IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN ANYAMAN BAMBU DI DESA WARANGAN, KEPIL,
WONOSOBO
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh : Septi Arumsari NIM. 11102244025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga
berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah (Kahlil Gibran)
Anda tidak bisa mengubah orang lain, Anda harus menjadi perubahan yang Anda
PERSEMBAHAN
Atas karunia Alloh SWT, karya ini dipersembahkan untuk :
1. Kedua orangtua tercinta, Bapak Suparyoto dan Ibu Sri Subekti yang tak pernah lekang mendo’akan keberhasilan penulis dalam menyusun karya ini.
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN ANYAMAN BAMBU DI DESA WARANGAN, KEPIL,
WONOSOBO Oleh SeptiArumsari NIM. 11102244025
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengrajin anyaman bambu di desa Warangan, dan (2) mendeskripsikan dan mengetahui faktor-faktor yang berpotensi menjadi pendukung dan penghambat terlaksananya program pemberdayaan masyarakat pengrajin anyaman bambu di desa Warangan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Subyek penelitian ini adalah perangkat desa Warangan sebagai penyelenggara program pemberdayaan masyarakat, pengrajin bambu sebagai sasaran program dan warga belajar pemberdayaan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan analisa data dan dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrument utama dalam melakukan penelitian yang dibantu oleh pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi terstruktur. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi, dan penarikan kesimpulan. Teknik trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Artinya informasi dibandingkan dan dicek balik dalam waktu dan alat yang berbeda. Sehingga keakuratan data diperoleh dari perbandingan sumber satu dengan sumber yang lainnya dan dibandingkan dengan isi suatu dokumen yang bersangkutan. Informasi diusahakan diperoleh dari narasumber yang benar-benar mengetahui permasalahan dalam penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) program pemberdayaan masyarakat yang dibutuhkan oleh pengrajin anyaman bambu di desa Warangan adalah program pemberdayaan berbasis budaya lokal yang sesuai dengan potensi yang pengrajin miliki yaitu dibidang kerajinan kemudian mereka menginginkan adanya keberlanjutan program tidak hanya program yang singkat sehingga mereka benar-benar bisa menguasai teknik-teknik yang dipakai dan bisa memandirikan mereka. (2) faktor-faktor yang berpotensi menjadi pendukung dan penghambat meliputi faktor pendukungnya ialah dukungan dari pihak lembaga masyarakat dan tutor; Faktor penghambat yaitu terletak pada sumber daya manusianya dan penyelenggara program pemberdayaan masyarakat Desa Warangan.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Kebutuhan Pemberdayaan Masyarakat Pengrajin Anyaman Bambu di Desa Warangan, Kepil, Wonosobo”.
penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, motivasi dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terimakasih kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan ijin kepada
penulis untuk menyusun skripsi.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kelancaran didalam penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Iis Prasetyo, M.M, selaku pembimbing skripsi yang telah berkenan mengarahkan dan membimbing penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.
7. Bapak, Ibu dan Kakak-kakakku atas do’a, perhatian, kasih sayang, dan segala
dukungannya.
8. Teman-teman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah angakatan 2011 Tika, Fika,
Ruli, Wuri, Dita yang memberikan bantuan dan motivasi untuk selalu berjuang dalam menyelesaikan skrispsi ini.
9. Teman- teman kontrakan Cibi dan keluarga 7D yang selalu memberikan
dukungan selama mengerjakan skripsi ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu, yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga seluruh dukungan yang diberikan dapat menjadi amal dan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama pemerhati Pendidikan Luar Sekolah dan pendidikan masyarakat serta para pembaca umumnya, Amin.
Yogyakarta, Desember 2015
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penelitian... 10
F. Manfaat Penelitian... 11
1. Kajian Tentang Identifikasi Kebutuahan... 13
a. Pengertian Identifikasi Kebutuhan ... 13
b. Proses Identifikasi Kebutuhan... 14
2. Kajian Tentang Pemberdayaan Masyarakat ... 25
a. Pengertian Pemberdayaan ... 25
b. Tahap Dan Proses Pemberdayaan Masyarakat... 28
c. Prinsip Dan Tujuan... 31
3. Potensi Pemberdayaan Dari Olahan Bambu ... 34
a. Pengertian Bambu ... 34
b. Jenis Dan Sifat Bambu ... 36
c. Pemilihan Dan Pengawetan Bambu ... 38
d. Pengolahan Dan Perawatan Bambu ... 41
e. Pengertian Kerajinan ... 44
f. Jenis Kerajinan Anyaman Bambu ... 46
g. Jenis Dan Teknik Menganyam ... 48
4. Penelitian Yang Relevan ... 52
5. Kerangka Pikir... 55
6. Pertanyaan Penelitian ... 56
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitaian ... 58
B. Subjek Penelitian ... 59
C. Setting dan Waktu Penelitian... 59
D. Metode Penelitian ... 60
F. Analis Data... 62
G. Teknik Keabsahan Data / Trianggulasi... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 65
1. Deskripsi Wilayah ... 65
2. Susunan Perangkat Desa ... 66
B. Hasil Penelitian ... 66
1. Program Pemberdayaan Masyarakat Yang Dibutuhkan Masyarakat Pengrajin Anyaman Bambu di Desa Warangan ... 67
a. Potensi Desa Warangan... 68
b. Program Pemberdayaan yang Sudah Pernah Dilaksanakan ... 71
c. Hasil Yang Diperoleh... 74
d. Masalah Yang Muncul ... 77
e. Solusi ... 79
f. Penyadaran dan Pembentukan Perilaku masyarakat ... 80
g. Proses Transformasi Pengetahuan dan Kecakapan Ketrampilan ... 81
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Terlaksananya Program Pemberdayaan Masyarakat... 82
a. Faktor Penghamabat ... 82
b. Faktor Pendukung ... 83
C. Pembahasan... 84
1. Program Pemberdayaan Masyarakat Yang Dibutuhkan Oleh Pengrajin Anyaman Bambu di Desa Warangan ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA... 97
DAFTAR TABEL
Hal
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Pedoman Dokumentasi ... 100
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 101
Lampiran 3. Catatan Lapangan ... 110
Lampiran 4. Analisa Data dan Trianggulasi ... 122
Lampiran 5. Profil Desa Warangan ... 141
Lampiran 6. Struktur Perangkat Desa Warangan... 144
Lampiran 7. Daftar Peserta Didik Program Pemberdayaan Masyarakat ... 145
atar elakang
Populasi penduduk miskin di Indonesia sampai saat ini masih sangat besar,
tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan
pendapatan perbulannya sebanyak Rp. 312, 328. Jumlah tersebut adalah setara
dengan USD $25 yang demikian berarti standar hidup yang sangat rendah, juga
untuk orang Indonesia. Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang
digunakan oleh Bank Dunia maka kita bisa melihat dari tabel 1.1:
abel
tatistik emiskinan dan etidaksetaraan di donesia umber ank unia dan adan usat tatistik
emiskinan elatif (% dari
populasi
17.8 16.6 15.4 14.2 13.3 12.5 11.7 11.5 11.0
emiskinan
Tabel 1.1. menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan.
Namun pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang
tidak ketat mengenai identifikasi garis kemiskinan, sehingga yang terjadi adalah
gambar atau tabel tidak sesuai dengan kenyataan yang ada saat ini. Jika kita
mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan
penghasilan kurang dari USD $25 perhari sebagai mereka yang hidup dibawah
garis kemiskinan, maka persentase dari tabel diatas menunjukkan bahwa penilaian
tidak akurat dan ditambahkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank
Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari
USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun
2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir
di bawah garis kemiskinan. Laporan dari media di Indonesia menyatakan bahwa
sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta jiwa) hidup sedikit
di atas garis kemiskinan (Bank Dunia dan BPS Indonesia: 2014)
Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan yang mendasar yang
terus dihadapi di sejumlah daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Provinsi Jawa
Tengah. Berdasarkan data resmi Badan Statistik Pusat (BPS) Jawa Tengah 2014,
jumlah presentase penduduk miskin di Jawa Tengah pada bulan september 2013
yang sebesar 4,811 juta orang (14,44 persen), sedangkan pada Maret 2014
mencapai 4,836 juta orang (14,46 persen), sehingga mengalami peningkatan dari
tahun 2013 sampai 2014 sekitar 25, 11 ribu orang (0,02 persen) (BPS Jateng:
2014)
Tingkat kemiskinan daerah perdesaan dari bulan september 2013 sampai
bulan maret 2014 yaitu dari 16, 05 persen menjadi 15, 96 persen pada periode
yang sama. Jumlah ini menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah presentase
Ditinjau dari segi sosial ekonomi, kondisi kesejahteraan masyarakat
semakin meningkat, terindikasi dengan menurunnya jumlah keluarga yang masuk
kategori pra sejahtera dan sejahtera I. Keluarga pra sejahtera di kabupaten
Wonosobo berjumlah (28,29 persen) dan (19,29 persen) masuk dalam keluarga
sejahtera I. Hal ini bisa disimpulkan bahwa sosial ekonomi masyarakat Kabupaten
Wonosobo secara umum masih rendah (BPS Kab. Wonosobo: 2014)
Desa Warangan merupakan salah satu desa di kabupaten Wonosobo
Provinsi Jawa Tengah. Desa yang jumlah penduduknya terdiri dari 561 Kepala
Keluarga dengan jumlah masyarakat miskin 261 kepala keluarga dan masyarakat
menengah keatas 300 kepala keluarga. Penduduk desa Warangan bermata
pencaharian sebagai petani dengan jumlah 231 orang, buruh 161orang, PNS 6
orang, swasta 169 orang dan pengrajin 153 orang.
Desa yang berada di kaki gunung Sumbing ini merupakan desa yang
mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan pengrajin.
Kehidupan warga desa Warangan bisa dikatakan sebagai desa yang berada
dibawah garis kemiskinan. Tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan
ciri-ciri umum kehidupan keluarga miskin. Gambaran umum kondisi kemiskinan
dalam kehidupan masyarakat antara lain dapat dilihat dari fakta- fakta yang ada
seperti penghasilan yang rendah, kondisi perumahan yang tidak layak huni, pola
konsumsi atau gizi buruk, tingkat pendidikan anak, serta
keterbatasan-keterbatasan kebutuhan dasar lainnya. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai
suatu kondisi yang serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia
kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan memperoleh kebutuhan sosial (Sri
Kuntari, 2008:6)
Negara dan pemerintah memberikan respon yang tinggi terhadap
permasalahan kemiskinan tersebut, dan menempatkan program pemberdayaan
masyarakat sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan mengurangi
pengangguran. Menurut Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto dalam buku
Pemberdayaan masyarakat dalam perspektif kebijakan publik menyatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama
mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan dan kelompok yang
terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraan secara
mandiri (Mardikanto, Dkk, 2012:61). Menurut Tim Deliveri (2004) pada buku
“Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto “ (Mardikanto, Dkk, 2012:76)
“Pemberdayaan sebagai suatu proses yang bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin”.
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses pembangunan masyarakat
berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan
kondisi diri sendiri. Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah juga termasuk
dalam upaya dalam pembagunan desa. Menurut Soetomo dalam buku
Strategi-strategi pembangunan masyarakat, pembangunan desa adalah suatu Strategi-strategi
pembangunan yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari strategi
pembangunan desa (Soetomo, 2006: 159)
Pemberdayaan yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah desa
Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan) yaitu pelatihan tata boga dan pelatihan
menjahit. Pelatihan tata boga yang diikuti oleh 4 dusun di desa Warangan dan
berjumlah 20 peserta pelatihan. Pelatihan dilaksanakan tiga hari dalam satu
minggu yaitu hari selasa, rabu dan jum’at. Tutor dalam pelatihan tata boga
didatangkan dari Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Wonosobo. Pelatihan tata
boga dikatakan tidak berhasil karena dari 20 peserta pelatihan tidak ada yang
meneruskan berwirausaha atau bekerja dibidang tata boga. Para peserta pelatihan
tidak melanjutkan berwirausaha dalam bidang tata boga karena peralatan dalam
tata boga ini relatif mahal dan tidak terjangkau bagi para peserta, karena mayoritas
peserta pelatihan tata boga ini bekerja sebagai buruh, petani dan pengrajin.
Pelatihan tata boga ini juga tidak ada tindak lanjut dari pemerintah desa.
Pelatihan yang juga pernah dilaksanakan oleh desa Warangan yaitu
pelatihan menjahit. Pelatihan menjahit diikuti oleh empat dusun yang ada didesa
Warangan yang berjumlah 25 peserta pelatihan. Mesin jahit yang disediakan
dalam pelatihan menjahit ini hanya 4 mesin jahit. Jika dibandingkan jumlah mesin
jahit dan jumlah peserta pelatihan tidak sebanding. Pelatihan menjahit ini
dilaksanakan satu minggu sekali yaitu pada hari minggu dan didampingi oleh
tutor yang berpengalaman dalam bidang menjahit. Pelatihan menjahit di desa
Warangan dikatakan berhasil karena dari 25 peserta pelatihan 15 diantaranya
bekerja dibidang jahit. Kebanyakan dari peserta pelatihan menjahit bekerja
sebagai jasa pembuatan dompet perhiasan. Pelatihan menjahit ini juga dikatakan
tidak berhasil karena dengan jumlah peserta yang banyak hanya disediakan 4
perlunya identifikasi kebutuhan terkait kegiatan yang dilaksanakan, dimana
menurut Dick Leatherman pada buku The Training Trilogy Third Edition (2007:
3) bahwa:
“Needs assessments are processes used to identify specific problems within an organization by using appropriate methods of gathering information (such as surveys, interviews, observations, etc.), analyzing the data to determine the causes of the problems, and then determining appropriate solutions. Solutions may be interventions such as (but not limited to): training; team building; conflict management; recruiting, selection, or placement issues; succession planning; benchmarking; salaries and benefits; individual coaching or counseling; performance management; or process engineering “.
Identifikasi kebutuhan bisa diproses untuk mengidentifikasi masalah–
masalah yang khusus didalam sebuah organisasi dengan menggunakan metode
yang tepat untuk mengumpulkan informasi. Informasi bisa diperoleh dengan
menggunakan metode survei, wawancara dan observasi. Kemudian menganalisa
data yang sudah dikumpulkan untuk menentukan penyebab dari masalah dan
kemudian menciptakan atau memilih solusi yang tepat. Solusinya bisa seperti:
pelatihan, kerja kelompok, pengaturan permasalahan, memilih orang, penempatan,
perencanaan diawal, gaji, keuntungan-keuntungan, konsultasi dan pengaturan
kinerja.
Program-program pemberdayaan yang sudah dilaksanakan oleh
pemerintah belum sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat di desa
Warangan. Pemberdayaan tata boga dirasa kurang sesuai karena potensi yang
dimiliki oleh masyarakat desa Warangan bukan dibidang tata boga melainkan
dibidang pertanian dan kerajinan. pemberdayaan menjahit juga dirasa kurang
Warangan. Pemberdayaan yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah yaitu
pemberdayaan yang sesuai dengan keahlian masyarakat desa Warangan, dengan
pemberdayaan dibidang pertanian atau kerajinan. Terjadinya program yang
kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat ini, mungkin terjadi karena
kurangnya identifikasi kebutuhan pada masyarakat sasaran.
Desa Warangan merupakan desa yang dikenal menjadi desa penghasil
kerajinan anyaman bambu. Anyaman bambu merupakan kerajinan tradisional
yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan tidak terkecuali yaitu Desa
Warangan. Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakat Desa Warangan
menggantungkan hidupnya pada sektor kerajinan anyaman bambu dan ditunjang
dengan bahan baku yang sangat berlimpah. Menganyam bambu untuk dibuat
berbagai bentuk merupakan hal yang sangat berkembang pada zaman dahulu.
Banyaknya pohon bambu yang dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan berbagai macam bentuk tersebut, perkembangan anyaman bambu
hampir menjangkiti seluruh dusun yang ada di Desa Warangan. Anyaman bambu
seringkali dibuat oleh hampir setiap orang di setiap dusun. Pada awalnya hasil
kerajinan anyaman bambu hanya diproduksi untuk digunakan dalam kehidupan
sehari – hari, namun sekarang anyaman bambu sudah diproduksi untuk dijual
keliling desa sekitar dan ke pasar tradisional yang berada di dekat Desa
Warangan. Sekarang kerajinan bambu lebih banyak di jual ke pengepul dan
pengepul dijual lagi ke kota besar.
Kerajinan bambu yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Warangan adalah
dihasilkan yaitu berupa ceting/bakul, tampah, besek. Pada zaman sekarang
anyaman bambu ada yang masih digunakan untuk kepentingan sehari- hari,
namun ada juga yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat. Masyarakat sekarang
menganggap kerajinan anyaman bambu ini adalah produk yang kuno yang sudah
tergantikan. Karena minat masyarakat yang cenderung lebih memilih
barang-barang yang praktis untuk digunakan, maka barang-barang yang terbuat dari anyaman
bambu seperti cetik, besek, tampah kini sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian
besar masyarakat. Hal ini yang menyebabkan kerajinan anyaman bambu di Desa
Warangan tidak berkembang dan menghambat perekonomian masyarakat karena
hasil kerajinan yang kurang begitu menunjang untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari.
Kerajinan bambu ini dijual dengan harga yang relatif murah dan
kurangnya minat masyarakat sekarang untuk membeli produk – produk dari
bambu ini menurunkan penghasilan sehari – hari para pengrajin anyaman bambu.
Kerajinan bambu yang berupa ceting hanya dijual Rp. 5.000 dan tampah hanya
dijual Rp. 7.000, bambu juga tidak diolah sendiri oleh pengrajin tetapi untuk
menyiangi bambu para pengrajin membayar orang dengan bayaran Rp. 25.000 per
hari. Keuntungan bersih yang didapat dalam satu jenis kerajinan hanya Rp. 1.000.
kerajinan bambu yang dari dahulu hingga sekarang hanya dibuat sebagai tampah
dan ceting dengan keuntungan yang sedikit dan kurangnya wawasan pengrajin
tentang berbagai macam kerajinan dari bambu menyebabkan mereka tidak
Pohon bambu yang semakin menipis juga menjadi permasalahan bagi
warga desa Warangan, hal ini terjadi karena pohon bambu yang terus menerus
ditebang dan pertumbuhan bambu yang sangat lama. Bambu yang harus dibeli
seharga Rp. 10.000 perbatang, sedangkan satu batang bambu bisa menjadi 7- 9
kerajinan anyaman bambu. Hasil dari penjualan kerajinan ini tidak hanya
semata-mata untuk memenuhi kehidupan sehari- hari tetapi juga di sisihkan untuk
membeli bambu. Maka dari itu pemberdayaan yang dibutuhkan oleh masyarakat
desa Warangan yaitu ketrampilan yang bisa menambah penghasilan mereka dan
membangkitkan kembali kerajinan bambu di desa Warangan.
! "entifikasi#asalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka dapat di identifikasikan
beberapa masalah yang muncul dalam penelitian ini, yaitu :
1. Masih tingginya tingkat kemiskinan di desa Warangan.
2. Pemberdayaan yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah belum begitu sesuai
dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh desa Warangan.
3. Kurang tepatnya program pemberdayaan masyarakat di Desa Warangan.
4. Belum berkembangnya kerajinan bambu karena kurang kreatif dan inovatif
karena selama ini kerajinan yang diproduksi masih monoton.
5. Belum ada pemberdayaan masyarakat terkait produktivitas kerajinan bambu.
6. Belum ada kesadaran masyarakat akan tebang pilih dan reboisasi sumber
$% &embatasan 'asalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, permasalahan
dalam penelitian ini maka hanya akan dibatasi pada “kurang tepatnya kebutuhan
program pemberdayaan masyarakat di Desa Warangan “ sehingga dibutuhkannya
pemberdayaan yang sesuai dengan ketrampilan masyarakat dan bisa menambah
pendapatan yang bisa dijadikan sebagai penambah hidup sehari-hari dan bisa
meningkatkan perekonomian pengrajin anyaman bambu. Penelitian ini berjudul “
identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat pengrajin anyaman bambu di
Desa Warangan “.
(% )umusan 'asalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, dirumuskan
permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah
1. Identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat seperti apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat pengrajin anyaman bambu di Desa Warangan?
2. Faktor- faktor apa saja yang berpotensi menjadi pendukung dan penghambat
terlaksananya program pemberdayaan masyarakat pengrajin anyaman bambu
di Desa Warangan ?
*% +ujuan &enelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengrajin anyaman bambu di Desa
2. Mendeskripsikan dan mengetahui faktor- faktor yang berpotensi menjadi
pendukung dan penghambat terlaksananya program pemberdayaan
masyarakat pengrajin anyaman bambu di Desa Warangan.
,- .anfaat /enelitian
Manfaat hasil penelitian identifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat
pengrajin anyaman bambu di desa Warangan, Kepil, Wonosobo adalah :
1. Manfaat Teoritis
a) Pengembangan keilmuan pendidikan, khususnya pendidikan luar sekolah
maupun bagi para peneliti.
b) Memperkaya kajian tentang; (1) identifikasi kebutuhan pemberdayaan
masyarakat, (2) pembinaan program pendidikan luar sekolah, (3)
perencanaan program pada umumnya. Hasil penelitian ini diharapkan juga
dapat menjadi pendorong atau bahan kajian penelitian-penelitian
berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Pemerintah Desa
1) Mempermudah pemerintah desa Warangan dalam mengembangkan
pelatihan dibidang kerajinan bambu
2) Dapat lebih memasyarakatkan pemanfaatatan potensi lokal dalam
dunia kerajinan untuk meningkatkan kualitas masyarakat.
3) Dapat memberikan contoh dalam mengidentifikasi kebutuhan
pemberdayaan bagi masyarakat desa Warangan.
1) Memperkaya penelitian di bidang Pendidikan Luar Sekolah
2) Sebagai acuan dan masukan untuk membuat suatu program
pemberdayaan masyarakat mulai dari mengidentifikasi
kebutuhannya serta merencanakan suatu program pembelajaran luar
01022
31 421 56789131
1 : 3ajian 6ustaka
;: 3ajian tentang identifikasi kebutuhan
a. Pengertian identifikasi kebutuhan
Identifikasi kebutuhan sebenarnya adalah kegiatan mencari, menemukan,
mengumpulkan data sasaran dan aspek lain yang terkait dengan program yang
akan dilaksanakan. Menurut Dick Learterman (2007:3) identifikasi kebutuhan
adalah
“Needs assessments are processes used to identify specific problems within an organization by using appropriate methods of gathering information (such as surveys, interviews, observations, etc.), analyzing the data to determine the causes of the problems, and then determining appropriate solutions. Solutions may be interventions such as (but not limited to): training; team building; conflict management; recruiting, selection, or placement issues; succession planning; benchmarking; salaries and benefits; individual coaching or counseling; performance management; or process engineering”.
Menurut pendapat Dick Learerment diatas identifikasi kebutuhan secara
umum bisa diproses untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang khusus atau
detail di dalam sebuah organisasi dengan menggunakan metode yang tepat untuk
mengumpulkan informasi. Informasi dapat dikumpulkan dengan cara survei,
wawancara dan observasi. Kemudian menganalisa data yang sudah dikumpulkan
untuk menentukan penyebab dari masalah dan kemudian menciptakan atau
memilih solusi yang tepat. Solusi yang tepat bisa seperti ( Pelatihan, team work, pengaturan permasalahan, memilih orang, perencanaan diwal, pengaturan kinerja,
Identifikasi kebutuhan dimaknai sebagai suatu kegiatan mengumpulkan,
mengidentifikasi, menelaah, dan menyimpulkan informasi- informasi yang
menggambarkan suatu kesenjangan antara apa yang harusnya dicapai dengan
suatu yang dimiliki (Entoh Tohani,2011:389).
Definisi yang lebih sempit dikemukakan oleh Dick Learterman (2007:3)
identifikasi kebutuhan adalah
“A training needs assessment identifies specifik problems within an organization by using appropriate methods of gathering information (such as surveys, interviews, observations, etc), determines which of the problems requires a training solution, and then uses the information to design training interventions that solve the original problem”.
Fokus pada definisi yang lebih sempit dari identifikasi kebutuhan yaitu
sebuah pelatihan membutuhkan penafsiran yang mengidentifikasi masalah yang
spesifik didalam sebuah organisasi menggunakan metode yang tepat dengan
gabungan informasi seperti (survei, interview, observasi) menentukan yang mana masalah-masalah yang menjadi pemecahan sebuah pelatihan tersebut untuk
merancang intervensi pelatihan yang menyelesaikan masalah sebenarnya.
Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa identifikasi kebutuhan
adalah suatu kegiatan mencari, mengumpulkan data atau informasi yang
dibutuhkan dan masalah-masalah yang khusus atau detail untuk memudahkan
dalam merancang program yang akan dilaksanakan dengan cara atau metode yang
tepat.
b. Proses identifikasi kebutuhan
Menurut Dick Leartherman (2007:2) proses yang harus dilalui dalam
Gambar 1. Bagan Proses Identifikasi Kebutuhan
Bagan diatas menjelaskan bahwa yang harus dilalui dalam proses
mengidentifikasi yaitu dengan cara mencari sampel, mengumpulkan informasi,
analisa data, penyediaan umpan balik. Dari langkah pertama itu lalu akan
dievaluasi dan mendapatkan program yang cocok untuk masalah tersebut dari
evaluasi dan pengembangan program ada tibal balik diantara keduanya dan akan
mendapatkan solusi dari apa yang sudah dievaluasi. Perubahan eksternal beserta
respon pelatihan yang perlu dilakukan menurut Dick Leartherman ada empat
yaitu:
Organizatioanal
Need Assessment
1. Sampling Procedures 2. Collecting Information 3. Analiyzing Data 4. Providing Feedback
Evaluation Program
Development
Program / Course
A. <rosedur sample(Sampling procedur) Ada dua prosedur yang harus dilakukan yaitu:
1. Statistik dasar
Statistik dasar merupakan sarana agar dapat mempelajari kebutuhan
perusahaan. Langkah-langkah yang digunakan dalam analisis statistik sebagai
berikut:
a. Populasi: Seluruh individu yang akan dilatih, contohnya: seluruh pimpinan
tim, seluruh manager, pimpinan di bagian X, atau seluruh pimpinan yang
pengalaman kepemimpinannya kurang dari 6 bulan.
b. Sampel: Bagian muwakil (representatif) dari total kelompok yang mungkin
memiliki kebutuhan training, contoh: 44 supervisor yang akan dinilai dari
populasi total 100 pimpinan.
c. Sampel acak: Pemilihan individu secara acak untuk memperoleh sampel
survei
d. Sampel acak terstruktur: Pemilihan sejumlah individu dari berbagai kelompok
melalui jumlah yang telah ditentukan secara matematis untuk memperoleh
kelompok sampel
2. Ukuran sampel
Dalam mencari sampel untuk dijadikan acuan dalam mendapatkan
informasi itu akan sulit, hal ini karena jumlah individu yang disurvei atau
diwawancarai (sampel) dari total kelompok yang ditraining (populasi)
a. Berapa banyak varian (atau diferensiasi antar individu) dalam populasi target
yang akan disurvei? Misalnya, Dodi (pria, umur 26, lulus SMA, asal Satriyan,
Warangan, dan seorang pengepul kerajinan bambu) mungkin memiliki
kebutuhan yang sangat berbeda dengan Suharti (wanita, umur 46, lulusan SD,
asal Kleseman, Warangan, dan saai ini merupakan pengrajin). Oleh karena
itu, secara umum, semakin besar varian pada populasi target, semakin besar
pula sampel yang harus diambil.
b. Berapa derajat ketepatan yang diperlukan? Misalnya, peneliti mungkin ingin
meningkatkan ukuran sampel jika peneliti tidak hanya bermaksud unuk
melaksanakan penilaian kebutuhan tetapi juga mengukur hasil training
dengan membandingkan perolehan pengetahuan atau kemampuan dengan
penilaian kebutuhan yang sebelumnya.
c. Metode apa yang dipakai untuk melakukan penilaian kebutuhan? Jika peneliti
perlu melakukan wawancara personal selama dua jam dengan individu dalam
sampel, peneliti mungkin akan mewawancarai beberapa persen populasi
daripada hanya mengirimkan angket singkat.
d. Berapa lama waktu yang dimiliki? Semakin besar jumlah sampel, semakin
banyak waktu untuk melakukan survei atau wawancara.
e. Berapa jumlah uang yang mau dihabiskan oleh perusahaan? Semakin banyak
orang yang terlibat dalam pengambilan angket atau wawancara, semakin
mahal biaya yang ditanggung perusahaan.
f. Berapa besar ukuran target populasi yang akan disurvei? Peneliti perlu
informan (405 Masyarakat, 15 Perangkat desa, 109 Pengrajin). Semakin besar
kelompok, semakin besar sampel yang dibutuhkan – tetapi semakin kecil
persentase populasinya.
=> ?engumpulan @ Aformasi (Collecting informatio)
Terdapat empat cara dalam mengumpulkan informasi yaitu sebagai
berikut:
B> Cetode
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
informasi akurat mengenai kebutuhan pelatihan disuatu perusahaan.
Metode-metode ini dapat digolongkan dalam dua kategori: internal dan eksternal.
Internal. Metode ini cenderung berupa teknik yang digunaan dengan individu dalam perusahaan atau catatan tertulis mengenai individu tersebut.
Metode internal meliputi:
1. Observasi
2. Wawancara dengan pertanyaan terstruktur
3. Instrumen
a. Instrumen persepsi (berupa survei dan angket yang mencatat seberapa jauh
individu memandang dirinya, individu lain, atau perusahaan)
b. Instrumen berbasis pengetahuan (berupa tes yang mengukur pengetahuan
individu akan suatu bidang tertentu)
4. Catatan dan laporan manajemen
5. Analisis masalah kelompok
7. Settingtujuan
8. Sesi bimbingan karier
Metode eksternal umumnya berkaitan dengan informasi yang berasal dari
luar perusahaan. Misalnya, kita mungkin membaca suatu artikel di ASTD Journal
mengenai kemampuan yang dibutuhkan untuk menyampaikan berita buruk kepada
kolega. Jika dalam perusahaan sedang terjadi proses pengurangan karyawan,
alihdaya, atau pemindahan fungsi perusahaan ke negara lain, kita mungkin
melihat suatu kebutuhan logis akan training kepemimpinan untu menyampaikan
berita buruk. Metode eksternal meliputi strategi-strategi di bawah ini:
1. Konsultan luar perusahaan atau ahli di bidang tertentu.
2. Media cetak (buku, artikel, dan internet)
3. Catatan dan laporan dari perusahaan lain yang sejenis, atau perusahaan yang
ikut terlibat dalam sejumlah kegiatan perusahaan (contoh: asosiasi
perusahaan)
Metode penilaian kebutuhan yang di pilih bergantung pada kriteria yang
ditentukan. Contohnya dapat mempertimbangkan:
1. Informasi spesifik yang dicari
2. Cara terbaik mengumpulkan informasi yang diperlukan
3. Jumlah waktu dan uang yang diperlukan dan dimiliki
4. Pihak yang terlibat
5. Hal yang akan dilakukan pada informasi yang diperoleh
6. Seberapa jauh kebutuhantraining
8. Tingkat kepercayaan
9. Kenyamanan penilai dengan metode penilaian kebutuhan.
DE Ferahasiaan
Menjaga kepercayaan dalam riset yang subjeknya manusia adalah hal yang
sangat penting. Etika perilaku, perusahaan, dan hukum mewajibkannya! ! The “Code of Federal Regulations,” Title 45, “Public Welfare,” Part 46, “Protection
of Human Subjects” mengisyaratkan bahwa informasi yang diperoleh dari
individu harus dijaga kerahasiannya. Aturan ini menyatakan bahwa kita dilarang
menyingkap pernyataan individu di luar penelitian yang beresiko pada tindakan
kriminal atau sipil, atau yang merusak keuangan, kepegawaian, atau nama
baiknya.
Pernyataan di atas berarti bahwa dilarang menyangkutkan nama individu
yang di wawancarai dengan informasi spesifik yang diterima dari individu
tersebut. Dilarang memberikan informasi kapada manajemen atau orang lain yang
dapat menyebabkan mereka mengetahui individu yang memberikan informasi.
Pelanggaran aturan ini dapat berakibat serius.
G EHnalisis Iata (Analiyzing dataJ
Menganalisa data biasanya menggunakan metode statistik. Statistik yang
digunakan yaitu statistik dasar dan prosedur statistik dasar yaitu sebagai berikut :
a. Statistika: suatu langkah matematis untuk menghasilkan informasi bermakna
b. Statistika Deskriptif: Angka yang merangkum dan mendeskripsikan data.
Angka-angka ini disebut: mean, median, moduse, persentil, dan standar
deviasi.
c. Mean (rerata): nilai rata-rata dari sejumlah urutan angka.
d. Median (nilai tengah): nilai tengah dari sejumlah urutan angka.
e. Modus: angka yang paling sering muncul dalam urutan angka.
f. Distribusi: skor tes analisis kebutuhan, beserta frekuensi (kemunculan angka
khusus) setiap skor.
g. Kurva bentuk lonceng: suatu kurva yang dihasilkan dari distribusi skor yang
disebut ‘distribusi normal’.
h. Persentil: angka persentil dinyatakan sebagai persentase dan merupakan
peringkat.
Standar Deviasi (SD): Standar deviasi merupakan angka yang
menginformasikan rentangan skor kelompok. Jika skornya rapat, angka SDnya
kecil. Sebaliknya, jika skornya menyebar, angka standar deviasinya besar. Jika
kita mengerjakan suatu tes dan mengetahui mean dan standar deviasi, kita dapat
membandingkan skor kita dengan skor orang lain yang mengerjakan tes yang
sama, dua faktor itu menginformasikan hasil tes yang telah kita kerjakan.
K LProviding feed backMpemberian umpan balikN
Menurut Ron Zemke dan Thomas Kramlinger dalam Dick Leartheman
menyatakan bahwa
management acceptance evoked was easily predicted. On the other hand, I have seen the old “laundry list” assessment results presented so well that acceptance was certain.
Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas hasil presentasi lebih
penting dibanding kualitas penelitian yang menghasilkan hasil. Pada proses
perencanaan pelaksanaan rapat umpan balik mengenai hasil penilaian kebutuhan,
kita perlu mempertimbangkan tujuan utama. Namun, sebelum menentukannya
kita perlu mempertimbangkan kepada siapa presentasi akan disampaikan.
Umumnya terdapat tiga kelompok yang perlu dipertimbangkan dan
masing-masing memerlukan tujuan yang berbeda, antara lain: manajemen eksekutif,
manajemen (pimpinan para peserta pelatihan), dan individu yang akan dilatih.
Gambaran singkat dari temuan-temuan kepada para manajer sebelum merancang
program pelatihan :
aO Executive PresentationsPpresentasi eksekutifQ
Yang umum terjadi adalah para trainer adalah orang yang senang sekali
berbicara. Hal ini seharusnya menjadi aset profesi yang berkaitan dengan
komunikasi. Namun, bahaya yang timbul adalah kita terlalu banyak bicara karena
terlalu banyak hal yang bicarakan. Andaikan melakukan analisis kebutuhan yang
muluk-muluk dan membuang banyak waktu dengan komputer dan program
statistik untuk mencari jawaban yang baik atas pertanyaan yang diajukan peserta.
Namun, dalam presentasi selama satu jam, kita telah menggunakan 45 menit
secara tidak efisien. Ketika menyadarinya, kita mempercepat presentasi agar
dapat menyajikan keseluruhan materi sebelum waktunya habis. Dampaknya
adalah presentasi kita menjadi berantakan. Saat merancang presentasi, kita dapat
1. Ringkaslah Hasil Temuan Utama. Ketika meringkas kita secara tak langsung
ikut menyusun keterangan singkat mengenai prosedur pelaksanaan penilaian
kebutuhan, dan lalu kita menyajikannya tanpa perlu banyak mengedit. Kita
dapat melaporkan apa yang telah kita lakukan, apa yang kita lakukan secara
singkat, dan apa yang ita telah temukan, sajikan kesimpulan pendahuluan.
2. Buatlah rekomendasi. Di sini adalah tempat kita melakukan proses editing. Apabila datanya menghasilkan kesimpulan yang jelas, kita harus membuat
rekomendasi sebagai seorang pakar HRD.
3. Deskripsikan Ekspektasi Pekerja. Pada langkah keempat, kita harus
benar-benar berkomunikasi kepada eksekutif perihal efek proses penilaian
kebutuhan sesuai dengan yang diharapkan. Hal yang jelas terjadi adalah
bahwa pelaksanaan penilaian kebutuhan pada suatu kelompok akan
meningkatkan ekspektasi kelompok akan sesuatu yang baru. Namun, jika
tidak ada hal terjadi, pelaksaan penilaian kebutuhan ini dapat menimbulkan
masalah yang lebih buruk dibanding sebelum pelaksanakan kegiatan.
4. Mintalah Persetujuan jika Diperlukan. Jika tujuan kita adalah untuk
memperoleh persetujuan dari eksekutif untuk melaksanakan training, maka
sekaranglah saatnya. Kita tentu tidak dapat mengharapkan pencapaian tujuan
apabila kita tidak memintanya. Di lain pihak, mungkin sangat beralasan untuk
tidak memperoleh persetujuan saat itu juga. Kuncinya jika ada kesempatan,
bR Management PresentationSTresentasi “di hadapan” Uanajemen V
Sebelum menyusun presentasi manajemen, terdapat sejumlah tujuan yang
perlu diperhatikan, antara lain: Menyampaikan informasiW mengumpulkan
gagasan, memperoleh responWmemperoleh kepemilikan manjemenWmemperoleh
komitmen bagi tindakan perusahaan pada masa depan.
Saran-saran, yang telah dipaparkan di bagian sebelumnya, yang berkaitan
dengan presentasi bagi eksekutif perusahaan, juga dapat diterapkan bagi
presentasi manajemen, misalnya: memanfaatkan waktu secara efektif dan efisian,
tidak menggunakan istilah khusus, dan memanfaatkan gambar-gambar saat
presentasi.
cR Employe MeetingSrapat prgawaiV
Merupakan kebijakan yang baik untuk melibatkan para manajer dalam
proses umpan balik (masukan) dengan membiarkan mereka memberikan hasil
penilaian kebutuhan bagi para anggotanya. Jadi, salah satu stategi presentasi
manajemen adalah untuk mengembangkan rencana bersama para manajer. Ketika
para manajer mengadakan rapat, mereka mungkin telah memiliki sejumlah
tujuan. Tujuan utama dari rapat ini adalah menginformasikan kepada para
pegawai mengenai hasil penilaian kebutuhan.
Hal ini akan membantu para peserta menerima program pelatihan di masa
akan datang, sesuai dengan hasil penemuan. Di samping itu, rapat ini juga dapat
dipakai sebagai kesempatan untuk mengumpulkan umpan balik/ masukan dari
para individu yang dinilai – sekali lagi agar pelatihan dapat diterima. Akhirnya,
pelatihan, tetapi memerlukan sejumlah tidakan pada individu yang telah dinilai.
Dalam hal ini, para manager mungkin perlu menciptakan perecanaan tindakan
untuk mengimplementasikan solusi.
XY Zajian tentang pemberdayaan masyarakat
Konsep pemberdayaan sebenarnya sangat terkait erat dengan konsep
pembangunan alternalif (alternative development) yang dikemukakan oleh John Friedman dalam Suparjan (2003 : 42). Pemberdayaan juga erat kaitannya dengan
konsep memandirikan, partisipasi dan jaringan kerja. Berkenaan dengan fokus
penelitian ini menyatukan persepsi maka diungkapkan pengertian pemberdayaan
secara umum, pengertian pemberdayaan perempuan, tahap dan proses
pemberdayaan masyarakat, dan pola pemberdayaan masyarakat.
aY [engertian [emberdayaan
Di Indonesia istilah pemberdayaan masyarakat sudah dikenal sejak tahun
1990-an, yaitu berasal dari kata dasar daya yang berarti tenaga, upaya kemampuan
melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pemberdayaan berasal dari kata “empower” atau “berdaya” dan diartikan sebagai “berkontribusi waktu, tenaga, usaha melalui kegiatan – kegiatan
berkenaan dengan perlindungan hukum:, “memberikan seseorang atau sesuatu
kekuatan atau persetujuan melakukan sesuatu”.
Secara etimologis pemberdayaan juga berasal pada kata dasar “daya” yang
berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka
pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses
dari pihak yang memiliki daya atau kemampuan kepada pihak yang kurang atau
belum berdaya.
Pemberdayaan sering digunakan dalam berbagai bidang pembangunan,
tidak terkecuali dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial. Konsep
pemberdayaan berkaitan dengan dua istilah yang saling bertentangan, yaitu
konsep budaya dan tidak berdaya terutama bila dikaitkan dengan kemampuan
mengakses dan mengurangi potensi dan sumber kesejahteraan sosial (Sunit Agus
T, 2008:9).
Pemberdayaan menurut Suparjan (2003 : 43) pada hakekatnya mencakup
dua aspek yaitu to give or authority dan to give ability to or enable, dalam pengertian pertama, pemberdayaan memiliki makna memberi kekuasaan,
mengalihkan kekuatan dan mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan
dalam pengertian yang kedua, pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk
memberi kemampuan atau keberdayaan. Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya
merujuk pada penguatan daya (empowering). Pemberdayaan dalam artian luas menurut Sunit Agus T ( 2008 : 10 ) sebagai penguasan aset material, sumber
intelektual dan ideologi.
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya (Ambar Teguh S, 2004:79).
Menurut Wunarni (1998) pada buku “Ambar Teguh S” (Ambar Teguh S,
2004:79) menyebutkan bahwa pemberdayaan pada intinya adalah pemberdayaan
pada masyarakat yang memiliki daya yang masih terbatas, dapat dikembangkan
hingga mencapai kemandirian.
Menurut Chambers yang dikutip oleh ginanjar (1996) pada buku “Suraji
dan Mujiyadi” (Suradi, Dkk ,2009:15) pemberdayaan dimaknai sebagai konsep
pembangunan yang bersifat “ people-centered, participatory, empowering, and sustainable”. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih
lanjut.
Pemberdayaan menurut Ife dalam Suharto (2005:182) adalah upaya
menyediakan sumber daya, peluang, pengetahuan dan ketrampilan bagi
masyarakat dalam meningkatkan kapasitas mereka untuk menentukan masa depan
mereka sendiri dan mengambil bagian dalam mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Selanjutnya penjelasan yang lebih lanjut menurut Kissumi
Diyanayanti (2011:15) mengatakan bahwa pemberdayaan memiliki dua
kecenderungan, yaitu :
1. Kecenderumgan primer : kecenderungan yang menentukan pada proses
memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekeuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu semakin berdaya.
2. Kecenderungan sekunder : kecenderungan yang menekankan pada proses
menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan/keberdayaan guna menentukan apa yang menjadi pilihan hidup melalui proses dialog.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
adalah suatu proses menjadikan seseorang atau kelompok masyarakat agar
mampu atau dapat memahami dan mengendalikan situasi ekonomi, sosial dan
seseorang atau masyarakat itu terlibat secara aktif dalam kegiatan yang bertujuan
memperbaiki atau meningkatkan taraf kehidupannya, sehingga ia mampu berdiri
sendiri dan tidak bergantung dengan orang lain serta mengatasi
permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.
b\ ]ahap dan proses pemberdayaan masyarakat
Tahapan yang harus dilalui dalam pemberdayaan, menurut Ambar Teguh
S (2004:83) yaitu meliputi :
1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, ketrampilan agar terbuka wawasan dan memberikan ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
3. Tahap peningkatan ketrampilan intelektual, kecakapan-ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian
Tahap pertama atau tahap penyadaran dan pembentukan perilaku
merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan masyarakat, pada tahap
ini pihak pemberdaya atau pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan
prokondisi, supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan
yang efektif. Tahap penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran
masyarakat tentang kondisinya saat itu, dan dengan demikian akan dapat
merangsang kesadaran mereka tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk
menciptakan masa depan yang lebih baik.
Pada tahap kedua yaitu proses transformasi pengetahuan dan kecakapan
ketrampilan dapat berlangsung baik, penuh semangat dan berjalan efektif, jika
tahap pertama telah berjalan dengan baik. Masyarakat akan menjalani proses
dengan apa yang menjadi tujuan kebutuhan tersebut. Pada tahap kedua ini
masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah
yaitu sekedar menjadi obyek pembangunan saja, belum mampu menjasi subyek
dalam pembangunan.
Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau pengembangan
intelektualitas dan kecakapan ketrampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat
membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh
kemampuan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi
dan melakukan inovasi di dalam lingkungannya. Apabila masyarakat telah
mencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan
pembangunan.
Berhubungan dengan pendapat diatas, Aziz dalam Alfitri(2011:26)
menambahkan bahwa ada enam tahapan dalam pemberdayaan masyarakat
meliputi:
1. Membantu masyarakat dalam menemukan masalah yang dihadapinya,
2. Melakukan analisis terhadap permasalahannya tersebut secara mandiri
3. Menentukan skala prioritas masalah, dalam arti memilih dan memilah tiap
masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan
4. Mencari penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengan
pendekatan sosio kultural yang ada dalam masyarakat.
5. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang sedang
6. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai
sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.
Menurut Suhartini A halim (2005:411) model pengembangan masyarakat
perdesaan ialah tipologi pengembangan masyarakat perdesaan yang didasarkan
pada mata pencaharian penduduknya. Alasan Suhartini menggunakan model
tersebuat adalah:
1. Mata pencaharian adalah realita yang ada di perdesaan
2. Tidak asing bagi para penduduk dalam arti digeluti dan ditekuni dalam
kehidupan sehari- hari sehingga menjadi milik penduduk desa dan bersifat
indigenous
3. Pengembangannya dibutuhkan oleh masyarakat perdesaan sehingga geraknya
dimulai dari bawah, dan menumbuhkan industri rumahan di perdesaan
4. Bisa menumbuhkan koperasi yang tepat guna.
Dari serangkaian tahapan- tahapan pemberdayaan tersebut menurut Ambar
Teguh S (2004:84) dapat diamati pada tabel 1.1 dibawah ini .
Tabel 1.2.
Tahapan Pemberdayaan Knowledge, Attitudes, Practice dengan Pendekatan Aspek Afektif, Kognitif, Psikomotorik dan Konatif
Tahapan
membutuhkan
Tabel 1.2. memberikan gambaran secara jelas bagaimana peningkatan
afeksi, kognisi, psikomotorik dan konatif dalam suatu pembangunan masyarakat.
Masyarakat akan berproses secara bertahap, dalam waktu yang tidak singkat,
kadang – kadang dari suatu tahapan perubahan ke tahapan berikutnya butuh
pengorbanan waktu yang lama.
Dengan demikian dapat peneliti kemukakan bahwa proses pemberdayaan
masyarakat hendaknya memperhatikan tahap demi tahap. Apabila perubahan
dipaksakan justru akan menimbulkan bumerang bagi pemerintah, maupun
masyarakat itu sendiri.
c^ _rinsip`prinsip dan tujuan pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya merupakan upaya sistematis
dan berkelanjutan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dalam hidupnya. Oleh karena itu, prinsip pemberdayaan yang tepat
dilaksanakan saat ini adalah pemberdayaan yang mendayagunakan potensi yang
di miliki oleh masyarakat.
Matews dalam buku Totok Mardikanto (2012:105) menyatakan bahwa
Prinsip adalah suatu pernyataan tentang kebijakan yang dijadikan pedoman dalam
pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Meskipun
prinsip biasanya diterapkan dalam dunia akademis, Leagans (1961) dalam buku
dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip
pemberdayaan.
Bertolak dari pemahaman tentang pemberdayaan masyarakat maka Totok
Mardikanto (2012:105) menyatakan bahwa pemberdayaan memiliki
prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Mengerjakan, artinya kegiatan pemberdayaan harus sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat untuk mengerjakan atau menerapkan sesuatu. Karena
melalui mengerjakan mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan
menggunakan pikiran, perasaan, dan ketrampilannya) yang akan terus diingat
untuk jangka waktu yang lebih lama.
b. Akibat, artinya kegiatan pemberdayaan harus memberikan akibat atau
pengaruh yang baik atau bermanfaat karena perasaan senang/puas atau tidak
senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan
belajar atau pemberdayaan dimasa-masa yang akan datang.
c. Asosiasi, artinya setiap kegiatan pemberdayaan harus dikaitkan dengan
kegiatan lainnya, sebab setiap orang cenderung untuk mengaitkan/
menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan atau peristiwa yang lainnya.
Dahama dan Bhatnagar (1980) dalam Totok Mardikanto (2012)
mengungkapkan prinsip-prinsip pemberdayaan mencakup :
a. Minat dan kebutuhan artinya pemberdayaan akan efektif jika selalu mengacu
b. Organisasi masyarakat bawah artinya pemberdayaan akan efektif jika mampu
melibatkan/ menyentuh organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap
keluarga atau kekerabatan
c. Keragaman budaya artinya pemberdayaan harus memperlibatkan adanya
keragaman budaya. Perencanaan pemberdayaan harus selalu disesuaikan
dengan budaya lokal yang beragam.
d. Perubahan budaya artinya setiap kegiatan pemberdayaan akan mengakibatkan
perubahan budaya. Kegiatan pemberdayaan harus dilaksanakan dengan bijak
dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan
budaya.
e. Kerjasama dan partisipasi artinya pemberdayaan hanya akan efektif jika
mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama
dalam melaksanakan program-program pemberdayaan yang telah dirancang
f. Demokrasi dalam penerapan ilmu artinya dalam pemberdayaan harus selalu
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menawar setiap ilmu
alternatif yang ingin diterapkan.
g. Belajar sambil bekerja artinya dalam kegiatan pemberdayaan harus
diupayakan agar masyarakat dapat belajar sambil bekerja atau belajar dari
pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan.
h. Penggunaan metoda yang sesuai artinya pemberdayaan harus dilakukan
dengan penerapan metode yang selalu disesuaikan dengan kondisi
i. Kepemimpinan artinya penyuluhan tidak melalukan kegiatan-kegiatan yang
hanya bertujuan untuk kepentingan atau kepuasan sendiri dan harus mampu
mengembangkan kepemimpinan.
j. Spesialis yang terlatih artinya penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah
memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan
fungsinya sebagai penyuluh.
k. Segenap keluarga artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai
satu kesatuan dari unit sosial
l. Kepuasan artinya pemberdayaan harus mampu mewujudkan tercapainya
kepuasan.
Dari pendapat diatas dapat peneliti kemukakan bahwa prinsip utama dalam
pemberdayaan adalah adanya kemauan dan kesadaran dari masyarakat untuk
mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
ab cinjauan tentang potensi pemberdayaan dari olahan bambu db eengertian fambu
Bambu termasuk jenis tanaman rumput-rumputan dari suku Gramineae.
Menurut Anton Gerbono (2009:13) bambu merupakan tumbuhan menyerupai
pohon kayu dengan batang berbentuk buluh berongga, bambu memiliki
cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang menonjol serta membentuk rumpun yang
lebat dan kokoh.
Menurut Soedjono (1994:1) Bambu adalah tanaman berumpun yang
banyak tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi seperti pegunungan, yang
Indonesia pengertian bambu adalah tumbuhan yang tumbuh berumpun berakar
serabut yang batangnya bulat berongg, beruas-ruas, keras dan tinggi (antara 10-29
meter) dipakai sebagai bahan bangunan rumah dan perabotan rumah tangga.
Tanaman bambu dapat tumbuh subur di Indonesia dan daerah tropis
lainnya, dari dataran rendah sampai lereng pegunungan pada ketinggian 3.000 m
di atas permukaan laut. Menurut Anton Gerbono (2009:13) bambu dapat tumbuh
pada tanah andosol cokelat dengan regusol kelabu ataupun tanah andosol coklat
kekuningan, termasuk tanah ringan sampai berat, kering, becek serta tanah subur
ataupun kurang subur.
Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan bambu adalah curah hujan,
kelembaban suhu (temperatur) udara. Suhu yang cocok untuk tanaman bambu
berkisar antara 8-38 derajat C, curah hujan tahunan minimal 1.020 mm, dan
kelembapan udara minimal 80 persen.
Bambu termasuk tanaman serbaguna dan multifungsi. Rebung bambu
tertentu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan (sayuran) yang mengandung
gula, pati, rafida, dan asam sianida. Rebung bambu yang tumbuh besar dan
menjulang tinggi di atas permukaan tanah merupakan bambu muda yang sangat
ulet menurut Anton Gerbono (2009:15). Semakin tua umur tanaman bambu
semakin banyak kegunaan dan manfaatnya. Bambu yang sudah tua dapat diproses
menjadi bahan baku industri dan aneka kerajinan.
Dari penjelasan tentang bambu diatas dapat disimpulkan bahwa bambu
Indonesia. Bambu tumbuh secara mengerombol membentuk rumpun, tunas-tunas
mudanya keluar dari ranting dan membentuk tanaman baru.
gh ijnis dan sifatksifat gambu
Jenis bambu yang digunakan sebagai bahan baku industri berbeda-beda,
hal ini karena adanya pengaruh perbedaan iklim dan mutu bambu. Jenis bambu
dari yang kecil sampai yang besar untuk pertumbuhannya memerlukan tanah yang
subur. Menurut Soedjono (1994:2) ada 5 jenis bambu di Indonesia yaitu :
1. Bambu Hitam atau Wulung
Jenis bambu hitam banyak terdapat di Pulau Jawa. Bambu hitam ini dapat
mencapai ketinggian sampai 20 meter, dengan ukuran garis tengah 5-10
centimeter, dan panjang ruas 45-60 centimeter. Bambu hitam juga dapat
digunakan sebagai bahan baku kerajinan karena bagian luar atau kulitnya baik
untuk ukiran. Sifat bambu hitam yaitu apabila keadaan basah, maka kulitnya tidak
begitu keras tetapi setelah kering bambu ini sangat keras dan warnanya menjadi
hitam kecoklat-coklatan.
2. Bambu Tali atau Apus
Bambu tali umumnya ditanam oleh rakyat. Bambu tali mempunyai warna
hijau jika masih basah dan setelah kering berwarna keputih-putihan. Bambu tali
dapat mencapai ketinggian 10-20 meter, berukuran garis tengah tidak besar, dan
beruas tipis dengan panjang 40-70 centimeter. Kegunaan bambu tali sangat
banyak terutama untuk keperluan kerajinan dan alat-alat rumah tangga. Bambu
ialah jika keadaan masih basah warnanya hijau dan tidak keras. Kalau sudah
kering warna bambu tali menjadi putih kekuning-kuningan.
3. Bambu Betung
Jenis bambu ini mempunyai ukuran yang besar di Indonesia. Bambu
betung dapat mencapai panjang sampai 20 meter dengan ukuran garis tengah 20
centimeter, tebal 1-1,5 centimeter dan panjang ruas antara 40-60 centimeter.
Bambu betung ini berwarana hijau kekuning-kuningan pada masih muda, keadaan
pohonnya lebih besar dan tinggi bila dibandingkan dengan bambu-bambu yang
lain. Tetapi, penanaman bambu betung memang sukar sebab memerlukan tempat
yang sangat subur dan pemeliharaannya yang lebih sulit. Sifat bambu batung ini
adalah berumpan kurang rapat, pertumbuhannya lambat, memerlukan tanah subur
yang tidak berair dan beriklim tidak terlalu kering. Akan tetapi bambu ini baik
untuk bahan perumahan, untuk saluran air tempat pengangkut air, karena bambu
ini berukuran besar, keras dan ruasnya panjang-panjang.
4. Bambu Tutul
Disebut bambu tutul karena kulitnya terdapat tutul-tutul hitam, coklat tua
dan warna dasarnya kuning. Bambu tutul ini dapat mencapai panjang 12 meter,
berukuran garis tengah 10 centimeter, dan beruas tipis. Bambu tutul baik untuk
hiasan-hiasan pada ruangan dan perabot rumah tangga. Sifat bambu tutul keras,
mudah pecah dan bagian dindingnya terbatas.
5. Bambu Gading
Bambu Gading hampir sama dengan bambu tutul, tetapi sedikit
kulitnya lebih kuning mengkilat. Sifat bambu gading yaitu keras dan dindingnya
tipis.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bambu memiliki
sifat yang berbeda-beda yakni keras, berserat besar-besar, beruas panjang
maupun pendek dan dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia karena bisa
dimanfaatkan untuk bahan-bahan kerajinan.
lm nemilihan dan nengawetan bambu
Bambu sebagai bahan untuk pembuatan barang-barang kerajinan, maka
perlu adanya pemilihan bahan yang bagus dan teliti agar barang-barang kerajinan
yang diproduksi berkualitas dan terjamin mutunya.bambu yang digunakan sebagai
bahan baku kerajinan harus dipilih dan disesuaikan dengan bentuk, sifat,
konstruksi kerajinan yang akan dibuat atau dihasilkan. Beberapa persyaratan
bambu yang dipilih sebagai bahan kerajinan menurut Anton Gerbono dan Abbas
Siregar (2009:29) adalah sebagai berikut :
1. Jenis bambu
Jenis bambu yang akan digunakan dalam pembuatan kerajinan bambu
harus memenuhi beberapa persyaratan yang meliputi : memiliki ruas-ruas dengan
panjang minimal 40 cm, berserat padat, lentur, dan kuat.
2. Umur
Bambu yang dapat digunakan adalah bambu apus yang berumur sedang
(24 bulan). Bambu yang telah berumur 24 bulan dapat dilihat dari warna buluh,
pertumbuhan cabang. Bambu yang terlalu tua atau terlalu muda kurang baik
digunakan sebagai bahan kerajinan bambu.
3. Waktu tebang
Bambu yang digunakan sebagai bahan kerajinan sebaiknya merupakan
bambu yang ditebang pada musim kemarau (April-Juni atau April-September).
Bambu-bambu yang ditebang pada waktu yang tepat biasanya tidak diserang
bubuk (hama bambu) dan tidak mudah keropos. Adapun keadaan fisik yang
menandakan musim tebang bambu adalah munculnya daun pertama pada pucuk
anak bambu.
Bambu agar tahan lama dan tidak cepat diserang hama maka dibutuhkan
pengawetan. Proses pengawetan bambu berarti menghilangkan getah atau minyak
bambu. Guna dari pengawtan ialah untuk menambah daya lentur agar jika bambu
diirat tidak mudah patah. Ada beberapa cara pengawtan bambu menurut Soedjono
(1994:22) antara lain sebagai berikut:
1. Cara direndam
Cara ini sudah dilakukan di Indonesia sejak bertahun-tahun. Bambu yang
sudah dipotong masih dalam keadaan utuh direndam dalam air yang mengalir.
Batangnya diletakkan terbalik dan berlawanan arah dengan arus air. Biasanya
perendaman dilakukan disungai-sungai. Batang bambu diikat satu sama lainnya
supaya tidak hanyut terbawa arus.
Perendaman bambu memerlukan waktu selama satu minggu atau lebih.
Cara perendaman biasanya dilakukan di desa-desa dan didaerah-daerah dataran
dikolam-kolam tepi sungai. Tetapi, banyak juga bambu yang direndam di
pingir-pingir sawah. Makin lama proses perendaman makan makin baik hasilnya, yang
berarti pengawetan bambu itu semakin sempurna.
2. Diangin-anginkan
Proses pengawetan dengan anginkan berarti bambu
diangin-anginkan ditempat yang teduh, maka penghilangan minyak bambu dengan cara ini
sederhana dan tidak perlu lama. Proses pengawetan dengan diangin-anginkan
memerlukan waktu satu setengah bulan. Proses pengawetan dengan
diangin-anginkan adalah proses yang masih sangat sederhana. Caranya bambu diletakkan
bersandar di pohon-pohon yang teduh di belakang atau samping rumah.
3. Cara direbus
Pengawetan bambu dengan cara direbus biasanya sering dilakukan oleh
perusahan pengolahan dan kerajinan bambu. Teknik merebus bambu dapat
dikerjakan secara besar-besaran, misalnya membuat dapur perebus yang besarnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Sedangkan bak atau dapur dapat menampung
sepuluh sampai lima belas batang bambu yang panjangnya lebih kurang 7 meter.
Panjang dapur dapat dibuat sampai 10 meter. Tabung perebus diisi air,
kemudian dipanasi sampai mendidih. Sesudah air mendidih, maka batang-batang
bambu dimasukkan kedalam tabung perebus. Setelah air di dalam tabung ini
mendidih lebih kurang 20 menit, maka pintu ditutup. Api dijaga agar terus
menyala waktu merebus. Waktu perebusan diperlukan 30 sampai 35 menit.
Apabila sudah cukup waktunya batang-batang bambu itu dikeluarkan dalam
4. Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan dengan cara batang bambu dibersihkan
terlebih dahulu, kemudian bambu dijemur pada panas matahari yang suhunya
tidak lebih dari 33°C. Pengeringan bambu ini dilakukan selama 3-4 hari. Sebelum
bambu kering hendaknya diusahakan jangan sampai kena air hujan. Penjemuran
bambu biasanya dilakukan disamping rumah.
5. Penyimpanan
Proses penyimpanan bambu yang kering biasanya dilakukan ditempat
yang terlindungi. Bambu-bambu diletakkan membentang dengan jarak 45 sampai
50 cm diatas tanah. Hal ini untuk menjaga supaya jangan terkena penguapan dan
kelembapan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses
pengawetan perlu dilakukan agar getah dan minyak bambu hilang. Proses
pengawetan juga menjadikan bambu tahan lama dan tidak berjamur jika dibuat
bahan kerajinan.
op qengolahan rambu dan qeralatan
Pengolahan dan peralatan yang digunakan untuk membuat produk
(barang) kerajinan bambu sangat menentukan kualitas dan harga. Pembuatan
kerajinan bambu membutuhkan bahan dan peralatan yang sesuai dengan jenis dan