• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh serbuk arang kayu ulin dan temperatur pack carburizing terhadap kekerasan baja karbon rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengaruh serbuk arang kayu ulin dan temperatur pack carburizing terhadap kekerasan baja karbon rendah"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SERBUK ARANG KAYU ULIN DAN TEMPERATUR PACK CARBURIZING TERHADAP

KEKERASAN BAJA KARBON RENDAH

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Mesin

Disusun oleh:

LAMANDA GUMELO NIM : 185214025

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2022

(2)

i

THE EFFECT OF WOOD CHARCOAL POWDER AND PACK CARBURIZING ON THE HARDNESS OF

LOW CARBON STEEL

THESIS

Submitted as One of the Requirements To Obtain the Engineering Degree

In Mechanical Engineering

Arranged by:

LAMANDA GUMELO STUDENT NUMBER: 185214025

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

UNIVERSITY SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2022

(3)
(4)
(5)

iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul :

PENGARUH SERBUK ARANG KAYU ULIN DAN TEMPERATUR PACK CARBURIZING TERHADAP

KEKERASAN BAJA KARBON RENDAH

Dalam hal untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Strata 1, Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada penulisan yang saya lakukan ini tidak terdapat tiruan dari skripsi atau penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh pihak lain yang bersangkutan, kecuali kalimat yang diacu dalam naskah penelitian ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 16 November 2022 Penulis

Lamanda Gumelo

(6)

v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya sebagai mahasiswa Teknik Mesin Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama : Lamanda Gumelo

Nim : 185214025

Demi ilmu untuk pengetahuan kedepannya, saya memberikan karya ilmiah ke perpustakaan Universitas Sanata Dharma berjudul:

PENGARUH SERBUK ARANG KAYU ULIN DAN TEMPERATUR PACK CARBURIZING TERHADAP

KEKERASAN BAJA KARBON RENDAH

Oleh karena itu, saya sebagai penulis memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengirimkan dan mempublikasikan di Internet atau media lain untuk kepentingan akademik tanpa perlu meminta izin kepada penulis, selama masih mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya dapat sampaikan dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, 16 November 2022 Penulis

Lamanda Gumelo

(7)

vi

INTISARI

Carburizing merupakan salah satu proses dari case hardening, yang bertujuan mengeraskan permukaan spesimen sehingga kekerasan pada bagian permukaan meningkat sedangkan bagian dalam tetap ulet. Umumnya proses carburizing dilakukan pada baja karbon rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh serbuk arang kayu ulin, temperatur pemanasan dan waktu penahanan terhadap nilai kekerasan serta struktur mikro baja AISI 1020.

Penelitian ini memvariasikan temperatur pemanasan sebesar 850℃ dan 930℃; serta waktu penahanan selama 2 dan 3 jam dan dilanjutkan dengan proses pendinginan menggunakan media air. Media pack carburizing menggunakan sumber karbon dari arang kayu ulin/belian dan kalsium karbonat (CaCO3) sebagai katalisnya. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kekerasan Vickers dan pengamatan struktur mikro untuk mengetahui nilai kekerasan permukaan serta struktur mikro sebelum dan sesudah pack carburizing.

Hasil pengujian kekerasan Vickers setelah proses normalizing sebesar 137,7 HV. Nilai kekerasan pack carburizing temperatur pemanasan 850℃ dengan variasi waktu penahanan selama 2 jam dan 3 jam berturut-turut sebesar 712,6 dan 729,6 HV. Nilai kekerasan pack carburizing temperatur pemanasan 930℃ dengan variasi waktu penahanan selama 2 jam dan 3 jam berturut-turut sebesar 945,6 dan 953,8 HV. Pengamatan struktur mikro menunjukkan perubahan struktur mikro berupa ferrite dan pearlite (spesimen normalizing) berubah menjadi ferrite dan martensite (spesimen pack carburizing). Jumlah martensite yang terbentuk pada setiap variasi temperatur pemanasan pack carburizing tidak sama karena waktu penahanan yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan dan semakin lama waktu pemanasan menyebabkan peningkatan nilai kekerasan dan jumlah martensite. Martensite berperan penting dalam meningkatkan nilai kekerasan akibat adanya tegangan dari karbon yang terperangkap ke dalam struktur kristal BCT (body centered tetragonal). Struktur kristal BCT (body centered tetragonal) memiliki sifat keras dan getas.

Kata kunci: Baja AISI 1020, Normalizing, Pack Carburizing, Pendinginan, Vickers, Kayu Ulin

(8)

vii

ABSTRACT

Carburizing is a process of case hardening, which aims to harden the surface of the specimen so that the hardness on the surface increases while the inside remains ductile. Generally the carburizing process is carried out on low carbon steel. The purpose of this study was to determine the effect of ironwood charcoal powder, heating temperature and holding time on the hardness value and microstructure of AISI 1020 steel.

This study varied the heating temperature by 850℃ and 930℃; and holding time for 2 and 3 hours and continued with the cooling process using water media.

Media pack carburizing uses carbon sources from ironwood/belian wood charcoal and calcium carbonate (CaCO3) as a catalyst. The tests carried out included Vickers hardness testing and microstructure observations to determine the value of surface hardness and microstructure before and after pack carburizing.

Hardness test Vickers after the normalizing were 137.7 HV. The hardness value of pack carburizing at a heating temperature of 850℃ with variations in holding time for 2 hours and 3 hours was 712,6 and 729,6 HV, respectively. The hardness value of pack carburizing heating temperature is 930℃ with variation of holding time for 2 hours and 3 hours was 945,6 and 953,8 HV, respectively.

Microstructure observation showed that the microstructure changes in the form of ferrite and pearlite specimens (normalizing) changed to ferrite and martensite (pack carburizing). The amount of martensite formed in each variation of the heating temperature of pack carburizing is not the same because of the different holding times. Based on the results of this study, it can be concluded that the higher the heating temperature and the longer heating time, the higher the hardness value and the amount of martensite. Martensite plays an important role in increasing the hardness value due to the stress from carbon trapped into the BCT (body centered tetragonal) crystal structure. The BCT (body centered tetragonal) crystal structure has hard and brittle properties.

Keywords: AISI 1020 Steel, Normalizing, Pack Carburizing, Cooling, Vickers, Ulin Wood

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, berkat dan kasih yang telah diberikan kepada saya sebagai penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan naskah Skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Serbuk Arang Kayu Ulin dan Temperatur Pack Carburizing terhadap Kekerasan Baja Karbon Rendah”.

Penyusunan Skripsi ini dilakukan guna memenuhi salah satu syarat bagi mahasiswa/i untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan naskah Skripsi ini, melakukan serangkain penelitian berdasarkan referensi atau tinjauan pustaka di Laboratorium Logam dan Riset.

Dimana, pada akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat Kasih Tuhan Yesus dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh sebab itu saya mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Ir. Drs. Haris Sriwindono, M.Kom., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ir. Budi Setyahandana, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin, sebagai Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan waktu, semangat, arahan dan tenaga sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.

3. Bapak Ir. Rines, M.T., selaku Dosen dan juga sebagai pemotivasi saya khususnya selayaknya orang tua memberikan dukungan dan masukan dari awal hingga sampai akhir perkuliahan.

4. Ayah (Angok, S.Pd.SD) dan Ibu (Santy, S.Pd) yang selalu memberikan dukungan baik moral, materi dan doa saat penyusunan skripsi ini.

5. Kakak laki-laki (Sebastianus Egy Maleki), Kakak perempuan (Alicia Destriani Sandea S.Kom), serta Adik laki-laki (Bernadus Roki) yang telah memberikan dukungan baik secara moral, materi

(10)

ix

dan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Sahabat penulis: Yeriko P. Taluga, Felix Nicolaus, Taka Suda, Teddi, Handika Galih Priambodo, Daniel Ardian, Dion Max, Bagus Wijaya, Frederik Horas P. Siboro, Yustinus Akas Wibisono, Fajar D.A, Romanus Darma, dan teman-teman Teknik Mesin kelas A Angkatan Tahun 2018 yang telah membantu saya baik dalam perkuliahan di Yogyakarta dan di Pontianak.

7. Bapak Martana Dwiyaning Nugroho selaku asisten Laboratorium Ilmu Logam yang telah memberikan waktu luangnya kepada saya memberikan arahan serta penjelasan tentang seluruh alat pengujian.

8. Segenap Dosen, laboran, staff dan karyawan sekretariat Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah memberikan ilmu dan waktunya dari awal perkuliahan sampai akhir perkuliahan.

Pada saat penulisan naskah ini, tentunya masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang membuat naskah ini tidak sempurna. Oleh karena itu penulis ingin adanya kritik dan saran untuk memperbaiki naskah ini agar dapat bermanfaat bagi pembaca dan kemajuan ilmu pengetahuan di bidang material.

Yogyakarta, 16 November 2022 Penulis

Lamanda Gumelo

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

INTISARI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Baja karbon rendah ... 5

2.2 Diagram Fase Fe-Fe3C ... 5

2.2.1 Alpha-ferrite ... 7

2.2.2 Pearlite ... 8

2.2.3 Cementite... 8

2.2.4 Bainite ... 9

(12)

xi

2.2.5 Martensite ... 9

2.2.6 Gamma-Austenite ... 11

2.3 Carburizing ... 12

2.3.1 Normalizing ... 14

2.3.2 Pendinginan ... 14

2.4 Difusi ... 16

2.5 Katalisator ... 17

2.6 Pengujian Kekerasan Vickers ... 18

2.6.1 Ketebalan spesimen/benda uji ... 19

2.6.2 Finishing spesimen/benda uji ... 19

2.6.3 Waktu indentasi ... 20

2.6.4 Kesejajaran spesimen/benda uji ... 20

2.6.5 Jarak indentasi ... 20

2.7 Pengujian Metallography ... 20

2.7.1 Sampling ... 21

2.7.2 Rough grinding ... 22

2.7.3 Mounting ... 22

2.7.4 Intermediate polishing ... 22

2.7.5 Fine polishing ... 22

2.7.6 Etching ... 23

2.8 Tinjauan pustaka ... 24

BAB III METODE PENELITIAN... 27

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 27

3.2 Bahan Penelitian... 29

3.2.1 Baja AISI 1020 ... 29

3.2.2 Arang kayu ulin ... 29

(13)

xii

3.2.3 Kalsium karbonat ... 30

3.2.4 Media Pendinginan... 30

3.2.5 Larutan etsa ... 31

3.3 Alat pengujian ... 32

3.3.1 Mesin uji kekerasan Vickers... 32

3.3.2 Furnace/Oven ... 32

3.3.3 Termometer dan termokopel ... 33

3.3.4 Mesin polishing ... 34

3.3.5 Mikroskop optik ... 35

3.4 Langkah-langkah Pengujian Eksperimental ... 36

3.4.1 Pembuatan sampel uji ... 36

3.4.2 Pembuatan wadah pack carburizing ... 38

3.4.3 Pembuatan media karbon pack carburizing ... 38

3.4.4 Perlakuan panas normalizing ... 39

3.4.5 Proses pack carburizing ... 40

3.4.6 Pengujian metallography ... 41

3.4.7 Pengujian kekerasan Vickers ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ... 43

4.1 Hasil Uji Kekerasan Permukaan Vickers ... 43

4.2 Hasil Pengamatan Struktur Mikro ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram fase besi karbida (Fe-Fe3C) ... 6

Gambar 2.2 Mikrostruktur α-ferrite ... 7

Gambar 2.3 Struktur BCC (Body Centered Cubic) ... 7

Gambar 2.4 Mikrostruktur pearlite ... 8

Gambar 2.5 Mikrostruktur cementite pada baja karbon 1,4 wt% C ... 8

Gambar 2.6 Mikrostruktur bainite ... 9

Gambar 2.7 Struktur mikro martensite ... 10

Gambar 2.8 Struktur BCT (Body Centered Tetragonal) ... 10

Gambar 2.9 Mikrostruktur austenite ... 11

Gambar 2.10 Struktur FCC (Face Centered Cubic) ... 11

Gambar 2.11 Skema proses pack carburizing ... 12

Gambar 2.12 Diagram temperatur terhadap proses normalizing dan annealing .. 14

Gambar 2.13 Kurva laju pendinginan media air dengan diameter silinder (Callister, 1991:431) ... 16

Gambar 2.14 Skema proses difusi intertisi dengan skala atom. ... 17

Gambar 2.15 Indentor piramida ... 18

Gambar 2.16 Jarak minimum indentasi untuk Vickers dan Knoop ... 20

Gambar 2.17 Permukaan sampel; (a) sebelum dietsa, (b) setelah dietsa ... 23

Gambar 2.18 Skema pantulan sinar pada pengamatan metalografi ... 24

Gambar 3.1 Skema diagram alir penelitian ... 28

Gambar 3.2 Baja AISI 1020 (round bar) ... 29

Gambar 3.3 Arang kayu ulin ... 29

Gambar 3.4 Kalsium karbonat (CaCO3) ukuran 800 mesh ... 30

Gambar 3.5 Alkohol konsentrasi 95% dan HNO3 konsentrasi 100% ... 31

Gambar 3.6 Mesin uji kekerasan Vickers DHV-50D ... 32

Gambar 3.7 Oven/Furnace tipe Ney M525 seri II ... 33

Gambar 3.8 Letak termokopel pada furnace ... 34

Gambar 3.9 Termokopel dan Termometer ... 34

Gambar 3.10 Mesin polishing TNP-2020FRX ... 35

Gambar 3.11 Mikroskop optik Union Tokyo 2900 ... 36

(15)

xiv

Gambar 3.12 Spesimen uji setelah proses permesinan ... 37

Gambar 3.13 Mill Certificate komposisi baja AISI 1020 ... 37

Gambar 3.14 Wadah pack carburizing ... 38

Gambar 3.15 Ayakan 30 mesh ... 39

Gambar 3.16 Arang kayu ulin dengan ukuran 30 mesh ... 39

Gambar 4.1 Grafik perbandingan kekerasan Vickers setelah proses normalizing dan pack carburizing ... 47

Gambar 4.2 Struktur mikro setelah proses normalizing... 50

Gambar 4.3 Struktur mikro pack carburizing temperatur 850℃ holding time 2 jam ... 50

Gambar 4.4 Struktur mikro pack carburizing temperatur 850℃ holding time 3 jam ... 51

Gambar 4.5 Struktur mikro pack carburizing temperatur 930℃ holding time 2 jam ... 51

Gambar 4.6 Struktur mikro pack carburizing temperatur 930℃ holding time 3 jam ... 52

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai koefisien perpindahan panas pada setiap media pendinginan ... 15 Tabel 2.2 Nama kimia, komposisi dan pengaplikasian etsa... 23 Tabel 4.1 Data pengujian kekerasan Vickers Raw Material baja AISI 1020 ... 44 Tabel 4.2 Data pengujian kekerasan Vickers baja AISI 1020 setelah Normalizing ... 44 Tabel 4.3 Data pengujian kekerasan Vickers baja AISI 1020 setelah pack carburizing 850℃ dengan holding time 2 jam ... 44 Tabel 4.4 Data pengujian kekerasan Vickers baja AISI 1020 setelah pack carburizing 850℃ dengan holding time 3 jam ... 45 Tabel 4.5 Data pengujian kekerasan Vickers baja AISI 1020 setelah pack carburizing 930℃ dengan holding time 2 jam ... 45 Tabel 4.6 Data pengujian kekerasan Vickers baja AISI 1020 setelah pack carburizing 930℃ dengan holding time 3 jam ... 45 Tabel 4.7 Nilai kekerasan Vickers rata-rata AISI 1020 raw material, variasi temperatur pemanasan dan holding time pack carburizing... 46

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan jumlah penduduk di Indonesia sangat pesat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat penduduk Indonesia pada September 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa. Sejak Indonesia menyelenggarakan Sensus Penduduk yang pertama pada tahun 1961, jumlah penduduk terus mengalami peningkatan.

Hasil Sensus Penduduk 2020 dibandingkan dengan Sensus Penduduk 2010 memperlihatkan penambahan jumlah penduduk sebanyak 32,56 juta jiwa atau rata- rata sebanyak 3,26 juta setiap tahun (Kepmenkes, 2020).

Meningkatnya jumlah penduduk juga berimbas kepada naiknya jumlah kendaraan di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kendaraan Indonesia pada tahun 2020 berjumlah 136.137.451 unit. Dimana provinsi dengan jumlah kendaraan bermotor terbanyak di Indonesia adalah provinsi Jawa Timur berjumlah 19.349.741 unit (Badan Pusat Statistik, 2019).

Peningkatan jumlah kendaraan bermotor juga menyebabkan meningkatnya jumlah akan kebutuhan suku cadang atau spare part. Dimana salah satu spare part yang sering mengalami keausan akibat gesekan yaitu gear sprocket. Gear sprocket memiliki fungsi menggerakkan roda belakang kendaraan bermotor. Dimana tenaga dari mesin disalurkan melalui rantai ke gear sprocket, saat proses transmisi berjalan terjadi gesekkan antara gear sprocket dan rantai. Gesekkan berulang ini menyebabkan terjadinya pengikisan pada bagian permukaan gear sprocket.

Gear sprocket sepeda motor umumnya dapat ditemui pada baja karbon rendah yaitu pada Baja AISI 1020. Menurut (Nasution & Nasution, 2020) Baja AISI 1020 yang secara luas mudah tersedia sebagai gear, billet bar, batang forging, lembaran, tabung, dan kawat las. Menurut standar AISI (American Iron and Steel Institute) Baja AISI 1020 atau setara dengan Baja G10200 adalah salah satu baja karbon rendah dengan unsur karbon ( 1,40-1,70)% Ni, (0,90-1,40)% Cr, dan (0,20-

(18)

0,30)% Mo. (Nasution & Nasution, 2020). Pengaplikasiaan baja AISI 1020 pada sepeda motor khususnya pada bagian gear sprocket kurang maksimum, walaupun memiliki keuletan yang tinggi tetapi baja AISI 1020 memiliki tingkat keausan yang tinggi dan kekerasan yang rendah. Oleh karena itu, baja AISI 1020 untuk mengurangi tingkat keausan yang tinggi dan kekerasan yang rendah, sehingga perlu melakukan pengerasan pada permukaan yaitu melalui proses perlakuan panas.

Heat Treatment/perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi yang melibatkan proses pemanasan dan pendinginan pada logam padat/paduan untuk mendapatkan kondisi dan sifat yang diinginkan. Salah satu jenis perlakuan panas yang dapat diberlakukan kepada baja AISI 1020 yaitu carburizing. Menurut (Surdia

& Saito, 1985:95) carburizing terdapat tiga metode berdasarkan fase media carburizing:

1. Pack Carburizing dengan media karbon padat 2. Liquid Carburizing dengan media karbon cair 3. Gas Carburizing dengan media karbon gas

Dalam penelitian ini digunakan metode pack carburizing dalam mengeraskan permukaan baja AISI 1020. Pack carburizing adalah pengarbonan dalam kotak, dipakai arang yang dicampur NaCO3 dan BaCO3, ke dalam campuran tersebut dimasukkan baja yang akan dikeraskan (Surdia & Saito, 1985:85). Penelitian ini menggunakan arang kayu ulin sebagai sumber karbon dalam bentuk butir dengan berukuran 30 mesh dan katalis menggunakan CaCO3 (batu gamping). Pemanasan dalam penelitian ini menggunakan variasi temperatur 850 dan 930°C dan dengan penahanan waktu/holding time selama 2 jam dan 3 jam. Dimana proses pendinginannya pada spesimen menggunakan tipe pendinginan cepat/pendinginan dengan media air.

(19)

3

1.2 Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh dari variasi temperatur pemanasan 850°C dan 930°C;

serta variasi holding time 2 jam dan 3 jam terhadap nilai kekerasan Vickers permukaan baja AISI 1020?

2. Bagaimana pengaruh dari variasi temperatur pemanasan 850°C dan 930°C;

serta variasi holding time 2 jam dan 3 jam terhadap struktur mikro permukaan baja AISI 1020?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan-batasan masalah dari topik tugas akhir ini, antara lain sebagai berikut:

1. Material spesimen uji menggunakan baja AISI 1020 dengan kandungan karbon ± 0, 20 wt%.

2. Menggunakan tipe pack carburizing (menggunakan karbon kering).

3. Proses pack carburizing menggunakan variasi temperatur 850°C dan 930°C dengan waktu penahanan/holding time selama 2 jam dan 3 jam.

4. Menggunakan arang kayu ulin sebagai sumber karbon yang sudah dihaluskan dengan ukuran ± 30 mesh.

5. Batu kapur/gamping sebagai senyawa CaC03 dengan ukuran ± 800 mesh.

6. Komposisi perbandingan arang 80 wt% dan Kalsium Karbonat (CaC03) 20 wt%.

7. Wadah pack carburizing menggunakan baja silindris dengan tinggi 5 cm dan diameter 5 cm.

8. Pengujian dalam penelitian ini meliputi pengujian kekerasan Vickers dan pengamatan struktur mikro.

(20)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh dari variasi temperatur 850°C dan 930°C; serta variasi holding time 2 jam dan 3 jam terhadap nilai kekerasan Vickers permukaan baja AISI 1020.

2. Mengetahui pengaruh dari variasi temperatur 850°C dan 930°C; serta variasi holding time 2 jam dan 3 jam terhadap struktur mikro permukaan baja AISI 1020.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pack carburizing pada baja AISI 1020.

2. Sebagai salah satu prasyarat lulus strata-1 program studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.

3. Mengetahui bagaimana pengaruh proses perlakuan panas pack carburizing dengan variasi temperatur dan ukuran karbon.

(21)

5

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja karbon rendah

Baja karbon rendah atau low carbon steels umumnya memiliki kandungan kurang dari 0,25 wt % karbon (Callister, 1991:394). Baja karbon rendah memiliki keuletan dan ketangguhan yang tinggi akan tetapi memiliki sifat ketahanan aus dan kekerasan yang rendah dibanding dengan baja karbon sedang. Menurut (Callister, 1991:394) struktur mikro baja karbon rendah atau low carbon steels dominan terdiri dari ferrite dan pearlite.

Salah satu baja karbon rendah atau low carbon steels adalah baja AISI 1020.

AISI adalah singkatan dari American Iron and Steel Institute. Ini adalah sistem pengkodean yang dikenal untuk klasifikasi baja yang efisien karena menggunakan standar dari Society of Automotive Engineers (SAE). Dimana untuk 1020, Angka pertama '1' menunjukkan bahwa baja tersebut adalah baja karbon,angka kedua '0′

berarti baja tersebut tidak memiliki unsur paduan yang penting, dua angka terakhir '20' menunjukkan bahwa baja ini memiliki karbon 0,20%.

2.2 Diagram Fase Fe-Fe3C

Dalam diagram fase Fe-Fe3C pada Gambar 2.1 ada dua penggolongan yaitu baja dan besi cor. Dimana baja karbon atau carbon steel berkisar antara 0-1,4 wt%

kandungan karbon, sedangkan besi cor atau cast iron memiliki kandungan karbon berkisar antara 1,5-6,7 wt%. Baja karbon atau carbon steel dibagi menjadi tiga jenis yaitu baja eutectoid, hypoeutectoid dan hypereutectoid.

(22)

Gambar 2.1 Diagram fase besi karbida (Fe-Fe3C) (Callister, 1991:319)

Besi murni ketika pada temperatur ruang, akan mengalami fase berupa ferrite atau α-ferrite dengan bentuk kristal BCC (body centered cubic). Gambar 2.1 menyajikan Diagram fase besi karbida (Fe-Fe3C) jika besi murni dipanaskan sampai temperatur 912°C, besi murni akan mengalami perubahan fase menjadi austenite dengan bentuk kristal FCC (face centered cubic). Besi murni memiliki titik leleh pada temperatur ± 1535°C. Pada temperatur 1394°C besi murni akan berubah fase menjadi fase austenite.

Menurut (Callister, 1991:320) dalam diagram fase Fe-Fe3C yang terdapat pada Gambar 2.1 terdapat titik-titik transformasi fase yaitu, titik eutectoid dan titik eutectic. Pada temperatur ± 727°C terdapat titik eutectoid dan memiliki persentase karbon ± 0,76 wt%. Sedangkan, titik eutectic terdapat pada temperatur 1147°C yang mana memiliki persentase karbon 4,3 wt%. Dalam fase α-ferrite dengan temperatur 727°C memiliki kelarutan karbon sebanyak 0.002 wt%. Pada temperatur 727°C fase

(23)

7

ɣ-austenite memiliki kelarutan karbon sebesar 0,76 wt% dan pada temperatur 1147°C terjadi peningkatan karbon sebesar 2,14 wt% (Callister, 1991:320).

Berikut ini adalah fase-fase yang dimiliki oleh paduan baja karbon:

2.2.1 Alpha-ferrite

Alpha-ferrite merupakan salah satu fase pada baja karbon yang memiliki struktur kristal BCC (Body Centered Cubic) (Luis & Moncayo, 2008:844). Saat temperatur 727°C nilai kelarutan karbon pada alpha-ferrite sebesar 0,022 wt%.

Sifat mekanik dari alpha-ferrite cenderung lunak dan ulet, sifat tersebut terbentuk akibat adanya jumlah karbon yang sedikit (Callister, 1991:628). Dimana Gambar 2.2 menunjukkan mikrostruktur α-ferrite dan Gambar 2.3 menunjukkan struktur BCC (Body Centered Cubic).

Gambar 2.2 Mikrostruktur α-ferrite (Callister, 1991:320)

Gambar 2.3 Struktur BCC (Body Centered Cubic) (Callister, 1991:49)

(24)

2.2.2 Pearlite

Pearlite merupakan fase yang terdiri dari lapisan-lapisan yang bergantian (atau lamellae) gabungan dari α-ferrite dan cementite (Luis & Moncayo, 2008:848).

Dimana baja dalam fase ini akan membentuk 100% pearlite ketika kandungan karbon 0,76 wt%. Secara mekanis, pearlite memiliki sifat-sifat antara ferrite yang lunak dan ulet dengan cementite yang keras dan getas (Callister, 1991:323). Gambar 2.4 menunjukkan mikrostruktur pearlite.

Gambar 2.4 Mikrostruktur pearlite (Callister, 1991:323) 2.2.3 Cementite

Cementite atau biasa disebut dengan Fe3C (besi karbida). Dimana cementite terbentuk akibat adanya difusi karbon dari batas butir austenite menuju ke bagian tengah butir dan berikatan dengan Fe. Cementite adalah senyawa intermetalik yang sangat keras akan tetapi rapuh dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sifat-sifat baja (Kalpakjian, 2009:108). Mikrostruktur cementite dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Mikrostruktur cementite pada baja karbon 1,4 wt% C (Callister, 1991:328)

(25)

9

2.2.4 Bainite

Struktur mikro bainite terdiri dari fase ferrite dan cementite, dan dengan demikian proses difusi terlibat dalam pembentukannya. Bentuk dari bainite menyerupai jarum atau pelat, tergantung pada temperatur transformasinya. Detail mikrostruktur bainite halus sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron (Callister, 1991:360). Dimana pada Gambar 2.6 menunjukkan mikrostruktur bainite.

Gambar 2.6 Mikrostruktur bainite (Callister, 1991:360) 2.2.5 Martensite

Martensite adalah struktur fase tunggal yang tidak seimbang yang dihasilkan dari transformasi austenite tanpa difusi. Transformasi martensite terjadi ketika laju pendinginan cukup cepat untuk mencegah difusi karbon (Callister, 1991:362).

Ketika austenite didinginkan pada laju yang tinggi, seperti dengan pendinginan dalam air, struktur FCC-nya berubah menjadi struktur BCT (body centered tetragonal) (Kalpakjian, 2009:112). Martensite memiliki sifat yang keras dan getas. Butiran martensite tampak seperti pelat atau jarum (Callister, 1991:363)

Temperatur dimana transformasi martensite dimulai selama proses pendinginan terus menerus/continuous colling disebut temperatur awal martensite (Ms). Temperatur terbentuknya Ms dari sebagian besar baja karbon dan baja paduan rendah berkisar antara 500°C dan 200°C (930 dan 390 °F), tetapi temperatur Ms

(26)

dari beberapa baja paduan tinggi, seperti baja tahan karat berada di bawah temperatur kamar (ASM Handbook vol. 9, 2004:1446). Temperatur akhir transformasi martensite berada pada temperatur 120°C. Dimana temperatur akhir transformasi martensite disimbolkan dengan Mf (ASM Handbook vol. 9, 2004:1447). Gambar 2.7 menunjukkan struktur mikro martensite dan Gambar 2.8 menunjukkan struktur BCT (Body Centered Tetragonal).

Gambar 2.7 Struktur mikro martensite (Kalpakjian, 2009:113)

Gambar 2.8 Struktur BCT (Body Centered Tetragonal) (Callister, 1991:362)

(27)

11

2.2.6 Gamma-Austenite

Jumlah karbon yang terlarut dalam fase ɣ-austenite lebih besar dibandingkan dengan fase α-ferrite. Dimana kelarutan karbon pada fase ɣ-austenite sebesar 0,76 wt% dan pada temperatur 1147°C terjadi peningkatan karbon sebesar 2,14 wt%

(Callister, 1991: 320). Gamma-austenite merupakan fase baja dengan bentuk kristal FCC (Face Centered Cubic) (Kalpakjian, 2009:108). Gambar 2.9 menunjukkan mikrostruktur austenite dan Gambar 2.10 menunjukkan struktur FCC (Face Centered Cubic).

Gambar 2.9 Mikrostruktur austenite (Callister, 1991:320)

Gambar 2.10 Struktur FCC (Face Centered Cubic) (Callister, 1991:46)

(28)

2.3 Carburizing

Carburizing adalah proses dari case hardening dimana komponen terkena atmosfer karbon atau nitrogen pada temperatur tinggi (Callister, 1991:263). Proses Carburizing didasarkan pada prinsip termokimia dengan sistem difusi, yaitu dengan mengubah sifat-sifat permukaan substrat yang dilakukan pada temperatur tinggi (850℃-950℃) (Negara, 2016:168). Umumnya proses carburizing dilakukan pada baja karbon rendah/low carbon steels dengan kandungan karbon (0,2% C) dan baja paduan/alloy steels dengan kandungan karbon (0,08-0,2% C). Salah satu aplikasi dari proses carburizing yaitu untuk mengeraskan permukaan dari gears, shaft, bearings dan sprockets (Kalpakjian, 2009:120). Carburizing terdapat tiga metode berdasarkan fase media yaitu pack carburizing dengan media karbon padat, liquid carburizing dengan media karbon cair dan gas carburizing dengan media karbon gas (Surdia & Saito, 1985:95).

Pack carburizing, juga disebut box carburizing adalah proses carburizing tertua jika dibandingkan dengan gas carburizing dan liquid carburizing. Dalam metode pengerasan permukaan ini, spesimen dikemas dalam campuran kokas atau arang dengan "energizers" dan kemudian dipanaskan dalam wadah tertutup (Elmi Hosseini & Li, 2016:2). Dimana menurut (Prapaska, 2020:20) setiap arang memiliki kandungan karbon yang berbeda-beda. Penetrasi karbon ke dalam permukaan baja akan semakin baik, jika nilai kandungan karbon dalam arang semakin tinggi.

Gambar 2.11 Skema proses pack carburizing (Negara, 2016:5)

(29)

13

Gambar 2.11 menunjukkan skema proses pack carburizing dengan wadah pengarbonan berbentuk kotak. Dimana spesimen dimasukkan kedalam wadah tahan panas dan dikelilingi dengan media pack carburizing. Material untuk wadah pack carburizing menggunakan material baja ataupun keramik dengan ketentuan tahan terhadap temperatur tinggi. Dalam proses pack carburizing penutupan wadah bertujuan agar atmosfer karbon tidak keluar dari wadah. Setelah ditutup, kemudian wadah pack carburizing dipanaskan mencapai temperatur kritis baja karbon dan dilakukan penahanan waktu atau holding time dengan interval waktu tertentu (Wibisono, 2021:27)

Dalam penelitian ini, selain karbon juga ditambahkan katalis dalam proses pack carburizing. Komposisi katalis umumnya sebesar 20 wt% dan 80 wt% untuk karbon (Rajan et al., 2011:131). Beberapa contoh katalis dari pack carburizing antara lain Barium karbonat (BaCO3), kalsium karbonat (CaCO3), natrium karbonat (Na2CO3) dan lain-lainnya.

Menurut (Elmi Hosseini & Li, 2016:6) proses pemanasan pada pack carburizing menyebabkan terbentuknya beberapa reaksi kimia, dengan asumsi menggunakan katalis berupa kalsium karbonat (CaCO3):

CaCO3 (s) CaO + CO2(g) (1)

CO2(g) + C(s) 2CO(g) (2)

Gas CO yang telah terbentuk selanjutnya terikat ke dalam fase austenite atau berikatan dengan Fe dengan reaksi:

3Fe(s) + 2CO(g) Fe3C(s) + CO2(g) (3) Pada reaksi (3) menghasilkan cementite (Fe3C) pada permukaan baja. Karbon yang terkandung didalam cementite kemudian akan larut kedalam austenite dan berdifusi ke dalam baja.

Kelemahan metode pack carburizing:

A. Diperlukan waktu pemanasan lebih lama jika dibandingkan metode liquid.

B. Terdapat banyak debu.

C. Proses difusi yang tidak merata jika menggunakan media wadah ukuran besar.

(30)

Selain perlakuan panas pack carburizing, ada beberapa jenis perlakuan panas yang dapat dilakukan pada baja AISI 1020:

2.3.1 Normalizing

Normalizing adalah perlakuan panas untuk menghasilkan distribusi ukuran butir yang lebih seragam dan menghilangkan tegangan sisa akibat deformasi plastis seperti proses rolling. Normalizing dilakukan dengan pemanasan pada temperatur setidaknya 55°C (100°F) diatas temperatur kritis atau di atas garis A3 (Callister, 1991:424). Menurut (ASM Handbook vol. 4, 2017:85), temperatur untuk proses normalizing untuk baja AISI 1020 (material plain carbon steels) sebesar 915°C.

Dimana Gambar 2.12 menunjukkan diagram temperatur terhadap proses normalizing dan annealing.

Gambar 2.12 Diagram temperatur terhadap proses normalizing dan annealing (Callister, 1991:423)

2.3.2 Pendinginan

Pendinginan adalah proses dimana baja dengan fase austenite didinginkan dengan laju pendinginan cepat, untuk memperoleh fase martensite dilakukan pendinginan dalam minyak atau air (Myer Kutz, 2015:26). Dimana proses pendinginan terjadi ketika laju pendinginan yang cepat, menyebabkan tidak terjadinya proses difusi karena karbon tidak memiliki waktu dan cenderung karbon terperangkap pada area tertentu. Sedangkan ketika laju pendinginannya lambat,

(31)

15

menyebabkan terjadinya proses difusi karbon yang menghasilkan fase pearlite dan bainite.

Menurut ASM handbook volume empat, proses pendinginan/quenching terbagi atas enam jenis menurut variasinya antara lain direct quenching, time quenching, selective quenching, spray quenching, fog quenching dan interrupted quenching (ASM Handbook vol. 4, 2017:160). Penggunaan media pendinginan yang umum ditemui yaitu menggunakan air tawar dan oli. Untuk media pendinginan dengan oli cocok untuk perlakuan panas dari sebagian besar baja paduan (Callister, 1991:430). Dimana pendinginan pada proses pendinginan terjadi karena adanya perpindahan kalor secara konveksi. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi sangat berpengaruh baik besar atau kecil. Dari Tabel 2.1 Nilai koefisien perpindahan panas pada setiap media pendinginan dapat dilihat bahwa air memiliki nilai koefisien perpindahan panas tertinggi, yang mana hal ini berpengaruh pada laju pendinginan saat proses pendinginan.

Tabel 2.1 Nilai koefisien perpindahan panas pada setiap media pendinginan (Totten, 2010:364)

Selain media pendinginan, ada juga faktor yang mempengaruhi terbentuknya fase martensite pada proses pendinginan yaitu bentuk spesimen dan ukurannya (Callister, 1991:428). Laju pendinginan tergantung pada besar rasio luas permukaan

(32)

dan massa spesimen. Dimana semakin besar rasio luas permukaan dan massa spesimen maka akan semakin cepat laju pendinginan, akibatnya semakin dalam efek pengerasan (Callister, 1991:431). Dimana Gambar 2.13 menunjukkan Kurva laju pendinginan media air dengan diameter silinder, menurut (Callister, 1991:431) ukuran dari spesimen dapat menyebabkan persebaran nilai kekerasan dan struktur mikro pada bagian luar spesimen memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi jika dibandingkan area bagian dalam spesimen..

Gambar 2.13 Kurva laju pendinginan media air dengan diameter silinder (Callister, 1991:431)

2.4 Difusi

Menurut (Yono, 2013:86) Difusi adalah peristiwa berpindahnya suatu zat atau atom dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah.

Dimana proses difusi atom berlangsung secara interstisi, atom atau zat karbon berukuran lebih kecil akan menyisip masuk ke dalam rongga-rongga kosong antara atom-atom besi yang memiliki ukuran lebih besar (Wibowo, 2011: 88).

(33)

17

Difusi dengan material logam dengan ukuran atom difusi yang lebih besar jika dibandingkan dengan ukuran atom penyusun disebut difusi substitusi. Dimana atom yang berdifusi dengan cara substitusi akan menggantikan posisi atom utamanya terbentuklah dislokasi atom. Difusi intertisi adalah difusi dengan ukuran atom difusinya lebih kecil jika dibandingkan dengan atom penyusun utamanya (Wibisono, 2021:28). Difusi intertisi melibatkan atom yang bermigrasi dari posisi interstisi ke posisi tetangga yang kosong. Contoh atom yang cukup kecil untuk masuk ke posisi interstisi seperti hidrogen, karbon, nitrogen, dan oksigen (Callister, 1991:126). Gambar 2.14 menunjukkan skema proses difusi intertisi dengan skala atom.

Gambar 2.14 Skema proses difusi intertisi dengan skala atom (Callister, 1991:125)

2.5 Katalisator

Katalisator atau biasa disebut dengan energizer adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi-reaksi kimia pada temperatur tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis umumnya berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi, dan meningkatkan laju reaksi namun tidak mempengaruhi letak kesetimbangan sehingga reaksi berjalan lebih cepat karena menyediakan satu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah (Afriany et al., 2017:40).

Menurut (Afriany et al., 2017:40) katalis dibedakan berdasarkan wujudnya, menjadi katalis homogen dan heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang ada dalam fase sama yang dapat bercampur homogen dengan zat pereaksinya karena

(34)

mempunyai wujud yang sama. Katalis heterogen adalah katalis yang tidak dapat bercampur homogen dengan pereaksinya karena wujudnya berbeda. Penggunaan katalis sangat berpengaruh pada proses karburasi. Pada temperatur tinggi katalis berfungsi untuk mempercepat pembentukan gas CO2.

2.6 Pengujian Kekerasan Vickers

Kekerasan menurut (Callister, 1991:174) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan material terhadap deformasi plastis. Deformasi umumnya terbagi menjadi dua tipe yaitu deformasi plastis dan deformasi elastis atau permanen.

Penekanan indentor pada permukaan material yang relatif ulet dan lunak disebut deformasi plastis, sedangkan deformasi elastik atau permanen terjadi jika indentor ditekan pada permukaan material yang keras dan getas. Dimana beban yang diterapkan jauh lebih kecil daripada Rockwell dan Brinell, berkisar antara 1 dan 1000 g (Callister, 1991:177).

Pengujian kekerasan Vickers ini, dikembangkan pada tahun 1922 dan sebelumnya dikenal sebagai uji kekerasan pyramid diamond. Pengujian ini menggunakan indentor berlian berbentuk piramida dengan sudut muka sebesar 136°. Nomor kekerasan Vickers ditunjukkan dengan huruf HV (Kalpakjian, 2009:70). Dimana proses pengujian Vickers dibedakan menjadi dua tipe pengujian, yaitu pengujian makro dan mikro. Pengujian makro gaya penekanannya mulai dari 1 kgf sampai 120 kgf (ASTM E92-16, 2017:1). Pengujian mikro menggunakan gaya penekanannya mulai 15 gram sampai 1000 gram.

Gambar 2.15 Indentor piramida (ASTM E92-82, 2004:2)

(35)

19

Dimana Gambar 2.15 menunjukkan indentor piramida untuk pengujian kekerasan Vickers. Proses pengujian kekerasan Vickers secara makro dimulai dengan penekanan pada permukaan spesimen menggunakan indentor. Indentor secara otomatis tidak akan menekan kembali, saat diberi penekanan. Setelah diberikan penekanan, bekas penekanan indentor kemudian diukur menggunakan lensa optic untuk diukur panjang diagonalnya. Hasil nilai diagonal kemudian digunakan untuk menghitung nilai kekerasan pada Persamaan (1).

dimana

𝑑 =

𝑑1+ 𝑑2

2 𝐻𝑉 = {2𝑃 𝑠𝑖𝑛(𝛼/2)/𝑑2} (1)

𝐻𝑉 = 1.8544 x 𝑃 𝑑2 Dengan:

α = sudut muka indentor intan dengan sudut 136°

P = beban yang diberikan (kg)

d = panjang rerata diagonal hasil indentasi (mm)

Menurut (ASTM E92-82, 2004:5) terdapat beberapa persyaratan spesimen ketika akan melakukan pengujian kekerasan Vickers. Antara lain sebagai berikut:

2.6.1 Ketebalan spesimen/benda uji

Ketebalan benda uji atau spesimen setidaknya satu setengah kali panjang diagonal indentor dan tidak memiliki tonjolan atau tanda yang menunjukkan efek gaya berlawanan dengan arah indentor (ASTM E92-82, 2004:5).

2.6.2 Finishing spesimen/benda uji

Permukaan spesimen harus disiapkan sedemikian rupa sehingga ujung diagonal hasil indentasi dapat dibaca dan terlihat jelas. Dimana nilai kepresisiannya berkisar ± 0,0005 mm atau 0,5% dari panjang diagonal. Untuk mempersiapkan spesimen dilakukan dengan melakukan grinding dan polishing (ASTM E92-82, 2004:5).

(36)

2.6.3 Waktu indentasi

Untuk waktu indentasi pengujian kekerasan makro selama 10 detik sampai 15 detik (ASTM E92-82, 2004:5).

2.6.4 Kesejajaran spesimen/benda uji

Spesimen harus disiapkan atau dipasang sedemikian sehingga permukaannya tegak lurus dengan sumbu indentor. Dimana toleransi sudut tegak lurus berkisar ± 1°. Persyaratan tersebut sebelum harus dilakukan proses penggerindaan pada sisi berlawanan dari sisi pengujian (ASTM E92-82, 2004:5).

2.6.5 Jarak indentasi

Untuk jarak indentasi dapat dilihat pada Gambar 2.16. Dimana menurut (ASTM E92-82, 2004:5) ketententuan meliputi jarak antar indentasi dan jarak antara indentasi dengan tepi spesimen. Dimana Knoop Diagonal (dK) adalah panjang diagonal antara sisi bagian samping spesimen dengan bagian tengah lekukan Knoop. Knoop Width adalah (dW) adalah lebar antara sisi bagian atas spesimen dengan tengah lekukan Knoop. Vickers Diagonal (dV) adalah panjang rata-rata diagonal lekukan Vickers.

Gambar 2.16 Jarak minimum indentasi untuk Vickers dan Knoop (ASTM E92-16, 2017:7)

2.7 Pengujian Metallography

Metallography adalah suatu studi mikroskopis yang mempelajari karakteristik suatu struktur logam atau paduan. Mikroskop sejauh ini merupakan alat paling penting dari ahli metalurgi baik dari sudut pandang ilmiah maupun

(37)

21

teknis. Hal ini dimungkinkan untuk menentukan ukuran butir dan ukuran, bentuk, dan distribusi berbagai fase dan inklusi yang memiliki pengaruh besar pada sifat mekanik logam (Sidney, 1974:14).

Metallography merupakan suatu metode atau studi untuk menyelidiki struktur logam dengan menggunakan mikroskop optis dan mikroskop elektron.

Sedangkan untuk struktur yang terlihat pada mikroskop disebut mikrostruktur.

Dimana mikroskop optis dapat mencapai pembesaran sebesar 10-3 cm atau sekitar 100-1000 kali pembesaran. Pembesaran pada mikroskop elektron jauh lebih besar jika dibandingkan dengan mikroskop optis. Mikroskop elektron dapat melihat ukuran 10-5 cm atau sekitar 5000-30000 kali pembesaran (Alkarim, 2019:26).

Secara umum mikroskop optis yang digunakan untuk pengamatan mikrostruktur dengan mikroskop yang digunakan untuk pengamatan biologi.

Dimana perbedaannya berada pada berkas sinar yang digunakan untuk menyinari spesimen. Mikroskop optic metarlugi menggunakan penerangan dari atas spesimen karena sifat dari logam yang tidak dapat tembus oleh berkas cahaya. Berkas cahaya yang disinarkan ke permukaan spesimen kemudian akan dipantulkan oleh permukaan spesimen. Kemudian hasil pantulan tersebut diteruskan ke lensa dan terlihat oleh mata (Wibisono, 2021:39).

Sebelum melakukan pengamatan struktur mikro, spesimen yang digunakan sebagai sampel perlu diberi beberapa perlakuan agar saat pengujian metallography dapat terlihat di mikroskop. Berikut beberapa perlakuan sebelum melakukan pengamatan struktur mikro:

2.7.1 Sampling

Sampling merupakan proses pemilihan sampel logam. Dimana sampel dengan sifat yang lunak seperti paduan non-ferro dan baja yang tidak diberi perlakuan panas, bagian tersebut dapat diperoleh dengan melakukan penggergajian besi secara manual. Jika sampelnya dengan sifat keras, dapat diperoleh dengan melakukan pemotongan menggunakan piringan abrasif. Dimana selama proses pemotongan menggunakan piringan abrasif sampel harus tetap dalam kondisi tidak panas (Sidney, 1974:15).

(38)

2.7.2 Rough grinding

Rough grinding merupakan salah satu proses yang dilakukannya setelah proses sampling, yaitu proses penggerindaan kasar. Dimana tujuan dilakukannya proses rough grinding untuk meratakan permukaan hasil pemotongan (Sidney, 1974:15).

2.7.3 Mounting

Mounting merupakan proses pemasangan sampel pada penjepit, pada pada spesimen yang berukuran kecil atau berbentuk tidak beraturan. Dimana penjepit yang digunakan dalam proses mounting terbuat dari bahan resin termoset (Sidney, 1974:15).

2.7.4 Intermediate polishing

Intermediate polishing merupakan proses pemolesan menengah, dimana proses pemolesan menggunakan kertas abrasif. Umumnya kertas abrasif yang digunakan antara tingkat kekerasan 100 sampai 2000. Ketika proses intermediate polishing, perlu mengguyurkan air ke atas kertas abrasif. Dimana tujuan mengguyurkan air adalah agar serpihan logam tidak menempel di kertas. Untuk pemilihan kertas abrasif disarankan yang berbahan silikon karbida karena lebih tahan air (Sidney, 1974:15).

2.7.5 Fine polishing

Fine polishing merupakan proses pemolesan halus tahap terakhir. Dimana proses fine polishing menggunakan kain dan pasta abrasif sebagai media pemolesannya. Beberapa kain yang dapat digunakan untuk proses pemolesan beraneka ragam meliputi kain mikro, kain kanvas, kain beludru, kain sutra, dll.

Untuk penggunaan pasta abrasif, memiliki jenis yang berbeda-beda tergantung material sampel uji. Sampel uji dengan berbahan besi dan tembaga dapat menggunakan pasta berbahan dasar aluminium oksida. Sampel uji berbahan aluminium, magnesium, dan paduan aluminium lainnya dapat menggunakan pasta cerium oksida. Bahan pasta lain yang dapat digunakan adalah kromium oksida, pasta intan dan magnesium oksida (Sidney, 1974:16).

(39)

23

2.7.6 Etching

Etching merupakan fenomena terkorosinya permukaan sampel. Dimana sampel dengan fase tunggal atau logam murni akan menghasilkan permukaan yang rata (Sidney, 1974:18). Jika fase lebih dari satu atau logam paduan akan menghasilkan permukaan yang tidak rata. Bentuk yang tidak rata diakibatkan oleh laju korosi berbeda-beda disetiap area permukaan (Alkarim, 2019:27). Dimana pada Gambar 2.17 menunjukkan struktur permukaan sebelum dan setelah dilakukan proses etsa. Laju korosi cepat menyebabkan terbentuknya lembah-lembah orientasi sudut yang berbeda-beda, sedangkan laju korosi yang lambat tidak menghasilkan lembah.

Gambar 2.17 Permukaan sampel; (a) sebelum dietsa, (b) setelah dietsa (Alkarim, 2019:28)

Proses etsa umumnya dilakukan dengan cara mencelupkan spesimen pada cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai cairan etsa (etching reagent) tersendiri (Alkarim, 2019:27). Dimana Tabel 2.2 menunjukan jenis etching reagent, komposisi dan pengaplikasiannya.

Tabel 2.2 Nama kimia, komposisi dan pengaplikasian etsa (Sidney, 1974:22)

Setelah permukaan spesimen dilakukan proses etsa, kemudian spesimen dibersihkan menggunakan air untuk dilakukan pengamatan metalografi.

(40)

Pengamatan metalografi pada umumnya adalah proses melihat perbedaan intensitas sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam mikroskop sehingga terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang, terang). Dengan demikian apabila berkas sinar di kenakan pada permukaan spesimen maka sinar tersebut akan dipantulkan sesuai dengan orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar.

Semakin tidak rata permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul ke dalam mikroskop. Akibatnya, warna yang tampak pada mikroskop adalah warna hitam. Sedangkan permukaan yang sedikit terkorosi akan tampak berwarna terang (putih) (Alkarim, 2019:28). Menurut (Sidney, 1974:19) permukaan sampel yang rata akan menghasilkan berkas cahaya yang terang. Gambar 2.18 menunjukan proses skema pantulan cahaya pada permukaan spesimen. Sedangkan jika permukaan sampel terdapat lembah maka cahaya akan redup. Semakin dalam lembah maka cahaya akan semakin redup. Selain faktor akibat kedalaman lembah, ada faktor lain seperti sudut lembah juga mempengaruhi besar kecilnya intensitas cahaya yang akan dipantulkan. Dimana skema pantulan sinar pada pengamatan metalografi dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Skema pantulan sinar pada pengamatan metalografi (Alkarim, 2019:28)

2.8 Tinjauan pustaka

Penelitian yang dilakukan oleh Muslih et al., (2020) yang berjudul “Analisa kekerasan dan struktur mikro Baja AISI 1020 terhadap perlakuan Carburizing

(41)

25

dengan arang Batok Kelapa”. Parameter yang digunakan sebagai variasi pengujian yaitu variasi media Quenching. Variasi media quenching yang digunakan antara lain air, air garam dan oli. Baja yang digunakan adalah baja karbon rendah AISI 1020 (0.20 wt% C). Sampel baja yang digunakan dengan ukuran diameter 35 mm dan tebal 10 mm sebanyak 4 buah. Spesimen dipanaskan ke dalam furnace dengan temperatur 900°C dengan waktu penahanan/holding time selama 7 jam kemudian dilanjutkan dengan proses quenching dengan media air, air garam dan oli. Sampel spesimen dicampur dengan serbuk arang tempurung kelapa sebanyak 15 gram dengan penambahan natrium carbonat sebagai energizer sebanyak 10% dari berat arang. Hasil pengujian kekerasan Vickers Hardness menunjukkan bahwa nilai kekerasan permukaan terbesar (674.8970 HV) dihasilkan oleh variasi media quenching menggunakan media air garam, sedangkan nilai kekerasan yang terkecil (395.3990 HV) dihasilkan dari variasi media quenching dengan media air.

Pengujian struktur mikro pada spesimen menunjukkan bahwa didominasi oleh ferrite dan martensite.

Penelitian tentang “Pengaruh paduan arang aktif Kayu Belian/Ulin dan Katalisator Kerang Ale-Ale pada proses pack carburizing terhadap perubahan komposisi dan nilai kekerasan baja karbon rendah (low carbon steel) St 37” oleh Dwi Handoko dan Vivaldi (2020). Pada penelitian tersebut, menggunakan variasi media arang aktif dari pohon belian/ulin yang dipadu dengan katalisator/energizer kulit kerang ale-ale dengan komposisi 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Waktu penahanan atau holding time selama 1 jam dengan temperatur 900°C dilanjutkan dengan proses quenching. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan permukaan Vickers Hardness, nilai kekerasan tertinggi diperoleh pada variasi arang kayu belian/ulin dengan komposisi katalisator/energizer kerang ale-ale 30% yaitu sebesar 572,6 VHN. Nilai kekerasan terendah diperoleh dari variasi arang kayu belian/ulin dengan komposisi katalisator/energizer kerang ale-ale 0% yaitu sebesar 155,1 VHN. Namun, nilai kekerasan mengalami penurunan pada variasi arang kayu belian/ulin dengan komposisi katalisator/energizer kerang ale-ale 40% yaitu sebesar 409,3 VHN dan 50% sebesar 210,1 VHN. Dimana terjadi penurunan nilai kekerasan pada variasi arang kayu belian/ulin dengan komposisi katalisator/energizer kerang ale-ale 40% dan 50% disebabkan oleh atom karbon

(42)

yang masuk kedalam logam baja (interstisi) telah terjadi kejenuhan sehingga menyebabkan nilai kekerasan mulai menurun. Pengujian struktur mikro pada raw material menunjukkan didominasi oleh kristal ferrite dibandingkan kristal pearlite.

Setelah dilakukan proses pack carburizing menunjukkan struktur kristal semakin padat dan berwarna gelap, dimana menunjukkan bahwa telah terjadinya difusi karbon ke dalam baja yaitu berubahnya struktur kristal pearlite menjadi austenite.

Namun, untuk variasi arang kayu belian/ulin dengan komposisi katalisator/energizer kerang ale-ale 40% dan 50% menunjukkan bahwa struktur mikro terlihat membesar yang menyebabkan terjadinya penurunan kekerasan.

Prayitno, Dody dan Hengki, Siti Budi (2022), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh proses pack carburizing-quenching pada kekerasan Baja AISI 1020”. Penelitian dengan menggunakan Baja AISI 1020 menjadi 7 sampel, kemudian dimasukkan ke dalam furnace untuk dipanaskan pada temperatur 900°C dengan penahanan waktu atau holding time selama 2 jam dengan menggunakan arang batok kelapa sebagai media karbon. Dimana memvariasikan proses pendinginannya yaitu dengan pendinginan menggunakan udara dan pendinginan cepat/quenching menggunakan minyak goreng. Hasil pengujian kekerasan permukaan Vickers Hardness pada raw material memiliki nilai kekerasan rata-rata sebesar (180 HV). Sedangkan kekerasan permukaan rata-rata sampel setelah mengalami proses pack carburizing dengan pendinginan udara sebesar (256 HV).

Untuk nilai kekerasan permukaan rata-rata sampel tertinggi diperoleh dengan proses pack carburizing dengan pendinginan cepat/quenching menggunakan minyak goreng sebesar (638 HV). Hasil pengujian struktur mikro proses pack carburizing dengan temperatur 900°C selama 2 jam dilanjutkan dengan pendinginan udara menunjukkan bahwa didominasi oleh struktur pearlite. Struktur mikro proses pack carburizing dengan temperatur 900°C selama 2 jam dilanjutkan dengan pendinginan cepat/quenching dengan menggunakan media minyak goreng menunjukkan bahwa didominasi oleh struktur martensite, hal ini terjadi karena adanya pendinginan cepat akibat proses quenching menggunakan media minyak goreng.

(43)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode. Penerapan metode pengujian eksperimental dalam penelitian antara lain pengamatan struktur mikro dan pengujian kekerasan. Gambar 3.1 menunjukkan skema diagram alur pengujian.

Penelitian dimulai dengan melakukan studi literatur/kajian pustaka, pembuatan arang kayu ulin, pengayakan arang ± 30 mesh, pembuatan spesimen/sampel, normalizing dan pack carburizing pengamatan struktur mikro dan dilanjutkan pengujian kekerasan dengan metode Vickers. Terdapat lima spesimen/sampel pengujian yaitu empat spesimen/sampel dengan perlakuan pack carburizing dan satu sampel tanpa perlakuan pack carburizing. Keempat spesimen/sampel akan dilakukan perlakuan panas pack carburizing dengan variasi temperatur sebesar 850°C dan 930°C serta variasi waktu penahanan/holding time selama 2 jam dan 3 jam. Setelah mencapai waktu penahanan/holding time selama 2 jam dan 3 jam, maka spesimen/sampel dilakukan proses pendinginan menggunakan media air.

Dilanjutkan dengan tahap penelitian pengamatan struktur mikro dan mencari nilai kekerasan permukaan spesimen/sampel dengan mikroskop metallography dan mesin uji kekerasan Vickers. Apabila struktur mikro dan nilai kekerasan permukaan sudah diketahui maka tahap berikutnya adalah melakukan analisis data. Seluruh pengujian dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(44)

Studi

Pembuatan Serbuk Arang

Pembuatan Spesimen Uji

Perlakuan panas Normalizing 915°C dengan holding time 1 jam

Di -Carburizing Tidak di-Carburizing

Pencampuran serbuk arang ± 30 mesh dan CaCO3 dengan perbandingan berturut 80 dan 20 wt%

Proses Pack Carburizing variasi temperatur 850°C dan 930°C dan variasi holding time 2 jam dan 3 jam

Pendinginan dengan Air

Pengujian struktur mikro

Pengujian kekerasan Vickers

Analisis Data dan Kajian Pustaka

Kesimpulan

Selesai

Tidak

Ya

Gambar 3.1 Skema diagram alir penelitian

(45)

29

3.2 Bahan Penelitian 3.2.1 Baja AISI 1020

Dalam penelitian ini menggunakan material uji baja karbon rendah AISI 1020 dengan kadar karbon sebesar 0,2 wt% sama seperti yang tertera dalam Mill Certificate. Material awal/raw material berbentuk silindris pejal/round bar dari pabrik dengan diameter 2,5 cm dan panjang 30 cm. Dimana raw material telah mengalami proses roll dari pabrik pembuat baja. Gambar 3.2 menunjukkan raw material Baja AISI 1020.

Gambar 3.2 Baja AISI 1020 (round bar) 3.2.2 Arang kayu ulin

Media karbon yang digunakan untuk proses pack carburizing berasal dari kayu ulin/belian. Dimana kayu ulin yang sudah dipotong menjadi bagian kecil dikumpulkan kemudian dibakar hingga membentuk arang. Ukuran arang kayu ulin dalam penelitian dengan ukuran ± 30 mesh (0,595 mm). Gambar 3.3 menunjukkan arang kayu ulin.

Gambar 3.3 Arang kayu ulin

(46)

3.2.3 Kalsium karbonat

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan senyawa kimia yang dicampurkan kedalam media karbon pack carburizing dengan tujuan sebagai katalis reaksi.

Dimana ukuran kalsium karbonat sebesar ± 800 mesh yang dicampurkan kedalam media karbon. Gambar 3.4 menunjukkan kalsium karbonat (CaCO3) ukuran 800 mesh.

Gambar 3.4 Kalsium karbonat (CaCO3) ukuran 800 mesh 3.2.4 Media Pendinginan

Air sebagai media pendinginan sampel uji dalam penelitian ini. Volume media pendinginan sebanyak 50 liter dengan wadah bak semen. Temperatur media pendinginan berkisar 25°C. Dimana air yang digunakan memiliki kondisi yang jernih dan tanpa ada zat lain yang tercampur. Penampungan air di Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta merupakan sumber air untuk media pendinginan. Menurut (Totten, 2010) air memiliki nilai koefisien perpindahan panas konveksi 3500 W/(m2K) tertinggi dibandingkan media pendinginan lainnya. Pemilihan media pendinginan menggunakan air juga didasarkan pada sifat-sifat dasarnya yang meliputi densitas, viskositas dan kemampuan untuk menghantarkan panas yang cukup baik jika dibandingkan dengan media lain seperti oli dan udara (Wibisono, 2021:49). Pencelupan spesimen/sampel ke dalam media air dilakukan selama 30 detik atau sampel mencapai temperatur ruang.

(47)

31

3.2.5 Larutan etsa

Pada penelitian ini, menggunakan larutan etsa berbahan dasar asam nitrat (HNO3) dan alkohol. Dengan konsentrasi larutan asam nitrat 100%, untuk alkohol yang digunakan dalam penelitian memiliki konsentrasi larutan 95%. Pemilihan jenis larutan dapat disesuaikan dengan komposisi kandungan yang terdapat pada material baja. Perbandingan komposisi larutan HNO3 sebesar 5 ml dan alkohol sebesar 100 ml kemudian kedua larutan dicampurkan kedalam gelas beker. Jumlah ini dapat berubah jika paduan kurang korosif atau terlalu korosif. Setelah kedua larutan dimasukkan, dilanjutkan dengan menggoyangkan gelas beker untuk memadukan larutan. Sampel uji kemudian dimasukkan kedalam gelas beker yang berisi larutan etsa dan dilakukan penggoyangan gelas beker. Penggoyangan pada gelas beker bertujuan untuk meratakan etsa ke seluruh permukaan sampel uji.

Dimana etsa akan memberikan reaksi korosi pada permukaan sampel, sehingga pada saat dilakukan pengamatan struktur mikro terlihat bentuk setiap struktur.

Sampel yang seluruh permukaannya terselimuti larutan etsa perlu ditunggu beberapa saat agar terjadi korosi pada permukaannya. Larutan etsa kemudian mengalami perubahan warna dan permukaan sampel berubah warna, dan dibilas menggunakan air mengalir. Gambar 3.5 menunjukkan Alkohol dengan konsentrasi 95% dan HNO3 konsentrasi dengan 100% yang dipakai dalam penelitian ini.

Gambar 3.5 Alkohol konsentrasi 95% dan HNO3 konsentrasi 100%

(48)

3.3 Alat pengujian

3.3.1 Mesin uji kekerasan Vickers

Dalam penelitian ini menggunakan mesin uji kekerasan Vickers dengan model DHV-50D untuk mengetahui nilai kekerasan setiap sampel uji baja AISI 1020. Model DHV-50D memiliki beberapa fitur seperti pemrograman, mikroskop metallography dan sistem digital sehingga memudahkan pada saat proses pengujian berlangsung. Dimana nilai kekerasan akan otomatis muncul/menghitung nilai kekerasan Vickers dilayar monitor. Fitur-fitur dari mesin uji kekerasan Vickers dengan model DHV-50D juga dapat membantu ketika proses pemilihan area indentasi. Pembebanan yang digunakan ketika proses indentasi sebesar 5 kg dengan waktu indentasi selama 10 detik. Gambar 3.6 menunjukkan mesin uji kekerasan Vickers DHV-50D yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 3.6 Mesin uji kekerasan Vickers DHV-50D 3.3.2 Furnace/Oven

Furnace yang sering disebut dengan oven merupakan alat yang digunakan untuk memanaskan sampel uji (Normalizing dan Pack Carburizing). Furnace dengan tipe Ney M525 seri II dengan sumber daya dari listrik dengan tegangan 120 volt dengan kemampuan mengeluarkan panas ± 1200°C. Furnace dilengkapi dengan tombol putaran temperatur (tombol power) dan lampu indikator. Tombol power/putaran temperatur berfungsi sebagai pengatur kecepatan proses pemanasan,

(49)

33

sedangkan lampu indikator berfungsi sebagai penanda bahwa sedang berlangsung proses pemanasan. Gambar 3.7 menunjukkan furnace yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 3.7 Oven/Furnace tipe Ney M525 seri II 3.3.3 Termometer dan termokopel

Termometer berfungsi sebagai pendeteksi temperatur saat berlangsungnya proses normalizing dan pack carburizing. Termometer dilengkapi dengan sistem sensor dan digital sebagai pengukur temperatur yang disebut dengan termokopel.

Termokopel berfungsi sebagai sebagai penerima panas yang terletak di dalam furnace. Termokopel terletak pada bagian tengah-tengah furnace dengan aliran kabel melalui bagian atas furnace. Tipe termometer yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe digital thermometer SANFIX GM1312, dilengkapi dengan unit temperatur celcius dan fahrenheit dengan pengukuran maksimal 1372°C (2502°F). Termometer dengan tipe digital thermometer SANFIX GM1312 memiliki tingkat akurasi sebesar ±0.1% + 0.6°C. Gambar 3.8 dan Gambar 3.9 menunjukkan letak termokopel pada furnace dan letak Termokopel beserta Termometer.

(50)

Gambar 3.8 Letak termokopel pada furnace

Gambar 3.9 Termokopel dan Termometer 3.3.4 Mesin polishing

Mesin polishing merupakan mesin yang digunakan untuk mengamplas, meratakan permukaan dan menghaluskan permukaan sampel uji setelah melewati tahap pembubutan. Mesin polishing dalam penelitian ini memiliki seri TNP- 2020FRX dengan spesifikasi kecepatan putaran motor dengan range 50-800 rpm.

Beberapa tingkat kekasaran kertas amplas yang digunakan dalam penelitian ini Kabel Termokopel

Sensor Termokopel

Termokopel

Termometer

(51)

35

yaitu terdiri dari 100, 360, 800, 1500 dan 2000 dengan kecepatan putar motor sebesar 450-500 rpm. Amplas dengan bentuk persegi dari pabrik kemudian dipotong dengan bentuk lingkaran menyesuaikan ukuran roda polishing. Sampel uji perlu dialiri air ketika proses polishing berlangsung yang bertujuan agar mengurangi efek pemanasan permukaan sampel yang dapat mengakibatkan berubahnya fase atau struktur mikro. Gambar 3.10 menunjukkan mesin polishing TNP-2020FRX.

Gambar 3.10 Mesin polishing TNP-2020FRX 3.3.5 Mikroskop optik

Mikroskop optik merupakan alat yang digunakan untuk mengamati struktur mikro pada sampel uji sebelum dan sesudah dilakukannya proses perlakuan panas pack carburizing. Mikroskop optik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki seri Union Tokyo 2900 dengan fitur meliputi pembesaran dan pencahayaan.

Dilengkapi dengan berbagai perbesaran yang dilakukan oleh lensa mikroskop optik seri Union Tokyo 2900 sebesar M 10/0,25; M 20/0,40; M 40/0,65; dan M 100/0,9.

Dimana terdapat pencahayaan pada lensa yang berfungsi untuk membantu mengamati struktur mikro sampel uji. Pengaturan intensitas cahaya dapat dilakukan dengan memutar tombol intensitas cahaya. Berkas cahaya yang dipantulkan oleh permukaan spesimen merupakan struktur mikro yang terlihat pada lensa. Gambar 3.11 menunjukkan Mikroskop optik Union Tokyo 2900 yang digunakan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Kata kunci : Baja karbon rendah, Pack Carburizing , Arang tempurung

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai kekerasan dan komposisi kimia pada baja ST41 antara sebelum dan setelah mengalami proses pack carburizing

Variabel respon yang akan diteliti adalah kekerasan dari baja karbon rendah hasil pack carburizing dan menggunakan 3 variabel bebas (faktor) yaitu suhu austenisasi,

Nilai kekerasan rata-rata hasil pack carburizing untuk spesimen dengan ketebalan media karburasi sebesar 5 mm, 10 mm, 15 mm, dan 20 mm dari dinding kontainer

Nanulaitta (2011) dalam penelitian “Analisa nilai kekerasan baja karbon rendah (S35C) dengan pengaruh waktu penahanan (holdind time) memalui proses pengarbonan padat (pack

Nilai kekerasan rata-rata hasil pack carburizing untuk spesimen dengan ketebalan media karburasi sebesar 5 mm, 10 mm, 15 mm, dan 20 mm dari dinding kontainer

ANALISA NILAI KEKERASAN BAJA KARBON RENDAH S35C DENGAN PENGARUH WAKTU PENAHANAN HOLDING TIME MELALUI PROSES PENGARBONAN PADAT PACK CARBURIZING DENGAN PEMANFAATAN CANGKANG KERANG

2, Januari 2020 ANALISA KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 1020 TERHADAP PERLAKUAN CARBURIZING DENGAN ARANG BATOK KELAPA Muslih Nasution1, Rini Halila Nasution2 1Dosen