10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1. Pemahaman Konsep Matematika
a. Pemahaman
Pemahaman merupakan hal penting dalam menyikapi sesuatu.
Pemahaman adalah suatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan baik. Sani (2014: 54) menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan dimana peserta didik memahami dan menggunakan (menterjemahkan, menginterpretasi dan mengekstrapolasi) informasi yang dikonfirmasikan.
Mawadah dan Maryanti (2016: 77) menyatakan bahwa pemahaman adalah suatu proses yang terdiri dari kemampuan untuk menerangkan dan menginterpretasikan sesuatu, mampu memberikan gambaran, contoh dan penjelasan yang lebih luas dan memadai serta mampu memberikan uraian dan penjelasan yang lebih kreatif.
Pemahaman diartikan oleh Mulyadi (2010: 3) yaitu suatu kemampuan seseorang untuk mengingat dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Seseorang dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberikan uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang lebih tinggi dari ingatan atau pengetahuan.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pemahaman adalah kemampuan menerangkan dan menginterpretasikan sesuatu, mampu memberikan gambaran, contoh dan penjelasan yang lebih luas dan memadai serta mampu memberikan uraian dan penjelasan yang lebih kreatif.
Pemahaman bukan hanya sekedar ingatan atau pengetahuan, namun pemahaman siswa dikatakan baik apabila siswa tersebut dapat mengungkapkan kembali pemahamannya dengan bahasanya sendiri.
commit to user
b. Pemahaman Konsep
Pengetahuan yang dipelajari dengan pemahaman akan memberikan dasar dalam pembentukan pengetahuan baru sehingga dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah baru, setelah terbentuknya dari sebuah konsep, siswa dapat memberikan pendapat dan menjelaskan suatu konsep (Farida, 2015: 113-114). Hal ini memberikan pengertian bahwa materi- materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih menekankan kepada pemahaman konsepnya.
Pentingnya pemahaman konsep juga diungkapkan oleh Suarsana, dkk. (2018: 146) bahwa pemahaman konsep penting dalam membangun pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Kemampuan dalam memahami suatu konsep membuat siswa mampu mengaitkan materi yang telah diajarkan dan yang baru. Kemampuan siswa untuk memahami konsep dapat meminimalkan peluang kendala dalam masalah penyelesaian. Dengan maksud pemahaman konsep dapat membantu siswa untuk menghindari hambatan dalam memecahkan masalah.
Menurut Khartmal (Malatjie & Machaba, 2019: 2) pemahaman konseptual adalah tingkat dimana pelajar dapat membuat perbedaan dalam pengetahuan sebelumnya dan dapat menggunakan pengetahuan khusus dengan cara baru yang melibatkan tindakan dan perbuatan dengan pengetahuan baru. Demikian pula, pembentukan pemahaman adalah ketika seorang siswa dapat membuat perbedaan dalam pengetahuan sebelumnya dan dapat menggunakan pengetahuan itu dengan cara-cara baru yang melibatkan tindakan dan kegiatan dengan pengetahuan khusus.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep sangat penting dalam pembelajaran, karena dalam pembelajaran siswa tidak hanya mengingat materi yang telah diajarkan namn lebih kepemahamannya. Dalam memecahkan masalah, siswa akan menggunakan pemahaman konsepnya. Siswa dikatakan memahami konsep dapat ketika siswa dapat mengungkapkan kembali atas pembelajaran yang
commit to user
telah dipelajari dengan bahasanya sendiri dan mengaitkan konsep tersebut kedalam pengetahuan yang dimilikinya.
Ivie dan Ray (Riaz, dkk. (2020: 1) menyatakan bahwa pemahaman konsep yang buruk dapat berkontribusi terhadap kinerja yang buruk, dimana pada kelanjutannya dapat mencegah siswa dari studi lebih lanjut dalam bidang fisika atau bidang ilmiah dan teknis lainnya. Pemahaman konsep berpengaruh besar dalam pembelajaran maupun pendidikan selanjutnya, oleh karena itu pemahaman konsep harus tertanam dalam diri setiap siswa.
Selden (Fuentealba, dkk. 2019:1) menyatakan bahwa perlu dicatat bahwa para siswa ini sering dapat menyelesaikan masalah yang melibatkan penerapan atauran atau prosedur algoritmik yang tepat, tetapi meskipun demikian memiliki kesulitan ketika mereka harus menyelesaikan masalah non-rutin yang melibatkan pemahaman konsep. Banyak siswa dapat menjawab dengan benar dalam menyelesaikan soal-soal atau masalah matematika, namun tidak paham dengan konsepnya. Hal ini sesuai pendapat Lawrenz (Shishigu, 2018: 146) yaitu sepotong bukti lain yang menunjuk pada penggunaan keterampilan pemecahan masalah oleh siswa adalah bahwa beberapa studi telah menemukan bahwa siswa dalam kursus fisika pengantar yang mendapatkan jawaban yang benar sering tidak memahami konsep fisika yang menjadi dasar masalah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama dalam pembelajaran adalah pada pemahaman konsep.
Pemahaman konsep berpengaruh besar terhadap setiap pembelajaran.
Dengan pemahaman konsep, siswa dapat menyelesaikan masalah dengan tepat dan akurat.
c. Pemahaman Konsep Matematika
Pemahaman konsep adalah salah satu pemahaman yang penting dan perlu dikuasai. Hal ini sejalan dengan pendapat Zulkardi (Herawati, dkk., 2010: 71) yang menyatakan bahwa mata pelajaran matematika menekankan pada konsep. Artinya dalam mempelajari matematika, peserta didik harus memahami konsep matematika terlebih dahulu agar dapat commit to user
menyelesaikan soal-soal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut dalam dunia nyata.
Hadi dan Kasum (2015: 60) menyatakan bahwa pemahaman konsep matematika merupakan landasan penting untuk berpikir dalam menyelesaikan permasalahan matematika maupun permasalahan sehari-hari.
Dengan pemahaman konsep matematika yang baik, siswa akan mudah mengingat, menggunakan dan menyusun kembali suatu konsep yang telah dipelajari serta dapat menyelesaikan berbagai variasi soal matematika.
Nopelia (2017: 300) menyatakan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran. Dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diambil simpulan bahwa pemahaman konsep matematika adalah suatu pemahaman yang perlu dikuasai siswa guna menyelesaikan permasalahan matematika maupun permasalahan sehari-hari. Dengan pemahaman konsep yang baik, siswa akan lebih mudah dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang sedang dihadapi.
Indikator pemahaman konsep matematika dalam Afrilianto (2012:
196) yaitu:
a. Menyatakan ulang secara verbal konsep yang telah dipelajari b. Mengklasifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya
persyaratan untuk membentuk konsep tersebut c. Menerapkan konsep secara algoritma
d. Menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematika
e. Mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika)
commit to user
Indikator pemahaman konsep yang dikemukakan oleh Lestari dan Yudhanegara (2017: 81) yaitu:
a. Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari
b. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan konsep matematika c. Menerapkan konsep secara algoritma
d. Memberikan contoh atau kontra contoh dari konsep yang dipelajari
e. Menyajikan konsep dalam berbagai representasi
f. Mengaitkan berbagai konsep matematika secara internal maupun eksternal.
Purwaningsih, dkk. (2017: 143) menyatakan bahwa indikator pemahaman konsep yaitu:
a. Menyatakan ulang sebuah konsep
b. Mengklasifikasi obkek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya)
c. Memberikan contoh dan non contoh dari konsep
d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis
e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat syarat cukup suatu konsep
f. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu
g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah Berdasarkan indikator-indikator pemahaman konsep matematika menurut Afrilianto (2012: 196), Lestari dan Yudhanegara (2017: 81) dan Purwaningsih, dkk (2017: 143) dapat disimpulkan bahwa indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini serta ketercapaiannya yaitu:
Tabel 2. Indikator pemahaman konsep matematika
No Indikator Ketercapaian
1 Menyatakan ulang sebuah konsep
Siswa dikatakan memahami konsep ketika siswa sudah dapat menyatakan ulang dari sebuah konsep
2 Mengklasifikasi objek- objek menurut sifat- sifat tertentu
Siswa dikatakan memahami konsep ketika siswa sudah dapat mengklasifikasi objek- objek menurut sifat-sifat tertentu
3 Memberikan contoh dan non contoh dari konsep
Siswa dikatakan memahami konsep ketika siswa sudah dapat memberikan contoh dan non contoh dari konsep
commit to user
4 Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis
Siswa dikatakan memahami konsep ketika siswa sudah dapat menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis
5 Mengembangkan syarat perlu dan syarat-syarat cukup suatu konsep
Siswa dikatakan memahami konsep ketika siswa sudah dapat mengembangkan syarat perlu dan syarat-syarat cukup suatu konsep 6 Menggunakan,
memanfaatkan atau memilih prosedur atau operasi tertentu
Siswa dikatakan memahami konsep ketika siswa sudah dapat menggunakan, memanfaatkan atau memilih prosedur atau operasi tertentu
7 Mengaplikasikan
konsep atau logaritma pemecahan masalah
Siswa dikatakan memahami konsep ketika siswa sudah dapat mengaplikasikan konsep atau logaritma pemecahan masalah 2. Self Efficacy
Self efficacy adalah keyakinan atau kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Endah, dkk. (2019: 209) menyatakan bahwa self efficacy merupakan salah satu karakteristik yang harus dimiliki peserta didik agar dapat menunjang kemampuan pemecahan masalah siswa.
Selain itu, Mahmud (2017: 4874) menyatakan bahwa self efficacy sangat penting bagi seseorang, karena self efficacy yang kuat akan mendorong seseorang untuk berusaha keras dan optimis untuk mendapatkan hasil positif untuk kesuksesan.
Yuliyani, dkk. (2017: 133) menyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatasi beraneka ragam situasi yang muncul dalam hidupnya. Self efficacy jika disertai dengan tujuan-tujuan yang spesifik dan pemahaman mengenai prestasi akademik, maka akan menjadi penentu keberhasilan dimasa mendatang. Self efficacy siswa berbeda-beda dan perbedaan ini didasarkan pada tingkat keyakinan dan kemampuan siswa ketika menghadapi permasalahan tertentu.
Bandura (Widajati, dkk., 2018: 33) menyatakan bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi pada kemampuan mereka ketika menghadapi tugas-tugas sulit akan menganggapnya sebagai tantangan yang harus dikuasai, mempertahankan komitmen untuk mencapai tujuan, commit to user
mendapatkan kembali upaya ketika menghadapi kegagalan, ketika menghadapi situasi yang mengancam dapat kendalikan diri mereka sehingga mereka bisa menghasilkan pencapaian diri dan bisa mengurangi stres dan tidak mudah depresi. Sementara individu yang meragukan kemamapuaan mereka akan menganggap tugas-tugas ini sebagai ancaman, memiliki harapan rendah, memiliki komitmen rendah terhadap tujuan yang dicapai, cepat menyerah dan kurang upaya ketika menghadapi tugas yang sulit dan lambat bangkit kembali setelah kegagalan sehingga individu mudah mengalami stres dan depresi.
Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan dapat ditarik simpulan bahwa self efficacy adalah keyakinan yang sangat penting dan harus dimiliki oleh siswa untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas yang ada dan mencapai tujuan tertentu. Siswa yang memiliki Self efficacy yang tinggi akan menganggap tugas sebagai tantangan, sedangkan siswa yang self efficacy rendah ketika menghadapi tugas yang sulit akan cenderung mudah menyerah.
Self efficacy adalah sikap afektif yang perlu dibangun. Self efficacy memiliki berbagai faktor, diantaranya yaitu faktor yang mempengaruhi self efficacy yaitu dukungan sosial, motivasi, tersedianya sarana dan prasarana, kesehatan fisik, kompetensi, niat, disiplin dan bertanggung jawab serta rasa syukur kepada Tuhan (Efendi, 2013: 65).
Jumroh, dkk. (2018: 30) menyatakan bahwa self efficacy dapat dibangkitkan dari diri peserta didik melalui empat sumber yaitu pengalaman otentik (authentic mastery experiences), pengalaman orang lain (vicarious experience), pendekatan sosial atau verbal (verbal persuasion) dan aspek psikologi (physiological affective states).
Sadewi, dkk. (2012: 8) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy yaitu:
1. Pengalaman keberhasilan (mastery experiences) yang dimana semakin besar seseorang mengalami keberhasilan maka semakin tinggi self efficacy yang dimiliki seseorang, namun jika mengalami kegagalan maka akan menurunkan self efficacy seseorang.
2. Pengalaman orang lain (vicarious experiences) yaitu self efficaccy bisa meningkat apabila melihat keberhasilan orang lain (social models) yang memiliki kemiripan dengan individu, begitu pula sebaliknya self commit to user
efficacy akan menurun apabila melihat kegagalan orang lain dan akan mengurangi usaha yang dilakukan.
3. Persuasi sosial (social persuation) yaitu penguatan keyakinan dari orang lain, misal dengan memberi dukungan atau support untuk meningkatkan keyakinan pada kemampuan-kemampuan dirinya.
4. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and emotionaal states), keadaan fisik dan emosi mempengaruhi self efficacy dalam melaksanakan suatu tugas.
Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan dapat ditarik simpulan bahwa self efficacy dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya yaitu faktor dari dalam (diri siswa tersebut) maupun dari luar.
Putri dan Fakhruddiana (2018: 3) menyatakan bahwa dalam self efficacy terdapat 3 aspek yang mempengaruhi tingkat keyakinan seorang guru dalam mengajar. Aspek tersebut yaitu magnitude/level merupakan suatu tingkat rasa keyakinan seseorang terhadap tindakan yang dilakukan. Aspek kedua yaitu Strength yang mengacu pada besarnya kemantapan seseorang terhadap keyakinan atau harapan yang dibuatnya. Aspek ketiga adalah generality yang berkaitan dengan cakupan bidang atau perilaku.
Penjelasan dimensi self efficacy dalam Suastikayasa (Sunaryo, 2017:
41) yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat kesulitan tugas (magnitude)
Aspek ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasarkan pemahamannya terhadap tingkat kesulitan tugas.
Apabila tugas-tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan self efficacy secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas yang sderhana, menengah atau tinggi. Individu akan berupaya melakukan tugas yang dianggap dapat dilaksanakan dan menghindari situasi dan perilaku yang diluar batas kemampuannya.
2. Generalitas (generality)
Aspek ini terkait cangkupan tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Keyakinan individu atas kemampuannya tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya pada suatu aktivitas/situasi tertentu/terbatas atau serangkaian aktivitas/situasi yang lebih luas dan bervariasi.
3. Kekuatan keyakinan (strength)
Aspek ini berkaitan dengan kekuatan keyakinan pada seseorang atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, commit to user
sekalipun mungkin belum memiliki pengalaman yang menunjang.
Sebaliknya, pengharapan yang lemah dan ragu-ragu terhadap kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman- pengalaman yang tidak menunjang.
Dimensi self efficacy sesuai pendapat Nugraha dan Prabawati (2019:
282) yaitu magnitude berkaitan dengan bagaimana siswa dapat mengatasi kesulitan belajarnya, strength yaitu seberapa tinggi keyakinan siswa dalam mengatasi kesulitan belajarnya dan generality yaitu menunjukkan apakah keyakinan kemampuan diri berlangsung dalam dominan tertentu atau berlaku dalam berbagai macam aktivitas dan situasi.
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik simpulan bahwa dimensi self efficacy pada penelitian ini terdiri dari tiga dimensi. Dimensi tersebut yaitu magnitude/level, strength dan generality. Magnitude adalah kesulitan tugas yang dihadapi oleh sesorang. Generality merupakan perasaan kemampuan yang ditunjukkan individu pada konteks tugas yang berbeda-beda. Strength yaitu kuatnya keyakinan seseorang berkenaan dengan kemampuan yang dimiliki. Indikator self efficacy dalam penelitian ini berdasarkan dimensi- dimensi self efficacy yang telah dikemukakan yaitu sebagai berikut:
Tabel 3. Indikator dimensi self efficacy
Dimensi Indikator
Magnitude (tingkat kesulitan)
1. Mengerjakan tugas yang sulit
2. Mengerjakan tugas sesuai kemampuannya 3. Pantang menyerah dalam menghadapi
kesulitan
4. Mampu menghadapi tugas diluar kemampuan Strength (tingkat
kekuatan)
1. Kerja keras atau usaha maksimal 2. Tetap bertahan pada situasi yang sulit 3. Optimisme
4. Menambah waktu belajar Generality
(generalisasi)
1. Mampu mengerjakan semua pekerjaan dalam waktu yang sama
2. Mengerjakan tugas pada bidang yang berbeda 3. Menganggap pengalaman sebagai dasar
meningkatkan keyakinan
commit to user
B. Kerangka Berpikir
Matematika merupakan mata pelajaran yang penting, karena matematika memiliki peran utama dalam kehidupan sehari-hari. Ada berbagai macam kemampuan dalam mempelajari matematika, salah satunya adalah kemampuan pemahaman konsep matematika. Pemahaman konsep matematika adalah pemahaman dasar yang harus dimiliki oleh setiap siswa, karena dengan berbekal pemahaman konsep siswa dapat menyelesaikan soal-soal atau masalah yang berkaitan dengan matematika. Selain itu, dengan memecahkan soal atau masalah yang berkaitan dengan matematika maka siswa dapat lebih memahami pengetahuan atau konsep yang sudah dimilikinya. Hal ini sejalan dengan penelitian Khotimah dan Masduki (2016: 3) yang menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam matematika adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan atau untuk menghubungkan konsep matematika yang mereka miliki untuk memecahkan masalah yang timbul di dunia nyata. Akan tetapi, siswa banyak kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang menuntut pemahaman konsep (Purwanti, dkk., 2016: 116). Hal ini terjadi karena pemahaman konsep matematika siswa masih rendah.
Pemahaman knsep matematika siswa perlu dikembangkan. Dalam mengembangkan pemahaman konsep matematika siswa, guru perlu mengetahui keyakinan atau kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan soal-soal atau masalah matematika. Keyakinan atau kepercayaan diri siswa atas kemampuannya dalam menyelesaikan soal-soal atau masalah matematika disebut self efficcy siswa. Siswa dengan keyakinan atau kepercayaan diri yang kuat untuk belajar menyelesaikan tugas akan berpartisipasi dengan mudah, bekerja lebih keras dan tinggal lebih lama dalam menghadapi kesulitan dibandingkan dengan self efficacy rendah (Riskiningtyas danWangid, 2018: 2).
Kategori self efficacy dalam penelitian ini yaitu self efficacy tinggi, sedang dan rendah. Pengkategorian self efficacy tersebut dapat ditentukan dengan angket self efficacy. Dari hasil angket tersebut dipilih subjek penelitian disetiap kategori self efficacy untuk mewakili penelitian dengan menggunakan teknik yang commit to user
telah ditentukan dan untuk kelancaran penelitian ini peneliti mengkomunikasikan dengan guru yang besangkutan terkait subjek penelitian. Siswa yang menjadi subjek penelitian akan diberikan lembar tes pemahaman konsep untuk melihat indikator pemahaman konsep matematika mana saja yang mampu dicapai siswa dan yang belum dicapai siswa.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara kepada subjek penelitian.
Pembicaraan ketika wawancara antara peneliti dengan subjek penelitian dapat ditulis atau direkam. Hasil tes dan wawancara tersebut dianalisis, untuk mengetahui sejauh mana pemahaman konsep matematika siswanya. Simpulan dari analisis tersebut diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai pemahaman konsep matematika siswa dalam menghadapi soal-soal matematika ditinjau dari self efficacy siswa. Uraian tersebut digambarkan dalam bagan berikut.
commit to user
Gambar 3. Bagan kerangka berpikir Self Efficacy
Siswa
Pelaksanaan Tes Pemahaman Konsep Matematika
Wawancara dengan subjek penelitian (self efficacy tinggi,
sedang dan rendah) Siswa dengan
Self Efficacy Tinggi
Siswa dengan Self Efficacy
Sedang
Siswa dengan Self Efficacy
Rendah
Profil Pemahaman Konsep Matematika Siswa ditinjau dari Self Efficacy Siswa
commit to user