1
METODE PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNAGRAHITA
(Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Bagian C Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa Kerten Surakarta)
NASKAH PUBLIKASI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Oleh:
NUR AISIYAH G 000 080 006
FAKULTAS AGAMA ISLAM
2
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA FAKULTAS AGAMA ISLAM
Jl. A. Yani. Tromol Pos I. Pabelan Kartasura Telp (0271) 717417, 719483 Fax 715448 Surakarta 57102
PENGESAHAN
Skripsi Saudari : Nur Aisiyah
NIM : G 000 080 006
Fakultas : Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul : Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Tuna Grahita (Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Bagian C Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa Kerten Surakarta)
Telah dimunaqosahkan dalam sidang panitia ujian munaqasah skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 13 Juli 2012 dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi program Strata Satu (SI) guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd.I.) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Surakarta, 13 Juli 2012
Dekan
(Dr. M. Abdul Fattah Santoso, M.Ag.)
Penguji I Penguji II
(Dra. Chusniatun, M.Ag.) (Dra. Mahasri Shobahiya, M.Ag)
Penguji III
(Drs. Bambang Raharjo, M.Ag.)
0
ABSTRAK
Metode merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam dunia pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam. Suatu kegiatan belajar mengajar tidak lengkap jika tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam pembelajaran. Tanpa pengajaran yang baik kegiatan belajar mengajar tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta apa faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita serta faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta. Manfaat dari penelitian ini secara teoritis adalah menambah wawasan dan khasanah keilmuan, terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran Pendidikan Agama Islam, lebih khusus lagi bagi anak penyandang cacat yang memiliki intelegensi di bawah rata-rata. Sedangkan secara praktis dapat dijadikan masukan, sumbangan pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan pembinaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa baik di SMPLB C Kerten Surakarta maupun SMPLB C lainnya.
Ditinjau dari objeknya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan, karena data-data yang diperlukan untuk menyusun karya ilmiah ini diperoleh dari lapangan yaitu di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta.Untuk dapat memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis datanya adalah deskriptif kualitatif, sedangkan penarikan kesimpulannya menggunakan cara berpikir induktif yaitu, cara berpikir untuk mengambil kesimpulan dari masalah yang sifatnya khusus ke masalah-masalah yang sifatnya umum
Peneliti menyimpulkan bahwa metode pembelajaran untuk anak tuna grahita pada dasarnya memiliki kesamaan dengan metode pembelajaran pada anak normal, hanya saja ketika dalam pelaksanaan memerlukan modifikasi agar sesuai dengan kondisi anak yang melakukan pembelajaran tersebut. Metode tersebut antara lain: metode ceramah, metode hafalan, metode demonstrasi, metode latihan (drill), metode pemberian tugas, dan metode sosiodrama. Adapun beberapa faktor pendukung, antara lain: Adanya kesiapan anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas, guru pandai dalam memilih suatu metode yang tepat serta penggunaannya, dan suasana lingkungan belajar yang mendukung. Kendala dari penerapan metode PAI antara lain: Kondisi fasilitas atau sarana dan prasarana yang kurang memadai dan menarik dan kompetensi belum tercapai secara tuntas, karena pembelajaran Pendidikan Agama Islam hanya sekali dalam sepekan, dan waktunya berkisar 35 menit
Kata kunci: metode pembelajaran, PAI, dan anak tuna grahita.
1 PENDAHULUAN
Paradigma pengelolaan pendidikan luar biasa telah mengalami perubahan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 wilayah penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa mencakup aspek yang lebih luas, yakni pelayanan pendidikan kepada mereka yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, serta warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Di samping itu, sebutan untuk pendidikan Luar Biasa dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 telah diperluas menjadi Pendidikan
Khusus (PK) dan Pendidikan Layanan Khusus (PLK).
Pendidikan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti pembelajaran karena kelainan fisik, mental, emosional, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Sedangkan Pendidikan Layanan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang berada di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi, hal ini berarti bahwa tugas Direktorat Pelayanan Sekolah Luar Biasa tidak hanya terbatas memberikan layanan pada siswa yang berkebutuhan khusus, tetapi semua siswa yang tidak dapat diakomodasi oleh sistem persekolahan yang kovensional.
2 pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003: 12). Program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah harus disambut dengan baik, dengan cara meningkatkan layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus baik secara kualitas maupun kuantitas. Hasil sensus pada tahun 2003 menjelaskan bahwa baru sekitar 3,70 % (33.850 anak) dari mereka terlayani baik di sekolah khusus (SLB) maupun di sekolah regular. Perlu kita ketahui bersama bahwa angka tersebut belum termasuk mereka yang tergolong autis,
berbakat, dan kesulitan belajar (Depdiknas, 2003: 1).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
METODE PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA ANAK TUNA GRAHITA (Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama bagian C Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa Kerten Surakarta)
LANDASAN TEORI
3 dari berbagai kemungkinan, yang dapat mempertinggi mutu dan efektivitas suatu metode tertentu. Kalau tidak, maka akan menghambat proses pengajaran dan akan berakibat lebih jauh lagi, yaitu tidak tercapainya tujuan pengajaran sebagaimana yang telah ditetapkan.
Menurut Tafsir (2002: 33-34), pada dasarnya metode dapat dipergunakan dalam mendidik anak, hanya saja perlu diingat, dalam
penggunaannya harus
mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain:
a. Keadaan murid, yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan, kematangan, perbedaaaan individu dan lainnya.
Faktor yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memilih metode adalah masalah-masalah murid. Di mana guru berhadapan dengan murid dengan potensi dan fitrah yang
dimilikinya, memberi kemungkinan dan sekaligus harapan untuk berkembang dengan baik ke arah pribadi yang lebih baik. Pada fitrahnya memanglah setiap individu murid telah diberi hidayah oleh Allah. Akan tetapi iman dan tauhid dapat saja berubah ke arah kekafiran/tidak beriman manakala tidak disiram dan dipupuk dengan pendidikan dan bimbingan ke jalan yang menuju keimanan dan Islam. Guru berhadapan dengan murid yang masing-masing memiliki perbedaan kemampuan, kecerdasan, karakter, dan latar belakang sosial ekonomi antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, guru harus dapat memilih dan menetapkan suatu metode mengajar sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, dan perhatian anak didik masing-masing di dalam kelas.
4 Setiap mata pelajaran biasanya memiliki tujuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena tujuan umum dan tujuan khusus dari masing-masing pelajaran tersebut memiliki perbedaan dan tekanannya masing-masing, maka implikasinya dalam pemilihan metode, guru hendaklah mampu melihat perbedaan-perbedaan tersebut, dan membawanya ke dalam suatu situasi pemilihan riset metode yang dianggap paling cocok/tepat dan serasi diterapkan. Dengan kata lain tujuan yang ingin dicapai dari masing-masing mata pelajaran itu haruslah menjadi perhatian utama bagi seorang guru dalam menetapkan metode apa yang akan dipakai dalam mengajar.
c. Situasi dan kondisi pengajaran di mana berlangsung
Situasi dan kondisi saat berlangsungnya pengajaran hendaknya juga diperhatikan dan dipertimbangkan di dalam pemilihan metode. Situasi dan kondisi yang dimaksud adalah kondisi fisik gedung sekolah, misalnya: berdekatan dengan pasar, pabrik, gedung bioskop, atau di dekat kebisingan yang lain. Di samping itu, keadaan guru dan murid saat waktu pembelajaran, apakah guru atau murid tidak dalam keadaan lelah sehabis olah raga atau berada pada jam terakhir, sehingga pemberian materi dengan metode ceramah perlu dipertimbangkan/dipikirkan, perlu menggunakan metode lain yang dianggap lebih tepat, seperti: sosiodrama, metode latihan siap, metode tanya jawab, dan metode diskusi.
5 Tersedianya sarana, alat atau media pengajaran, misalnya: alat praktikum, buku-buku bacaan, alat-alat peraga/media pengajaran (baik langsung ataupun tidak langsung) serta fasilitas-fasilitas lainnya, sangat menentukan terhadap efektif tidaknya suatu metode.
e. Kemampuan pengajar
Efektif tidaknya suatu metode juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan pengajar dalam memakainya, di samping kepribadian guru juga memang cukup dominan pengaruhnya. Misalnya seorang guru “A”, oleh karena mahir dan cerdik dalam berbicara, sehingga setiap anak menjadi terkesan dan terpukau dengan pembicaraannya, maka metode “ceramah” tentu menjadi pilihannya di samping metode yang lain sebagai pendukung. Akan tetapi metode ceramah tidak bias efektif
bagi seorang guru yang pendiam dan tidak menguasai teknik-teknik metode ceramah yang baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa di samping faktor penguasaan metode, kepribadian seorang guru juga hal yang perlu diperhatikan. f. Sifat bahan pengajaran
Ini hampir sama dengan jenis tujuan yang dicapai seperti pada poin b di atas. Ada bahan pelajaran yang
lebih baik disampaikan lewat metode ceramah, ada yang lebih baik dengan metode drill, dan sebagainya. Demikianlah beberapa pertimbangan dalam menentukan metode yang akan digunakan dalam proses interaksi belajar mengajar.
METODE PENELITIAN
6 data, antara lain: 1) observasi, 2) wawancara, dan 3) dokumentasi. Untuk analisis data menggunakan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengumpulan data sekaligus reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
HASIL PENELITIAN
Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk anak tuna grahita bertujuan agar anak didik dapat dengan baik dan mudah menerima ataupun menangkap materi/pesan yang disampaikan oleh pendidik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta, antara lain: ceramah, demonstrasi, hafalan, latihan, pemberian tugas, dan sosiodrama.
Penggunaan metode Pendidikan Agama Islam di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta sebagai berikut: 1. Metode ceramah
7 hendaknya, dalam menerangkan sesuatu harus dipotong atau dipecah menjadi bagian yang kecil sehingga mudah ditangkap oleh peserta didik. Kelainan yang dialami oleh anak yang mengalami retardasi mental mengakibatkan perhatiannya tidak dapat bertahan lama sangat singkat, sehingga guru harus memusatkan penuh perhatiannya kepada peserta didik.
2. Metode hafalan
Metode hafalan yang diterapkan
pada sekolah umum, jelas berbeda
dengan sekolah khusus, sepert murid
yang pada sekolah normal dapat
menghafal dengan sendiri, tetapi untuk
anak sekolalah khusus seperti tuna
grahita guru harus mengajarkan
hafalan kepada siswa. Anak tuna
grahita memiliki keterbatasan dalam
penguasaan bahasa, sehingga dalam
komunikasi pun mereka mengalami
gangguan. Mereka tidak dapat
menyimpan suatu instruksi yang sulit,
sehingga upaya dalam pembelajaran
untuk menghafal harus dipotong atau
dipecah menjadi bagian kecil, serta
setiap hal yang baru harus terus
diulang-ulang.
3. Metode demostrasi
8 peserta didik lebih dahulu meletakkan perhatiannya penuh. 4. Metode latihan (drill)
Pendidikan pada anak tuna grahita harus menyesuaikan dan menyajikan kebutuhannya. Jadi pendidik harus penuh perhatian, sabar dan kasih sayang, dan rajin memberikan dorongan di samping memberikan juga tantangan. Hindari meletakkan harapan yang terlalu tinggi. Misalnya mendorong anak dalam kegiatan keterampilan, kesenian. Tetapi tidak harus menuntut agar mereka harus menjadi seniman besar, misalnya. Pendidik juga harus mampu membantu agar mampu berprestasi aktif dalam kelompoknya, baik secara sosial maupun emosional sebatas kemampuannya.
5. Metode pemberian tugas
Didasari bahwa kelainan tuna grahita memiliki tingkatan dari yang paling ringan sampai paling berat, dari kelainan tunggal, ganda hingga kompleks yang berkaitan dengan fisik,emosi, psikis, dan sosial. Keadaan ini jelas memerlukan pemberian tugas yang berbeda antara satu anak dengan yang lain. Guru merencanakan tugas-tugas perorangan sesuai dengan kebutuhan murid yang bersangkutan.
6. Metode sosiodrama
9 pada tempatnya, maka ia dilatih melalui temannya sendiri. Salah satu ciri pada anak tuna grahita adalah tak acuh pada lingkungannya, dengan penggunakan metode sosiodrama diharapkan anak mendapatkan keterampilan, sehingga mereka tidak acuh pada lingkungannya. KESIMPULAN
Metode pembelajaran untuk anak tuna grahita pada dasarnya memiliki kesamaan dengan metode pembelajaran pada anak normal, hanya saja ketika dalam pelaksanaan memerlukan modifikasi agar sesuai dengan kondisi anak yang melakukan pembelajaran tersebut, sehingga pesan atau materi yang disampaikan dapat diterima ataupun dapat ditangkap dengan baik dan mudah oleh anak-anak. Metode tersebut antara lain: metode ceramah,
metode hafalan, metode demonstrasi, metode latihan (drill), metode pemberian tugas, dan metode sosiodrama.
a. Dalam metode ceramah, perlu adanya modifikasi, seperti dalam pembelajaran guru harus menggunakan kosa kata yang sederhana, selalu menggunakan peragaan, mengulang-ulang dalam prosesnya, serta harus terus mendorong siswa untuk bertanya dan mengulang, karena salah satu cirri anak tuna grahita, mereka sukar sekali untuk bertanya.
b. Dalam metode hafalan perlu adanya modifikasi, seperti
adanya peragaan,
10 c. Metode demonstrasi perlu ada
modifikasi; karena anak tuna grahita tidak dapat menyimpan instruksi yang sulit, maka dalam pembelajarannya guru harus
menerangkan dan
mempraktekkan dengan pelan-pelan dan mengulang-ulang prosesnya agar siswa dapat mempraktekkan apa yang diajarka oleh guru.
d. Dalam metode latihan perlu ada modifikasi; karena kemampuan anak didik dalam menulis dan membaca sangat rendah, sehingga setiap pembelajaran guru selalu menulis materi di papan tulis, dan diikuti oleh anak didik, juga membacakan sebelum menerangkan materi baru, agar keterampilan menulis dan membaca anak didik semakin baik.
e. Dalam pemberian tugas untuk anak tuna grahita tidak boleh terlalu sulit, terlalu banyak, sehingga harus sederhana. Terkadang antara satu siswa dan yang lainnya berbeda sesuai dengan kelemahan (kecacatan) yang dialaminya.
f. Penggunaan metode sosiodrama dalam pembelajaran bisa sama seperti di sekolah-sekolah umum lainnya, yang mana guru menerangkan materi terlebih dahulu, setelah itu baru siswa memerankan tokoh yang ada di dalam materi tersebut.
Faktor pendukung dan penghambat metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta, antara lain:
11 guru pandai dalam memilih suatu metode yang tepat serta penggunaannya, dan suasana lingkungan belajar yang mendukung.
b. Faktor penghambat: Kondisi fasilitas atau sarana dan prasarana yang kurang memadai dan menarik dan kompetensi belum tercapai secara tuntas, karena pembelajaran Pendidikan Agama Islam hanya sekali dalam sepekan, dan waktunya berkisar 35 menit
Saran
Pada bagian ini penulis mengemukakan beberapa saran ataupun masukan sehubungan dengan hasil-hasil atau temuan dalam penelitian mengenai metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita di
SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta, antara lain:
1. Kepada Kepala Sekolah, seyogyanya lebih meningkatkan situasi serta kondisi sekolah.
2. Kepada guru: Seyogyanya guru lebih pandai dalam memilih suatu metode yang tepat serta penggunaannya, seyogyanya lebih menciptakan suasana lingkungan belajar yang lebih mendukung, dan karena kompetensi belum tercapai secara tuntas guru seyogyanya membuat kompetensi sesuai keadaan anak dan ketersediaannya waktu.
3. Kepada pengurus sekolah: seyogyanya meningkatkan sarana dan prasarana yang ada agar lebih lengkap dan menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, ‘Nur. 2004. Intervensi Dini
Bagi Anak Bermasalah.
12 Arikunto, Suharsimi 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta: Rineka Cipta. _______, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010. Jakarta: Rineka Cipta.
Daradjat, Zakiah. 2001. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama.
Effendi, Muhammad. 2008.
Pengantar Psikopedagogik
Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara
Fatimah, Enung. 2011. Psikologi Perkembangan
(Perkembangan Peserta
Didik). Bandung: Pustaka
Setia.
Ginting, Arif Ahmad.2011. pemberdayaan penyandang cacat. www. Lampung Post.com. Diakses pada tanggal 27 Desember 2011, pada jam 06.30 WIB.
Herdiansyah, Haris. 2010.
Metodologi Penelitian
Kualitait Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.
Kartono, Kartini. 2000. Hygene Mental. Bandung: Mandar Maju.
Lumbantobing. 2001. Anak dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Muhaimin, 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munawaroh, Tutik. 2009 dalam skripsinya yang berjudul
Problematika Belajar
Pendidikan Agama Islam pada
Anak Penyandang Tuna
Grahita (SLB B/C YPPLB Ngawi Kabupaten Ngawi)
Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa
Klasik dan Pertengahan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nevid, J.S, Rathus, S. A, &, Greene B. (2005). Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Ramayulis. 2001. Metodologi
Pengajaran Agama Islam.
13 Sagala, Syaiful, 2005. Konsep dan
Makna Pembelajaran Untuk
Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan
Mengajar. Bandung: Alfabeta
Slameto, 2003. Belajar dan
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan Pendidikan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Tafsir, Ahmad. 2002. Metodologi
Pengajaran Agama Islam.
Bandung: PT Rosdakarya.
Tim Penyusun Kamus. 2003. Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Yusuf, Syamsu. 2004. Mental
Hygiene Perkembangan
Kesehatan Mental dalam