• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perdamaian

Perdamaian mencakup dengan konsep resolusi konflik. Tentunya dalam proses penyelesaian konflik tersebut yang terpenting adalah tidak melakukan tindakan koersif sebagai usaha untuk dapat mencapai situasi damai. Situasi damai ini dapat didefinisikan dengan situasi dimana masyarakat dalam kehidupan suatu negara, regional, bahkan internasional yang berdampingan dan mengisi satu sama lain meskipun ditemukan berbagai perbedaan latar belakang dan budaya diantara masyarakat tersebut.

Galtung (1996, dalam Aji & Indrawan, 2019: 71) menyebutkan bahwa dalam pembahasan mengenai perdamaian, mencakup 2 jenis, yaitu negative peace dan positive peace. Negative peace merupakan bentuk situasi damai dimana tidak terdapat konflik karena perbenturan kepentingan dan tujuan yang dimiliki masing-masing 2 atau lebih pihak dan tidak ada rasa ketakutan satu sama lain. Hal yang menjadi ciri utamanya adalah tidak ada pihak yang menunjukkan kekuatan mereka satu sama lain, dapat disebut juga dengan show of force. Sedangkan postitive peace, dapat dikatakan sebagai bentuk lanjutan dari negative peace dimana tidak adanya konflik antara beberapa pihak, ditambah dengan berbagai hubungan-hubungan positif dari pihak- pihak tersebut, seperti menunjukkan tindakan membantu, mengisi, dan menghormati satu sama lain dalam pemenuhan kebutuhan seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, terciptanya keadilan sosial, pemenuhan hak tanpa memandang kelas, serta terbebas dari rasa takut dan tidak aman.

Salah satu bahasan utama dalam studi perdamaian adalah mengenai transformasi konflik. Transformasi konflik dapat diartikan sebagai salah satu metode resolusi atau penyelesaian konflik yang tentunya tidak terlepas dari studi perdamaian.

Lebih lanjut, transformasi konflik merupakan sebuah proses yang secara perlahan dan bertahap mengubah pola hubungan, sikap, perilaku, kepentingan, dan diskursus dalam sebuah lingkungan, kondisi, dan situasi yang berpotensi terjadinya suatu konflik.

Secara tidak langsung, mengatakan bahwa transformasi konflik memiliki fokus utama pada kajian sosial dan yang lebih luas serta menghilangkan segala bentuk kekerasan

(2)

8

dan konflik, selain itu juga mengubah struktur politik, sosial, dan ekonomi yang berkontribusi pada hubungan-hubungan yang cenderung negatif tersebut.

Transformasi konflik dapat mudah dijalankan apabila terdapat dukungan terhadap sumber daya manusia dan budaya dari pihak-pihak yang terlibat dalam suatu konflik, juga mencakup perubahan terkait cara pandang menjadi berfokus pada tujuan yang bersifat jangka panjang yang membangun sumber daya manusia dan sumber daya lainnya (Aji & Indrawan, 2019: 79). Dengan kata lain, transformasi konflik bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dari pihak-pihak yang terlibat dalam suatu konflik untuk dapat berkontribusi dalam membangun hubungan positif tanpa konflik dan kekerasan. Lederach (2009, dalam Aji & Indrawan, 2019: 79) dalam membahas mengenai tranformasi konflik, mengatakan bahwa perdamaian dapat dilihat sebagai suatu hal yang berevolusi atau terus-menerus berkembang seturut berjalannya waktu dengan mengedepankan pola hubungan yang positif dan bersifat mutual. Penjelasan tersebut dapat dijadikan sebagai pembahasan utama terkait

transformasi konflik.

Uri Savir (2008, dalam Aji & Indrawan, 2019: 80) mengatakan bahwa situasi damai hanya akan tercipta dengan cara kerja sama serta sikap positif dari masyarakat atau negara yang terlibat dalam suatu konflik, serta hubungan antar manusia yang dipengaruhi oleh budaya, institusi sosial, dan proses politik. Pendorong utama untuk terciptanya situasi damai tersebut tidak hanya bertumpu pada pemerintah pusatnya saja, melainkan masyarakat turut mengambil kontribusi dalam proses pencapaian damai tersebut dikarenakan nilai-nilai kebersamaan merupakan aspek penting dalam transformasi konflik menuju perdamaian yang berada dalam suatu masyarakat.

Dapat kita pahami bahwa dalam membangun perdamaian, tentu bergantung pada pihak-pihak yang berkonflik dalam hal ini adalah kedua negara di Semenanjung Korea. Maksudnya adalah bergantung pada kemungkinan bagi pihak-pihak tersebut untuk memiliki tujuan dan kepentingan yang sama bahkan dapat saling menghormati dan melengkapi ketika menghadapi berbagai proses perubahan lingkungan atau menghadapi suatu kondisi tertentu. Dimana mereka dalam bersatu untuk membangun hubungan damai dengan melakukan berbagai tindakan kooperatif satu sama lain. Hal ini tentunya membawa dampak positif baik bagi pihak lain, maupun diri sendiri.

(3)

9 2.2 Konsep Reunifikasi

Reunifikasi sebenarnya mengacu pada suatu wilayah, negara atau kota yang terpecah menjadi dua atau beberapa bagian dalam waktu yang cukup lama kemudian berupaya kembali menjadi satu kesatuan. Wilayah tersebut pernah menjadi satu negara-bangsa kemudian dibagi secara politis, ekonomi maupun sosial. Kemudian daripada itu, beberapa faktor yang telah disebutkan sebelumnya juga berperan penting dalam membentuk jalan kembali menuju reunifikasi. Berbicara mengenai reunifikasi tak terlepas dari awalan sebuah integrasi. Integrasi di dunia internasional bertambah pesat setelah Perang Dingin selesai. Menurut Ernst Haas yang dikutip oleh Mochtar Masoed dalam bukunya yang berjudul Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi, integrasi didefinisikan sebagai proses aktor di beberapa wilayah yang berbeda yang terdorong untuk memindahkan kesetiaan, harapan, dan kegiatan politik mereka ke suatu pusat baru yang lembaganya memiliki dan menuntut yurisdiksi atas negara-negara nasional yang ada sebelumnya (Masoed, 1994). Dapat dikatakan pula bahwa dalam konteks Perang Dingin, negara-negara yang mengalami perpecahan struktural seperti Korea merupakan wujud entitas yang menunjukan sebuah dorongan integrasi atau secara lebih tepatnya reunifikasi. Reunifikasi tidak jauh berbeda dengan integrasi. Reunifikasi merupakan salah satu aspek kehidupan bernegara, yaitu bersatu kembali dua atau lebih unit politik dan segala aspeknya.

Kemudian dari hal tersebut, terbentuklah skenario reuifikasi yang bisa digunakan sebagai acuan untuk mewujudkan reunifikasi itu sendiri. Skenario ini dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu reunifikasi melalui penyerapan, reunifikasi secara damai, reunifikasi melalui perang dan reunifikasi melalui campur tangan asing (Jonathan, 2001).

a. Reunifikasi melalui Penyerapan: dengan melakukan penyerapan satu negara kepada negara lainnya atau pengambil alihan suatu negara oleh negara lainnya.

b. Reunifikasi secara Damai: dengan adanya konsensus bersama kedua negara.

c. Reunifikasi melalui Perang: menggunakan kekuatan yang dimiliki masing-masing negara.

(4)

10

d. Reunifikasi melalui Campur Tangan Asing: ketika salah satu negara mengalami krisis dan salah satu negara lainnya mengundang intervensi pihak asing untuk masuk sebagai pasukan perdamaian atau bantuan ekonomi.

Dalam kejadian yang terjadi di Semenanjung Korea, dapat juga dilihat melalui skenario, yang sudah dijelaskan dan dapat juga dianalisa bagaimana keadaan sesungguhnya yang terjadi serta konflik apa saja yang terus menghambat proses reunifikasi semenanjung Korea yang telah berlansung cukup lama ini. Secara spesifik dalam kasus ini reunifikasi secara damai merupakan cara yang cukup efisien karena Korea Selatan terus menerus berupaya mewujudkan reunifikasi meski tidak secara cepat, namun dapat memberikan kesempatan bagi kedua negara di Semenanjung Korea melakukan berbagai dialog mengenai reunifikasi. Kedua negara juga harus menemukan cara reunifikasi yang disepakati bersama melewati integrase bertahap secara kontiniu. Konsensus untuk reunifikasi perdamaian memiliki arti bahwa kedua negara membutuhkan pengertian dan persamaan pandangan baik politik dan ideologi guna meminimalisir segala macam konflik, terutama ketegangan konflik militer diantara kedua Korea.

2.3 Penelitian Terdahulu

Pembahasan tentang Reunifikasi Semenanjung Korea, bukan merupakan suatu hal yang baru, karena telah ada penelitian terdahulu yang ditulis oleh beberapa orang.

Penelitian pertama ditulis oleh Mega Aldikawati dan Ani Khairunnisa dari Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta yang berjudul Masa Depan Reunifikasi Korea (Dinamika Hubungan Korea Utara-Korea Selatan dan Dampaknya Terhadap Stabilitas Keamanan di Kawasan Asia Timur Pasca Perang Dingin). Yang membahas mengenai, dinamika hubungan Korut dan Korsel mempengaruhi konstatasi dan konstelasi politik, termasuk stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur. Kedua Korea melakukan interaksi dan kerjasama dengan Jepang, Cina, Amerika, dan Rusia yang mempunyai keterkaitan dengan pecahnya Korea menjadi dua pada masa Perang Dingin. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik studi pustaka untuk menganalisa dinamika hubungan antar-Korea serta prospek dan masa depan reunifikasi Korea. Masa depan reunifikasi Korea tidak hanya dipengaruhi oleh

(5)

11

kedua Korea, namun juga dipengaruhi oleh politik luar negeri Jepang, Cina, Amerika, dan Rusia terhadap Semenanjung Korea. Dalam tingkat internal, regional, dan global, skenario Unification by Consensus atau reunifikasi dengan konsensus dapat mewujudkan reunifikasi damai.

Penelitian selanjutnya ditulis oleh Galih Priambada dari Universitas Kristen Satya Wacana yang berjudul Upaya Penyelesaian Konflik Saudara Korea Utara-Korea Selatan Pasca Perang Dunia II Melalui Multitrack Diplomacy Korea Selatan. Yang menjelaskan mengenai upaya perdamaian dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan maupun negara-negara aliansi melalui diplomasi multitrack untuk menciptakan perdamaian. Menurut Johan Galtung, perdamaian merupakan situasi yang mengarah kepada tidak adanya kekerasan secara personal maupun struktural, keadaan membawa rasa persaudaraan dan terbebasnya dari rasa takut. Dengan dialog yang dibuka bukan hanya berpatok pada negosiasi bilateral namun juga melibatkan multilateral dan aktor non pemerintah lainnya untuk menunjang perdamaian di Semenanjung Korea. Ketika perdamaian sudah terwujud, bukan hal yang mustahil Korea Selatan dan Korea Utara dapat bersatu.

Penelitian selanjutnya ditulis oleh Arya Mahendra Yudhistira Putra dari Universitas Kristen Satya Wacana yang berjudul Deklarasi Panmunjom Korea Utara – Korea Selatan Menggunakan Analisis Game Theory yang menjelaskan tentang Situasi politik di Semenanjung Korea sempat memanas akibat tindakan saling mengancam oleh Korea Utara dan Amerika Serikat (AS). Korea Selatan, selaku sekutu AS dan negara tetangga Korea Utara, mengambil tindakan untuk mengajukan pertemuan bilateral dengan Korea Utara. Tanpa diduga, Korea Utara menerima tawaran tersebut yang kemudian menghasilkan Deklarasi Panmunjom dengan isi yang menyangkut denuklirisasi. Analisis menggunakan game theory sangat tepat terkait pengambilan keputusan suatu kebijakan. Pengambilan keputusan sangat dipengaruhi oleh kepentingan nasional masing-masing negara. Hal itu berkaitan dengan power yang dimiliki negara tersebut; misalnya kemampuan militer, kemampuan ekonomi, prestis dan kondisi sosial. Pada kasus ini, terdapat dua hal yang menjadi pertimbangan kedua negara, yaitu menjaga status quo atau menjalin kerja sama menuju perdamaian.

(6)

12

Penelitian yang akan peneliti lakukan memiliki persamaan yaitu melakukan kajian studi terhadap dinamika reunifikasi Semenanjung Korea namun dengan signifikansi yang lebih mengerucut yaitu pada pasca dilaksanakannya Deklarasi Panmunjeom tahun 2018 dan menganalisa segala kejadian maupun isu yang terjadi setelahnya, seperti menghangatnya hubungan kedua negara pasca awal Deklarasi Panmunjeom kemudian strategi kedua negara dalam menghadapi pandemi COVID- 19 hingga isu terakhir yang merenggangkan hubungan keduanya diikuti dengan penghancuran gedung penghubung di perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan.

2.4 Kerangka Pikir

Dari kerangka pikir diatas, peneliti mencoba untuk memulai pembahasan dari upaya reunifikasi semenanjung korea dimulai sejak Inter-Korean Summit yang telah dilaksanakan dua kali pada tahun 2000 dan 2007, isu reunifikasi semenanjung Korea mengalami peningkatan-penurunan bahkan dari setelah dilakukannya Deklarasi Panmunjeom, lalu kemudian penulis menganalisa hubungan yang mulai menghangat pada tahun 2018, hingga bagaimana prospek kerjasama dan perdamaian dalam menghadapi pandemic COVID-19 sampai menganalis hubungan yang kembali memanas di tahun 2020 hingga terancamnya upaya reunifikasi dan perdamaian yang selama ini sudah diusahakan oleh kedua belah pihak dalam pandangan perdamaian dan reunifikasi yang seharusnya dapat tercapai.

Usaha Reunifikasi Semenanjung Korea

Deklarasi Panmunjeom 2018

Konsep Reunifikasi

Prospek Perdamaian dan Kerasama dalam Mengahdapi COVID-19

Hubungan Yang Memanas Tahun

2020 Hubungan Yang Hangat

Tahun 2018

Konsep Perdamaian

Referensi

Dokumen terkait

Pola bakteri Gram positif (+) selanjutnya pada pasien infeksi tonsilofaringitis di poli THT-KL RSUD Arifin Achmad kota Pekanbaru adalah Staphylococcus albus sebesar 24,2%, bakteri

Hasil belajar yang didapatkan pada pra siklus adalah dengan jumlah siswa yang tuntas 27 dan siswa yang belum tidak tuntas sebanyak 9 siswa, dengan persentase

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Induksi Keragaman pada Stek Pucuk dan Kultur Kalus Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Melalui Iradiasi Sinar Gamma

pemberian ASI eksklusif 6 bulan pada bayi usia 6-12 bulan di Desa Kemantren Kecamatan Jabung Kabupaten Malang menunjukkan bahwa status pekerjaan tidak

Polypedates leucomystax tidak ditemukan pada level ketinggian di atas 75 m dpl dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai antara lain : tidak ada sumber

mirasidium dalam waktu 3 minggu  masuk ke tubuh Siput & tumbuh mjd sporokista  redia  serkaria  serkaria keluar dr siput  berenang mencari H.P.II  berkembang

selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penulisan laporan Tugas Akhir Kuliah Kerja Media.. Bapak

a) Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif