahan stained glass ini kesejukan penghawaan buatan pada ruangan tetap terjaga, dan pencahayaan alami tetap dapat masuk ke dalam ruang gereja.

(23)

Detail Motif Api

Yang Melambangkan Keberadaan Roh Kudus Pada Gereja Spesifikasi Ukuran:

Tinggi Daun Pintu : 216 cm Lebar Masing-masing Daun Pintu : 81 cm Lebar Bingkai Kayu : 6 cm

Gambar 2.20. Pintu Side Entrance Bagian Depan Lapisan Kedua (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Side Entrance Pada Bagian Samping

Side entrance bagian samping gereja berjumlah 2 buah, masing-masing pada sisi samping kiri dan kanan bangunan. Pintu side entrance pada bagian ini hanya terdiri dari satu lapis berupa sepasang daun pintu dari bahan kayu jati yang masing-masing berukuran 75 cm x 220 cm. Masing-masing daun pintu memiliki pola geometris yang dua sisinya dibulatkan, finishingnya menggunakan cat berwarna coklat kemerahan dan kusennya diberi warna coklat tua. Engsel yang digunakan berukuran 8,5 cm, sedangkan handle pintunya mempunyai dimensi panjang 32 cm dan lebar 4 cm, terbuat dari bahan kuningan dan terdapat sunduk pintu berupa silinder besi berdiameter sekitar 1 cm setinggi daun pintu. Sebelah kanan handle pintu terdapat simpul pengunci sunduk yang terbuat dari bahan besi berwarna hitam dan berukuran sekitar 5 cm x 2 cm.

(24)

Detail Handle dan Sunduk Pintu

Spesifikasi Ukuran:

Tinggi Daun Pintu : 220 cm Lebar Masing-Masing Daun Pintu : 75 cm

Gambar 2.21. Pintu Side Entrance Bagian Belakang (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Side Entrance Pada Bagian Belakang

Side Entrance pada bagian belakang bangunan berjumlah 2 buah, tetapi yang lebih sering difungikan pada saat ini hanya satu buah yaitu Side Entrance pada bagian kanan belakang bangunan. SideEntrance pada bagian belakang ini terdiri dari dua lapis, lapisan pertama terbuat dari bahan kayu jati dan lapis kedua terbuat dari bahan stained glass dengan bingkai kayu jati.

a) Lapisan Pertama Side Entrance Bagian Belakang

Lapisan pertama Side entrance bagian belakang berupa sebuah pintu single yang berdimensi 85 cm x 215 cm. Pintu ini terbuat dari kayu jati, di- finishing politur coklat tua, dan mempunyai motif geometris yang dibulatkan (Lihat gambar 2.17). Handle pada pintu lapisan pertama ini terbuat dari kuningan, berukuran 24 cm x 5 cm, dan menggunakan engsel sepanjang 13 cm.

(25)

Handle Kuningan

Dimensi:

Panjang : 24 cm Lebar : 5 cm Gambar 2.22. Handle Pintu Entrance Bagian Belakang

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006) b) Lapisan Kedua Side Entrance Bagian Belakang

Lapisan kedua side entrance pada bagian belakang berupa sebuah pintu single dengan dimensi 85 cm x 215 cm. Pintu ini terbuat dari stained glass yang bermotif geometris dan pada bagian tengah motif terdapat simbol api yang melambangkan keberadaan roh kudus pada gereja (lihat gambar 2.20). Bingkai pintu kaca terbuat dari bahan kayu jati yang di-finishing politur coklat tua, lebar bingkai 12 cm, dan menggunakan handle berukuran panjang 13 cm yang terbuat dari bahan besi berwarna krom kombinasi emas.

Finishing Emas 13 cm

Finishing Krom

Gambar 2.23. Handle Pintu SideEntrance Bagian Belakang Lapisan Kedua

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Pintu Jalusi

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat 6 buah jalusi (pintu krepyak) pada sisi kiri dan kanan bangunan gereja, masing-masing berjumlah 3 buah pada tiap sisinya. Pintu jalusi ini terdiri dari 2 lapis, yaitu lapis pertama berupa pintu krepyak dari bahan kayu jati dan lapis kedua berupa pintu kaca dengan bingkai kayu jati.

(26)

a) Pintu Jalusi Lapis Pertama

Pintu jalusi lapis pertama berupa sepasang pintu krepyak yang masing- masing daun pintunya berukuran 70 cm x 215 cm. Pintu-pintu ini terbuat dari bahan kayu jati yang di-finishing cat warna coklat kemerahan, menggunakan engsel berukuran 6,5 cm, dan menggunakan handle yang terbuat dari bahan kuningan yang berukuran 4 cm x 20 cm.

Handle Kuningan Panjang : 20 cm Lebar : 4 cm

Spesifikasi Ukuran Daun Pintu:

Tinggi Daun Pintu : 215 cm Lebar Masing-masing Daun Pintu : 70 cm

Gambar 2.24. Pintu Jalusi Lapisan Pertama (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

b) Pintu Jalusi Lapis Kedua

Tepat di belakang pintu jalusi lapis pertama, terdapat pintu lapisan kedua. Pintu lapisan kedua ini berupa sepasang daun pintu berukuran masing- masing 70 cm x 215 cm, terbuat dari bahan kaca polos dengan tebal sekitar 5 mm, bingkainya selebar 11,5 cm terbuat dari bahan kayu jati yang di-finishing politur warna natural. Pada bagian atas pintu kaca terdapat bentukan lengkung. Engsel yang digunakan berukuran 11 cm, handle terbuat dari bahan kuningan dengan dimensi tinggi 15 cm dan lebar 1,5 cm, dan memiliki sebuah kunci grendel berukuran 6,5 cm x 2 cm.

(27)

Motif Lengkung Pada Bagian Atas Grendel

Handle

Detail Grendel dan Handle Pintu

Spesifikasi Ukuran Daun Pintu:

Tinggi Daun Pintu :216 cm Lebar Masing-masing Daun Pintu : 81 cm Lebar Bingkai Kayu : 6 cm

Gambar 2.25. Pintu Jalusi Lapisan Kedua (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

2.2.6.3. Ruang Peralihan

Ruang peralihan adalah ruang yang terdapat antara main entrance pertama (depan) dengan main entrance kedua. Ruang ini mempunyai dimensi panjang sebesar 3 meter dan lebar sebesar 3 meter, biasa dimanfaatkan sebagai area penerimaan jemaat, ketika kebaktian akan dimulai.

Main Entrance

Main Entrance R. Peralihan

Gambar 2.26. Ruang Peralihan (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(28)

● Lantai

Lantai dari ruang peralihan sudah mengalami perubahan dari material aslinya. Material asli lantai ruang peralihan adalah ubin terasso berukuran 20 cm x 20 cm dengan warna krem bermotif bintik, yang diaplikasikan dengan motif sulur- sulur berwarna kuning (Lihat gambar 2.10) dan motif geometris berwarna abu-abu (Lihat gambar 2.27) pada bagian tengahnya. Ubin-ubin ini dipasang sejajar secara vertikal dan horisontal.

Karena pertimbangan-pertimbangan tertentu maka pada tahap renovasi, gereja mengganti material lantai asli tersebut dengan material ubin keramik berukuran 30 cm x 30 cm yang berwarna putih polos tanpa corak. Ubin ini dipasang sejajar secara vertikal dan horisontal dan mempunyai nat berwarna hitam dan pada bagian atas ubin keramik ini terdapat lapisan karpet berwarna merah maron dengan bintik krem. Lantai dari ruang peralihan ini mempunyai ketinggian yang sama dengan teras, yaitu 15 cm lebih tinggi dari tanah.

Motif Geometris Karpet Berwarna Merah Maron Berwarna Abu-Abu

Material Asli: Material Pengganti:

Terasso Yang Dipasang Sejajar Keramik Yang Dipasang Sejajar Dengan Nat Berwarna Hitam

Gambar 2.27. Lantai Pada Ruang Peralihan (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Dinding

Dinding pada ruang peralihan berupa dinding bata selebar 20 cm yang dilapis semen dan dicat warna putih polos, tanpa motif dan tanpa tekstur. Pada bagian bawah dinding terdapat lis dari bahan keramik setinggi 15 cm, lis ini berwarna merah maron dengan motif bintik berwarna hitam.

(29)

● Plafon

Plafon pada ruang peralihan berupa semen (cor) berwarna putih polos.

Pada plafon setinggi 4 meter ini juga terdapat balok konstruksi yang sengaja diperlihatkan seperti pada bagian teras bangunan gereja.

● Perabot

Perabot yang terdapat pada ruang peralihan ini berupa sebuah lemari berbentuk kotak, yang mempunyai rak kaca pada bagian atasnya, dan biasanya digunakan sebagai media penerimaan jemaat. Lemari ini terbuat dari bahan kayu yang di-finishing melamin doff warna coklat tua dan berukuran panjang: 120 cm, lebar: 60 cm dan tinggi: 105 cm. Bagian handle lemari terbuat dari bahan besi yang difinishing silver dan berbentuk persegi panjang, selain itu juga terdapat lubang kunci dari bahan serupa. Pada bagian atas almari terdapat lubang berukuran 19 cm, yang biasanya digunakan oleh umat sebagai tempat persembahan.

Denah Ruang Peralihan

Lemari Kotak

Spesifikasi Ukuran:

Panjang : 160 cm Lebar : 60 cm Tinggi : 105 cm

Handle Besi Warna Krom Lubang Pada Atas Lemari

Gambar 2.28. Lemari Pada Ruang Peralihan (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(30)

● Elemen Estetis

Elemen estetis yang terdapat pada ruang peralihan berupa sebuah lampu yang tergantung pada plafon ruang. Lampu ini terbuat dari bahan kaca berdiameter 50 cm dan besi yang di-finishing warna emas. Detail-detail berupa unsur untaian menyerupai tali terdapat disekeliling piringan kaca yang berbentuk bulat. Lampu ini digantungkan dengan jarak sekitar 75 cm dari plafon, dan panjang detail untaian berdimensi 15 cm.

Detail Bentuk Untaian Material :

- Besi Finishing Emas - Kaca

Gambar 2.29. Lampu Hias Pada Ruang Peralihan (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

2.2.6.4. Ruang Kebaktian

Ruang kebaktian merupakan kesatuan dari area duduk jemaat, area paduan suara, dan area mimbar. Ruang ini mempunyai luasan sekitar 360 m² dan mempunyai bentuk yang geometris.

Area Mimbar

Area Paduan Suara

Area Duduk Jemaat

Gambar 2.30. Denah Ruang Kebaktian (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(31)

Terdapat Barisan Lengkung Berupa Deretan Kursi Panjang

Area Ruang Duduk Jemaat

Area Paduan Suara Area Mimbar

* Berjumlah Dua Buah, Masing-Masing * Terdapat Pada Bagian Depan Tengah

Pada Sisi Kiri dan Kanan Mimbar * Berjumlah Satu Buah

* Bagian Belakang Area ini Berupa Deretan * Merupakan Tempat Berdiri Pendeta Saat

Kaca Grafir Dengan Model Lengkung Kebaktian Berlangsung

Gambar 2.31. Kondisi Interior Ruang Kebaktian (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(32)

● Lantai

Sama halnya dengan lantai pada ruang peralihan, lantai ruang kebaktian juga telah mengalami perubahan dari material aslinya. Material lantai yang asli berupa ubin terasso berukuran 20 cm x 20 cm, berwarna krem dengan motif bintik-bintik yang diaplikasikan dengan motif sulur berwarna kuning, dan motif geometris berwarna abu-abu (Lihat gambar 2.10 dan gambar 2.27) Ubin-ubin ini dipasang sejajar secara vertikal dan horisontal.

Material baru lantai ruang kebaktian adalah keramik berukuran 30 cm x 30 cm berwarna putih polos yang dipasang sejajar secara vertikal dan horisontal, bagian atas lantai keramik ini dilapisi dengan karpet berwarna merah maron yang bermotif bintik-bintik berwarna krem.

Keramik Putih Dengan Nat Hitam Dipasang Sejajar

Motif Karpet Lantai Ruang Kebaktian Gambar 2.32. Material Pengganti Pada Lantai Ruang Kebaktian

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Dinding

Dinding pada ruang kebaktian secara keseluruhan berupa dinding bata yang dilapisi semen setebal 20 cm, yang di-finishing cat tembok warna putih polos, tanpa motif, dan tanpa tekstur. Pada bagian bawah dinding terdapat lis dari bahan keramik setinggi 15 cm, lis ini berwarna merah maron dengan motif bintik berwarna hitam.

(33)

Secara Keseluruhan Dinding Pada Ruang

Kebaktian Merupakan Dinding Bata Yang

Diplester dan Di-finishing Cat Putih Polos

Lis Setinggi 15 cm

Dari Keramik Doff Warna Merah Maron Kombinasi Motif Bintik Warna Hitam

Gambar 2.33. Dinding Ruang Kebaktian (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Plafon

Plafon pada ruang kebaktian didominasi oleh deretan kolom struktur dengan balok anak ± 10/30 dan balok induk ± 30/80. Secara keseluruhan plafon pada ruang kebaktian ini di-finishing cat dengan warna putih.

Pada plafon setinggi 10 meter yang didominasi oleh keberadaan balok anak dan balok induk ini, juga terdapat enam buah celah pencahayaan langsung dari bagian atas bangunan yang menggunakan material glass block. Celah pencahayaan ini terdapat 4 buah di sekitar area duduk jemaat dan dua buah pada area paduan suara, masing-masing sebuah pada area paduan suara sisi kiri dan sisi kanan.

Detail Konstruksi Plafon

Balok Induk 30/80

Celah Pencahayaan Balok Anak 10/30 Dari Glass Block

Gambar 2.34. Plafon Ruang Kebaktian (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(34)

● Kolom

Kolom pada ruang kebaktian ini berukuran 50 cm x 25 cm. Deretan kolom-kolom masif ini dihubungkan oleh dinding yang berbentuk lengkung.

Kolom-kolom di-finishing cat warna putih sesuai dengan warna dinding dan plafond-nya. Bagian bawah kolom dilapisi oleh material keramik berwarna merah maron dengan bintik hitam setinggi 15 cm (Lihat Gambar 2.15).

● Jendela

Jendela-jendela yang terdapat pada ruang kebaktian berupa deretan stained glass warna-warni dengan bentuk lengkung yang berukuran 50 cm x 150 cm. Jendela-jendela ini bersifat permanen / tidak dapat dibuka dan terdapat teralis besi bermotif geometris pada bagian luar jendela. Teralis-teralis ini terbuat dari bahan besi berukuran lebar 1,5 cm dan tebal sekitar 3 mm yang di-finishing cat tembok warna krem.

Motif-motif yang terdapat pada stained glass jendela ruang kebaktian ada 3 macam, yaitu motif hati, jangkar, dan salib. Motif ini diulang sebanyak jendela yang terdapat pada interior ruang kebaktian gereja.

Detail Stained Glass

Motif Salib Motif Jangkar Motif Hati Gambar 2.35. Jendela Stained Glass Pada Ruang Kebaktian

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(35)

Gambar 2.36. Teralis Eksterior Pada Bangunan Gereja (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Ventilasi

Terdapat banyak ventilasi pada bangunan gereja ini dan kebanyakan ventilasi-ventilasi tersebut mempunyai bentuk yang geometris baik persegi maupun persegi panjang. Sebagian besar ventilasi-ventilasi tersebut berada pada bagian atas dinding, akan tetapi ada beberapa bagian ventilasi yang sudah ditutup dengan kayu mengingat penghawaan buatan yang sekarang diterapkan pada interior gereja.

Secara keseluruhan ventilasi-ventilasi yang terdapat pada bangunan gereja berbentuk geometris, baik persegi maupun persegi panjang. Ada beberapa model ventilasi yang digunakan pada bangunan gereja, yaitu sebagai berikut:

a) Ventilasi Persegi Panjang

Ventilasi persegi panjang dapat ditemui pada beberapa bagian bangunan gereja, seperti dinding bagian luar. Ventilasi ini berupa lubang persegi panjang berukuran sekitar 15 cm x 60 cm.

Gambar 2.37. Ventilasi Persegi Panjang (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(36)

b) Ventilasi Persegi Panjang Motif Kotak

Ventilasi model persegi panjang motif kotak ini dapat dijumpai pada bagian dinding belakang mimbar. Ventilasi jenis ini mempunyai bentuk yang hampir sama dengan ventilasi persegi panjang, perbedaannya adalah pada ventilasi model ini terdapat sekat kotak-kotak pada bagian lubangnya. Ventilasi jenis ini berdimensi sekitar 15 cm x 60 cm, terbuat dari bahan semen yang dicetak, dan di-finishing cat tembok warna krem, sesuai dengan warna dinding.

Gambar 2.38. Ventilasi Persegi Panjang Motif Kotak (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

c) Ventilasi Persegi Panjang Motif Persegi Panjang

Ventilasi model persegi panjang motif persegi panjang ini dapat dijumpai pada dinding ruang tribuni. Ventilasi jenis ini terbuat dari semen yang dicetak, dimana polanya membentuk persegi panjang dan mempunyai lubang-lubang kecil yang juga berbentuk persegi panjang. Ventilasi ini berukuran 15 cm x 40 cm dengan besar lubang masing-masing 2,5 cm x 4 cm, secara keseluruhan ventilasi ini di-finishing cat tembok warna putih, sesuai dengan warna dinding.

Gambar 2.39. Ventilasi Persegi Panjang Motif Persegi Panjang (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(37)

d) Ventilasi Berbentuk Persegi

Ventilasi berbentuk persegi adalah jenis ventilasi yang paling banyak dijumpai pada bangunan gereja. Ventilasi jenis ini dapat dijumpai pada dinding bagian atas sisi kiri dan kanan ruang kebaktian. Ventilasi ini mempunyai bentuk dasar persegi yang pada bagian dalamnya terdapat motif geometris berupa garis dan kotak. Ventilasi ini terbuat dari material semen yang dicetak berukuran sekitar 20 cm x 20 cm dan di-finishing cat warna putih.

Gambar 2.40. Ventilasi Berbentuk Persegi (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

● Pintu

Pintu-pintu yang bersinggungan langsung dengan interior ruang kebaktian bangunan gereja berjumlah 17 buah, yaitu sebagai berikut:

ƒ Sebuah pintu main entrance kedua.

ƒ Dua buah pintu side entrance pada bagian depan.

ƒ Dua buah pintu side entrance pada bagian samping.

ƒ Dua buah side entrance pada bagian belakang.

ƒ Enam buah pintu jalusi, masing-masing 3 pada sisi kiri dan sisi kanan.

ƒ Dua duah pintu menuju area privat.

ƒ Sebuah pintu menuju gudang pada bagian depan.

ƒ Sebuah pintu menuju tangga ruang tribuni.

Penjelasan mengenai pintu main entrance, side entrance, entrance pada bagian belakang, dan pintu jalusi dapat dilihat pada sub bab 2.2.6.2., sedangkan penjelasan mengenai pintu-pintu lainnya adalah sebagai berikut:

(38)

ƒ Pintu Menuju Area Privat

Pintu ini berjumlah 2 buah, masing-masing terdapat disebelah kiri dan sebelah kanan mimbar, dan kedua pintu ini mempunyai karakteristik yang sama satu dengan lainnya. Pintu sebelah kiri mimbar menghubungkan area kebaktian dengan ruang berisi tangga menuju menara lonceng dan ruang konsistori, sedangkan pintu sebelah kanan altar menghubungkan area kebaktian dengan WC dan ruang konsistori. Ruang konsistori merupakan sebuah ruang berukuran 9 meter x 9 meter yang yang biasa digunakan sebagai tempat rapat anggota majelis gereja dan digunakan sebagai ruang persiapan sebelum misa dimulai.

Ruang Konsistori

Ruang Berisi Tangga WC/Kamar Mandi

Menuju Menara Lonceng

Pintu Menuju Area Privat Pintu Menuju Area

Sebelah Kiri Mimbar Privat Kanan Mimbar

Mimbar

Gambar 2.41. Pintu Menuju Area Privat (Sumber: Dok. Pribadi)

(39)

Kedua pintu menuju area privat ini merupakan pintu single yang terbuat dari material kayu jati, berukuran 85 cm x 210 cm, lebar kusen 5 cm, dan finishing pintu secara keseluruhan adalah politur berwarna coklat kemerahan.

Kedua pintu ini memiliki pola bentukan yang geometris, yang pada dua sisinya terdapat unsur yang dibulatkan (lihat gambar 2.17) dan menggunakan handle pintu berukuran 24 cm yang terbuat dari besi berwarna keemasan.

Motif Geometris Yang Dibulatkan

Spesifikasi Ukuran:

Tinggi Daun Pintu : 210 cm

Lebar Daun Pintu : 85 cm Detail Handle Pintu Gambar 2.42. Detail Daun Pintu Menuju Area Privat

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

• Pintu Menuju Tangga Tribuni dan Gudang.

Kedua pintu ini terletak masing-masing pada sisi kiri dan sisi kanan main entrance ruang peralihan. Tribuni merupakan ruang organ yang berada diatas ruang peralihan dan gudang yang mempunyai dimensi ruang sebesar 9 meter x 3 meter dengan tinggi plafon 3 meter. Saat ini ruang tribuni lebih difungsikan sebagai ruang pengaturan sound system pada gereja dan ruang duduk jemaat apabila tempat duduk jemaat pada ruang kebaktian di bagian bawah tidak

(40)

cukup. Gudang berada pada sisi kanan ruang peralihan, ruang ini berdimensi 3 meter x 3 meter dengan tinggi plafon 4 meter.

Pintu Menuju Tangga Tribuni Pintu Gudang

Ruang

Gudang Peralihan Tangga Tribuni

Main Entrance

Gambar 2.43. Denah Letak Pintu Menuju Tribuni dan Gudang (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

Kedua pintu tersebut merupakan pintu single yang terbuat dari bahan kayu jati, berdimensi 85 cm x 210 cm, kusen selebar 7,5 cm, di-finishing cat warna coklat tua, dan mempunyai bentukan pola geometris yang dua sisi diantarannya dibulatkan (Lihat gambar 2.42). Engsel yang digunakan pada kedua pintu ini berukuran 8 cm, menggunakan handle pintu dari bahan kuningan berukuran 10 cm x 1 cm, dan lubang kunci dari bahan yang sama yang di- finishing cat warna coklat tua dengan dimensi 5 cm x 3 cm.

(41)

Handle Pintu

Lubang Kunci

Gambar 2.44. Handle Pintu Menuju Gudang dan Ruang Tribuni (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

• Perabot

Perabot pada ruang kebaktian meliputi fasilitas duduk jemaat, mimbar, dan fasilitas perlengkapan kebaktian. Jenis fasilitas duduk yang terdapat pada gereja terdapat 3 macam, 2 diantaranya berupa kursi single yang terbuat dari bahan kayu jati dan rotan, sedangkan satu lainnya berupa kursi panjang yang juga terbuat dari kayu jati, dan dibuat dengan dua ukuran yang berbeda.

Mimbar pada gereja secara keseluruhan terbuat dari kayu jati dan pada bagian top-tablenya dilapisi oleh material marmer berwarna coklat kemerahan.

Fasilitas perlengkapan kebaktian pada gereja meliputi perabot meja perlengkapan sakramen dan perjamuan kudus (berjumlah tiga buah) dan meja pembancaan injil (satu buah). Perabot lainnya berupa sebuah meja pada mimbar, sebuah kursi piano, dan sebuah kursi organ. Secara keseluruhan perabot-perabot ini terbuat dari bahan kayu jati dan difinishing politur, satu-satunya perabot yang menggunakan finishing melamin glossy hanyalah kursi piano. Kursi ini menggunakan finishing melamin glossy berwarna hitam, dan bagian dudukannya dilapisi oleh kulit oscar berwarna hitam.

Pola peletakan perabot pada interior gereja mencerminkan adanya grouping (pengelompokan) perabot berdasarkan fungsi dari perabot-perabot tersebut. Mimbar dan perabot perlengkapan kebaktian diletakkan pada bagian depan, persis di tengah ruangan gereja. Fasilitas duduk jemaat disusun berjejer ke belakang dari bagian depan mimbar, sisi kiri dan sisi kanan mimbar. Secara lebih detail pola peletakan perabot pada interior gereja dapat dilihat pada bagan berikut:

(42)

Kursi Organ Mimbar

Meja Pada Mimbar

Kursi Piano Meja Pembacaan Injil

Kursi Jati-Rotan Kursi Panjang

Gambar 2.45. Tata Letak Perabot Pada Interior Ruang Kebaktian (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(43)

o Fasilitas Duduk Jemaat

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa fasilitas duduk jemaat yang terdapat pada interior bangunan gereja ada tiga jenis yaitu dua jenis kursi single yang terbuat dari bahan kayu jati dan rotan, dan jenis lainnya berupa kursi panjang yang juga terbuat dari bahan kayu jati. Berikut adalah spesifikasi dari perabot fasilitas duduk tersebut:

a) Kursi Kayu-Rotan Dengan Penyangga Tangan

Kursi kayu-rotan dengan penyangga tangan ini merupakan perabot lama, yang sudah ada sejak gereja pertama kali berdiri pada kurun waktu tahun 1920-an.

Terbuat dari material kayu jati yang di-finishing politur warna natural untuk memperlihatkan serat alami kayu. Bagian dudukannya terbuat dari bahan anyaman rotan yang di-finishing glossy. Kursi ini memiliki spesifikasi dimensi sebagai berikut: panjang dudukan 56 cm, lebar dudukan 56 cm, tinggi dudukan 44 cm, lebar bingkai rotan 5 cm, tinggi penyangga tangan 23,5 cm, tinggi sandaran 59 cm, dan lebar sandaran 51 cm.

Perabot Ini Terletak Di Barisan Paling Belakang Di Antara Deretan Kursi Duduk Jemaat

Spesifikasi Ukuran

Panjang Dudukan : 56 cm Lebar Dudukan : 56 cm Tinggi Dudukan : 44 cm Tinggi Penyangga Tangan : 23,5 cm Tinggi Sandaran : 59 cm

Lebar Sandaran : 51 cm

Alas Duduk Anyaman Rotan

Gambar 2.46. Kursi Dengan Penyangga Tangan (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(44)

b) Kursi Kayu-Rotan Tanpa Penyangga Tangan

Kursi ini juga merupakan perabot lama, yang sudah ada sejak gereja pertama kali didirikan. mempunyai karakteristik yang sama persis dengan kursi rotan dengan penyangga tangan, hanya kursi ini tidak memiliki penyangga tangan dan dari segi dimensi juga lebih kecil. Secara spesifik dimensi dari kursi ini adalah sebagai berikut: panjang dudukan 47 cm, lebar dudukan 47 cm, tinggi dudukan 44 cm, lebar bingkai rotan 4,5 cm, tinggi sandaran 47,5 cm, dan lebar sandaran 38 cm.

Alas Duduk Anyaman Rotan

Spesifikasi Ukuran

Panjang Dudukan : 47 cm

Lebar Dudukan : 47 cm

Tinggi Dudukan : 44 cm

Tinggi Sandaran : 47,5 cm

Lebar Sandaran : 38 cm

Gambar 2.47. Kursi Tanpa Penyangga Tangan (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

c) Kursi Panjang

Kursi panjang ini merupakan perabot baru yang terbuat dari bahan kayu jati, di-finishing politur natural, dan mempunyai sebuah tempat penyimpanan pada bagian belakang kursi, sejajar dengan dudukan kursi. Kursi panjang pada interior gereja ada 2 jenis, jenis pertama mempunyai dimensi panjang yang lebih dibandingkan dengan jenis kedua.

Secara spesifik dimensi dari kursi panjang jenis pertama adalah sebagai berikut: panjang 220 cm, lebar dudukan 41 cm, tinggi dudukan 41,5 cm, tinggi sandaran 50 cm, tinggi tempat penyimpanan dari lantai 26 cm dengan lebar 11 cm. Dimensi kursi panjang jenis kedua sama persis dengan kursi panjang jenis pertama, hanya kursi jenis kedua ini dudukan pada jenis ini lebih pendek, yaitu 120 cm.

(45)

Kursi Panjang Merupakan Jenis Kursi Deretan Kursi Panjang Yang Paling Banyak Pada Interior Gereja

Spesifikasi Ukuran

Panjang Dudukan : 220 cm & 120 cm Lebar Dudukan : 41 cm

Tinggi Dudukan : 41,5 cm Tinggi Sandaran : 50 cm

Tinggi Tempat Penyimpanan Dari Lantai : 26 cm Tempat Penyimpanan Lebar Tempat Penyimpanan : 11 cm. Pada Bagian Belakang Kursi

Gambar 2.48. Kursi Panjang (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

o Mimbar

Mimbar pada interior gereja berjumlah satu buah dan posisinya di bagian depan tepat di tengah. Mimbar pada interior gereja ini terdiri dari 2 bagian, bagian pertama merupakan deretan anak tangga dengan railing-nya sebagai akses naik ke atas mimbar, sedangkan bagian kedua merupakan area mimbar itu sendiri. Secara keseluruhan mimbar pada interior gereja ini terbuat dari bahan kayu jati yang di- finishing politur natural, dan terdapat tonjolan-tonjolan dekoratif dengan bentukan yang geometris pada setiap dindingnya.

(46)

Mimbar Terletak Pada Bagian Depan Tepat Di Tengah

Gambar 2.49. Letak Mimbar (Sumber: Dok.Pribadi, 2006)

a) Sisi Kiri dan Kanan Meja Mimbar

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa bagian sisi kiri dan kanan meja mimbar berupa deretan railing tangga sebagai akses naik ke atas mimbar. Anak tangga yang ada pada masing-masing sisi mimbar berjumlah 3 buah dimana tinggi masing-masing anak tangga adalah 18 cm, panjangnya 125 cm, dan lebar masing-masing anak tangga adalah 40 cm. Railing tangga yang membatasi anak-anak tangga tersebut terbuat dari bahan kayu jati yang di- finishing politur natural dan mempunyai motif geometris. Dimensi tinggi railing tangga tersebut adalah 85 cm.

Dimensi Anak Tangga

Tinggi : 18 cm

Panjang : 125 cm

Lebar : 40 cm

Railing Pada Mimbar Detail Geometris Mempunyai Dimensi Tinggi 85 cm Pada Railing Mimbar

Gambar 2.50. Sisi Kiri dan Kanan Meja Mimbar (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(47)

b) Meja Mimbar

Dimensi area mimbar adalah 3,75 meter x 1,5 meter. Diatas area tersebut terdapat meja mimbar yang secara keseluruhan terbuat dari bahan kayu jati yang di-finishing politur natural, dan bagian top table-nya dilapisi bahan marmer berwarna coklat kemerahan dengan serat berwarna krem. Dimensi meja mimbar adalah sebagai berikut: panjang 3,75 meter, lebar 62.5 cm, dan tinggi 83 cm.

Pada bagian depan meja mimbar terdapat elemen dekoratif berupa kain bludru berwarna ungu dan terdapat simbol PX berwarna emas pada kain tersebut.

Kain ini mempunyai dimensi panjang 93 cm dan lebar 87 cm dan digantungkan pada sebuah pipa silinder berdiameter sekitar 3 cm yang terbuat dari besi dan di- finishing warna emas.

Tulisan PX yang terdapat pada kain merupakan singkatan dari bahasa Latin “Kris Tos” yang berarti Kristus, Allah Penebus bagi umat Kristiani.

Sedangkan kain ungu melambangkan saat menjelang masa paskah. Ada beberapa warna kain yang biasa digunakan pada bagian depan mimbar ini, antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.2. Lambang Liturgi Gereja Kristen Indonesia

Warna Putih Digunakan pada saat malam natal, natal sampai Epifania, Paskah, Minggu Paskah, saat Kenaikan Kristus ke Surga, dan Perjamuan Kudus.

Warna Hitam Digunakan pada saat Jumat Agung.

Warna Hijau Digunakan pada hari minggu biasa.

Warna Merah Digunakan pada saat Minggu Palem

dan Sengsara, Kamis Putih, Pentakosta, Peneguhan Pendeta, Peneguhan Penatua, Emeritasi Pendeta, Peresmian Bakal Jemaat, Pelembagaan Jemaat, Peneguhan dan Pemberkatan Pernikahan, dan Hari Kemerdekaan Indonesia.

(48)

Warna Ungu Digunakan pada saat masa Adven, Rabu Abu, Pra Paskah, dan saat Kedukaan.

(Sumber: Surjanto, 2006: Personal interview)

Area Mimbar

Dimensi Area Mimbar 3,75 meter x 1,5 meter

Kain Bludru Dengan Marmer Kecoklatan Tulisan PX Detail Geometris Top-Table Meja Mimbar Pada Dinding Mimbar

Gambar 2.51. Mimbar Bagian Tengah (Sumber: Dok.Pribadi, 2006)

o Fasilitas Perlengkapan Kebaktian

Perabot fasilitas kebaktian meliputi perabot meja perlengkapan sakramen dan perjamuan kudus, serta meja pembacaan Injil. Spesifikasi dari perabot- perabot tersebut adalah sebagai berikut:

a) Meja Perlengkapan Sakramen dan Perjamuan Kudus

Meja perlengkapan sakramen dan perjamuan kudus merupakan meja yang digunakan untuk meletakkan segala atribut simbolis sakramen dan perjamuan kudus, seperti cawan, anggur, Alkitab, dan baskom baptisan.

(49)

Meja ini terletak dibagian depan mimbar dan berjumlah 3 buah, 2 buah meja berukuran lebih kecil daripada satu lainnya yang berada di tengah. Meja yang berada di tengah merupakan perabot ukir yang terbuat dari bahan kayu jati, mempunyai dimensi panjang 125 cm, lebar 57,5 cm, dan tinggi 83 cm. Meja ini memiliki top-table dari bahan marmer berwarna krem dan seratnya berwarna coklat, bingkai top-tablenya terbuat dari kayu jati selebar 5,5 cm. Secara keseluruhan perabot ini di-finishing politur warna natual, dan terdapat pola ukiran bermotif sulur dinamis tumbuhan pada bagian depan dan kaki meja.

Meja Perlengkapan Sakramen dan Perjamuan Kudus Bagian Tengah Mimbar

Terletak di Depan Mimbar

Spesifikasi Ukuran

Panjang : 125 cm Lebar : 57,5 cm Tinggi : 83 cm

Top-Table Marmer Krem Detail Ukiran Motif Sulur Tumbuhan Gambar 2.52. Meja Perlengkapan Sakramen dan Perjamuan Kudus

Bagian Tengah

(Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(50)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dua meja perjamuan yang berada pada sisi kiri dan kanan mempunyai dimensi yang lebih kecil daripada meja perjamuan yang berada di tengah. Meja pada sisi samping ini juga merupakan perabot ukir yang seluruhnya terbuat dari kayu jati dan di-finishing politur natural. Meja ini mempunyai dimensi panjang 62,5 cm, lebar 62,5 cm, dan tinggi 70 cm, sama halnya dengan meja perjamuan yang berada di tengah, meja ini juga memiliki ukiran bermotif sulur dinamis tumbuhan pada bagian atas dan kakinya.

Meja Perlengkapan Sakramen dan Perjamuan Kudus Bagian Samping

Mimbar

Terletak di Depan Mimbar

Spesifikasi Ukuran

Panjang : 62,5 cm

Lebar : 62,5 cm

Tinggi : 70 cm

Detail Kaki Meja Detail Ukiran Gambar 2.53. Meja Perlengkapan Sakramen dan Perjamuan Kudus

Bagian Samping (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(51)

b) Meja Pembacaan Injil

Meja ini merupakan meja yang digunakan petugas pembaca Injil untuk meletakkan perlengkapannya pada saat misa berlangsung. Pada Gereja Kristen Indonesia cabang Pregolan Bunder Surabaya meja ini berjumlah satu buah, dan terletak di bagian depan sebelah kanan mimbar. Secara keseluruhan meja ini terbuat dari bahan kayu jati yang di-finishing politur natural, dan top table-nya menggunakan material kaca bening setebal 4 mm. Meja ini mempunyai dimensi panjang 58 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 110 cm, terdapat pengeras suara berwarna hitam pada bagian depan meja, dan secara keseluruhan meja ini mempunyai pola bentukan yang geometris.

Meja Pembacaan Injil Mimbar

Terdapat Di sisi Depan

Bagian Kanan Mimbar

Spesifikasi Ukuran Panjang : 58 cm Lebar : 50 cm Tinggi : 110 cm

Mikrofon

Top-Table Kaca 4 mm

Detail Berupa Pengulangan Unsur Garis

Gambar 2.54. Meja Pembacaan Injil (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(52)

o Meja Pada Mimbar

Meja pada mimbar ini berjumlah 1 buah, dan digunakan sebagai tempat pendeta untuk meletakkan peralatannya. Meja ini seluruhnya terbuat dari bahan kayu jati yang di-finishing politur natural, mempunyai bentukan yang geometris, dan mempunyai dimensi tinggi 75 cm, serta berdiameter 50 cm.

Meja Pada Mimbar

Terdapat Pada Bagian Tengah Mimbar

Spesifikasi Ukuran

Diameter : 50 cm Sepenuhnya Terbuat Tinggi : 75 cm Dari Kayu Jati

Finishing Politur Natural Detail Pada Meja

Gambar 2.55. Meja Pada Mimbar (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

o Kursi Piano

Kursi ini digunakan sebagai tempat duduk pemain piano yang mengiringi nyanyian pada saat kebaktian berlangsung. Kursi ini terbuat dari bahan kayu yang di-finishing melamin glossy warna hitam, dan bagian dudukannya terbuat dari bahan spons yang dilapisi kulit oscar berwarna hitam. Kursi ini mempunyai dimensi panjang 86 cm, lebar 36 cm, dan tinggi 46,5 cm. Secara keseluruhan kursi ini berbentuk kotak geometris.

(53)

Kursi Piano

Terdapat Di Bagian Depan Kanan Mimbar

Spesifikasi Ukuran Panjang : 86 cm

Lebar : 36 cm Alas Duduk Spons Yang Dilapisi Oscar Tinggi : 46,5 cm

Gambar 2.56. Kursi Piano (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

o Kursi Organ

Kursi ini digunakan sebagai tempat duduk pemain organ yang mengiringi nyanyian pada saat kebaktian berlangsung. Kursi ini terbuah dari bahan kayu yang di-finishing politur natural, dan bagian dudukannya terbuat dari bahan spons yang dilapisi kulit oscar berwarna hitam. Kursi ini mempunyai dimensi panjang 66,5 cm, lebar 36 cm, dan tinggi 55 cm. Secara keseluruhan kursi ini berbentuk kotak geometris.

Kursi Organ

Terdapat Di Bagian Depan Kanan Mimbar

Spesifikasi Ukuran Panjang : 66,5 cm

Lebar : 36 cm Alas Duduk Spons Yang Dilapisi Oscar Tinggi : 55 cm Berwarna Hitam

Gambar 2.57. Kursi Organ (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

(54)

• Elemen Dekoratif

Elemen Dekoratif yang terdapat pada interior gereja tidak terlalu banyak.

Elemen dekoratif pada gereja hanya sebatas lampu-lampu hias, bentukan palang salib, dan papan sabda.

a) Palang Salib

Merupakan elemen dekoratif yang ditempelkan pada bagian belakang dinding mimbar, terbuat dari bahan kayu jati dan di-finishing politur coklat tua.

Palang salib ini mempunyai dimensi lebar palang salib 66 cm, tinggi palang salib 80,5 cm, dan lebar kayu 8 cm.

Palang Salib

Spesifikasi Ukuran

Lebar : 66 cm Tinggi : 80,5 cm Lebar Kayu : 8 cm

Terletak Pada Dinding di Belakang Mimbar

Gambar 2.58. Palang Salib (Sumber: Dok. Pribadi, 2006)

b) Papan Sabda dan Nyanyian

Papan sabda dan nyanyian merupakan media yang digunakan gereja untuk memberitakan ayat-ayat dan semua lagu yang akan digunakan pada saat kebaktian berlangsung. Berjumlah dua buah, masing-masing pada sisi kiri dan kanan mimbar. Papan sabda ini terbuat dari bahan kayu jati yang di-finishing politur natural pada bagian bingkainya dan finishing cat hitam pada bagian tengahnya. Papan sabda dan nyanyian ini mempunyai dimensi lebar 66 cm, tinggi 90 cm, dan jarak masing-masing kolom 7,5 cm.

Referensi

Dokumen terkait