Volume 16 No. 2, September 2018
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN BADAN PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
ISSN : 1412-8284
INFORMASI TEKNIS
SVolume 16 No.2, September 2018
Informasi Teknis adalah media resmi publikasi ilmiah semi populer yang disajikan secara praktis dalam bidang pemuliaan tanaman hutan dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan dengan frekuensi terbit dua kali setahun, Juli dan September
Pelindung:
Ir. Tandya Tjahjana, M.Si
Dewan Redaksi:Ketua Merangkap Anggota:
Dr. Liliana Baskorowati, S.Hut, M.P. (Pemuliaan Tanaman Hutan, BBPPBPTH)
Anggota:Dr. Ir. Mudji Susanto, M.P. (Pemuliaan Tanaman Hutan, BBPPBPTH)
Dr. Noor Khomsah Kartikawati, S.Hut, M.P. (Pemuliaan Tanaman Hutan, BBPPBPTH) Ir. Sugeng Pudjiono, M.P (Genetika dan Pemuliaan Tanaman BBPPBPTH)
Liliek Haryjanto, S.Hut, M.Sc. (Pemuliaan Tanaman Hutan, BBPPBPTH) Dr. Ir. Asri Insiana Putri, M.P. (Bioteknologi Tanaman, BBPPBPTH)
Sekretariat Redaksi:
Ketua Merangkap Anggota:
Retisa Mutiaradevi, S.Kom., M.CA. (Kepala Bidang Data Informasi dan Kerjasama)
Anggota:Nunuk Tri Retnaningsih, S.Hut., M.Eng. (Kepala Seksi Data Informasi dan Diseminasi) Nana Niti Sutisna, S.IP.
Maya Retnasari, A.Md.
M. Nurdin Asfandi, A.Md
Design Grafis:Edy Wibowo, S.Hut., M. Eng.
Diterbitkan oleh:
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Alamat:Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta 55582 Telp. +62-274 895954, 896080; Fax. +62-274 896080
email: [email protected]
ISSN : 1412-8284
INFORMASI TEKNIS
SVolume 16 No.2, September 2018
1. PEMELIHARAAN PERSEMAIAN TANAMAN LANGKA DAN KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Maintenance of Rare and Special Plants of Yogyakarta Region at Nursery
Peri Mandala Putra dan Lukman Hakim……… 23 - 30
2. METODE SOLVENT UNTUK SELEKSI INDIVIDU DALAM PEMULIAAN NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) UNTUK BIOFUEL
Solvent Method For Individual Selection On Nyamplung Breeding For Biofuel
Eritrina Windyarini………... 31 - 36 3. STUDI PENGUNDUHAN DAN PEMBIBITAN GMELINA
The Study of Seed Handling and Nursery of Gmelina arborea Roxb.
Dedi Setiadi, Heri Efendi dan Hamdan Adma Adinugraha……….. 37 - 42
PEMELIHARAAN PERSEMAIAN TANAMAN LANGKA DAN KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Maintenance of Rare and Special Plants of Yogyakarta Region at Nursery
Peri Mandala Putra dan Lukman Hakim
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km.15 Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected]
S
I. PENDAHULUAN
Menurut Silvikultur.com (2016), definisi persemaian adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di lapangan.
Persemaian tanaman langka dan khas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini merupakan hasil kegiatan pengumpulan materi genetik dan perbanyakan beberapa jenis tanaman langka dan khas DIY di persemaian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (B2P2BPTH) Yogyakarta pada periode I dimulai sejak tahun 2008 sampai dengan 2017 (Hakim dan Yuliah,2018).
Berdasarkan laporan Mangkuwibowo dkk (2017), kegiatan pengumpulan materi genetik dan perbanyakan beberapa jenis tanaman langka dan khas DIY ini berawal dari permintaan masyarakat terhadap kebutuhan bibit tanaman keras untuk kegiatan penghijauan dan reboisasi. Namun bibit yang tersedia di kantor B2P2BPTH berupa bibit hasil penelitian yang jenisnya sudah ditentukan dan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat DIY. Sebagaimana tugas dan fungsi B2P2BPTH yang tertuang dalam Permen KLHK No.P.18/Menlhk/Sekjen/OTL.0/1/2016 antara lain melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan yang menjadi kebutuhan daerah, maka merespon kebutuhan tersebut dengan menyediakan jenis-jenis tanaman langka dan khas DIY.
Bibit yang telah diperbanyak di persemaian kemudian disebarluaskan ke institusi pemerintah, sekolah, perusahaan BUMN maupun swasta, dan masyarakat untuk ditanam di halaman kantor, kampung atau hutan kota diharapkan dapat menjadi sumber genetik tanaman langka. Dengan demikian kelestarian jenis-jenis langka dan khas DIY dapat dijaga. Menurut Hendromono (2007), pertumbuhan tanaman yang baik di lapangan perlu didukung dengan memilih bibit yang berkualitas baik, yang secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar bibit. Faktor dalam yang mempengaruhi seperti asal benih, kondisi fisik dan fisiologis benih atau bibit itu sendiri; sedangkan faktor luar antara lain air, cahaya, suhu, kelembaban udara, konsentrasi karbon dioksida, oksigen, pupuk, medium bibit, mikoriza, hama, penyakit dan gulma di persemaian.
Kegiatan pemeliharaan persemaian tanaman langka dan DIY meliputi kegiatan pembersihan di dalam dan di luar bedengan, penyiangan dari semak belukar, rerumputan, penyiraman bibit, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan bibit, serta inventarisasi dan pelabelan bibit. Kegiatan ini bertujuan agar bibit dapat tumbuh dengan sehat dan siap untuk ditanam di lapangan.
II. PEMELIHARAAN PERSEMAIAN
Menurut Sumbayak, dkk (2014) bahwa persemaian terdiri dari persemaian sementara dan persemaian permanen. Persemaian sementara untuk menyediakan bibit dalam jangka pendek dan dengan peralatan sederhana. Sedangkan persemaian permanen dibangun untuk menyediakan bibit secara terus menerus dan dengan fasilitas yang lengkap. Persemaian di B2P2BPTH Yogyakarta termasuk katagori persemaian permanen. Menurut Hakim (2016) pemeliharaan bibit di persemaian sampai bibit siap tanam di lapangan secara rutin seperti penyiraman, penyiangan, pemupukan dan
pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan pemeliharaan persemaian tanaman langka dan khas DIY dimulai pada bulan Januari 2018 sampai dengan April 2018. Lingkup kegiatan ini meliputi sebagai berikut:
A. Pembersihan di dalam dan di luar bedengan
Bedengan yang ada dalam persemaian tanaman langka dan khas DIY dibangun dengan beton semen dan memiliki ukuran tinggi 30 cm, lebar 130 cm dan panjang 7 m yang bisa memuat sekitar 1000 polybag ukuran kecil. Luar bedengan berupa jalan inspeksi yang ditumbuhi oleh semak belukar, rerumputan dan jamur. Oleh karena itu setiap saat harus dibersihkan sehingga dapat dilalui dengan nyaman. Sedangkan di bagian dalam di sela-sela polybag tumbuh juga semak belukar, rerumputan dan jamur. Bagian dasar bedengan ini berupa pasir halus sehingga jika dalam kondisi lembab akan memudahkan semak belukar, rerumputan dan jamur tumbuh subur. Oleh karena itu perlu dibersihkan agar terlihat rapi dan mencegah berkembang biak dan bersaing dengan bibit yang ada pada polybag.
Gambar 1. Pemeliharaan bibit di persemaian
B. Penyiangan
Polybag yang masih kosong atau belum ditanami bibit sangat rentan ditumbuhi semak belukar, rerumputan dan jamur karena media terisi oleh campuran top soil, pasir dan pupuk kandang.
Sedangkan pada polybag yang sudah terisi bibit tanaman maka akan menjadi pesaingnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penyiangan dari semak belukar, rerumputan agar bibit tanaman bisa tumbuh dengan baik tanpa gangguan atau persaingan.
Gambar 2. Penyiangan bibit di persemaian
C. Penyiraman bibit
Bibit tanaman memerlukan air sebagai bahan untuk proses fotosisintesis oleh tumbuhan yang mengandung klorofil atau zat hijau daun untuk menghasilkan zat makanan yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh (Wikipedia, 2018). Oleh karena itu penyiraman secara rutin setiap hari sangat diperlukan, apalagi jika sudah musim kemarau.
Gambar 3. Penyiraman bibit di persemaian
D. Pengendalian hama dan penyakit
Bibit tanaman di persemaian selain ditumbuhi oleh semak belukar dan rerumputan, juga diserang oleh jamur yang sangat berbahaya bagi kesehatan bibit. Menurut Prastyono (2016), kegiatan penyemprotan fungisida dan insektisida secara rutin minimal sekali dalam sebulan untuk mencegah berkembangnya jamur. Jika ada tanda-tanda terserang oleh jamur harus dilakukan tindakan penyemprotan fungisida sesegera mungkin agar tidak meluas.
Gambar 4. Penanganan hama dan penyakit di persemaian dengan fungisida dan insektisida bubuk
E. Pemupukan bibit
Selain membutuhkan air, bibit tanaman juga memerlukan unsur hara dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan zat makanan yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh (Wikipedia, 2018).
Oleh karena itu pemupukan secara rutin sangat diperlukan, apalagi jika ada daun yang menguning atau rontok sebagai tanda bibit memerlukan asupan unsur hara dari pupuk kandang atau anorganik (NPK). Pemupukan dilakukan setiap 2 minggu atau 4 minggu sekali. Pemupukan dilakukan dengan cara melarutkan 1 sendok makan butiran pupuk pada 1 liter air yang disiramkan pada media dan jangan sampai mengenai daun (Prastyono, 2016).
Gambar 5. Kegiatan pemupukan bibit dengan NPK yang dicampur air
F. Inventarisasi bibit
Inventarisasi bibit meliputi kegiatan identifikasi jenis, penghitungan jumlah bibit per jenis, seleksi bibit dan pelabelan untuk kegiatan penelitian lebih lanjut. Kegiatan inventarisasi bibit ini
sangat penting dalam rangka pendataan stock dan identitas bibit untuk kepentingan penelitian maupun keluar dan masuk bibit dari persemaian. Kegiatan ini juga akan mendukung stock opname bibit di persemaian agar pengaturannya lebih baik. Data inventarisasi bibit di persemaian tanaman langka dan khas DIY dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data inventarisasi bibit di persemaian
No Kelompok jenis per
jumlah bibit Jumlah
jenis % Jumlah
jenis Jumlah
bibit % Jumlah bibit
1 >100 13 26 2.796 72
2 40-100 12 24 773 20
3 40< 25 50 296 8
Jumlah 50 100 3.865 100
Data 1 di atas sangat penting untuk menentukan peruntukan lebih lanjut. Jenis-jenis yang memiliki jumlah bibit di atas 100 bibit dapat dijadikan obyek penelitian dari beberapa aspek seperti untuk uji jenis, uji perlakuan pemupukan, uji komposisi media di polybag, uji kadar hormon penum- buh akar untuk stek pucuk, dan uji lain-lain serta bisa memenuhi permintaan dari pihak luar dalam jumlah terbatas. Untuk jumlah bibit antara 40-100 sebagai bahan uji juga namun karena lebih terbatas jumlahnya, maka harus lebih selektif dan tidak bisa diserahkan kepada pihak luar yang meminta. Sedangkan untuk jumlah di bawah 40 diprioritaskan untuk koleksi saja. Adapun jenis-jenis tanaman langka dan khas DIY di persemaian B2P2BPTH secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 6. Kegiatan pemberian label pada bibit
Tabel 2. Data jenis-jenis tanaman langka dan khas DIY di persemaian B2P2BPTH
No Nama jenis Jumlah %
Daerah Ilmiah
1 Nogosari Mesua ferrea 341 8,82
2 Kayu Manis Cinnamomum cassia 135 3,49
3 Kepel Stelechocarpus burahol 190 4,92
4 Kluak Pangium edule 150 3,88
5 Duwet Syzygium cumini 510 13,20
6 Dewandaru Eugenia uniflora 195 5,05
7 Nam-Nam Cynomentra cauliflora 175 4,53
8 Pronojiwo Euchresta horsfieldii 177 4,58
9 Sala Couroupita guianensis 225 5,82
10 Glodokan Polyalthia longifolia 178 4,61
11 Jambu Merah Psidium guajava 144 3,73
12 Dersono Mawar Eugenie jambos 226 5,85
13 Trembelu Pusus 150 3,88
14 Salam Syzygium polyanthum 82 2,12
15 Temurui Murraya koenigii 96 2,48
16 Kemuning Murraya paniculata 65 1,68
17 Nogosari Merah Mesua ferrea 44 1,14
18 Purwo - 56 1,45
19 Kuntobimo Kigelia africana 52 1,35
20 Wahyu Temurun - 58 1,50
21 Wuni Antidesma bunius 34 0,88
22 Bisbul Diospyros blancoi 64 1,66
23 Ristakeae - 34 0,88
24 Segawe Adenanthera pavonina 65 1,68
25 Malapari Pongamia pinnata 59 1,53
26 Mojo Legi Aegle marmelos 41 1,06
27 Timoho Kleinhovia hospita 91 2,35
28 Mentaok Wrightia javanica 25 0,65
29 Gayam Inocarpus fagiferus 25 0,65
30 Santen - 22 0,57
31 Sawo Kecik Manikara kauki 22 0,57
32 Asem Jawa Tamarindus indica 19 0,49
33 Sawo Bludru Chrysopyllum cainito 16 0,41
34 Gowok Eugenia polycephala 13 0,34
35 Asem Londo Pithecellobium dulce 12 0,31
36 Mundu Arcinia dulcis 10 0,26
37 Jabon Neolamarckia cadamba 11 0,28
38 Sapu Tangan Maniltoa grandiflora 7 0,18
39 Kayu putih Melaleuca leucadendra 5 0,13
Tabel 2. Data jenis-jenis tanaman langka dan khas DIY di persemaian B2P2BPTH (lanjutan)
No Nama jenis Jumlah %
Daerah Ilmiah
40 Sri Kaya Annona squamosa 5 0,13
41 Trembelu - 5 0,13
42 Bintoro Cerbera manghas 5 0,13
43 Gandaria Bouea macrophylla 5 0,13
44 Putat Planchonia valida 4 0,10
45 Manglit Manglietia glauca 4 0,10
46 Kenari Canarium ovatum 4 0,10
47 Plalar Dipterocarpus litorralis 3 0,08
48 Kueni Mangifera odorata 2 0,05
49 Kepuh Sterculia foetida 2 0,05
50 Jambu Dersono Eugenia jambos 2 0,05
TOTAL 3,865 100,00
Lima puluh jenis bibit yang ada di persemaian ini hasil dari pengumpulan materi genetik berupa biji (generatif), cabutan dan bagian vegetatif jenis-jenis tanaman yang dikategorikan sudah jarang ditemui kemudian diperbanyak dan didistribusikan kepada pihak yang berminat serta peduli terhadap penyelamatan jenis-jenis tanaman langka dan khas DIY. Beberapa jenis memenuhi kriteria kekhasan dan andalan daerah juga memiliki manfaat ekonomi bagi masyarakat baik dari bagian kayu, daun, kulit, buah dan akar. Salah satu manfaat dari bagian tumbuhan tersebut adalah sebagai bahan baku obat baik secara tradisional maupun bisa dikembangkan pada level industri farmasi (Hakim, L. dan Yuliah, 2018).
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Selvam dan Clercq (2012) melaporkan bahwa jenis Mentaok memiliki potensi sebagai bahan baku obat HIV. Jenis Timoho juga berpotensi untuk digunakan sebahai bahan baku obat-obatan yaitu sebagai antikanker, antidiabetes, antioksidan dan hepatoprotektif (Paramita, 2016). Penelitian tentang jenis yang mengandung bahan baku obat- obatan telah dilakukan Lemmens dan Bunyapraphatsara (2003), menemukan buah Pranajiwa merupakan bahan baku obat kuat atau penambah gairah sehingga banyak dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Akibatnya, tanaman ini menjadi semakin sulit dijumpai dan terancam punah. Manfaat lain sebagai penetral racun ular dan obat TBC. Beberapa jenis lainya yang bagian tumbuhannya dapat berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat-obatan herbal seperti Duet, Asem, Kepel, Sawo, Buni, Kenari.
Kegiatan pemeliharaan persemaian tanaman langka dan khas DIY sangat penting dilakukan agar bibit dapat terhindar dari serangan semak belukar, rerumputan, dan jamur yang sangat berbahaya bagi kesehatan bibit. Selain itu kecukupan air dan unsur hara dalam proses fotosintesis juga penting sehingga asupan makanan bibit dapat tercukupi dan dapat tumbuh dengan baik. Bibit siap tanam dalam kondisi sehat sangat berpengaruh dalam keberhasilan penanaman di lapangan.
IIII. KESIMPULAN
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Kepala B2P2BPTH, Kepala Bidang Data, Informasi dan Kerjasama (DIK), Kepala Seksi KHDTK dan Kerjasama Penelitian (KKP), Sdr. Fasis Mangkuwibowo, Sdr. Dwi Wahyudi, Sdr. Mujiono, dan Sdr. Miyanto selaku staf Seksi KKP yang telah membangun dan memelihara persemaian tanaman langka dan khas DIY dari tahun 2008 sd 2017.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, L. (2016). Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ Jenis-Jenis Tanaman Penghasil Gaharu.
Informasi Teknis, 14(2), 51-58
Hakim, L. dan Yuliah (2018). Peran B2P2BPTH Yogyakarta dalam Pelestarian Jenis-Jenis Khas Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek III. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (dalam proses editing).
Hendromono. (2007). Bibit Berkualitas sebagai Kunci Pembuka Keberhasilan Hutan Tanaman dan Rehabilitasi Hutan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pengembangan Silvikultur Badan Litbang Kehutanan, Jakarta, (Tidak dipublikasikan).
Lemmens, R.H.M.J., N. Bunyapraphatsara. (2003). Plant Resources of South-East Asia. No. 12(3).
Medical and Poisonous Plants 3. PROSEA Foundation, Bogor.
Mangkuwibowo, F., Ardhany, F., Wahyudi, D., Mujiono, Miyanto. (2017). Tanaman Langka Lokal Pulau Jawa Koleksi BBPPBPTH Yogyakarta. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.
Paramita, S. (2016). Tahongai (Kleinhovia hospital L.): Review Sebuah Tumbuhan Obat dari Kalimantan Timur. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 9. No.1 (2016). Pp: 29-36
Prastyono. (2016). Teknik Pembibitan Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Persemaian. Informasi Teknis, 14(2), 45-50.
Selvam, P., and Clercq, E., D. (2012). Studies on Anti HIV Activity and Cytotoxicity of Wrightia tomentosa leaf. International Journal of Pharmacy and Analytical Research Vol-1(1) 2012: 8 -11
Sumbayak, E.S.S., Komar, T.E., Pratiwi, Nusrhasybi, Triwilaida, Pradjadinata, S., Rosita, D.T., dan Ramadhania, N. (2014). Pedoman Teknis Pembuatan Stek Pucuk Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi.
Bogor.
Silvikultur.com. (2016). Pengertian Persemaian. Diakses tanggal 28 Mei 2018, dari http://
www.silvikultur.com/pengertian_persemaian.html
Wikipedia. (2018). Fotosintesis. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Diakses tanggal 28 Mei 2018, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Fotosintesis
Pemuliaan nyamplung (Calophyllum inophyllum) untuk biofuel merupakan kegiatan yang mendukung percepatan pengembangan energi baru terbarukan guna mewujudkan kemandirian energi. Kegiatan ini dilakukan dengan strategi tertentu agar dapat menghasilkan tanaman nyamplung yang mempunyai produktivitas buah dan kualitas biofuel yang tinggi dalam waktu yang relatif cepat (Leksono dan Widyatmoko, 2010). Kualitas biofuel sangat ditentukan oleh rendemen minyak, sehingga rendemen minyak menjadi salah satu karakter seleksi dalam pemuliaan nyamplung. Rendemen minyak adalah perbandingan jumlah (kuantitas) minyak yang dihasilkan dari ekstraksi tanaman menggunakan satuan persen. Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan jumlah minyak yang dihasilkan semakin banyak. Nyamplung dengan sebaran alami yang sangat luas di Indonesia memiliki kandungan minyak yang sangat bervariasi (Leksono dkk., 2014), sehingga memerlukan proses seleksi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut melalui kegiatan pemuliaan.
Langkah awal untuk mengetahui rendemen minyak adalah ekstraksi minyak. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Metode ekstraksi ada bermacam-macam, yaitu rendering, mechanical expression dan solvent extraction (Kateren, 2008). Metode yang biasa digunakan dalam pemuliaan nyamplung adalah mechanical expression (press mekanis) dengan ulir (screw press expeller/SPE) dan solvent extraction. SPE merupakan metode ekstraksi mekanis yang dapat digunakan untuk skala industri dengan kapasitas yang besar sehingga membutuhkan ketersediaan bahan baku yang banyak (kurang lebih 1 kg). Metode ini telah digunakan untuk menyeleksi rendemen minyak dari 12 populasi nyamplung di Indonesia. Variasi potensi rendemen minyak (crude oil) nyamplung dari tujuh populasi pada tujuh pulau di Indonesia dengan menggunakan alat vertical hot press sebesar 40,63 ––
45,63% dan dengan menggunakan alat screw press expeller sebesar 50,17 –– 58,33% (Leksono dkk., 2014).
Solvent extraction merupakan suatu metode ekstraksi menggunakan pelarut (solvent). Metode ini memanfaatkan perbedaan kelarutan antara minyak dan bahan-bahan lain di dalam biji terhadap pelarut (Prasetyowati, 2010). Ekstraksi berlangsung secara sistematik pada suhu tertentu. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam biji dan menghasilkan minyak (Aziz dkk., 2009). Pada proses ekstraksi minyak dari biji-bijian dengan pelarut, permindahan massa solute (minyak) dari dalam padatan ke pelarut dapat diduga melalui tahapan : (1) difusi dari dalam padatan (biji) ke permukaan padatan (biji) dan (2) permindahan massa minyak dari permukaan padatan (biji) ke cairan (Susanti dkk.,2012). Variabel yang mempengaruhi ekstraksi dengan pelarut/solvent ini adalah jumlah solvent, suhu ekstraksi, jenis solvent, ukuran partikel solid dan waktu kontak (Prasetyowati, 2010). Metode ini sesuai untuk digunakan dalam skala laboratorium, karena hanya membutuhkan sedikit bahan baku (kurang lebih 30 gr). Dengan demikian, metode solvent menjadi pilihan tepat dalam melakukan seleksi di tingkat individu pohon dalam pemuliaan nyamplung selanjutnya.
METODE SOLVENT UNTUK SELEKSI INDIVIDU SELEKSI INDIVIDU DALAM PEMULIAAN NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) UNTUK BIOFUEL
Solvent Method For Individual Selection On Nyamplung Breeding For Biofuel
Eritrina Windyarini
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km.15 Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected]
S
I. PENDAHULUAN h
II. EKSTRAKSI SOLVENT MINYAK NYAMPLUNG
Tulisan ini memaparkan metode solvent sebagai cara dalam proses seleksi individu pada pemuliaan nyamplung untuk biofuel, terutama untuk karakter rendemen minyak.
Metode ekstraksi solvent minyak nyamplung terdiri dari beberapa tahap, yaitu persiapan bahan, ekstraksi dan destilasi.
A. Persiapan Bahan
Materi hasil eksplorasi/pengunduhan di lapangan umumnya masih berupa buah basah atau buah kering, sehingga membutuhkan penanganan awal agar bisa diekstraksi minyaknya. Buah nyamplung dijemur terlebih dahulu hingga benar-benar kering, kemudian dipecah hingga diperoleh biji basah. Untuk satu kali pengujian (dengan 3 ulangan), dibutuhkan minimal 100-120 gr biji basah. Biji basah kemudian diiris secara manual, lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80-850C selama 3 (tiga) hari. Pengirisan biji dimaksudkan untuk mempercepat dan meratakan proses pengeringan.
Biji kering kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar air biji yang hilang. Kadar air biji setelah dikeringkan sebaiknya dalam kisaran 20-30%. Indikator yang paling mudah adalah ketika biji kering merata dan melenting ketika dijatuhkan. Kandungan air yang berlebihan akan mengganggu jalannya proses ekstraksi. Biji kering lalu dihaluskan menggunakan blender kering.
Hal ini dimaksudkan untuk memperluas bidang kontak biji dengan pelarut sehingga dapat memaksimalkan minyak yang terekstraksi. Langkah-langkah dalam persiapan bahan seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Persiapan bahan: (a) Buah kering hasil pengunduhan secara individu; (b) Pemecahan buah secara manual; (c) Pengirisan biji basah; (d) Penimbangan biji basah; (e) Pengeringan biji menggunakan oven dan (f)
Penimbangan biji kering
B. Ekstraksi Minyak
Biji kering yang sudah dihaluskan harus segera diekstraksi minyaknya. Alat dan bahan yang digunakan untuk ekstraksi minyak adalah sokhlet set, waterbath, thermometer, batu didih, kertas saring, n-hexan PA dan biji kering nyamplung (Gambar 2). N-hexan berfungsi sebagai pelarut dalam metode ini. Hal ini dikarenakan heksana merupakan golongan pelarut organic yang biasa digunakan dalam ekstraksi minyak dari biji, seperti pada kopi, alpukat, pala dan bekatul. Pelarut ini bersifat inert (sangat non polar), memiliki titik didih yang rendah, mudah menguap serta dapat melarutkan dengan cepat dan sempurna (Azis dkk., 2009; Prasetyowati, 2010; Susanti, dkk., 2012; Saranaunga dkk., 2018).
Gambar 2. Alat dan bahan: (a) Pelarut n-hexan, beker glass, tabung reaksi, labu datar, blender, pinset, botol sampel, thermometer, kertas saring, batu didih; dan (b) Waterbath dan sokhlet set
Tiga puluh gram sampel biji kering halus dibungkus menggunakan kertas saring yang dibentuk seperti silinder dimana besarnya sesuai ukuran sokhlet yang digunakan. Sampel dimasukkan ke dalam sokhlet yang telah dirangkai dengan kondensor dan labu datar berisi 150 ml n-heksan dan batu didih. Rangkaian sokhlet dan labu datar kemudian disusun pada waterbath.
Heater jacket diisi dengan air hingga leher labu datar terendam dan dipasang thermometer hingga tercelup air sebagai indikator suhu. Setelah semuanya siap, kompor pemanas bisa dinyalakan. Proses ekstraksi dilakukan pada suhu 75-800C dan harus dijaga kestabilannya dengan mengatur tombol pemanas. N-heksan memiliki titik didih 60-700C (Handayani dan Juniarti, 2012; Saranaunga dkk., 2018), sedangkan minyak nyamplung mempunyai titik didih 1500C (Puspitahati dkk., 2011).
Dengan demikian pada proses ekstraksi dengan suhu 75-800C, n-heksan akan bekerja lebih maksimal dalam melarutkan minyak nyamplung dari biji, dan minyak yang dihasilkan masih baik (karena masih dibawah titik didih minyak). Minyak nyamplung akan terlarut oleh n-heksan dan berwarna keemasan. Proses ekstraksi dilakukan hingga n-heksan yang menetes membasahi biji berwarna bening kembali seperti warna n-heksan sebelum digunakan. Kondisi tersebut menandakan sudah tidak ada lagi minyak nyamplung yang dapat terlarut oleh n-heksan. Proses ekstraksi biasanya berjalan 6-9 jam tergantung pada materi biji yang diekstrak. Hasil ekstraksi berupa larutan campuran n-heksan dan minyak nyamplung, sehingga masih terlihat encer. Tahapan proses ekstraksi minyak seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Ekstraksi minyak: (a) dan (b) Penghalusan biji kering menggunakan blender; (c) Biji kering yang sudah dihaluskan; (d) 30 gr biji kering sampel dibungkus menggunakan kertas saring; (e) Sampel biji dimasukkan ke dalam tabung sokhlet dan (f) Ekstraksi minyak menggunakan waterbath dan sokhlet set.
C. Destilasi
Larutan minyak dan n-heksan akan dipisahkan melalui proses destilasi. Destilasi adalah proses pemisahan komponen-komponen campuran dari dua atau lebih cairan dengan menggunakan panas sebagai tenaga pemisah atau ‘separating agent’. Pada proses pemisahan secara destilasi, fase uap akan segera terbentuk setelah sejumlah cairan dipanaskan (Wijaya dan Kurniajati, 2009).
Destilasi minyak nyamplung menggunakan pemanasan bersuhu 70-800C. Pemanasan bisa menggunakan lampu Bunsen ataupun kompor listrik, sepanjang kestabilan suhu dapat terjaga selama proses destilasi. Pada suhu tersebut, n-heksan akan menguap dan terkondensasi melalui pendingin menjadi cairan kembali yang menetes pada labu penampung. Sedangkan minyak nyamplung akan tetap berada pada labu datar semula. Proses destilasi dilakukan hingga tidak ada lagi n-heksan yang menguap dan menetes pada labu penampung. N-heksan yang tertampung pada labu dapat digunakan kembali untuk mengekstrak minyak. Minyak nyamplung yang telah terpisah kemudian dihitung volume dan beratnya untuk kemudian dicatat dalam tallysheet pengamatan. Minyak hasil destilasi kemudian disimpan dalam botol sampel dan diberi label.
Proses destilasi biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Langkah-langkah proses destilasi seperti terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Destilasi minyak nyamplung: (a) Destilasi set; (b) Hasil ekstraksi minyak yang didestilasi; (c) Pengukuran volume crude oil/minyak nyamplung hasil destilasi menggunakan tabung reaksi; (d) Penyimpanan
crude oil dalam botol sampel dan (e) Pelarut n-hexan setelah dipisahkan dari crude oil.
Minyak nyamplung hasil ekstraksi dengan metode solvent dan destilasi merupakan crude oil (CCO) yang masih mengandung gum/resin. Meskipun demikian, secara fisik crude oil yang diperoleh dengan metode solvent berwarna lebih terang dan cenderung keemasan jika dibandingkan dengan crude oil yang diperoleh melalui proses pengepresan menggunakan screw press expeller (SPE). Penampakan fisiknya lebih menyerupai refined crude oil. Hal ini dikarenakan pada proses pengepresan dengan SPE yang bersifat mekanis, minyak yang keluar biasanya masih bercampur dengan materi lain dalam biji selain minyak, terutama bungkil halus dan gum/resin. Sedangkan dengan metode solvent, n-hexan hanya mampu melarutkan minyak saja dan sedikit resin.
Kedua metode tersebut dapat digunakan bergantian untuk mengetahui rendemen minyak dari asal materi sampel yang sama. Hal ini dikarenakan, rendemen minyak yang diperoleh dengan metode solvent biasanya menggambarkan potensi minyak maksimal dalam biji. Sehingga ketika asal materi sampel yang sama dipres menggunakan SPE seharusnya memiliki kandungan minyak yang sama atau mendekati hasil dari metode solvent. Jika hasilnya ternyata jauh lebih kecil, maka diperlukan upgrading atau penyempurnaan pada alat pengepres. Dengan demikian, pada pemuliaan nyamplung untuk biofuel kedua metode tersebut menjadi tools utama dalam proses seleksi karakter rendemen minyak nyamplung.
III. PENUTUP
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Budi Leksono, MP selaku penanggungjawab kegiatan Pemuliaan Nyamplung untuk Biofuel, dan teman-teman dalam tim penelitian nyamplung.
Azis, T., Cindo, R. K.N., dan Fresca, A. 2009. Pengaruh Pelarut Heksana dan Etanol, Volume Pelarut dan Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Kopi. Jurnal Teknik Kimia, 16 (1): 1-8.
Handayani, P. A. dan Juniarti, E. R . 2012. Ekstraksi Minyak Ketumbar (Coriander Oil) Dengan Pelarut Etanol dan n-Heksana. Jurnal Bahan Alam Terbarukan., 1 (1): 1-7.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Pangan: Minyak dan Lemak. Jakarta:UI-Press...
Leksono, B., dan Widyatmoko, A.Y.P.B.C. 2010. Strategi Pemuliaan Nyamplung (Calophyllum inophyllum)Untuk Bahan Baku Biofuel. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi III: Peran Strategis Sains dan Teknologi dalam Mencapai Kemandirian Bangsa. Bandar Lampung 18-19 Oktober 2010. Hal. 125-137. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Leksono, B., Hendrati, R.L., Windyarini, E. dan Hasnah, T.M. 2014. Variation Of Biofuel Potential Of 12 Calopyllum Inophyllum Populations In Indonesia . Indonesian Journal of Forestry Research Vol.1 (2):127-138.
Puspitahati, S., Edward dan Sutrisno, E. 2011. Pemisahan Getah (Gum) pada Minyak Nyamplung (Crude Calophyllum Oil) Menggunakan Zeolit dan Karbon Aktif menjadi RCO (Refine Calophyllum Oil). Makalah Seminar Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Tidak dipublikasikan.
Prasetyowati; Pratiwi, R. dan Tris O, F. 2010. Pengambilan Minyak Biji Alpukat (Persea americana Mill) dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia, 17 (2): 16-24.
Saranaunga, A., Sangi, M.S. dan Katja, D.G. 2018. Pengaruh Ukuran Bahan terhadap Rendemen dan Kualitas Minyak Biji Pala (Myristica fragrans Houtt) dengan Metode Soxhletasi. Jurnal MIPA Universitas Sam Ratulangi Online 7(1): 39-43.
Susanti, A.D., Ardiana, D., Gumelar, G.P., dan Bening, Y.G. 2012. Polaritas Pelarut Sebagai Pertimbangan dalam Pemilihan Pelarut untuk Ekstraksi Minyak Bekatul dari Bekatul Varietas Ketan (Oriza sativa Glatinosa). Prosiding Simposium Nasional RAPI XI FT UMS di Surakarta.
Wijaya, R. dan Kurniajati, S. 2009. Pengambilan Minyak Biji Nyamplung Secara Mekanis dan Kimia Dengan Menggunakan Alat Pressing dan Labu Ekstraksi Serta Tangki Ekstraktor Berpengaduk. Makalah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Tidak dipublikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Pembibitan jati putih (Gmelina arborea Roxb.) di persemaian umumnya dilakukan secara generatif. Meskipun pembibitan secara vegetatif juga dapat dilakukan (Ujwalla et al., 2013 dan Singh & Ansari, 2014), namun belum banyak dikembangkan. Benih G. arborea termasuk jenis benih ortodoks sehingga benihnya dapat bertahan relatif lama apabila disimpan dengan cara yang tepat. Penyemaian benih G. arborea menggunakan benih berkualitas baik secara fisik maupun fisiologis, pada media perkecambahan yang tepat seperti, pasir, campuran tanah dan pasir/1:1 atau campuran tanah dan pasir /2:1 (Danu, 2010; Hadijah, 2013; Arifin, 2016). Menurut BPTH Sulawesi (2012) sebelum disemaikan benih tersebut diberi perlakuan pendahuluan atau skarifikasi dengan cara direndam dalam air dingin selama 2 hari.
Ketersediaan benih G. arborea yang berkualitas secara genetik masih sangat terbatas sehingga upaya pembangunan kebun benih semai jenis ini sangat diperlukan. Dalam rangka penyediaan bahan tanaman untuk pembangunan uji keturunan jenis G. arborea di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan telah dilakukan eksplorasi materi genetik dari beberapa populasi (Susanto et al., 2017). Materi genetik yang dikoleksi dari lapangan adalah berupa buah sehingga harus segera dilakukan proses penanganan yang tepat sehingga dapat diperoleh benih yang memiliki viabilitas yang baik. Hal tersebut sangat penting diperhatikan karena menurut Hidayat (2007), penyimpanan buah G. arborea dapat menyebabkan penurunan viabilitas benihnya.
Tujuan kajian ini menjelaskan tahap-tahap kegiatan yang dilaksanakan mulai dari kegiatan penanganan benih sampai dengan pembibitannya. Hasil kajian ini diharapkan akan menyajikan informasi yang bermanfaat untuk memperoleh bibit G. arborea yang berkualitas dalam jumlah yang memadai dan tersedia untuk pembangunan plot uji keturunan.
II. PROSEDUR KEGIATAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian meliputi kegiatan pemilihan pohon induk dan pengambilan materi genetik di beberapa lokasi yaitu Parung Panjang Bogor (Jawa Barat), Bantul (Derah Istimewa Yogyakarta/
DIY), Bondowoso (Jawa Timur), Mataram (Nusa Tenggara Barat), dan Lampung. Waktu penelitian dilakukan tahun 2016 s/d 2017 dimulai dengan eksplorasi benih di lapangan, penangan benih dan pembibitan di laboratorium benih dan persemaian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan di Sleman, DIY.
STUDI PENGUNDUHAN DAN PEMBIBITAN GMELINA The Study of Seed Handling and Nursery of Gmelina arborea Roxb.
Dedi Setiadi, Heri Efendi dan Hamdan Adma Adinugraha
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km.15 Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected] I. PENDAHULUAN
h
B. Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang dipergunakan yaitu buah dan biji G. arborea hasil koleksi dari 5 populasi/
lokasi sebaran tanaman G. arborea di Indonesia. Bahan lain yang digunakan yaitu kantong plastik, karung goni, wadah dari anyaman bambu (tampah atau besek), media pasir, media tanah, pupuk organik, polibag, label plastik, bambu, sungkup plastik, paranet, blanko pengamatan, fungisida dan insektisida. Adapun peralatan yang digunakan meliputi cangkul, sekop kecil, kaliper digital, bak plastik, timbangan analitik, gunting stek, pisau cutter, alat panjat pohon, botol benih, dan alat tulis.
C. Prosedur Penelitian
1. Penyiapan bahan dan alat penelitian untuk pelaksanaan kegiatan penanganan benih, pengamatan morfologi benih dan pembibitan di persemaian.
2. Pengamatan morfologi benih dilakukan di laboratorium benih yang meliputi penimbangan berat benih dengan timbangan analitik, pengukuran panjang dan diameter biji dengan menggunakan kaliper digital.
3. Penanganan benih untuk disimpan di tempat penyimpanan bersuhu rendah atau DCS (Dry Cool Storage) yang meliputi kegiatan pemilihan benih yang baik secara manual, pengeringan benih dengan cara penjemuran sinar matahari, pengepakan dalam botol benih, pelabelan benih dan penyimpanaan benih di DCS
4. Pembibitan di persemaian dilakukan untuk penyediaan bahan tanaman dalam rangka pembangunan plot uji keturunan Gmelina arborea di Trenggalek, Jawa Timur dan di Sumedang, Jawa Barat (Susanto et al., 2017).
III. TEKNIK PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Penanganan Benih
Pengunduhan buah di lapangan, dan penanganan buah yang tepat dijelaskan dalam tahapan di bawah ini. Pelaksanaan kegiatan pengumpulan buah dan penanangan benih G. arborea yang hendaknya dilakukan meliputi beberapa tahapan seperti tampak pada Gambar 1 dengan rincian tahapan kegiatan sebagai berikut:
Gambar 1. Tahapan kegiatan penanganan benih Gmelina arborea
Rincian tahapan kegiatan pengunduhan dan penanganan benih G. arborea :
A. Koleksi buah di lokasi pohon induk dilakukan dengan cara memanjat pohon induk dan mengunduh buah yang sudah matang. Buah yang diperoleh dimasukan ke dalam kantong plastik dan diberi label sesuai dengan nomor pohon induk, tanggal pengunduhan dan lokasi pohon induk.
B. Ekstraksi biji dilakukan dengan cara manual yaitu mengupas daging buah menggunakan pisau cutter dan mengeluarkan bijinya. Biji yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong biji dan diberi label sama dengan label sebelumnya.
C.
Pengeringan benih dilakukan dengan cara benih dimasukkan ke dalam wadah besek kemudian dijemur di tempat terbuka selama 2-3 hari atau tergantung kondisi cuaca (Kosasih & Danu, 2013; Setiadi &Adinugraha (2015). Setiap wadah berisi benih dari satu pohon induk dan tidak dicampur dengan benih dari pohon induk yang lainnya.D. Sortasi benih yaitu kegiatan pemilihan benih yang baik dan membuang benih yang rusak atau kotoran lainnya sampai diperoleh benih yang dapat dimanfaatkan untuk bahan tanaman.
E. Pengepakan benih di lokasi untuk diangkut ke tempat penyimpanan dapat dilakukan dengan menggunakan kantong plastik dan karung goni. Benih dari setiap pohon induk dikemas secara terpisah/tidak dicampur dan diberi label sesuai dengan pohon induknya.
F. Pengepakan benih untuk disimpan di DCS (Dry Cool Storage) dilakukan dalam botol plastik yang cukup tebal sehingga dapat dipergunakan menyimpan benih dalam waktu yang cukup lama. Masing-masing benih dari setiap pohon induk dimasukkan dalam botol berbeda dan diberi label sesuai dengan nomor pohon induknya dan selanjutnya disimpan di DCS.
Hasil kegiatan pengecambahan benih G. arborea pada bak tabur setelah satu bulan sejak penyemaian benih, diperoleh persentase berkecambah untuk benih dari populasi Bantul 84,60%, Bogor 76,20%, Lampung Selatan 66,00%, Bondowoso 60,00% dan Lombok Tengah 42,40% (Arifin, 2016). Hasil tersebut menujukkan bahwa dengan perendaman benih selama 24 jam menghasilkan persentase perkecambahan cukup baik. Hal serupa dijelaskan pula oleh Kosasih dan Danu (2013) bahwa lama perendaman benih G. arborea sebelum disemaikan sudah cukup selama 24 jam.
B. Pembibitan di Persemaian
Kegiatan pembibitan G. arborea di persemaian dilakukan dalam rangka penyiapan bahan tanaman untuk pembangunan plot uji keturunan jenis tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan tersebut hendaknya dilakukan dengan tahap-tahapan seperti tampak pada Gambar 2 dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
A. Penyiapan benih yang akan disemaikan dengan cara memilih benih yang ukurannya relatif sama. Sampel benih dipisahkan sesuai dengan nomor pohon induknya dan dimasukkan dalam kantong plastik serta diberi label. Selanjutnya benih diberi perlakuan pendahuluan (skarifikasi) dengan cara direndam dalam air bersih dan dibiarkan selama 24 jam.
B. Penyiapan media perkecambahan berupa pasir sungai yang sudah disaring di dalam wadah bak plastik. Sebelum digunakan media pasir sterilisasi dengan cara penyiraman dengan larutan fungisida untuk membasmi organisme pathogen. Selanjutnya bak plastik disusun di bedengan dan untuk memacu perkecambahan maka bedengan diberi sungkup plastik untuk menjaga kelembabannya. Penyemaian benih dari pohon induk yang berbeda dilakukan pada bak plastik yang berbeda, sehingga dapat mencegah terjadinya pencampuran benih antar pohon induk yang berbeda.
C. Penyemaian benih dilakukan dengan cara menanamkan benih yang sudah diskarifikasi secara hati-hati dengan kedalaman 1-2 cm. Setelah selesai disemaikan permukaan media ditaburi pasir sungai sampai seluruh benih tertutup media pasir dan selanjutnya disiram sampai lembab dangan semprotan yang halus dan sungkup plastik ditutup.
D. Penyiapan media sapih berupa campuran tanah/top soil dan pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) dengan perbandingan volume 3: 1. Campuran media dimasukkan ke dalam polybag berukuran 15 x 20 cm dan selanjutnya disusun dalam bedengan. Sebelum digunakan untuk menyapih semai. Sebelum digunakan untuk menyapih semai, media disiram dengan larutan fungisida seminggu sekali sampai media tersebut akan dipergunakan.
E. Penyapihan semai dilakukan dengan cara mencabut semai G. arborea yang sudah tumbuh secara hati-hati sehingga tidak menyebabkan putusnya bagian akar semai kemudian ditanam pada media sapih yang sudah diberi lubang tanam sebelumnya. Penyapihan semai sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari sehingga kondisi lingkungan cukup sejuk. Semai yang disapih dikelompokkan sesuai nomor pohon induknya masing-masing dan diberi label agar tidak tercampur. Pelabelan semai sangat penting dilakukan agar identitas bibit dapat terjaga sampai penanaman di lapangan.
F. Pemeliharaan bibit di persemaian dilakukan untuk memperoleh bibit yang baik sampai siap tanam. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyiraman secara rutin dan pembersihan gulma.
Penyemprotan fungisida tetap dilaklukan secara periodik karena semai G. arborea yang baru disapih sangat rentan terhadap serangan jamur pathogen penyebab penyakit lodoh semai (Onuagasi et al.,2017).
Gambar 2. Tahapan kegiatan pembibitan G. arborea di persemaian
Hasil penyapihan semai G. arborea sampai umur 2 bulan di bedeng sapih diperoleh persentase hidup masing-masing populasi yaitu Bantul 99,00%, Bogor 96,00%, Lampung Selatan 98,00%, Bondowoso 86,00% dan Lombok Tengah 82,00% (Arifin, 2016). Hasil tersebut menunjukkan tingkat keberhasilan yang sangat baik karena benih yang digunakan merupakan benih baru yang mengalami proses penanganan yang tepat. Hidayat (2007) menjelaskan buah G. arborea yang tidak segera ditangani dengan baik setelah pengunduhan dapat menyebabkan penurunan viabilitas benihnya.
Tabel 1. Pertumbuhan bibit G. arborea umur 3 bulan di persemaian
No Populasi Diameter ba-
tang (mm) Tinggi bibit
(cm) Jumlah daun Kekompakan media
1 Bantul, DIY 3,13 49,70 7 pasang Utuh
2 Bogor 3,00 55,70 7 pasang Utuh
3 Lampung Selatan
3,20 49,52 7 pasang Utuh
4 Bondowoso 3,06 51,59 7 pasang Utuh
5 Lombok Tengah 2,66 45,50 7 pasang Utuh
Sumber: Arifin (2016)
Gambar.3 Pemilihan dan pelabelan bibit G. arborea untuk bahan penanaman
Teknis penanganan benih jenis G. arborea hasil eksplorasi dari lapangan sebaiknya sudah dilakukan sejak di lapangan mulai yaitu kegiatan pemilihan buah matang, ekstraksi biji dan pengeringan benih sehingga memudahkan dalam pengepakan dan pengangkutan serta dapat menjaga viabilitas benihnya. Teknis penyemaian benih diawali dengan skarifikasi benih, penyemaian dan selanjutnya disapih ke media campuran tanah dan pupuk organik untuk memacu pertumbuhannya sampai siap tanam.
IV. KESIMPULAN C. Seleksi Bibit Siap Tanam
Bibit G. arborea yang baik menurut Perdirjen RLPS No.P.05/V-Set/2009 yaitu memiliki ciri- ciri diameter batang > 4 mm, tinggi bibit > 30 cm, kekompakan media utuh, jumlah daun > 3 pasang dan telah berumur 3-4 bulan. Hasil pengamatan pada umur 3 bulan diperoleh rerata pertumbuhan tinggi bibit yang sangat pesat meskipun diameter batangnya masih < 4 mm (Tabel 1). Hasil tersebut menunjukkan angka kekokohan bibit yang kurang baik yaitu berkisar 15,5 – 18,6, sehingga dikhawatirkan bibit akan mudah roboh atau patah apabila ditanam di lapangan.
Untuk itu harus dilakukan penjarangan bibit untuk meningkatkan pertumbuhan diameternya agar kekokohan bibit menjadi lebih baik ketika ditanam di lapangan.
Arifin, A. 2016. Variasi Pertumbuhan Tingkat Semai Jati Putih (Gmelina arborea Roxb.) Dari Berbagai Ras Lahan Skripsi S1. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (Intan) Yogyakarta.Tidak dipublikasikan.
Anuagasi, C. L., Onuorah, J. A. and Okigbo, R. N. 2017. Fungal Pathogens Affecting Seedlings of Gmelina Arborea Roxb and Tectona Grandis L.F. and Effect of Three Plant Extracts.International Journal of Agricultural Technology 2017 Vol. 13(3): 307-330.
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Sulawesi. 2012. Perkecambahan Benih. Siaran RRI ke-4.
Makassar.
Hadijah, M.H. 2013. Pengaruh Perbedaan Suhu Awal Air Rendaman dan Lama Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Gmelina (Gmelina arborea Roxb.). Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 1, halaman 65-72
Hidayat,Y. 2007. Pengaruh Waktu Penyimpanan Buah Terhadap Viabilitas Benih Gmelina arborea (Gmelina arborea, Roxb). Wana Mukti Forestry Research Journal Vol. 5 No. 1, halaman 27 - 36
Kosasih, A.S., & Danu. 2013. Manual Budidaya Jati Putih (Gmelina arborea Roxb.). Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan dengan Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan.
Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.05/V-Set/2009 tentang Pedoman Pengujian Mutu Bibit Tanaman Hutan.
Setiadi, D., & Adinugraha, H.A. 2015. Penyebaran Tanaman dan Karakteristik Benih Jati Putih (Gmelina arborea) di Bondowoso, Jawa Timur. Wana Benih Vol. 16 No. 2, halaman 79- 86.
Singh, S., & Ansari, S.A. 2014. Mass Multiplication of Mature Tress of Gmelina arborea Roxb.
Through ex-vitro Rooting of Rejuvenated Bud Sprouts. Research Journal of Forestry 8 (1): 25-31.
Susanto, M., Pudjiono, S., Mashudi, Setiadi, D., &Adinugraha, H.A. 2017. Pemuliaan Jenis Kayu Pertukangan. Laporan Hasil Penelitian (LHP). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.Tidak dipublikasikan.
Ujjwala,D., Rambabu, M. & Swamy, N.R. 2013. Clonal propagation of forest tree Gmelina arborea Roxb. Journal of Microbiology and Biotechnology Research 3 (2):16-18.
DAFTAR PUSTAKA
Penelitian ini merupakan bagian studi dari kegiatan penelitian Pemuliaan Jenis Kayu Pertukangan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Tim Penelitian Kayu Pertukangan atas arahannya serta disampaikan pula kepada Sdr. Agus Arifin dan Sdr.Widodo atas bantuannya selama kegiatan penelitian dilaksanakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Informasi Teknis adalah publikasi ilmiah semi populer yang disajikan secara praktis dalam bidang tanaman hutan dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Informasi Teknis ini menerima dan mempublikasikan tulisan hasil penelitian/non penelitian berbagai aspek tanaman hutan seperti perbenihan silvikultur/budidaya, perbenihan, pemuliaan, genetika, bioteknologi, hama/penyakit, fisiologi dan konservasi genetik.
2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan huruf Times New Roman, font ukuran 11 dan jarak 1,2 (satu koma dua) spasi pada kertas A4 putih pada satu permukaan dan disertai file elektroniknya. Pada semua tepi kertas disisakan ruang kosong minimal 3,5 cm. Naskah sebanyak 1 (satu) rangkap dikirimkan kepada Sekretariat Redaksi Informasi Teknis, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan melalui alamat email: [email protected]
3. Isi Naskah terdiri atas: Pendahuluan, Uraian Isi, Kesimpulan dan Daftar Pustaka
4. Judul dibuat tidak lebih dari 2 baris dan diusahakan tidak lebih dari 10 kata serta harus mencerminkan isi tulisan dalam bahasa Indonesia dengan kapital. Di bawah judul, ditulis terjemahan judul bahasa Inggris yang dicetak dengan huruf kecil dan miring. Pada judul tidak boleh mencantumkan rumus-rumus. Nama penulis (satu atau lebih) dicantumkan di bawah judul dengan huruf kecil. Di bawah nama, ditulis asal institusi dan alamat email penulis.
5. Pendahuluan berisi latar belakang/masalah, dasar pertimbangan, pendekatan dan tujuan penelitian/penulisan.
6. Uraian isi terdiri dari beberapa bab dan sub bab yang disesuaikan dengan kebutuhan dan informasi yang tersedia.
7. Tabel: Judul tabel dan keterangan yang diperlukan ditulis dalam bahasa Indonesia dengan jelas dan singkat. Tabel diberi nomor dan ukuran font 10 (sepuluh).
8. Gambar: Foto, grafik dan ilustrasi lain yang berupa gambar harus kontras (berwarna atau hitam putih). Setiap gambar harus diberi nomor, judul dan keterangan yang jelas dengan ukuran font 10 (sepuluh).
9. Kesimpulan/Penutup disampaikan secara pointer atau ringkas,padat, serta tidak perlu ada saran 10. Catatan kaki hanya digunakan pada kasus tertentu, yang mengandung keterangan tambahan
dan bukan referensi.
11. Ucapan Terima Kasih dapat ditulis, yaitu dibawah artikel utama yang menyebutkan nama, tempat kerja, dan bantuan yang diberikan. Ucapan terima disampaikan hanya kepada orang/instansi/kelompok yang apabila tidak disebutkan akan mengurangi kesempurnaan tulisan.
12. Tubuh naskah: diatur dalam BAB dan SUB BAB secara konsisten sesuai dengan kebutuhan.
BAB ditulis ditengah dan SUB BAB ditulis rata di batas kiri tulisan, seperti:
I, II, III, dst. Untuk Bab A, B, C, dst. Untuk Sub Bab 1, 2, 3, dst. Untuk Sub subbab a, b, c, dst. Untuk Sub sub subbab
13. DAFTAR PUSTAKA, disusun menurut abjad nama pengarang sesuai pustaka yang diacu (dianjurkan 10 tahun terakhir) dengan mencantumkan nama, tahun penerbitan, judul, penerbit, halaman seperti
Departemen Kehutanan. (2004). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.01/Menhut-11/2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau di Sekitar Hutan dalam Rangka Social Forestry. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Dephut.
Mahoro, S. (2002). Individual flowering schedule, fruit set and flower and seed production in Vaccinium hirtum Thunmb. (Ericaceae). Canadian Journal of Botany, 80,82-92.
Gunaga, R.P., & Vasudeva, R. (2009). Overlap Index : A Measure to Access Flowering Synchrony Among teak (Tectona granndis Linn.f) Clone in Seed Orchards. Current Science, 97(6), 941-946.
Pinyopusarerk, K., & Harwood, C.E. (2003). Flowering and seed production in tropical Eucalyptus seed orchard. In J.W. Turnbull (Ed.), Eucalyptus in Asia. ACIAR Proceeding No 111. Australian Centre for International Agricultural Research (pp.
247-248). Canberra.
Wikipedia. (2012). Konflik. Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Diakses tanggal 5 Juni 2012, dari http://www.id.wikipedia.org/wiki/Konflik
14. Dewan Redaksi dan Sekretariat Redaksi berhak merubah naskah, memperbaiki makalah sepanjang tidak mengubah substansi dan juga berhak menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Dewan Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap setiap pernyataan dan pendapat ilmiah yang dikemukakan penulis.
15. Penggunaan aplikasi referensi. Sangat disarankan menggunakan aplikasi referensi dalam penulisan sitasi dan Daftar Pustaka seperti Mendeley ataupun Zotero.