• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Sifat-Sifat Aspal Porus Menggunakan Aspal Penetrasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Sifat-Sifat Aspal Porus Menggunakan Aspal Penetrasi."

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI SIFAT-SIFAT ASPAL PORUS

MENGGUNAKAN ASPAL PENETRASI

TUGAS AKHIR

OLEH :

I GUSTI AGUNG ANANDA PUTRA 1204105040

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)
(4)

i ABSTRAK

Aspal Porus merupakan generasi baru dalam perkerasan lentur yang menggunakan agregat bergradasi terbuka yang mempunyai minimum 85% fraksi agregat kasar dari berat total campuran agar diperoleh rongga tinggi, permukaan kasar yang berfungsi sebagai drainase di permukaan jalan sehingga membolehkan air meresap ke dalam lapisan atas secara vertical dan horizontal, kemampuan meredam kebisingan dan meningkatkan gesekan antara permukaan jalan dengan ban kendaraan. Dalam penelitian ini digunakan aspal penetrasi 60/70 dan agregat berasal dari Karangasem-Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik Marshall , nilai Cantabro, nilai permeabilitas, nilai kuat tarik tidak langsung/Indirect Tensile Strength (ITS), dan nilai kuat tekan bebas/Unconfined Compressive Strength (UCS) pada kadar aspal optimum.

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Perkerasan Jalan Raya Teknik Sipil Universitas Udayana. Tahapan pelaksanaan meliputi pemeriksaan aspal penetrasi 60/70, pemeriksaan agregat, Pencampuran, Pembuatan sampel dengan variasi kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% dengan 2x50 tumbukan, pengukuran volumetrik dan pengujian Marshall untuk mendapatkan nilai kadar aspal optimum. Pengujian selanjutnya adalah uji

cantabro, uji permeabilitas, uji ITS, dan uji UCS pada kadar aspal optimum. Hasil penelitian ini memperoleh nilai kadar aspal optimum sebesar 6,15%, dengan nilai karakteristik Marshall yaitu, nilai stabilitas sebesar 636,32 kg (spesifikasi min. 500 kg), nilai Flow sebesar 4,0 mm (spesifikasi 2-6 mm), nilai

Marshall Quotient sebesar 159,15 kg/mm (spesifikasi maks. 400 kg/mm), dan nilai VIM Marshall sebesar 19,828% (spesifikasi 18-25%). Semua nilai Karakteristik Marshall memenuhi spesifikasi dari Australian Asphalt Pavement Association (AAPA). Pada kadar aspal optimum menghasilkan nilai Cantabro

sebesar 17,90% (spesifikasi maks. 35%), nilai permeabilitas vertical dan horizontal sebesar 0,145 dan 0,152 cm/detik (spesifikasi 0,1-0,5 cm/detik), nilai ITS sebesar 158,88 Kpa, dan nilai UCS sebesar 916,343 Kpa.

(5)

ii UCAPAN TERIMA KASIH

Om Swastiastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul

”Studi Sifat-Sifat Aspal Porus Menggunakan Aspal Penetrasi”.

Terselesaikannya Tugas Akhir ini tidak lepas dari dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini dengan segenap hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I.

2. Bapak Ir. I Gusti Raka Purbanto, MT, selaku Dosen Pembimbing II.

3. Keluarga tercinta, bapak, ibu dan adik yang selalu memberikan doa dan dukungan moral dan materiil untuk penulis.

4. Bapak I Wayan Ardika, selaku petugas Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, atas segala bantuan dan bimbingannya selama di laboratorium.

5. Rosa Dewinta, Vicky suitela, Bayu Jack, Abiyoga, Bangkit dan Didit Sleepy, yang telah membantu dalam sumbangsih pikiran, tenaga, dan waktu selama di laboratorium, sangat saya hargai. Rekan seperjuangan Winata, Diah Mira, Nabila, dan seluruh rekan-rekan dari Civil 12 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu segala kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan Tugas Akhir ini. Akhirnya harapan penulis semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Bukit Jimbaran, Desember 2015

(6)

iii

BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3 Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.4 Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.5 Batasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. 2.1 Perkerasan Jalan ... Error! Bookmark not defined. 2.1.1 Jenis Konstruksi Perkerasan ... Error! Bookmark not defined. 2.1.2 Struktur Perkerasan Jalan Lentur ... Error! Bookmark not defined. 2.2 Bahan Campuran Aspal Porus ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1Agregat ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1.1 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya ... Error!

Bookmark not defined.

2.2.1.2 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya Error! Bookmark not defined.

2.2.1.3 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya ... Error! Bookmark not defined.

2.2.1.4 Sifat Agregat ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1.5 Pencampuran Agregat (Blending)Error! Bookmark not

defined.

2.2.2 Aspal ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2.1 Jenis Aspal ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2.2 Sifat Aspal ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2.3 Pemeriksaan Aspal ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2.4Karakteristik Aspal Keras ... Error! Bookmark not defined. 2.3 Campuran Aspal Porus ... Error! Bookmark not defined. 2.3.1 Syarat Teknis Agregat pada Campuran AspalError! Bookmark not defined.

2.3.2 Gradasi Agregat Campuran Aspal PorusError! Bookmark not defined.

2.3.2 Spesifikasi Campuran Aspal Porus ... Error! Bookmark not defined. 2.3.3 Sifat - Sifat Campuran Aspal Porus .... Error! Bookmark not defined. 2.4 Perencanaan Campuran Aspal Panas (Hot Mix)Error! Bookmark not

defined.

(7)

iv 2.4.3 Penentuan Proporsi Agregat ... Error! Bookmark not defined. 2.4.4 Estimasi Kadar Aspal Awal ... Error! Bookmark not defined. 2.4.5 Penentuan Prosentase Material Terhadap Berat Total Campuran

Error! Bookmark not defined.

2.4.6 Perhitungan Jumlah Material Yang DibutuhkanError! Bookmark not defined.

2.4.7 Pemanasan Material Dan Mould ... Error! Bookmark not defined. 2.4.8 Jumlah Sampel dan Pemanasan ... Error! Bookmark not defined. 2.4.9 Pemadatan sampel ... Error! Bookmark not defined. 2.5 Pengukuran Volumetrik Sampel ... Error! Bookmark not defined. 2.6 Test Stabilitas Marshall dan Flow ... Error! Bookmark not defined. 2.7 Penentuan Kadar Aspal Optimum ... Error! Bookmark not defined. 2.8 Pengujian Cantabro ... Error! Bookmark not defined. 2.9 Pengujian Permeabilitas ... Error! Bookmark not defined. 2.10 Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength Test) ... Error!

Bookmark not defined.

2.11 Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compressive Strength Test) ... Error! Bookmark not defined.

2.12 Hasil-Hasil Penelitian Campuran Aspal PorusError! Bookmark not defined.

2.13 Pengembangan Campuran Aspal Porus ... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 3.1. Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.2 Bahan dan Alat ... Error! Bookmark not defined. 3.2.1 Bahan ... Error! Bookmark not defined. 3.2.2 Alat ... Error! Bookmark not defined. 3.3 Langkah-Langkah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.4 Pengujian Laboratorium ... Error! Bookmark not defined. 3.4.1 Pengujian Agregat ... Error! Bookmark not defined. 3.4.1.1Analisis Ayakan Agregat Kasar, Agregat Halus dan Filler

Error! Bookmark not defined.

3.4.1.2Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar .. Error! Bookmark not defined.

3.4.1.3 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus . Error! Bookmark not defined.

3.4.1.4Pemeriksaan Berat Jenis Filler .. Error! Bookmark not defined. 3.4.1.5Pengujian Angularitas Agregat KasarError! Bookmark not

defined.

3.4.1.6Pengujian Angularitas Agregat HalusError! Bookmark not defined.

3.4.1.7Pemeriksaan Kelekatan Agregat Terhadap Aspal ... Error! Bookmark not defined.

3.4.1.8Pemeriksaan Keausan Agregat (Abrasi)Error! Bookmark not defined.

(8)

v 3.4.1.10 Pemeriksaan Kadar Lumpur/LempungError! Bookmark not

defined.

3.4.1.11 Pemeriksaan Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent) Error! Bookmark not defined.

3.4.2 Pengujian Aspal ... Error! Bookmark not defined. 3.4.2.1Pemeriksaan Penetrasi Aspal ... Error! Bookmark not defined. 3.4.2.2Pemeriksaan Titik Nyala ... Error! Bookmark not defined. 3.4.2.3Pemeriksaan Titik Lembek ... Error! Bookmark not defined. 3.4.2.4 Pemeriksaan Daktilitas ... Error! Bookmark not defined. 3.4.2.5 Pemeriksaan Berat Jenis Aspal .. Error! Bookmark not defined. 3.4.2.6 Pemeriksaan Kehilangan Berat Aspal (Thick Film Test) ... Error!

Bookmark not defined.

3.5 Penentuan Gradasi Pilihan ... Error! Bookmark not defined. 3.6 Proporsi dan Kebutuhan Material ... Error! Bookmark not defined. 3.7 Pembuatan Benda Uji ... Error! Bookmark not defined. 3.8 Pengujian Benda Uji dengan Marshall ... Error! Bookmark not defined. 3.9 Penentuan Kadar Aspal Optimum ... Error! Bookmark not defined. 3.10 Pengujian Cantabro ... Error! Bookmark not defined. 3.11 Pengujian Permeabilitas ... Error! Bookmark not defined. 3.11 Pengujian ITS ... Error! Bookmark not defined. 3.12 Pengujian UCS ... Error! Bookmark not defined.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Pemeriksaan Agregat ... Error! Bookmark not defined. 4.1.1 Pemeriksaan Agregat Kasar ... Error! Bookmark not defined. 4.1.1.1 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar . Error!

Bookmark not defined.

4.1.1.2 Pemeriksaan Angularitas Agregat KasarError! Bookmark not defined.

4.1.1.3 Pemeriksaan Kadar Lumpur/Lempung Agregat Kasar ... Error! Bookmark not defined.

4.1.1.4 Pemeriksaan Soundness Test .... Error! Bookmark not defined. 4.1.1.5 Pemeriksaan Keausan Agregat . Error! Bookmark not defined. 4.1.1.6 Pemeriksaan Kelekatan Agregat Terhadap Aspal ... Error!

Bookmark not defined.

4.1.2 Pemeriksaan Agregat Halus ... Error! Bookmark not defined. 4.1.2.1 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus . Error!

Bookmark not defined.

4.1.2.2 Pemeriksaan Angularitas Agregat HalusError! Bookmark not defined.

4.1.2.3 Pemeriksaan Kadar Lumpur/Lempung Agregat Halus ... Error! Bookmark not defined.

(9)

vi 4.2.2 Pemeriksaan Titik Lembek ... Error! Bookmark not defined. 4.2.3 Pemeriksaan Kehilangan Berat AspalError! Bookmark not defined.

4.2.4 Pemeriksaan Daktilitas ... Error! Bookmark not defined. 4.2.5 Pemeriksaan Berat Jenis Aspal ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6 Pemeriksaan Titik Nyala ... Error! Bookmark not defined. 4.4 Karakteristik Campuran Aspal Porus ... Error! Bookmark not defined. 4.5 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan KarakteristikError! Bookmark not

defined.

4.5.1 Stabilitas ... Error! Bookmark not defined. 4.5.2 Flow ... Error! Bookmark not defined. 4.5.3 Marshall Quotient ... Error! Bookmark not defined. 4.5.4 Voids In Mix (VIM) ... Error! Bookmark not defined. 4.5.5 Voids In Mineral Agregat (VMA) ... Error! Bookmark not defined. 4.5.6 Voids Filled Bitumen (VFB) ... Error! Bookmark not defined. 4.6 Penentuan Kadar Aspal Optimum ... Error! Bookmark not defined. 4.7 Analisis Karakteristik Campuran Aspal Porus Pada Kadar Aspal Optimum ... Error! Bookmark not defined.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. 5.1 Simpulan ... Error! Bookmark not defined. 5.2 Saran ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN A HASIL PEMERIKSAAN AGREGAT DAN ASPAL ... Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN B PERHITUNGAN KARAKTERISTIK CAMPURAN ... Error! Bookmark not defined.

(10)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lapis perkerasan ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.2 Contoh tipikal macam-macam gradasi agregatError! Bookmark not defined.

Gambar 2.3 Pertimbangan Volume Pori Agregat untuk Penentuan SG ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2.4 Gesekan roda kendaraan pada Aspal PorusError! Bookmark not defined.

Gambar 2.5 Sistem drainase Aspal Porus ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.6 Penggunaan Aspal Porus Pada Jalan SetapakError! Bookmark not defined.

Gambar 2.7 Aspal Porus dan Aspal Standar ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.8 Volumetrik campuran beraspal ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.9 Contoh penentuan kadar aspal optimumError! Bookmark not defined.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Gambar 3.2 Grafik Gradasi Pilihan Rencana ... Error! Bookmark not defined. Gambar 3.3 Water Permeability Test ... Error! Bookmark not defined. Gambar 3.4 Alat Uji ITS ... Error! Bookmark not defined. Gambar 3.5 Mesin Universal Testing Machine ( UTM )Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan stabilitas rata-rata Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan flow rata-rata ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan Marshall Quotient

... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.4 Grafik hubungan antara kadar aspal denganVIM rata-rata ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VMA rata-rata ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VFB rata-rata ... Error! Bookmark not defined.

(11)

vii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70Error! Bookmark not defined.

Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.4 Gradasi Agregat Campuran Aspal PorusError! Bookmark not defined.

Tabel 2.5 Ketentuan Campuran Aspal Porus ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.6 Ketentuan viskositas & temperatur aspal untuk pencampuran pemadata ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.7 Konversi pembacaan dial gauge stabilitas ke kN untuk alat uji tekan ....

Marshall model H-4454.100 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.8 Rasio faktor koreksi stabilitas ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.1 Daftar gradasi dan berat benda uji ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.2 Ayakan untuk agregat halus dan agregat kasarError! Bookmark not defined.

Tabel 3.3 Susunan fraksi halus... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.4 Susunan fraksi kasar... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.5 Ukuran saringan yang digunakan untuk agregat kasar setelah pengujian ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.6 Berat kering minimum benda uji ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.7 Ukuran ayakan untuk penyaringan basahError! Bookmark not defined.

Tabel 3.8 Proporsi Rencana Campuran Agregat Aspal PorusError! Bookmark not defined.

Tabel 3.9 Konversi Proporsi Material ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.10 Kebutuhan Material untuk 1, 2 dan 3 buah sampelError! Bookmark not defined.

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan agregat kasar ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan agregat halus ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan aspal penetrasi 60/70Error! Bookmark not defined.

(12)

viii Tabel 4.5 Nilai karakteristik campuran Aspal Porus pada kadar aspal optimum (6,15%) ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISTILAH

AC = asphalt concrete, lapisan aspal beton (laston).

Adhesi = kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara aspal dengan agregat.

Agregat = sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan.

Agregat halus = agregat dengan ukuran butir lolos saringan No. 4 tertahan saringan No. 200.

Agregat kasar = agregat dengan ukuran butir tertahan saringan No. 4. Aspal = material pengikat dengan unsur utama bitumen.

Aspal cair = campuran aspal keras dengan bahan pencair dari penyulingan minyak bumi.

Aspal emulsi = campuran aspal keras dengan bahan pengemulsi. Aspal keras = aspal yang berbantuk padat pada suhu ruang. Aspal minyak = aspal yang merupakan residu dari minyak bumi.

(13)

ix Bahan pengisi (Filler) = agregat halus yang lolos saringan No.200.

Base = lapis pondasi atas, lapisan perkerasan yang berada diantara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah. Batuan beku = batuan yang berasal dari magma yang mendingin atau

membeku.

Batuan metamorf = batuan yang berasal dari batuan sedimen atau batuan beku yang mengalami perubahan bentuk akibat perubahan tekanan dan temperature kulit bumi.

Batuan sedimen = batuan yang berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman.

Bitumen = zat perekat (cementitious) terutama mengandung senyawa hidrokarbon seperti aspal, tar, atau pitch.

Bleeding = keluarnya aspal yang mengisi rongga dalam campuran.

Cantabro = pelepasan butir agregat akibat menurunnya kelekatan aspal karena gesekan roda kendaraan secara berulang. Deformasi plastis = penurunan pada lapisan beraspal dan biasanya disertai

perubahan bentuk kearah samping.

Degradasi = perubahan ukuran butiran karena adanya penghancuran.

Durabilitas = keawetan, kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim.

Fatigue Resistance = ketahanan terhadap lelah, kemampuan campuran untuk menahan lendutan akibat beban berulang-ulang tanpa terjadi alur dan retak.

Fleksibilitas = kelenturan, kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak.

Ffleksible Pavement = Perkerasan lentur.

Flow = kelelehan, besarnya perubahan bentuk plastis

(14)

x Gradasi = distribusi partikel-partikel agregat berdasarkan ukuran

butir.

Gbt = berat jenis aspal.

Gsb = berat jenis bulk total agregat.

Gse = berat jenis efektif campuran maksimum.

Gmb = berat jenis campuran padat, perbandingan berat dengan volume campuran.

Gmm = berat jenis maksimum campuran.

Hotmix = Campuran aspal panas.

Impermeabilitas = kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal.

Irreversible = tidak dapat mengikuti perubahan suhu.

ITS = indirect tensile strength (kuat tarik tidak langsung) Kadar aspal optimum = kadar aspal tengah dari rentang kadar aspal yang

memenuhi semua sifat campuran beton aspal.

Keawetan (Durability) = kemampuan campuran untuk menahan pengaruh buruk lingkungan dan iklim.

Kelenturan = kemampuan campuran untuk mengakomodasi lendutan permanen pada batas-batas tertentu tanpa mengalami retak.

Kohesi = kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan.

Laston = lapis aspal beton. Latasir = lapis tipis aspal pasir Lataston = lapis tipis aspal beton.

Marshal Quotient = ratio antara stabilitas dan flow.

Noise Reduction = Mengurangi kebisingan

Pbabs = kadar aspal yang terasbsorbsi, persentase terhadap berat total agregat.

(15)

xi Selimut Aspal = film aspal, tebal lapisan aspal yang menyelimuti butir

agregat, tidak teermasuk yang diserap agregat.

Skid resistant = tahanan gesekan antara roda kendaraan dengan permukaan perkerasan (jalan).

Stabilitas = kemampuan campuran aspal untuk menahan beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk.

Sub base = lapisan pondasi bawah, lapisan perkerasasn yang

berada diantara lapisan pondasi bawah dan tanah dasar.

Sub grade = tanah dasar, lapisan terbawah dari perkerasan dapat berupa tanah asli atau tanah stabilitas.

Surface = lapisan permukaan, lapisan perkerasan yang berada

diatas lapisan pondasi. Lapisan ini paling besar menerima beban lalu lintas.

UCS = unconfined compressive strength ( kuat tekan bebas)

VFB = voids filled with bitumen (persen ruang diantara

partikel agregat (VMA) yang terisi aspal tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dinyatakan dalam persen terhadap VMA).

VIM = voids in mix (ruang udara diantara partikel agregat yang diselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah dipadatkan, dinyatakan dalam persen terhadap volumen bulk total campuran).

VMA = voids in mineral aggregate (volume rongga di antara partikel agregat pada suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan, dinyatakan dalam persen terhadap volume total benda uji campuran).

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) adalah sistem perkerasan jalan dimana konstruksinya terdiri dari beberapa lapisan. Tiap-tiap lapisan perkerasan pada umumnya menggunakan bahan maupun persyaratan yang berbeda sesuai dengan fungsinya yaitu, untuk menyebarkan beban roda kendaraan sedemikian rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar dalam batas daya dukungnya. Lapis permukaan adalah bagian perkerasan terletak paling atas dengan perekat aspal. Lapis permukaan ini berfungsi antara lain : (1) Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda kendaraan, (2) Sebagai lapis kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca, dan (3) Sebagai lapis aus (wearing course).

Jenis perkerasan lentur yang digunakan di Indonesia umumnya menggunakan campuran aspal panas baik untuk pelapisan ulang, pemeliharaan maupun pembangunan jalan baru. Jenis-jenis perkerasan di Indonesia yang mempergunakan campuran aspal panas antara lain: Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC (Asphalt Concrete), Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) atau HRS (Hot Rolled Sheets) dan Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir).

Selain jenis campuran diatas, ada juga yang disebut dengan Aspal Porus. Aspal Porus adalah campuran beraspal yang di desain mempunyai porositas lebih tinggi dibandingkan jenis perkerasan yang lain, sifat porus diperoleh karena campuran Aspal Porus menggunakan agregat yang memenuhi standar spesifikasi dengan proporsi agregat halus lebih sedikit dibandingkan campuran jenis yang lain. Aspal Porus umumnya memiliki nilai stabilitas Marshall yaitu kurang dari 500 kg, lebih rendah dari aspal beton yang menggunakan gradasi rapat dengan stabilitas minimum 800 kg. Menurut Australian Asphalt Pavement Association

(17)

2 pori-pori udara berkisar 20 %. (Khalid & Jimenes, 1994). Aspal Porus harus diletakan di lapisan permukaan jalan sebagai lapisan yang bersifat nonstruktural dan diatas lapis pondasi yang kedap air (Asphalt Treated Base).

Aspal Porus merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan keselamatan di jalan dan mengurangi kebisingan (noise reduction). Aspal Porus didesain untuk mendapatkan kadar rongga yang besar untuk meneruskan aliran air ke saluran samping dan lapisan dasar yang kedap air untuk mencegah air meresap ke lapis subbase dan badan jalan

,

sehingga genangan air di atas permukaan jalan yang kurang baik kemiringannya dapat diatasi. Hal ini seringkali terjadi setelah hujan yang dapat mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Kondisi ini dimungkinkan karena gradasi yang digunakan merupakan gradasi terbuka yang memiliki fraksi agregat kasar tidak kurang dari 85% dari berat total campuran sehingga struktur yang dihasilkan memiliki porositas yang lebih tinggi dan diharapkan memiliki permeabilitas yang tinggi juga. Aspal Porus diharapkan dapat juga berfungsi sebagai anti slip sehingga dapat mengurangi kecelakaan lalu lintas.

(18)

3 Hasil penelitian tersebut didapatkan Presentase penambahan Resiprene 35 yang mengasilkan performa terbaik untuk campuran Aspal Porus adalah sebanyak 6% terhadap Rubberized Asphalt. Pada penambahan ini didapat nilai VIM sebesar 19,03%, nilai stability sebesar 545 kg, nilai flow sebesar 5,20 mm, nilai MQ

sebesar 105 kg/mm, nilai cantabro loss sebesar 14,46%, nilai asphalt flow down

sebesar 0,259%, dan nilai koefisien permeabilitas sebesar 0,2829 cm/s (Alfriady, 2013).

Dalam pembuatan campuran Aspal Porus, agregat merupakan faktor penting dalam pembuatan pekerjaan perkerasan lentur. Agregat sebagai material dengan volume terbesar turut berperan dalam kekuatan perkerasan lentur. Untuk mencapai umur yang direncanakan dari perkerasan jalan, maka diperlukan mutu dan kualitas material yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. Apabila mutu material kurang memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka tingkat ketahanan dan keawetan konstruksi jalan menjadi rendah. Pada penelitian ini memanfaatkan material dari batu pecah sebagai agregat kasar penyusun perkerasan lentur. Batu pecah yang akan digunakan dalam penelitian ini berasal dari Kabupaten Karangasem, Bali.

Sejauh ini, karena masih terbatasnya pengalaman di daerah Bali dalam meneliti Aspal Porus menggunakan material lokal (Karangasem) dan belum adanya spesifikasi mengenai Aspal Porus di Indonesia, maka dari itu penelitian perihal sifat-sifat Aspal Porus ini perlu dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diteliti yaitu :

1. Berapakah kadar aspal optimum pada campuran Aspal Porus menggunakan batu pecah Karangasem dan dengan pengikat aspal penetrasi 60/70 ?

(19)

4 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun dari tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis dan menentukan berapa kadar aspal optimum pada campuran Aspal Porus menggunakan batu pecah Karangasem dan dengan pengikat aspal penetrasi 60/70.

2. Untuk menganalisis dan menentukan karakteristik campuran Aspal Porus pada kadar aspal optimum (nilai stabilitas, permeabilitas, cantabro, kuat tarik tidak langsung

,

dan kuat tekan bebas) menggunakan batu pecah Karangasem dan dengan pengikat aspal penetrasi 60/70.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Untuk mengembangkan pengetahuan dalam bidang konstruksi perkerasan khususnya perencanaan Aspal Porus.

2. Manfaat Praktis

Untuk mengetahui apakah campuran Aspal Porus menggunakan batu pecah Karangasem dan dengan pengikat aspal penetrasi 60/70 dapat memenuhi nilai stabilitas, permeabilitas, cantabro, kuat tarik tidak langsung, dan kuat tekan bebas yang baik untuk bahan kontruksi jalan.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki ruang lingkup sebagai berikut : 1. Agregat ( kasar, halus, dan filler ) diperoleh dari Karangasem.

2. Uji permeabilitas dengan menggunakan falling head water permeability test.

3. Uji kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength) menggunakan modifikasi alat Marshall.

(20)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Jalan

Menurut Sukirman (2003), perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti.

2.1.1 Jenis Konstruksi Perkerasan

Berdasarkan Sukirman (1999),berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi:

1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. 3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku

yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

2.1.2 Struktur Perkerasan Jalan Lentur

Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis dan terdiri atas lapisan permukaan (surface course) yaitu lapisan aus dan lapis antara. Lapisan dibawahnya ialah lapisan pondasi yang terdiri dari lapisan pondasi atas (base course) dan pondasi bawah (subbase course). Lapisan ini diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan (subgrade).

(21)

6 atau dapat dikatakan tebal struktur perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya dukung tanah dasar.

Gambar 2.1 Lapis perkerasan Sumber: Sukirman (2003)

1. Elemen Tanah dasar (sub-grade)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar pendukung badan jalan secara baik, karena harus dipertimbangkan beberapa sifat yang penting untuk kepentingan struktur jalan, seperti: daya dukung dan kestabilan tanah yang cukup, komposisi dan gradasi butiran tanah, sifat kembang susut tanah, kemudahan untuk dipadatkan, kemudahan meluluskan air (drainase), plastisitas dari tanah, sifat ekspansif tanah dan lain-lain.

Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar melalui penyelidikan tanah menjadi penting karena tanah dasar akan sangat menentukan tebal lapis perkerasan di atasnya, sifat fisik perkerasan di kemudian hari dan kelakuan perkerasan seperti deformasi permukaan, dan sebagainya.

2. Elemen Lapis Pondasi Bawah (sub-base course)

(22)

7 Lapis pondasi bawah dibuat di atas tanah dasar yang berfungsi di antaranya sebagai:

A. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda.

B. Menjaga efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).

C. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi. D. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.

Bermacam-macam material setempat (CBR > 20 %, PI < 10 %) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Ada berbagai jenis lapis pondasi bawah yang sering dilaksanakan, yaitu:

A. Pondasi bawah yang menggunakan batu pecah, dengan balas pasir. B. Pondasi bawah yang menggunakan sirtu yang mengandung sedikit

tanah.

C. Pondasi bawah yang menggunakan tanah pasir. D. Pondasi bawah yang menggunakan agregat.

E. Pondasi bawah yang menggunakan material ATSB (Asphalt Treated Sub-Base) atau disebut Laston Bawah (Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah).

F. Pondasi bawah yang menggunakan stabilisasi tanah. 3. Elemen Lapis Pondasi Atas (base course)

Lapis Pondasi Atas (LPA) adalah suatu lapisan perkerasan jalan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah (sub-base), yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang mendukung lapis permukaan dan beban-beban roda yang bekerja di atasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis pondasi bawah, kemudian ke lapis tanah dasar.

Lapis pondasi atas dibuat di atas lapis pondasi bawah yang berfungsi di antaranya:

A. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda. B. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

(23)

8 Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR > 50%, PI <4 %) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain: batu pecah, kerikil pecah, dan/atau stabilisasi tanah dengan semen atau kapur. Secara umum dapat berupa:

A. Pondasi atas yang menggunakan pondasi Telford B. Pondasi atas yang menggunakan material agregat

C. Pondasi atas yang menggunakan material ATB (Asphalt Treated Base)

atau disebut Laston (Lapisan Aspal Beton) Atas D. Pondasi atas yang menggunakan stabilisasi material 4. Elemen Lapis Permukaan (surface course)

Fungsi lapis permukaan antara lain:

A. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.

B. Sebagai lapis kedap air, yaitu lapisan yang melindungi lapisan di bawahnya dari resapan air yang jatuh di atas permukaan perkerasan. C. Sebagai lapisan aus (wearing course) yaitu lapisan yang langsung

menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah campuran bahan agregat dan aspal, dengan persyaratan bahan yang memenuhi standar. Penggunaan bahan aspal diperlukan sebagai bahan pengikat agregat dan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

Adapun jenis lapisan permukaan (surface course) yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain:

1. Lapisan bersifat nonstruktural, yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air yang meliputi:

A. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.

(24)

9 C. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus, dicampur dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat maksimum 1-2 cm.

D. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch.

E. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur dalam keadaan dingin dengan ketebalan maksimum 1 cm.

F. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Rolled Sheet (HRS) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi timpang/senjang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu panas dengan tebal padat maksimum 2,5-3 cm.

2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, yaitu antara lain:

A. Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri atas agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dengan ketebalan maksimum 4-10 cm. B. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri

atas campuran agregat asbuton dan bahan pelunak yang dihampar dan dipadatkan dalam keadaan dingin dengan ketebalan padat pada tiap lapisan antara 3-5 cm.

C. Laston (lapis aspal beton) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri atas campuran aspal keras dan agregat bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu panas.

(25)

10 5. Lapis Resap Pengikat (prime coat)

Lapis resap pengikat merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur yang tidak mempunyai nilai struktur akan tetapi mempunyai fungsi yang sangat besar terhadap kekuatan dan keawetan struktur terutama untuk menahan gaya lateral atau gaya rem.

Lapis resap pengikat dilaburkan diantara lapisan material tidak beraspal dengan lapisan beraspal yang berfungsi untuk menyelimuti permukaan lapisan tidak beraspal.

6. Lapis Perekat (tack coat)

Sama halnya dengan lapis resap pengikat, lapis perekat dilaburkan diantara lapis beraspal lama dengan lapis beraspal yang baru (yang akan dihampar diatasnya), yang berfungsi sebagai perekat diantaranya.

2.2 Bahan Campuran Aspal Porus

Bahan Campuran Aspal Porus terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler), dan aspal. Bahan-bahan tersebut sebelum digunakan harus diuji terlebih dahulu untuk mengetahui sifat-sifat dari bahan tersebut. Guna mendapatkan lapis perkerasan yang baik dan memenuhi persyaratan haruslah yang tepat antara agregat dengan kadar aspal optimum.

2.2.1 Agregat

Agregat atau batuan didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan solid. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% - 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% - 85% agregat berdasarkan persentase volume (Sukirman, 1999). Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.

(26)

11 Menurut Depkimpraswil dalam Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (2004), agregat diklasifikasikan berdasarkan proses terjadinya, proses pengolahannya dan berdasarkan ukuran butirnya.

2.2.1.1 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya

Menurut Silvia Sukirman (1999), klasifikasi agregat berdasarkan asal kejadiannya dapat dibedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen, dan batuan metamorf (batuan malihan).

1. Batuan beku

Batuan beku terbentuk dari membekunya magma cair yang terdesak ke permukaan pada saat gunung berapi meletus.

Batuan beku ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Batuan beku luar (extrusive igneous rock), berasal dari material yang keluar dari bumi saat gunung meletus kemudian akibat dari pengaruh cuaca mengalami pendinginan dan membeku. Pada umumnya batuan beku jenis ini berbutir halus, contoh batuan jenis ini adalah rhyolite, andesit, dan basalt.

b. Batuan beku dalam (intrusive igneous rock), berasal dari magma yang tidak dapat keluar dari bumi kemudian mengalami pendinginan dan membeku secara perlahan. Pada umumnya batuan beku jenis ini bertekstur kasar dan dapat ditemui di permukaan bumi karena proses erosi dan gerakan bumi, contoh batuan jenis ini adalah granit, gabbro, dan diorit.

2. Batuan sedimen

Batuan sedimen berasal dari campuran mineral, sisa-sisa hewan, dan tanaman. Batuan jenis ini terdapat pada lapisan kulit bumi, hasil endapan di danau, laut, dan sebagainya.

Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan atas: a. Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, seperti breksi,

(27)

12 b. Batuan sedimen yang dibentuk secara organis, seperti batu bara, dan

opal.

c. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi, seperti batu gamping, garam, gift, dan flint.

3. Batuan metamorf

Batuan ini umumnya berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur kulit bumi, contoh batuan jenis ini adalah marmer, kwarsit, dan batuan metamorf yang berlapis, seperti batu sabak, filit, dan sekis.

2.2.1.2 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya

Menurut The Asphalt Institute (1983) dan Silvia Sukirman (1999), berdasarkan proses pengolahannya, agregat dapat dibedakan menjadi agregat alam, agregat yang mengalami proses pengolahan, dan agregat buatan.

1. Agregat alam

Agregat alam merupakan agregat yang diambil dari alam dengan sedikit proses pengolahan. Agregat alam terbentuk melalui proses erosi dan degradasi sehingga bentuk partikelnya ditentukan oleh proses pembentukannya. Agregat yang mengalami proses erosi yang diakibatkan oleh air biasanya terjadi di sungai mempunyai bentuk partikel yang bulat-bulat dengan permukaan yang licin. Agregat yang mengalami proses degradasi biasanya terjadi dibukit-bukit mempunyai bentuk partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar. Agregat alam yang sering dipergunakan yaitu pasir dan kerikil. kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel > 1/4 inch (6,35 mm) sedangkan pasir adalah agregat dengan ukuran partikel < 1/4 inch tetapi lebih besar dari 0,075 mm (saringan no. 200).

2. Agregat yang melalui proses pengolahan

(28)

13 dahulu dengan menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) atau secara manual agar diperoleh:

a. Bentuk partikel yang bersudut, diusahakan berbentuk kubus. b. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik. c. Gradasi sesuai yang diinginkan.

Hasil dari proses pemecahan ini biasanya disebut dengan split dan mempunyai ukuran mulai dari 5 mm sampai 40 mm.

3. Agregat buatan

Agregat buatan adalah agregat yang diperoleh dengan memecah batuan yang masih berbentuk bongkahan-bongkahan besar. Bongkahan batuan ini dapat diperoleh di bukit-bukit (gunung-gunung) maupun di sungai. Sebelum batuan ini digunakan sebagai agregat maka batuan ini dipecah terlebih dahulu menjadi material yang lebih kecil sesuai dengan ukuran yang diinginkan dengan menggunakan Stone Crusher. Agregat buatan mempunyai ukuran partikel < 0,075 mm.

2.2.1.3 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya

Ditinjau dari ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler).

Menurut American Society for Testing and Material (ASTM):

a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 4,75 mm (saringan No.4). b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 4,75 mm(saringan No.4).

c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No. 200.

Menurut AASHTO:

a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 2 mm.

b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 2 mm dan > 0,075.

c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No. 200.

(29)

14 a. Agregat kasar, agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan

No.4 (4,75 mm)

b. Agregat halus, agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan No.4 (4,75 mm)

c. Bahan pengisi ( filler ), bagian dari agregat halus yang minimum 85 % lolos saringan No.200 (0,075 mm), non-plastis, tidak mengandung bahan organik, tidak menggumpal, kadar air maksimum 1%.

2.2.1.4 Sifat Agregat

Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperiksa antara lain (Sukirman, S. 2003):

1. Gradasi

Gradasi mempengaruhi rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisis saringan.

Gradasi agregat dapat dibedakan atas:

a. Gradasi Seragam (Uniform Graded) atau Gradasi Terbuka

Adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung sedikit agregat halus, sehingga terdapat banyak rongga/ruang kosong antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.

b. Gradasi Rapat (Dense Graded) atau Gradasi Baik (Well Graded) Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang dan akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi.

c. Gradasi Buruk (Poorly Graded) atau Gradasi Senjang

Adalah campuran agregat yang tidak memenuhi dua kategori diatas. Agregat begradasi buruk yang umum digunakan yaitu gradasi celah

(30)

15 Gambar 2.2 Contoh tipikal macam-macam gradasi agregat

Sumber: Silvia Sukirman (2007)

2. Ukuran maksimum agregat

Ukuran maksimum agregat adalah satu saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum, dapat dinyatakan dengan mempergunakan:

a. Ukuran Maksimum Agregat

Menunjukkan ukuran saringan terkecil bilamana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100%.

b. Ukuran Nominal Maksimum Agregat

Menunjukkan ukuran saringan terbesar bilamana agregat tertahan tidak lebih dari 10%.

3. Kebersihan agregat

Kebersihan agregat ditentukan dari banyaknya butir-butir halus yang lolos saringan No.200 seperti adanya lempung, lanau, ataupun adanya tumbuh-tumbuhan pada campuran agregat.

4. Daya tahan agregat

Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butir-butir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan jalan, pelayanan terhadap beban lalu lintas, dan proses kimiawi, seperti pengaruh

(31)

16 kelembaban, kepanasan, dan perubahan suhu sepanjang hari. Nilai keausan/degradasi > 40%: agregat kurang kuat, < 30%: untuk lapis penutup, < 40%: untuk lapis permukaan dan lapis pondasi atas (LPA), < 50%: untuk lapis pondasi bawah (LPB). Ketahanan agregat terhadap degradasi diperiksa dengan pengujian abrasi menggunakan alat abrasi Los Angeles, sesuai dengan SNI 2417-2008 atau AASHTO 96-87.

5. Bentuk dan tekstur permukaan agregat

Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dikelompokkan menjadi berbentuk bulat, lonjong, pipih, kubus, tak beraturan, atau mempunyai bidang pecahan.

6. Daya lekat terhadap aspal

Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu:

a. Sifat mekanis yang tergantung dari: - Pori-pori dan absorpsi

- Bentuk dan tekstur permukaan - Ukuran butir agregat

b. Sifat kimiawi dari agregat. 7. Berat jenis agregat

(32)

17

Gambar 2.3 Pertimbangan Volume Pori Agregat untuk Penentuan SG Sumber: Krebs and Walker (1971) dalam Thanaya (2008)

Ada beberapa jenis berat jenis agregat, yaitu: a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity)

Bila aspal diasumsikan hanya menyelimuti agregat di bagian permukaan saja, tidak meresap ke bagian agregat yang permeable,

SG adalah rasio antara berat agregat dan berat air yang volumenya = Vs + Vi + Vp.

b. Berat jenis semu (apparent specific gravity)

SG ini didasarkan atas asumsi bahwa aspal meresap ke dalam agregat dengan tingkat resapan yang sama dengan air, yaitu sampai Vc atau ke dalam seluruh Vp. Karenanya volume yang dipertimbangkan adalah: Vs + Vi

Vp = total volume permeable

Vc = volume yg permeable thd

air tapi impermeable thd

aspal

Vp-Vc = volume yg permeable

(33)

18 c. Berat jenis efektif (effective specific gravity)

SG Bulk dan SG Apparent didasarkan atas dua kondisi ekstrem. Asumsi yang realistis adalah bahwa aspal dapat meresap sampai ke (Vp – Vc). Oleh karena itu SG atas asumsi ini disebut SG efektif.

Effective SG =

Keterangan: Vp = volume pori yang dapat diresapi air V = volume total dari agregat

Vi = volume pori yang tidak dapat diresapi air Vs = volume partikel agregat

Ws = berat kering partikel agregat

γw = berat volume air 2.2.1.5 Pencampuran Agregat (Blending)

Agregat yang terdapat di lapangan kemungkinan besar mempunyai gradasi/ukuran yang beraneka ragam. Untuk mendapatkan agregat yang sesuai dengan spesifikasi, maka perlu dilakukan pencampuran agregat.

Pencampuran agregat dapat dilakukan dengan cara: 1. Cara mencoba-coba (Trial and Error)

Adalah cara pencampuran agregat dengan mencoba kemungkinan berbagai proporsi agregat, kemudian mengadakan analisa saringan yang dibandingkan dengan spesifikasi yang disyaratkan.

2. Cara Analitis

Pada cara ini didasarkan atas penggabungan agregat dengan menggunakan rumus pendekatan. Dari rumus ini diperoleh prosentase agregat kasar, agregat halus dan filler. Rumus yang digunakan menurut cara Bambang

S = % titik tengah spec limit dari saringan yang dikehendaki F = % agregat halus lewat saringan tertentu

(34)

19 3. Cara Grafis

3.1 Cara Grafis

Cara ini adalah penggabungan agregat yang dilakukan dengan menggambarkan grafik hubungan antara prosentase butir-butir lolos saringan dari setiap agregat yang digunakan dengan prosentase lolos saringan spesifikasi limit.

- Pencampuran 2 jenis agregat. - Pencampuran 3 jenis agregat. 3.2 Cara Diagonal

Penggunaan agregat dengan menggunakan gambar empat persegi panjang, dengan ukuran (10 x 20) cm pada kertas milimeter blok. Dengan menarik garis diagonal dari sisi kiri bawah ke kanan atas, berdasarkan data persentase lolos saringan dan spesifikasi ideal dari masing-masing agregat akan diperoleh persentase proporsi masing-masing agregat.

2.2.2 Aspal

Aspal adalah bahan alam dengan komponen kimia hidrokarbon, hasil eksplorasi dengan warna hitam bersifat plastis hingga cair, tidak larut dalam larutan asam encer dan alkali atau air, tapi larut sebagian besar dalam aether, CS2 bensol dan chloroform (Saodang,2005).

Fungsi aspal dalam perkerasan beraspal adalah sebagai bahan pengikat agar agregat tidak mudah lepas akibat lalu lintas dan lingkungan. Selain itu aspal juga berfungsi sebagai lapis kedap yang melindungi agregat dan material lain di bawahnya dari pengaruh air. Agar aspal dapat dapat berfungsi seperti yang diharapkan maka aspal diantaranya harus memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Aspal harus dapat melapisi agregat dan mengisi rongga antar agregat hingga perkerasan cukup rapat dan kedap air

2. Aspal harus memberikan lapisan yang elastis sehingga perkerasan tidak mudah retak

3. Aspal tidak peka terhadap perubahan suhu dilapangan

(35)

20 5. Aspal mempunyai kohesi yang baik

6. Aspal tidak cepat rapuh atau lapuk 7. Aspal mudah dikerjakan

8. Asspal aman saat pengerjaan

9. Aspal homogeny dan tidak berubah selama penyimpanan 10.Aspal memberikan kinerja yang baik terhadap campuran

2.2.2.1 Jenis Aspal

Aspal yang digunakan untuk bahan perkerasan jalan (Saodang,2005), terdiri beberapa jenis :

1. Aspal Alam

Aspal alam terbentuk apabila deposit minyak mentah dalam perut bumi terdestilasi secara alami. Aspal ini bias muncul ke permukaan bumi melalui celah/retakan. Apabila aspal yang muncul ke permukaan yang berupa lembah maka terbentuk deposit aspal alam yang disebut aspal danau. Sedangkan apabila aspal yang muncul ke permukaan bumi dan meresap kedalam batuan porus akan terbentuk aspal gunung. Di Indonesia terdapat aspal alam yang disebut aspal batu buton atau asbuton. Aspal alam ini terjadi karena adanya minyak bumi yang mengalir keluar melalui retak-retak kulit bumi. Setelah minyak menguap, maka tinggal aspal yang melekat pada batuan yang dilalui.

2. Aspal minyak (Petroleum Asphalt)

Berbentuk padat atau semi-padat sebagai cikal bakal bitumen, yang diperoleh dari penirisan minyak.

Aspal minyak dibedakan menjadi :

a. Aspal Keras-panas (Asphaltic-Cement,AC)

Aspal ini berbentuk padat pada temperature ruangan. Di Indonesia aspal semen dibedakan dari nilai penetrasinya, misal : AC dengan penetrasi 40/50, 60/70, 85-100)

(36)

21 tinggi digunakan ditempat bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah.

b. Aspal dingin-cair (Cut-back Asphalt)

Aspal ini digunakan dalam keadaan cair dan dingin. Aspal dingin adalah campuran pabrik antara aspal panas dengan bahan pengencer dari hasil penyulingan minyak bumi. Berdasarkan bahan pengencer dan kemudahan menguap, bahan pelarutnya, aspal dingin dibedakan menjadi :

- Jenis RC (Rapid Curing) : Bahan pengencer bensin dengan RC0 sampai RC5)

- Jenis MC (Medium Curing) : bahan pengencer minyak tanah (kerosene) dengan MC0 sampai MC5.

- Jenis SC (Slow Curing) : bahan pengencer solar dengan SC0 sampai SC5.

c. Aspal emulsi (Emulsion Asphalt)

Disediakan dalam bentuk emulsi, dapat digunakan dalam keadaan dingin. Dibedakan dua jenis emulsi :

- kationik (aspal emulsi asam), emulsi bermuatan arus listrik positip. - Anionik (aspal emulsi alkali), emulsi bermuatan arus listrik negatip. Berdasarkan bahan emulsifier ditambah air, dibedakan :

- Tipe RS (rapid setting):RS1

- Tipe MS (medium setting):MS1sampai MS3 - Tipe SS (slow setting): SS1

2.2.2.2 Sifat Aspal

Aspal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a. Daya tahan (Durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.

b.Adhesi dan kohesi

(37)

22

Marshall. Kohesi adalah ketahanan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan.

c. Kepekaan terhadap temperatur

Aspal adalah bahan yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak jika temperatur bertambah.

d.Kekerasan aspal

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga dilapisi aspal atau disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas. Peristiwa perapuhan terus berlangsung selama masa pelaksanaan. jadi, selama masa pelayanan, aspal mengalami proses oksidasi yang besar yang dipengaruhi oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

2.2.2.3 Pemeriksaan Aspal

Sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa dan aspal yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur. Pemeriksaan yang dilakukan untuk aspal keras adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Penetrasi Aspal

Pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal. Pengujian dilaksanakan pada suhu 25ºC dan kedalaman penetrasi diukur setelah beban dilepaskan selama 5 detik.

2. Pemeriksaan Titik Lembek (Softening Point Test)

(38)

23

‘Ring and Ball Apparatus’. Manfaat dari pengujian titik lembek ini adalah

digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. 3. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar

Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar bertujuan untuk menentukan suhu pada aspal terlihat nyala singkat di permukaan aspal (titik nyala) dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Titik nyala dan bakar perlu diketahui untuk memperkirakan temperatur maksimum pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar.

4. Pemeriksaan Kehilangan Berat Aspal

Pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat akibat penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal. Penurunan berat menunjukkan adanya komponen aspal yang menguap yang dapat berakibat aspal mengalami pengerasan yang eksesif/berlebihan sehingga menjadi getas (rapuh) bila pengurangan berat melebihi syarat maksimalnya. Pengujian ini dilanjutkan dengan pengujian nilai penetrasi aspal, untuk mengetahui peningkatan kekerasannya (dalam % penetrasi semula).

5. Pemeriksaan Daktilitas Aspal

Tujuan dari pemeriksaan ini untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu 25ºC dan kecepatan tarik 5 cm/menit. Aspal dengan daktilitas yang lebih besar mengikat butir-butir agregat yang lebih baik tetapi lebih peka terhadap perubahan temperatur.

6. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal

(39)

24 1 Penetrasi pada 25°C (0,01 mm) SNI 06-2456-1991 60-70 2 Viskositas Dinamis 60°C (Pa.s) SNI 06-6441-2000 160-240 3 Viskositas Kinematis 135°C (cSt) SNI 06-6441-2000 ≥300

4 Titik lembek (°C) SNI 2434-2011 ≥48

5 Daktilitas pada 25°C, (cm) SNI 2432-2011 ≥100

6 Titik nyala (°C) SNI 2433-2011 ≥232

7 Kelarutan dalam trichloroethylene (%) AASHTO T44-03 ≥99

8 Berat jenis SNI 2441:2011 ≥1,0

9 Stabilitas Penyimpanan: Perbedaan Titik

Lembek (°C) ASTM D 5976 part 6.1

-10 Partikel yang lebih halus dari 150 micron (µm) (°C)

11 Berat yang hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≤0,8

12 Viskositas Dinamis 60°C (Pa.s) SNI 03-2441-1991 ≤800 13 Penetrasi pada 25°C (%) SNI 06-2456-1991 ≥54 14 Daktilitas pada 25°C (cm) SNI 2432-2011 ≥100 15 Keelastisan setelah pengembalian (%) AASHTO T301-98 -No. Jenis Pengujian

Pengujian Residu Hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT (SNI-03-6835-2002) Metode Pengujian Aspal Pen.

60-70 2.2.2.4 Karakteristik Aspal Keras

Aspal keras dibedakan atas tingkat penetrasinya (ukuran kekentalan aspal keras), misalnya AC 60/70, AC 80/100, AC 200, AC 300. Dalam hal ini disajikan beberapa persyaratan aspal keras, antara lain: aspal keras penetrasi 60/70 seperti yang disyaratkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70

Sumber: Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga, (2010) Rev. 3

Catatan :

1. Hasil pengujian adalah untuk bahan pengikat (bitumen) yang diektraksi dengan menggunakan metode SNI 2490:2008. Kecuali untuk pengujian kelarutan dan gradasi mineral dilaksanakan pada seluruh bahan pengikat termasuk kadar mineralnya.

2. Untuk pengujian residu aspal Tipe II dapat mengajukan metode pengujian alternatif untuk viskositas bilamana sifat-sifat elastometrik atau lainnya didapati berpengaruh terhadap akurasi pengujian penetrasi atau standar lainnya.

(40)

25 4. Jika untuk pengujian viskositas tidak dilakukan sesuai dengan AASHTO

T201-03 maka hasil pengujian harus dikonversikan ke satuan cSt.

5. Contoh bahan aspal harus diekstraksi dari benda uji sesuai dengan caa SNI 03-3640-1994 (metode soklet) atau SNI 03-6894-2002 (metode sentrifus) atau AASHTO T 164-06 (metode tungku pengapian). Jika metode sentrifus digunakan, setelah konsentrasi larutan aspal yang terekstraksi mencapai 200 mm, partikel mineral yang terkandung harus dipindahkan ke dalam suatu alat sentrifugal. Pemindahan ini dianggap memenuhi bilamana kadar abu dalam bahan aspal yang diperoleh kembali tidak melebihi 1% (dengan pengapian). Jika bahan aspal diperlukan untuk pengujian lebih lanjut maka bahan itu harus diperoleh kembali dari larutan sesuai dengan prosedur SNI 03-6894-2002.

6. Aspal Tipe I dan Tipe II harus diuji pada setiap kedatangan dan sebelum dituangkan ke tangki penyimpanan AMP untuk penetrasi pada 25oC (SNI 06-2456-1991) Tipe II juga harus diuji untuk stabilitas penyimpanan sesuai dengan ASTM D5976 part 6.1 dan dapat ditempatkan dalam tangki sementara sampai hasil pengujian tersebut diketahui. Tidak ada aspal yang boleh digunakan sampai aspal tersebut telah diuji dan disetujui.

2.3 Campuran Aspal Porus

Campuran Aspal Porus ini pada prinsipnya adalah open graded macadam dengan porositas tinggi, yang banyak dipakai berporositas antara 20-25%. Aspal Porus harus diletakkan diatas lapisan pondasi (base course) yang kuat dan kedap air (dengan tack coat tebal) .

Penggunaan konstruksi Aspal Porus dimaksudkan untuk:

- mengurangi genangan air (water ponding/aquaplanning) dan cipratan (splash) air pada permukaan perkerasan.

- mengurangi pantulan cahaya lampu kendaraan (glare).

- mengurangi kebisingan akibat gesekan roda kendaraan dan perkerasan, dimana suara bising diserap oleh porositas Aspal Porus (Gambar 2.4).

(41)

26 Gambar 2.4 Gesekan roda kendaraan pada Aspal Porus

Aspal Porus adalah campuran beton aspal dengan kadar pasir yang rendah untuk mendapatkan kadar rongga udara yang tinggi. Aspal Porus dipergunakan untuk lapisan permukaan jalan dan selalu dihampar di atas lapisan kedap air. Dipromosikan efektif untuk meningkatkan keselamatan lalu-lintas pada musim hujan, mengurangi percikan air dan mempunyai kekesatan permukaan yang baik bagi kendaraan berkecepatan tinggi.(Diana, 2000).

Aspal Porus sesuai digunakan pada jalan bebas hambatan dengan kecepatan tinggi seperti pada jalan tol dan pada daerah yang padat penduduknya seperti komplek sekolah, rumah sakit, terowongan sehingga mengurangi gangguan kebisingan dan slip karena permukaan perkerasan kasar. Peningkatan rongga dalam campuran pada Aspal Porus sangat berpengaruh terhadap nilai permeabilitas. Umumnya peningkatan proporsi agregat kasar dan mengurangi agregat halus dapat meningkatkan nilai rongga dalam campuran Aspal Porus (Cabrera et al, 1996).

Aspal Porus merupakan konstruksi perkerasan lentur. Aspal Porus merupakan lapisan tidak kedap air (permeable) yang berfungsi mengurangi beban drainase pada permukaan perkerasan bersamaan dengan kemiringan permukaan.

(42)

27 Gambar 2.5 Sistem drainase Aspal Porus

Sumber: Sarwono Wardhani (2007)

Belakangan ini Aspal Porus semakin jarang dipergunakan untuk ruas jalan umum, antara lain karena:

- Memerlukan pemeliharaan rutin supaya rongga yang diharapkan dapat mereduksi air permukaan tidak tersumbat.

- Pelaksanaan pekerjaan Aspal Porus memerlukan kecermatan pelaksanaan yang baik.

- Pada musim dingin, konstruksi Aspal Porus memerlukan jumlah grit salt

(sejenis garam untuk menurunkan titik beku air, supaya tidak licin) yang lebih banyak dari jenis perkerasan lain.

- Kekuatan Aspal Porus kurang optimal dan berumur sekitar 3-4 tahun, lebih pendek dari jenis perkerasan aspal lain sehingga perlu lebih sering di daur ulang (recycling).

- Adanya alternative jenis campuran aspal yang lain, misalnya Stone Mastic Asphalt (SMA).

- Biayanya besar khususnya di daerah perkotaan karena membutuhkan drainase.

Tergantung dari prioritas, Aspal Porus masih banyak digunakan pada: - Daerah perkotaan yaitu pada jalan bebas hambatan dengan kecepatan tinggi. - Areal yang padat penduduk seperti pemukiman, perkantoran, dan rumah sakit

yang curah hujannya tinggi sehingga dapat mengurangi kebisingan dan slip. Drainase Lapis Pondasi Bawah

Lapis Pondasi atas : Lapis Kedap Air Lapisan Aspal Porus

Tanah dasar

Bahu jalan

(43)

28 - Daerah yang ada kecendrungan air mennggenang, seperti daerah yang terjadi perubahan ketinggian, jalan yang lebar dan lingkungan dengan profil yang membujur dari jalan-jalan di daerah berbukit.

- Pada jalan setapak untuk mengurangi kelicinan (Gambar 2.5).

- Pada areal tempat bermain bagi anak-anak atau landasan untuk kegiatan olah raga.

Aspal Porus tidak cocok digunakan pada area dengan kondisi: -Kekuatan struktur perkerasan di bawah standar.

-Terdapat kecenderungan untuk melakukan akselerasi mendadak, pengereman dan membelok misalnya pada persimpangan utama.

-Tikungan kecil, jari-jari tikungan <75 m. -Sudut kemiringan permukaan > 10 %.

-Pengaliran bebas tidak dapat dilakukan sepanjang bahu jalan. -Terdapat fleksibilitas yang tinggi misalnya di atas jembatan. -Volume lalu lintas melebihi 4.000 smp/lajur/hari saat pembukaan. -Lalu lintas lambat, kecepatan di bawah 40 km/jam.

-Daerah pertanian karena kemungkinan tanah akan menutup pori.

(44)

29

perbandingan 1 : 5 Maks. 10%

SNI 03-4142-1996 Maks. 2% Kelekatan agregat terhadap aspal

Butir Pecah pada agregat kasar

Partikel Pipih dan Lonjong

Gambar 2.7 Aspal Porus dan Aspal Standar

2.3.1 Syarat Teknis Agregat pada Campuran Aspal

Adapun persyaratan agregat yang diisyaratkan untuk campuran aspal adalah sebagai berikut :

1. Agregat Kasar

a. Tertahan ayakan No.4 (4,75 mm)

b. Mempunyai angularitas sesuai syarat. Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat, jumlah agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu atau lebih.

Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar

(45)

30

Pengujian Standar Nilai

Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 60%

Angularitas dengan Uji Kadar Rongga SNI 03-6877-2002 Min. 45 Gumpalan Lempung dan Butir-butir

Mudah Pecah dalam Agregat SNI 03-4141-1996 Maks. 1% Agregat Lolos Ayakan No.200 SNI ASTM C117:2012 Maks. 10% Catatan:

- 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

2. Agregat halus

Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No.4 (4,75mm) dan tertahan pada saringan No.200 (0,075 mm).

Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: - Agregat halus harus terdiri dari pasir alam atau pasir buatan atau pasir

terak atau gabungan dari bahan-bahan tersebut yang keadaannya bersih, kering, kuat, bebas dari gumpalan-gumpalan lempung dan bahan-bahan lain yang mengganggu.

- Mempunyai angularitas sesuai syarat. Angularitas agregat halus didefinisikan sebagai persen rongga udara pada agregat lolos ayakan No.4 (4,75mm) yang dipadatkan dengan berat sendiri

- Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu batas yang tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran.

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus

Sumber: Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga, (2010) Rev. 3

3. Filler

Bahan pengisi atau filler adalah bagian dari agregat halus yang minimum 85 % lolos saringan No.200 (0.075 mm).

(46)

31 - Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-1968-1990 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75 micron) tidak kurang dari 75 % terhadap beratnya.

- Bilamana kapur tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian, digunakan sebagai bahan pengisi yang ditambahkan maka proporsi maksimum yang diijinkan adalah 1,0% dari berat total campuran beraspal. Kapur yang seluruhnya terhidrasi yang dihasilkan dari pabrik yang disetujui, dapat digunakan maksimum 2% terhadap berat total agregat.

2.3.2 Gradasi Agregat Campuran Aspal Porus

Pada umumnya agregat yang tersedia di lapangan, baik hasil produksi mesin pemecah batu maupun sebagaimana bentuk dan ukurannya dialam belum memenuhi gradasi sebagaimana disyaratkan didalam spesifikasi pekerjaan. Untuk itu diperlukan pencampuran dari berbagai ukuran agregat seperti yang tersedia di lapangan. Adapun syarat gradasi-gradasi agregat untuk campuran Aspal Porus adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Gradasi Agregat Campuran Aspal Porus

Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos

(mm) Ag. Maks. 10 mm

Sumber : Australian Asphalt Pavement Association, 2004

Gambar

Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan KarakteristikError! Bookmark not
Gambar 2.2  Contoh tipikal macam-macam gradasi agregat
Gambar 2.3  Pertimbangan Volume Pori  Agregat untuk Penentuan SG
Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70
+7

Referensi

Dokumen terkait

Campuran Aspal Panas (Hotmix) adalah suatu campuran perkerasan jalan lentur yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengikat aspal dengan

Kombinasi perkerasan aspal porus lapis ganda yang mempunyai kapasitas drainase paling efektif adalah kombinasi C(14/20) diperoleh ke = 0,401 cm/detik dan tidak terjadi aliran

Tujuan dari penelitian yang telah dilakukan adalah untuk mengetahui komposisi optimum limbah beton yang digunakan sebagai agregat kasar pada campuran aspal porus dan

Contoh benda uji dengan kadar aspal optimum……… Permeabilitas Vertikal dan Horisontal……… Sebelum dan sesudah pengujian ITS……… Perbandingan Nilai Stabilitas Aspal Porus

Aspal porous yang menggunakan aspal minyak penetrasi 60/70 sebagai bahan pengikat dalam penelitian ini tidak memenuhi spesifikasi sebagai perkerasan lentur untuk

Perencanaan campuran perkerasan lentur haruslah sesuai dengan kadar aspal yang optimum dan komposisi agregat yang sesuai agar didapat perkerasan lentur yang yang awet sesuai

Penelitian yang dilakukan adalah uji analisis deskriptif pada pengujian aspal porus dengan bahan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) yang disubstitusikan pada agregat

Gradasi agregat menentukan sifat-sifat porus aspal, berbagai macam gradasi agregat telah dikembangkan diberbagai lembaga penelitian dari berbagai negara