Halaman
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ………. 89
B. Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 90
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ……… 91
D. Penyusunan Instrumen Penelitian …………..………..…….. 92
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ……….. 103
B. Gambaran Umum Profil Responden ……….. 111
C. Hasil Penelitian …………..……… 113
D. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 133
E. Keterbatasan Penelitian ……….………. 139
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..……….. 140
B. Saran …………..……… 143 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Keberhasilan pembangunan SDM suatu bangsa sangat bergantung pada tingkat pendidikan masyarakatnya sendiri. Pendidikan merupakan hal yang utama dalam kehidupan manusia. Pendidikan harus berlangsung seumur hidup dan menjadi hak bagi setiap warga negara. Pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan nasional dan global.
Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan diri bagi pemenuhan kebutuhan hidup dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas kehidupan. Peningkatan kualitas SDM, jauh lebih mendesak untuk segera direalisasikan terutama dalam menghadapi era persaingan global. Pada masa yang akan datang, peningkatan daya saing suatu bangsa perlu mendapat perhatian yang serius khususnya dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, guna menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga kompetitif.
Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan PBB tahun 2007 menyatakan bahwa Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, tetapi masih di bawah negara negara lain di Asia Tenggara seperti Philipina, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Hal ini disebabkan oleh penanganan masalah yang berkaitan dengan indikator HDI seperti buta aksara, lama bersekolah, angka kematian ibu dan anak, serta pendapatan per kapita dilaksanakan lebih agresif di negara-negara tersebut dibandingkan dengan di Indonesia.
Tabel 1.1
Perbandingan HDI Negara-Negara ASEAN Tahun 2004-2006
2004 2005 2006
Rangking HDI Rangking HDI Rangking
N/A 0.894 30 0.919 27
Sumber : UNDP Human Development Report 2004-2007/2008
(www.diknas.go.id)
penduduk yang buta huruf usia 15 tahun ke atas sebesar 1,81 %, usia 15-44 tahun 1,94 % dan penduduk usia 45 ke atas 19,72 %.
Salah satu penyebab rendahnya HDI Indonesia dibanding negara lain, yaitu karena Indonesia mengalami permasalahan di bidang pendidikan, seperti: 1) Masalah pemerataan dan perluasan akses pendidikan, 2) Masalah peningkatan mutu pendidikan, 3) Masalah peningkatan relevansi dan efisiensi pendidikan, 4) Masalah lemahnya manajemen pendidikan (Sidi, 2001: 70-72).
Saat ini pendidikan telah memasuki era perubahan untuk peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan serta pengembangan sistem manajemen pengelolaan pendidikan yang transparan dan mempunyai akuntabilitas publik. Untuk menjawab semua kebutuhan perubahan tersebut, perlu dilaksanakan reformasi pendidikan secara makro maupun mikro. Reformasi makro pendidikan terkait erat dengan pengambilan kebijakan, perencanaan program, strategi pencapaian keberhasilan pendidikan serta penataan regulasi dan kelembagaan pendidikan. Sedangkan di tingkat mikro menyangkut proses pembelajaran pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Melalui berbagai kebijakan yang berkaitan dengan mutu pendidikan, pemerintah bertekad ingin membenahi dan mengembangkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan nasional, sambil terus memperluas akses serta pemerataan pendidikan, khususnya melalui program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.
pendidikan, baik formal maupun nonformal. Untuk standarisasi pendidikan pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang telah mengatur garis-garis besar mengenai berbagai aspek standar mutu pendidikan, yang meliputi: standar proses, standar isi, standar kempetensi lulusan, standar sarana prasarana, standar pembiayaan, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta standar penilaian pendidikan.
Untuk mengatasi permasalahan di bidang pendidikan dalam rangka memperluas akses dan pemerataan, peningkatan mutu, serta peningkatan relevansi dan efisiensi pendidikan, pemerintah melaksanakan pendidikan melalui tiga jalur yakni, jalur pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal, dan jalur pendidikan informal.
Pendidikan nonformal merupakan salah satu jalur pendidikan pada sistem pendidikan nasional yang bertujuan antara lain untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dijangkau dan dipenuhi oleh jalur pendidikan formal. Pendidikan nonformal memberikan berbagai pelayanan pendidikan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa “pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”.
warga belajar. Pelayanan yang optimal terhadap warga belajar dalam pendidikan nonformal dimaksudkan adalah pelayanan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengembangkan potensi warga belajar dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pelayanan yang optimal terhadap warga belajar hanya akan terlaksana jika dilakukan oleh tenaga pendidik yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan belajar warga belajar serta ditunjang oleh sarana dan prasana yang memadai.
Salah bentuk layanan pendidikan nonformal adalah pendidikan kesetaraan. Pendidikan kesetaraan merupakan salah satu layanan pendidikan umum pada jalur pendidikan nonformal. Pendidikan kesetaraan memiliki tiga program yang meliputi program Paket A setara SD/MI, program Paket B setara SMP/MTs dan program Paket C setara SMA/MA. Program pendidikan kesetaraan ini diperuntukan bagi warga masyarakat yang tidak bisa mendapatkan layanan pendidikan formal karena keterbatasan ekonomi, usia, waktu, lokasi dan faktor lainnya.
menarik kembali anak-anak yang putus sekolah di pendidikan menengah, untuk mengikuti program kesetaraan Paket C; ketiga, memberikan muatan pendidikan kecakapan hidup dengan keterampilan praktis yang relevan dan dibutuhkan oleh dunia kerja, dan kemampuan merintis dan mengembangkan usaha mandiri (enterpreneurship), dalam rangka membantu mengatasi pokok persoalan mereka yaitu ketidakberdayaan secara ekonomi.
Untuk menjawab berbagai perkembangan dinamika masyarakat seperti di atas, seiring dengan peningkatan mutu layanan pendidikan kesetaraan, maka diperlukan reformasi pendidikan kesetaraan. Reformasi ini bertujuan untuk melakukan revitalisasi fungsi pendidikan kesetaraan sebanding dengan pendidikan formal, terjaga mutu layanan pendidikannya melalui kurikulum, bahan ajar yang induktif tematis dan proses pembelajaran yang equivalen dengan pendidikan formal, serta meningkatkan kompetensi tenaga pendidik.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan kesetaraan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu akan terwujud apabila komponen yang terlibat di dalamnya memiliki kualitas sesuai dengan SNP yang tercantum pada PP No. 19 tahun 2005. Salah satu komponen utama dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan tersebut adalah tenaga pendidik. Dalam pendidikan nonformal tenaga pendidik ini disebut tutor.
Tenaga pendidik dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 9 ayat 2 disebutkan bahwa :
Berdasarkan undang-undang tersebut dalam melaksanakan tugas profesionalnya, seorang tenaga pendidik harus memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidangnya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan pada pasal berikutnya yaitu pasal 42 ayat 1 yang menyatakan bahwa: “Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Dari UU Sisdiknas tersebut, dapat kita lihat betapa pentingnya kompetensi seorang tenaga pendidik dalam upaya peningkatan pendidikan nasional yang berkualitas melalui pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap serta pembinaan terhadap peserta didik.
Berdasarkan catatan HDI, 50% guru di Indonesia tidak memiliki kualitas standar. Fakta ini menunjukkan, kualitas guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar. Dari data statistik HDI, terdapat 60 persen guru SD, 40 persen SLTP, 43 persen SMA, 34 persen SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu, 17,2 persen atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya (http://tabloidjubi.wordpress.com).
meliputi; kompetensi pedagogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kempetensi sosial.
Melihat kenyataan di atas, jelas peningkatan kompetensi tutor sangat perlu dilakukan. Tugas seorang tutor tidak hanya bertugas mentransfer ilmu kepada warga belajar, tetapi harus memiliki nilai lebih dalam menanamkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan akhlak/moral kepada warga belajar dalam bentuk kepribadian yang baik dan sesuai dengan standar kompetensi lulusannya.
B.Identifikasi Masalah
Dalam dunia pendidikan mutu pembelajaran ditentukan oleh beberapa faktor antara lain pendidik (guru, tutor, pamong belajar, instruktur), sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, sumber belajar yang memadai, biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat, serta lingkungan yang mendukung.
lanjutan, bantuan eksternal, dan lain sebagainya, 5) Proses pendidikan, menyangkut interaksi edukasi antara masukan sarana, terutama pendidik (tutor), dengan masukan mentah, yaitu peserta didik (warga belajar). Proses ini terdiri atas kegiatan pembelajaran, bimbingan penyuluhan dan/atau pelatihan, serta evaluasi.
Di antara berbagai faktor tersebut yang sangat berperan dan menentukan keberhasilan proses pembelajaran dalam dunia pendidikan adalah pendidik. Kegiatan pembelajaran lebih mengutamakan peranan pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka aktif melakukan kegiatan belajar. Pendidik tugasnya adalah mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih peserta didik. Demikian pula pada pendidikan nonformal, salah satu faktor yang sangat menentukan dan mendukung terwujudnya pembelajaran yang bermutu khususnya di pendidikan kesetaraan adalah tutor sebagai tenaga pendidik.
Tutor adalah salah satu faktor input merupakan faktor determinan atau penentu terhadap peningkatan mutu pembelajaran pada pendidikan kesetaraan. Karena pentingnya seorang tutor sebagai pendidik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran kepada warga belajar, maka tutor dalam melakukan tugas dan fungsinya harus memenuhi standar sebagai pendidik. Standar tersebut merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh tutor dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kompetensi tutor berdasarkan SNP meliputi; kompetensi pedgogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kempetensi sosial.
yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini dimaksudkan agar para tutor dalam melakukan tugasnya memiliki kemampuan dan keterampilan yang profesional, yaitu keahlian dan kemahiran yang diperlukan bagi seorang tutor. Dengan adanya peningkatan kompetensi tutor melalui pelatihan diharapkan akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pembelajaran.
C.Rumusan Masalah
Melihat pentingnya tutor sebagai tenaga pendidik dalam menentukan mutu pembelajaran khususnya pada program Paket B, maka dalam pembahasan penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut ”Bagaimanakah hubungan hasil pelatihan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran program Paket B?”. Dari rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi pembahasan dalam permasalahan ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara hasil pelatihan berupa penguasaan pengetahuan kompetensi tutor (kognitif) dengan mutu pembelajaran Paket B? 2. Apakah terdapat hubungan antara hasil pelatihan berupa penguasaan sikap
kompetensi tutor (afektif) dengan mutu pembelajaran Paket B?
3. Apakah terdapat hubungan antara hasil pelatihan berupa penguasaan keterampilan kompetensi tutor (psikomotor) dengan mutu pembelajaran Paket B?
D.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hubungan antara hasil pelatihan berupa penguasaan pengetahuan kompetensi tutor, sikap kompetensi tutor, dan keterampilan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empirik tentang :
a. Hubungan antara hasil pelatihan berupa penguasaan pengetahuan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
b. Hubungan antara hasil pelatihan berupa penguasaan sikap kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
c. Hubungan antara hasil pelatihan berupa penguasaan keterampilan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
d. Hubungan antara hasil pelatihan berupa penguasaan pengetahuan kompetensi tutor, sikap kompetensi tutor, keterampilan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
E.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat baik dalam penyelenggaraan kegiatan pelatihan maupun pelaksanaan kegiatan pembelajaran khususnya pada program Paket B, terutama:
a. Sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi penyelenggara pelatihan dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan program pelatihan di masa yang akan datang.
b. Sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi penyelenggara pendidikan kesetaraan khususnya program Paket B dalam rangka pembinaan terhadap tutor dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
c. Sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi tutor dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan proses pembelajaran.
d. Bagi Dinas Pendidikan hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu usaha-usaha peningkatan layanan pendidikan nonformal bagi masyarakat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan.
e. Sebagai bahan masukan untuk dijadikan rujukan bagi penelitian lebih lanjut dalam rangka pengembangan pendidikan nonformal.
f. Sebagai implementasi pengembangan kreatifitas ilmiah bagi penulis dalam mengkaji secara ilmiah tentang hasil pelatihan kompetensi tutor yang dikorelasikan dengan mutu pembelajaran program Paket B.
F. Kerangka Berpikir
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan. Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Salah satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan proses dan mutu pembelajaran pada pendidikan nonformal khususnya pada pendidikan kesetaraan adalah tutor. Kualitas tutor yang rendah akan berdampak pada rendahnya mutu pembelajaran.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas tutor, baik melalui peningkatan kualifikasi maupun kompetensi menjadi prioritas untuk dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Peningkatan mutu tutor antara lain dilakukan melalui kegiatan pelatihan.
Berdasarkan PP No. 19 tahun 2005 tentang SNP, Pasal 28 dinyatakan bahwa: “pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi: kompetensi pedagogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Majid (2005:6) menjelaskan “kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru (tutor) akan menunjukkan kualitas dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru (tutor)”. Selanjutnya Sahertian (Trianto dan Tutik, 2006:62) mengemukakan “…kompetensi guru (tutor) adalah perilaku yang dipersyaratkan untuk mencapai tujuan pendidikan”.
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 39 ayat (2) menyatakan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional”. Oleh karena itu, tutor harus mempunyai kompetensi yang memadai berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien.
Peningkatan kualitas tutor dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal merupakan upaya yang “urgent” untuk mendukung terwujudnya program pendidikan nonformal yang bermutu dan berdaya saing.
Kerangka berpikir penelitian ini didasarkan pada anggapan bahwa tutor sebagai tenaga pendidik pada pendidikan kesetaraan khususnya pada program Paket B memiliki peran yang penting dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran. Berikut adalah kerangka berpikir penelitian :
Gambar 1.1
Kerangka Berpikir Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah ”Hubungan hasil pelatihan berupa penguasaan pengetahuan kompetensi tutor, sikap kompetensi tutor, dan keterampilan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran Paket B di Provinsi Gorontalo”
Permasalahan: Rendahnya Kualitas Tenaga Pendidik atau
Tutor PNF
Pelatihan Kompetensi Tutor
Pengetahuan Tutor Sikap Tutor Keterampilan Tutor
Variabel dan hubungan antar variabel yang terdapat dalam permasalahan tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Variabel bebas: Pengetahuan kompetensi tutor (X1), Sikap kompetensi tutor
(X2), dan Keterampilan kompetensi tutor (X3).
2. Variabel terikat: Mutu pembelajaran Paket B.
.
Gambar 1.2
Paradigma Penelitian
Keterangan:
Y = Mutu Pembelajaran X1 = Pengetahuan Kompetensi Tutor
X2 = Sikap Kompetensi Tutor
X3 = Keterampilan Kompetensi Tutor
X
1X
2X
3G. Hipotesis
Hipotesis penelitian yang disusun berdasarkan rumusan masalah diatas sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang poisitif antara hasil pelatihan berupa penguasaan pengetahuan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
2. Terdapat hubungan yang poisitif antara hasil pelatihan berupa penguasaan sikap kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
3. Terdapat hubungan yang poisitif antara hasil pelatihan berupa penguasaan keterampilan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
89
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini digunakan oleh karena ingin mengetahui adanya hubungan antara variabel serta mengetahui kesesuaian antatar teori dengan dunia empirik. Sesuai dengan pendapatnya Hadjar (1996:3) bahwa “ untuk menetapkan kesamaan dan keeratan hubungan memerlukan data kuantitatif”. Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan gejala-gejala serta hubungan antar variabel yang hasil analisisnya disajikan dalam bentuk deskripsi dengan menggunakan angka-angka statistik
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap, mendeskripsikan dan menganalisis tentang hubungan antara variabel, maka metode penelitian yang paling sesuai adalah menggunakan metode korelasional. Teknik yang digunakan adalah teknik deskriptif analitik dengan studi korelasional yaitu studi yang mempelajari dua variabel atau lebih, yakni mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya dengan cara menentukan tingkat atau derajat hubungan diantara variabel tersebut. Derajat hubungan variabel-variabel dinyatakan dalam satu indeks yang disebut koefisien kolerasi. (Sudjana, 1989:77).
dinyatakan sebagai suatu koefisien kolerasi)”. Sedangkan menurut Arikunto (2003:323), bahwa “penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel”.
Dengan studi kolerasional ini, akan dapat mengungkapkan keterkaitan hubungan antara variabel penelitian hasil pelatihan kompetensi tutor yang terdiri dari variabel pengetahuan kompetensi tutor (X1), sikap kompetensi tutor (X2), dan
variabel keterampilan kompetensi tutor (X3), dengan variabel mutu pembelajaran
Paket B (Y).
B.Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian berkaitan dengan elemen, yakni unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut bisa berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, kelompok belajar, sekolah, kelas, organisasi dan lain-lain. Dengan kata lain populasi adalah kumpulan dari sejumlah elemen, sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakter yang sama sehingga betul-betul mewakili populasi (Sudjana, 1989:84).
Memperkuat pengambilan sampel total dikaitkan dengan kualitas penelitian, Nasution (2003:135) menyatakan bahwa “mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh besarnya sampel, tetapi kokohnya dasar-dasar teorinya, oleh desain penelitiannya serta mutu pelaksanaan dan pengolahannya”. Sejalan dengan pendapat Arikunto (1996:107) yang menyatakan bahwa “untuk sekedar ancer-ancer apabila subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”.
Besarnya sampel dalam suatu penelitian belum ada ketentuan yang baku atau rumus yang pasti, sebagaimana menurut pendapat Nasution (2003:114) yang menyatakan, “bahwa untuk menentukan besar sampel tidak ada aturan yang pasti, makin besar jumlah sampel makin baik, karena itu harus diusahakan agar sampel itu sebanyak mungkin, suatu kelaziman ialah agar jumlah sampel sekurang-kurangnya tiga pokok satuan, jika peserta itu guru (tutor) atau kelas maka jumlah sampel minimal 30 guru (tutor) atau 30 kelas”.
Sementara menurut Sudjana (1989:72-73) bahwa “mengenai besarnya sampel tidak ada ketentuan yang baku atau pasti, sebab keabsahan sampel terletak pada sikap dan karakteristiknya mendekati populasi atau tidak pada besar atau banyaknya. Setetes darah manusia cukup untuk menentukan golongan darah, sebab sifatnya tidak berbeda. Minimal sampel yang dijadikan responden sebanyak 30 orang”.
C.Waktu dan Lokasi Penelitian
dilaksanakan limat bulan, yang dimulai dari bulan Desember 2010 sampai dengan bulan April 2011, dengan tahapan mulai dari studi pendahuluan, penyusunan instrumen dan pengumpulan data.
D.Penyusunan Instrumen Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan untuk menguji hipotesis maka diperlukan instrumen pengumpulan data. Instrumen pengumpulan data digunakan untuk menggali keterangan dan memperoleh data tentang variabel-variabel penelitian yaitu hasil pelatihan kompetensi tutor (kompetensi pedagogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan mutu pembelajaran.
Supaya diperoleh data dari variabel penelitian hasil pelatihan yang terdiri dari variabel hasil pelatihan berupa penguasaan pengetahuan kompetensi tutor (X1), variabel sikap kompetensi tutor (X2), variabel keterampilan kompetensi tutor
(X3), dan variabel mutu pembelajaran Paket B (Y), maka disusunlah instrumen
berupa kuesioner (angket), sebagai teknik utama dengan dibantu studi dokumentasi. Sesuai dengan teknik yang digunakan tersebut, maka instrumen penelitian yang digunakan adalah daftar angket dani dokumentasi.
1. Angket
Penggunaan angket sebagai instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini, dilandasi oleh kenyataan yang dihadapi peneliti sesuai dengan apa yang dinyatakan Hadjar (1996:181) bahwa:
Angket (quesionare) merupakan suatu daftar pertanyaan atau pernyataan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subjek baik secara individual maupun kelompok,untuk mendapatkan informasi tertentu seperti preferensi, keyakinan, minat dan perilaku. Untuk mendapatkan informasi dengan angket ini peneliti tidak perlu bertemu langsung dengan subjek tetapi cukup dengan mengajukan pertanyaan dan pernyataan tertulis untuk mendapatkan respon.
Juga pendapatnya Arif (1982:70) sebagai landasan angket ini adalah bahwa:
a. Agar hasil pengukuran terhadap variabel-variabel yang diteliti dapat dianalisa dan diolah secara statistik.
b. Dengan alat pengumpul data tersebut memungkinkan dapat diperoleh data yang obyektif.
c. Dengan alat pengumpul data itu memungkinkan penelitian dilakukan dengan mudah serta lebih dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga.
2. Studi Dokumentasi
tutor Paket B serta wilayah binaannya, termasuk data tentang responden yang telah mengikuti program pelatihan.
E.Uji Coba Instrumen Penelitian
Pelaksanaan uji coba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui kesahihan (validitas) item dan keterandalan (reliabilitas) instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Penggunaan uji coba validitas ini dalam penelitian dimaksudkan agar isi butir-butir tes yang dibuat menggambarkan seluruh indikator setiap variabel. Uji coba kesahihan butir tes menurut Kerlinger (Subana, 2000:79), menyatakan ‘banyak tester yang familier dengan teknik korelasi item dengan totalnya, dengan asumsi bahwa total skor adalah valid. Contoh : valid yang dimaksudkan adalah bila orang yang tingkat keseringannya yang menjawab tinggi, demikian sebaliknya’.
Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Instrumen dikatakan valid, apabila dapat digunakan untuk mengukur apa yang harus diukur, sedangkan instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (1997:253), yaitu:
Subjek yang diambil untuk uji coba instrumen dalam penelitian ini adalah dilakukan kepada 30 orang tutor Paket B yang telah mengikuti pelatihan kompetensi tutor Paket B di BPKB Provinsi Gorontalo.
1. Uji Validitas
Validitas berkenan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Sehubungan dengan hal itu maka untuk memperoleh alat ukur (instrumen) yang benar-benar valid, dilakukan uji validitas item dalam instrumen penelitian. Analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi antara setiap skor butir instrumen dengan skor total. Selanjutnya untuk menguji validitas item yang terdapat dalam instrumen, maka dalam penelitian ini menggunakan rumus Product Moment yang dikemukakan oleh Pearson yaitu sebagai berikut :
(Arikunto, 1996:69)
Pengujian signifikansi harga r tersebut dilakukan dengan menggunakan uji t, dengan ketentuan, apabila harga thitung lebih besar dari ttabel pada tingkat
kepercayaan 95%, item tersebut dinyatakan valid, sedangkan jika harga thitung
t = Harga thitung
2. Uji Reliabilitas
Untuk menguji reliabilitas instrumen, dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua (split-half). Dengan membagi skor item menjadi dua bagian, yaitu belahan atas dan belahan bawah.
Uji statistik yang dipergunakan adalah Spearman Brown, yaitu :
(Sugiyono,1997:265)
Dimana sama dengan rxy yang dapat dicari dengan menggunakan
rumus koefisien korelasi Product Moment. Setelah diperoleh harga rtt . Langkah
selanjutnya adalah pengujian signifikansi korelasi Spearman Brown tersebut dengan menggunakan statistik uji-t, dengan rumus :
√
√ (Furqon, 1997: 254)
Dimana : rtt = koefisien korelasi yang diperoleh, dan n = jumlah sampel.
Ketentuan : Instrumen dianggap reliabel apabila harga thitung lebih besar dari ttabel.
3. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
Berdasarkan hasil pengujian terhadap validitas dan reabilitas terhadap ke empat variabel diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Mutu pembelajaran (Y)
Perhitungan reliabilitas menunjukkan bahwa r = 0,91. tetapi setelah butir yang tidak valid di hilangkan, reliabilitas instrumen menunjukkan r = 0,93.
Karena perhitungan validitas dan reliabilitas instrumen menunjukkan tinggi, dan hilangnya satu buah butir instrumen tidak menyebabkan hilangnya dimensi dan indikator variabel penelitian hilang, maka peneliti berketetapan menggunakan instrumen ini untuk mengukur mutu pembelajaran dengan jumlah 31 butir.
b. Pengetahuan kompetensi tutor (X1)
Pengolahan data hasil ujicoba menunjukkan bahwa, dari 32 butir pernyataan dari angket, terdapat dua butir yang tidak valid. Butir tersebut adalah nomor 11 dan 27. Kedua butir ini dikategorikan dalam butir tidak valid karena rhitung < rtabel. Perhitungan reliabilitas menunjukkan bahwa r = 0,90. tetapi
setelah butir yang tidak valid di hilangkan, reliabilitas instrumen menunjukkan r = 0,91.
Karena perhitungan validitas dan reliabilitas instrumen menunjukkan tinggi, dan hilangnya dua buah butir instrumen tidak menyebabkan hilangnya dimensi dan indikator variabel penelitian hilang, maka peneliti berketetapan menggunakan instrumen ini untuk mengukur hasil pelatihan penguasaan pengetahuan kompetensi tutor dengan jumlah 30 butir.
c. Sikap kompetensi tutor (X2)
Perhitungan reliabilitas menunjukkan bahwa r = 0,93. tetapi setelah butir yang tidak valid di hilangkan, reliabilitas instrumen menunjukkan r = 0,94.
Karena perhitungan validitas dan reliabilitas instrumen menunjukkan tinggi, dan hilangnya satu buah butir instrumen tidak menyebabkan hilangnya dimensi dan indikator variabel penelitian hilang, maka peneliti berketetapan menggunakan instrumen ini untuk mengukur hasil pelatihan penguasaan sikap kompetensi tutor dengan jumlah 31 butir.
d. Keterampilan kompetensi tutor (X3)
Pengolahan data hasil ujicoba menunjukkan bahwa, dari 32 butir pernyataan dari angket, terdapat dua butir yang tidak valid. Butir tersebut adalah nomor 15 dan 30. Kedua butir ini dikategorikan dalam butir tidak valid karena rhitung < rtabel. Perhitungan reliabilitas menunjukkan bahwa r = 0,91. tetapi
setelah butir yang tidak valid di hilangkan, reliabilitas instrumen menunjukkan r = 0,92.
Karena perhitungan validitas dan reliabilitas instrumen menunjukkan tinggi, dan hilangnya dua buah butir instrumen tidak menyebabkan hilangnya dimensi dan indikator variabel penelitian hilang, maka peneliti berketetapan menggunakan instrumen ini untuk mengukur hasil pelatihan penguasaan keterampilan kompetensi tutor dengan jumlah 30 butir.
F. Teknik Analisis Data
inferensial meliputi analisis korelasi dalam regresi sederhana dan regresi berganda. Perhitungan baik analisis deskriptif maupun analisis inferensial menggunakan program SPSS versi 14,0.
Untuk mengetahui besarnya determinasi yang terjadi oleh variabel X (X1,
X2, atauX3) terhadap variabel Y dihitung dengan rumus : r2 x 100% (dinyatakan
dalam prosentase).
Pengujian keberartian koefisien korelasi (signifikansi) sederhana, dilakukan dengan menggunakan uji-t dengan rumus sebagai berikut :
√
√ (Sudjana, 1992:380)
Hasil perhitungan (thitung) selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel
dengan dk = n-2 pada tingkat kepercayaan 95% . kriteria pengujian adalah apabila harga thitung lebih besar dari harga ttabel, maka korelasi yang terjadi antara variabel
X dan variabel Y adalah signifikan, jika sebaliknya maka korelasi antar variabel Y tidak signifikan.
Selanjutnya analisis korelasi dalam regresi multipel dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya hubungan yang terjadi antara variabel X (X1,
X2, dan X3,) dengan variabel Y.
Korelasi dalam regresi multipel adalah korelasi antara Y dengan X1, X2,
dan X3, bersama-sama. Notasi yang diberikan adalah Ry123 atau disingkat R,
Korelasi Multipel (R) dapat dicari dengan rumus : R2
∑
Pengujian keberartian koefisien korelasi (signifikansi) dilakukan dengan menggunakan statistik F pada taraf nyaa (α) sebesar 0,05. Dengan db : k dan n-k-1. Rumus untuk menguji keberartian korelasi ganda (R) tersebut adalah sebagai berikut :
F / / (Sudjana, 1992:168)
Kesimpulan diambil dengan kriteria : apabila harga Fhitung lebih besar
dibandingkan dengan harga Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dan untuk
memberikan interprestasi besarnya korelasi yang diperoleh dari hasil pengolahan data dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel 3.1
Rumusan hipotesis statistik yang diuji dalam penelitian ini adalah : Hipotesis Pertama, H0 : ρy.1 = 0
H1 : ρy.1 > 0
Hipotesis Kedua, H0 : ρy.2 = 0
Hipotesis Ketiga, H0 : ρy.3 = 0
H1 : ρy.3 > 0
Hipotesis Keempat, H0 : Ry.123 = 0
H1 : Ry.123 > 0
Keterangan:
ρy.1 : Korelasi antara hasil pelatihan penguasaan pengetahuan kompetensi
tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
ρy.2 : Korelasi antara hasil pelatihan penguasaan sikap kompetensi tutor
dengan mutu pembelajaran Paket B.
ρy.3 : Korelasi antara hasil pelatihan penguasaan keterampilan kompetensi
tutor dengan mutu pembelajaran Paket B.
Ry.123 : Korelasi antara hasil pelatihan penguasaan pengetahuan kompetensi
140
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan, maka hasil studi hubungan hasil pelatihan kompetensi tutor berupa pengetahuan kompetensi tutor (kognitif), sikap kompetensi tutor (afektif) dan keterampilan kompetensi tutor (psikomotor) dengan mutu pembelajaran pada program Paket B di Provinsi Gorontalo dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil analisis terhadap hubungan antara pengetahuan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran terbukti bahwa pengetahuan kompetensi tutor berkontribusi secara signifikan dengan mutu pembelajaran
Tingkat determinasi tersebut secara lebih rinci didukung oleh hasil analisis secara regresi dan parsial, dimana variabel pengetahuan kompetensi tutor dengan indikator variabel pada aspek; kompetensi pedagogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial berhubungan dengan variabel mutu pembelajaran yang meliputi indikator pada aspek; proses dan hasil.
2. Hasil analisis terhadap hubungan antara sikap kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran terbukti bahwa sikap kompetensi tutor berkontribusi secara signifikan dengan mutu pembelajaran
Tingkat determinasi tersebut secara lebih rinci didukung oleh hasil analisis secara regresi dan parsial, dimana variabel sikap kompetensi tutor dengan indikator pada aspek; kompetensi pedagogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial berhubungan dengan variabel mutu pembelajaran yang meliputi indikator pada aspek; proses dan hasil.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara sikap kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran. Adanya hubungan positif antara sikap kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran memberikan pengertian bahwa semakin tinggi skor sikap kompetensi tutor semakin tinggi pula mutu pembelajaran. Sebaliknya semakin rendah skor sikap kompetensi tutor, maka semakin rendah pula mutu pembelajaran.
3. Hasil analisis terhadap hubungan antara keterampilan kompetensi tutor dengan mutu pembelajaran terbukti bahwa keterampilan kompetensi tutor berkontribusi secara signifikan dengan mutu pembelajaran
Tingkat determinasi tersebut secara lebih rinci didukung oleh hasil analisis secara regresi dan parsial, dimana variabel keterampilan kompetensi tutor dengan indikator variabel pada aspek; kompetensi pedagogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial berhubungan dengan variabel mutu pembelajaran yang meliputi indikator pada aspek; proses dan hasil.
pembelajaran memberikan pengertian bahwa semakin tinggi skor keterampilan kompetensi tutor semakin tinggi pula mutu pembelajaran. Sebaliknya semakin rendah skor keterampilan kompetensi tutor maka semakin rendah pula mutu pembelajaran.
4. Hasil analisis terhadap hipotesis ketiga yakni “terdapat hubungan positif antara pengetahuan kompetensi tutor, sikap kompetensi tutor, keterampilan kompetensi tutor secara bersama-sama dengan mutu pembelajaran
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis nampak bahwa antara pengetahuan kompetensi tutor, sikap kompetensi tutor, keterampilan kompetensi tutor dengan indikator variabel pada aspek; kompetensi pedagogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial berhubungan dengan variabel mutu pembelajaran yang meliputi indikator pada aspek; proses dan hasil.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara pengetahuan kompetensi tutor, sikap kompetensi tutor, keterampilan kompetensi tutor secara bersama-sama dengan mutu pembelajaran. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengetahuan kompetensi tutor, sikap kompetensi tutor, keterampilan kompetensi tutor, maka semakin tinggi mutu pembelajaran. Sebaliknya semakin rendah pengetahuan kompetensi tutor, sikap kompetensi tutor, keterampilan kompetensi tutor, maka semakin rendah pula mutu pembelajaran.
dilaksanakan oleh BPKB Provinsi Gorontalo dapat meningkatkan kompetensi tutor Paket B, baik aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan kompetensi tutor. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Hasil pelatihan tersebut dapat diimplementasikan pada pelaksanaan program Paket B dan berimplikasi pada peningkatan mutu pembelajaran Paket B di Provinsi Gorontalo.
B. Rekomendasi
Dari hasil kesimpulan sebagaimana diuraikan diatas, terbukti bahwa mutu pembelajaran Paket B sangat dipengaruhi oleh pengetahuan kompetensi tutor, sikap kompetensi tutor, keterampilan kompetensi tutor. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa mutu pembelajaran Paket B akan dapat ditingkatkan dengan adanya pelatihan kompetensi tutor. Sehubungan dengan hal tersebut berikut ini penulis memberikan sumbang saran untuk lebih meningkatnya mutu pembelajaran Paket B di Provinsi Gorontalo.
1. Saran kepada Kepala BPKB Provinsi Gorontalo
penelitian dan pengembangan dalam rangka mencari model pelatihan PTK-PNF yang efektif dan inovatif.
Kedua, Penelitian ini dibatasi pada variabel hasil pelatihan dengan varibel mutu pembelajaran sebagai variabel terikat. Sedangkan kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak faktor-faktor lain yang menentukan keberhasilan atau dapat meningkatkan mutu pembelajaran program Paket B. Hal tersebut membuka peluang untuk masa mendatang untuk melaksanakan penelitian lanjutan dengan menambah variabel-variabel dalam faktor sumber daya manusia, seperti persepsi tutor terhadap penyelenggaraan program Paket B, faktor masukan lingkungan, faktor masukan instrumental, proses pembelajaran dalam meningkatkan mutu pembelajaran untuk diteliti. Dengan memasukan faktor-faktor tersebut diduga akan menambah nilai koefisien determinasi model regresi yang bersangkutan dan lain-lain.
2. Saran kepada Tutor Paket B
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu pembelajaran antara lain dipengaruhi oleh hasil pelatihan kompetensi baik aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan tutor. Ketiga aspek ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu pembelajaran, untuk itu para tutor diharapkan terus belajar dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan khususnya yang berkaitan kompetensi pedagogik/andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Sehingga diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan kompetensi yang dimiliki tutor akan berdampak pada peningkatan mutu pembelajaran khususnya pada program Paket B.
Selain itu para tutor perlu memiliki kemauan yang kuat, berpikir antisipatif, selalu tanggap terhadap situasi kompetitif, serta mampu memprediksi atau memperhitungkan keberhasilan yang akan dicapai, dalam kondisi penuh rasa tanggungjawab serta mempertahankan harga diri.
3. Saran untuk Studi Lanjutan
Penulis menyadari bahwa penelitian yang dilakukan mengenai hubungan hasil pelatihan dengan mutu pembelajaran program Paket B di Provinsi Gorontalo yang diselenggarakan oleh BPKB Provinsi Gorontalo masih terbatas, belum sampai kepada temuan yang lebih mendasar. Teori yang dikaji yaitu hasil pelatihan yang dimaksudkan dalam penelitian ini hanya menyoroti perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan tutor setelah mengikuti pelatihan yang dipertegas dengan penelitian ini mengenai penerapan hasil pelatihan di lapangan, sedangkan teori motif berprestasi dan teori kreativitas tutor lainnya tidak diungkapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdulhak, I. (1995). Metodologi Pembelajaran Pada Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Cipta Intelektual.
Arif, Z. (1982). Motif Berprestasi dan Tingkat Status Sosial Ekonomi sebagai Faktor Determinatif Terhadap Minat Belajar Orang Dewasa dalam Program Kejar Paket A. FPS IKIP Bandung
Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bandung: Rineka Cipta.
--- (2003). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Asmani, J.M. (2009), 7 Kompetensi Guru Yang Menyenangkan Dan Professional. Yogyakarta: Power Books.
Aunurrahman. (2010). Upaya Meningkatkan Mutu Pembelajaran Di Sekolah. Bandung: Alfabeta.
Azwar, S. (1988). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yaokyakarta: Liberty.
Cahyono, T.B. (1995). Strategi Pembinaan dan Pemelihraan SDM. Jakarta: STIE IPWI.
Crosby, P.B. (1979). Quality is Free. New York : New American Library.
Deming, W.E. (1986). Out Of Crisis. Cambridge : Massachusets Institute of Technologi.
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (2006), Standar Kompetensi PTK-PNF dan Sistem Penilaian. Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal. Jakarta: Balitbang.
Depdiknas. (2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku1 , Konsep dan pelaksanaan. Jakarta: Balitbang.
Dharma, S. (2005). Manajemen Kinerja. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Direktorat Diksetara Ditjen PLS. (2006). Pendidikan Kesetaraan Mencerdaskan
Anak Bangsa. Jakarta: Depdiknas RI.
Direktorat Diksetara Ditjen PNFI. (2007). Jejak Langkah Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas RI.
Direktorat PTKPNF Ditjen PMPTK. (2006). Pengembangan Kompetensi Pribadi Tutor Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas RI.
--- (2006). Pengembangan Materi Pembelajaran Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas RI.
Furqon. (1997). StatistikaTerapan Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Goad, T.W. (1982). Delivering Effectife Training. Sandiego. California University Associates. Inc
Hadis, A dan Nurhayati. (2010). Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Hadjar, I. (1996). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Handoko, T.H. (1988). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yokyakarta: BFEP
Hanurani, L. (2003). Penilaian Kebutuhan Pelatihan (Training Needs Assesment). Ditjen PLSP BKPB Jawa Barat:Gita Setra.
Kamajaya, B.H. (2000). Pelatihan dan Produktivitas Kerja. Bandung: Tesis. PPS UPI
Kamil, M. (2007). Model Pelatihan Pendidikan Luar Sekolah (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Dewa Ruchi.
Majid, A. (2005). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Maryam, I. (2003). Dampak Pelatihan Terhadap Produktifitas Kerja Guru Kelas SD/MI Gugus Bina di Kecamatan Cigalontong. Ciamis : Tesis PPS UNIGAL,
Moekijat. (1993). Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Perusahaan. Bandung: Mandar Maju.
Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
--- (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosdakarya
Muljono, P. (2006) Standar Proses Pembelajaran. Buletin BSNP:Vol.I/No.2/Mei 2006.
Nasution. (2003). Metode Research, Penelitian Ilmiah, Thesis. Bandung : Jemmars.
Rivai, V. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Roe, R.A. (2001). Competencies and Competence Management. Paper European Congress for W&O Psychology, Prague.
Rosyada, D. (2004). Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media. Sahertian, P.A. (1994). Profit Pendidik Profesional, Yogyakarta: Andi Offset. Sears, D.O, dkk. (1992). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Sidi, I.D. (2001). Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina
Simamora, H. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: STIE YKPN
---. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE
Siregar, E & Nara, H. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor. Ghalia
Indonesia.
Siswanto, B. (1987). Managemen Tenaga Kerja. Bandung: Sinar Baru.
Soekanto, S. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Subana, dkk. (2000). Statistik Pendidikan, Pustaka: Bandung.
Sudirwo, D. (2002). Kurikulum Pembelajaran dalam Otonomi Daerah. Bandung: Andira.
Sudjana, D. (1989). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Madju.
--- (1991). Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafah & Teori Pendukung Asas. Bandung : Nusantara Press.
--- (1993). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif Dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.
--- (2001). Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafat Teori Pendukung azas. Bandung: Falah Production.
--- (2007). Sistem dan Manajemen Pelatihan Teori dan Aplikasi. Bandung: Falah Production.
Sudjana, N. (1989). Metoda Statistik, Bandung : Sinar Baru --- (1992). Metoda Statistik. Bandung: Tarsirto.
Sugiyono. (1997). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
--- (2008). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sumanto. (1990), Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset,
Suryana. (2001), Kewirausahaan Pedoman Praktis Kiat dan Menjadi Sukses. Jakarta: PT Salemba Emban Patria.
Syah, M. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tampubolon, D.P. (1992). Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad Ke-21. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007), Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung:Imtima.
Trianto & Tutik, T.T. (2006). Tinjauan Yuridis Hak serta Kewajiban Pendidik Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen. Jakarta: Prestasi Pustaka. Tunggal, A.W. (1993). Manajemen Mutu Terpadu Suatu Pengantar.
Jakarta:Rineka Cipta.
Usman, M. (1994). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Wibowo, dkk. (2002). Pendidikan Berbasis Kompetensi. Yokyakarta. UAJY
Peraturan Perundangan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas RI
Sudjana (2001:34-36) Peraturan Pemerintah RI No.73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI
Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi. . Jakarta: Depdiknas RI
Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas RI
Internet
Biro Pusat Statistik. (2007), HDI Bidang Pendidikan (online), tersedia: www.bps.go.id (26 September 2010)
Biro Pusat Statistik RI. (2008). Tentang Penduduk Buta Huruf, Angka Partisipasi Murni SLTP. Tersedia: http://www.bps.go.id/. (26 September 2010)