• Tidak ada hasil yang ditemukan

Doa Bapa Kami Bagian 13: Lepaskanlah Kami dari pada Yang Jahat (1) Oleh Pdt. Dr. Stephen Tong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Doa Bapa Kami Bagian 13: Lepaskanlah Kami dari pada Yang Jahat (1) Oleh Pdt. Dr. Stephen Tong"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

D oa Bapa Kami penting, karena secara hakikat dan sifatnya, memiliki perbedaan kualitatif dengan semua doa di sepanjang sejarah dan dari semua agama. Tidak pernah ada doa yang mencapai mutu doa seperti yang Tuhan Yesus ajarkan ini. Manusia berdoa dengan naluri manusia secara individual, natural, dan semaunya sendiri, sehingga manusia berdoa tanpa prinsip, jalur, pengaturan, dan pengajaran yang benar.

Dalam doa Kristen diajarkan bahwa Tuhan Yesus, Anak Allah yang tunggal, yang berinkarnasi, memimpin kita kembali kepada Allah. Kita berdoa dengan prinsip yang diajarkan oleh Tuhan untuk kita bisa kembali kepada Tuhan.

Di Alkitab dicatat bagaimana nabi-nabi Baal berdoa sambil memukul dan menoreh diri dengan pisau dan batu, tetapi akhirnya doa mereka tidak didengar dan tidak ada api yang turun membakar korban mereka. Akhirnya mereka berhenti berdoa dengan kecewa. Setelah itu Elia berkata, “Hai bangsa Israel, datanglah mendekat!” Elia memanggil umat Israel, meninggalkan mezbah Baal dan datang ke mezbah Tuhan. Kemudian Elia menengadah dan berkata,

“Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub,

…” Elia berdoa jelas kepada siapa. Ia menyebutkan Allah itu Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub. Ia berdoa, “Nyatakanlah kepada umat-Mu bahwa Engkau ialah Allah, dan nyatakanlah kepada mereka bahwa aku ini hamba-Mu.” Dua kalimat ini

sangat menggerakkan saya. Elia tidak ingin menjadi terkenal. Ia minta Allah menyatakan diri, dan dia hanyalah hamba Allah. Selesai Elia berdoa, api dari langit menghanguskan korban bakaran yang sudah disiram air itu. Orang baru tahu bahwa Yahweh ialah Allah, Baal bukan Allah, dan kebangunan rohani terjadi. Doa yang penting dan sejati membangun pekerjaan Tuhan, membawa kembali umat Tuhan.

Doa ini merupakan doa yang digerakkan Tuhan untuk melihat bagaimana Tuhan bekerja membangun gereja dan umat-Nya. Doa yang benar dan yang tidak benar berbeda secara kualitatif. Banyak orang Kristen ketika melihat orang kafir berdoa dengan sungguh-sungguh mulai menjadi minder dan merasa diri tidak beres.

Banyak orang Kristen yang kurang berdoa. Tetapi ketika orang kafir berdoa sungguh-sungguh, bukan berarti menunjukkan doa mereka lebih baik. Mereka berdoa dengan sungguh, tetapi tanpa mengenal dengan sungguh siapa Allah yang kepada-Nya mereka berdoa. Mereka hanya berdoa dengan pikiran positif yang mereka anggap penting, yaitu meminta apa yang mereka rasa perlu. Pikirannya: “Aku terbatas, datang kepada Dia yang tidak terbatas, berdoa meminta apa yang aku inginkan, dan Dia yang tidak terbatas harus mendengar dan memenuhi apa yang saya butuhkan.” Inilah gejala doa dari berbagai agama.

Makin merasa perlu, makin merasa kurang, mereka makin sungguh-sungguh dan merasa dekat dengan Tuhan. Cara pendekatan mereka kepada Tuhan melalui berbagai upacara, ritual, doa, dan kegiatan

Pillar 158

Daftar Isi

Buletin Pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia

September 2016

Pemimpin Redaksi:

Ev. Edward Oei

Wakil Pemimpin Redaksi:

Ev. Diana Ruth Redaksi Pelaksana:

Ev. Heruarto Salim Adhya Kumara

Heryanto Tjandra Desain:

Mellisa Gunawan Michael Leang Redaksi Bahasa:

Ev. Lukas Yuan Utomo Darwin Kusuma Juan Intan Kanggrawan Mildred Sebastian Yana Valentina Redaksi Umum:

Budiman Thia Erwan

Hadi Salim Suroso Randy Sugianto Yesaya Ishak GRII CIMB Niaga

Cab. Pintu Air Jakarta Acc. 234-01-00256-00-4 Sekretariat GRII

Reformed Millennium Center Indonesia (RMCI)

Jl. Industri Blok B14 Kav. 1.

Jakarta 10720 Telp: 021 - 65867811 www.buletinpillar.org

Redaksi:

Penasihat:

Pdt. Benyamin F. Intan Pdt. Sutjipto Subeno

Berita Seputar GRII

Doa Bapa Kami (Bagian 13) ... 1

Meja Redaksi ... 2

Reformed Theology and Economics (8) ... 4

Allah dan Probabilitas ... 8

Pokok Doa ... 10

Let’s Take Time to Ponder ... 11

Christian View on Predictive Analytics ... 12

Resensi ... 15

Liputan ... 16

STEMI akan mengadakan Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK) Kristologi #3 pada tanggal 5 November 2016, bertempat di Katedral Mesias, RMCI, Jakarta.

Doa Bapa Kami

Oleh Pdt. Dr. Stephen Tong

Bagian 13: “Lepaskanlah Kami dari pada Yang Jahat” (1)

▸ Baca selengkapnya: ayah melepaskan kami seperti takkan melihat kami lagi

(2)

agama bersama, akhirnya tanpa sadar telah menimbulkan efek samping di mana mereka menjadi sombong dan merasa lebih rohani dari orang lain.

Di dalam doa yang salah, kita bukan saja bersalah kepada Tuhan, kepada diri, tetapi juga jatuh ke dalam dosa kesombongan.

Kita merasa diri lebih tinggi dan bahkan menganggap diri seperti Allah. Salah satu bahaya dan kejahatan yang paling berani dilakukan manusia justru dilakukan oleh pemimpin-pemimpin agama. Seperti pada era Revolusi Perancis tahun 1789, di Paris ada kalimat, “Dunia ini mana mungkin damai dan aman, kecuali kita memakai usus kardinal yang terakhir di dunia untuk mengikat, memeras, dan membunuh Paus terakhir di dunia.” Itu berarti mereka begitu membenci pemimpin agama sampai ke tulang sumsum. Saat itu, para kardinal dan pemimpin-pemimpin gereja sedemikian bersekongkol dengan orang-orang kaya yang jahat dan mereka lebih mementingkan uang ketimbang kerohanian. Ketika beribadah mereka berada di tempat paling tinggi seperti seorang paling rohani di dunia, tetapi kejahatan mereka tidak kalah jahat dengan orang-orang yang belum mengenal Tuhan.

Saat ini Eropa menjadi sekuler akibat benih yang ditanam oleh kepura-puraan agama, yang kini telah berbuah. Eropa yang pernah menjadi pusat agama Kristen kini telah mengalami Post-Christian Era (masa pasca- kekristenan). Erosi, penggerogotan akibat kekristenan palsu, kurangnya motivasi yang suci, dan kurangnya niat yang bersih untuk mengikut Tuhan telah menghancurkan

kerohanian masyarakat di Eropa. Itu sebabnya Tuhan Yesus harus mengajarkan kepada manusia bagaimana berdoa. Apakah kita telah sungguh-sungguh tahu kepada siapa kita berdoa?

Alkitab berkata, “Kuduskanlah nama-Mu.”

Tuhan yang suci harus dikuduskan. Ia tidak perlu dikuduskan oleh manusia, karena Ia kudus pada diri-Nya. Tetapi orang Kristen yang mencintai Tuhan dan menjadi anak Tuhan selalu mengharapkan nama Tuhan dikuduskan di dalam diri setiap manusia, seperti Tuhan telah dikuduskan di dalam hati kita masing-masing. Bukan karena ada orang yang menguduskan, barulah Allah menjadi kudus. Allah memang kudus, adil, suci, setia, pemurah, penuh kebajikan, dan cinta kasih ada di dalam diri-Nya, yang tidak pernah berubah dari kekal sampai kekal. Semua orang yang mengenal Tuhan harus berdoa agar Tuhan juga dikenal oleh orang lain. Semua orang yang tahu Tuhan itu suci harus mengharapkan Tuhan juga dikuduskan oleh orang lain. Ada agama yang berdoa kepada allah yang mereka anggap supranatural, tidak terbatas, lebih dari alam, dan di atas dirinya sendiri. Tetapi ada juga agama yang tidak memiliki pengertian Allah secara khusus. Agama seperti ini tidak percaya ada Allah di luar tetapi percaya bahwa ada sifat di dalam diri yang merupakan sifat Allah. Ini sebenarnya adalah agama atheis. Maka, agama-agama seperti ini bukan berdoa kepada Allah di sorga, tetapi mereka menutup mata, melipat tangan, dan diam merenung tentang dirinya sendiri.

Agama seperti ini tidak menghormati Allah

yang sejati karena ia merasa sudah begitu sempurna dan mendapatkan kehormatan dan kesempurnaan diri di mana “di langit atas dan di bumi bawah, akulah yang paling terhormat”. Hal seperti ini mirip dengan suatu bentuk aktualisasi diri. Maka tujuan agama di sini adalah aku harus menyatakan diri, mengaktualisasikan diri, mengekspresikan diri, mencapai diri yang maksimal melalui meditasi yang dalam.

Saat itulah seseorang akan mencapai kesempurnaan. Di saat seseorang sudah sempurna, engkau tidak perlu lagi berdoa karena engkau sudah memiliki sifat ilahi itu secara sempurna di dalam diri. Jadi, mereka tidak berdoa kepada Bapa di sorga, tetapi kepada diri di dalam.

Di dalam ajaran Agustinus ada kalimat yang seperti mirip, “Allah dicari di mana? Aku mencari Engkau di luar, akhirnya aku sadar bahwa Engkau ada di dalam aku, maka aku berputar arah dari mencari Tuhan di luar menjadi mencari Tuhan di dalam. Ketika aku mencari Allah yang berada di dalam diriku, akhirnya kutemukan Engkau lebih dalam dari sedalam-dalamnya aku, sehingga aku takluk kepada-Mu.” Di dalam buku Tiongkok kuno ada batasan menjadikan luar dan dalam, dan kalimat menakutkan di dalam filsafat Tionghoa yaitu “Besar sampai tidak ada luarnya, kecil sampai tidak ada dalamnya.”

Ini menggambarkan ketidakterbatasan yang melampaui kemungkinan kita berpikir.

Ketika kita berada di dalam lingkup penghitungan, kita berada di dalam lingkaran yang dapat dihitung. Kita bisa menghitung mulai dari nol ke atas (plus) atau ke bawah

Doa Bapa Kami (Bagian 13)

Dari Meja Redaksi

Salam pembaca PILLAR yang setia,

Berapa besarkah probabilitas pembaca menyimak kolom Meja Redaksi ini? Mungkin tidak terlalu besar. Lalu kenapa memangnya?

Artikel “Allah dan Probabilitas” menunjukkan ternyata dengan mempelajari probabilitas, kita bisa mengenal karakter Allah seperti kesetiaan dan independensi Allah. Banyak yang mengira ilmu-ilmu seperti probabilitas, predictive analytics, dan dunia ekonomi tidak berkait langsung dengan iman Kristen. Namun artikel-artikel yang dimuat dalam PILLAR justru berusaha memperlihatkan kepada pembaca bahwa tidak ada hal yang tidak di bawah kedaulatan Allah; tidak ada hal yang tidak berkait dengan iman kepada Allah; tidak ada kebenaran yang tidak berelasi dengan Allah. Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah.

Setiap pembaca yang setia membaca setiap edisi PILLAR, kami percaya menurut predictive analytics mempunyai probabilitas yang tinggi untuk mempunyai kerangka berpikir yang lebih limpah, menyeluruh, dan biblikal.

Sudahkah Anda mengunjungi website PILLAR di www.buletinpillar.org? Di sana Anda bisa mendapatkan edisi-edisi lampau, ikut serta dalam diskusi, bahkan berlangganan dan membaca beberapa artikel yang khusus diterbitkan di media online ini. Jika Anda mempunyai masukan, pertanyaan, artikel, ataupun resensi buku, Anda bisa mengirimkannya ke redaksi@buletinpillar.org.

Redaksi PILLAR

(3)

(minus). Tetapi jika minus diteruskan kita tidak tahu batasnya di mana, demikian pula ketika plus diteruskan kita tidak tahu selesai di mana. Tetapi bagaimanapun besar atau kecil, itu masih bisa diukur, karena itu bersifat terbatas. Namun, di dalam kerohanian, kita melampaui semua pengertian penghitungan. Ketika agama ingin mencapai aktualisasi diri yang paling maksimal, di mana mendapatkan sifat agama di dalam diri yang diperkembangkan sampai tidak terbatas, maka akhirnya engkau akan mencapai kesempurnaan tanpa keinginan, tanpa

nafsu, dan kemurnian sempurna. Inilah tujuan

akhir kehidupan. Hal seperti ini tidak ada dalam Doa Bapa Kami.

Dalam Doa Bapa Kami, saya adalah saya, Allah adalah Allah. Saya yang dicipta, Allah yang menciptakan saya. Maka saya sedang berdoa kepada Allah yang menciptakan saya. Saya di sini, berdoa kepada Allah di sana; saya di bumi berdoa kepada Allah di sorga. Maka selalu ada perbedaan kualitatif (qualitative difference) yang membedakan antara Dia yang tidak terbatas dan saya yang terbatas, di mana saya membutuhkan Dia, dan saya harus datang kepada-Nya.

Ketika engkau berdoa kepada Tuhan, engkau berdoa kepada The Holy Other, yaitu Dia yang sama sekali berbeda, yang lebih tinggi darimu, yang bukan dipengaruhi olehmu, apalagi diciptakan olehmu. Kalau tidak demikian, tanpa sadar agama adalah upaya manusia menciptakan allah bagi dirinya lalu berdoa kepada allah yang ia ciptakan.

Kekristenan tidak demikian. Kekristenan berdoa kepada Allah yang mencipta. Allah itu adalah Allah yang melindungi dan memberikan kasih-Nya kepada saya, tetapi juga pada suatu hari akan mengadili saya. Ia akan menyempurnakan saya jika saya hidup mengikuti prinsip dan ajaran-Nya, belajar di dalam diri Yesus. Dan di lain pihak, Ia akan menghancurkan mereka yang tidak datang kepada-Nya, yang hidup egois mengikuti diri sendiri, tidak mau menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Kristus untuk menjadi murid-Nya.

Di dalam hubungan kita dengan Pribadi yang Terbesar, dosa akan merintangi dan memutuskan hubungan kita sehingga doa kita tidak didengar dan anugerah-Nya tidak menjawab kita. Kita menjadi terisolasi.

Itu sebab Yesus mengajarkan, “Lepaskan kami dari si jahat.” Jangan pernah berharap di dunia ini ada satu inci tempat di mana tidak ada dosa dan perselisihan. Jangan pernah berharap di dunia ini ada tempat seperti sorga atau Firdaus. Engkau hanya bisa berdoa, “Datanglah Kerajaan-Mu.”

Itu berarti already and not yet (sudah dan belum). Secara posisi dan hakikat, Tuhan

sudah menjanjikan Kerajaan-Nya kepada kita, tetapi secara wujud, Kerajaan itu belum tiba. Kita harus terus berdoa, “Datanglah Kerajaan-Mu.” Sebelum Kerajaan itu datang, bumi ini tidak mungkin ada daerah yang bersih sempurna, masyarakat yang tidak berdosa, tidak ada konflik, tidak ada permusuhan. Sejak pertama kali Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah langsung memberi tahu bahwa akan terus ada konflik antara keturunan perempuan dan keturunan ular. Itu akan terus terjadi sampai Yesus datang kembali. Ini bukan prediksi, tetapi pernyataan Tuhan, nubuat Tuhan Allah sendiri, yang memberi tahu kepada kita bagaimana orang Kristen hidup di dunia ini.

Ketika ada satu orang menang, yang kalah akan segera memusuhi. Perlawanan terus berlangsung dan tidak habis-habisnya.

Jangan pernah berharap ada satu hari di mana seluruh kebajikan akan menang, pihak yang terang akan menghabisi pihak yang gelap sehingga sama sekali tidak ada kegelapan lagi, karena permusuhan akan terus terjadi hingga hari kiamat. Orang Kristen bukan Zoroasterism, Manichaeism,

Dualism, tetapi kita percaya bahwa kedua

unsur ini terus ada sampai pada hari terakhir di mana Tuhan sendiri yang akan mengalahkan kegelapan dan memenangkan semua hal. Sebelum Tuhan mengalahkan kegelapan, kita berdoa kepada Tuhan,

“Lepaskan aku dari yang jahat.”

1 Yohanes 5:19 mengatakan: “Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat.”

Tidak ada satu pun agama yang mengerti kalimat ini, tidak ada satu pun pendiri agama yang bisa membatalkan hal ini. Seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat. Kita berada di dunia yang untuk sementara ini dikuasai oleh setan. Setan memiliki hak yang diberikan oleh Tuhan untuk sementara boleh menguasai sekian banyak orang di dunia. Ketika engkau menjadi Kristen, percaya kepada Tuhan Yesus, menerima

Dia sebagai Tuhan dan Juruselamatmu, mengakui dosamu dan diberikan hidup yang baru, maka engkau menjadi salah satu orang yang paling berbahagia, yang dipilih oleh Tuhan menjadi kaum pilihan-Nya, keluar dari jerat dan kejahatan dunia ini. Tuhan Yesus berkata di dalam Yohanes 17:15, “Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat.”

Orang percaya bisa mengalahkan yang jahat dengan iman. Di dalam 1 Yohanes 5:4-5 dikatakan: “Sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?” Pergumulan kita di dunia, permusuhan kita dengan setan, tidak pernah berhenti. Tidak ada seorang pun yang memiliki cukup kekuatan untuk melawan siasat setan. Jangan lupa, setan jauh lebih pandai dari manusia. Jika manusia berpengalaman bijaksana berpuluh-puluh tahun, setan berpengalaman ribuan tahun.

Jika engkau berharap bersandar pada kepandaian dan pengalamanmu untuk bisa menghancurkan kuasa setan, maka setan akan tertawa dan mempermainkan engkau.

Hari pertama Adam diciptakan dan diletakkan di Taman Eden, hari itu juga setan mulai mengganggu. Tidak ada satu pun tempat di mana tidak ada gangguan Iblis yang membuat kita bisa hidup nyaman.

Kita harus diuji oleh Tuhan dan dicobai oleh setan. Tidak ada satu pun yang terkecuali.

Kita hidup di antara dua kutub. Orang Kristen hidup susah karena diserang, direbut, dirayu oleh setan dan dipertahankan oleh Tuhan. Tuhan memberikan firman untuk menjagamu dan memberikan janji agar engkau bisa tetap di dalam; tetapi di lain pihak, setan memberikan teori yang lain agar engkau menolak firman dan merebut engkau keluar dari perlindungan Tuhan sehingga engkau bisa diganggu. Kita tidak mungkin hidup netral, sebebas mungkin, dan senantiasa menang, kecuali kita bersandar kepada Tuhan. Maka sebagai orang Kristen, khususnya anggota gereja, saya minta setiap saat rendah hati, bersandar kepada Tuhan, minta kekuatan Tuhan, dan mau senantiasa berada di pangkuan Tuhan. Janganlah kalian menganggap diri cukup lalu menjadi sombong dan meninggalkan Tuhan.

Tuhan mengizinkan semua hal ini terjadi agar melalui setiap ujian, iman kita disempurnakan, dan melalui setiap pencobaan, kita bisa menjadi pemenang.

Jika kita tidak pernah diuji dan menang atas

Doa Bapa Kami (Bagian 13)

Bersambung ke halaman 7

Dunia ini sudah menjadi dunia yang tidak ada solusinya, sampai Kristus

datang kembali. Dunia tidak mungkin damai karena

ada permusuhan antara keturunan perempuan dan

benih ular.

(4)

K

ita telah membahas dalam tiga artikel pertama mengenai prinsip- prinsip dasar Alkitab bagi ilmu ekonomi dalam tiga sudut pandang yaitu metafisika, epistemologi, dan etika, kemudian dilanjutkan dengan empat artikel yang membahas mengenai efek kejatuhan terhadap ilmu ekonomi.

Maka pada tiga artikel berikut ini, kita akan membahas konteks penebusan, menerapkan prinsip kebenaran firman Tuhan di tengah-tengah realitas kerusakan yang ada di dalam dunia ekonomi.

Penerapan prinsip firman Tuhan dalam ilmu ekonomi sering kali bertemu dengan jalan buntu. Bahkan untuk menjadi seorang pelaku ekonomi yang memiliki etika sesuai Alkitab saja, sudah dianggap sebuah impian di siang bolong, apalagi kalau berbicara dalam konteks metafisika dan epistemologi. Saat ini, rasanya tidak banyak yang berpikir ke arah sana, kebanyakan dari kita berhenti hanya menjadi seorang yang menjalankan ekonomi secara jujur dan bermoral baik secara umum.

L alu, hal apakah yang paling sulit dalam membangun ilmu ekonomi yang berdasarkan firman Tuhan? Mengapa hingga saat ini praktik ekonomi terlihat jauh dari kebenaran Alkitab? Sudah banyak theolog, ekonom, bahkan filsuf Kr isten yang ber usaha membangun ekonomi yang Alkitabiah, tetapi rasanya semua hal itu seperti impian yang tidak mungkin tercapai. Apa yang salah?

A p ak ah m e m b an gu n e ko n o mi y an g Alkitabiah adalah hal yang mustahil?

Kalau mungkin untuk dikerjakan, hal apa yang harus kita – sebagai orang Reformed – lakukan untuk membawa kembali ekonomi ke dalam prinsip kebenaran firman Tuhan? Pertanyaan-pertanyaan ini adalah pertanyaan yang mungkin muncul dari dalam hati setiap kita yang bergumul untuk menebus ekonomi bagi kemuliaan Allah.

Theologi Reformed memandang konsep penebusan secara holistik, bukan hanya dalam area moralitas tetapi seluruh

aspek kehidupan. Di sisi lain, kita juga memercayai bahwa penebusan itu terjadi dengan konsep “already and not yet”, sehingga gap yang masih terus kita rasakan antara realitas dan yang Alkitab ajarkan adalah hal yang akan kita alami hingga akhir zaman. Tetapi hal ini tidak boleh menjadi alasan untuk mengendurkan perjuangan kita dalam mengaplikasikan penebusan ke dalam setiap aspek hidup.

Melakukan aplikasi penebusan ke dalam area yang kita gumuli bukan sekadar menjaga kekudusan pr ibadi, tetapi juga memberikan dampak bagi sekitar dengan segala konsekuensi. Kita dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia yang menyingkapkan kegelapan dan kebobrokan dunia, lalu membawa mereka kepada Sang Terang Sejati yaitu Kristus.

Peny ingkap an akan ke gelap an dan kebobrokan pasti akan menuai kebencian dari orang-orang yang tidak mau bertobat, pertentangan ini adalah konsekuensi yang harus siap kita jalani sebagai anak- anak terang. Pertanyaannya adalah,

“Siapkah kita untuk mengaplikasikan penebusan ini di dalam seluruh aspek hidup kita, termasuk ekonomi, dengan segala konsekuensinya?” Permasalahan utama yang menghambat kita adalah ketidaksiapan hati kita menjalankan panggilan Tuhan, khususnya dalam bidang ekonomi. Alkitab memberikan beberapa kisah yang dapat kita renungkan berkaitan dengan hal ini.

Seorang Muda yang Kaya (Mat. 19:16-26, Mrk. 10:17-27, Luk. 18:18-27)

Sosok pemuda dalam perikop ini bisa dikatakan sebagai sosok seorang pemuda idaman. Seorang yang dari usia muda tetapi sudah menjadi seorang yang kaya adalah sebuah hal yang sangat langka pada zaman itu. Bahkan di dalam konteks hidup saat ini pun, kita jarang menemukan seorang muda yang sudah kaya. Bukan hanya itu, jikalau kita memparalelkannya dengan Kitab Lukas, dikatakan bahwa pemuda ini juga seorang pemimpin.

Memiliki harta, jabatan, dan usia muda, sungguh seorang pemuda yang luar biasa

bukan? Tidak berhenti sampai di situ.

Kalau kita perhatikan kembali sikapnya di hadapan Tuhan Yesus, dapat disimpulkan bahwa ia adalah seorang pemuda yang saleh. Hampir seluruh Hukum Taurat ia lakukan. Sungguh sosok idaman dari seorang pemuda.

Tetapi seluruh kehebatannya hancur saat Tuhan Yesus memerintahkan pemuda ini untuk menjual seluruh hartanya, lalu membagikannya kepada orang miskin, dan mengikut Tuhan Yesus. Di akhir kisah, dikatakan bahwa pemuda ini pergi dengan sedih karena hartanya banyak.

Di saat sebuah pilihan hidup yang begitu krusial datang, yaitu memiliki harta atau hidup mengikut Kristus, pemuda ini lebih memilih hartanya dan meninggalkan Yesus. Keputusan ini menghancurkan seluruh yang sudah ia bangun di masa lalu dan juga masa depannya, karena ia lebih memilih harta dibanding Tuhan.

Inilah kebahayaan yang sangat besar, yang menghantui semua orang di setiap zaman.

Suatu pola pikir dan semangat zaman yang membuat orang-orang berani untuk menolak Tuhan demi memperoleh harta.

Suatu semangat zaman yang kita kenal sebagai materialisme.

Paulus mengatakan di dalam 2 Timotius 3:2, bahwa pada zaman akhir manusia a k a n m e n c i n t a i d i r i n y a s e n d i r i (humanisme) dan menjadi hamba uang (materialisme). Kehidupan seperti orang muda yang kaya adalah gambaran yang mewakili kondisi ini. Banyak orang yang ingin menjadi kaya, tetapi tidak sadar kalau ia sedang menjual dirinya kepada kebinasaan dengan ambisinya. Kerusakan ekonomi dimulai dari orang-orang yang memiliki hati serong, tidak mau lagi hidup beribadah kepada Tuhan tetapi mengejar kekayaan dan kenyamanan diri. Bisa saja kita adalah seorang yang rajin beribadah dan memiliki kehidupan yang tampaknya saleh, tetapi kecintaan hati kita terhadap uang akan menjadi kebusukan dari dalam diri yang lambat laun akan menggerogoti seluruh kehidupan rohani kita. Dan kalau hal ini sudah terjadi, maka menebus ilmu

(5)

ekonomi adalah hal yang mustahil untuk dikerjakan.

Kisah seorang pemuda yang kaya ini adalah suatu tanda bahaya yang seharusnya m e ny adar k an k it a ak an ker u s ak an dari materialisme. Cara pandang ini telah menggeser pengertian/perspektif manusia akan nilai hidup. Dari perspektif materialisme, paradigma ini memandang bahwa konsep makna hidup yang abstrak sebagai sebuah ilusi, dan membawa para penganutnya untuk melihat kepada hal yang lebih konkret atau bisa dilihat dan dirasakan secara langsung yaitu kepada materi. Sehingga segala sesuatu dipandang bernilai saat hal itu dapat memberikan timbal balik secara materi. Konsep inilah yang mengendalikan konsep perekonomian saat ini, memandang baik buruknya suatu perekonomian berdasarkan besaran materi yang dapat dihasilkan. Oleh karena itu tidak heran jikalau penggiat ekonomi banyak yang meninggalkan kerohanian sejati karena dianggap tidak dapat memberikan keuntungan. Inilah kerusakan pada zaman ini.

Secara ironis bagian mengenai seorang muda yang kaya ini dikontraskan dengan kisah seorang yang bernama Bartimeus, seorang yang buta lalu disembuhkan oleh Yesus. Saat ia disembuhkan, dengan rela ia menanggalkan satu-satunya harta yang ia miliki, yaitu jubahnya, dan mengikuti Yesus. Di dalam kisah yang lain, kita pun mendapatkan kisah seorang pemungut cukai yang juga kaya, yang bernama Zakheus. Ia memberikan respons yang tepat saat berjumpa dengan Tuhan Yesus.

Ia merelakan separuh kekayaannya untuk orang miskin dan mengganti empat kali lipat harta orang-orang yang sudah ia peras. Jikalau kita telusuri lebih jauh lagi, kebanyakan tokoh-tokoh Alkitab yang setia kepada panggilan Tuhan adalah orang-orang yang merelakan miliknya dan mengikut Tuhan Yesus dengan segala konsekuensinya. Dari kisah-kisah ini kita bisa menyimpulkan bahwa mengikuti Yesus harus disertai dengan merelakan segala yang sudah menjadi milik kita, termasuk hak dan kesempatan untuk memiliki harta yang lebih besar di masa mendatang. Ini berarti kita mengikatkan hidup kita hanya kepada Allah, bukan dengan harta dan segala kenikmatan dunia.

Kisah seorang muda yang kaya ini menjadi perenungan untuk kita semua yang bergumul di dalam bidang ekonomi. Ke manakah kita akan mencondongkan hati kita? Apakah seperti anak muda ini yang mencondongkan hatinya kepada kekayaan?

Atau mau merelakan seluruh kekayaan dan kenyamanan hidup dan mengikut Kristus? Ini sebuah keputusan hidup yang

terlihat sederhana tetapi begitu krusial bagi kita yang dipanggil untuk bergumul dalam bidang ekonomi. Jikalau hati kita condong kepada kekayaan, maka seluruh usaha untuk menebus ilmu ekonomi hanya akan berakhir pada kesia-siaan. Tetapi hati yang murni mau mengikut Yesus, rela melepaskan seluruh ikatan dirinya kepada harta dan kenyamanan hidup, orang-orang seperti inilah yang Tuhan akan pakai untuk menerapkan penebusan di dalam ilmu ekonomi. Kebijaksanaan dari Tuhanlah yang akan membimbing kita langkah demi langkah melalui setiap pergumulan kita dalam ilmu ekonomi.

Orang Kaya yang Bodoh (Luk. 12:13-21) Pe r iko p ini ke m b ali m e n ce r it ak an mengenai seorang kaya. Kisah ini adalah sebuah perumpamaan yang Yesus ceritakan sebagai respons-Nya terhadap permintaan seorang pendengar-Nya berkaitan tentang pembagian har ta war isan. Sebelum perumpamaan ini diceritakan, Yesus mengangkat tema mengenai kewaspadaan terhadap ketamakan. Bukankah ini juga yang sedang kita hadapi pada zaman ini? Zaman yang disebut sebagai “the age of greed”. Terhadap ketamakan, Tuhan Yesus menyatakan bahwa hidup kita tidaklah tergantung pada kekayaan.

Inilah yang menjadi tema utama dari perumpamaan ini.

Perumpamaan ini menyajikan kehidupan seorang yang sangat sukses, kehidupan yang didamba-dambakan oleh kebanyakan dari kita. Ia adalah seorang petani karena kekayaannya adalah hasil tanah.

Dikatakan bahwa kekayaan yang ia miliki sangat berlimpah sampai-sampai ia tidak memiliki tempat untuk menyimpan kelimpahan hasil tanahnya. Bagi bangsa Yahudi, usaha pertanian adalah usaha yang sangat bergantung pada belas

kasihan Allah. Oleh karena itu, kalau ada seorang yang berhasil dalam usaha bertani, maka ia akan dianggap sebagai orang yang sangat diberkati oleh Allah.

Dan ia juga akan dianggap sebagai seorang yang hidupnya berkenan di hadapan Allah.

Bukan hanya itu, dikatakan juga bahwa orang kaya ini adalah orang yang memiliki kemampuan management yang baik.

Hal ini terlihat dari cepat tanggapnya terhadap situasi yang ia hadapi. Di dalam kelimpahannya ia dapat dengan segera berpikir untuk memperluas lumbungnya untuk menampung gandum dan barang- barangnya. Hal ini berarti keberhasilannya bukan seperti mendapatkan durian runtuh tetapi juga karena ia adalah seorang yang memiliki kemampuan dan ketekunan dalam bekerja. Bukankah kondisi seperti ini juga yang kita sangat apresiasi pada saat ini? Seorang yang berhasil dalam usahanya, memiliki kemampuan yang mumpuni, dan hidupnya terlihat sangat diberkati Tuhan. Lalu apa yang menjadi masalah dari orang tersebut?

Orang kaya ini melontarkan sebuah pemikiran di dalam dirinya (ay. 19), yang menyatakan bahwa jiwanya tenang karena dia memiliki persediaan yang banyak. Ia menjadi kaya dan dengan kekayaannya ia bisa bersenang-senang menikmati hidup tanpa perlu mengkhawatirkan hal lainnya. Inilah impian kebanyakan orang pada zaman ini, menjadi kaya dan bersantai-santai menikmati hidup.

Keadaan hidup seperti ini dianggap sebagai kehidupan yang penuh dengan berkat dan kelimpahan. Inilah impian yang dikejar-kejar oleh kebanyakan orang yang bergelut dalam bidang ekonomi.

T e t a p i i r o n i s n y a T u h a n Y e s u s mengungkapkan sebuah realitas yang mengejutkan. Pada ayat 20 dikatakan bahwa s e car a mendadak or ang ini mengalami kematian. Semua harta yang ia pikir menjadi tempat perlindungan untuk ia berteduh dengan tenang, menjadi sia-sia dan tidak mampu menjaganya dari kematian. Kisah ini menyimpulkan tema utama yang Tuhan Yesus katakan di awal sebelum perumpamaan ini, bahwa hidup tidak tergantung dari kekayaan kita.

Perumpamaan ini mengajarkan beberapa hal bagi kita yang bergumul dalam bidang ekonomi:

1. Betapa mudahnya seorang untuk terbuai dalam kekayaan yang pada akhirnya menjadi jeratan dosa. Orang yang kaya ini menjadi lupa akan Allah saat ia mencapai keberhasilan. Ia lupa bahwa seluruh kelimpahannya adalah berkat yang Tuhan berikan.

Ia menjadi seorang yang “take it for granted” dengan kelimpahannya, dan menaruh kedamaian hatinya

Kembali kepada prinsip yang dikemukakan dalam

artikel pertama, the foundation of economics

is not profit-oriented motive but God’s justice, righteousness, and fairness.

Semua ini dikerjakan dengan tujuan untuk memuliakan Allah dan

menjadi berkat bagi

sesama.

(6)

k e p a d a h a r t a, b u k a n k e p a d a Tuhan. Oleh karena itu, menjadi kaya tidak tentu identik dengan mendapatkan berkat Tuhan, karena Alkitab berkali-kali memberikan kisah mengenai kekayaan yang justru menjadi kutukan bagi orang yang mendapatkannya. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa orang- orang yang terlanjur dilahirkan di dalam keluarga kaya adalah sebuah celaka, jika tidak mempunyai hati yang takut akan Tuhan.

Dengan kekayaan seseorang dapat m e le b a r k a n r u a n g ny a m e l alu i ke s e m p at a n -ke s e m p at a n y a n g semakin terbuka. Tetapi semakin luas ruang hidup seseorang semakin terkikis waktu yang ia miliki. Seorang yang kaya sering kali terbuai dan menghabiskan waktu hidup dengan sia-sia. Inilah kecelakaan yang menjebak orang-orang kaya. Di dalam ko nte k s ini, k it a har u s mengerti bahwa kekayaan bukan suatu berkat yang bisa kita nikmati dengan seenaknya, tetapi itu adalah sebuah tanggung jawab yang harus kita jalankan dengan kegentaran di hadapan Tuhan. Tidak semua orang dipanggil untuk menjadi orang kaya, karena kekayaan adalah berkat yang Tuhan berikan untuk dipakai kembali bagi kemuliaan Tuhan, bukan bagi kenikmatan diri. Sehingga orang-orang yang tidak disiapkan untuk menjadi seorang kaya pada akhirnya hanya akan menghancurkan hidupnya. Inilah sudut pandang yang harus kita ubah. Kekayaan adalah anugerah yang Tuhan berikan dengan sebuah tuntutan tanggung jawab, karena semua itu diberikan demi kemuliaan Tuhan dan berkat bagi sesama, bukan untuk kepentingan dir i sendir i. Ini adalah konsep stewardship Alkitab yang harus kita jalankan dalam berekonomi.

2. M otivasi pendorong untuk kita m e l a k u k a n a k t i v it a s e k o n o m i seharusnya bukan kekhawatiran h i d u p y a n g m e n u n t u n p a d a keserakahan. Tuhan Yesus secara jelas mengatakan bahwa hidup ini tidak tergantung pada kekayaan tetapi kepada Tuhan yang adalah sumber kehidupan. Kekayaan dapat dengan mudah mengaburkan cara pandang kehidupan kita. Kekayaan dipandang sebagai juruselamat k e h i d u p a n . K e h a d i r a n h a r t a member ikan ketenangan tetapi kehadiran Kristus tidak kita anggap penting. Inilah kecelakaan dunia. Ilmu ekonomi dijadikan jalan keselamatan hidup yang menggantikan Kristus.

Ironisnya banyak orang Kristen yang juga terjerat dalam cara berpikir ini. Kisah orang kaya yang bodoh ini mengajarkan kita untuk terbebas dari kebodohan cara padang hidup seperti ini. Kita disadarkan untuk

melihat kembali bahwa hidup ini hanya dapat disandarkan kepada Allah yang hidup, bukan kepada harta yang mati. Harta dapat lenyap setiap saat, tetapi Allah yang kekal akan setia memelihara hidup kita.

Redeeming Our Heart

M e l alu i d u a p e r i ko p A lk it a b y a n g dibahas di atas, masihkah kita mau menjadikan kekayaan sebagai motivasi pendorong kita melakukan kegiatan ekonomi? Kalau kekayaan tetap menjadi motivasi kita, lupakanlah pemikiran untuk melakukan penebusan dunia ekonomi.

Karena hati yang masih condong kepada mammon hanya akan menghancurkan perekonomian, bukannya membangun ekonomi berdasarkan kebenaran. Jikalau kita tidak mau mengubah hati kita kembali kepada Allah, maka kita hanya akan menjadi garam yang hilang keasinannya dan terang yang sudah redup, tidak ada guna. Hati yang taat kepada Allah adalah fondasi dasar dalam kita menegakkan kembali kebenaran dalam ilmu ekonomi.

I l m u e ko n o mi b u k a n r a n a h u nt u k memuaskan keserakahan kita, tetapi ini adalah suatu ladang yang Tuhan sediakan untuk kita memuliakan-Nya. Kekayaan bukanlah hak yang bisa dengan seenaknya digunakan, tetapi ini adalah berkat yang Tuhan berikan agar kita dapat memuliakan Dia dan menjadi berkat yang lebih luas melalui kesempatan-kesempatan yang terbuka lebar. Penebusan ilmu ekonomi adalah sebuah panggilan yang Tuhan berikan kepada orang-orang yang sudah Ia siapkan. Kekayaan adalah tanggung jawab yang Tuhan titipkan kepada sebagian

Pada zaman akhir manusia akan mencintai dirinya sendiri (humanisme) dan

menjadi hamba uang (materialisme). Kehidupan

seperti orang muda yang kaya adalah gambaran yang mewakili kondisi ini. Banyak orang yang ingin menjadi kaya, tetapi

tidak sadar kalau ia sedang menjual dirinya kepada kebinasaan dengan

ambisinya.

orang untuk digarap dengan penuh tanggung jawab dalam mengekspresikan ketaatannya kepada panggilan Tuhan dan kesetiaannya kepada kepercayaan Tuhan baginya. Inilah yang sering kita mengerti sebagai ruang kehidupan yang Tuhan bukakan melalui kekayaan diberikan agar kita dapat menggunakan waktu hidup ini untuk kemuliaan-Nya.

Kembali kepada prinsip yang dikemukakan dalam artikel pertama, the foundation of economics is not profit-oriented motive but God’s justice, righteousness, and fairness. Semua ini dikerjakan dengan tujuan untuk memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama. Maka, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan pada paragraf kedua dari artikel ini adalah hati kita. Hati manusia yang serakah adalah penghambat utama dari penebusan ilmu ekonomi. Oleh karena itu, maukah kita bertobat dan kembali kepada Tuhan, menyerahkan seluruh hidup kita bukan lagi demi harta dan diri tetapi demi kehendak Allah dan kemuliaan Allah? Redeeming our heart for God’s glory. Maukah kita belajar untuk membangun aspek ekonomi dalam hidup kita dengan kesadaran bahwa ilmu ini bukan jalan menuju kelimpahan hidup tetapi ladang untuk menyatakan Tuhan dan kemuliaan-Nya?

Artikel selanjutnya akan mengulas “Pillars of a just and abundant society” sebagai framework sistem ekonomi yang adil dan benar.

Simon Lukmana Pemuda FIRES

Referensi:

1. Campbell R. McConnell, Stanley L. Brue, and Sean M. Fynn, Economics: Principles, Problems, and Policies (New York, McGraw-Hill, 2009).

2. John E. Stapleford, Bulls, Bears and Golden Calves: Applying Christian Ethics in Economics (Downers Grove, IL: Inter Varsity Press, 2015).

3. David E. Hall and Matthew D. Burton, Calvin and Commerce (Phillipsburg, NJ: P&R Publishing, 2009).

4. John M. Frame, The Doctrine of Christian Life (Phillipsburg, NJ: P&R Publishing, 2008).

5. John M. Frame, A History of Western Philosophy and Theology (Phillipsburg, NJ: P&R Publishing, 2016).

6. John M . Frame, Systematic Theolog y: An Introduction to Christian Belief (Phillipsburg, NJ: P&R Publishing, 2015).

7. Stanley L. Brue, Randy R. Grant, The Evolution of Economic Thought (South-Western, Cengage Learning, 2013).

(7)

pencobaan, kesempurnaan yang kita miliki adalah kesempurnaan yang belum matang, yang belum teruji, dan palsu. Kesempurnaan sejati adalah ketika kita meneladani Yesus, yang sekalipun adalah Anak Allah, tetap dicobai dan menderita, agar melalui penderitaan yang sengit Ia belajar taat kepada Bapa dan nyata kesempurnaan-Nya.

Ketika Adam berbuat dosa, Tuhan langsung memang gil dia, “Adam, di m a n a k a h e n g k a u ? ” A d a m t e l a h meninggalkan posisi yang Allah tetapkan dan tempat yang Tuhan sediakan untuk ia bisa menjadi saksi Tuhan. Kini Adam bersekongkol dan memihak setan untuk melawan Tuhan. Setelah Adam berdosa ada empat hal yang nyata: 1) takut; 2) menyangkal kewajiban; 3) menutupi dosa; 4) mempersalahkan orang lain. Ini adalah gejala yang dilakukan setiap orang yang berdosa. Reaksi pertama setelah engkau berdosa adalah perasaan takut.

Manusia takut hukuman Tuhan, padahal Tuhan bukan menciptakan engkau untuk dihukum, melainkan diberikan anugerah, keselamatan, dan berkat untuk dinikmati. Kedua, setelah berdosa, manusia selalu takut kepada Tuhan lalu tidak mau mengakui kewajibannya, tidak mau mengakui kesalahannya, melarikan diri dari tuduhan, menindas teriakan hati nurani, dan berusaha membuat alasan untuk menutup kemungkinan dihukum. Dosa dibongkar oleh Roh Kudus, dan ini cara Tuhan. Ketika engkau berdosa, engkau takut dan menutupi dosamu, ketahuilah bahwa Allah tidak bisa ditipu manusia. Manusia mudah ditipu oleh Iblis dengan theologi yang salah, dengan Theologi Kemakmuran, Theologi Sukses, Theologi Kekayaan, dan akibatnya setiap kali ada kesulitan atau dosa, manusia mempersalahkan setan dan setiap ada berkat selalu dianggap dari Tuhan. Kita tidak boleh ditipu, banyak berkat, kekayaan, keuntungan yang sangat mungkin dari setan, dan sebaliknya banyak kesulitan, kerugian yang mungkin dari Allah. Jika engkau tidak mempunyai perasaan yang suci di hadapan Tuhan, hidup mengabdi dan taat kepada Dia, engkau sering dibutakan oleh Iblis. Tuhan berkata, “Adam, di mana engkau?” Dan setelah Adam keluar, Allah bertanya, “Mengapa engkau makan buah yang Aku larang?” Adam mulai mempersalahkan istrinya. Ia berkata,

“Perempuan yang Engkau berikan kepadaku, dialah yang memberikan kepadaku.” Inilah reaksi yang keempat, yaitu mempersalahkan orang lain. Jika

engkau bersalah, engkau perlu rendah hati, jujur, dan Tuhan akan mengembalikan engkau melalui Roh Kudus ke jalan yang benar. Tetapi jika engkau mulai saling mempersalahkan, suami mempersalahkan istri, istri mempersalahkan suami, anak mempersalahkan orang tua, orang tua mempersalahkan anak, dan semua orang bersalah tidak mau mengaku dan mempersalahkan orang lain, bagaimana dunia masih ada pengharapan?

Tuhan tidak mau berdebat. Ketika Allah bertanya kepada Hawa, Hawa mempersalahkan ular. Semua alasan mereka tidak Tuhan jawab. Tuhan bukan Allah yang suka berdebat dan membela diri, tetapi Tuhan mempunyai hak memberikan hukuman. Tuhan berkata kepada Adam, “Sepanjang hidupmu engkau har us membanting tulang, ber peluh untuk bisa menyambung hidup.” Pria itu harus bekerja berat.

Oleh karena itu, para wanita yang di rumah, baik-baiklah dengan suamimu.

Ia bekerja berat untuk mencari nafkah, ketika pulang jang an ribut deng an dia. Coba lebih memerhatikan dan mendoakan dia. Wanita juga dihukum o l e h Tu h a n , d e n g a n ke s a k i t a n i a melahirkan anak. Dan kepada ular Tuhan berkata, “Engkau harus merayap di tanah seumur hidupmu.” Hukuman turun ke dunia, mulai benih ular akan menjadi kebencian terhadap benih perempuan, dan benih perempuan

tetap har us ber usaha dan akhirnya mengalahkan benih ular.

Permusuhan ini sudah ada dan tidak ada seorang pun yang bisa menolak, menyangkal, atau lari darinya. Dunia ini sudah menjadi dunia yang tidak ada solusinya, sampai Kristus datang kembali. Dunia tidak mungkin damai k a r e n a a d a p e r m u s u h a n a n t a r a keturunan perempuan dan benih ular.

Benih ular terus mengintai dan segala g erakan Tuhan akan dihancurkan.

Sebelum engkau menjadi Kristen, Tu h a n t i d a k m e mu s u h i mu k a r e n a Ia mengasihi dunia, setan juga tidak memusuhi engkau karena ia mau merayu engkau menjadi miliknya. Tetapi setelah engkau menjadi Kristen, Allah tidak mengizinkan engkau menyeleweng dan setan tidak mengizinkan engkau menaati Tuhan, sehingga engkau mulai mengalami kesulitan.

Barang siapa menjadi Kristen sejati, ia harus menyangkal diri, tidak lagi eg ois, dan mulai belajar mengikut Tuhan, memikul salib, sedia dianiaya, barulah ia bisa masuk Kerajaan Allah.

Barang siapa mau hidup beribadah kepada Tuhan, dia akan menderita aniaya (2Tim. 3:12) dan ia akan dibenci oleh dunia. Yesus berkata, “Mereka membenci engkau karena sebelumnya mereka sudah membenci Aku terlebih dahulu” (Yoh. 15:18).

Di dalam 1 Yohanes 5:19 dikatakan:

“... selur uh dunia berada di bawah k u a s a s i j a h a t .” S e t a n t i d a k a k a n m e l e p a s k a n m a n u s i a . S i a p a y a n g d i c i p t a k a n m e nu r u t p e t a t e l a d a n Allah dan menjadi saksi Kristus akan menjadi mangsa dan sasaran serangan Iblis. Maka engkau perlu berdoa,

“Lepaskan aku dari yang jahat.” Inilah doa yang mengakhiri semua doa yang diajarkan Tuhan Yesus kepada orang Kristen. Tuhan mengajarkan empat hal yang harus kita doakan: 1) engkau dan kebutuhan materi; 2) engkau dan relasi antar manusia; 3) engkau dan pencobaan yang menjatuhkan engkau;

dan 4) engkau dan rencana Tuhan dalam kekekalan. Setan tidak tinggal diam, tidak membiarkan engkau sukses, lancar, dan tidak ada gangguan. Ia akan ter us meng gang gu. Kita bersandar terus pada Tuhan. Si jahat itu bukan Kristen, tetapi dia yang menipu Adam dan Hawa. Jangan kita memusuhi siapa pun yang Kristen, tetapi memusuhi mereka yang di dalam dunia roh yang mengganggu Gereja-Nya. Amin.

Sambungan dari halaman 3

Doa Bapa Kami (Bagian 13)

Jika kita tidak pernah diuji dan menang atas pencobaan, kesempurnaan

yang kita miliki adalah kesempurnaan yang belum matang, yang belum teruji, dan palsu. Kesempurnaan

sejati adalah ketika kita meneladani Yesus, yang

sekalipun adalah Anak Allah, tetap dicobai dan menderita, agar melalui penderitaan yang

sengit Ia belajar taat kepada Bapa dan nyata

kesempurnaan-Nya.

(8)

Introduksi

Hidup ini tidak selalu berjalan dengan penuh kepastian atau terpredik si sesuai pemikiran dan pengalaman kita.

Siapa pun pasti menyadari bahwa ada ketidakpastian dalam hidup ini yang tidak mampu kita kontrol dan prediksi.

Ada persentase kemungkinan untuk suatu peristiwa dapat terjadi di luar yang ditunggu-tunggu. Dalam ranah ilmiah, kita menyebutnya sebagai probabilitas. Misalnya, probabilitas untuk hari ini turun hujan adalah sebesar 80%. Ini berarti masih ada kemungkinan 20% tidak akan turun hujan. Ada faktor ketidakpastian dalam menentukan hasil akhir suatu peristiwa.

Inilah yang mendorong munculnya rumusan mengenai probabilitas, yakni mencoba meminimalkan ketidakpastian yang ada.

L alu, bagaimanakah kita sebagai orang Kristen – yang percaya akan kedaulatan Allah – berhadapan dengan probabilitas? Alkitab mengajarkan untuk melihat kedaulatan Allah sebagai ketetapan yang pasti dan mutlak.

Aspek kepastian mewarnai dan bahkan mendasari pemahaman kita terhadap Allah yang berdaulat. Jikalau demikian, bagaimana kita melihat dunia ini yang penuh dengan ketidakpastian dengan sifat Allah yang pasti? Bukankah Allah yang menciptakan segala sesuatu, termasuk probabilitas? Jadi, apakah probabilitas ini, suatu kepastian atau kemungkinan?

Probabilitas

Probabilitas percaya mengenai adanya aspek ketidakpastian dan kemungkinan.

Dalam bahasa sehari-hari, kita sering m e m a k ai k at a “m u n g k i n” u nt u k menggambarkan adanya probabilitas terjadinya sesuatu ataupun tidak.

Hal ini menyiratkan ada kepercayaan akan adanya ketidakpastian. Kata

“mungkin” digunakan sebagai titik

tengah di antara “pasti terjadi” dan

“pasti tidak terjadi”. Kebingungan antara “ya” dan “tidak” ini kita atasi dengan menggunakan kata “mungkin”.

Untuk menjelaskan dan menggambarkan kat a “mu ngk in” inilah ke mu dian man u sia m e n co b a m e mak ai car a yang lebih baik. Di sinilah muncul i l m u p r o b a b i li t a s s e b a g a i i l m u untuk memberikan gambaran akan ketidakpastian dan kemungkinan.

Metode numerik menjadi kunci utama dalam ilmu probabilitas. Kemungkinan turun hujan dapat diterjemahkan dalam angka-angka tertentu. Seolah- olah ada kepastian yang sedikit lebih baik dibandingkan hanya menggunakan kata “mungkin”. Misalnya, angka 0%

menunjukkan kepastian tidak turun hujan dan 100% sebagai kepastian turun hujan. Sehingga pernyataan seper ti “80% bakal turun hujan”, membuat kita yakin untuk membawa payung dibanding pernyataan yang hanya sekadar kemungkinan tanpa disertai angka. Nilai probabilitas yang semakin tinggi dapat memberikan kita keyakinan yang lebih tinggi akan suatu hal. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kaitan keyakinan kita yang didasarkan kepada nilai probabilitas dengan iman kita kepada Allah? Kalau seandainya kita diberikan sebuah pernyataan “80% kemungkinan Allah itu tidak ada”, apa yang akan menjadi reaksi kita? Apakah kita akan semakin yakin bahwa Allah itu tidak ada?

D i s i n i l a h l e t a k p e r m a s a l a h a n kebanyakan orang Kristen yang sulit mengaitkan antara iman Kristen dan ilmu pengetahuan. Setiap kali bertemu angka-angka matematis, hal itu selalu identik dengan ilmu yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan iman kep ada Allah. D u nia M atematika menjadi dunia yang tersendiri dan terasing dari iman Kristen. Tetapi,

pemazmur berkata sebaliknya bahwa

“l a n g it m e n ce r it a k a n ke m u liaa n Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mzm. 19:2).

Bukankah kemuliaan Allah itu berupa karakter Allah seperti kekudusan- Nya, kemahakuasaan-Nya, kekekalan- Nya, dan sifat-sifat ilahi lain-Nya?

Segala ciptaan memancarkan karakter Allah. Karakter atau sifat tertentu pada ciptaan memancarkan karakter Allah itu sendiri. Walaupun tentu ada perbedaan kualitas antara karakter Pencipta dan ciptaan. Demikianlah Allah yang setia pada janji-Nya juga nyata di dalam ilmu probabilitas yang setia pada hukumnya.

Probabilitas dan Kesetiaan Allah Berkaitan dengan probabilitas ini, kita perlu mengetahui karakter utama dar i probabilitas dan korelasinya dengan karakter Allah, salah satunya adalah sifat keteraturan (regularity).

Walaupun secara kasat mata ketika satu koin dilemparkan akan memberikan hasil yang selalu berbeda-beda, tetapi bukankah perbedaannya hanya di antara gambar dan angka? Jadi, boleh kita katakan bahwa hasil lemparan koin adalah secara teratur berupa gambar atau angka. Ada keteraturan di dalam ketidakpastian. Inilah yang disebut sebagai probabilitas. Tanpa a d a k e t e r at u r a n t i d a k m u n g k i n ada ilmu probabilitas. Begitu juga sebaliknya, adanya ketidakpastian m e nja di d o ro n g a n b a g i m a n u s ia untuk merumuskan ilmu probabilitas.

S e p e r t i y a n g D r. Ve r n S h e r i d a n Poythress katakan melalui bukunya Chance and the Sovereignty of God,

“The world shows both regularities a n d u n predicta bilities. It is the unpredictabilities that compel us to study probability.”

Sifat keteraturan menyatakan adanya sesuatu yang tetap, tidak berubah,

(9)

dan terjadi secara reguler. Inilah karakteristik yang ada pada diri Allah, seperti yang tertera pada Ibrani 13:8,

“Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama- lamanya.” Sifat ketidakberubahan ini menunjukkan kesetiaan (faithfulness) All ah. All ah s u n ggu h s etia p ad a janji-Nya. Janji keselamatan yang dinubuatkan Allah kepada Adam (Kej.

3:15), umat Israel (Ul. 18:15,18), Nabi Yesaya (Yes. 53:1-12), hingga kepada Yohanes Pembaptis (Yoh. 1:29) telah digenapkan melalui Yesus Kr istus 2.000 tahun yang lalu. Kesetiaan Allah pada akhirnya tercermin juga melalui hukum-hukum ciptaan-Nya, bahwa semua mekanisme ciptaan setia dan taat kepada hukum ciptaan yang telah Tuhan tanamkan. Kesetiaan inilah yang kita yakini sebagai keteraturan.

Suatu karakteristik utama agar kita dapat mempelajari, memahami, dan merumuskannya sebagai suatu ilmu pengetahuan, termasuk probabilitas yang memerlukan elemen keteraturan.

Begitu juga dengan karakter istik ketidakpastian. Bukankah dari sudut pandang manusia yang terbatas, kita melihat pekerjaan Allah di dalam

“ketidak pa stian” ? Siapakah yang dapat mengetahui kapan seseorang dipanggil oleh Tuhan atau siapa yang dapat meramalkan suatu peristiwa bencana dengan akurat? Ada tendensi untuk melihat ketidakpastian sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan dari sisi manusia. Tetapi, Poythress mempunyai pandangan lain tentang hal ini. Ia justru melihat ketidakpastian pada pekerjaan Allah sebagai karakter kreativitas Allah.

Ia sanggup melakukan segala sesuatu dengan cara-Nya sendiri dan memang sangat kreatif. Contoh sederhananya dapat kita lihat pada wajah manusia.

Tujuh miliar manusia di dunia, sangat sedikit yang memiliki wajah yang mirip. Allah menciptakan setiap orang dengan wajah yang unik dan tidak ada yang sama. Bukankah karakteristik ini tercermin secara langsung pada ilmu probabilitas? Walaupun ada nilai probabilitas yang dapat ditentukan, tetapi setiap percobaan selalu tak dapat diprediksi secara akurat. Kedua karakter ini tercermin di dalam konsep transenden dan imanen.

Transenden dan Imanen

Dua sifat Allah ini, “transenden” dan

“imanen”, merupakan karakteristik yang penting pada diri Allah. Allah yang transenden menyatakan bahwa Dia

berdaulat atas segala sesuatu. Tidak ada satu hal pun yang terjadi di luar kehendak dan kuasa-Nya (Mzm. 103:19).

Segala ciptaan tunduk pada otoritas dan kontrol Allah. Sifat transenden mengartikan ada garis pemisah antara Allah S ang Pencipta dan s elur uh ciptaan-Nya. Tetapi, di sisi yang lain, Allah adalah Allah yang imanen.

Karakter ini menyatakan bahwa Allah sungguh-sungguh terlibat pada segala peristiwa di dunia. Allah yang imanen adalah Allah yang hadir di tengah- tengah dunia (Kej. 28:15).

Kedua karakter ini juga dapat kita te mu kan dalam ke hid u p an Ye su s Kristus. Sifat transenden-Nya bisa kita lihat pada kuasa-Nya seperti mere dakan badai (L uk. 8:2 2-25), menyembuhkan orang sakit, hingga m e m b a n g k i t k a n L a z a r u s d a r i kematian (Yoh. 11:41-44). Pada waktu bersamaan, Kristus juga menyatakan sifat imanen-Nya yaitu hadir bersama- s a m a d e n g a n m u r i d - m u r i d - N y a . D ia memb er ikan p enyer taan dan bimbingan kepada murid-murid-Nya, Dia hidup di tengah-tengah mereka dan hidup sama seperti mereka.

Ilmu probabilitas merefleksikan kedua sifat Allah ini. Sifat transenden ini dibuktikan dengan adanya hukum probabilitas yang melampaui setiap detail yang ada. Lemparan sebuah koin memiliki probabilitas sebesar 0,5.

Hukum ini berlaku universal, melampaui warna dan ukuran koin, melampaui di mana koin itu dilemparkan, dan juga melampaui kapan koin itu dilemparkan.

Pada saat bersamaan, probabilitas juga menyatakan sifat imanensinya.

Hukum probabilitas dapat diterapkan

ke berbagai bidang ilmu lainnya. Di abad ke-21 ini, probabilitas tidak hanya dipakai untuk memprediksi lemparan koin maupun dadu, tetapi sudah merambah ke ranah prediksi peristiwa yang akan terjadi di masa akan datang, seperti perubahan cuaca, gempa bumi, tindakan kriminal, dan munculnya penyakit tertentu pada seseorang.

P r o b a b i l i t a s d a n A l l a h y a n g Independen

Karakter kedua pada ilmu probabilitas adalah sifat independen. Sebagaimana Allah yang kita percayai adalah Allah yang independen, begitu juga dengan probabilitas. Allah yang independen memberi makna bahwa eksistensi diri-Nya tidak bergantung pada siapa pun dan oleh apa pun. Pada kasus probabilitas juga berlaku demikian.

Misalkan kita ambil contoh, lemparan dadu yang hasil akhirnya berupa 6 kemungkinan dari 1 kali percobaan.

Sehingga kita dapat menentukan nilai probabilitasnya sebesar 1/6 untuk masing-masing nilai dadu (dadu dengan angka 1 hingga 6).

Mis alnya, ada 2 jenis dadu yang memiliki bentuk yang sama, tetapi yang satu ber warna dasar hitam, dan lainnya berwarna dasar putih.

S e a n d ai n y a d a d u h i t a m d e n g a n probabilitas 1/6 dilemparkan dan menghasilkan angka 6. Kemudian, dadu putih juga dilemparkan. Pertanyaannya adalah apakah informasi dadu hitam memengaruhi probabilitas angka 6 pada dadu putih? Jawabannya tidak. Dadu putih tetap memiliki nilai probabilitas 1/6 u ntu k ma sin g-ma sin g an gk a.

Informasi angka 6 pada dadu hitam tidak memengaruhi nilai probabilitas pada dadu putih. Inilah yang disebut sebagai karakter independen pada probabilitas. Antara dadu hitam dan dadu putih saling independen dan tidak bergantung satu sama lain.1 Inilah kaitan yang sangat jelas antara ilmu probabilitas dan Allah yang kita imani, Allah yang independen menyatakan sifat-Nya di dalam probabilitas. Kalau bukan dari Allah yang independen, dari mana lagi probabilitas dapat memiliki sifat independennya?

Pada kenyataannya, kita sering berdalih dari fakta ini. Kita lebih percaya kepada intuisi kita dibandingkan kebenaran akan sifat independen dari probabilitas. Apalagi bagi mereka y ang s enang b er ju di, p a sti sulit atau bahkan tidak mau menerima

Dr. Vern Sheridan Poythress katakan melalui bukunya Chance

and the Sovereignty of God, “The world shows both regularities and unpredictabilities. It is

the unpredictabilities that compel us to study

probability.”

(10)

fakta ini. Tetapi, bagi Poythress sifat independen ini sangatlah penting dan justru memberi berkat dalam banyak hal. Pertama, sifat independen ini memudahkan kita untuk menguantifikasi nilai probabilitas dengan akurat.

Walaupun pada kasus tertentu ada probabilitas yang tidak independen, seperti probabilitas turunnya hujan hari ini memengaruhi probabilitas turunnya hujan keesokan harinya. Hal ini dikarenakan ada parameter yang dapat mengubah probabilitas turunnya hujan, seperti arah dan kecepatan a n g in, te m p e r atu r, ke le m b a b a n, jumlah awan, dan sebagainya. Namun demikian, parameter ini tetap dapat dilihat sebagai parameter baru bagi e s o k har i, s e hin gga s eak an-ak an probabilitas turunnya hujan esok hari tetap merupakan nilai yang independen adanya.

Kedua, adanya sifat independen pada probabilitas seharusnya membuat kita semakin takjub dan mengucap syukur kepada Allah. Oleh karena tanpa adanya sifat independen ini, tidak mungkin manusia bisa merumuskan ilmu probabilitas. Ilmu probabilitas sangat membantu kita untuk memahami fenomena alam ciptaan, terutama peristiwa yang seolah-olah terlihat acak, tetapi menyimpan keteraturan dari sudut pandang yang lebih besar.

Karena itu, tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk tidak mengucap syukur dan memuji kebaikan Allah.

Kesimpulan

Akhir kata, kita dapat menyimpulkan bahwa tidak ada satu pun ilmu yang tidak terkait dengan Allah. Antara iman dan ilmu pengetahuan tidak saling berkontradik si. Justru saat kita mengubah sudut pandang kita terhadap suatu ilmu pengetahuan, kita dapat melihat bagaimana hanya Allah saja yang dapat menjadi dasar utama bagi segala ilmu pengetahuan, seperti halnya pada probabilitas ini.

Bagaimana karakter independen dan keteraturannya bisa ada oleh karena dua sifat tersebut ada juga di dalam diri Allah. Sehingga probabilitas tidak hanya digunakan sebagai alat untuk mengestimasi kejadian-kejadian tak

terprediksi seperti lemparan dadu, tetapi untuk menyatakan kemuliaan Allah sungguh-sungguh tercer min lewat ciptaan-Nya. Benarlah apa yang dikatakan Rasul Paulus di Roma 1:20,

“Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” Terpujilah nama Tuhan, Allah Sang Pencipta dunia dengan segala isinya!

“In the subject of probability, God b r i n g s t o g e t h e r r e g u l a r it y a n d unpredictability in a marvelous way.

He brings together his faithfulness and his creativity.”2 – Vern S. Poythress

Trisfianto Prasetio Pemuda GRII Bandung

Endnotes:

1. A d a k a l a n y a a d a p r o b a bi lit a s y a n g t i d a k indep enden, mis alkan probabilita s loka si kejahatan di kota A. Besaran probabilitas saat ini sangat bergantung dari informasi jumlah kejahatan yang terjadi di waktu yang lampau.

2. Poythress, Vern S. Chance and Sovereignty of God. (Crossway, 2014). Hlm. 258.

Bagaimana kita melihat dunia ini yang penuh dengan ketidakpastian

dengan sifat Allah yang pasti? Bukankah Allah yang menciptakan segala sesuatu, termasuk

probabilitas? Jadi, apakah probabilitas ini,

suatu kepastian atau kemungkinan?

POKOK DOA

1. Bersyukur untuk rangkaian KPIN Sumbar 2016 yang telah diadakan di kota Bukittinggi dan Padang pada tanggal 11 dan 12 Agustus 2016, serta KPIN Jateng 2016 yang telah diadakan di kota Magelang dan Salatiga tanggal 19 dan 20 Agustus 2016. Bersyukur untuk setiap jiwa yang telah mendengarkan Injil melalui rangkaian KPIN ini, kiranya Roh Kudus bekerja di dalam pertobatan mereka dan memampukan mereka untuk hidup bagi Kristus. Bersyukur untuk firman Tuhan yang telah diberitakan melalui Pdt.

Dr. Stephen Tong dan berdoa kiranya Tuhan tetap memakai hamba-Nya di dalam pelayanan pengabaran Injil baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Berdoa untuk pelayanan Pdt. Dr. Stephen Tong selama bulan September 2016 untuk memenangkan jiwa bagi Kristus di beberapa universitas terkemuka di Amerika Serikat.

2. Berdoa untuk KKR Regional yang sedang dilaksanakan di berbagai daerah di penjuru Indonesia selama bulan September 2016.

Berdoa untuk proses pelatihan pembicara awam yang dilakukan di beberapa cabang GRII/MRII di seluruh Indonesia. Berdoa kiranya setiap orang yang mengikuti pelatihan ini dikaruniakan hati yang mengasihi jiwa-jiwa dan memiliki motivasi yang benar di dalam menjalankan penginjilan melalui KKR Regional ini. Berdoa untuk setiap hamba Tuhan yang memimpin tim-tim yang akan melayani, kiranya diberikan kepekaan dan hikmat di dalam merencanakan dan menjalankan misi penginjilan ini. Berdoa juga untuk jiwa-jiwa yang akan dilayani dan telah dilayani, kiranya Roh Kudus bekerja di dalam hati setiap mereka dan memampukan mereka untuk menjalani hidup yang kudus di dalam kehidupan sehari-hari mereka.

(11)

Dress to Kill

or Dress to Live?

P

angan, sandang, papan adalah kebutuhan dasar.

Pemerintah di belahan dunia mana pun secara umum akan berusaha menyediakan tiga kebutuhan dasar tersebut bagi warganya. Menariknya, kejatuhan manusia dalam dosa adalah karena “salah makan” yang berakibat kehilangan pakaian kemuliaan dan diusir dari tempat tinggal yang sangat nyaman, mengelana di luar Firdaus. Sebenarnya tiga kebutuhan dasar ini pertama-tama memang disediakan oleh Allah Sang Pencipta.

Pemenuhan yang sejatinya dari tiga kebutuhan tersebut hanya didapat melalui kasih karunia Allah.

Untuk edisi kali ini, saya ingin mengajak pembaca yang budiman memikirkan mengenai sandang alias pakaian. Di era industri dan konsumsi serta pencitraan ini, merefleksikan tentang pakaian pasti merupakan hal yang seru (paling tidak menurut saya).

Paling tidak dunia fashion mengenal istilah dress to kill.

Pakaian dapat menyatakan identitas seseorang. Identitas profesi misalnya. Seorang guru tidak akan berpakaian seperti model atau artis. Sebaliknya seorang model tidak akan berpakaian seperti seorang rohaniwan. Identitas status sosial – pemilihan model, warna, dan bahan menunjukkan status sosial seseorang. Pakaian juga dapat menyatakan sebuah peristiwa atau situasi yang ada. Para tamu undangan pernikahan sebaiknya tidak memakai pakaian yang menandingi kecemerlangan kedua mempelai. Menghadiri ibadah di gereja sebaiknya berpakaian yang cukup tertutup dan rapi agar tidak mengalihkan perhatian jemaat. Pakaian menghadiri acara kedukaan juga berbeda, dan seterusnya.

Pakaian juga bisa digunakan untuk membuat pernyataan.

Memakai pakaian yang ketat dan sexy untuk menunjukkan bahwa tubuhnya masih singset meski sudah separuh baya, dan seterusnya, dan seterusnya. Singkatnya, pakaian bukan sekadar penutup tubuh.

Di dalam Kitab Suci, pakaian bahkan dapat menentukan hidup mati seseorang. Bacalah perumpamaan Tuhan Yesus mengenai pakaian pesta di dalam Injil Matius 22. Di dalam kisah yang lebih awal – Kejadian pasal 3 – jika Tuhan tidak mengenakan pakaian kulit binatang – yang dikorbankan untuk diambil kulitnya – niscaya Adam dan Hawa tak dapat melanjutkan hidup mereka.

Lebih jauh lagi, Rasul Paulus di dalam surat Efesus pasal 4 menjelaskan tanda-tanda seseorang yang telah mengenakan pakaian kehidupan, pakaian kebenaran dan kekudusan. Seperti telah dijelaskan di atas, gaya berpakaian seseorang menyatakan identitasnya. Mungkin seperti pakaian militer yang memakai atribut-atribut tertentu, demikian pula pakaian kehidupan orang percaya (Ef. 4:24-32).

Setiap kali kita berpakaian, apa yang muncul dalam benak kita?

Pernahkah kita meminta kepada Tuhan agar setiap hari kita berpakaian, setiap kali kita diingatkan untuk berdandan dalam kebenaran dan kekudusan Tuhan? Kiranya Tuhan menolong kita.

Ev. Maya Sianturi Huang Kepala SMAK Calvin

Bucer dan Calvin

banyak membaha s manfaat ajar an predestinasi, kemauan bebas, dan argumen yang menentang predestinasi. Menurut Bucer, definisi pertama predestinasi adalah pemilihan orang-orang kudus dan pemisahan mereka dari bangsa lain yang akan binasa. Definisi yang kedua adalah pemilihan orang-orang kudus sebelum dilahirkan. Predestinasi ini dibedakan menjadi predestinasi untuk orang-orang kudus dan predestinasi untuk orang-orang yang ditolak. Bagi orang kudus, mereka akan diselamatkan sedangkan bagi orang yang

ditolak Tuhan, mereka tidak diselamatkan karena ketidakpercayaan mereka kepada Allah. Meskipun demikian, Allah melakukan tersebut di dalam kebijaksanaan-Nya dan kebaikan-Nya. Dari nas-nas Kitab Suci yang dipaparkan mengenai predestinasi, Bucer menyimpulkan bahwa predestinasi adalah kehendak Allah untuk menentukan maksud hidup (tujuan hidup) tiap-tiap orang.

Buku ini ditutup dengan menceritakan mengenai karya-karya Bucer dan kesimpulan dari theologi Bucer. Beberapa karyanya yaitu dalam bidang tata gereja, jabatan gerejawi, ibadah dan musik gerejawi, liturgi, perjamuan

kudus, baptisan kudus, disiplin gerejawi, polemik Gereja Katolik Roma, tafsiran Kitab Suci, dan pendidikan theologi. Di akhir bukunya, Abineno memaparkan beberapa topik theologi di mana Bucer dan Calvin memiliki pandangan yang berbeda, seperti pembenaran oleh iman, iman dan perbuatan baik, pietas, dan keesaan gereja. Kiranya kita semakin mengerti apa yang diperjuangkan oleh para Reformator melalui pengenalan kita akan kehidupan dan zaman mereka.

Ev. Nathanael Marvin Santino Hamba Tuhan GRII Semarang Sambungan dari halaman 15

(12)

P

ada suatu hari, ada seorang pemuda t a m p a n b e r n a m a B o b s e d a n g berencana untuk mengajak pacarnya Alice pergi ke sebuah pantai untuk melihat matahari terbenam yang indah.

Bob lantas menghubungi Alice dan pada keesokan harinya, Bob menjemput Alice, mereka pun bersama-sama menuju pantai.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba langit menjadi mendung dan hujan mulai turun dan makin lama makin lebat. Di dalam hati Bob yang terdalam, dia sangat menyesal dengan keputusannya untuk pergi ke pantai dan dia lupa untuk melihat ramalan cuaca terlebih dahulu sebelum berangkat.

Dan ternyata, ramalan cuaca dengan jelas menunjukkan hujan akan turun di sore hari. Ia sangat menyesal dan meminta maaf kepada Alice atas kesalahannya. Apa yang bisa kita petik dari cerita tersebut?

Jangan lupa, carilah informasi ramalan cuaca sebelum bepergian!

Kita dapat dengan mudah mencarinya melalui media televisi, radio, maupun internet. Kita dapat merasa beruntung karena adanya kemajuan teknologi di dalam pengolahan data yang semakin cepat, canggih, dan efisien, sehingga memungkinkan kita untuk mendapatkan ramalan cuaca yang akurat dan cepat. Hal ini sangat berbeda di masa yang lampau.

Sekitar tahun 650 SM, bangsa Babilonia sudah mencoba untuk mempredik si keadaan cuaca melalui keberadaan awan dan fenomena-fenomena alam.

Pada tahap ini, manusia masih tidak bisa memprediksi keadaan cuaca di hari-hari ke depannya karena data yang dimiliki belum selimpah saat ini. Lalu tiga ratus tahun setelah itu, ada seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles yang menuliskan teori mengenai pembentukan hujan, awan, petir, astronomi, dan geografi pada bukunya yang berjudul Meteorologica. Penelitian-penelitian mengenai cuaca terus berkembang dan banyak alat yang ditemukan seperti higrometer, alat pengukur kelembaban udara, termometer, dan barometer pada sekitar abad ke-15 hingga 17.

Penemuan instrumen-instrumen dan

jar ingan telekomunikasi membantu manusia mengobservasi keadaan cuaca dan banyak data cuaca yang mulai dikumpulkan seperti suhu, kadar uap air, dan tekanan udara. Instrumen- in s t r u m e n ini m e njadi c ik al b a k al persiapan pengumpulan data terkait dengan ramalan cuaca. Pada ak hir tahun 1940-an, dengan menggunakan komputer modern, tim dari Institute for Advanced Study (IAS) di Princeton, New Jersey, berhasil melakukan ramalan cuaca dengan progres yang signifikan, dil a nju t k a n p a d a t a h u n 195 0 o le h k e l o m p o k C h a r n e y y a n g m e m b u at 24 ja m r a m a l a n c u a c a d i s e l u r u h Amerika Utama menggunakan model numerik, dan hingga saat ini, manusia su dah dapat melakukan p er amalan cuaca hingga beberapa hari ke depan.

Kemajuan teknologi yang terjadi sangat signifikan, dar i awalnya mengamati awan menggunakan mata hingga manusia memiliki mesin yang dapat memberikan prediksi secara otomatis.

Era Informasi

Big Data adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan jumlah data digital dengan jumlah yang sangat banyak dan kompleks. Data yang besar tersebut tidak dapat kita proses secara tradisional, karena sangat kompleks dari segi volume, varietas, dan peningkatan jumlah datanya. Big Data melingkupi banyak bidang seperti bidang sains, hukum, kesehatan, sosial, ekonomi, data pemerintah, pendidikan, dan lain-lain.

Kebanyakan data yang ada dapat diakses dengan mudah, seperti melalui situs http://data.go.id/ yang disediakan tanpa dipungut biaya. Kita dapat melihat bahwa data dan informasi tidak lagi sulit untuk didapat dan hal ini membuka transparansi pemerintah kepada masyarakat.

Data yang melimpah bukan berar ti semuanya berguna dan dapat digunakan langsung untuk melakukan pengambilan ke p u t u s a n. Sit u a s i i ni d i p e r b u r u k dengan jumlah data dan informasi yang sangat komplek s dan fenomena ini

sering disebut Information Overload.

Solusinya adalah penggunaan teknologi cerdas yang dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan secara cepat dan tepat yaitu dengan mengaplikasikan data science yang salah satunya adalah analisis prediktif (predictive analytics).

Istilah ini menggabungkan beberapa elemen seperti penggalian data (data mining), pembelajaran mesin (machine learning), dan statistika (statistics) untuk mengekstrak informasi dari sejumlah data dengan mencari pola dan memprediksi masa depan.

Ramalan cuaca adalah salah satu contoh aplikasi dari analisis prediktif, teknologi yang digunakan untuk mempredik si masa depan menggunakan data sehingga membantu manusia memutuskan pilihan yang lebih baik. Aplikasi ini sudah banyak membantu banyak orang untuk bekerja lebih efisien, cepat, dan aman. Manfaatnya banyak dirasakan oleh para nelayan yang akan melaut. Mereka dapat mengantisipasi adanya badai dan memutuskan untuk tidak berlayar saat cuaca buruk. Perusahaan- perusahaan ekspedisi dan penerbangan dap at m e minimalkan ker u g ian dan kecelakaan kapal yang diakibatkan oleh cuaca, dan masih banyak manfaat lainnya yang kita semua rasakan.

D i d a l a m k o n t e k s i n i, k i t a d a p a t melihat bahwa analisis prediktif berada sebagai alat untuk membantu manusia mendapatkan informasi yang sangat sulit didapatkan jika dilakukan tanpa bantuan teknologi. Pekerjaan komputasi y a n g ko m p le k s d a n p a nja n g d a p at dilakukan dengan sangat efisien dan efektif melalui pemanfaatan teknologi ini. Bayangkan, apabila Anda ditugaskan untuk mencari informasi yang tersimpan p a d a j u t a a n d a t a . A n d a h a r u s menemukan berbagai macam pola dari masing-masing data dan berapa banyak waktu dan tenaga yang harus dihabiskan untuk melakukannya? Mungkin perlu waktu lebih dari ratusan tahun untuk melakukannya dan menghabiskan ribuan tumpukan buku.

Referensi

Dokumen terkait

Kegunaan minyak kabel untuk memadatkan penyekat kertas dan menjaga / menahan air supaya tidak dapat meresap pada kabel tenaga (kabel tanah tegangan tinggi)?. Disamping minyak

Jawaban dari pertanyaan yang berhubungan dengan lungsuran ini didasari oleh penjelasan mengenai teologi Agama Hindu di Bali, tradisi penghormatan kepada leluhur dan tradisi

dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari

Hasil peneltian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2015) tentang hubungan lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kontrol asma pada

Sedangkan [Valderrama and Arriola, (2005)] menganalisa keadaan terikat deuteron pada potensial OPEP. Penelitian yang diusulkan ini merupakan kelanjutan penelitian

yang mana atas segala rahmat dan hidayah-Nya kita dapat berkumpul di Auditorium Abdul Kahar Mudzakkir ini dalam keadaan sehat wal afiat, guna menghadiri prosesi

Tuhan yang Maha Agung, lindungi bangsa kami dari orang-orang yang ingin mengadu domba kami, jamah hati orang-orang yang berniat jahat atas Indonesia, ampuni mereka Tuhan, sentuh

Bapa kami yang di sorga, di saat hentakan lonceng gereja menggema di malam menjelang Natal seperti ini, hati kami tergetar mengingat bagaimanakah Tuhan Yesus mau datang