• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN ANYAMAN BAMBU DI DESA WARANGAN, KEPIL, WONOSOBO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN ANYAMAN BAMBU DI DESA WARANGAN, KEPIL, WONOSOBO."

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN ANYAMAN BAMBU DI DESA WARANGAN, KEPIL,

WONOSOBO

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Septi Arumsari NIM. 11102244025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga

berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah (Kahlil Gibran)

Anda tidak bisa mengubah orang lain, Anda harus menjadi perubahan yang Anda

(6)

PERSEMBAHAN

Atas karunia Alloh SWT, karya ini dipersembahkan untuk :

1. Kedua orangtua tercinta, Bapak Suparyoto dan Ibu Sri Subekti yang tak pernah lekang mendo’akan keberhasilan penulis dalam menyusun karya ini.

(7)

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN ANYAMAN BAMBU DI DESA WARANGAN, KEPIL,

WONOSOBO Oleh SeptiArumsari NIM. 11102244025

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengrajin anyaman bambu di desa Warangan, dan (2) mendeskripsikan dan mengetahui faktor-faktor yang berpotensi menjadi pendukung dan penghambat terlaksananya program pemberdayaan masyarakat pengrajin anyaman bambu di desa Warangan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Subyek penelitian ini adalah perangkat desa Warangan sebagai penyelenggara program pemberdayaan masyarakat, pengrajin bambu sebagai sasaran program dan warga belajar pemberdayaan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan analisa data dan dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrument utama dalam melakukan penelitian yang dibantu oleh pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi terstruktur. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi, dan penarikan kesimpulan. Teknik trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Artinya informasi dibandingkan dan dicek balik dalam waktu dan alat yang berbeda. Sehingga keakuratan data diperoleh dari perbandingan sumber satu dengan sumber yang lainnya dan dibandingkan dengan isi suatu dokumen yang bersangkutan. Informasi diusahakan diperoleh dari narasumber yang benar-benar mengetahui permasalahan dalam penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) program pemberdayaan masyarakat yang dibutuhkan oleh pengrajin anyaman bambu di desa Warangan adalah program pemberdayaan berbasis budaya lokal yang sesuai dengan potensi yang pengrajin miliki yaitu dibidang kerajinan kemudian mereka menginginkan adanya keberlanjutan program tidak hanya program yang singkat sehingga mereka benar-benar bisa menguasai teknik-teknik yang dipakai dan bisa memandirikan mereka. (2) faktor-faktor yang berpotensi menjadi pendukung dan penghambat meliputi faktor pendukungnya ialah dukungan dari pihak lembaga masyarakat dan tutor; Faktor penghambat yaitu terletak pada sumber daya manusianya dan penyelenggara program pemberdayaan masyarakat Desa Warangan.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Kebutuhan Pemberdayaan Masyarakat Pengrajin Anyaman Bambu di Desa Warangan, Kepil, Wonosobo”.

penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, motivasi dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terimakasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan ijin kepada

penulis untuk menyusun skripsi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kelancaran didalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Iis Prasetyo, M.M, selaku pembimbing skripsi yang telah berkenan mengarahkan dan membimbing penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

(9)

7. Bapak, Ibu dan Kakak-kakakku atas do’a, perhatian, kasih sayang, dan segala

dukungannya.

8. Teman-teman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah angakatan 2011 Tika, Fika,

Ruli, Wuri, Dita yang memberikan bantuan dan motivasi untuk selalu berjuang dalam menyelesaikan skrispsi ini.

9. Teman- teman kontrakan Cibi dan keluarga 7D yang selalu memberikan

dukungan selama mengerjakan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu, yang telah

membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga seluruh dukungan yang diberikan dapat menjadi amal dan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan semoga

tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama pemerhati Pendidikan Luar Sekolah dan pendidikan masyarakat serta para pembaca umumnya, Amin.

Yogyakarta, Desember 2015

(10)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian... 10

F. Manfaat Penelitian... 11

(11)

1. Kajian Tentang Identifikasi Kebutuahan... 13

a. Pengertian Identifikasi Kebutuhan ... 13

b. Proses Identifikasi Kebutuhan... 14

2. Kajian Tentang Pemberdayaan Masyarakat ... 25

a. Pengertian Pemberdayaan ... 25

b. Tahap Dan Proses Pemberdayaan Masyarakat... 28

c. Prinsip Dan Tujuan... 31

3. Potensi Pemberdayaan Dari Olahan Bambu ... 34

a. Pengertian Bambu ... 34

b. Jenis Dan Sifat Bambu ... 36

c. Pemilihan Dan Pengawetan Bambu ... 38

d. Pengolahan Dan Perawatan Bambu ... 41

e. Pengertian Kerajinan ... 44

f. Jenis Kerajinan Anyaman Bambu ... 46

g. Jenis Dan Teknik Menganyam ... 48

4. Penelitian Yang Relevan ... 52

5. Kerangka Pikir... 55

6. Pertanyaan Penelitian ... 56

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitaian ... 58

B. Subjek Penelitian ... 59

C. Setting dan Waktu Penelitian... 59

D. Metode Penelitian ... 60

(12)

F. Analis Data... 62

G. Teknik Keabsahan Data / Trianggulasi... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 65

1. Deskripsi Wilayah ... 65

2. Susunan Perangkat Desa ... 66

B. Hasil Penelitian ... 66

1. Program Pemberdayaan Masyarakat Yang Dibutuhkan Masyarakat Pengrajin Anyaman Bambu di Desa Warangan ... 67

a. Potensi Desa Warangan... 68

b. Program Pemberdayaan yang Sudah Pernah Dilaksanakan ... 71

c. Hasil Yang Diperoleh... 74

d. Masalah Yang Muncul ... 77

e. Solusi ... 79

f. Penyadaran dan Pembentukan Perilaku masyarakat ... 80

g. Proses Transformasi Pengetahuan dan Kecakapan Ketrampilan ... 81

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Terlaksananya Program Pemberdayaan Masyarakat... 82

a. Faktor Penghamabat ... 82

b. Faktor Pendukung ... 83

C. Pembahasan... 84

1. Program Pemberdayaan Masyarakat Yang Dibutuhkan Oleh Pengrajin Anyaman Bambu di Desa Warangan ... 84

(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA... 97

(14)

DAFTAR TABEL

Hal

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Pedoman Dokumentasi ... 100

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 101

Lampiran 3. Catatan Lapangan ... 110

Lampiran 4. Analisa Data dan Trianggulasi ... 122

Lampiran 5. Profil Desa Warangan ... 141

Lampiran 6. Struktur Perangkat Desa Warangan... 144

Lampiran 7. Daftar Peserta Didik Program Pemberdayaan Masyarakat ... 145

(17)

atar elakang

Populasi penduduk miskin di Indonesia sampai saat ini masih sangat besar,

tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan

pendapatan perbulannya sebanyak Rp. 312, 328. Jumlah tersebut adalah setara

dengan USD $25 yang demikian berarti standar hidup yang sangat rendah, juga

untuk orang Indonesia. Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang

digunakan oleh Bank Dunia maka kita bisa melihat dari tabel 1.1:

abel

tatistik emiskinan dan etidaksetaraan di donesia umber ank unia dan adan usat tatistik

emiskinan elatif (% dari

populasi

17.8 16.6 15.4 14.2 13.3 12.5 11.7 11.5 11.0

emiskinan

Tabel 1.1. menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan.

Namun pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang

tidak ketat mengenai identifikasi garis kemiskinan, sehingga yang terjadi adalah

gambar atau tabel tidak sesuai dengan kenyataan yang ada saat ini. Jika kita

(18)

mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan

penghasilan kurang dari USD $25 perhari sebagai mereka yang hidup dibawah

garis kemiskinan, maka persentase dari tabel diatas menunjukkan bahwa penilaian

tidak akurat dan ditambahkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank

Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari

USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun

2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir

di bawah garis kemiskinan. Laporan dari media di Indonesia menyatakan bahwa

sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta jiwa) hidup sedikit

di atas garis kemiskinan (Bank Dunia dan BPS Indonesia: 2014)

Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan yang mendasar yang

terus dihadapi di sejumlah daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Provinsi Jawa

Tengah. Berdasarkan data resmi Badan Statistik Pusat (BPS) Jawa Tengah 2014,

jumlah presentase penduduk miskin di Jawa Tengah pada bulan september 2013

yang sebesar 4,811 juta orang (14,44 persen), sedangkan pada Maret 2014

mencapai 4,836 juta orang (14,46 persen), sehingga mengalami peningkatan dari

tahun 2013 sampai 2014 sekitar 25, 11 ribu orang (0,02 persen) (BPS Jateng:

2014)

Tingkat kemiskinan daerah perdesaan dari bulan september 2013 sampai

bulan maret 2014 yaitu dari 16, 05 persen menjadi 15, 96 persen pada periode

yang sama. Jumlah ini menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah presentase

(19)

Ditinjau dari segi sosial ekonomi, kondisi kesejahteraan masyarakat

semakin meningkat, terindikasi dengan menurunnya jumlah keluarga yang masuk

kategori pra sejahtera dan sejahtera I. Keluarga pra sejahtera di kabupaten

Wonosobo berjumlah (28,29 persen) dan (19,29 persen) masuk dalam keluarga

sejahtera I. Hal ini bisa disimpulkan bahwa sosial ekonomi masyarakat Kabupaten

Wonosobo secara umum masih rendah (BPS Kab. Wonosobo: 2014)

Desa Warangan merupakan salah satu desa di kabupaten Wonosobo

Provinsi Jawa Tengah. Desa yang jumlah penduduknya terdiri dari 561 Kepala

Keluarga dengan jumlah masyarakat miskin 261 kepala keluarga dan masyarakat

menengah keatas 300 kepala keluarga. Penduduk desa Warangan bermata

pencaharian sebagai petani dengan jumlah 231 orang, buruh 161orang, PNS 6

orang, swasta 169 orang dan pengrajin 153 orang.

Desa yang berada di kaki gunung Sumbing ini merupakan desa yang

mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan pengrajin.

Kehidupan warga desa Warangan bisa dikatakan sebagai desa yang berada

dibawah garis kemiskinan. Tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan

ciri-ciri umum kehidupan keluarga miskin. Gambaran umum kondisi kemiskinan

dalam kehidupan masyarakat antara lain dapat dilihat dari fakta- fakta yang ada

seperti penghasilan yang rendah, kondisi perumahan yang tidak layak huni, pola

konsumsi atau gizi buruk, tingkat pendidikan anak, serta

keterbatasan-keterbatasan kebutuhan dasar lainnya. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai

suatu kondisi yang serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia

(20)

kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan memperoleh kebutuhan sosial (Sri

Kuntari, 2008:6)

Negara dan pemerintah memberikan respon yang tinggi terhadap

permasalahan kemiskinan tersebut, dan menempatkan program pemberdayaan

masyarakat sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan mengurangi

pengangguran. Menurut Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto dalam buku

Pemberdayaan masyarakat dalam perspektif kebijakan publik menyatakan bahwa

pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama

mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan dan kelompok yang

terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraan secara

mandiri (Mardikanto, Dkk, 2012:61). Menurut Tim Deliveri (2004) pada buku

“Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto “ (Mardikanto, Dkk, 2012:76)

“Pemberdayaan sebagai suatu proses yang bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin”.

Pemberdayaan masyarakat merupakan proses pembangunan masyarakat

berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan

kondisi diri sendiri. Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah juga termasuk

dalam upaya dalam pembagunan desa. Menurut Soetomo dalam buku

Strategi-strategi pembangunan masyarakat, pembangunan desa adalah suatu Strategi-strategi

pembangunan yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari strategi

pembangunan desa (Soetomo, 2006: 159)

Pemberdayaan yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah desa

(21)

Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan) yaitu pelatihan tata boga dan pelatihan

menjahit. Pelatihan tata boga yang diikuti oleh 4 dusun di desa Warangan dan

berjumlah 20 peserta pelatihan. Pelatihan dilaksanakan tiga hari dalam satu

minggu yaitu hari selasa, rabu dan jum’at. Tutor dalam pelatihan tata boga

didatangkan dari Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Wonosobo. Pelatihan tata

boga dikatakan tidak berhasil karena dari 20 peserta pelatihan tidak ada yang

meneruskan berwirausaha atau bekerja dibidang tata boga. Para peserta pelatihan

tidak melanjutkan berwirausaha dalam bidang tata boga karena peralatan dalam

tata boga ini relatif mahal dan tidak terjangkau bagi para peserta, karena mayoritas

peserta pelatihan tata boga ini bekerja sebagai buruh, petani dan pengrajin.

Pelatihan tata boga ini juga tidak ada tindak lanjut dari pemerintah desa.

Pelatihan yang juga pernah dilaksanakan oleh desa Warangan yaitu

pelatihan menjahit. Pelatihan menjahit diikuti oleh empat dusun yang ada didesa

Warangan yang berjumlah 25 peserta pelatihan. Mesin jahit yang disediakan

dalam pelatihan menjahit ini hanya 4 mesin jahit. Jika dibandingkan jumlah mesin

jahit dan jumlah peserta pelatihan tidak sebanding. Pelatihan menjahit ini

dilaksanakan satu minggu sekali yaitu pada hari minggu dan didampingi oleh

tutor yang berpengalaman dalam bidang menjahit. Pelatihan menjahit di desa

Warangan dikatakan berhasil karena dari 25 peserta pelatihan 15 diantaranya

bekerja dibidang jahit. Kebanyakan dari peserta pelatihan menjahit bekerja

sebagai jasa pembuatan dompet perhiasan. Pelatihan menjahit ini juga dikatakan

tidak berhasil karena dengan jumlah peserta yang banyak hanya disediakan 4

(22)

perlunya identifikasi kebutuhan terkait kegiatan yang dilaksanakan, dimana

menurut Dick Leatherman pada buku The Training Trilogy Third Edition (2007:

3) bahwa:

“Needs assessments are processes used to identify specific problems within an organization by using appropriate methods of gathering information (such as surveys, interviews, observations, etc.), analyzing the data to determine the causes of the problems, and then determining appropriate solutions. Solutions may be interventions such as (but not limited to): training; team building; conflict management; recruiting, selection, or placement issues; succession planning; benchmarking; salaries and benefits; individual coaching or counseling; performance management; or process engineering “.

Identifikasi kebutuhan bisa diproses untuk mengidentifikasi masalah–

masalah yang khusus didalam sebuah organisasi dengan menggunakan metode

yang tepat untuk mengumpulkan informasi. Informasi bisa diperoleh dengan

menggunakan metode survei, wawancara dan observasi. Kemudian menganalisa

data yang sudah dikumpulkan untuk menentukan penyebab dari masalah dan

kemudian menciptakan atau memilih solusi yang tepat. Solusinya bisa seperti:

pelatihan, kerja kelompok, pengaturan permasalahan, memilih orang, penempatan,

perencanaan diawal, gaji, keuntungan-keuntungan, konsultasi dan pengaturan

kinerja.

Program-program pemberdayaan yang sudah dilaksanakan oleh

pemerintah belum sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat di desa

Warangan. Pemberdayaan tata boga dirasa kurang sesuai karena potensi yang

dimiliki oleh masyarakat desa Warangan bukan dibidang tata boga melainkan

dibidang pertanian dan kerajinan. pemberdayaan menjahit juga dirasa kurang

(23)

Warangan. Pemberdayaan yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah yaitu

pemberdayaan yang sesuai dengan keahlian masyarakat desa Warangan, dengan

pemberdayaan dibidang pertanian atau kerajinan. Terjadinya program yang

kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat ini, mungkin terjadi karena

kurangnya identifikasi kebutuhan pada masyarakat sasaran.

Desa Warangan merupakan desa yang dikenal menjadi desa penghasil

kerajinan anyaman bambu. Anyaman bambu merupakan kerajinan tradisional

yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan tidak terkecuali yaitu Desa

Warangan. Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakat Desa Warangan

menggantungkan hidupnya pada sektor kerajinan anyaman bambu dan ditunjang

dengan bahan baku yang sangat berlimpah. Menganyam bambu untuk dibuat

berbagai bentuk merupakan hal yang sangat berkembang pada zaman dahulu.

Banyaknya pohon bambu yang dapat digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan berbagai macam bentuk tersebut, perkembangan anyaman bambu

hampir menjangkiti seluruh dusun yang ada di Desa Warangan. Anyaman bambu

seringkali dibuat oleh hampir setiap orang di setiap dusun. Pada awalnya hasil

kerajinan anyaman bambu hanya diproduksi untuk digunakan dalam kehidupan

sehari – hari, namun sekarang anyaman bambu sudah diproduksi untuk dijual

keliling desa sekitar dan ke pasar tradisional yang berada di dekat Desa

Warangan. Sekarang kerajinan bambu lebih banyak di jual ke pengepul dan

pengepul dijual lagi ke kota besar.

Kerajinan bambu yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Warangan adalah

(24)

dihasilkan yaitu berupa ceting/bakul, tampah, besek. Pada zaman sekarang

anyaman bambu ada yang masih digunakan untuk kepentingan sehari- hari,

namun ada juga yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat. Masyarakat sekarang

menganggap kerajinan anyaman bambu ini adalah produk yang kuno yang sudah

tergantikan. Karena minat masyarakat yang cenderung lebih memilih

barang-barang yang praktis untuk digunakan, maka barang-barang yang terbuat dari anyaman

bambu seperti cetik, besek, tampah kini sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian

besar masyarakat. Hal ini yang menyebabkan kerajinan anyaman bambu di Desa

Warangan tidak berkembang dan menghambat perekonomian masyarakat karena

hasil kerajinan yang kurang begitu menunjang untuk memenuhi kehidupan

sehari-hari.

Kerajinan bambu ini dijual dengan harga yang relatif murah dan

kurangnya minat masyarakat sekarang untuk membeli produk – produk dari

bambu ini menurunkan penghasilan sehari – hari para pengrajin anyaman bambu.

Kerajinan bambu yang berupa ceting hanya dijual Rp. 5.000 dan tampah hanya

dijual Rp. 7.000, bambu juga tidak diolah sendiri oleh pengrajin tetapi untuk

menyiangi bambu para pengrajin membayar orang dengan bayaran Rp. 25.000 per

hari. Keuntungan bersih yang didapat dalam satu jenis kerajinan hanya Rp. 1.000.

kerajinan bambu yang dari dahulu hingga sekarang hanya dibuat sebagai tampah

dan ceting dengan keuntungan yang sedikit dan kurangnya wawasan pengrajin

tentang berbagai macam kerajinan dari bambu menyebabkan mereka tidak

(25)

Pohon bambu yang semakin menipis juga menjadi permasalahan bagi

warga desa Warangan, hal ini terjadi karena pohon bambu yang terus menerus

ditebang dan pertumbuhan bambu yang sangat lama. Bambu yang harus dibeli

seharga Rp. 10.000 perbatang, sedangkan satu batang bambu bisa menjadi 7- 9

kerajinan anyaman bambu. Hasil dari penjualan kerajinan ini tidak hanya

semata-mata untuk memenuhi kehidupan sehari- hari tetapi juga di sisihkan untuk

membeli bambu. Maka dari itu pemberdayaan yang dibutuhkan oleh masyarakat

desa Warangan yaitu ketrampilan yang bisa menambah penghasilan mereka dan

membangkitkan kembali kerajinan bambu di desa Warangan.

! "entifikasi#asalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka dapat di identifikasikan

beberapa masalah yang muncul dalam penelitian ini, yaitu :

1. Masih tingginya tingkat kemiskinan di desa Warangan.

2. Pemberdayaan yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah belum begitu sesuai

dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh desa Warangan.

3. Kurang tepatnya program pemberdayaan masyarakat di Desa Warangan.

4. Belum berkembangnya kerajinan bambu karena kurang kreatif dan inovatif

karena selama ini kerajinan yang diproduksi masih monoton.

5. Belum ada pemberdayaan masyarakat terkait produktivitas kerajinan bambu.

6. Belum ada kesadaran masyarakat akan tebang pilih dan reboisasi sumber

(26)

$% &embatasan 'asalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, permasalahan

dalam penelitian ini maka hanya akan dibatasi pada “kurang tepatnya kebutuhan

program pemberdayaan masyarakat di Desa Warangan “ sehingga dibutuhkannya

pemberdayaan yang sesuai dengan ketrampilan masyarakat dan bisa menambah

pendapatan yang bisa dijadikan sebagai penambah hidup sehari-hari dan bisa

meningkatkan perekonomian pengrajin anyaman bambu. Penelitian ini berjudul “

identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat pengrajin anyaman bambu di

Desa Warangan “.

(% )umusan 'asalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, dirumuskan

permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah

1. Identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat seperti apa yang

dibutuhkan oleh masyarakat pengrajin anyaman bambu di Desa Warangan?

2. Faktor- faktor apa saja yang berpotensi menjadi pendukung dan penghambat

terlaksananya program pemberdayaan masyarakat pengrajin anyaman bambu

di Desa Warangan ?

*% +ujuan &enelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat yang

sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengrajin anyaman bambu di Desa

(27)

2. Mendeskripsikan dan mengetahui faktor- faktor yang berpotensi menjadi

pendukung dan penghambat terlaksananya program pemberdayaan

masyarakat pengrajin anyaman bambu di Desa Warangan.

,- .anfaat /enelitian

Manfaat hasil penelitian identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat

pengrajin anyaman bambu di desa Warangan, Kepil, Wonosobo adalah :

1. Manfaat Teoritis

a) Pengembangan keilmuan pendidikan, khususnya pendidikan luar sekolah

maupun bagi para peneliti.

b) Memperkaya kajian tentang; (1) identifikasi kebutuhan pemberdayaan

masyarakat, (2) pembinaan program pendidikan luar sekolah, (3)

perencanaan program pada umumnya. Hasil penelitian ini diharapkan juga

dapat menjadi pendorong atau bahan kajian penelitian-penelitian

berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Pemerintah Desa

1) Mempermudah pemerintah desa Warangan dalam mengembangkan

pelatihan dibidang kerajinan bambu

2) Dapat lebih memasyarakatkan pemanfaatatan potensi lokal dalam

dunia kerajinan untuk meningkatkan kualitas masyarakat.

3) Dapat memberikan contoh dalam mengidentifikasi kebutuhan

pemberdayaan bagi masyarakat desa Warangan.

(28)

1) Memperkaya penelitian di bidang Pendidikan Luar Sekolah

2) Sebagai acuan dan masukan untuk membuat suatu program

pemberdayaan masyarakat mulai dari mengidentifikasi

kebutuhannya serta merencanakan suatu program pembelajaran luar

(29)

01022

31 421 56789131

1 : 3ajian 6ustaka

;: 3ajian tentang identifikasi kebutuhan

a. Pengertian identifikasi kebutuhan

Identifikasi kebutuhan sebenarnya adalah kegiatan mencari, menemukan,

mengumpulkan data sasaran dan aspek lain yang terkait dengan program yang

akan dilaksanakan. Menurut Dick Learterman (2007:3) identifikasi kebutuhan

adalah

“Needs assessments are processes used to identify specific problems within an organization by using appropriate methods of gathering information (such as surveys, interviews, observations, etc.), analyzing the data to determine the causes of the problems, and then determining appropriate solutions. Solutions may be interventions such as (but not limited to): training; team building; conflict management; recruiting, selection, or placement issues; succession planning; benchmarking; salaries and benefits; individual coaching or counseling; performance management; or process engineering”.

Menurut pendapat Dick Learerment diatas identifikasi kebutuhan secara

umum bisa diproses untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang khusus atau

detail di dalam sebuah organisasi dengan menggunakan metode yang tepat untuk

mengumpulkan informasi. Informasi dapat dikumpulkan dengan cara survei,

wawancara dan observasi. Kemudian menganalisa data yang sudah dikumpulkan

untuk menentukan penyebab dari masalah dan kemudian menciptakan atau

memilih solusi yang tepat. Solusi yang tepat bisa seperti ( Pelatihan, team work, pengaturan permasalahan, memilih orang, perencanaan diwal, pengaturan kinerja,

(30)

Identifikasi kebutuhan dimaknai sebagai suatu kegiatan mengumpulkan,

mengidentifikasi, menelaah, dan menyimpulkan informasi- informasi yang

menggambarkan suatu kesenjangan antara apa yang harusnya dicapai dengan

suatu yang dimiliki (Entoh Tohani,2011:389).

Definisi yang lebih sempit dikemukakan oleh Dick Learterman (2007:3)

identifikasi kebutuhan adalah

“A training needs assessment identifies specifik problems within an organization by using appropriate methods of gathering information (such as surveys, interviews, observations, etc), determines which of the problems requires a training solution, and then uses the information to design training interventions that solve the original problem”.

Fokus pada definisi yang lebih sempit dari identifikasi kebutuhan yaitu

sebuah pelatihan membutuhkan penafsiran yang mengidentifikasi masalah yang

spesifik didalam sebuah organisasi menggunakan metode yang tepat dengan

gabungan informasi seperti (survei, interview, observasi) menentukan yang mana masalah-masalah yang menjadi pemecahan sebuah pelatihan tersebut untuk

merancang intervensi pelatihan yang menyelesaikan masalah sebenarnya.

Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa identifikasi kebutuhan

adalah suatu kegiatan mencari, mengumpulkan data atau informasi yang

dibutuhkan dan masalah-masalah yang khusus atau detail untuk memudahkan

dalam merancang program yang akan dilaksanakan dengan cara atau metode yang

tepat.

b. Proses identifikasi kebutuhan

Menurut Dick Leartherman (2007:2) proses yang harus dilalui dalam

(31)

Gambar 1. Bagan Proses Identifikasi Kebutuhan

Bagan diatas menjelaskan bahwa yang harus dilalui dalam proses

mengidentifikasi yaitu dengan cara mencari sampel, mengumpulkan informasi,

analisa data, penyediaan umpan balik. Dari langkah pertama itu lalu akan

dievaluasi dan mendapatkan program yang cocok untuk masalah tersebut dari

evaluasi dan pengembangan program ada tibal balik diantara keduanya dan akan

mendapatkan solusi dari apa yang sudah dievaluasi. Perubahan eksternal beserta

respon pelatihan yang perlu dilakukan menurut Dick Leartherman ada empat

yaitu:

Organizatioanal

Need Assessment

1. Sampling Procedures 2. Collecting Information 3. Analiyzing Data 4. Providing Feedback

Evaluation Program

Development

Program / Course

(32)

A. <rosedur sample(Sampling procedur) Ada dua prosedur yang harus dilakukan yaitu:

1. Statistik dasar

Statistik dasar merupakan sarana agar dapat mempelajari kebutuhan

perusahaan. Langkah-langkah yang digunakan dalam analisis statistik sebagai

berikut:

a. Populasi: Seluruh individu yang akan dilatih, contohnya: seluruh pimpinan

tim, seluruh manager, pimpinan di bagian X, atau seluruh pimpinan yang

pengalaman kepemimpinannya kurang dari 6 bulan.

b. Sampel: Bagian muwakil (representatif) dari total kelompok yang mungkin

memiliki kebutuhan training, contoh: 44 supervisor yang akan dinilai dari

populasi total 100 pimpinan.

c. Sampel acak: Pemilihan individu secara acak untuk memperoleh sampel

survei

d. Sampel acak terstruktur: Pemilihan sejumlah individu dari berbagai kelompok

melalui jumlah yang telah ditentukan secara matematis untuk memperoleh

kelompok sampel

2. Ukuran sampel

Dalam mencari sampel untuk dijadikan acuan dalam mendapatkan

informasi itu akan sulit, hal ini karena jumlah individu yang disurvei atau

diwawancarai (sampel) dari total kelompok yang ditraining (populasi)

(33)

a. Berapa banyak varian (atau diferensiasi antar individu) dalam populasi target

yang akan disurvei? Misalnya, Dodi (pria, umur 26, lulus SMA, asal Satriyan,

Warangan, dan seorang pengepul kerajinan bambu) mungkin memiliki

kebutuhan yang sangat berbeda dengan Suharti (wanita, umur 46, lulusan SD,

asal Kleseman, Warangan, dan saai ini merupakan pengrajin). Oleh karena

itu, secara umum, semakin besar varian pada populasi target, semakin besar

pula sampel yang harus diambil.

b. Berapa derajat ketepatan yang diperlukan? Misalnya, peneliti mungkin ingin

meningkatkan ukuran sampel jika peneliti tidak hanya bermaksud unuk

melaksanakan penilaian kebutuhan tetapi juga mengukur hasil training

dengan membandingkan perolehan pengetahuan atau kemampuan dengan

penilaian kebutuhan yang sebelumnya.

c. Metode apa yang dipakai untuk melakukan penilaian kebutuhan? Jika peneliti

perlu melakukan wawancara personal selama dua jam dengan individu dalam

sampel, peneliti mungkin akan mewawancarai beberapa persen populasi

daripada hanya mengirimkan angket singkat.

d. Berapa lama waktu yang dimiliki? Semakin besar jumlah sampel, semakin

banyak waktu untuk melakukan survei atau wawancara.

e. Berapa jumlah uang yang mau dihabiskan oleh perusahaan? Semakin banyak

orang yang terlibat dalam pengambilan angket atau wawancara, semakin

mahal biaya yang ditanggung perusahaan.

f. Berapa besar ukuran target populasi yang akan disurvei? Peneliti perlu

(34)

informan (405 Masyarakat, 15 Perangkat desa, 109 Pengrajin). Semakin besar

kelompok, semakin besar sampel yang dibutuhkan – tetapi semakin kecil

persentase populasinya.

=> ?engumpulan @ Aformasi (Collecting informatio)

Terdapat empat cara dalam mengumpulkan informasi yaitu sebagai

berikut:

B> Cetode

Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan

informasi akurat mengenai kebutuhan pelatihan disuatu perusahaan.

Metode-metode ini dapat digolongkan dalam dua kategori: internal dan eksternal.

Internal. Metode ini cenderung berupa teknik yang digunaan dengan individu dalam perusahaan atau catatan tertulis mengenai individu tersebut.

Metode internal meliputi:

1. Observasi

2. Wawancara dengan pertanyaan terstruktur

3. Instrumen

a. Instrumen persepsi (berupa survei dan angket yang mencatat seberapa jauh

individu memandang dirinya, individu lain, atau perusahaan)

b. Instrumen berbasis pengetahuan (berupa tes yang mengukur pengetahuan

individu akan suatu bidang tertentu)

4. Catatan dan laporan manajemen

5. Analisis masalah kelompok

(35)

7. Settingtujuan

8. Sesi bimbingan karier

Metode eksternal umumnya berkaitan dengan informasi yang berasal dari

luar perusahaan. Misalnya, kita mungkin membaca suatu artikel di ASTD Journal

mengenai kemampuan yang dibutuhkan untuk menyampaikan berita buruk kepada

kolega. Jika dalam perusahaan sedang terjadi proses pengurangan karyawan,

alihdaya, atau pemindahan fungsi perusahaan ke negara lain, kita mungkin

melihat suatu kebutuhan logis akan training kepemimpinan untu menyampaikan

berita buruk. Metode eksternal meliputi strategi-strategi di bawah ini:

1. Konsultan luar perusahaan atau ahli di bidang tertentu.

2. Media cetak (buku, artikel, dan internet)

3. Catatan dan laporan dari perusahaan lain yang sejenis, atau perusahaan yang

ikut terlibat dalam sejumlah kegiatan perusahaan (contoh: asosiasi

perusahaan)

Metode penilaian kebutuhan yang di pilih bergantung pada kriteria yang

ditentukan. Contohnya dapat mempertimbangkan:

1. Informasi spesifik yang dicari

2. Cara terbaik mengumpulkan informasi yang diperlukan

3. Jumlah waktu dan uang yang diperlukan dan dimiliki

4. Pihak yang terlibat

5. Hal yang akan dilakukan pada informasi yang diperoleh

6. Seberapa jauh kebutuhantraining

(36)

8. Tingkat kepercayaan

9. Kenyamanan penilai dengan metode penilaian kebutuhan.

DE Ferahasiaan

Menjaga kepercayaan dalam riset yang subjeknya manusia adalah hal yang

sangat penting. Etika perilaku, perusahaan, dan hukum mewajibkannya! ! The “Code of Federal Regulations,” Title 45, “Public Welfare,” Part 46, “Protection

of Human Subjects” mengisyaratkan bahwa informasi yang diperoleh dari

individu harus dijaga kerahasiannya. Aturan ini menyatakan bahwa kita dilarang

menyingkap pernyataan individu di luar penelitian yang beresiko pada tindakan

kriminal atau sipil, atau yang merusak keuangan, kepegawaian, atau nama

baiknya.

Pernyataan di atas berarti bahwa dilarang menyangkutkan nama individu

yang di wawancarai dengan informasi spesifik yang diterima dari individu

tersebut. Dilarang memberikan informasi kapada manajemen atau orang lain yang

dapat menyebabkan mereka mengetahui individu yang memberikan informasi.

Pelanggaran aturan ini dapat berakibat serius.

G EHnalisis Iata (Analiyzing dataJ

Menganalisa data biasanya menggunakan metode statistik. Statistik yang

digunakan yaitu statistik dasar dan prosedur statistik dasar yaitu sebagai berikut :

a. Statistika: suatu langkah matematis untuk menghasilkan informasi bermakna

(37)

b. Statistika Deskriptif: Angka yang merangkum dan mendeskripsikan data.

Angka-angka ini disebut: mean, median, moduse, persentil, dan standar

deviasi.

c. Mean (rerata): nilai rata-rata dari sejumlah urutan angka.

d. Median (nilai tengah): nilai tengah dari sejumlah urutan angka.

e. Modus: angka yang paling sering muncul dalam urutan angka.

f. Distribusi: skor tes analisis kebutuhan, beserta frekuensi (kemunculan angka

khusus) setiap skor.

g. Kurva bentuk lonceng: suatu kurva yang dihasilkan dari distribusi skor yang

disebut ‘distribusi normal’.

h. Persentil: angka persentil dinyatakan sebagai persentase dan merupakan

peringkat.

Standar Deviasi (SD): Standar deviasi merupakan angka yang

menginformasikan rentangan skor kelompok. Jika skornya rapat, angka SDnya

kecil. Sebaliknya, jika skornya menyebar, angka standar deviasinya besar. Jika

kita mengerjakan suatu tes dan mengetahui mean dan standar deviasi, kita dapat

membandingkan skor kita dengan skor orang lain yang mengerjakan tes yang

sama, dua faktor itu menginformasikan hasil tes yang telah kita kerjakan.

K LProviding feed backMpemberian umpan balikN

Menurut Ron Zemke dan Thomas Kramlinger dalam Dick Leartheman

menyatakan bahwa

(38)

management acceptance evoked was easily predicted. On the other hand, I have seen the old “laundry list” assessment results presented so well that acceptance was certain.

Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas hasil presentasi lebih

penting dibanding kualitas penelitian yang menghasilkan hasil. Pada proses

perencanaan pelaksanaan rapat umpan balik mengenai hasil penilaian kebutuhan,

kita perlu mempertimbangkan tujuan utama. Namun, sebelum menentukannya

kita perlu mempertimbangkan kepada siapa presentasi akan disampaikan.

Umumnya terdapat tiga kelompok yang perlu dipertimbangkan dan

masing-masing memerlukan tujuan yang berbeda, antara lain: manajemen eksekutif,

manajemen (pimpinan para peserta pelatihan), dan individu yang akan dilatih.

Gambaran singkat dari temuan-temuan kepada para manajer sebelum merancang

program pelatihan :

aO Executive PresentationsPpresentasi eksekutifQ

Yang umum terjadi adalah para trainer adalah orang yang senang sekali

berbicara. Hal ini seharusnya menjadi aset profesi yang berkaitan dengan

komunikasi. Namun, bahaya yang timbul adalah kita terlalu banyak bicara karena

terlalu banyak hal yang bicarakan. Andaikan melakukan analisis kebutuhan yang

muluk-muluk dan membuang banyak waktu dengan komputer dan program

statistik untuk mencari jawaban yang baik atas pertanyaan yang diajukan peserta.

Namun, dalam presentasi selama satu jam, kita telah menggunakan 45 menit

secara tidak efisien. Ketika menyadarinya, kita mempercepat presentasi agar

dapat menyajikan keseluruhan materi sebelum waktunya habis. Dampaknya

adalah presentasi kita menjadi berantakan. Saat merancang presentasi, kita dapat

(39)

1. Ringkaslah Hasil Temuan Utama. Ketika meringkas kita secara tak langsung

ikut menyusun keterangan singkat mengenai prosedur pelaksanaan penilaian

kebutuhan, dan lalu kita menyajikannya tanpa perlu banyak mengedit. Kita

dapat melaporkan apa yang telah kita lakukan, apa yang kita lakukan secara

singkat, dan apa yang ita telah temukan, sajikan kesimpulan pendahuluan.

2. Buatlah rekomendasi. Di sini adalah tempat kita melakukan proses editing. Apabila datanya menghasilkan kesimpulan yang jelas, kita harus membuat

rekomendasi sebagai seorang pakar HRD.

3. Deskripsikan Ekspektasi Pekerja. Pada langkah keempat, kita harus

benar-benar berkomunikasi kepada eksekutif perihal efek proses penilaian

kebutuhan sesuai dengan yang diharapkan. Hal yang jelas terjadi adalah

bahwa pelaksanaan penilaian kebutuhan pada suatu kelompok akan

meningkatkan ekspektasi kelompok akan sesuatu yang baru. Namun, jika

tidak ada hal terjadi, pelaksaan penilaian kebutuhan ini dapat menimbulkan

masalah yang lebih buruk dibanding sebelum pelaksanakan kegiatan.

4. Mintalah Persetujuan jika Diperlukan. Jika tujuan kita adalah untuk

memperoleh persetujuan dari eksekutif untuk melaksanakan training, maka

sekaranglah saatnya. Kita tentu tidak dapat mengharapkan pencapaian tujuan

apabila kita tidak memintanya. Di lain pihak, mungkin sangat beralasan untuk

tidak memperoleh persetujuan saat itu juga. Kuncinya jika ada kesempatan,

(40)

bR Management PresentationSTresentasi “di hadapan” Uanajemen V

Sebelum menyusun presentasi manajemen, terdapat sejumlah tujuan yang

perlu diperhatikan, antara lain: Menyampaikan informasiW mengumpulkan

gagasan, memperoleh responWmemperoleh kepemilikan manjemenWmemperoleh

komitmen bagi tindakan perusahaan pada masa depan.

Saran-saran, yang telah dipaparkan di bagian sebelumnya, yang berkaitan

dengan presentasi bagi eksekutif perusahaan, juga dapat diterapkan bagi

presentasi manajemen, misalnya: memanfaatkan waktu secara efektif dan efisian,

tidak menggunakan istilah khusus, dan memanfaatkan gambar-gambar saat

presentasi.

cR Employe MeetingSrapat prgawaiV

Merupakan kebijakan yang baik untuk melibatkan para manajer dalam

proses umpan balik (masukan) dengan membiarkan mereka memberikan hasil

penilaian kebutuhan bagi para anggotanya. Jadi, salah satu stategi presentasi

manajemen adalah untuk mengembangkan rencana bersama para manajer. Ketika

para manajer mengadakan rapat, mereka mungkin telah memiliki sejumlah

tujuan. Tujuan utama dari rapat ini adalah menginformasikan kepada para

pegawai mengenai hasil penilaian kebutuhan.

Hal ini akan membantu para peserta menerima program pelatihan di masa

akan datang, sesuai dengan hasil penemuan. Di samping itu, rapat ini juga dapat

dipakai sebagai kesempatan untuk mengumpulkan umpan balik/ masukan dari

para individu yang dinilai – sekali lagi agar pelatihan dapat diterima. Akhirnya,

(41)

pelatihan, tetapi memerlukan sejumlah tidakan pada individu yang telah dinilai.

Dalam hal ini, para manager mungkin perlu menciptakan perecanaan tindakan

untuk mengimplementasikan solusi.

XY Zajian tentang pemberdayaan masyarakat

Konsep pemberdayaan sebenarnya sangat terkait erat dengan konsep

pembangunan alternalif (alternative development) yang dikemukakan oleh John Friedman dalam Suparjan (2003 : 42). Pemberdayaan juga erat kaitannya dengan

konsep memandirikan, partisipasi dan jaringan kerja. Berkenaan dengan fokus

penelitian ini menyatukan persepsi maka diungkapkan pengertian pemberdayaan

secara umum, pengertian pemberdayaan perempuan, tahap dan proses

pemberdayaan masyarakat, dan pola pemberdayaan masyarakat.

aY [engertian [emberdayaan

Di Indonesia istilah pemberdayaan masyarakat sudah dikenal sejak tahun

1990-an, yaitu berasal dari kata dasar daya yang berarti tenaga, upaya kemampuan

melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, pemberdayaan berasal dari kata “empower” atau “berdaya” dan diartikan sebagai “berkontribusi waktu, tenaga, usaha melalui kegiatan – kegiatan

berkenaan dengan perlindungan hukum:, “memberikan seseorang atau sesuatu

kekuatan atau persetujuan melakukan sesuatu”.

Secara etimologis pemberdayaan juga berasal pada kata dasar “daya” yang

berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka

pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses

(42)

dari pihak yang memiliki daya atau kemampuan kepada pihak yang kurang atau

belum berdaya.

Pemberdayaan sering digunakan dalam berbagai bidang pembangunan,

tidak terkecuali dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial. Konsep

pemberdayaan berkaitan dengan dua istilah yang saling bertentangan, yaitu

konsep budaya dan tidak berdaya terutama bila dikaitkan dengan kemampuan

mengakses dan mengurangi potensi dan sumber kesejahteraan sosial (Sunit Agus

T, 2008:9).

Pemberdayaan menurut Suparjan (2003 : 43) pada hakekatnya mencakup

dua aspek yaitu to give or authority dan to give ability to or enable, dalam pengertian pertama, pemberdayaan memiliki makna memberi kekuasaan,

mengalihkan kekuatan dan mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan

dalam pengertian yang kedua, pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk

memberi kemampuan atau keberdayaan. Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya

merujuk pada penguatan daya (empowering). Pemberdayaan dalam artian luas menurut Sunit Agus T ( 2008 : 10 ) sebagai penguasan aset material, sumber

intelektual dan ideologi.

Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara

mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang

dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya (Ambar Teguh S, 2004:79).

Menurut Wunarni (1998) pada buku “Ambar Teguh S” (Ambar Teguh S,

2004:79) menyebutkan bahwa pemberdayaan pada intinya adalah pemberdayaan

(43)

pada masyarakat yang memiliki daya yang masih terbatas, dapat dikembangkan

hingga mencapai kemandirian.

Menurut Chambers yang dikutip oleh ginanjar (1996) pada buku “Suraji

dan Mujiyadi” (Suradi, Dkk ,2009:15) pemberdayaan dimaknai sebagai konsep

pembangunan yang bersifat “ people-centered, participatory, empowering, and sustainable”. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih

lanjut.

Pemberdayaan menurut Ife dalam Suharto (2005:182) adalah upaya

menyediakan sumber daya, peluang, pengetahuan dan ketrampilan bagi

masyarakat dalam meningkatkan kapasitas mereka untuk menentukan masa depan

mereka sendiri dan mengambil bagian dalam mempengaruhi kehidupan

masyarakat. Selanjutnya penjelasan yang lebih lanjut menurut Kissumi

Diyanayanti (2011:15) mengatakan bahwa pemberdayaan memiliki dua

kecenderungan, yaitu :

1. Kecenderumgan primer : kecenderungan yang menentukan pada proses

memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekeuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu semakin berdaya.

2. Kecenderungan sekunder : kecenderungan yang menekankan pada proses

menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan/keberdayaan guna menentukan apa yang menjadi pilihan hidup melalui proses dialog.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan

adalah suatu proses menjadikan seseorang atau kelompok masyarakat agar

mampu atau dapat memahami dan mengendalikan situasi ekonomi, sosial dan

(44)

seseorang atau masyarakat itu terlibat secara aktif dalam kegiatan yang bertujuan

memperbaiki atau meningkatkan taraf kehidupannya, sehingga ia mampu berdiri

sendiri dan tidak bergantung dengan orang lain serta mengatasi

permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.

b\ ]ahap dan proses pemberdayaan masyarakat

Tahapan yang harus dilalui dalam pemberdayaan, menurut Ambar Teguh

S (2004:83) yaitu meliputi :

1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, ketrampilan agar terbuka wawasan dan memberikan ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3. Tahap peningkatan ketrampilan intelektual, kecakapan-ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian

Tahap pertama atau tahap penyadaran dan pembentukan perilaku

merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan masyarakat, pada tahap

ini pihak pemberdaya atau pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan

prokondisi, supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan

yang efektif. Tahap penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran

masyarakat tentang kondisinya saat itu, dan dengan demikian akan dapat

merangsang kesadaran mereka tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk

menciptakan masa depan yang lebih baik.

Pada tahap kedua yaitu proses transformasi pengetahuan dan kecakapan

ketrampilan dapat berlangsung baik, penuh semangat dan berjalan efektif, jika

tahap pertama telah berjalan dengan baik. Masyarakat akan menjalani proses

(45)

dengan apa yang menjadi tujuan kebutuhan tersebut. Pada tahap kedua ini

masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah

yaitu sekedar menjadi obyek pembangunan saja, belum mampu menjasi subyek

dalam pembangunan.

Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau pengembangan

intelektualitas dan kecakapan ketrampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat

membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh

kemampuan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi

dan melakukan inovasi di dalam lingkungannya. Apabila masyarakat telah

mencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan

pembangunan.

Berhubungan dengan pendapat diatas, Aziz dalam Alfitri(2011:26)

menambahkan bahwa ada enam tahapan dalam pemberdayaan masyarakat

meliputi:

1. Membantu masyarakat dalam menemukan masalah yang dihadapinya,

2. Melakukan analisis terhadap permasalahannya tersebut secara mandiri

3. Menentukan skala prioritas masalah, dalam arti memilih dan memilah tiap

masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan

4. Mencari penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengan

pendekatan sosio kultural yang ada dalam masyarakat.

5. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang sedang

(46)

6. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai

sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.

Menurut Suhartini A halim (2005:411) model pengembangan masyarakat

perdesaan ialah tipologi pengembangan masyarakat perdesaan yang didasarkan

pada mata pencaharian penduduknya. Alasan Suhartini menggunakan model

tersebuat adalah:

1. Mata pencaharian adalah realita yang ada di perdesaan

2. Tidak asing bagi para penduduk dalam arti digeluti dan ditekuni dalam

kehidupan sehari- hari sehingga menjadi milik penduduk desa dan bersifat

indigenous

3. Pengembangannya dibutuhkan oleh masyarakat perdesaan sehingga geraknya

dimulai dari bawah, dan menumbuhkan industri rumahan di perdesaan

4. Bisa menumbuhkan koperasi yang tepat guna.

Dari serangkaian tahapan- tahapan pemberdayaan tersebut menurut Ambar

Teguh S (2004:84) dapat diamati pada tabel 1.1 dibawah ini .

Tabel 1.2.

Tahapan Pemberdayaan Knowledge, Attitudes, Practice dengan Pendekatan Aspek Afektif, Kognitif, Psikomotorik dan Konatif

Tahapan

(47)

membutuhkan

Tabel 1.2. memberikan gambaran secara jelas bagaimana peningkatan

afeksi, kognisi, psikomotorik dan konatif dalam suatu pembangunan masyarakat.

Masyarakat akan berproses secara bertahap, dalam waktu yang tidak singkat,

kadang – kadang dari suatu tahapan perubahan ke tahapan berikutnya butuh

pengorbanan waktu yang lama.

Dengan demikian dapat peneliti kemukakan bahwa proses pemberdayaan

masyarakat hendaknya memperhatikan tahap demi tahap. Apabila perubahan

dipaksakan justru akan menimbulkan bumerang bagi pemerintah, maupun

masyarakat itu sendiri.

c^ _rinsip`prinsip dan tujuan pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya merupakan upaya sistematis

dan berkelanjutan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan dalam hidupnya. Oleh karena itu, prinsip pemberdayaan yang tepat

dilaksanakan saat ini adalah pemberdayaan yang mendayagunakan potensi yang

di miliki oleh masyarakat.

Matews dalam buku Totok Mardikanto (2012:105) menyatakan bahwa

Prinsip adalah suatu pernyataan tentang kebijakan yang dijadikan pedoman dalam

pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Meskipun

prinsip biasanya diterapkan dalam dunia akademis, Leagans (1961) dalam buku

(48)

dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip

pemberdayaan.

Bertolak dari pemahaman tentang pemberdayaan masyarakat maka Totok

Mardikanto (2012:105) menyatakan bahwa pemberdayaan memiliki

prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Mengerjakan, artinya kegiatan pemberdayaan harus sebanyak mungkin

melibatkan masyarakat untuk mengerjakan atau menerapkan sesuatu. Karena

melalui mengerjakan mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan

menggunakan pikiran, perasaan, dan ketrampilannya) yang akan terus diingat

untuk jangka waktu yang lebih lama.

b. Akibat, artinya kegiatan pemberdayaan harus memberikan akibat atau

pengaruh yang baik atau bermanfaat karena perasaan senang/puas atau tidak

senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan

belajar atau pemberdayaan dimasa-masa yang akan datang.

c. Asosiasi, artinya setiap kegiatan pemberdayaan harus dikaitkan dengan

kegiatan lainnya, sebab setiap orang cenderung untuk mengaitkan/

menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan atau peristiwa yang lainnya.

Dahama dan Bhatnagar (1980) dalam Totok Mardikanto (2012)

mengungkapkan prinsip-prinsip pemberdayaan mencakup :

a. Minat dan kebutuhan artinya pemberdayaan akan efektif jika selalu mengacu

(49)

b. Organisasi masyarakat bawah artinya pemberdayaan akan efektif jika mampu

melibatkan/ menyentuh organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap

keluarga atau kekerabatan

c. Keragaman budaya artinya pemberdayaan harus memperlibatkan adanya

keragaman budaya. Perencanaan pemberdayaan harus selalu disesuaikan

dengan budaya lokal yang beragam.

d. Perubahan budaya artinya setiap kegiatan pemberdayaan akan mengakibatkan

perubahan budaya. Kegiatan pemberdayaan harus dilaksanakan dengan bijak

dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan

budaya.

e. Kerjasama dan partisipasi artinya pemberdayaan hanya akan efektif jika

mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama

dalam melaksanakan program-program pemberdayaan yang telah dirancang

f. Demokrasi dalam penerapan ilmu artinya dalam pemberdayaan harus selalu

memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menawar setiap ilmu

alternatif yang ingin diterapkan.

g. Belajar sambil bekerja artinya dalam kegiatan pemberdayaan harus

diupayakan agar masyarakat dapat belajar sambil bekerja atau belajar dari

pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan.

h. Penggunaan metoda yang sesuai artinya pemberdayaan harus dilakukan

dengan penerapan metode yang selalu disesuaikan dengan kondisi

(50)

i. Kepemimpinan artinya penyuluhan tidak melalukan kegiatan-kegiatan yang

hanya bertujuan untuk kepentingan atau kepuasan sendiri dan harus mampu

mengembangkan kepemimpinan.

j. Spesialis yang terlatih artinya penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah

memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan

fungsinya sebagai penyuluh.

k. Segenap keluarga artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai

satu kesatuan dari unit sosial

l. Kepuasan artinya pemberdayaan harus mampu mewujudkan tercapainya

kepuasan.

Dari pendapat diatas dapat peneliti kemukakan bahwa prinsip utama dalam

pemberdayaan adalah adanya kemauan dan kesadaran dari masyarakat untuk

mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.

ab cinjauan tentang potensi pemberdayaan dari olahan bambu db eengertian fambu

Bambu termasuk jenis tanaman rumput-rumputan dari suku Gramineae.

Menurut Anton Gerbono (2009:13) bambu merupakan tumbuhan menyerupai

pohon kayu dengan batang berbentuk buluh berongga, bambu memiliki

cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang menonjol serta membentuk rumpun yang

lebat dan kokoh.

Menurut Soedjono (1994:1) Bambu adalah tanaman berumpun yang

banyak tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi seperti pegunungan, yang

(51)

Indonesia pengertian bambu adalah tumbuhan yang tumbuh berumpun berakar

serabut yang batangnya bulat berongg, beruas-ruas, keras dan tinggi (antara 10-29

meter) dipakai sebagai bahan bangunan rumah dan perabotan rumah tangga.

Tanaman bambu dapat tumbuh subur di Indonesia dan daerah tropis

lainnya, dari dataran rendah sampai lereng pegunungan pada ketinggian 3.000 m

di atas permukaan laut. Menurut Anton Gerbono (2009:13) bambu dapat tumbuh

pada tanah andosol cokelat dengan regusol kelabu ataupun tanah andosol coklat

kekuningan, termasuk tanah ringan sampai berat, kering, becek serta tanah subur

ataupun kurang subur.

Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan bambu adalah curah hujan,

kelembaban suhu (temperatur) udara. Suhu yang cocok untuk tanaman bambu

berkisar antara 8-38 derajat C, curah hujan tahunan minimal 1.020 mm, dan

kelembapan udara minimal 80 persen.

Bambu termasuk tanaman serbaguna dan multifungsi. Rebung bambu

tertentu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan (sayuran) yang mengandung

gula, pati, rafida, dan asam sianida. Rebung bambu yang tumbuh besar dan

menjulang tinggi di atas permukaan tanah merupakan bambu muda yang sangat

ulet menurut Anton Gerbono (2009:15). Semakin tua umur tanaman bambu

semakin banyak kegunaan dan manfaatnya. Bambu yang sudah tua dapat diproses

menjadi bahan baku industri dan aneka kerajinan.

Dari penjelasan tentang bambu diatas dapat disimpulkan bahwa bambu

(52)

Indonesia. Bambu tumbuh secara mengerombol membentuk rumpun, tunas-tunas

mudanya keluar dari ranting dan membentuk tanaman baru.

gh ijnis dan sifatksifat gambu

Jenis bambu yang digunakan sebagai bahan baku industri berbeda-beda,

hal ini karena adanya pengaruh perbedaan iklim dan mutu bambu. Jenis bambu

dari yang kecil sampai yang besar untuk pertumbuhannya memerlukan tanah yang

subur. Menurut Soedjono (1994:2) ada 5 jenis bambu di Indonesia yaitu :

1. Bambu Hitam atau Wulung

Jenis bambu hitam banyak terdapat di Pulau Jawa. Bambu hitam ini dapat

mencapai ketinggian sampai 20 meter, dengan ukuran garis tengah 5-10

centimeter, dan panjang ruas 45-60 centimeter. Bambu hitam juga dapat

digunakan sebagai bahan baku kerajinan karena bagian luar atau kulitnya baik

untuk ukiran. Sifat bambu hitam yaitu apabila keadaan basah, maka kulitnya tidak

begitu keras tetapi setelah kering bambu ini sangat keras dan warnanya menjadi

hitam kecoklat-coklatan.

2. Bambu Tali atau Apus

Bambu tali umumnya ditanam oleh rakyat. Bambu tali mempunyai warna

hijau jika masih basah dan setelah kering berwarna keputih-putihan. Bambu tali

dapat mencapai ketinggian 10-20 meter, berukuran garis tengah tidak besar, dan

beruas tipis dengan panjang 40-70 centimeter. Kegunaan bambu tali sangat

banyak terutama untuk keperluan kerajinan dan alat-alat rumah tangga. Bambu

(53)

ialah jika keadaan masih basah warnanya hijau dan tidak keras. Kalau sudah

kering warna bambu tali menjadi putih kekuning-kuningan.

3. Bambu Betung

Jenis bambu ini mempunyai ukuran yang besar di Indonesia. Bambu

betung dapat mencapai panjang sampai 20 meter dengan ukuran garis tengah 20

centimeter, tebal 1-1,5 centimeter dan panjang ruas antara 40-60 centimeter.

Bambu betung ini berwarana hijau kekuning-kuningan pada masih muda, keadaan

pohonnya lebih besar dan tinggi bila dibandingkan dengan bambu-bambu yang

lain. Tetapi, penanaman bambu betung memang sukar sebab memerlukan tempat

yang sangat subur dan pemeliharaannya yang lebih sulit. Sifat bambu batung ini

adalah berumpan kurang rapat, pertumbuhannya lambat, memerlukan tanah subur

yang tidak berair dan beriklim tidak terlalu kering. Akan tetapi bambu ini baik

untuk bahan perumahan, untuk saluran air tempat pengangkut air, karena bambu

ini berukuran besar, keras dan ruasnya panjang-panjang.

4. Bambu Tutul

Disebut bambu tutul karena kulitnya terdapat tutul-tutul hitam, coklat tua

dan warna dasarnya kuning. Bambu tutul ini dapat mencapai panjang 12 meter,

berukuran garis tengah 10 centimeter, dan beruas tipis. Bambu tutul baik untuk

hiasan-hiasan pada ruangan dan perabot rumah tangga. Sifat bambu tutul keras,

mudah pecah dan bagian dindingnya terbatas.

5. Bambu Gading

Bambu Gading hampir sama dengan bambu tutul, tetapi sedikit

(54)

kulitnya lebih kuning mengkilat. Sifat bambu gading yaitu keras dan dindingnya

tipis.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bambu memiliki

sifat yang berbeda-beda yakni keras, berserat besar-besar, beruas panjang

maupun pendek dan dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia karena bisa

dimanfaatkan untuk bahan-bahan kerajinan.

lm nemilihan dan nengawetan bambu

Bambu sebagai bahan untuk pembuatan barang-barang kerajinan, maka

perlu adanya pemilihan bahan yang bagus dan teliti agar barang-barang kerajinan

yang diproduksi berkualitas dan terjamin mutunya.bambu yang digunakan sebagai

bahan baku kerajinan harus dipilih dan disesuaikan dengan bentuk, sifat,

konstruksi kerajinan yang akan dibuat atau dihasilkan. Beberapa persyaratan

bambu yang dipilih sebagai bahan kerajinan menurut Anton Gerbono dan Abbas

Siregar (2009:29) adalah sebagai berikut :

1. Jenis bambu

Jenis bambu yang akan digunakan dalam pembuatan kerajinan bambu

harus memenuhi beberapa persyaratan yang meliputi : memiliki ruas-ruas dengan

panjang minimal 40 cm, berserat padat, lentur, dan kuat.

2. Umur

Bambu yang dapat digunakan adalah bambu apus yang berumur sedang

(24 bulan). Bambu yang telah berumur 24 bulan dapat dilihat dari warna buluh,

(55)

pertumbuhan cabang. Bambu yang terlalu tua atau terlalu muda kurang baik

digunakan sebagai bahan kerajinan bambu.

3. Waktu tebang

Bambu yang digunakan sebagai bahan kerajinan sebaiknya merupakan

bambu yang ditebang pada musim kemarau (April-Juni atau April-September).

Bambu-bambu yang ditebang pada waktu yang tepat biasanya tidak diserang

bubuk (hama bambu) dan tidak mudah keropos. Adapun keadaan fisik yang

menandakan musim tebang bambu adalah munculnya daun pertama pada pucuk

anak bambu.

Bambu agar tahan lama dan tidak cepat diserang hama maka dibutuhkan

pengawetan. Proses pengawetan bambu berarti menghilangkan getah atau minyak

bambu. Guna dari pengawtan ialah untuk menambah daya lentur agar jika bambu

diirat tidak mudah patah. Ada beberapa cara pengawtan bambu menurut Soedjono

(1994:22) antara lain sebagai berikut:

1. Cara direndam

Cara ini sudah dilakukan di Indonesia sejak bertahun-tahun. Bambu yang

sudah dipotong masih dalam keadaan utuh direndam dalam air yang mengalir.

Batangnya diletakkan terbalik dan berlawanan arah dengan arus air. Biasanya

perendaman dilakukan disungai-sungai. Batang bambu diikat satu sama lainnya

supaya tidak hanyut terbawa arus.

Perendaman bambu memerlukan waktu selama satu minggu atau lebih.

Cara perendaman biasanya dilakukan di desa-desa dan didaerah-daerah dataran

(56)

dikolam-kolam tepi sungai. Tetapi, banyak juga bambu yang direndam di

pingir-pingir sawah. Makin lama proses perendaman makan makin baik hasilnya, yang

berarti pengawetan bambu itu semakin sempurna.

2. Diangin-anginkan

Proses pengawetan dengan anginkan berarti bambu

diangin-anginkan ditempat yang teduh, maka penghilangan minyak bambu dengan cara ini

sederhana dan tidak perlu lama. Proses pengawetan dengan diangin-anginkan

memerlukan waktu satu setengah bulan. Proses pengawetan dengan

diangin-anginkan adalah proses yang masih sangat sederhana. Caranya bambu diletakkan

bersandar di pohon-pohon yang teduh di belakang atau samping rumah.

3. Cara direbus

Pengawetan bambu dengan cara direbus biasanya sering dilakukan oleh

perusahan pengolahan dan kerajinan bambu. Teknik merebus bambu dapat

dikerjakan secara besar-besaran, misalnya membuat dapur perebus yang besarnya

disesuaikan dengan kebutuhan. Sedangkan bak atau dapur dapat menampung

sepuluh sampai lima belas batang bambu yang panjangnya lebih kurang 7 meter.

Panjang dapur dapat dibuat sampai 10 meter. Tabung perebus diisi air,

kemudian dipanasi sampai mendidih. Sesudah air mendidih, maka batang-batang

bambu dimasukkan kedalam tabung perebus. Setelah air di dalam tabung ini

mendidih lebih kurang 20 menit, maka pintu ditutup. Api dijaga agar terus

menyala waktu merebus. Waktu perebusan diperlukan 30 sampai 35 menit.

Apabila sudah cukup waktunya batang-batang bambu itu dikeluarkan dalam

(57)

4. Pengeringan

Proses pengeringan dilakukan dengan cara batang bambu dibersihkan

terlebih dahulu, kemudian bambu dijemur pada panas matahari yang suhunya

tidak lebih dari 33°C. Pengeringan bambu ini dilakukan selama 3-4 hari. Sebelum

bambu kering hendaknya diusahakan jangan sampai kena air hujan. Penjemuran

bambu biasanya dilakukan disamping rumah.

5. Penyimpanan

Proses penyimpanan bambu yang kering biasanya dilakukan ditempat

yang terlindungi. Bambu-bambu diletakkan membentang dengan jarak 45 sampai

50 cm diatas tanah. Hal ini untuk menjaga supaya jangan terkena penguapan dan

kelembapan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses

pengawetan perlu dilakukan agar getah dan minyak bambu hilang. Proses

pengawetan juga menjadikan bambu tahan lama dan tidak berjamur jika dibuat

bahan kerajinan.

op qengolahan rambu dan qeralatan

Pengolahan dan peralatan yang digunakan untuk membuat produk

(barang) kerajinan bambu sangat menentukan kualitas dan harga. Pembuatan

kerajinan bambu membutuhkan bahan dan peralatan yang sesuai dengan jenis dan

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis data dapat di simpulkan bahwa berdasarkan interview yang di lakukan dengan para pengrajin anyaman bambu di Desa Tulungagung Kecamatan Gadingrejo

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan dari kerajinan anyaman bambu selama satu tahun, untuk mengetahui besarnya kontribusi kerajinan anyaman bambu

Proses pemberdayaan masyarakat pengrajin kerajinan tradisional Dayak di Desa Sungai Bawang pada program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PHM berdasarkan pada hasil

Implementasi dari pendekatan 3R pada riset yang dilakukan oleh penulis dengan topik respon masyarakat lokal, yaitu pengrajin bambu dalam menghadapi pandemi COVID-19 adalah

Melihat berbagai kondisi yang dialami oleh pengrajin bambu di Desa Muntuk, maka muncul rumusan masalah pada penelitian ini, yakni faktor apa saja yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai faktor yang menyebabkan seni kerajinan anyaman bambu di Desa Tri Rukun Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

Penulis menemukan temuan penting mengenai strategi pemberdayaan Masyarakat Desa yang dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bungo melalui program Gerakan Dusun