PERANAN ADOLF HITLER
DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945):
Suatu Perspektif Psikologi Sosial
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah
Oleh:
Taufik Hidayat 0906104
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERANAN ADOLF HITLER
DALAM PERKEMBANGAN
SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu
Perspektif Psikologi Sosial
Oleh
Taufik Hidayat
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Taufik Hidayat 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
Halaman Pengesahan Skripsi
TAUFIK HIDAYAT
PERANAN ADOLF HITLER
DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. Nana Supriatna, M. Ed. NIP. 196110141986011001
Pembimbing II
Drs. R. H. Achmad Iriyadi NIP. 196112191988031002
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Kata kunci: Adolf Hitler, Schutzstaffel, Indoktrinasi, Psikologi Sosial
Skripsi ini berjudul “PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Keyword: Adolf Hitler, Schutzstaffel, Indoctrination, Social Psychology
This study was entitled THE ROLE OF ADOLF HITLER IN THE SCHUTZSTAFFEL EXPANSION (1925-1945) ”A Term Of Social Psychology
Perspective”. This study was kind of realization for the researcher toward the
influences of social psychological aspect of Adolf Hitler toward the oragization for youth and the volunteer to be Schutzstaffel warrior, and also the role of Schutzstaffel it self toward Drittes Reich that has been built by Adolf Hitler. There was a question which is to be the main problem of this study, why the Schutzstaffel running the role was not as commonly as the army?, the main problem above was devided into three research point questions, such as 1) What lies behind or the background of the creation of Schutzstaffel?; 2) How the influenced of social psychological aspect of Adolf Hitler toward accomodating youth and the volunteer into the Schutzstaffel warrior (1925-1945)?; and 3) How the influeced of social psychological aspect of Adolf Hitler toward the role of Schutzstaffel?. The method that used for this study is historical method which is devided into four steps namely, heuristic research, criticism, interpretation, and historiography. While the data collection techniques used literature studies technique. The approach that used to complement this study was interdisciplinary approach by taking the concept of the role from the science of anthropology, the concept of indoctrination, also from political science/ psychology of the masses; the violence and agrression theory, from the the science of sociology and discipline of social psychology perspective.
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Struktur Organisasi Skripsi ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
2.1 Peranan Adolf Hitler ... 8
2.2 Konsep Schutzstaffel ... 10
2.3 Teori Kekerasan ... 11
2.3.1 Konsep Kekerasan Niccolo Machiavelli ... 11
2.3.2 Teori Agresi Konrad Lorenz ... 12
2.3.3 Konsep Nekrofolia Erich Fromm ... 13
2.4 Konsep Indoktrinasi ... 15
2.5 Kajian Psikologi Sosial ... 19
2.6 Penelitian yang Berkaitan ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Persiapan Penelitian ... 30
3.1.1 Persiapan Penelitian ... 30
3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 31
3.1.3 Konsultasi ... 32
3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 32
3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 32
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB IV SUATU PERSPEKTIF PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP
PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN
SCHUTZSTAFFEL (1925-1945) ... 46
4.1 Latar Belakang Dibentuknya Schutzstaffel ... 46
4.1.1 Sejarah Dibentuknya Schutzstaffel ... 46
4.1.1.1 Nationalsosialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP)/Partai Nazi ... 46
4.1.1.2 Terbentuknya Schutzstaffel ... 52
4.1.1.3 Peran Heinrich Luitpold Himmler ... 56
4.1.2 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi TerbentuknyaSchutzstaffel ... 58
4.1.2.1 Polarisasi Sturmabteilung (SA) Terhadap Eksistensi Adolf Hitler ... 58
4.1.2.2 Komando Langsung Adolf Hitler Terhadap Ambisi Politik ... 61
4.1.2.3 Perang Dunia II ... 63
4.2 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Pengakomodasian Pemuda/Sukarelawan ke dalam Schutzstaffel ... 65
4.2.1 Kehidupan Pribadi Adolf Hitler dalam Keluarganya ... 65
4.2.2 Kehidupan Sosial Adolf Hitler dalam Perspektif Psikologi Sosial ... 68
4.2.3 Kondisi Sosial Pemuda di Jerman Raya pada Awal Pasca Perang Dunia I ... 69
4.2.4 Kepemimpinan Adolf Hitler Terhadap Pengakomodasian Pemuda dan Sukarelawan ke dalam Schutzstaffel ... 73
4.3 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutz- staffel ... 80
4.3.1 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutzstaffel dalam Perang Dunia II ... 80
4.3.2 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutzstaffel dalam Lebensborn ... 86
4.3.3 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutzstaffel dalam Holocaust ... 90
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Lambang Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei
(NSDAP)/ Partai Nazi ... 49
Gambar 4.2 Adolf Hitler Menginspeksi Barisan Kehormatan LSSAH ... 55
Gambar 4.3 Adolf Hitler dan Para Anggota Hitlerjugend ... 76
Gambar 4.4 Blitzkrieg di Polandia ... 81
Gambar 4.5 Penggambaran Program Lebensborn ... 88
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Dalam sejarah, aktor merupakan figur yang penting, baik sebagai individu,
maupun sebagai partisipan dalam kelompok atau masyarakat. Secara kolektif,
masyarakat tersebut penuh emosional, radikal, serta cenderung melakukan
kekerasan ketika terjadi chaos. Hal itu akan lebih meledak saat terjadi krisis atau
peristiwa yang provokatif. Di samping itu, penciptaan “kambing hitam”
menambah ketegangan dalam masyarakat (Kartodirjo, 1993: 139-140).
Adolf Hitler sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh besar pada Perang
Dunia II, kiranya dapat dikaitkan dengan pernyataan di atas. Dalam konsep
psikologi sosial, Hitler berkedudukan sebagai seorang aktor dalam kelompok, baik
aktor dalam kelompok masyarakat sipil, maupun dalam kelompok militer. Artinya
Hitler pun menempati kedudukan keduanya, dalam pembahasan ini kedudukan
Hitler dalam kelompok masyarakat, Partai Nazi, dan skuadron militer
Schutzstaffel.
Berbicara tentang Jerman pada masa Perang Dunia II tidak dapat terlepas
dari sosok Adolf Hitler. Adolf Hitler melakukan hal-hal tertentu untuk menuju
jalan kepemimpinan yang kuat dan totaliter dalam membangun apa yang
disebutnya sebagai Drittes Reich. Salah satunya adalah nasionalisme ekstrem,
yang diterapkannya mampu membuat angkatan perangnya menanamkan loyalitas
yang kuat terhadap negara, bahkan terhadap Hitler. Dalam Il Principle
Machiavelli (2008: 23-24) mengatakan,
“Apabila mereka memiliki nasionalisme dan bahasa yang sama, maka mereka lebih mudah dipertahankan, khususnya apabila mereka tidak terbiasa dengan
ide akan kemerdekaan…”.
Hal itu pula yang mungkin menjadi salah satu latar belakang pemikiran
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan loyalitas, dalam hal ini adalah pemuda asli bangsa Arya, dengan harapan
mereka mudah dipertahankan loyalitasnya, dan mudah diarahkan dalam sebuah
konsensus berupa nasionalisme ekstrim (ultranasionalisme).
Konsep negara rasialis Jerman yang merupakan gagasan Adolf Hitler juga
merupakan hal yang menjadi sisi unik pada masa sekitar Perang Dunia II. Dalam
konsep ini Hitler menekankan perihal kemurnian ras, pentingnya melahirkan
hanya anak-anak yang sehat, dan haramnya mempunyai anak-anak yang cacat
(Hitler, 2007b: 40).
Lebih lanjut Hitler berpendapat mengenai superioritas ras Arya adalah
bahwa,
Jika peradaban tidak ingin punah, maka ras Arya harus dipertahankan dari kontaminasi oleh ras-ras yang lebih rendah. Semua upaya negara di bidang pendidikan dan pelatihan, haruslah ditujukan untuk menggodok kesadaran maupun perasaan ras menjadi naluri dan intelek, termasuk hati serta otak kaum muda harus dibentuk sedemikian... (Hitler, dalam Irwanto 2008: 51).
Selain permasalahan ras, hubungan kedudukan aktor dalam kelompok
tertentu dapat dikaitkan pula dengan unsur sosial dan pemerintahan seperti
mentalitas kolektif, sistem patron klien, dan ideologi. Patron klien akan
bergantung pada sistem nilai yang didasarkan pada penghormatan. Ideologi
menurut Mannheim merupakan pandangan terhadap dunia dan kelompok sosial.
Hal ini merupakan aspek yang lazim dimiliki oleh setiap patron. Sedangkan
mentalitas kolektif menyebabkan penguatan terhadap penghormatan tersebut
(Burke, 2003: 142).
Kedudukan Adolf Hitler dalam kelompoknya baik kelompok masyarakat
umum atau dalam kelompok partainya, menjadikannya sebagai sosok penting
ketika pecah Perang Dunia II. Perang Dunia II, khususnya yang terjadi di Front
Eropa (1939-1945) tidak dapat dilepaskan dari apa yang terjadi sebelumnya.
Periode pasca Perang Dunia I sampai menjelang pecahnya Perang Dunia II
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lainnya di Eropa. Masa itu disebut pula dengan masa persiapan perang, terutama
yang dipersiapkan Jerman (Ojong, 2003: xxvi).
Perjanjian Versailles mengharuskan Jerman dilarang mengembangkan
angkatan perang, membayar ganti rugi kepada negara-negara pemenang perang,
daerah jajahan harus diserahkan kepada pemenang perang, dan sebagainya. Oleh
rakyat Jerman, hal ini dianggap sebuah penghinaan. Mereka berkeyakinan bahwa
kondisi ini merupakan sebuah pengkhianatan yang dilakukan
perwakilan-perwakilan Jerman dalam Perjanjian Versailles (Siboro, TT: 28-29).
Pada masa sekitar Perang Dunia II, Jerman merupakan negara yang paling
mempersiapkan perang tersebut pasca kekalahannya dalam Perang Dunia I.
Perjanjian Versailles yang dianggap menginjak-injak harga diri rakyat Jerman
disebut-sebut merupakan dalih Adolf Hitler untuk mempersiapkan Perang Dunia
II ketika menjadi kanselir, yang kemudian sudah menjadi pemimpin Jerman ketika
perang tersebut (Ballack, 2007: 7-9).
Hitler tidak hanya membangun kewibawaan dan simpati di depan
rakyatnya, tetapi juga termasuk konseptor pasukan-pasukan perangnya. Hitler
berhasil mengonsep Schutzstaffel yang multifungsi, dan dengan mudah
indoktrinasi ideologisnya dapat diinternalisasikan terhadap serdadu (Quarrie,
2008: 18-19).
Oleh Srivanto (2007: 29) Schutzstaffel diartikan sebagai skuadron/pasukan
pelindung pribadi petinggi Nazi, walaupun beberapa pihak pada waktu itu tidak
mengakui Schutzstaffel dalam Wehrmacht (Angkatan Darat Jerman) karena
merupakan satu pasukan khusus yang diciptakan Hitler. Dalam
keorganisasiannya, Schutzstaffel dibagi dalam dua bagian yakni sayap politik
yang disebut Algemeine Schutzstaffel dan sayap militer yang disebut Waffen
Schutzstaffel.
Membahas Schutzstaffel yang merupakan pasukan elit Jerman, maka tidak
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ketentuan Versailles, mempersiapkan skuadron-skuadron militer guna
kepentingan perang membalas kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I.
Schutzstaffel disebut-sebut sebagai kesatuan elit yang tangguh dalam
Perang Dunia II, di samping mempunyai kemampuan dan strategi tempur yang
baik, mereka mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap Nazi, serta menjadi
bagian dari pasukan yang menyiksa orang-orang Yahudi di kamp-kamp
penyiksaan. Banyak catatan-catatan kejahatan yang melibatkan Schutzstaffel
selama Perang Dunia II, baik dalam pertempuran, intimidasi, maupun penyiksaan
terhadap orang-orang Yahudi, orang-orang cacat, homoseksual, atau tawanan
perang (Darmawan, 2008: 11).
Dengan pimpinannya yakni Heinrich Luitpold Himmler yang merupakan
mantan peternak, Schutzstaffel juga melaksanakan konsep-konsep yang
merupakan gagasan Himmler tersebut, salah satunya yakni sebagai objek dari
pelestarian genetika ras Arya (Lebensborn). Banyak peranan dijalankan oleh
pasukan Schutzstaffel yang tidak lazim layaknya sebagai tentara regular. Keadaan
psikologis dan mentalitas kolektif yang sudah dibentuk sedemikian rupa membuat
hal tersebut seolah merupakan hal yang lazim.
Beberapa peranan Schutzstaffel diantaranya adalah berperang lazimnya
tentara regular, menyiksa dan membunuh orang-orang yang dianggap hina seperti
Yahudi, homoseksual, Gipsi, dan sebagainya (Holocaust), teror politik, serta
menjadi objek rekayasa genetika ras Arya. Namun peranan yang unik tersebut,
akan menarik jika dipandang dari perspektif psikologi sosial dari konseptor yang
berkedudukan dalam Schutzstaffel itu sendiri.
Dengan uraian dan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai peranan Adolf Hitler terhadap perkembangan dan
kontribusi Schutzstaffel terhadap kelangsungan karir politik Adolf Hitler ketika
menjadi pemimpin Jerman jika dilihat dari perspektif psikologi sosialnya.
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis menentukan
permasalahan utama yang menjadi bagian penting dalam karya ilmiah ini.
Permasalahan tersebut adalah “mengapa Schutzstaffel menjalankan peran yang
tidak sebagaimana lazimnya tentara?”. Agar permasalahan dapat terarah dan
memudahkan dalam pembahasan yang mengacu pada pokok permasalahan di atas,
maka penulis merumuskan dan membatasi permasalahan tersebut dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi dibentuknya Schutzstaffel?
2. Bagaimana pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler terhadap
pengakomodasian pemuda/sukarelawan ke dalam Schutzstaffel (1925-1945)?
3. Bagaimana pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler terhadap peranan
Schutzstaffel?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan latar belakang terbentuknya Schutzstaffel.
2. Mengeksplorasi alasan Adolf Hitler melakukan propaganda dan agitasi politik
terhadap kelompoknya.
3. Menganalisis peranan Adolf Hitler terhadap perkembangan Schutzstaffel
dalam perspektif psikologi sosial.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan tambahan data secara teoritis terhadap penelitian selanjutnya.
2. Memberikan tambahan data dan informasi mengenai kajian sejarah kawasan
Eropa, khususnya jerman pada masa Perang Dunia II.
3. Memberikan tambahan pengetahuan terhadap instansi atau korps yang dapat
dikaitkan seperti misalnya Tentara Nasional Indonesia (TNI), Komando
Pasukan Khusus (Kopassus), Korps Marinir, dan sebagainya.
4. Memberikan hikmah terhadap pembaca sehingga dapat belajar dari nilai-nilai
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1.5 Struktur Organisasi Skripsi
Adapun sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut.
Bab I merupakan pendahuluan. Pendahuluan ini berisi beberapa hal di
antaranya latar belakang, identifikasi, dan rumusan masalah. Latar belakang
masalah tersebut berisi alasan penulis mengambil kajian tentang PERANAN
ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL
(1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial. Supaya kajian ini lebih terarah dan lebih
memudahkan dalam pembahasan yang mengacu pada pokok permasalahan, maka
pada bab ini dibuat rumusan dan identifikasi masalah. Selain itu, bab ini juga
memuat tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika atau organisasi skripsi.
Bab II merupakan kajian pustaka atau pemaparan penelitian sebelumnya
yang sejenis atau berhubungan. Dalam bab ini dikemukakan konsep-konsep dari
penggalan judul atau konsep yang dianggap pokok dalam isi penelitian,
memaparkan beberapa teori yang berkaitan dengan pembahasan, juga pemaparan
penelitian sebelumnya yang berkaitan. Dalam penelitian ini, teori dijadikan pisau
analisis untuk mengkaji permasalahan tersebut.
Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam bab ini dikemukakan
rangkaian kegiatan serta langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam
penelitian. Adapun langkah-langkah tersebut adalah pertama, persiapan penelitian
yang terdiri dari pengajuan judul penelitian. Kedua, adalah pelaksanaan penelitian
serta melakukan kritik sumber baik internal maupun eksternal. Ketiga, adalah
penafsiran atau interpretasi dari fakta-fakta yang telah dikumpulkan, dan terakhir
melaporkan hasil penelitian dalam bentuk tulisan (skripsi) atau yang lazim disebut
historiografi.
Bab IV merupakan pembahasan, di mana dalam tahap ini penulis akan
membahas, mendeskripsikan, dan menguraikan permasalahan yang selama ini
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peroleh baik dari buku-buku sumber, internet, wawancara, atau sumber lainnya
yang mendukung judul dan permasalahan yang dikaji dari karya ilmiah ini.
Sehingga, pada bab keempat ini penulis akan berusaha untuk mendeskripsikan
hasil penelitian dan mencoba untuk menganalisisnya dalam bentuk penulisan
sejarah secara terstruktur dan sistematis.
Bab V merupakan penutup. Pada bagian ini, penulis akan membahas
beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan sebagai inti
dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta mengambil makna dari kajian
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan penulis untuk mengkaji permasalahan
yang berkaitan dengan judul skripsi PERANAN ADOLF HITLER DALAM
PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif
Psikologi Sosial adalah metode historis. Metode historis yaitu suatu proses
pengkajian, penjelasan, dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta
peristiwa yang terjadi di masa lampau (Gosttchalk, 1986 : 32). Sjamsuddin (2007:
15) mengartikan metode sejarah sebagai suatu cara bagaimana mengetahui
sejarah. Dari beberapa pengertian mengenai metode historis tersebut, dapat
disimpulkan bahwasannya metode historis merupakan cara mengkaji,
menguraikan, dan menganalisis suatu masalah secara kritis dan terstruktur untuk
mengetahui atau merekonstruksi suatu peristiwa untuk selanjutnya dituangkan
dalam suatu penulisan sejarah. Kemudian tentu saja alasan penggunaan metode
historis karena data-data yang digunakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini
berasal dari masa lampau.
Teknik penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah dengan
studi kepustakaan atau literatur, yakni teknik dalam penelitan ilmiah dengan
mencari, membaca, kemudian mengkaji sumber-sumber tertulis dari buku-buku,
artikel, dan internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji,
sehingga membantu penulis dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang
dirumuskan. Penulis beranggapan bahwa metode historis merupakan metode yang
cocok digunakan dalam penyusunan skripsi ini karena data dan fakta-fakta yang
dibutuhkan berasal dari masa lampau. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut, penulis akhirnya menggunakan metode historis dalam penyusunan
skripsi ini. Langkah-langkah metode historis menurut Sjamsuddin (2007: 85-155)
adalah terdiri atas,
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pendapat Carrard, sebagaimana dikutip oleh Sjamsuddin (2007: 86)
mengemukakan bahwasannya langkah awal dalam metode historis ialah
sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau
materi sejarah, atau evidensi sejarah. Pada tahap ini penulis berusaha mencari
dan mengumpulkan berbagai sumber yang dianggap relevan dengan pokok
permasalahan yang akan dikaji. Sumber-sumber yang akan digunakan dalam
karya tulis ilmiah ini adalah sumber-sumber tertulis, baik berupa buku
maupun tulisan atau artikel-artikel yang terdapat pada internet.
b. Kritik
Setelah sejarawan berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam
penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan
tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah selanjutnya ia harus menyaringnya
secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber pertama, agar terjaring fakta
yang menjadi pilihannya. Langkah inilah yang disebut kritik sumber, baik
terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi)
sumber. Pada tahap ini penulis berusaha untuk mengkritisi sumber-sumber
sejarah tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang
dikaji.
c. Interpretasi
Sesudah menyelesaikan langkah-langkah pertama dan kedua berupa
heuristik dan kritik sumber, sejarawan memasuki langkah-langkah selanjutnya
yaitu interpretasi. Interpretasi merupakan kegiatan atau tahap menafsirkan
keterangan atau fakta-fakta yang terkumpul dengan cara mengolah fakta yang
telah dikritisi dengan merujuk beberapa referensi yang mendukung kajian
penulis. Pada tahap interpretasi ini, penulis berusaha memberikan penafsiran
terhadap keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh, dan yang telah
dihubugkan dan dianalisis sebelumnya.
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Historiografi merupakan tahap penulisan sejarah setelah melewati tahap
pengumpulan sumber-sumber sejarah, analisis, dan memberi penafsiran
(interpretasi). Setelah itu fakta-fakta sejarah tersebut disajikan menjadi sebuah
kesatuan, narasi, atau deskripsi yang tersusun dan terstruktur dalam bentuk
karya tulis atau skripsi dengan kaidah-kaidah penyusunan skripsi yang berlaku
di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.
Keempat langkah kerja tersebut merupakan kegiatan inti dari penelitian
dan penyusunan skripsi ini. Langkah-langkah penelitian itu sendiri terdiri dari tiga
tahapan yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan laporan penelitian.
Ketiga tahapan langkah-langkah penelitian tersebut dijabarkan sebagai berikut:
3. 1 Persiapan Penelitian
Dalam tahap persiapan penelitian, penulis melakukan beberapa kegiatan,
di antaranya sebagai berikut.
3. 1. 1 Persiapan Penelitian
Awalnya penulis tertarik mengkaji tentang Schutzstaffel (organisasi militer
elit yang khusus sebagai pasukan pengawal Adolf Hitler), yang dalam
perkembangannya mempunyai peran yang multi. Di samping sebagai pasukan
pengawal, juga turut berperang, melakukan Endlosung (solusi final) Holocaust
terhadap orang-orang Yahudi, Gipsi, Slav, atau orang-orang yang dianggap hina
oleh Adolf Hitler, atau sebagai subjek pelaku rekayasa genetika ras Arya
(Lebensborn). Schutzstaffel juga merupakan organisasi militer yang loyalitasnya
tidak diragukan terhadap sang führer jika dibandingkan dengan Angkatan
Bersenjata Jerman (Wehrmacht) lainnya.
Hal yang menjadi ketertarikan dan pertanyaan penulis adalah mengapa
kesatuan Schutzstaffel ini mempunyai peran yang multi tidak lazimnya
sebagaimana tentara? Kemudian dari segi strategi militer, mengapa para
sejarawan menganggap Schutzstaffel sebagai pasukan tentara yang sangat ditakuti
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
atau literatur yang membahas mengenai Schutzstaffel secara umum, yakni
mengenai peranan secara militernya dalam Perang Dunia II.
Judul yang diajukan adalah PERANAN SCHUTZSTAFFEL PADA
MASA PERANG DUNIA II (1939-1945). Sebelumnya penulis telah
berkonsultasi dengan dosen mata kuliah Sejarah Eropa, Bapak Drs. R. H. Achmad
Iriyadi, beliau menyarankan agar dicoba dulu untuk diseminarkan.
Pengajuan judul skripsi ke Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS)
dilakukan pada minggu pertama bulan Februari tahun 2013, yang kemudian
ditindaklanjuti dengan penyusunan proposal penelitian. Adapun isi proposal
tersebut antara lain, Judul Penelitian
Latar Belakang Masalah Rumusan dan Batasan Masalah Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Metode dan Teknik Penelitian Tinjauan Pustaka
Sistematika Penulisan Daftar Pustaka
3. 1. 2 Penyusunan Rancangan Penelitian
Setelah melakukan pengajuan judul ke TPPS, penulis menyusun proposal
skripsi yang kemudian melakukan proses konsultasi dengan pihak TPPS. Hal ini
bertujuan agar proposal yang diajukan penulis mendapatkan saran dan kritik
apabila terdapat ketidaksesuaian dengan kaidah-kaidah penyusunan skripsi.
Setelah proposal skripsi disetujui, maka penulis melakukan seminar proposal
skripsi yang sudah ditentukan TPPS pada tanggal 13 Februari 2013 bertempat di
Laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah, lantai empat gedung FPIPS baru,
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hasil dari seminar proposal skripsi adalah perubahan terhadap kajian,
namun objek yang dikaji tetap berhubungan dengan Schutzstaffel. Dr. Nana
Supriatna M. Ed sebagai calon pembimbing I menyarankan agar melakukan revisi
proposal skripsi dengan kajiannya menggunakan displin ilmu lain yang masih
berkaitan (interdisipliner). Akhirnya penulis terfikirkan untuk mengkaji tokoh
yang masih berhubungan dengan Schutzstaffel, yakni Adolf Hitler dalam
peranannya terhadap Schutzstaffel itu sendiri dari perspektif psikologi sosial.
Judul PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN
SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial disetujui
tanggal 19 April 2013 baik oleh calon pembimbing I (Dr. Nana Supriatna, M. Ed)
atau calon pembimbing II (Drs. R. H. Achmad Iriyadi), serta surat keputusan
penunjukkan pembimbing skripsi ditandatangani oleh Prof. Dr. H. Dadang
Supardan, M. Pd (ketua jurusan) dan Drs. H. Ayi Budi Santosa, M. Si (ketua
TPPS).
3. 1. 3 Konsultasi
Konsultasi merupakan proses bimbingan dalam penulisan skripsi yang
dilaksanakan oleh dua orang dosen pembimbing yang memiliki kompetensi sesuai
dengan permasalahan yang akan dikaji oleh penulis. Dalam hal ini kompentensi
yang dimaksud adalah berhubungan dengan Sejarah Eropa, khususnya mengenai
sekitar Perang Dunia II. Berdasarkan surat penunjukkan pembimbing skripsi yang
dikeluarkan TPPS, dalam penyusunan skripsi ini penulis dibimbing oleh Dr. Nana
Supriatna, M. Ed. sebagai pembimbing I dan Drs. R. H. Achmad iriyadi sebagai
pembimbing II. Konsultasi merupakan proses yang harus dilaksanakan penulis
untuk mendapatkan masukan, petunjuk, atau adanya ketidaksesuaian mengenai
kaidah-kaidah penyusunan skripsi. Konsultasi dilakukan oleh penulis dengan
dosen pembimbing setelah sebelumnya menghubungi dosen pembimbing dan
mengatur jadwal pertemuan untuk bimbingan.
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, penulis mengacu kepada
tahap-tahap historiografi yakni dengan metode historis, yang proses tahap-tahapannya adalah
heuristik - kritik - interpretasi - historiografi.
3. 2. 1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Heuristik merupakan kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber atau
data-data melalui buku, artikel, internet, dan sebagainya yang berhubungan
dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian. Sumber yang dimaksud adalah
sumber tulisan, baik sumber primer maupun sekunder. Sumber-sumber yang
dikumpulkan penulis adalah sumber yang berhubungan dengan Schutzstaffel,
peranan Adolf Hitler secara umum baik terhadap Schutzstaffel, Partai Nazi,
maupun terhadap Jerman semasa ia menjadi kanselir atau führer. Karena
menggunakan teknik studi literatur, sebagaimana dikatakandi atas maka sumber
yang dikumpulkan adalah berupa sumber tertulis baik dalam buku, jurnal, artikel,
maupun tulisan dan gambar-gambar dalam internet.
Dalam proses pencarian dan pengumpulan sumber, penulis melakukan
kunjungan ke berbagai perpustakaan, yakni diantaranya sebagai berikut.
1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini penulis
mendapatkan empat buku yang berhubungan dengan masalah yang dikaji.
Tiga buku mengenai psikologi sosial dan satu buku mengenai fasisme atau
sosialisme Jerman pada masa Adolf Hitler. Tiga buku mengenai psikologi
sosial di antaranya adalah 1) buku berjudul Psikologi Sosial karangan Abu
Ahmadi, 2) buku berjudul Psikologi Sosial karangan W. A. Gerungan, dan 3)
buku berjudul Teori-Teori Psikologi Sosial karangan Slamet Santoso. Penulis
memilih tiga buku tersebut sebagai sumber yang khusus mengkaji hal-hal
yang berhubungan dengan psikologi sosial. Sedangkan buku yang
berhubungan dengan Adolf Hitler berjudul Ideologi dan Masyarakat: Kajian
Sejarah EropaAbad ke-20 yang ditulis oleh Nana Supriatna. Penulis memilih
sosial-Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ekonomi masyarakat dan perpolitikan negara sekitar naiknya Hitler menjadi
fuhrer dan pemerintahannya.
2. Perpustakaan umum “Batu Api” Jatinangor. Di perpustakaan ini penulis
mendapatkan buku berjudul Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas
Watak Manusia karya Erich Fromm. Penulis memilih buku ini karena
menjelaskan tentang kekerasan dalam berbagai bentuk, termasuk kekerasan
yang dilakukan Adolf Hitler dan Heinrich Luitpold Himmler.
3. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini
penulis mendapatkan International Encyclopedia of The Social Sciences
Volume 2. Buku tersebut ditulis tim penulis buku, editor David L. Sills.
4. Perpustakaan pribadi Bapak Drs R. H. Achmad Iriyadi. Di perpustakaan ini
penulis mendapatkan dua buku mengenai Schutzstaffel dan satu buku tentang
kekerasan. Dua buku mengenai Schutzstaffel tersebut di antaranya adalah
buku berjudul Waffen-SS: Pasukan Elite NAZI 1940-1945 yang ditulis Bruce
Quarrie dan buku berjudul Waffen SS: Mesin Perang NAZI yang ditulis oleh
Fernando R. Srivanto. Penulis memilih buku tersebut karena berhubungan
dengan latar belakang berdirinya, serta peran-peran yang dijalankan oleh
Schutzstaffel. Sedangkan buku tentang kekerasan berjudul Kekerasan dan
Agresi yang ditulis oleh R. H. Bailey. Penulis memilih buku ini karena
berhubungan dengan landasan teori yang memaparkan mengenai teori dan
hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan. Sumber lain yang diperoleh adalah
video dokumenter dari Discovery Channel berjudul NAZIS: The Occult
Conspiracy.
5. Perpustakaan TNI Angkatan Darat Bandung, penulis mendapatkan buku karya
Lyman Tower Sargent berjudul Ideologi Politik Kontemporer. Penulis
menggunakan buku ini karena salah satu bahasannya mengenai sistem
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6. Meminjam kepada teman-teman dari Jurusan Pendidikan Sejarah UPI penulis
mendapatkan buku: 1) Sejarah dan Teori Sosial yang ditulis oleh Peter Burke;
2) Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah yang ditulis oleh
Sartono Kartodirdjo. Kedua buku ini dipilih karena menjelaskan tentang
hubungan antara sejarah dengan teori-teori sosial yang dapat membantu
disiplin sejarah, serta kedua buku ini yang menginspirasi penulis
menggunakan kajian psikologi sosial; 3) Sejarah Eropa-Buku II (Menjelang
PD I-Pasca PD I) yang ditulis oleh Julius Siboro. Penulis memilih buku ini
karena menjelaskan mengenai latar belakang bangkitnya Jerman setelah kalah
dalam Perang Dunia I dan persiapan Perang Dunia II, yang berdampak pula
pada sikap Hitler untuk melakukan kebijakan perang.
7. Selain itu penulis juga mempunyai beberapa buku koleksi pribadi di antaranya
adalah buku: To Kill Hitler: Upaya-Upaya Membunuh Adolf Hitler yang
ditulis oleh Irwanto, The Death Adolf Hitler yang ditulis Agustinus Pambudi,
Bangun dan Djatuhnya Adolf Hitler ditulis William L. Shirer, Tuhan Hitler
ditulis G. V. Vrekhem. Penulis memilih beberapa buku ini karena
menguraikan perjalanan hidup Adolf Hitler, baik dari segi ekonomi, sosial,
dan politiknya. Buku berjudul 7 Tokoh Kunci NAZI: Penentu Sejarah Jerman
dan Penyebab Perang Dunia II yang ditulis Luger Ballack, Gang of NAZI: Seputar Kisah Kontroversial Para Petinggi NAZI ditulis F. R. Srivanto.
Penulis memilih buku-buku ini karena menguraikan biografi tokoh-tokoh yang
berpengaruh terhadap sikap Jerman dalam Perang Dunia II, termasuk Adolf
Hitler dan Himmler (pemimpin Schutzstaffel). Buku berjudul Pasukan Elit
Perang Dunia II karangan M. Daud Darmawan, Waffen SS: Pasukan Elit Pengawal Hitler ditulis N. Oktorino, dan Legiun Asing Waffen SS: Kisah Sukarelawan Asing dalam Tentara Elite Hitler ditulis N. Hidayat. Penulis
memilih buku ini karena isinya menguraikan hal-hal mengenai Schutzstaffel.
Buku berjudul Il Principle: Sang Pangeran karya Niccolo Machiavelli,
kebijakan-Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kebijakan Adolf Hitler terhadap Schutzstaffel maupun terhadap Jerman dalam
perpolitikan dunia. Buku berjudul Perang Eropa I karya P. K. Ojong, penulis
memilih buku ini karena berhubungan dengan Perang Dunia II, yang mana
Adolf Hitler dan Schutzstaffel tidak bisa dilepaskan dari Perang Dunia II.
Kajian buku lain yang dimiliki penulis tidak jauh berbeda dengan
buku-buku lain, yakni mengenai Adolf Hitler, Schutzstaffel, dan psikologi sosial.
3. 2. 2 Kritik Sumber
Setelah penulis melakukan tahap proses pencarian dan pengumpulan
sumber-sumber sejarah, penulis tidak menerima begitu saja apa yang tercantum
dan tertulis dalam sumber-sumber itu, langkah berikutnya yakni melakukan kritik
sumber terhadap data-data yang sudah diperoleha untuk penyelesaian skripsi ini,
baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber, maupun terhadap sustansi (isi)
sumber (Sjamsuddin, 2007: 131).
3. 2. 2. 1 Kritik Eksternal
Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal-usul sumber, suatu
penyelidikan atas bukti sejarah berupa catatan atau peninggalan untuk
mendaptkan informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu
waktu sumber sejarah tersebut mengalami perubahan atau tidak oleh orang-orang
tertentu (Sjamsuddin, 2007: 134). Artinya, sebelum melakukan kritik atas
substansi atau isi sumber terlebih dahulu melakukan telaah aspek luarnya,
misalnya siapa yang mengatakan itu?, apa motifnya?, dan sebagainya. Tentunya
kritik eksternal ini bertujuan meminimalisir unsur subjektivitas yang terdapat
dalam sumber sejarah. Dalam penelitian ini sebenarnya penulis tidak
menggunakan sumber primer, namun terdapat tulisan berupa memoir atau dapat
pula disebut autobiografi karya pelaku sejarah yang sudah mengalami cetak ulang
sampai saat ini, buku tersebut berjudul asli (bahasa Jerman) Mein Kampf yang jika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti Perjuanganku. Dalam kritik
eksternal ini contohnya menganalis bahasa terjemahan. Ketika membaca buku
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
apa yang dimaksudkan penulis (pendapat, gagasan, dan pemikiran-pemikirannya).
Jika melihat kelaziman pemikiran atau gagasan-gagasan para negarawan, diktator,
dan sebagainya memang mempunyai bahasa yang berat dan sulit untuk langsung
dimengerti. Misalnya membandingkannya dengan tulisan atau pemikiran Niccolo
Machiavelli dalam buku “Il Principe” atau Soekarno dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi”. Jadi kiranya buku tersebut memang merupakan terjemahan yang tidak banyak keluar dari pemikiran penulisnya. Selebihnya penulis tidak
melakukan kritik eksternal karena sumber-sumber sejarah yang digunakan adalah
sumber sekunder berupa buku-buku dan tulisan-tulisan yang terdapat pada
internet.
3. 2. 2. 2 Kritik Internal
Menurut Sjamsuddin (2007: 143), kritik internal kebalikan dari kritik
eksternal, kritik internal sebagaimana disarankan istilahnya menekankan aspek
“dalam”, yaitu isi dari sumber sejarah. Dalam kritik internal ini penulis
membandingkan isi dari tiga buku yang dijadikan sumber penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Sebagai contoh, penulis akan membandingkan isi dari
buku: Waffen SS: Mesin Perang NAZI karya Fernando R. Srivanto, Pasukan Elit
Perang Dunia II karya M. Daud Darmawan, dan Waffen SS: Pasukan Elit NAZI 1940-1945 yang ditulis Bruce Quarrie.
Ketika membicarakan masalah kualifikasi awal perekrutan Schutzstaffel di
Jerman dan semangat perang para serdadunya, ketiga penulis tersebut sepakat
bahwa yang diutamakan dalam kualifikasi tersebut adalah fisik. Artinya untuk
dapat bergabung menjadi serdadu Schutzstaffel pada masa awal pembentukannya
adalah mereka yang mempunyai fisik yang ideal seperti harus berumur 23-35
tahun, setidaknya memiliki tinggi 180 cm, berada dalam puncak kondisi fisik,
tidak mempunyai cacat kriminal atau fisik, serta harus bisa membuktikan diri
sebagai keturunan leluhur ras Arya murni tanpa tercemar darah Yahudi. Mereka
para pemimpin Schutzstaffel lebih memilih para calon serdadu Schutzstaffel yang
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
serdadu dapat mudah dibuat taat terhadap disiplin ketat sekaligus terhadap
indoktrinasi ideologis, baik itu untuk kepentingan perang atau kepentingan politik
rasialisme, dan sebagainya. Tujuan lain adalah agar mereka terbiasa dengan
medan lapangan dan seleksi alam, dan memang terbukti pada awal-awal Perang
Dunia II mayoritas serdadu Schutzstaffel merasa nyaman hidup di lapangan, serta
lebih mahir beroperasi di lapangan dan belantara. Berbeda dengan Angkatan Darat
Jerman (Heer) misalnya, yang mengutamakan intelektualitas untuk para calon
serdadunya. Sedangkan ketika membicarakan masalah semangat perang para
serdadu Schutzstaffel, ketiganya sepakat bahwa para serdadu Schutzstaffel telah
mendapat indoktrinasi dari komandan mereka secara intensif tentang ideologi
rasial Adolf Hitler yang antisemit, atau ras-ras lain yang dianggap rendah. Jadi
ketika dilepas dalam medan pertempuran, mereka sadar bahwa untuk apa mereka
bertempur, sekalipun nyawa taruhannya, ditambah lagi ketika indoktrinasi
tersebut menekankan kesetiaan terhadap Adolf Hitler sebagai führer Jerman.
Setelah mengalami kritik eksternal dan internal diharapkan data yang
sudah mengalami proses tersebut merupakan data yang valid, yang kemudian data
tersebut dijadikan sebagai bahan penulisan skripsi oleh penulis.
3. 2. 3 Interpretasi
Terkait dengan penafsiran, Sjamsuddin (2007: 158-159) mengatakan
bahwa ketika sejarawan menulis, disadari atau tidak, mereka berpegang pada
salah satu atau kombinasi beberapa filsafat sejarah tertentu yang menjadi dasar
penafsirannya. Salah satu filsafat sejarah yang digunakan penulis dalam
menafsirkan fakta-fakta sejarah dalam skripsi ini adalah filsafat sejarah
deterministik.
Lucey, sebagaimana dikutip Sjamsuddin (2007: 162-163) mengatakan
bahwa filsafat sejarah deterministik menolak semua penyebab yang berdasarkan
kebebasan manusia dalam menentukan dan mengambil sendiri dan menjadikan
manusia semacam robot, artinya manusia ditentukan oleh kekuatan yang berada
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
seperti faktor-faktor geografi (luas daerah, letak daerah, iklim), etnologi (faktor
keturunan, fisik biologis yang rasial), faktor-faktor dalam lingkungan budaya
manusia seperti sistem ekonomi dan sosial.
Kajian dan peristiwa yang dibahas dalam skripsi ini juga dilatarbelakangi
oleh kekuatan dari luar individu yaitu psikologi sosial yang menyebabkan
manusia mengambil keputusan tertentu dan selanjutnya menjadi sejarah. Adolf
Hitler menjadikan Schutzstaffel yang mempunyai banyak fungsi merupakan
dorongan dari faktor-faktor tertentu yang bersumber dari pengalaman hidup dan
kehidupan dalam kelompoknya. Hal ini kemudian melandasi penulis untuk
menggunakan filsafat sejarah deterministik dalam penyusunan skripsi ini.
Dari berbagai macam jenis penafsiran yang termasuk dalam filsafat sejarah
deterministik, penulis menggunakan penafsiran sintesis. Penafsiran sintesis
mencoba menggabungkan semua faktor atau pendorong yang menjadi penggerak
sejarah. Menurut penafsiran ini tidak ada sebab tunggal yang mampu menjelaskan
semua fase dan periode dalam perkembangan sejarah (Barnes, 1963: 359-360,
dalam Sjamsuddin, 2007: 170).
Artinya, perkembangan dan jalannya sejarah digerakkan oleh
bersama-sama berbagai faktor dan tenaga, namun tetap manusia sebagai pemeran utama.
Pemilihan penafsiran sintesis dipilih karena peran Adolf Hitler terhadap pasukan
elit Schutzstaffel yang mempunyai banyak fungsi tidak sebagaimana lazimnya
sebagai serdadu tersebut, tidak terlepas dari faktor pendorong seperti kondisi
sosial, di mana Adolf Hitler pernah tinggal dan dalam kurun waktu tertentu
mengalami fase kehidupan yang fluktuatif dan tidak menentu secara ekonomi dan
sosial.
3. 2. 3. 1 Pendekatan
Dalam melakukan interpretasi, penulis menggunakan pendekatan
interdisipliner. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk
penelitian ilmu sejarah yang meminjam konsep dan teori-teori dari disiplin ilmu
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berasal dari disiplin ilmu yang serumpun dengan ilmu sejarah (ilmu-ilmu sosial).
Tidak lain tujuan dari penggunaan konsep dan teori-teori dari disiplin ilmu bantu
tersebut adalah untuk mempertajam analisis permasalahan yang dikaji, dan agar
skripsi ini berbeda pada umumnya karena menggunakan sudut pandang yang
berbeda pula dalam mengkaji peristiwa dalam sejarah. Disiplin ilmu sosial yang
digunakan penulis dalam hal ini adalah disiplin ilmu sosiologi dengan mengambil
konsep peranan, teori kekerasan, dan teori psikologi sosial (walaupun disebut juga
sebagai bagian dari sub disiplin ilmu psikologi). Dari ilmu kemiliteran, penulis
mengambil konsep organisasi militer Schutzstaffel.
Konsep organisasi militer Schutzstaffel digunakan penulis karena objek
sasaran Adolf Hitler adalah Schutzstaffel, sebuah organisasi militer yang
multifungsi. Secara etimologi Schutzstaffel berarti skuadron pelindung, sedangkan
secara istilah Schutzstaffel merupakan organisasi militer yang awalnya didirikan
dengan tujuan sebagai pasukan pengawal pribadi para petinggi
Nationalsozialistische Deutsce Arbeiterpartei (NSDAP) atau yang biasa disebut
Partai Nazi. Tetapi dalam perkembangannya menjelma menjadi pasukan elit
Jerman yang ditakuti oleh sekutu khususnya pada masa awal Perang Dunia II,
baik itu dalam hal peperangan, maupun dalam hal pembantaian orang-orang
Yahudi.
Dalam sebuah organisasi, tentunya terdapat jabatan-jabatan tertentu
dengan tugas masing-masing. Sedangkan dalam kemiliteran segala perintah
diberlakukan sistem komando, di mana sistem komando tersebut harus sesuai
dengan hirarki dalam kemiliteran. Skuadron pelindung sendiri tentunya memang
diperuntukkan agar Schutzstaffel benar-benar dijadikan sebagai pasukan
pelindung terutama bagi Adolf Hitler. Dari uraian tersebut kiranya dapat dipahami
bahwa indoktrinasi yang kuat dari para petinggi Schutzstaffel termasuk Adolf
Hitler sendiri berdampak pada dasar kuatnya kedisiplinan sebuah organisasi
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Konsep peranan diartikan sebagai implementasi dari usia, jenis kelamin,
kedudukan, atau jabatan yang sedang dipegang dalam kehidupan bermasyarakat
maupun dalam suatu peristiwa sejarah. Mengenai hal ini Linton (1984: 148-149)
mengatakan bahwa konsep peranan (role) tidak bisa dilepaskan dari kedudukan
atau status, bahkan ia mengatakan bahwa tidak ada status tanpa role, begitu juga
sebaliknya, tidak ada role tanpa status. Nyatanya memang demikian, ketika
seorang individu mempunyai status atau jabatan tertentu, jika tidak ingin
dikatakan menyimpang, maka ia harus mengimplementasikannya melalui peranan
yang sesuai dengan status atau jabatannya tersebut.
Peranan yang dimaksudkan di sini adalah peranan dari Adolf Hitler,
terutama dalam perkembangan Schutzstaffel. Adolf Hitler sebagai pemrakarsa dan
kelak Schutzstaffel diperuntukkan untuk dirinya sendiri, tentunya mempunyai
peran yang harus diimplementasikan terhadap perkembangan skuadron pelindung
tersebut. Schutzstaffel yang dalam perkembangan puncaknya mempunyai banyak
fungsi tidak sebagaimana lazimnya tentara yang hanya berperang, tidak lepas dari
peranan Adolf Hitler, di mana ia melakukan indoktrinasi Sosialisme
Nasional/Naziisme untuk memerangi orang-orang Yahudi, atau bangsa lain yang
dianggap rendah. Sehingga politik antisemitisme Adolf Hitler merupakan salah
satu dasar tujuan perang dan sebagai tambahan semangat para serdadu ketika
berada di medan pertempuran.
Adolf Hitler yang menyebut dirinya sebagai führer (pemimpin Jerman)
pada saat itu menuntut dirinya berperan sebagaimana seorang pemimpin negara.
Konsep pemerintahan totaliter yang dicanangkan menuntutnya melakukan hal-hal
yang lazimnya dilakukan oleh seorang pemimpin dengan sistem pemerintahan
totaliter. Lebih besar lagi bahwa Hitler disebut-sebut penganut ideologi fasis yang
mana oleh Ebestein, sebagaimana dikutip Supardan (2009: 343) mengatakan
bahwa fasisme (facism) sendiri diartikan sebagai pengorganisasian pemerintahan
dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kepemimpinan fasisme yang oleh Payne, sebagaimana dikutip oleh
Supardan (2009: 344) bahwa cenderung kepada kepemimpinan otoriter,
kharismatik, dan bergaya personal, dapat dibuktikan dengan peranannya yang
melakukan hal-hal tertentu yang cenderung bersifat otoriter, baik dalam
perpolitikan Jerman dalam kancah dunia, maupun terhadap kemiliterannya.
Teori yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah teori
kekerasan. Pandangan antisemitisme Adolf Hitler misalnya, bersumber dari teori
Charles Robert Darwin mengenai “lestarinya makhluk yang paling sesuai”, dalam
hal ini adalah superioritas ras Arya. Pendapat Darwin, sebagaimana dikutip oleh
Bailey (1988: 13-14) mengatakan bahwa kemajuan manusia akan terwujud lewat
lestarinya makhluk yang paling sesuai, dan kekerasan berguna untuk tujuan yang
bermanfaat dalam mempertahankan kelestarian hidup. Pandangan lain serupa
dikemukakan oleh seorang filsuf bidang pemerintahan, yakni Niccolo Machiavelli
yang berpendapat bahwa kekuasaan berhubungan dengan bagaimana seorang
pemimpin dapat mempertahankan kekuasaannya dalam berbagai intrik politik. Hal
ini dijadikan dasar keilmuan atas kekerasan yang dilakukannya terhadap
orang-orang Yahudi.
Kekerasan pada umumnya tidak hanya berbentuk fisik, tetapi juga
berbentuk non fisik, walaupun dalam pemerintahan totaliter hal itu merupakan
sesuatu yang lazim. Kekerasan non fisik dapat berupa indoktrinasi politik, agitasi
politik, teror politik, diskriminasi rasial, dan sebagainya. Indoktrinasi politik yang
dilakukan Adolf Hitler terhadap serdadu Schutzstaffel dapat dianggap sebagai
kekerasan yang dimaksud.
Pendapat Gurr, sebagaimana dikutip oleh Widodo
(http://rudidw.blogspot.com/2012/09/teori-kekerasan.html), dikatakan sebelumnya
bahwa kekerasan yang terjadi di masyarakat sangat dipengaruhi oleh ideologi,
tentu tidak dapat dipisahkan dengan ideologi fasisme yang disebut-sebut dianut
oleh Adolf Hitler. Fasisme yang oleh Supardan (2009: 343) dikatakan dijalankan
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
rasialis, milisteristis, dan sebagainya, dapat dikatakan sebagai bentuk kekerasan,
khususnya oleh kelompok yang menjadi objek kekerasan itu sendiri. Jadi kiranya
terdapat korelasi antara kekerasan dengan hal-hal yang dilakukan Adolf Hitler
selama menjadi führer Jerman. Terlebih terhadap Schutzstaffel yang diberikan
doktrin untuk melakukan kekerasan-kekerasan tertentu.
Selanjutnya yang digunakan dalam penyususnan skripsi ini adalah kajian
psikologi sosial. Dalam kajian ini akan dijelaskan pola tingkah laku individu
dalam kelompoknya, baik itu berbentuk kelompok kecil, kelompok besar,
asosiasi, organisasi, dan sebagainya. Perilaku seorang individu ketika sendiri
dengan ketika berbaur dengan kelompok tentunya akan berbeda, karena di
samping aspek psikologi, juga karena dalam kelompok terdapat faktor-faktor lain,
seperti konsensus misalnya. Menghubungkan dengan permasalahan yang dikaji,
kajian ini ditujukan sebagai alat untuk menganalisis sikap atau
kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh Adolf Hitler ketika menjadi pemimpin
Jerman. Berbagai gagasannya seperti konsep negara rasialis, Lebensraum,
Lebensborn, skuadron pelindung, dan sebagainya, tentu tidak lepas dari
pengaruh-pengaruh dalam kelompoknya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Gagasan-gagasannya tersebut tertuang dalam buku yang ditulisnya ketika
dipenjara, yakni Mein Kampf. Pengaruh ketika kecil hidup daerah Inn, sebuah
wilayah di perbatasan Jerman-Austria, ketika menjalani hidup yang tidak menentu
semasa di Vienna, semasa menjadi prajurit militer Jerman dalam Perang Dunia I,
memasuki dalam kancah perpolitikan, dan seterusnya, hal itu memberikan dampak
yang besar dalam kebijakan-kebijakannya terhadap peran Schutzstaffel.
Berbagai kajian dalam psikologi sosial kiranya dapat dibahas dan
dihubungkan dengan pribadi Adolf Hitler. Dalam hal interaksi sosial, Hitler
mengalami berbagai pengalaman kehidupan yang bersinggungan dengan
kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Faktor-faktor yang mendasari interaksi
sosial seperti identifikasi, imitasi, simpati, dan sebagainya baik itu secara parsial
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Misalnya Adolf Hitler menerapkan salam fasis gaya Benito Mussolini, pemimpin
fasis Italia. Hitler meniru gaya tersebut karena Mussolini merupakan idolanya
yang sepuluh tahun lebih cepat menjadi pemimpin fasis Italia sebelum ia menjadi
kanselir Jerman tahun 1933.
Kajian psikologi sosial yang lain di antaranya adalah sikap sosial, yakni
kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam
kegiatan-kegiatan sosial. Menurut Ahmadi (2007: 154-156) sikap yang kita tentukan dari
pendapat yang didapatkan berhubungan dengan faktor-faktor tertentu, di
antaranya sebagai berikut.
1) Jenis pekerjaan, misalnya seorang guru akan mempunyai pendapat atau
sikap yang berbeda dengan seorang buruh dalam menyikapi pemilihan
umum;
2) Etnis/ras, misalnya anak-anak keturunan kulit putih tidak diperkenankan
bergaul dengan anak-anak berkulit hitam oleh orang tuanya;
3) Kelas sosial/ekonomi, misalnya pandangan antara orang-orang yang
tergolong termasuk ekonomi bawah dengan ekonomi atas dalam hal
memilih sosok atau partai di pemilihan umum, dan;
4) Sejarah, berkaitan dengan pola pikir seseorang terhadap zaman. Misalnya
Candi Borobudur dahulu dianggap suatu lambang kemegahan, tetapi
sekarang dianggap lambang penindasan rakyat. Keempat faktor tersebut
kiranya dapat dihubungkan dengan sosok Adolf Hitler ketika berkampanye
menuju pemerintahan, serta berdampak pula terhadap
kebijakan-kebijakannya ketika menjadi pemimpin Jerman.
Selain sikap sosial, dalam kajian psikologi sosial yang berkaitan dengan
penelitian adalah prasangka sosial, kemudian terbentuknya jarak sosial. Sheriff
dan Sheriff, sebagaimana dikutip oleh Ahmadi (2007: 196-197) mengatakan
bahwa prasangka sosial adalah suatu sikap negatif para anggota suatu kelompok,
berasal dari norma mereka yang pasti, kepada kelompok lain beserta anggotanya.
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
suatu sikap yang tidak simpatik terhadap kelompok luar (out group). Terdapat
beberapa sebab yang menimbulkan gejala prasangka sosial, namun yang paling
berhubungan erat dengan pribadi Adolf Hitler di antaranya adalah perbedaan
fisik/biologi/ras, pencarian kambing hitam (dalam kasus Perjanjian Versailles),
dan pengalaman yang menyakitkan (periode kehidupan Adolf Hitler ketika
menjalani hidup yang tidak menentu di Austria). Akibat adanya prasangka sosial
adalah pertentangan bahkan permusuhan. Semakin bertentangan atau bermusuhan,
maka akan jauh jarak sosialnya (social distance). Apabila keadaan ini berlangsung
lama, maka akan terinternalisasi menjadi norma sosial, dan itu akan dianut oleh
suatu kelompok yang mempunyai prasangka sosial terhadap pihak/kelompok lain.
Hal ini tidak jauh dengan kebijakan Adolf Hitler terhadap orang-orang Yahudi
atau kaum Marxis, yakni dengan politik antisemitnya yang diimplementasikan
dalam bentuk Holocaust, dan sebagainya.
Hal lain dalam teori psikologi sosial terdapat kajian yang menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan dan masih berhubungan pula dengan Adolf Hitler,
yakni kajian kepemimpinan dan propaganda. Ahmadi (2007: 113) mengemukakan
kepemimpinan (Leadership) sebagai kemampuan dari seseorang (yaitu
kemampuan/leader) untuk mempengaruhi orang lain (yang dipimpin atau para
pengikutnya), sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang
dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa
kepemimpinan merupakan hasil daripada organisasi sosial yang telah terbentuk
atau sebagai hasil dinamika daripada interaksi sosial. Artinya ketika dalam suatu
organisasi mengalami kesulitan-kesulitan tertentu, kemudian tampil individu yang
menyatakan sanggup untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi suatu
organisasi tersebut, kemudian berhasil, maka hal itu dapat dikatakan sebagai
proses kepemimpinan, terlebih ketika dalam lingkup yang besar seperti negara
yang sedang mengalami chaos. Hal itu yang terjadi pada sosok Adolf Hitler, yang
di mana ketika Jerman terpuruk akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I, Hitler
-Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
gagasannya tersebut. Ketika menjadi führer Jerman, Hitler menyebut
pemerintahannya sebagai Drittes Reich/Third Reich (kekaisaran ketiga) karena
dalam rangka propaganda sebagai pemimpin, ia menjanjikan pemerintahannya
lebih baik daripada First Reich (kekaisaran pertama yang berlangsung pada abad
pertengahan/Charlemagne), Second Reich (kekaisaran kedua yang berlangsung
sejak kanselir Otto von Bismark berhasil menyatukan seluruh Jerman hingga akhir
Perang Dunia I.
3. 2. 4 Historiografi
Secara umum Historiogarfi merupakan penulisan sejarah setelah melewati
tahapan-tahapan tertentu. Dalam penulisan sejarah, wujud dari penulisan itu
merupakan paparan, penyajian, presentasi atau penampilan yang pada akhirnya
sampai kepada khalayak dan dibaca oleh para pembaca atau pemerhati sejarah.
Paling tidak secara bersamaan digunakan tiga bentuk teknik dasar menulis sebagai
wahana yaitu deskripsi, narasi, dan analisis (Sjamsuddin, 2007: 236).
Ketika memasuki tahap historiografi, sejarawan hendaknya memiliki
kemampuan analitis dan kritis agar penelitian yang dihasilkan dan disajikan
memenuhi kriteria ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebuah karya tulis
dapat dikatakan ilmiah apabila memenuhi kaidah-kaidah keilmuan dan tata bahasa
yang sesuai dengan aturan tata bahasa atau pedoman penulisan karya ilmiah yang
berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.
3. 3 Laporan Penelitian
Langkah ini merupakan tahap akhir dari suatu penelitian yang dilakukan
penulis. Hal ini dilakukan setelah penulis melaksanakan langkah-langkah
penelitian sesuai dengan metode historis, yakni melakukan pencarian dan
menemukan sumber sejarah, melakukan kritik sumber (analisis), melakukan
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan aturan atau kaidah penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia.
Laporan penelitian ini disusun dalam lima bab yang terdiri dari bab I
pendahuluan, bab II kajian pustaka dan teori, bab III metode penelitian, bab IV
pembahasan, dan bab V kesimpulan. Selain itu terdapat pula beberapa tambahan
di antaranya adalah kata pengantar, ucapan terima kasih, abstrak, daftar isi, daftar
pustaka serta lampiran-lampiran. Semuanya disusun dan disajikan dalam satu
laporan utuh yang disebut sebagai skripsi dengan judul PERANAN ADOLF
HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu
Taufik Hidayat, 2014
Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari sebuah
kajian skripsi dengan judul PERANAN ADOLF HITLER DALAM
PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif
Psikologi Sosial.
5. 1 Kesimpulan
Mengenai Adolf Hitler secara umum, penulis berkesimpulan bahwa salah
satu hal yang membedakan sosok Adolf Hitler dengan tokoh lainnya dalam Partai
Nazi seperti Paul Joseph Goebbels, Hermann Göring, atau Heinrich Luitpold
Himmler adalah kemampuannya dalam hal psikologi massa. Walaupun divisi
propaganda Nazi dipegang oleh Goebbels, namun Hitler tetap dianggap sebagai
nomor satu dalam hal propaganda, di mana ia mampu menghidupkan harapan
kepada masyarakat serta pengorganisasian massa atas nama superioritas bangsa
(Arya), walaupun jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, Hitler bukanlah
orang yang berpendidikan tinggi, baik dalam bidang akademik maupun militer.
Pepatah mengatakan bahwa ilmu atau pengetahuan bersumber dari membaca
(membaca riil berupa tulisan maupun non-riil seperti membaca keadaan) dan
pengalaman hidup, artinya kebijakan-kebijakan yang dilakukan Hitler selama
menjadi pemimpin Partai Nazi, maupun ketika menjadi kanselir kemudian führer
tentunya tidak lepas dari apa yang ia baca dan pengalaman hidup. Berhubungan
dengan kesimpulan penelitian, terdapat tiga hal yang dapat penulis simpulkan
dalam bab ini, tentunya setelah mengkaji bahasan yang bersangkutan dengan
judul.
Pertama, awal tahun 1920-an Adolf Hitler mulai memperkuat kedudukan
dalam Partai Nazi. Namun tidak berarti tanpa permasalahan atau gangguan, baik