• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alternatif Riset Kualitatif Sains Akuntansi: Biografi, Phenomenologi, Grounded Theory, Critical Ethnografi dan Case Study

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Alternatif Riset Kualitatif Sains Akuntansi: Biografi, Phenomenologi, Grounded Theory, Critical Ethnografi dan Case Study"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Alternatif Riset Kualitatif Sains Akuntansi:

Biografi, Phenomenologi, Grounded Theory, Critical Ethnografi dan Case Study

Eko Ganis Sukoharsono Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

Abstrak

Telah disadari bahwa sains akuntansi bagian dari ilmu sosial „wajib‟ menjelaskan penomena akuntansi dalam kompleksitas kehidupan sosial. Kompleksitas tersebut terangkai dalam multi-dimensi sosial. Hal ini sebagai akibat bahwa akuntansi dapat „hadir‟ dalam dimensi sosial dari yang terkecil (individu) sampai dengan kelompok „super besar‟ (multi-national companies dan Negara), bahkan pula dari „masa lampau, terkini hingga ke masa mendatang. Studi ini dimaksudkan memberikan pemcerahan keragaman (multi-paradigma) alternatif riset kualitatif sains akuntansi. 5 (lima) alternatif dipilih sebagai pola pembandingan untuk lebih mendekatkan sains akuntansi dalam konteks sosial.

Pendahuluan

Saya berpendapat bahwa disadari atau tidak riset „kualitatif‟ sains akuntansi adalah istilah populer yang selalu dipakai untuk menyandingkan dengan riset „kuantitatif‟. Sekalipun pada pemahaman yang mendalam dikotomi itu tidaklah tepat. Posisi riset kualitatif punya banyak warna, bentuk, macam, perilaku diskursus dan „rasa‟ (Lihat Sukoharsono, 2005 dan 2004a,b). Kita mengenal constructivist, interpretivists, feminists, methodologists, postmodenists, structuralists, critical theorists, deconstructivist dan masih banyak yang lain. Kemudian secara populer berbagai macam warna perspektif tersebut dibuatlah label tunggal, sekalipun istilah itu penuh perdebatan, yaitu dengan istilah populer riset „kualitatif‟. Diskursus populer ini tidak bisa saya menolaknya begitu saja, sehingga dalam banyak hal dalam studi ini juga menyebutkan istilah tersebut dengan riset kualitatif. Hanya karena diawal paragraph ini telah memberikan pemahaman tentang banyak warna, bentuk dan rasa akan riset kualitatif, berbedaan tersebut telah terpahamkan (baca Burell dan Morgan, 1979).

(2)

Dalam banyak hal, riset kualitatif sains akuntansi sering dipahami sebagai proses riset yang memerlukan waktu yang panjang dan melelahkan, bahkan ekstrimnya „sulit‟ menentukan „benang merah‟nya. Pendek kata „benang merah‟

dalam riset kualitatif tidak akan pernah diketemukan, ini sebagai akibat bahwa memang sejak awal „benang merah‟ itu tidak ada dan tidak akan pernah ada.

Untuk menjawab semua ini ada beberapa pertanyaan yang sengaja didahulukan untuk memberikan keutuhan terhadap apa sebenarnya riset kualitatif itu.

Pertanyaan yang akan didiskusikan meliputi:

 Bagaimana riset kualitatif didefinisikan?

 Mengapa kita memilih riset kualitatif?

 Keputusan awal bagaimana yang diperlukan?

 Jenis-jenis pertanyaan bagaimana yang perlu ditanyakan? Informasi yang perlu dikumpulkan? Analisa yang dilakukan?

 Bagaimana data dan analisa direpresentasikan kedalam narasi?

 Bagaimana kita mengevaluasi dan menilai kualitas hasil riset dan mengecek keakuratannya?

 Bagaimana format riset itu didesain?

Mendifinisikan Riset Kualitatif

Untuk mendefinisikan itu, saya akan melakukan pola membandingkan beberapa perbedaan perspektik tentang hal-hal yang berkenaan dengan riset kualitatif. Beberapa skolar ternama saya pinjam untuk menjelaskan bagaimana riset kualitatif itu didefinikan.

Pertama adalah Denzin dan Lincoln (1994). Mereka mendefinikan riset kualitatif sebagai berikut:

Qualitative research is multimethod in focus, involving an interpretive, naturalistic approach to its subject matter. This means that qualitative researchers study things in their natural settings, attempting to make sense of or interpret phenomena in terms of the meanings people bring to them. Qualitative research involves the studied use and collection of a variety of empirical materials – case study, personal experience, introspective, life story, interview, observational, historical, interactional, and visual texts – that describe routine and problematic moments and meaning in individuals‟ lives (Denzin and Lincoln, 1994:2)

Definisi ini memberikan pemahaman bahwa riset kualitatif diletakkan pada landasan asumsi filsafat „grounded‟(pendekatan interpretif dan naturalistik), sumber informasi multiple dan pendekatan naratif kepada penelitinya. Tidak mengherankan apabila melakukan riset dengan cara ini, peneliti dituntut untuk memahami asumsi-asumsi philosophy tentang objek dan subjek risetnya: mulai

(3)

dari Ontology, Epistemology, Axiology, Rhetorics dan hingga ke Methodology nya.

Definisi yang relatif sama juga dikemukakan oleh Chreswell (1997).

Chreswell menekankan pada compleksitas dan holistic proses di riset kualitatif.

Secara lengkap Chreswell mendefinisikan bahwa

qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.

Keduanya mempunya spirit yang sama terhadap pola kualitatif harus terpahamkan. Secara seksama membangun riset kualitatif harus siap masuk dalam mekanisme yang tidak sederhana atau bahkan ingin menyederhanakan.

Pandangan demikian akan mereduksi realitas objek. Sehingga kompleks penomena harus dipersiapan, holistic picture, variasi warna dan rasa, hingga pada proses pelaporan yang detail diperlukan. Kesemuanya ini untuk mewujudkan bahwa memecahkan persoalan tidaklah dengan „serpihan‟ atau

„mereduksi‟ realitas, tetapi keutuhan gambar dan warna, bahkan hal yang kontras sekalipun dilaporkan.

Alasan Menggunakan Riset Kualitatif

Menggunakan Riset Kualitatif bukan tanpa maksud. Banyak peneliti memilih metode hanya karena „by accident‟, sebagai akibat seolah tidak ada pilihan. Ketidaktahuan peneliti akan alternative metode sering membuat seolah pembuktian secara scientific hanya satu dan tanpa alternatif. Dari definisi riset kualitatif diatas, terlihat bahwa ada pola distinctif dalam melakukan riset.

Sebagaimana Denzin dan Lincoln (1994), riset kualitatif mempunyai tipikal yang multi metode yang melibatkan proses interpretif dan naturalistik.

Alasan mengapa peneliti menggunakan riset kualitatif? Barangkali setiap peneliti mempunyai jawaban beragam. Akan tetapi secara idealistik, melakukan riset kualitatif memerlukan „ a strong commitment to study a problem‟ dan

„demands time and resources‟. Sulit dipungkiri bahwa tanpa komitmen yang kuat, waktu yang memadai dan sumber data yang reliable, riset kualitatif hanya akan menghasilkan serpihan fakta yang tidak utuh, dan bahkan story untold and incompleted.

Riset kualitatif adalah bukan hanya sekedar menggantikan riset kuantitatif atau bahkan tidak untuk „menghidar‟ dari mekanistik statistik. Berikut adalah alasan mengapa peneliti memilih riset kualitatif:

(4)

Commit to extensive time in the field. Pada alasan ini peneliti harus mempunyai komitmen yang kuat untuk lebih banyak meluangkan waktu di lapangan dalam proses melakukan riset. Banyak waktu dilapangan harus dimaknai bahwa „extensive collect data, getting an appropriate access to the research object, becoming

„insider‟ perspective dan juga menjadi partisipan yang aktif.

Engage in the complex, time-consuming process of data analysis. Peneliti harus dengan sengaja menyiapkan waktu untuk memasuki arena riset yang kompleks dalam menganalisis dan menginterpretasikan data. Pemaknaan data akan sulit dan bahkan ekstrem tidak akan mungkin muncul dalam kilatan waktu. Memasuki konteks atas objek riset adalah kuncinya dan ini perlu waktu.

Tulisan yang „panjang‟ dan „tebal‟ (long and tick passages). Akibat dari pembuktian secara „substantif‟, tulisan riset harus mengekspresikan dengan analisa dan retorika yang „panjang‟ dan „tebal‟. Pola penyedehanaan akan makna yang distudi hampir terhindarkan, sehingga tidak ada jalan lain kecuali dengan memberikan ekspresi akan kata yang „dalam‟ dan „panjang‟.

Ingin berpartisipasi dalam objek riset setting yang dibangun. Keinginan ini merupakan spirit peneliti kualitatif untuk dapat langsung ikut merasakan dan mewarnai apa yang sedang terjadi. Mendekatkan diri peneliti kedalam riset setting merupakan unsur penting untuk mengkonstruksi dan menganalisis riset objek.

(5)

Lima Tradisi Riset Kualitatif

Banyak metode riset kualitatif yang dapat dipakai dalam proses investigasi objek yang distudi. Mereka mempunyai tipikal dan cara yang beda dalam proses dan adaptasi terhadap riset problem mereka. Tulisan ini hanya akan dikemukan ada lima tradisi yang barangkali sering dipakai sebagai diskursus untuk proses riset. Kelima tradisi tersebut adalah biography, phenomenology, grounded theory, ethnography, dan case study.

Riset Biografi

Riset biography memfokuskan pada studi atas seseorang (individu) atau pengalaman seseorang yang diceritakan kepada peneliti atau diperoleh melalui dokumentasi dan atau arsip. Denzin (1989a) mendefinisikan metode biography sebagai “studied use and collection of life documents that describe turning point moments in an individual‟s life (p.69). Studi ini mengeksplorasi kehidupan seseorang yang sedang tenar/ terkenal, seorang yang marginal, seorang negarawan, manajer yang sukses, orang kaya raya dan seorang yang fenomenal.

Kesemuanya ini dapat juga berupa biografi, otobiografi, life history dan oral history. Bahkan secara khusus Denzin menyebutkan pula bentuk „interpretive biografi‟. Interpretif biografi meletakkan pemahaman dan pengalaman seseorang kepada peneliti. “We create the persons we write about, just as they create themselves when they engage in storytelling practices” (p.82).

Tulisan biografi mempunyai akar disiplin ilmu yang beragam dan pada tahun belakangan ini telah banyak penelitian dan bahkan disertasi tentang ini (lihat Gaffikin, 1986). Pada awalnya metode ilmiah ini telah menjadi tradisi metode di disiplin ilmu history, antropologi, sosiologi dan psikologi. Namun belakangan telah banyak metode ini diadopsi oleh ilmu social lain termasuk sains akuntansi.

Secara khusus pemahaman metode biografi ini terinspirasi dari perspektif sosiologi yang dikembangkan oleh Plummer (1983) dan Denzin (1989a, b).

Plummer (1983) mengkonsentrasikan pada evolusi „documents of life‟ research.

Sementara Denzin memfokuskan pada „history of a life‟. Biografi itu sendiri telah mempunyai beberapa pencabangan metode yang satu dengan yang lain mempunyai tipikal yang berbeda-beda, yang terdiri dari metode biografi, otobiografi, life history dan oral history.

Biografi menitikberatkan pada sejarah kehidupan seseorang yang ditulis oleh peneliti lain. Metode ini lebih populer dibandingkan dengan yang lain sebab banyak penelitian ilmiah dilakukan dengan metode ini terutama di US, AUS dan Europan Universities.

(6)

Otobiografi menitikberatkan tentang penulisansejarah dirinya yang ditulis sendiri. Hampir tidak ada penelitian ilmiah menggunakan ini. Sebab hal yang ironi menulis sebuah thesis atau disertasi tentang dirinya sendiri.

Life history adalah jenis metode yang juga populer dikalangan peneliti tingkat master dan doktor di banyak perguruan tinggi di Negara-negara maju.

Life history merupakan pendekatan penelitian biografi yang ditemukan di social sciences dan anthropology. Life history menekankan bahwa seorang peneliti melaporkan tentang kehidupan individu dan bagaimana hal itu direflesikan dengan tema-tema kultur yang berkembang di masyarakat, tema-tema personal, tema-tema institusional dan tema-tema social history.

Oral history membedakan pada pendekatan bahwa peneliti mengumpulkan data personal tentang kejadian, sebab akibat atau pengaruh seseorang atau beberapa orang. Data ini dapat berupa dokumen yang telah ditulis oleh orang yg sudah meninggal dunia atau mereka yang masih hidup.

Phenomenology

Riset phenomenology mendeskripsikan tentang pengalaman hidup beberapa orang tentang sebuah konsep atau phenomena. Peneliti phenomenology mengeksplorasi struktur kesadaran dan pemahaman pengalaman manusia.

Metode ini berakar dari perspektif philosophy nya Edmund Husserl (1859-1938) dan beberapa filosof terkenal seperti Heidegger, Sartre, dan Merleau-Ponty.

Yang kemudian ini dikembangkan dan dipergunakan untuk menjelaskan problematika di social dan human sciences, seperti sosiologi (Borgatta dan Borgatta, 1992; Swingewood, 1991), dan psikologi (Giorgi, 1985; Polkinghorne, 1989, 1994).

Riset phenomenology memfungsikan „general guidelines or outlines, and researchers are expected to develop plans of study especially suited to understanding the particular experiential phenomenon that is the object of their study‟ (Polkinghorne, 1989: 44). Hal tersebut dijadikan pola dasar membangun phenomena yang akan diriset. Untuk labih memahami tentang metode ini, berikut ada beberapa langkah yang penting untuk diimplementasikan dalam konteks riset phenomenology. Pertama, peneliti harus memahami perspektif philosophy dari apa phenomenology ini secara solid. Kedua, objek dan partisipan dari study yang dipilih tersebut harus secara hati-hati diputuskan, khususnya partisipan yang terlibat harus mempunyai pengalaman terhadap phenomena tersebut. Ketiga, tipikal data diperoleh dari „long interviews‟ yang diikuti dengan self refleksi dari peneliti tersebut. Keempat, peneliti harus melaporkan pemahaman akan phenomena yang distudi dari pengalaman partisipan yang terlibat dan menganalisanya secara intersubjective ways.

(7)

Grounded Theory

Riset phenomenology menekankan pada pemberian makna atas suatu pengalaman dari beberapa orang dalam phenomena tersebut. Sementara grounded theory menekankan pada „discover a theory‟. Jadi grounded theory oleh para ahli ilmu social, secara khusus ahli sosiologi mengemukakan tentang

„menemukan teori berdasar data empiris‟, bukan membangun teori secara deduktif logis. Metode ini menginvestigasi sesuatu dari individu-individu yang berinteraksi, „take action‟ atau mereka yang masuk dan merespon kedalam proses atas phenomena tersebut. Untuk melakukan riset bagaimana individu- individu beraksi dan bereaksi terhadap penemena nya, peneliti utamanya mengumpulkan data melalui interview, melakukan multiple visits ke lapangan, membangun dan merelasikan kategori-kategori informasi, menulis proposisi teori dan kemudian memvisualisasikan teori yang dibangun tersebut.

Tantangan yang dihadapi peneliti dalam mengadopsi metode grounded teori ini adalah pertama, peneliti diharapkan mempunyai ide-ide dan dugaan secara teoritis, sehingga terbentuk pemahaman secara analitis dan substantive teori akan muncul, kedua, peneliti harus menyadari bahwa metode ini adalah pendekatan sistemik dan harus melalui langkah-langkah untuk analisa data, ketiga, peneliti seringkali akan mengalami kesulitan menentukan kapan informasi tersebut detail dan cukup, keempat, peneliti harus menyadari bahwa outcome riset ini adalah menemukan sebuah teori dengan komponen yang spesifik.

Critical Ethnography (Ethnograpgy Kritis)

Ethnography Kritis merupakan metode riset yang secara kritis mendeskripsikan dan menginterpretasikan sistem kultur dan grup sosial. Merode ini adalah hasil dari proses dialektika, pada satu titik tumbuh ketidakpuasan dengan struktur masyarakat berupa kelas social, patriakhat dan rasialis, sehingga manusia sebagai pelaku sosial human tidak dapat tampil. Yang tampil adalah representasi kelas dan ras.

Sebagai sebuah metode riset, ethnography kritis mempunyai tipikal proses yaitu observasi yang panjang terhadap sosial grup yang diriset dan peneliti masuk sebagai partisipan aktif dalam grup tersebut (lihat Sukoharsono, 2004b). Peneliti memfokuskan pada pemaknaan akan perilaku, bahasa dan interaksi dalam sosial grup tersebut. Peneliti sebagai partisipan dalam social grup tersebut akan selalu menelaah secara kritis atas temuan status quo yang terjadi dalam grup tersebut. Perombakan akan mungkin diinterpretasikan dalam konteks terjadi dinamika perubahan sistem dalam grup.

Perlu dipahami bahwa mengapa muncul dengan label „ethnography kritis‟? Metode ethnography sendiri telah mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini sejalan dengan dinamika yang tumbuh dalam metode

(8)

tersebut. Ada yang dikenal dengan „ethnologi Orientalis‟ yang mengedepankan pandangan bahwa studi ini memberikan warna bahwa budaya banyak orang di Timur adalah inferior disbanding dengan budaya Barat. Kemudian muncul dengan pengembangan yang disebut dengan „Ethnography‟, ini muncul pada era positivisme, tetapi bersifat idiografik yang lebih mendeskripsikan budaya dan tradisi yang ada. Era postpositivist menjadilah „ethnometodology‟ dengan perintisnya adalah Garfinkel. Ethnometodology mengedepankan pola pikir keyakinan, budaya dan tradisi dengan kerangka yang dipahami oleh masyarakat itu sendiri, bukan dengan frame atau kriteria barat.

Tantangan peneliti dengan menggunakan metode Ethnography Kritis adalah pertama, peneliti harus memasuki konteks kultur dan tradisi yang diriset dengan seksama, kedua, peneliti harus meluangkan konsep waktu secara intensif dan ekstensif terhadap data yang diperoleh, ketiga, peneliti menarasikan dalam model narasi dengan pendekatan storytelling, ke empat, sangat dimungkinkan peneliti menjadikan dirinya „go native‟ dan „go adventure‟ ke kultur dan tradisi yang diteliti.

Case Study

Studi Kasus mempunyai popularitas untuk melakukan riset. Hanya sering kita dapati studi kasus dipahami hanya sepenggal dan keluar konteks. Studi kasus adalah studi untuk mengeksplorasi suatu (atau beberapa) struktur sistem atau kasus secara detail. Sukoharsono (2004a) mengemukakan bahwa studi kasus melipbatkan “in-depth data collection involving multiple sources of information rich in context.”

Studi kasus merekomendasikan bahwa peneliti harus mempertimbangkan tipikal kasus yang bagaimana yang akan diriset menarik dan bermanfaat. Kasus dapat dipilih secara tunggal ataupun kolekstif, multi-sites atau within-sites, dan dapat difokuskan kepada sebuah kasus atau isu (intrinsic atau instrumental).

Yin (1989) memberikan rekomendasi ada enam tipe informasi yang dapat dilakukan. Enam tipe informasi tersebut adalah dokumentasi, catatan arsip, interview, observasi langsung, observasi berpartisipasi dan physical artifacts. Yin (1989) juga menambahkan bahwa tipikal analisis dapat dilakukan dengan cara holistic analysis dari semua kasus atau dipilih secara spesifik saja.

Secara khusus studi kasus menantang peneliti untuk hal-hal berikut ini:

Pertama, peneliti harus mampu memilih kasus atau isu yang memang menarik, bermanfaat dan berharga. Peneliti harus mampu pula memberikan batasan kasus dalam sebuah sistem yang jelas, Kedua, peneliti harus memilih dengan mempertimbangkan kasus tunggal atau multi. Hal ini sering mempunyai konsekuensi ke dalaman dalam proses analysis dan waktu yang diperlukan.

Semakin banyak kasus akan sering berakibat analisa tidak cukup mendalam.

Ketiga, waktu yang diperlukan harus cukup menelaah kasus yang dipilih. Proses

(9)

simplifikasi dan sporadic akan melemahkan pemaknaan hasil riset. Keempat, peneliti hatus mampu memberikan laporan secara jelas dan detail tentang bagaimana proses mengawali dan mengakhiri riset.

Dari kelima tradisi riset diatas memiliki tipikal masing-masing. Satu dengan yang lain memiliki ke khas an yang berbeda. Apabila kita bandingkan diantara kelima tradisi riset tersebut pada tiap-tiap tradisi riset mempunyai strategi dan sentra isu yang berbeda dalam proses melakukan riset. Menjelaskan dan memaknakan sebuah arti kehidupan akan beda dengan pola membangun sebuah teori dan atau menjelaskan perilaku dari sebuah organisasi. Walaupun setelah ditelusuri asal mula disiplin itu darimana dan agaknya overlap dengan yang lain, beberapa tradisi riset mempunyai origin disiplin tunggal yaitu Grounded Theory berasal dari Sociology dan Ethnography berasal dari anthropology dan sociology. Lain dengan Biography dan Case Study, mereka mempunyai pola perkembangan yang interdisiplin dan berevolusi.

Pola pengumpulan data juga demikian, mereka secara tradisi berbeda sekalipun ada beberapa yang overlapping. Critical ethnography secara lebih intensif di observasi. Berbeda untuk grouded theory, interview lebih ditekankan.

Ketidaksamaan ini memberikan peluang dalam pola analisa terhadap data yang dikumpulkan juga dapat bervariasi.

Secara lengkap gambaran terhadap 5 (lima) tradisi riset yang berbeda dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(10)

DIMENSI PERBANDINGAN 5 (LIMA) ALTERNATIF RISET KUALITATIF

No Dimension Biography Phenomenology Grounded

Theory Critical Ethnography Case Study

1 Fokus

Mengeksplorasi Kehidupan Individu

Menganalisa pemahaman intisari

pengalaman pada sebuah penomena

Membangun teori berdasar data empiris

Mendeskripsikan dan menginterpretasikan kultur dan grup sosial

Membangun analisa secara mendalam atas kasus tunggal atau multi- kasus

2 Awal Mula Disiplin Ilmu

Anthropology Philosophy Sociology Cultural anthropology Political Sciences

Literature Sociology Sociology Sociology

History Psychology Urban Studies

Psychology Other Social Sciences

Sociology

3 Pengumpulan Data

Interview dan arsip dokumen

Interview secara mendalam sampai dg 10 informan yg

‘sesuai’

Interview secara mendalam 20-30 informan yg

‘sesuai’ &

terkategori dg teori detai

Pengamatan dan interview dg waktu yg relatif panjang (contoh:

6-12 bulan)

Multi-sumber dokumen, arsip, interview, observasi, dan benda2 fisik

(11)

No Dimension Biography Phenomenology Grounded

Theory Critical Ethnography Case Study

4 Analisa Data

Cerita logis

(Stories) Pernyataan Open coding Deskripsi kritis Deskripsi

Epiphanies Pemaknaan Axial coding Analisa kritis Bertema

Kandungan

Sejarah Makna tema Selective coding Interpretasi kritis Pernyataan

Deskripsi atas

pengalaman Conditional matrix

5

Bentuk Narasi Laporan

Detailed picture of an individual's life

Description of the 'essence' of the experience

Theory and theoretical model

Critical description of the cultural behaviour of a group or an individual

In-depth study of a case or cases

Adaptasi dari Creswell (1997)

(12)

Pengumpulan Data (Data Collection)

Kegiatan riset selalu terkait dengan makanisme pengumpulan data.

Pengumpulan data merupakan interrelasi dengan pertanyaan riset (research questions). Riset kualitatif mempunyai tipikal tersendiri dalam pengumpulan data. Hal ini terkait dengan „getting access‟ ke objek yang di riset. Data tidak begitu saja turun dari langit atau dengan tiba-tiba muncul atau ada.

Pengumpulan data harus dilakukan dengan „by designed‟. Tipikal yang lain dari riset kualitatif tentang pengumpulan data adalah peneliti terikat dengan sedekat mungkin memposisikan diri dengan data. Jarak antara data dengan peneliti secara idealis harus „embedded‟ (melekat). Tidak jarang para peneliti kualitatif memikirkan gaining access into the research object memerlukan waktu dan strategi yang tepat.

Sekali peneliti menyeleksi cara memilih dan mendapatkan data baik dari orang atau dari pengamatan lapangan, keputusan harus segera dibuat untuk memastikan bahwa data yang akan terkumpul nantinya adalah data yang tepat dan akurat. Pendekatan yang tepat harus segera mengikutinya.

Banyak cara untuk pengambilan keputusan itu. Hanya proses ini jangan dianggap sepele atau bahkan dianggap tidak penting. Kesalahan memperoleh data akan berakibat gagalnya riset yang dilakukan.

Persiapan dan pilihan akan perspektif philosophy dalam perolehan data juga perlu dipertimbangkan. Tidak semua teknik perolehan data memiliki kecocokan dengan perspektif yang dipilih. Secara epistemology, riset kualitatif mempunyai tipikal untuk memperoleh data secara khusus.

Hal ini memerlukan „calling back‟ atau pengingatan kembali dengan perspektif apa yang dipilih dalam riset tersbut, agar supaya tidak terjadi misleading informasi dan berakibat pada gagalnya pemaknaan riset.

Dari ke 5 (lima) tradisi riset kualitatif dalam proses proses pengumpulan data, analisis dan interpretasi data dapat dilihat pada table beriku ini.

(13)

5 (LIMA) ALTERNATIF KUALITATIF RISET DAN PENGUMPULAN DATA

No

Aktivitas Pengumpulan

Data

Biography Phenomenology Grounded

Theory Ethnography Studi Kasus

1

Riset tradisinya yang bagaimana?

Objek/ Individu

Single individu, accessible dan distinctive

Multiple individuals who have

experienced the phenomenon

Multiple individuals who have

responded to action or participated in a process about central phenomenon

Members of a culture, sharing group or individuals representative of the group

Kasus pada sistem yg spesifik seperti sebuah proses, aktivitas, kejadian, group, perusahaan atau multipel individuals

2

Tipikal Akses dan Melaporkan Isu yang

Bagaimana?

Memperoleh izin dari individu tersebut,

Memperoleh akses informasi yg tersimpan dalam arsip

Memilih orang- orang yg mempunyai pengalaman atas phenomena tersebut

Locating a homogeneous sample

memperoleh akses dari senior atau pemimpin

memperoleh akses dari senior atau pemimpin

(14)

3

Bagaimana Menyeleksi Objek atau Individu utk di Riset?

(Purposeful Sampling Strategies)

Strateginya bergantung pada individu yg dipilih (eg. Convinient, political important, typical, a critical case)

Memilih orang- orang yg mempunyai pengalaman atas phenomena tersebut

Memilih homogen sample, a 'theory- based sample, a 'theoretical' sample

Memilih a culture group yg distinctive dan representatif

Memilih satu atau beberapa kasus, kasus yg sangat tipikal atau ekstrim

4

Jenis Tipikal Informasi yang Bagaimana utk Diseleksi?

(Bentuk Datanya)

Dokumen, arsip, open-ended interviews, subject journaling,

observasi partisipan, casul chatting

Menginterview sampai dengan/

atau +/- 10 orang

Utamanya menginterview 20- 30 orang utk mendapatkan informasi secara detail

Sebagai partisipan dlm kultur group, interview dan dokumentasi

Dokumen, catatan kerja, interview, observasi

5

Bagaimana Informasi Tersebut di Catat?

(Recording Informasi)

Catatan, agenda interview

Long interview protocol

Memo, catatan hasil interview

Catatan Lapangan, Hasil interview memo, observasi

Catatan lapangan, memo, interview dan hasil observasi

6

Bagaimana Informasi tersebut Disimpan?

(Storing Data)

Folder files, computer files

Transkrip, computer files

Transkrip. Computer files

Catatan lapangan, Transkrip, Computer Files

Catatan lapangan, Transkrip, Computer Files

(15)

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

KE 5 (LIMA) ALTERNATIF RISET KUALITATIF

No

Data Analysis and Interpretation

Biography Phenomenology Grounded Theory Ethnography Case Study

1 Mengelola Data

Membuat dan mengorganisasi data secara teratur

Membuat dan mengorganisasi data secara teratur

Membuat dan mengorganisasi data secara teratur

Membuat dan mengorganisasi data secara teratur

Membuat dan mengorganisasi data secara teratur

2

Membaca dan membuat catatan

Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan

Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan

Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan

Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan

Membaca secara seksama, membuat catatan, membentuk susunan catatan

3 Mendeskripsikan

Describe objective set of experience - chronology of life

Describing the meaning of the experience for researcher

Describe the social setting, actors, events, draw picture of setting

Describe the case and its context

4 Mengklasifikasi Mengidentifikasikan

‘cerita’ logis

Find and list statements of meaning for individuals

Engage in axial coding-casual condition, context, intervening

conditions, strategies, consequencies

Analysing data for themes and

patterned regularities

Use categorical aggregation

(16)

Locate epiphanies Group statements into meaning units

Engage in open coding - categories, properties

Establish patterns of

categories

Identify contextual

materials for life

5 Menginterpretasi kan

Theorize toward developing patterns and meanings

Developing a textual description, 'what happened'

Engage in selective coding and

development of stories

Interprete and make sense of the findings

Use direct interpretation

Developing a

structural description, 'how' the

phenomenon was experienced

Develop a conditional

matrix Develop naturalistic

generalizations

Develop an overall description of the experience, the essence'

6

Merepresentasik an dan

memvisualisasik an

Present narration focusing on

processes, theories, and unique and general features of the life

Present narration of the 'essence' of the experience, use tables or figures of the statements and meaning units

Present a visual model

Present narrative presentation

augmented by tables, figures, and sketches

Present narrative augmented by tables and figures

Present propositions

(17)

Ke 5 (lima) alternatif riset diatas mempunyai tradisi yang masing- masing mempunyai perbedaan. Perbedaan dapat diawali mulai dari bagaimana memfokuskan tema riset yang akan dieksplorasi hingga pada bagaimana pola laporan harus dibuat. Tradisi riset kualitatif ini telah mulai populer seiring dengan berkembangnya pola menjustifikasi riset multi paradigma. Perlu difahami bahwa mencari „kebenaran‟ riset tidak harus satu. Dominasi single metode riset, positivist, berdampak pada pemahaman yang sempit akan makna justifikasi riset. Secara empiris kenyataan scientifik mempunyai multi dimensi dan multi arti.

Akuntansi sebagai bagian dari ilmu sosial punya peran yang strategis untuk dapat menjelaskan penomena akuntansi dalam kompleksitas kehidupan sosial. Komplesitas sosial dapat terangkai mulai dari kajian historis (Lihat: Sukoharsono 1995, 1996, 1997 dan 1998a, b), kekinian (Lihat: Sukoharsono 1997) hingga ke masa yang akan datang. Tidak mengherankan bila kemudian tumbuh dengan subur menjustifikasi akuntansi tidak hanya dari satu dimensi saja. Biografi, phenomenology, grounded theory, critical ethnography dan case study punya peluang besar mendekatkan sains akuntansi pada konteks sosial.

Bila ada skolar yang bertanya tentang mana diantara ke 5 (lima) alternatif yang paling baik? Pertanyaan tersebut tidaklah perlu dijawab, sebab masing-masing mempunyai fokus dan teknik yang secara tradisi berbeda dan bergantung pada konteks yang akan diriset. Ke 5 (lima) nya mempunyai peluang untuk mencerahkan setiap individu atau peneliti dalam mengkaji sains akuntansi dalam konteks social baik untuk fase penyelesaian thesis atau disertasi.

(18)

Borgatta, E.F. and Borgatta, M.L. (Eds). 1992. Encyclopedia of Sociology. Vol 4.

New York: Macmillan.

Burrell, G. and Morgan, G. 1979. Sociological Paradigm and Organisational Analysis. London: Heinemann

Creswell, J.W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.

Thousand Oaks, CA: Sage

Creswell, J.W. 1997. Qualitative Research. Thousand Oaks, CA: Sage

Denzin, N.K and Lincoln, Y.S. 1994. Handbook of Qualitative Research.

Thousand Oaks, CA: Sage

Denzin, N.K. 1989a. Interpretive Biography. Newbury Park, CA: Sage Denzin, N.K. 1989b. Interpretive Interactionism. Newbury Park, CA: Sage

Giorgi, A. (Ed). 1985. Phenomenology and Psychological Research. Pittsburgh, PA: Duquesne University Press

Plummer, K. 1983. Documents of Life: An Introduction to the Problems and Literature of a Humanistic Method. London: George Allen and Unwin.

Polkinghome, D.E. 1989. Phenomenological Research Methods. In R.S. Valle & S.

Halling (Eds). Existential-Phenomenological Perspectives in Psychology (pp. 41-60). New York: Plenum

Polkinghome, D.E. 1994. Reaction to Special Section on Qualitative Research in Counseling Process and Outcome. Journal of Counseling Psychology, 41, 510-512

Sukoharsono, Eko Ganis. 1995. Accounting, Colonial Capitalists, and Liberal Order: The Case of Accounting History in Indonesia during the Dutch Colonial of the Mid-to-End of the 19th Century, The International Journal of Accounting and Business Society, Vol. 3/1

Sukoharsono, Eko Ganis. 1996. Early Ritual and Islamic Contributions to Accounting Knowledge: An Indonesian Historical Case, The International Journal of Accounting and Business Society, Vol. 4/3 Sukoharsono, Eko Ganis. 1997. Akuntabilitas Disiplin Akuntansi, Media

Akuntansi, December

Sukoharsono, Eko Ganis. 1998a. Accounting in a „New‟ History: A Disciplinary Power and Knowledge of Accounting, International Journal of Accounting and Business Society, Vol 6, No 2

Sukoharsono, Eko Ganis. 1998b. The Boom of Colonial Investment: Dutch Political Power in the History of Capital in Indonesia, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 1, No.1

Sukoharsono, Eko Ganis. 2000. Bookeeping to Professional Accounting: A University Power in Indonesia, International Journal of Accounting and Business Society, Vol 8, No 1

Sukoharsono, Eko Ganis. 2004a. How Fast Tobacco Can Be: The Logistical Process At Rothmans Of Pall Mall Indonesia In The 1997 Indonesian Economic Crisis (Joint Research with R.J.E. van der Heijden and B.G.

Wagner of the Fontys University), International Journal of Accounting and Business Society, Vol 12, No 1

Sukoharsono, Eko Ganis. 2004b. The Internal Management of UPT Bidang Studi Pusat Bahasa The University of Jember. TPSDP Grant

Sukoharsono, Eko Ganis and Gaffikin, Michael. 2005. The Genesis of Accounting in Indonesia: Dutch Colonialism in the Early 17th Century.

Critical and Historical Studies in Accounting. W. Funnell and R.

Williams (Ed). London: Prentice Hall Inc.

(19)

Yin, R. K. 1989. Case Study Reserch: Design and Method. Newbury Park, CA:

Sage

Referensi

Dokumen terkait