• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN ADOLF HITLER

DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945):

Suatu Perspektif Psikologi Sosial

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh:

Taufik Hidayat 0906104

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PERANAN ADOLF HITLER

DALAM PERKEMBANGAN

SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu

Perspektif Psikologi Sosial

Oleh

Taufik Hidayat

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Taufik Hidayat 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

Halaman Pengesahan Skripsi

TAUFIK HIDAYAT

PERANAN ADOLF HITLER

DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Nana Supriatna, M. Ed. NIP. 196110141986011001

Pembimbing II

Drs. R. H. Achmad Iriyadi NIP. 196112191988031002

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

(4)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Kata kunci: Adolf Hitler, Schutzstaffel, Indoktrinasi, Psikologi Sosial

Skripsi ini berjudul “PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif

(5)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Keyword: Adolf Hitler, Schutzstaffel, Indoctrination, Social Psychology

This study was entitled THE ROLE OF ADOLF HITLER IN THE SCHUTZSTAFFEL EXPANSION (1925-1945) ”A Term Of Social Psychology

Perspective”. This study was kind of realization for the researcher toward the

influences of social psychological aspect of Adolf Hitler toward the oragization for youth and the volunteer to be Schutzstaffel warrior, and also the role of Schutzstaffel it self toward Drittes Reich that has been built by Adolf Hitler. There was a question which is to be the main problem of this study, why the Schutzstaffel running the role was not as commonly as the army?, the main problem above was devided into three research point questions, such as 1) What lies behind or the background of the creation of Schutzstaffel?; 2) How the influenced of social psychological aspect of Adolf Hitler toward accomodating youth and the volunteer into the Schutzstaffel warrior (1925-1945)?; and 3) How the influeced of social psychological aspect of Adolf Hitler toward the role of Schutzstaffel?. The method that used for this study is historical method which is devided into four steps namely, heuristic research, criticism, interpretation, and historiography. While the data collection techniques used literature studies technique. The approach that used to complement this study was interdisciplinary approach by taking the concept of the role from the science of anthropology, the concept of indoctrination, also from political science/ psychology of the masses; the violence and agrression theory, from the the science of sociology and discipline of social psychology perspective.

(6)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Struktur Organisasi Skripsi ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Peranan Adolf Hitler ... 8

2.2 Konsep Schutzstaffel ... 10

2.3 Teori Kekerasan ... 11

2.3.1 Konsep Kekerasan Niccolo Machiavelli ... 11

2.3.2 Teori Agresi Konrad Lorenz ... 12

2.3.3 Konsep Nekrofolia Erich Fromm ... 13

2.4 Konsep Indoktrinasi ... 15

2.5 Kajian Psikologi Sosial ... 19

2.6 Penelitian yang Berkaitan ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Persiapan Penelitian ... 30

3.1.1 Persiapan Penelitian ... 30

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 31

3.1.3 Konsultasi ... 32

3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 32

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 32

(7)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV SUATU PERSPEKTIF PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP

PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN

SCHUTZSTAFFEL (1925-1945) ... 46

4.1 Latar Belakang Dibentuknya Schutzstaffel ... 46

4.1.1 Sejarah Dibentuknya Schutzstaffel ... 46

4.1.1.1 Nationalsosialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP)/Partai Nazi ... 46

4.1.1.2 Terbentuknya Schutzstaffel ... 52

4.1.1.3 Peran Heinrich Luitpold Himmler ... 56

4.1.2 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi TerbentuknyaSchutzstaffel ... 58

4.1.2.1 Polarisasi Sturmabteilung (SA) Terhadap Eksistensi Adolf Hitler ... 58

4.1.2.2 Komando Langsung Adolf Hitler Terhadap Ambisi Politik ... 61

4.1.2.3 Perang Dunia II ... 63

4.2 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Pengakomodasian Pemuda/Sukarelawan ke dalam Schutzstaffel ... 65

4.2.1 Kehidupan Pribadi Adolf Hitler dalam Keluarganya ... 65

4.2.2 Kehidupan Sosial Adolf Hitler dalam Perspektif Psikologi Sosial ... 68

4.2.3 Kondisi Sosial Pemuda di Jerman Raya pada Awal Pasca Perang Dunia I ... 69

4.2.4 Kepemimpinan Adolf Hitler Terhadap Pengakomodasian Pemuda dan Sukarelawan ke dalam Schutzstaffel ... 73

4.3 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutz- staffel ... 80

4.3.1 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutzstaffel dalam Perang Dunia II ... 80

4.3.2 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutzstaffel dalam Lebensborn ... 86

4.3.3 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutzstaffel dalam Holocaust ... 90

(8)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Lambang Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei

(NSDAP)/ Partai Nazi ... 49

Gambar 4.2 Adolf Hitler Menginspeksi Barisan Kehormatan LSSAH ... 55

Gambar 4.3 Adolf Hitler dan Para Anggota Hitlerjugend ... 76

Gambar 4.4 Blitzkrieg di Polandia ... 81

Gambar 4.5 Penggambaran Program Lebensborn ... 88

(9)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Dalam sejarah, aktor merupakan figur yang penting, baik sebagai individu,

maupun sebagai partisipan dalam kelompok atau masyarakat. Secara kolektif,

masyarakat tersebut penuh emosional, radikal, serta cenderung melakukan

kekerasan ketika terjadi chaos. Hal itu akan lebih meledak saat terjadi krisis atau

peristiwa yang provokatif. Di samping itu, penciptaan “kambing hitam”

menambah ketegangan dalam masyarakat (Kartodirjo, 1993: 139-140).

Adolf Hitler sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh besar pada Perang

Dunia II, kiranya dapat dikaitkan dengan pernyataan di atas. Dalam konsep

psikologi sosial, Hitler berkedudukan sebagai seorang aktor dalam kelompok, baik

aktor dalam kelompok masyarakat sipil, maupun dalam kelompok militer. Artinya

Hitler pun menempati kedudukan keduanya, dalam pembahasan ini kedudukan

Hitler dalam kelompok masyarakat, Partai Nazi, dan skuadron militer

Schutzstaffel.

Berbicara tentang Jerman pada masa Perang Dunia II tidak dapat terlepas

dari sosok Adolf Hitler. Adolf Hitler melakukan hal-hal tertentu untuk menuju

jalan kepemimpinan yang kuat dan totaliter dalam membangun apa yang

disebutnya sebagai Drittes Reich. Salah satunya adalah nasionalisme ekstrem,

yang diterapkannya mampu membuat angkatan perangnya menanamkan loyalitas

yang kuat terhadap negara, bahkan terhadap Hitler. Dalam Il Principle

Machiavelli (2008: 23-24) mengatakan,

“Apabila mereka memiliki nasionalisme dan bahasa yang sama, maka mereka lebih mudah dipertahankan, khususnya apabila mereka tidak terbiasa dengan

ide akan kemerdekaan…”.

Hal itu pula yang mungkin menjadi salah satu latar belakang pemikiran

(10)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan loyalitas, dalam hal ini adalah pemuda asli bangsa Arya, dengan harapan

mereka mudah dipertahankan loyalitasnya, dan mudah diarahkan dalam sebuah

konsensus berupa nasionalisme ekstrim (ultranasionalisme).

Konsep negara rasialis Jerman yang merupakan gagasan Adolf Hitler juga

merupakan hal yang menjadi sisi unik pada masa sekitar Perang Dunia II. Dalam

konsep ini Hitler menekankan perihal kemurnian ras, pentingnya melahirkan

hanya anak-anak yang sehat, dan haramnya mempunyai anak-anak yang cacat

(Hitler, 2007b: 40).

Lebih lanjut Hitler berpendapat mengenai superioritas ras Arya adalah

bahwa,

Jika peradaban tidak ingin punah, maka ras Arya harus dipertahankan dari kontaminasi oleh ras-ras yang lebih rendah. Semua upaya negara di bidang pendidikan dan pelatihan, haruslah ditujukan untuk menggodok kesadaran maupun perasaan ras menjadi naluri dan intelek, termasuk hati serta otak kaum muda harus dibentuk sedemikian... (Hitler, dalam Irwanto 2008: 51).

Selain permasalahan ras, hubungan kedudukan aktor dalam kelompok

tertentu dapat dikaitkan pula dengan unsur sosial dan pemerintahan seperti

mentalitas kolektif, sistem patron klien, dan ideologi. Patron klien akan

bergantung pada sistem nilai yang didasarkan pada penghormatan. Ideologi

menurut Mannheim merupakan pandangan terhadap dunia dan kelompok sosial.

Hal ini merupakan aspek yang lazim dimiliki oleh setiap patron. Sedangkan

mentalitas kolektif menyebabkan penguatan terhadap penghormatan tersebut

(Burke, 2003: 142).

Kedudukan Adolf Hitler dalam kelompoknya baik kelompok masyarakat

umum atau dalam kelompok partainya, menjadikannya sebagai sosok penting

ketika pecah Perang Dunia II. Perang Dunia II, khususnya yang terjadi di Front

Eropa (1939-1945) tidak dapat dilepaskan dari apa yang terjadi sebelumnya.

Periode pasca Perang Dunia I sampai menjelang pecahnya Perang Dunia II

(11)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lainnya di Eropa. Masa itu disebut pula dengan masa persiapan perang, terutama

yang dipersiapkan Jerman (Ojong, 2003: xxvi).

Perjanjian Versailles mengharuskan Jerman dilarang mengembangkan

angkatan perang, membayar ganti rugi kepada negara-negara pemenang perang,

daerah jajahan harus diserahkan kepada pemenang perang, dan sebagainya. Oleh

rakyat Jerman, hal ini dianggap sebuah penghinaan. Mereka berkeyakinan bahwa

kondisi ini merupakan sebuah pengkhianatan yang dilakukan

perwakilan-perwakilan Jerman dalam Perjanjian Versailles (Siboro, TT: 28-29).

Pada masa sekitar Perang Dunia II, Jerman merupakan negara yang paling

mempersiapkan perang tersebut pasca kekalahannya dalam Perang Dunia I.

Perjanjian Versailles yang dianggap menginjak-injak harga diri rakyat Jerman

disebut-sebut merupakan dalih Adolf Hitler untuk mempersiapkan Perang Dunia

II ketika menjadi kanselir, yang kemudian sudah menjadi pemimpin Jerman ketika

perang tersebut (Ballack, 2007: 7-9).

Hitler tidak hanya membangun kewibawaan dan simpati di depan

rakyatnya, tetapi juga termasuk konseptor pasukan-pasukan perangnya. Hitler

berhasil mengonsep Schutzstaffel yang multifungsi, dan dengan mudah

indoktrinasi ideologisnya dapat diinternalisasikan terhadap serdadu (Quarrie,

2008: 18-19).

Oleh Srivanto (2007: 29) Schutzstaffel diartikan sebagai skuadron/pasukan

pelindung pribadi petinggi Nazi, walaupun beberapa pihak pada waktu itu tidak

mengakui Schutzstaffel dalam Wehrmacht (Angkatan Darat Jerman) karena

merupakan satu pasukan khusus yang diciptakan Hitler. Dalam

keorganisasiannya, Schutzstaffel dibagi dalam dua bagian yakni sayap politik

yang disebut Algemeine Schutzstaffel dan sayap militer yang disebut Waffen

Schutzstaffel.

Membahas Schutzstaffel yang merupakan pasukan elit Jerman, maka tidak

(12)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ketentuan Versailles, mempersiapkan skuadron-skuadron militer guna

kepentingan perang membalas kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I.

Schutzstaffel disebut-sebut sebagai kesatuan elit yang tangguh dalam

Perang Dunia II, di samping mempunyai kemampuan dan strategi tempur yang

baik, mereka mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap Nazi, serta menjadi

bagian dari pasukan yang menyiksa orang-orang Yahudi di kamp-kamp

penyiksaan. Banyak catatan-catatan kejahatan yang melibatkan Schutzstaffel

selama Perang Dunia II, baik dalam pertempuran, intimidasi, maupun penyiksaan

terhadap orang-orang Yahudi, orang-orang cacat, homoseksual, atau tawanan

perang (Darmawan, 2008: 11).

Dengan pimpinannya yakni Heinrich Luitpold Himmler yang merupakan

mantan peternak, Schutzstaffel juga melaksanakan konsep-konsep yang

merupakan gagasan Himmler tersebut, salah satunya yakni sebagai objek dari

pelestarian genetika ras Arya (Lebensborn). Banyak peranan dijalankan oleh

pasukan Schutzstaffel yang tidak lazim layaknya sebagai tentara regular. Keadaan

psikologis dan mentalitas kolektif yang sudah dibentuk sedemikian rupa membuat

hal tersebut seolah merupakan hal yang lazim.

Beberapa peranan Schutzstaffel diantaranya adalah berperang lazimnya

tentara regular, menyiksa dan membunuh orang-orang yang dianggap hina seperti

Yahudi, homoseksual, Gipsi, dan sebagainya (Holocaust), teror politik, serta

menjadi objek rekayasa genetika ras Arya. Namun peranan yang unik tersebut,

akan menarik jika dipandang dari perspektif psikologi sosial dari konseptor yang

berkedudukan dalam Schutzstaffel itu sendiri.

Dengan uraian dan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk

mengkaji lebih dalam mengenai peranan Adolf Hitler terhadap perkembangan dan

kontribusi Schutzstaffel terhadap kelangsungan karir politik Adolf Hitler ketika

menjadi pemimpin Jerman jika dilihat dari perspektif psikologi sosialnya.

(13)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis menentukan

permasalahan utama yang menjadi bagian penting dalam karya ilmiah ini.

Permasalahan tersebut adalah “mengapa Schutzstaffel menjalankan peran yang

tidak sebagaimana lazimnya tentara?”. Agar permasalahan dapat terarah dan

memudahkan dalam pembahasan yang mengacu pada pokok permasalahan di atas,

maka penulis merumuskan dan membatasi permasalahan tersebut dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi dibentuknya Schutzstaffel?

2. Bagaimana pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler terhadap

pengakomodasian pemuda/sukarelawan ke dalam Schutzstaffel (1925-1945)?

3. Bagaimana pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler terhadap peranan

Schutzstaffel?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan latar belakang terbentuknya Schutzstaffel.

2. Mengeksplorasi alasan Adolf Hitler melakukan propaganda dan agitasi politik

terhadap kelompoknya.

3. Menganalisis peranan Adolf Hitler terhadap perkembangan Schutzstaffel

dalam perspektif psikologi sosial.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan tambahan data secara teoritis terhadap penelitian selanjutnya.

2. Memberikan tambahan data dan informasi mengenai kajian sejarah kawasan

Eropa, khususnya jerman pada masa Perang Dunia II.

3. Memberikan tambahan pengetahuan terhadap instansi atau korps yang dapat

dikaitkan seperti misalnya Tentara Nasional Indonesia (TNI), Komando

Pasukan Khusus (Kopassus), Korps Marinir, dan sebagainya.

4. Memberikan hikmah terhadap pembaca sehingga dapat belajar dari nilai-nilai

(14)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Adapun sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut.

Bab I merupakan pendahuluan. Pendahuluan ini berisi beberapa hal di

antaranya latar belakang, identifikasi, dan rumusan masalah. Latar belakang

masalah tersebut berisi alasan penulis mengambil kajian tentang PERANAN

ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL

(1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial. Supaya kajian ini lebih terarah dan lebih

memudahkan dalam pembahasan yang mengacu pada pokok permasalahan, maka

pada bab ini dibuat rumusan dan identifikasi masalah. Selain itu, bab ini juga

memuat tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika atau organisasi skripsi.

Bab II merupakan kajian pustaka atau pemaparan penelitian sebelumnya

yang sejenis atau berhubungan. Dalam bab ini dikemukakan konsep-konsep dari

penggalan judul atau konsep yang dianggap pokok dalam isi penelitian,

memaparkan beberapa teori yang berkaitan dengan pembahasan, juga pemaparan

penelitian sebelumnya yang berkaitan. Dalam penelitian ini, teori dijadikan pisau

analisis untuk mengkaji permasalahan tersebut.

Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam bab ini dikemukakan

rangkaian kegiatan serta langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam

penelitian. Adapun langkah-langkah tersebut adalah pertama, persiapan penelitian

yang terdiri dari pengajuan judul penelitian. Kedua, adalah pelaksanaan penelitian

serta melakukan kritik sumber baik internal maupun eksternal. Ketiga, adalah

penafsiran atau interpretasi dari fakta-fakta yang telah dikumpulkan, dan terakhir

melaporkan hasil penelitian dalam bentuk tulisan (skripsi) atau yang lazim disebut

historiografi.

Bab IV merupakan pembahasan, di mana dalam tahap ini penulis akan

membahas, mendeskripsikan, dan menguraikan permasalahan yang selama ini

(15)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peroleh baik dari buku-buku sumber, internet, wawancara, atau sumber lainnya

yang mendukung judul dan permasalahan yang dikaji dari karya ilmiah ini.

Sehingga, pada bab keempat ini penulis akan berusaha untuk mendeskripsikan

hasil penelitian dan mencoba untuk menganalisisnya dalam bentuk penulisan

sejarah secara terstruktur dan sistematis.

Bab V merupakan penutup. Pada bagian ini, penulis akan membahas

beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan sebagai inti

dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta mengambil makna dari kajian

(16)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan penulis untuk mengkaji permasalahan

yang berkaitan dengan judul skripsi PERANAN ADOLF HITLER DALAM

PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif

Psikologi Sosial adalah metode historis. Metode historis yaitu suatu proses

pengkajian, penjelasan, dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta

peristiwa yang terjadi di masa lampau (Gosttchalk, 1986 : 32). Sjamsuddin (2007:

15) mengartikan metode sejarah sebagai suatu cara bagaimana mengetahui

sejarah. Dari beberapa pengertian mengenai metode historis tersebut, dapat

disimpulkan bahwasannya metode historis merupakan cara mengkaji,

menguraikan, dan menganalisis suatu masalah secara kritis dan terstruktur untuk

mengetahui atau merekonstruksi suatu peristiwa untuk selanjutnya dituangkan

dalam suatu penulisan sejarah. Kemudian tentu saja alasan penggunaan metode

historis karena data-data yang digunakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini

berasal dari masa lampau.

Teknik penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah dengan

studi kepustakaan atau literatur, yakni teknik dalam penelitan ilmiah dengan

mencari, membaca, kemudian mengkaji sumber-sumber tertulis dari buku-buku,

artikel, dan internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji,

sehingga membantu penulis dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang

dirumuskan. Penulis beranggapan bahwa metode historis merupakan metode yang

cocok digunakan dalam penyusunan skripsi ini karena data dan fakta-fakta yang

dibutuhkan berasal dari masa lampau. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tersebut, penulis akhirnya menggunakan metode historis dalam penyusunan

skripsi ini. Langkah-langkah metode historis menurut Sjamsuddin (2007: 85-155)

adalah terdiri atas,

(17)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pendapat Carrard, sebagaimana dikutip oleh Sjamsuddin (2007: 86)

mengemukakan bahwasannya langkah awal dalam metode historis ialah

sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau

materi sejarah, atau evidensi sejarah. Pada tahap ini penulis berusaha mencari

dan mengumpulkan berbagai sumber yang dianggap relevan dengan pokok

permasalahan yang akan dikaji. Sumber-sumber yang akan digunakan dalam

karya tulis ilmiah ini adalah sumber-sumber tertulis, baik berupa buku

maupun tulisan atau artikel-artikel yang terdapat pada internet.

b. Kritik

Setelah sejarawan berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam

penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan

tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah selanjutnya ia harus menyaringnya

secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber pertama, agar terjaring fakta

yang menjadi pilihannya. Langkah inilah yang disebut kritik sumber, baik

terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi)

sumber. Pada tahap ini penulis berusaha untuk mengkritisi sumber-sumber

sejarah tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang

dikaji.

c. Interpretasi

Sesudah menyelesaikan langkah-langkah pertama dan kedua berupa

heuristik dan kritik sumber, sejarawan memasuki langkah-langkah selanjutnya

yaitu interpretasi. Interpretasi merupakan kegiatan atau tahap menafsirkan

keterangan atau fakta-fakta yang terkumpul dengan cara mengolah fakta yang

telah dikritisi dengan merujuk beberapa referensi yang mendukung kajian

penulis. Pada tahap interpretasi ini, penulis berusaha memberikan penafsiran

terhadap keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh, dan yang telah

dihubugkan dan dianalisis sebelumnya.

(18)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Historiografi merupakan tahap penulisan sejarah setelah melewati tahap

pengumpulan sumber-sumber sejarah, analisis, dan memberi penafsiran

(interpretasi). Setelah itu fakta-fakta sejarah tersebut disajikan menjadi sebuah

kesatuan, narasi, atau deskripsi yang tersusun dan terstruktur dalam bentuk

karya tulis atau skripsi dengan kaidah-kaidah penyusunan skripsi yang berlaku

di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.

Keempat langkah kerja tersebut merupakan kegiatan inti dari penelitian

dan penyusunan skripsi ini. Langkah-langkah penelitian itu sendiri terdiri dari tiga

tahapan yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan laporan penelitian.

Ketiga tahapan langkah-langkah penelitian tersebut dijabarkan sebagai berikut:

3. 1 Persiapan Penelitian

Dalam tahap persiapan penelitian, penulis melakukan beberapa kegiatan,

di antaranya sebagai berikut.

3. 1. 1 Persiapan Penelitian

Awalnya penulis tertarik mengkaji tentang Schutzstaffel (organisasi militer

elit yang khusus sebagai pasukan pengawal Adolf Hitler), yang dalam

perkembangannya mempunyai peran yang multi. Di samping sebagai pasukan

pengawal, juga turut berperang, melakukan Endlosung (solusi final) Holocaust

terhadap orang-orang Yahudi, Gipsi, Slav, atau orang-orang yang dianggap hina

oleh Adolf Hitler, atau sebagai subjek pelaku rekayasa genetika ras Arya

(Lebensborn). Schutzstaffel juga merupakan organisasi militer yang loyalitasnya

tidak diragukan terhadap sang führer jika dibandingkan dengan Angkatan

Bersenjata Jerman (Wehrmacht) lainnya.

Hal yang menjadi ketertarikan dan pertanyaan penulis adalah mengapa

kesatuan Schutzstaffel ini mempunyai peran yang multi tidak lazimnya

sebagaimana tentara? Kemudian dari segi strategi militer, mengapa para

sejarawan menganggap Schutzstaffel sebagai pasukan tentara yang sangat ditakuti

(19)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau literatur yang membahas mengenai Schutzstaffel secara umum, yakni

mengenai peranan secara militernya dalam Perang Dunia II.

Judul yang diajukan adalah PERANAN SCHUTZSTAFFEL PADA

MASA PERANG DUNIA II (1939-1945). Sebelumnya penulis telah

berkonsultasi dengan dosen mata kuliah Sejarah Eropa, Bapak Drs. R. H. Achmad

Iriyadi, beliau menyarankan agar dicoba dulu untuk diseminarkan.

Pengajuan judul skripsi ke Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS)

dilakukan pada minggu pertama bulan Februari tahun 2013, yang kemudian

ditindaklanjuti dengan penyusunan proposal penelitian. Adapun isi proposal

tersebut antara lain,  Judul Penelitian

 Latar Belakang Masalah  Rumusan dan Batasan Masalah  Tujuan Penelitian

 Manfaat Penelitian

 Metode dan Teknik Penelitian  Tinjauan Pustaka

 Sistematika Penulisan  Daftar Pustaka

3. 1. 2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Setelah melakukan pengajuan judul ke TPPS, penulis menyusun proposal

skripsi yang kemudian melakukan proses konsultasi dengan pihak TPPS. Hal ini

bertujuan agar proposal yang diajukan penulis mendapatkan saran dan kritik

apabila terdapat ketidaksesuaian dengan kaidah-kaidah penyusunan skripsi.

Setelah proposal skripsi disetujui, maka penulis melakukan seminar proposal

skripsi yang sudah ditentukan TPPS pada tanggal 13 Februari 2013 bertempat di

Laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah, lantai empat gedung FPIPS baru,

(20)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hasil dari seminar proposal skripsi adalah perubahan terhadap kajian,

namun objek yang dikaji tetap berhubungan dengan Schutzstaffel. Dr. Nana

Supriatna M. Ed sebagai calon pembimbing I menyarankan agar melakukan revisi

proposal skripsi dengan kajiannya menggunakan displin ilmu lain yang masih

berkaitan (interdisipliner). Akhirnya penulis terfikirkan untuk mengkaji tokoh

yang masih berhubungan dengan Schutzstaffel, yakni Adolf Hitler dalam

peranannya terhadap Schutzstaffel itu sendiri dari perspektif psikologi sosial.

Judul PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN

SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial disetujui

tanggal 19 April 2013 baik oleh calon pembimbing I (Dr. Nana Supriatna, M. Ed)

atau calon pembimbing II (Drs. R. H. Achmad Iriyadi), serta surat keputusan

penunjukkan pembimbing skripsi ditandatangani oleh Prof. Dr. H. Dadang

Supardan, M. Pd (ketua jurusan) dan Drs. H. Ayi Budi Santosa, M. Si (ketua

TPPS).

3. 1. 3 Konsultasi

Konsultasi merupakan proses bimbingan dalam penulisan skripsi yang

dilaksanakan oleh dua orang dosen pembimbing yang memiliki kompetensi sesuai

dengan permasalahan yang akan dikaji oleh penulis. Dalam hal ini kompentensi

yang dimaksud adalah berhubungan dengan Sejarah Eropa, khususnya mengenai

sekitar Perang Dunia II. Berdasarkan surat penunjukkan pembimbing skripsi yang

dikeluarkan TPPS, dalam penyusunan skripsi ini penulis dibimbing oleh Dr. Nana

Supriatna, M. Ed. sebagai pembimbing I dan Drs. R. H. Achmad iriyadi sebagai

pembimbing II. Konsultasi merupakan proses yang harus dilaksanakan penulis

untuk mendapatkan masukan, petunjuk, atau adanya ketidaksesuaian mengenai

kaidah-kaidah penyusunan skripsi. Konsultasi dilakukan oleh penulis dengan

dosen pembimbing setelah sebelumnya menghubungi dosen pembimbing dan

mengatur jadwal pertemuan untuk bimbingan.

(21)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, penulis mengacu kepada

tahap-tahap historiografi yakni dengan metode historis, yang proses tahap-tahapannya adalah

heuristik - kritik - interpretasi - historiografi.

3. 2. 1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Heuristik merupakan kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber atau

data-data melalui buku, artikel, internet, dan sebagainya yang berhubungan

dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian. Sumber yang dimaksud adalah

sumber tulisan, baik sumber primer maupun sekunder. Sumber-sumber yang

dikumpulkan penulis adalah sumber yang berhubungan dengan Schutzstaffel,

peranan Adolf Hitler secara umum baik terhadap Schutzstaffel, Partai Nazi,

maupun terhadap Jerman semasa ia menjadi kanselir atau führer. Karena

menggunakan teknik studi literatur, sebagaimana dikatakandi atas maka sumber

yang dikumpulkan adalah berupa sumber tertulis baik dalam buku, jurnal, artikel,

maupun tulisan dan gambar-gambar dalam internet.

Dalam proses pencarian dan pengumpulan sumber, penulis melakukan

kunjungan ke berbagai perpustakaan, yakni diantaranya sebagai berikut.

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini penulis

mendapatkan empat buku yang berhubungan dengan masalah yang dikaji.

Tiga buku mengenai psikologi sosial dan satu buku mengenai fasisme atau

sosialisme Jerman pada masa Adolf Hitler. Tiga buku mengenai psikologi

sosial di antaranya adalah 1) buku berjudul Psikologi Sosial karangan Abu

Ahmadi, 2) buku berjudul Psikologi Sosial karangan W. A. Gerungan, dan 3)

buku berjudul Teori-Teori Psikologi Sosial karangan Slamet Santoso. Penulis

memilih tiga buku tersebut sebagai sumber yang khusus mengkaji hal-hal

yang berhubungan dengan psikologi sosial. Sedangkan buku yang

berhubungan dengan Adolf Hitler berjudul Ideologi dan Masyarakat: Kajian

Sejarah EropaAbad ke-20 yang ditulis oleh Nana Supriatna. Penulis memilih

(22)

sosial-Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ekonomi masyarakat dan perpolitikan negara sekitar naiknya Hitler menjadi

fuhrer dan pemerintahannya.

2. Perpustakaan umum “Batu Api” Jatinangor. Di perpustakaan ini penulis

mendapatkan buku berjudul Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas

Watak Manusia karya Erich Fromm. Penulis memilih buku ini karena

menjelaskan tentang kekerasan dalam berbagai bentuk, termasuk kekerasan

yang dilakukan Adolf Hitler dan Heinrich Luitpold Himmler.

3. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini

penulis mendapatkan International Encyclopedia of The Social Sciences

Volume 2. Buku tersebut ditulis tim penulis buku, editor David L. Sills.

4. Perpustakaan pribadi Bapak Drs R. H. Achmad Iriyadi. Di perpustakaan ini

penulis mendapatkan dua buku mengenai Schutzstaffel dan satu buku tentang

kekerasan. Dua buku mengenai Schutzstaffel tersebut di antaranya adalah

buku berjudul Waffen-SS: Pasukan Elite NAZI 1940-1945 yang ditulis Bruce

Quarrie dan buku berjudul Waffen SS: Mesin Perang NAZI yang ditulis oleh

Fernando R. Srivanto. Penulis memilih buku tersebut karena berhubungan

dengan latar belakang berdirinya, serta peran-peran yang dijalankan oleh

Schutzstaffel. Sedangkan buku tentang kekerasan berjudul Kekerasan dan

Agresi yang ditulis oleh R. H. Bailey. Penulis memilih buku ini karena

berhubungan dengan landasan teori yang memaparkan mengenai teori dan

hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan. Sumber lain yang diperoleh adalah

video dokumenter dari Discovery Channel berjudul NAZIS: The Occult

Conspiracy.

5. Perpustakaan TNI Angkatan Darat Bandung, penulis mendapatkan buku karya

Lyman Tower Sargent berjudul Ideologi Politik Kontemporer. Penulis

menggunakan buku ini karena salah satu bahasannya mengenai sistem

(23)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6. Meminjam kepada teman-teman dari Jurusan Pendidikan Sejarah UPI penulis

mendapatkan buku: 1) Sejarah dan Teori Sosial yang ditulis oleh Peter Burke;

2) Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah yang ditulis oleh

Sartono Kartodirdjo. Kedua buku ini dipilih karena menjelaskan tentang

hubungan antara sejarah dengan teori-teori sosial yang dapat membantu

disiplin sejarah, serta kedua buku ini yang menginspirasi penulis

menggunakan kajian psikologi sosial; 3) Sejarah Eropa-Buku II (Menjelang

PD I-Pasca PD I) yang ditulis oleh Julius Siboro. Penulis memilih buku ini

karena menjelaskan mengenai latar belakang bangkitnya Jerman setelah kalah

dalam Perang Dunia I dan persiapan Perang Dunia II, yang berdampak pula

pada sikap Hitler untuk melakukan kebijakan perang.

7. Selain itu penulis juga mempunyai beberapa buku koleksi pribadi di antaranya

adalah buku: To Kill Hitler: Upaya-Upaya Membunuh Adolf Hitler yang

ditulis oleh Irwanto, The Death Adolf Hitler yang ditulis Agustinus Pambudi,

Bangun dan Djatuhnya Adolf Hitler ditulis William L. Shirer, Tuhan Hitler

ditulis G. V. Vrekhem. Penulis memilih beberapa buku ini karena

menguraikan perjalanan hidup Adolf Hitler, baik dari segi ekonomi, sosial,

dan politiknya. Buku berjudul 7 Tokoh Kunci NAZI: Penentu Sejarah Jerman

dan Penyebab Perang Dunia II yang ditulis Luger Ballack, Gang of NAZI: Seputar Kisah Kontroversial Para Petinggi NAZI ditulis F. R. Srivanto.

Penulis memilih buku-buku ini karena menguraikan biografi tokoh-tokoh yang

berpengaruh terhadap sikap Jerman dalam Perang Dunia II, termasuk Adolf

Hitler dan Himmler (pemimpin Schutzstaffel). Buku berjudul Pasukan Elit

Perang Dunia II karangan M. Daud Darmawan, Waffen SS: Pasukan Elit Pengawal Hitler ditulis N. Oktorino, dan Legiun Asing Waffen SS: Kisah Sukarelawan Asing dalam Tentara Elite Hitler ditulis N. Hidayat. Penulis

memilih buku ini karena isinya menguraikan hal-hal mengenai Schutzstaffel.

Buku berjudul Il Principle: Sang Pangeran karya Niccolo Machiavelli,

(24)

kebijakan-Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kebijakan Adolf Hitler terhadap Schutzstaffel maupun terhadap Jerman dalam

perpolitikan dunia. Buku berjudul Perang Eropa I karya P. K. Ojong, penulis

memilih buku ini karena berhubungan dengan Perang Dunia II, yang mana

Adolf Hitler dan Schutzstaffel tidak bisa dilepaskan dari Perang Dunia II.

Kajian buku lain yang dimiliki penulis tidak jauh berbeda dengan

buku-buku lain, yakni mengenai Adolf Hitler, Schutzstaffel, dan psikologi sosial.

3. 2. 2 Kritik Sumber

Setelah penulis melakukan tahap proses pencarian dan pengumpulan

sumber-sumber sejarah, penulis tidak menerima begitu saja apa yang tercantum

dan tertulis dalam sumber-sumber itu, langkah berikutnya yakni melakukan kritik

sumber terhadap data-data yang sudah diperoleha untuk penyelesaian skripsi ini,

baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber, maupun terhadap sustansi (isi)

sumber (Sjamsuddin, 2007: 131).

3. 2. 2. 1 Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal-usul sumber, suatu

penyelidikan atas bukti sejarah berupa catatan atau peninggalan untuk

mendaptkan informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu

waktu sumber sejarah tersebut mengalami perubahan atau tidak oleh orang-orang

tertentu (Sjamsuddin, 2007: 134). Artinya, sebelum melakukan kritik atas

substansi atau isi sumber terlebih dahulu melakukan telaah aspek luarnya,

misalnya siapa yang mengatakan itu?, apa motifnya?, dan sebagainya. Tentunya

kritik eksternal ini bertujuan meminimalisir unsur subjektivitas yang terdapat

dalam sumber sejarah. Dalam penelitian ini sebenarnya penulis tidak

menggunakan sumber primer, namun terdapat tulisan berupa memoir atau dapat

pula disebut autobiografi karya pelaku sejarah yang sudah mengalami cetak ulang

sampai saat ini, buku tersebut berjudul asli (bahasa Jerman) Mein Kampf yang jika

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti Perjuanganku. Dalam kritik

eksternal ini contohnya menganalis bahasa terjemahan. Ketika membaca buku

(25)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

apa yang dimaksudkan penulis (pendapat, gagasan, dan pemikiran-pemikirannya).

Jika melihat kelaziman pemikiran atau gagasan-gagasan para negarawan, diktator,

dan sebagainya memang mempunyai bahasa yang berat dan sulit untuk langsung

dimengerti. Misalnya membandingkannya dengan tulisan atau pemikiran Niccolo

Machiavelli dalam buku “Il Principe” atau Soekarno dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi”. Jadi kiranya buku tersebut memang merupakan terjemahan yang tidak banyak keluar dari pemikiran penulisnya. Selebihnya penulis tidak

melakukan kritik eksternal karena sumber-sumber sejarah yang digunakan adalah

sumber sekunder berupa buku-buku dan tulisan-tulisan yang terdapat pada

internet.

3. 2. 2. 2 Kritik Internal

Menurut Sjamsuddin (2007: 143), kritik internal kebalikan dari kritik

eksternal, kritik internal sebagaimana disarankan istilahnya menekankan aspek

“dalam”, yaitu isi dari sumber sejarah. Dalam kritik internal ini penulis

membandingkan isi dari tiga buku yang dijadikan sumber penulis dalam

penyusunan skripsi ini. Sebagai contoh, penulis akan membandingkan isi dari

buku: Waffen SS: Mesin Perang NAZI karya Fernando R. Srivanto, Pasukan Elit

Perang Dunia II karya M. Daud Darmawan, dan Waffen SS: Pasukan Elit NAZI 1940-1945 yang ditulis Bruce Quarrie.

Ketika membicarakan masalah kualifikasi awal perekrutan Schutzstaffel di

Jerman dan semangat perang para serdadunya, ketiga penulis tersebut sepakat

bahwa yang diutamakan dalam kualifikasi tersebut adalah fisik. Artinya untuk

dapat bergabung menjadi serdadu Schutzstaffel pada masa awal pembentukannya

adalah mereka yang mempunyai fisik yang ideal seperti harus berumur 23-35

tahun, setidaknya memiliki tinggi 180 cm, berada dalam puncak kondisi fisik,

tidak mempunyai cacat kriminal atau fisik, serta harus bisa membuktikan diri

sebagai keturunan leluhur ras Arya murni tanpa tercemar darah Yahudi. Mereka

para pemimpin Schutzstaffel lebih memilih para calon serdadu Schutzstaffel yang

(26)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

serdadu dapat mudah dibuat taat terhadap disiplin ketat sekaligus terhadap

indoktrinasi ideologis, baik itu untuk kepentingan perang atau kepentingan politik

rasialisme, dan sebagainya. Tujuan lain adalah agar mereka terbiasa dengan

medan lapangan dan seleksi alam, dan memang terbukti pada awal-awal Perang

Dunia II mayoritas serdadu Schutzstaffel merasa nyaman hidup di lapangan, serta

lebih mahir beroperasi di lapangan dan belantara. Berbeda dengan Angkatan Darat

Jerman (Heer) misalnya, yang mengutamakan intelektualitas untuk para calon

serdadunya. Sedangkan ketika membicarakan masalah semangat perang para

serdadu Schutzstaffel, ketiganya sepakat bahwa para serdadu Schutzstaffel telah

mendapat indoktrinasi dari komandan mereka secara intensif tentang ideologi

rasial Adolf Hitler yang antisemit, atau ras-ras lain yang dianggap rendah. Jadi

ketika dilepas dalam medan pertempuran, mereka sadar bahwa untuk apa mereka

bertempur, sekalipun nyawa taruhannya, ditambah lagi ketika indoktrinasi

tersebut menekankan kesetiaan terhadap Adolf Hitler sebagai führer Jerman.

Setelah mengalami kritik eksternal dan internal diharapkan data yang

sudah mengalami proses tersebut merupakan data yang valid, yang kemudian data

tersebut dijadikan sebagai bahan penulisan skripsi oleh penulis.

3. 2. 3 Interpretasi

Terkait dengan penafsiran, Sjamsuddin (2007: 158-159) mengatakan

bahwa ketika sejarawan menulis, disadari atau tidak, mereka berpegang pada

salah satu atau kombinasi beberapa filsafat sejarah tertentu yang menjadi dasar

penafsirannya. Salah satu filsafat sejarah yang digunakan penulis dalam

menafsirkan fakta-fakta sejarah dalam skripsi ini adalah filsafat sejarah

deterministik.

Lucey, sebagaimana dikutip Sjamsuddin (2007: 162-163) mengatakan

bahwa filsafat sejarah deterministik menolak semua penyebab yang berdasarkan

kebebasan manusia dalam menentukan dan mengambil sendiri dan menjadikan

manusia semacam robot, artinya manusia ditentukan oleh kekuatan yang berada

(27)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seperti faktor-faktor geografi (luas daerah, letak daerah, iklim), etnologi (faktor

keturunan, fisik biologis yang rasial), faktor-faktor dalam lingkungan budaya

manusia seperti sistem ekonomi dan sosial.

Kajian dan peristiwa yang dibahas dalam skripsi ini juga dilatarbelakangi

oleh kekuatan dari luar individu yaitu psikologi sosial yang menyebabkan

manusia mengambil keputusan tertentu dan selanjutnya menjadi sejarah. Adolf

Hitler menjadikan Schutzstaffel yang mempunyai banyak fungsi merupakan

dorongan dari faktor-faktor tertentu yang bersumber dari pengalaman hidup dan

kehidupan dalam kelompoknya. Hal ini kemudian melandasi penulis untuk

menggunakan filsafat sejarah deterministik dalam penyusunan skripsi ini.

Dari berbagai macam jenis penafsiran yang termasuk dalam filsafat sejarah

deterministik, penulis menggunakan penafsiran sintesis. Penafsiran sintesis

mencoba menggabungkan semua faktor atau pendorong yang menjadi penggerak

sejarah. Menurut penafsiran ini tidak ada sebab tunggal yang mampu menjelaskan

semua fase dan periode dalam perkembangan sejarah (Barnes, 1963: 359-360,

dalam Sjamsuddin, 2007: 170).

Artinya, perkembangan dan jalannya sejarah digerakkan oleh

bersama-sama berbagai faktor dan tenaga, namun tetap manusia sebagai pemeran utama.

Pemilihan penafsiran sintesis dipilih karena peran Adolf Hitler terhadap pasukan

elit Schutzstaffel yang mempunyai banyak fungsi tidak sebagaimana lazimnya

sebagai serdadu tersebut, tidak terlepas dari faktor pendorong seperti kondisi

sosial, di mana Adolf Hitler pernah tinggal dan dalam kurun waktu tertentu

mengalami fase kehidupan yang fluktuatif dan tidak menentu secara ekonomi dan

sosial.

3. 2. 3. 1 Pendekatan

Dalam melakukan interpretasi, penulis menggunakan pendekatan

interdisipliner. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk

penelitian ilmu sejarah yang meminjam konsep dan teori-teori dari disiplin ilmu

(28)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berasal dari disiplin ilmu yang serumpun dengan ilmu sejarah (ilmu-ilmu sosial).

Tidak lain tujuan dari penggunaan konsep dan teori-teori dari disiplin ilmu bantu

tersebut adalah untuk mempertajam analisis permasalahan yang dikaji, dan agar

skripsi ini berbeda pada umumnya karena menggunakan sudut pandang yang

berbeda pula dalam mengkaji peristiwa dalam sejarah. Disiplin ilmu sosial yang

digunakan penulis dalam hal ini adalah disiplin ilmu sosiologi dengan mengambil

konsep peranan, teori kekerasan, dan teori psikologi sosial (walaupun disebut juga

sebagai bagian dari sub disiplin ilmu psikologi). Dari ilmu kemiliteran, penulis

mengambil konsep organisasi militer Schutzstaffel.

Konsep organisasi militer Schutzstaffel digunakan penulis karena objek

sasaran Adolf Hitler adalah Schutzstaffel, sebuah organisasi militer yang

multifungsi. Secara etimologi Schutzstaffel berarti skuadron pelindung, sedangkan

secara istilah Schutzstaffel merupakan organisasi militer yang awalnya didirikan

dengan tujuan sebagai pasukan pengawal pribadi para petinggi

Nationalsozialistische Deutsce Arbeiterpartei (NSDAP) atau yang biasa disebut

Partai Nazi. Tetapi dalam perkembangannya menjelma menjadi pasukan elit

Jerman yang ditakuti oleh sekutu khususnya pada masa awal Perang Dunia II,

baik itu dalam hal peperangan, maupun dalam hal pembantaian orang-orang

Yahudi.

Dalam sebuah organisasi, tentunya terdapat jabatan-jabatan tertentu

dengan tugas masing-masing. Sedangkan dalam kemiliteran segala perintah

diberlakukan sistem komando, di mana sistem komando tersebut harus sesuai

dengan hirarki dalam kemiliteran. Skuadron pelindung sendiri tentunya memang

diperuntukkan agar Schutzstaffel benar-benar dijadikan sebagai pasukan

pelindung terutama bagi Adolf Hitler. Dari uraian tersebut kiranya dapat dipahami

bahwa indoktrinasi yang kuat dari para petinggi Schutzstaffel termasuk Adolf

Hitler sendiri berdampak pada dasar kuatnya kedisiplinan sebuah organisasi

(29)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Konsep peranan diartikan sebagai implementasi dari usia, jenis kelamin,

kedudukan, atau jabatan yang sedang dipegang dalam kehidupan bermasyarakat

maupun dalam suatu peristiwa sejarah. Mengenai hal ini Linton (1984: 148-149)

mengatakan bahwa konsep peranan (role) tidak bisa dilepaskan dari kedudukan

atau status, bahkan ia mengatakan bahwa tidak ada status tanpa role, begitu juga

sebaliknya, tidak ada role tanpa status. Nyatanya memang demikian, ketika

seorang individu mempunyai status atau jabatan tertentu, jika tidak ingin

dikatakan menyimpang, maka ia harus mengimplementasikannya melalui peranan

yang sesuai dengan status atau jabatannya tersebut.

Peranan yang dimaksudkan di sini adalah peranan dari Adolf Hitler,

terutama dalam perkembangan Schutzstaffel. Adolf Hitler sebagai pemrakarsa dan

kelak Schutzstaffel diperuntukkan untuk dirinya sendiri, tentunya mempunyai

peran yang harus diimplementasikan terhadap perkembangan skuadron pelindung

tersebut. Schutzstaffel yang dalam perkembangan puncaknya mempunyai banyak

fungsi tidak sebagaimana lazimnya tentara yang hanya berperang, tidak lepas dari

peranan Adolf Hitler, di mana ia melakukan indoktrinasi Sosialisme

Nasional/Naziisme untuk memerangi orang-orang Yahudi, atau bangsa lain yang

dianggap rendah. Sehingga politik antisemitisme Adolf Hitler merupakan salah

satu dasar tujuan perang dan sebagai tambahan semangat para serdadu ketika

berada di medan pertempuran.

Adolf Hitler yang menyebut dirinya sebagai führer (pemimpin Jerman)

pada saat itu menuntut dirinya berperan sebagaimana seorang pemimpin negara.

Konsep pemerintahan totaliter yang dicanangkan menuntutnya melakukan hal-hal

yang lazimnya dilakukan oleh seorang pemimpin dengan sistem pemerintahan

totaliter. Lebih besar lagi bahwa Hitler disebut-sebut penganut ideologi fasis yang

mana oleh Ebestein, sebagaimana dikutip Supardan (2009: 343) mengatakan

bahwa fasisme (facism) sendiri diartikan sebagai pengorganisasian pemerintahan

dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat

(30)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kepemimpinan fasisme yang oleh Payne, sebagaimana dikutip oleh

Supardan (2009: 344) bahwa cenderung kepada kepemimpinan otoriter,

kharismatik, dan bergaya personal, dapat dibuktikan dengan peranannya yang

melakukan hal-hal tertentu yang cenderung bersifat otoriter, baik dalam

perpolitikan Jerman dalam kancah dunia, maupun terhadap kemiliterannya.

Teori yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah teori

kekerasan. Pandangan antisemitisme Adolf Hitler misalnya, bersumber dari teori

Charles Robert Darwin mengenai “lestarinya makhluk yang paling sesuai”, dalam

hal ini adalah superioritas ras Arya. Pendapat Darwin, sebagaimana dikutip oleh

Bailey (1988: 13-14) mengatakan bahwa kemajuan manusia akan terwujud lewat

lestarinya makhluk yang paling sesuai, dan kekerasan berguna untuk tujuan yang

bermanfaat dalam mempertahankan kelestarian hidup. Pandangan lain serupa

dikemukakan oleh seorang filsuf bidang pemerintahan, yakni Niccolo Machiavelli

yang berpendapat bahwa kekuasaan berhubungan dengan bagaimana seorang

pemimpin dapat mempertahankan kekuasaannya dalam berbagai intrik politik. Hal

ini dijadikan dasar keilmuan atas kekerasan yang dilakukannya terhadap

orang-orang Yahudi.

Kekerasan pada umumnya tidak hanya berbentuk fisik, tetapi juga

berbentuk non fisik, walaupun dalam pemerintahan totaliter hal itu merupakan

sesuatu yang lazim. Kekerasan non fisik dapat berupa indoktrinasi politik, agitasi

politik, teror politik, diskriminasi rasial, dan sebagainya. Indoktrinasi politik yang

dilakukan Adolf Hitler terhadap serdadu Schutzstaffel dapat dianggap sebagai

kekerasan yang dimaksud.

Pendapat Gurr, sebagaimana dikutip oleh Widodo

(http://rudidw.blogspot.com/2012/09/teori-kekerasan.html), dikatakan sebelumnya

bahwa kekerasan yang terjadi di masyarakat sangat dipengaruhi oleh ideologi,

tentu tidak dapat dipisahkan dengan ideologi fasisme yang disebut-sebut dianut

oleh Adolf Hitler. Fasisme yang oleh Supardan (2009: 343) dikatakan dijalankan

(31)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

rasialis, milisteristis, dan sebagainya, dapat dikatakan sebagai bentuk kekerasan,

khususnya oleh kelompok yang menjadi objek kekerasan itu sendiri. Jadi kiranya

terdapat korelasi antara kekerasan dengan hal-hal yang dilakukan Adolf Hitler

selama menjadi führer Jerman. Terlebih terhadap Schutzstaffel yang diberikan

doktrin untuk melakukan kekerasan-kekerasan tertentu.

Selanjutnya yang digunakan dalam penyususnan skripsi ini adalah kajian

psikologi sosial. Dalam kajian ini akan dijelaskan pola tingkah laku individu

dalam kelompoknya, baik itu berbentuk kelompok kecil, kelompok besar,

asosiasi, organisasi, dan sebagainya. Perilaku seorang individu ketika sendiri

dengan ketika berbaur dengan kelompok tentunya akan berbeda, karena di

samping aspek psikologi, juga karena dalam kelompok terdapat faktor-faktor lain,

seperti konsensus misalnya. Menghubungkan dengan permasalahan yang dikaji,

kajian ini ditujukan sebagai alat untuk menganalisis sikap atau

kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh Adolf Hitler ketika menjadi pemimpin

Jerman. Berbagai gagasannya seperti konsep negara rasialis, Lebensraum,

Lebensborn, skuadron pelindung, dan sebagainya, tentu tidak lepas dari

pengaruh-pengaruh dalam kelompoknya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Gagasan-gagasannya tersebut tertuang dalam buku yang ditulisnya ketika

dipenjara, yakni Mein Kampf. Pengaruh ketika kecil hidup daerah Inn, sebuah

wilayah di perbatasan Jerman-Austria, ketika menjalani hidup yang tidak menentu

semasa di Vienna, semasa menjadi prajurit militer Jerman dalam Perang Dunia I,

memasuki dalam kancah perpolitikan, dan seterusnya, hal itu memberikan dampak

yang besar dalam kebijakan-kebijakannya terhadap peran Schutzstaffel.

Berbagai kajian dalam psikologi sosial kiranya dapat dibahas dan

dihubungkan dengan pribadi Adolf Hitler. Dalam hal interaksi sosial, Hitler

mengalami berbagai pengalaman kehidupan yang bersinggungan dengan

kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Faktor-faktor yang mendasari interaksi

sosial seperti identifikasi, imitasi, simpati, dan sebagainya baik itu secara parsial

(32)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Misalnya Adolf Hitler menerapkan salam fasis gaya Benito Mussolini, pemimpin

fasis Italia. Hitler meniru gaya tersebut karena Mussolini merupakan idolanya

yang sepuluh tahun lebih cepat menjadi pemimpin fasis Italia sebelum ia menjadi

kanselir Jerman tahun 1933.

Kajian psikologi sosial yang lain di antaranya adalah sikap sosial, yakni

kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam

kegiatan-kegiatan sosial. Menurut Ahmadi (2007: 154-156) sikap yang kita tentukan dari

pendapat yang didapatkan berhubungan dengan faktor-faktor tertentu, di

antaranya sebagai berikut.

1) Jenis pekerjaan, misalnya seorang guru akan mempunyai pendapat atau

sikap yang berbeda dengan seorang buruh dalam menyikapi pemilihan

umum;

2) Etnis/ras, misalnya anak-anak keturunan kulit putih tidak diperkenankan

bergaul dengan anak-anak berkulit hitam oleh orang tuanya;

3) Kelas sosial/ekonomi, misalnya pandangan antara orang-orang yang

tergolong termasuk ekonomi bawah dengan ekonomi atas dalam hal

memilih sosok atau partai di pemilihan umum, dan;

4) Sejarah, berkaitan dengan pola pikir seseorang terhadap zaman. Misalnya

Candi Borobudur dahulu dianggap suatu lambang kemegahan, tetapi

sekarang dianggap lambang penindasan rakyat. Keempat faktor tersebut

kiranya dapat dihubungkan dengan sosok Adolf Hitler ketika berkampanye

menuju pemerintahan, serta berdampak pula terhadap

kebijakan-kebijakannya ketika menjadi pemimpin Jerman.

Selain sikap sosial, dalam kajian psikologi sosial yang berkaitan dengan

penelitian adalah prasangka sosial, kemudian terbentuknya jarak sosial. Sheriff

dan Sheriff, sebagaimana dikutip oleh Ahmadi (2007: 196-197) mengatakan

bahwa prasangka sosial adalah suatu sikap negatif para anggota suatu kelompok,

berasal dari norma mereka yang pasti, kepada kelompok lain beserta anggotanya.

(33)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

suatu sikap yang tidak simpatik terhadap kelompok luar (out group). Terdapat

beberapa sebab yang menimbulkan gejala prasangka sosial, namun yang paling

berhubungan erat dengan pribadi Adolf Hitler di antaranya adalah perbedaan

fisik/biologi/ras, pencarian kambing hitam (dalam kasus Perjanjian Versailles),

dan pengalaman yang menyakitkan (periode kehidupan Adolf Hitler ketika

menjalani hidup yang tidak menentu di Austria). Akibat adanya prasangka sosial

adalah pertentangan bahkan permusuhan. Semakin bertentangan atau bermusuhan,

maka akan jauh jarak sosialnya (social distance). Apabila keadaan ini berlangsung

lama, maka akan terinternalisasi menjadi norma sosial, dan itu akan dianut oleh

suatu kelompok yang mempunyai prasangka sosial terhadap pihak/kelompok lain.

Hal ini tidak jauh dengan kebijakan Adolf Hitler terhadap orang-orang Yahudi

atau kaum Marxis, yakni dengan politik antisemitnya yang diimplementasikan

dalam bentuk Holocaust, dan sebagainya.

Hal lain dalam teori psikologi sosial terdapat kajian yang menjadi bagian

yang tidak dapat dipisahkan dan masih berhubungan pula dengan Adolf Hitler,

yakni kajian kepemimpinan dan propaganda. Ahmadi (2007: 113) mengemukakan

kepemimpinan (Leadership) sebagai kemampuan dari seseorang (yaitu

kemampuan/leader) untuk mempengaruhi orang lain (yang dipimpin atau para

pengikutnya), sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang

dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa

kepemimpinan merupakan hasil daripada organisasi sosial yang telah terbentuk

atau sebagai hasil dinamika daripada interaksi sosial. Artinya ketika dalam suatu

organisasi mengalami kesulitan-kesulitan tertentu, kemudian tampil individu yang

menyatakan sanggup untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi suatu

organisasi tersebut, kemudian berhasil, maka hal itu dapat dikatakan sebagai

proses kepemimpinan, terlebih ketika dalam lingkup yang besar seperti negara

yang sedang mengalami chaos. Hal itu yang terjadi pada sosok Adolf Hitler, yang

di mana ketika Jerman terpuruk akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I, Hitler

(34)

-Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gagasannya tersebut. Ketika menjadi führer Jerman, Hitler menyebut

pemerintahannya sebagai Drittes Reich/Third Reich (kekaisaran ketiga) karena

dalam rangka propaganda sebagai pemimpin, ia menjanjikan pemerintahannya

lebih baik daripada First Reich (kekaisaran pertama yang berlangsung pada abad

pertengahan/Charlemagne), Second Reich (kekaisaran kedua yang berlangsung

sejak kanselir Otto von Bismark berhasil menyatukan seluruh Jerman hingga akhir

Perang Dunia I.

3. 2. 4 Historiografi

Secara umum Historiogarfi merupakan penulisan sejarah setelah melewati

tahapan-tahapan tertentu. Dalam penulisan sejarah, wujud dari penulisan itu

merupakan paparan, penyajian, presentasi atau penampilan yang pada akhirnya

sampai kepada khalayak dan dibaca oleh para pembaca atau pemerhati sejarah.

Paling tidak secara bersamaan digunakan tiga bentuk teknik dasar menulis sebagai

wahana yaitu deskripsi, narasi, dan analisis (Sjamsuddin, 2007: 236).

Ketika memasuki tahap historiografi, sejarawan hendaknya memiliki

kemampuan analitis dan kritis agar penelitian yang dihasilkan dan disajikan

memenuhi kriteria ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebuah karya tulis

dapat dikatakan ilmiah apabila memenuhi kaidah-kaidah keilmuan dan tata bahasa

yang sesuai dengan aturan tata bahasa atau pedoman penulisan karya ilmiah yang

berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.

3. 3 Laporan Penelitian

Langkah ini merupakan tahap akhir dari suatu penelitian yang dilakukan

penulis. Hal ini dilakukan setelah penulis melaksanakan langkah-langkah

penelitian sesuai dengan metode historis, yakni melakukan pencarian dan

menemukan sumber sejarah, melakukan kritik sumber (analisis), melakukan

(35)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan aturan atau kaidah penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan

Universitas Pendidikan Indonesia.

Laporan penelitian ini disusun dalam lima bab yang terdiri dari bab I

pendahuluan, bab II kajian pustaka dan teori, bab III metode penelitian, bab IV

pembahasan, dan bab V kesimpulan. Selain itu terdapat pula beberapa tambahan

di antaranya adalah kata pengantar, ucapan terima kasih, abstrak, daftar isi, daftar

pustaka serta lampiran-lampiran. Semuanya disusun dan disajikan dalam satu

laporan utuh yang disebut sebagai skripsi dengan judul PERANAN ADOLF

HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu

(36)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari sebuah

kajian skripsi dengan judul PERANAN ADOLF HITLER DALAM

PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif

Psikologi Sosial.

5. 1 Kesimpulan

Mengenai Adolf Hitler secara umum, penulis berkesimpulan bahwa salah

satu hal yang membedakan sosok Adolf Hitler dengan tokoh lainnya dalam Partai

Nazi seperti Paul Joseph Goebbels, Hermann Göring, atau Heinrich Luitpold

Himmler adalah kemampuannya dalam hal psikologi massa. Walaupun divisi

propaganda Nazi dipegang oleh Goebbels, namun Hitler tetap dianggap sebagai

nomor satu dalam hal propaganda, di mana ia mampu menghidupkan harapan

kepada masyarakat serta pengorganisasian massa atas nama superioritas bangsa

(Arya), walaupun jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, Hitler bukanlah

orang yang berpendidikan tinggi, baik dalam bidang akademik maupun militer.

Pepatah mengatakan bahwa ilmu atau pengetahuan bersumber dari membaca

(membaca riil berupa tulisan maupun non-riil seperti membaca keadaan) dan

pengalaman hidup, artinya kebijakan-kebijakan yang dilakukan Hitler selama

menjadi pemimpin Partai Nazi, maupun ketika menjadi kanselir kemudian führer

tentunya tidak lepas dari apa yang ia baca dan pengalaman hidup. Berhubungan

dengan kesimpulan penelitian, terdapat tiga hal yang dapat penulis simpulkan

dalam bab ini, tentunya setelah mengkaji bahasan yang bersangkutan dengan

judul.

Pertama, awal tahun 1920-an Adolf Hitler mulai memperkuat kedudukan

dalam Partai Nazi. Namun tidak berarti tanpa permasalahan atau gangguan, baik

Gambar

Gambar 4.1 Lambang Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei  (NSDAP)/ Partai Nazi  ......................................................................

Referensi

Dokumen terkait